BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Minyak dan Lemak
2.2.1
Pengertian minyak dan lemak Minyak atau lemak adalah gliserida dari asam lemak dengan gliserol yang
disebut juga dengan trigliserida. Ikatan ini terjadi juga karena ketiga gugus hidroksi (OH) pada gliserol diganti oleh tiga gugus asam lemak (fatty acid) yaitu RCOO-. Secara umum trigliserida memiliki rumus struktur sebagai berikut: O CH2 – O – C – R1 O CH – O – C – R2 O CH2 – O – C – R3 Gambar 2.1 Struktur Trigliserida
Angka (1), (2) dan (3) pada rumus struktur di atas menyatakan gugus alkil yang sama atau berbeda. Minyak atau lemak dapat juga dikatakan sebagai hasil esterifikasi asam lemak (fatty acid) dengan gliserol. Reaksi sebagai berikut : CH2 – OH
CH2 – OOCR
CH – OH + 3 RCOOH
CH – OOCR + 3H2O
CH2 – OH
CH2 – OOCR
gliserol
asam lemak
trigliserida
air
Universitas Sumatera Utara
Perbedaan lemak dan minyak sebagai berikut: 1. Lemak mengandung asam lemak jenuh lebih banyak, sedangkan minyak mengandung asam lemak tak jenuh lebih banyak. 2. Pada suhu kamar berupa zat padat, sedang minyak berupa zat cair (Ketaren, 1986). Berdasarkan sumbernya minyak yang terdapat di alam dibedakan atas 3, yaitu sebagai berikut: 1. Minyak mineral, yaitu minyak hidrokarbon makromolekul yang berasal dari fosil-fosil zaman dulu karena pengaruh tekanan dan temperatur. Contoh: minyak lampu, bensin dan lain-lain. 2. Minyak nabati/hewani, yaitu berasal dari tumbuhan/hewan. 3. Minyak essensial/atsiri, yaitu minyak yang diperoleh dari tanaman melalui proses ekstraksi menggunakan pelarut tertentu lalu didestilasi. Lemak nabati memiliki beberapa jenis asam lemak tak jenuh yang dibedakan atas tiga, yaitu sebagai berikut: 1. Drying Oil, yaitu minyak yang sifatnya mudah mengering bila dibiarkan di udara. Comtoh: pernis, cat. 2. Semi Drying Oil, yaitu minyak yang berubah karena pengaruh suhu. Contoh: minyak biji kapas, minyak bunga matahari. 3. Non Drying Oil, yaitu minyak yang tidak mengering karena pengaruh suhu. Contoh: minyak kelapa, minyak kelapa sawit. (Ketaren, 1986)
2.2.2
Sifat-sifat Minyak dan Lemak.
A. Sifat Fisika 1. Warna Memiliki warna orange disebabkan adanya pigmen karoten yang larut dalam minyak atau lemak tersebut. 2. Kelarutan Minyak dan lemak tidak larut dalam air, kecuali minyak jarak (castor oil).
Universitas Sumatera Utara
3. Titik cair dan polymerphism Asam lemak tidak memperlihatkan kenaikan titik cair yang linear dengan bertambahnya panjang rantai atom karbon. Asam lemak dengan ikatan trans – mempunyai titik cair yang lebih tinggi daripada isomer asam lemak yang berikatan –sis. Polymerphism pada minyak dan lemak adalah suatu keadaan dimana terdapat lebih dari satu bentuk kristal. Polymerphism sering dijumpai pada beberapa komponen yang mempunyai rantai karbon panjang dan pemisahan kristalkristal tersebut sangat sukar. Namun demikian untuk beberapa komponen, bentuk dari kristal-kristal sudah dapat diketahui. Polymerphism penting untuk mempelajari titik cair minyak atau lemak dan asam-asam lemak beserta ester-ester. Untuk selanjutnya polymerphism mempunyai peranan penting dalam berbagai proses untuk mendapatkan minyak atau lemak. 4. Titik didih Titik didih dari asam-asam lemak akan semakin bertambah besar dengan bertambahnya rantai karbon dari beberapa asam lemak tersebut. Tabel 2.1 Titik didih dan Titik cair asam-asam lemak jenuh dari minyak Rumus Nama Titik Didih Titik Cair (oC) o Molekul Asam ( C) C4H8O2
Butirat
160
-8
C6H12O2
Kaproat
107
-3.4
C8H16O2
Kaplirat
135
16,7
C10H20O2
Kapriat
159
31,6
C12H24O2
Laurat
182
44,2
C14H28O2
Miristat
202
54,4
C16H32O2
Palmitat
222
62,9
C18H36O2
Stearat
240
(Ketaren, 1986). 5. Bobot jenis Bobot jenis dari minyak dan lemak biasanya ditentukan pada temperatur 25 0
C, akan tetapi dalam hal ini dianggap penting juga untuk diukur pada
temperatur
40 0C atau 60 0C untuk lemak yang titik cairnya tinggi. Pada
Universitas Sumatera Utara
penentuan bobot jenis, temperatur dikontrol dengan hati-hati dalam kisaran temperatur yang pendek. 6. Indeks bias Indeks bias adalah derajat penyimpanan dari cahaya yang dilewatkan pada suatu medium yang cerah. Indeks bias tersebut pada minyak dan lemak dipakai
untuk
pengenalan
unsur
kimia
dan
pengujian
kemurnian
minyak/lemak. Abbe refractometer mempergunakan alat temperatur yang dipertahankan pada 25 0C. Untuk pengukuran indeks bias lemak yang bertitik cair tinggi, dilakukan pada temperatur 40 0C atau 60 0C, selama pengukuran temperatur harus dikontrol dan dicatat. Indeks bias ini akan meningkat pada minyak atau lemak dengan rantai karbon yang panjang dan juga dengan terdapatnya sejumlah ikatan rangkap. Nilai indeks bias dari asam lemak juga akan bertambah dengan
meningkatnya bobot molekul, selain dengan naiknya
ketidakjenuhan dari asam-asam lemak tersebut. 7. Aroma dan rasa Aroma dan rasa pada minyak/lemak selain terdapat secara alami juga terjadi karena terdapatnya asam-asam yang berantai sangat pendek sekali sebagai hasil penguraian yang menyebabkan kerusakan pada minyak/lemak. 8. Titik lebur (melting point) Titik lebur pada minyak dan lemak akan semakin tinggi dengan semakin panjangnya rantai atom C. 9. Minyak dan lemak jika dituangkan di atas air akan membentuk lapisan tipis yang merata di atas permukaan air tersebut. 10. Odor dan flavor Odor dan flavor pada lemak/minyak selain terdapat secara alami, juga terjadi karena pembentukan asam-asam berantai pendek sebagai hasil dari penguraian pada kerusakan lemak/minyak. Akan tetapai pada umumnya odor dan flavor ini disebabkan oleh komponen bukan minyak. 11. Titik asap, titik nyala dan titik api Apabila minyak atau lemak, dapat dilakukan penetapan titik asap, titk nyala dan titk api. Titik asap adalah temperatur pada saat lemak atau minyak
Universitas Sumatera Utara
menghasilkan asap tipis yang kebiru-biruan pada pemanasan. Titik nyala adalah temperatur pada saat campuran uap dan minyak dengan udara mulai terbakar. Sedangkan titik api adalah temperatur pada saat dihasilkan pembakaran yang terus menerus sampai habisnya contoh uji. 12. Shot melting point Shot melting point adalah temperatur pada saat terjadi tetesan pertama dari minyak atau lemak. Pada umumnya lemak atau minyak mengandung komponen-komponen yang berpengaruh terhadap titik cairnya (Ketaren, 1986).
B. Sifat Kimia 1. Hidrolisa Dalam proses hidrolisa, minyak/lemak akan diubah menjadi asam-asam lemak bebas. Proses hidrolisa yang dapat mengakibatkan kerusakan pada minyak/lemak karena terdapatnya sejumlah air pada minyak atau lemak tersebut. Proses ini dapat menyebabkan terjadinya “hydrolitic rancidity” yang menghasilkan aroma dan rasa tengik pada minyak atau lemak. Reaksi: O CH2 – O – C – R
CH2OH
O
O
CH – O – C – R + 3H – OH
CHO
+
3RCOOH
O CH2 – O – C – R Trigliserida
CH2OH air
gliserol
As. lemak bebas
2. Oksidasi Reaksi ini menyebabkan ketengikan pada minyak/lemak. terdapatnya sejumlah O2 serta logam-logam seperti tembaga (Cu), seng (Zn) serta logam lainnya yang bersifat sebagai katalisator oksidasi dari minyak/lemak. Proses
Universitas Sumatera Utara
oksidasi ini akan bersifat sebagai katalisator aldehid dan keton serta asamasam lemak bebas yang akan menimbulkan bau yang tidak disenangi. Proses ini juga menyebabkan terbentuknya peroksida. Untuk mengetahui tingkat ketengikan minyak/lemak dapat ditentukan dengan menentukan jumlah peroksida yang terbentuk pada minyak/lemak tersebut. Reaksi: H H R – (CH2)n –C = C – H + O2
R – (CH2)n – C – C – H
H H
O O
asam lemak
peroksida R – (CH2)n–C = O + –C–OH H aldehid
O keton
3. Hidrogenasi Tujuan dari proses ini adalah untuk menjernihkan ikatan rangkap dari rantai atom karbon C asam lemak pada minyak/lemak. Reaksi ini dilakukan dengan menggunakan hidrogen murni ditambah dengan serbuk nukel sebagai katalisator yang mengakibatkan kenaikan titik cair dari asam lemak dan juga menjadikan minyak/lemak tahan terhadap oksidasi akibat hilangnya ikatan rangkap. 4. Esterifikasi Reaksi esterifikasi bertujuan untuk merubah asam-asam lemak dari trigliserida dalam bentuk ester. Minyak dan lemak juga mengandung komponen non gliserida dalam jumlah kecil. Non-gliserida akan menyebabkan aroma, warna, rasa yang kurang disenangi konsumen. Komponen-komponen non-gliserida ini adalah:
Komponen yang karut dalam minyak Misalnya: asam-asam lemak bebas, pigmen, gliserol, fosfatida dan lendir.
Universitas Sumatera Utara
Komponen yang tersuspensi Misalnya: karbohidrat, senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen, dll (Ketaren, 1986).
2.3
Gliserol Gliserol merupakan tryhydric alcohol C2H5(OH)3 atau 1,2,3-propanetriol.
Struktur kimia dari gliserol adalah sebagai berikut: CH2OH CHOH CH2OH Pemakaian kata gliserol dan gliserin sering membuat orang bingung. Gliserol dan gliserin adalah sama, tetapi pemakaian kata gliserol biasa dipakai jika kemurnian rendah (masih terkandung dalam air manis) sedangkan pemakaian kata gliserin dipakai untuk kemurnian yang tinggi. Tetapi secara umum, gliserin merupakan nama dagang dari gliserol. Gliserol dapat dihasilkan dari berbagai hasil proses, seperti: 1) Fat splitting, yaitu reaksi hidrolisa antara air dan minyak menghasilkan gliserol dan asam lemak. R1-COO- CH2
CH2OH
R2-COO-CH + 3H2O
3R-COOH
+
R3-COO- CH2 Trigliserida
CHOH CH2OH
Air
Asam lemak
Gliserol
2) Saponifikasi lemak dengan NaOH, menghasilkan gliserol dan sabun. R1-COO- CH2 R2-COO-CH + 3NaOH
CH2OH 3R-COONa +
R3-COO- CH2 Trigliserida Sodium hidroksida
CHOH CH2OH
Sabun
Gliserol
Universitas Sumatera Utara
3) Transesterifikasi lemak dengan methanol menggunakan katalis NaOCH3 (sodium methoxide), menghasilkan gliserol dan metil ester. R1-COO- CH2
CH2OH
NaOCH3
R2-COO-CH + 3CH3OH
3 RCOOCH3
R3-COO- CH2 Trigliserida
+
CHOH CH2OH
Metanol
Metil ester
Gliserol
Gliserol yang dihasilkan dari hidrolisa lemak atau minyak pada unit fat Splitting ini mengandung air manis (sweet water) dengan kadar 10- 12%. Kandungan air biasanya diuapkan untuk mendapatkan gliserol murni (gliserin). Biasanya untuk pemurnian gliserol ini memerlukan beberapa tahap proses, seperti: 1. Pretreatment (pengolahan awal) 2. Evaporasi 3. Destilasi Tujuan dari pretreatment ini adalah untuk menghilangkan asam lemak bebas, oil atau fat yang masih terikut pada sweet water (kadar 10- 12%. Pada proses evaporasi gliserol dari sweet water dilakukan dengan menggunakan triple effect evaporator. Gliserol yang dihasilkan pabrik evaporasi mengandung sekitar 88% gliserol dan 2-3% kotoran (ash). Permintaan mutu gliserol tergantung pada pangsa pasar. Bila mutu gliserol yang dihasilkan masih kurang baik maka gliserol tersebut harus dimurnikan dengan cara destilasi (Tambun, 2006).
2.3.1
Kegunaan Gliserol
1. Kosmetik; digunakan sebagai body agent, emollient, humectant, lubricant, solven. Biasanya dipakai untuk skin cream dan lotion, sampo dan kondisioner rambut, sabun dan detergen. 2. Dental cream; digunakan sebagai humectant. 3. Peledak; digunakan untuk membuat nitroglycerine sebagai bahan dasar peledak. 4. Industri makanan dan minuman; digunakan sebagai solven emulsifier, conditioner, freeze preventer dan coating. Digunakan dalam industri minuman anggur dan minuman lainnya.
Universitas Sumatera Utara
5. Industri
logam;
digunakan
untuk
pickling,
quenching,
stripping,
electroplating, galvanizing dan solfering. 6. Industri kertas; digunakan sebagai humectant, plasticizer, softening agent, dan lain-lain. 7. Industri farmasi; digunakan untuk antibiotik, capsule dan lain-lain. 8. Photography; digunakan sebagai plasticizing. 9. Resin; digunakan untuk polyurethanes, epoxies, phtalic acid dan malic acid resin. 10. Industri tekstil; digunakan lubricating, antistatic, antishrink, waterproofing dan flameproofing. 11. Tobacco; digunakan sebagai humectant, softening agent dan flavor enhancer.
2.4 Sifat-sifat Bahan Baku dan Produk 2.4.1 Minyak Sawit (CPO) 2.4.1.1 Sifat Fisika 1. Spesific gravity (37,80C)
: 0,9
2. Titik beku
: 50C
3. Titik didih
: 2980C
4. Densitas
: 0,895 g/cm3
5. Kadar air (%)
:2
6. Bilangan Penyabunan
: 198
7. Berat Molekul
: 847,28 g/mol
8. Massa Jenis
: 0.9
9. Rumus Kimia
: C3H5(COOR)3 (Ketaren, 1986)
2.4.1.2 Sifat Kimia a. Hidrolisis Reaksi hidrolisis antara minyak dan air akan menghasilkan asam lemak dan gliserol, menurut reaksi: C3H5(COOR)3 + H2O
C3H5(OH)3 + 3HOOCR
Universitas Sumatera Utara
b. Esterifikasi Esterifikasi asam lemak adalah kebalikan dari hidrolisis, dibuat secara lengkap secara kontinyu penyingkiran air dari zona reaksi. c. Interesterifikasi Ester beralkohol rendah diperoleh dengan mereaksikan alkohol secara langsung dengan lemak untuk menggantikan gliserol, biasanya menggunakan katalis alkali. Reaksinya adalah sebagai berikut: C3H5(COOR)3+3CH3OH
3CH3OOCR+ C3H5(OH)3
Reaksi ini biasa disebut alkoholisis. d. Saponifikasi Jika lemak direaksikan dengan alkali untuk menghasilkan gliserol dan garam atau sabun atau logam alkali maka reaksinya sebagai berikut: C3H5(COOR)3 + 3NaOH
C3H5(OH)3 + 3NaOOCR
Reaksi ini adalah dasar reaksi yang digunakan pada industri sabun. (Daniel Swern, 1982) 2.4.3
Air (H2O) 1. Berat molekul
: 18,016 gr/grmol
2. Rumus molekul
: H2 O
3. Densitas
: 1 gr/ml
4. Viskositas
: 0,01002 P
5. Panas spesifik
: 1 kal/g
6. Tekanan uap
: 760 mmHg
7. Panas laten
: 80 kal/g
8. Indeks bias
: 1,333 (Perry, 1984)
2.4.5 Gliserol 2.4.5.1 Sifat Fisika Beberapa sifat fisis dan karakteristik yang penting dari gliserol, antara lain 1. Rumus molekul
: C3H8O3
2. Berat Molekul
: 92,09 gr/mol
Universitas Sumatera Utara
3. Titik lebur
:18,17 0C
4. Titik didih
: 290 0C
5. Berat jenis
: 1,2617 gr/cm
6. Specific gravity
: 1,260
7. Tekanan Uap
: 0,0025 mmHg pada 50 0C : 0,195 mmHg pada 100 0C
8. Panas spesifik
: 0,5795 kal/gram pada 26 0C (99,94 % gliserol)
9. Panas Penguapan
: 21,060 kal/mol pada 55 0C 18,170 kal/mol pada 1950C
10. Panas Pembentukan
: 159,60 kal/mol
11. Konduktivitas termal
: 0,00068 kal/detik (cm2) (0C/cm)
12. Flash point
: 177 0C
13. Titik api
: 204 0C
(Sumber : Kirk dan Orthmer, 1971;Mc Graw Hill Encyclopedia, 1977; Perry, 199)
2.4.5.2. Sifat Kimia 1. Gliserol dapat bereaksi dengan phosporus pentachloride membentuk gliseril triklorida CH2Cl-CHCl- CH2Cl. 2. Gliserol dapat bereaksi dengan asam membentuk ester. Contohnya : gliserol mono asetat CH2OH-CHOH-CH2OOCCH3, gliserol triasetat, triasetin, gliseril nitrat (nitroglycerine) CH2ONO2- CH2ONO2CH2ONO2, dll 3. Gliserol dapat bereaksi dengan oxidator. Contohnya : dilite nitric acid membentuk glyceric acid CH2OH-CHOHCOOH. 4. Gliserol dapat bereaksi dengan sodium hydrogen sulfate atau phosphorou pentoxide dipanaskan membentuk akrolein CH=CHCHO. 5. Gliserol dapat bereaksi dengan fosfor ditambahkan dengan iodin membentuk allil iodida, CH2=CHCH2I, dimana dengan HI menghasilkan propilen CH2=CHCH3, dan kemudian isopropil CH3CHICH3. 6. Gliserol dapat bereaksi dengan Natrium atau NaOH membentuk alkoholates.(Sumber : Mc Graw Hill Encyclopedia,1977)
Universitas Sumatera Utara
2.5
Deskripsi Proses Pada proses pembuatan sweet water dari CPO dilakukan dalam tiga tahap proses yaitu : 1. Proses persiapan bahan baku 2. Proses Continuous Fat Spliting 3. Proses Pemurnian Gliserol
2.5.1
Persiapan bahan Baku Bahan baku CPO yang memiliki tekanan 1 atm dan temperatur 300C dari
tangki bahan baku dipanaskan terlebih dahulu pada heater (HE) hingga mencapai temperatur 800C. Pemanasan awal ini bertujuan agar mudah mencapai temperatur operasi pada reaktor hidrolisa. Setelah mencapai temperature 800C kemudian CPO dipompakan dengan pompa tekanan sebesar 54 bar ke dalam reaktor melalui bagian bawah reaktor. Air dengan tekanan 1 atm, temperatur 300C dari tangki bahan baku juga dipanaskan hingga mencapai temperatur 800C pada heater. Kemudian air dipompakan dengan pompa tekanan 54 bar, temperatur 800C ke dalam reaktor melalui bagian atas reaktor.
2.5.2
Proses Fat Splitting Column
Reaksi antara CPO dengan air berlangsung dalam reaktor yang disebut sebagai fat splitting coloumn (kolom hidrolisa) yang beroperasi pada suhu 2502600C, tekanan 54 bar dan waktu reaksi 2 jam. Dengan rasio air sebanyak 70% dari berat CPO. Reaksi yang terjadi adalah reaksi endotermis, sehingga diperlukan panas. Kondisi tersebut dapat dicapai dengan mengalirkan steam secara kontak dengan temperatur 275 0C dengan tekanan 54 bar. Reaksinya: CH2 – O – C – R
CH2 – OH Konversi 99%
CH – O – C – R(1) + 3H2O(1)
CH – OH(1)
CH2 – O – C – R
CH2 – OH
Trigliserida
Air
Gliserol
+
3RCOOH(1)
Asam Lemak
Universitas Sumatera Utara
Produk yang terbentuk terpisah berdasarkan perbedaan berat jenis, gliserol akan keluar melalui bagian bawah kolom hidrolisa berupa Sweet Water (Gliserol dengan kadar 12%) bersama dengan air sedangkan asam lemak yang memiliki berat lebih ringan akan keluar melalui bagian atas fat splitting coloumn (kolom hidrolisa). Produk gliserol yang terbentuk ditampung pada flash tank gliserol. Asam lemak ditampung pada flash tank asam lemak. Flash tank berfungsi untuk mengurangi kadar air yang mempunyai effisiensi 80% dari asam lemak pada produk dan mengurangi tekanan serta tempat penampungan sementara produk. Asam lemak dari flash tank dialirkan ketangki produk asam lemak sebagai produk samping. 2.5.3
Pemurnian Gliserol Gliserol yang berasal dari flash tank dialirkan ke skimmer (alat pemisah CPO
dari produk Gliserol) temperatur 900C, tekanan 1 atm, untuk memisahkan CPO yang tidak terkonversi yang terikut pada produk gliserol berdasarkan perbedaan berat jenis masing-masing komponen pada kondisi temperatur 900C dan tekanan 1 atm (Brownell, 1969). Lapisan paling atas adalah CPO yang memiliki berat jenis lebih ringan dan dialirkan ke dalam tangki residu. Sedangkan air dan gliserol yang mempunyai berat jenis yang lebih berat dialirkan ke evaporator. Pada evaporator, air dan produk gliserol dipisahkan berdasarkan perbedaan titik didih. Kondisi operasi evaporator pertama temperatur 1000C dan tekanan 1 atm untuk memekatkan produk utama gliserol dengan cara memisahkan air dalam produk gliserol sedangkan pada evaporator kedua temperatur 1050C dan tekanan 1 atm. Produk utama gliserol keluar dari evaporator kedua dengan konsentrasi 30%.
Universitas Sumatera Utara