BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tinjauan Teori
2.1.1
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Sadono Sukirno (2004), PDRB adalah jumlah nilai tambah bruto
(gross value added) yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di suatu wilayah atau propinsi. Pengertian nilai tambah bruto adalah nilai produksi (output) dikurangi dengan biaya antara (intermediate cost). Komponen-komponen nilai tambah bruto mencakup komponen-komponen faktor pendapatan (upah dan gaji, bunga, sewa tanah dan keuntungan), penyusutan dan pajak tidak langsung neto. Jadi dengan menghitung nilai tambah bruto dari dari masing-masing sektor dan kemudian menjumlahkannya akan menghasilkan produk domestik regional bruto (PDRB) Menurut salah satu sumber di BPS (2007), PDRB merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah dalam suatu periode tertentu. Hasil perhitungan PDRB biasa dikenal sebagai PDRB menurut lapangan usaha dan PDRB menurut penggunaan. PDRB menurut lapangan usaha merupakan total nilai tambah (value added) dari semua kegiatan ekonomi di suatu wilayah dan pada periode waktu tertentu, sedangkan PDRB menurut penggunaan merupakan jumlah nilai barang dan jasa yang digunakan untuk konsumsi akhir. 11
Menurut Todaro, (2002), PDRB adalah nilai total atas segenap output akhir yang dihasilkan oleh suatu perekonomian di tingkat daerah (baik itu yang dilakukan oleh penduduk daerah maupun penduduk dari daerah lain yang bermukim di daerah tersebut). Seperti telah diuraikan di atas, angka pendapatan regional dalam beberapa tahun menggambarkan kenaikan dan penurunan tingkat pendapatan masyarakat di daerah tersebut. Kenaikan/penurunan dapat dibedakan menjadi dua faktor berikut: a. Kenaikan/penurunan riil, yaitu kenaikan/penurunan tingkat pendapatan yang tidak dipengaruhi oleh faktor perubahan harga. Apabila terjadi kenaikan riil pendapatan penduduk berarti daya beli penduduk di daerah tersebut meningkat, misalnya mampu membeli barang yang sama kualitasnya dalam jumlah yang lebih banyak. b. Kenaikan/penurunan pendapatan yang disebabkan adanya faktor perubahan harga. Apabila terjadi kenaikan pendapatan yang hanya disebabkan inflasi (menurunnya nilai beli uang) maka walaupun pendapatan meningkat tetapi jumlah barang yang mampu dibeli belum tentu meningkat. Perlu dilihat mana yang meningkat lebih tajam, tingkat pendapatan atau tingkat harga. Oleh karena itu, untuk mengetahui kenaikan pendapatan yang sebenarnya (riil), faktor inflasi harus dikeluarkan terlebih dahulu. Pendapatan regional yang di dalamnya masih ada unsur inflasinya dinamakan pendapatan regional atas dasar harga berlaku. Sedangkan pendapatan regional dengan faktor inflasi yang sudah ditiadakan merupakan pendapatan regional atas dasar harga konstan. Untuk mengetahui apakah 12
daya beli masyarakat meningkat atau tidak, pendapatannya harus dibandingkan dalam nilai konstan. Dengan alasan inilah maka pendapatan regional perlu disajikan dalam dua bentuk, yaitu atas dasar harga yang berlaku dan atas dasar harga konstan. Harga konstan artinya harga produk didasarkan atas harga pada tahun tertentu. Tahun yang dijadikan patokan harga disebut tahun dasar untuk penentuan harga konstan. Jadi, kenaikan pendapatan hanya disebabkan oleh meningkatnya jumlah fisik produksi, karena harga dianggap tetap (konstan). Akan tetapi, pada sektor jasa yang tidak memiliki unit produksi, nilai produksi dinyatakan dalam harga jual. Oleh karena itu, harga jual harus dideflasi dengan menggunakan indeks inflasi atau deflator lain yang dianggap lebih sesuai.
2.1.2
Pendekatan Penyusunan PDRB Pendekatan penyusunan PDRB Kabupaten/Kota atas dasar harga berlaku
dapat dihitung melalui dua metode yaitu metode langsung dan metode tidak langsung. Yang dimaksud metode langsung adalah metode penghitungan dengan menggunakan data yang bersumber dari data dasar masing-masing daerah. Metode langsung tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan 3 macam pendekatan yaitu: pendekatan produksi (Production Approach), pendekatan pendapatan (Income Approach), dan pendekatan pengeluaran (Expenditure Approach). Metode tidak langsung adalah metode penghitungan dengan cara alokasi yaitu mengalokir PDRB
13
propinsi ke kabupaten/kota dengan memakai berbagai macam indikator produksi atau indikator lainnya yang cocok sebagai alokator. 1. Pendekatan Produksi Pendekatan dari segi produksi adalah menghitung nilai tambah dengan cara mengurangkan biaya antara dari masing-masing nilai produksi bruto tiap-tiap sektor atau subsektor. 2. Pendekatan Pendapatan Dalam pendekatan pendapatan, nilai tambah dari setiap kegiatan ekonomi dihitung dengan jalan menjumlahkan semua balas jasa faktor produksi yaitu upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tak langsung neto. Untuk sektor pemerintahan dan usaha-usaha yang sifatnya tidak mencari untung, surplus usaha tidak diperhitungkan. Yang termasuk dalam surplus usaha disini adalah bunga, sewa tanah dan keuntungan kotor. 3. Pendekatan Pengeluaran Pendekatan dari segi pengeluaran bertitik tolak pada penggunaan akhir dari barang dan jasa di dalam suatu wilayah. Jadi produk domestik regional bruto diperoleh dengan cara menghitung berbagai komponen pengeluaran akhir yang membentuk produk domestik regional tersebut. Secara umum pendekatan pengeluaran dapat dilakukan dengan berbagai cara sebagai berikut: a. Melalui pendekatan penawaran yang terdiri dari metode arus barang, metode penjualan eceran dan metode penilaian eceran 14
b. Melalui pendekatan permintaan yang terdiri dari pendekatan survei pendapatan & pengeluaran rumah tangga, metode data anggaran belanja, metode balance sheet dan metode statistik luar negeri Pada prinsipnya kedua cara ini dimaksudkan untuk memperkirakan komponen-komponen permintaan akhir seperti: konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto dan perdagangan antar wilayah (termasuk ekspor dan impor antar negara).
2.1.3
Metode Penghitungan PDRB Beberapa metode yang digunakan untuk menghitung nilai PDRB suatu
wilayah, antara lain Metode Langsung dan Metode Tidak Langsung. Metode yang digunakan secara garis besar adalah sebagai berikut: 1. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Dalam melakukan penghitungan PDRB atas dasar harga berlaku dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: a. Metode Langsung Metode Langsung adalah melakukan penghitungan PDRB yang didasarkan kepada data yang tersedia di lapangan secara rutin. Dalam metode langsung ini ada tiga pendekatan, yaitu: Pendekatan Produksi, Pendekatan Pendapatan, dan Pendekatan Pengeluaran. Ketiga pendekatan ini sudah diuraikan pada
15
bagian sebelumnya dan secara teoritis ketiga pendekatan tersebut akan memberikan hasil yang sama. b. Metode Tidak Langsung/Alokasi Penghitungan nilai tambah bruto suatu kegiatan ekonomi/sektor dengan metode tidak langsung adalah dengan mengalokasikan nilai tambah bruto propinsi ke masing-masing kegiatan ekonomi di tingkat kabupaten/kota. Sebagai alokatornya digunakan indikator yang paling relevan atau erat kaitannya dengan produktivitas/pendapatan dari kegiatan sektor tersebut. 2. PDRB Atas Dasar Harga Konstan PDRB atas dasar harga konstan bertujuan untuk melihat perkembangan PDRB atau perekonomian secara riil
yang kenaikannya/pertumbuhannya
tidak
dipengaruhi oleh adanya perubahan harga atau inflasi/deflasi. Ada empat metode yang cukup dikenal dalam penghitungan harga konstan yaitu: a. Revaluasi Metode Revaluasi adalah menilai produksi dan biaya antara masing-masing tahun atau tahun berjalan dengan harga pada tahun dasar (2000), sehingga diperoleh Output dan Biaya Antara atas dasar harga konstan (tahun 2000). Dengan demikian nilai tambah bruto atas dasar harga konstan diperoleh dari nilai output dikurangi dengan biaya antara. Namun dalam operasionalnya, untuk mendapatkan biaya antara dihitung dengan cara mengalikan nilai output dengan rasio biaya antara pada tahun dasar. Rasio ini didapatkan dari 16
penelitian lapangan melalui Survei Khusus Pendapatan Regional (SKPR). Hal ini dilakukan karena sangat beragamnya jenis input yang digunakan. b. Ekstrapolasi Untuk memperoleh Nilai Tambah Bruto masing-masing tahun atas dasar harga konstan 2000 yaitu dengan cara mengalikan nilai tambah masingmasing sektor harga konstan pada tahun dasar (2000) dengan Indeks Produksi (2000=100). Indeks Produksi yang dipakai sebagai Ekstrapolator merupakan indeks kuantum masing-masing komoditi. Untuk lebih jelas dapat dilihat rumus berikut: NTB(n,k,i)
NTB(0,k,i) x IP(n) 100
Keterangan : NTB
= Nilai Tambah Bruto
n
= tahun berjalan
k
= atas dasar harga konstan 2000
0
= tahun dasar
i
= sektor/komoditi.
c. Deflasi Nilai tambah bruto atas dasar harga konstan 2000 dengan metode Deflasi diperoleh dengan cara membagi nilai tambah atas dasar harga berlaku masingmasing tahun atau tahun berjalan dengan Indeks Harga (2000 = 100). Indeks Harga yang digunakan sebagai deflator adalah Indeks Harga yang dapat 17
mewakili pertumbuhan harga masing-masing sektor/kegiatan ekonomi. Pemakaian metode deflasi dapat dirumuskan sebagai berikut: NTB(n,k,i)
NTB(0,k,i) IH (n,i)
x100
Keterangan : NTB
= Nilai Tambah Bruto
IH
= Indeks Harga yang sesuai
n
= tahun berjalan
k
= atas dasar harga konstan 2000
h
= atas dasar harga berlaku
i
= sektor/komoditi.
d. Deflasi Berganda Metode Deflasi Berganda hampir sama dengan metode Deflasi, perbedaannya hanya pada cara mendeflasikan nilai Output dan Biaya Antara dengan indeks harga masing-masing yang mewakili/sesuai. Indeks harga yang dipakai sebagai deflator untuk biaya antara adalah Indeks Harga dari komponen input yang dominan/terbesar. Dalam kenyataannya sulit dilakukan deflasi terhadap biaya antara, selain komponennya terlalu banyak, juga indeks harganya belum tersedia secara baik. Oleh karena itu dalam penghitungan NTB atas dasar harga konstan, deflasi berganda ini belum banyak dipakai. Rumusan metode tersebut sebagai berikut:
18
Output(n,k,i)
BA(n,k,i)
Output(n,h,i) IH (n,i)
BA(n,h,i) IH (n,i)
x100
x100
Maka :
NTB(n,k,i) Output ( n,k ,i ) BA( n,k ,i ) Keterangan: NTB
= Nilai Tambah Bruto
BA = Biaya Antara
2.1.2
h
= atas dasar harga berlaku
k
= atas dasar harga konstan 2000
n
= tahun berjalan
i
= sektor/subsektor
Investasi
2.1.2.1 Pengertian Investasi Pengertian investasi menurut Samuelson (1992) adalah “ Aktivitas ekonomi yang mengorbankan konsumsi hari ini untuk meningkatkan output di masa yang akan datang. Hal ini meliputi modal yang bersifat tangible (misal :pabrik, peralatan dan
19
perlengkapan).
Dan
investasi
yang
bersifat
non
tangible
(missal
:
pendidikan,penelitian,pengembangan dan kesehatan). Menurut Sadono Sukirno (1998) istilah investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau pembelanjaan penanaman modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produsi untuk menambah kemampuan memproduksi barang dan jasa yang tersedian dalam perekonomian. Sedangkan menurut Hasibuan (1997) investasi dapat dilihat dari 2 sudut ekonomi yang berbeda yaitu secara makro dan mikro. Investasi secara mikro adalah dimana modal yang diinvestasikan itu akan menambah produksi, meningkatnya pendapatan nasional, tidak memperluas lapangan kerja dan memperbanyak lapangan kehidupan masyarakat. Sedangkan secara makro adalah bahwa modal yang akan diinvestasikan itu akan menambah produksi, meningkatnya pendapatan nasional memperluas lapangan kerja dan memperbanyak lapangan kehidupan masyarakat. Memberikan batasan dengan melihat aktivitas manusia dalam melakukan investasi. Batasannya mengenai pembentukan modal sehingga suatu upaya masyarakat untuk tidak menggunakan seluruh aktivitas produksinya dalam memenuhi kebutuhan konsumsi pada saat ini, tetapi sebagian dipergunakan untuk membentuk modal dan segala bentuk modal nyata yang dapat meningkatkan upaya produktivitas. Pada intinya proses tersebut merupakan penandaan sumber daya yang tujuan meningkatkan
persediaan
barang
modal 20
sedemikian
rupa
sehingga
dapat
meningkatkan produksi output untuk konsumsi pada masas yang akan dating (Nurkse Jhingan, 1993 :419). 2.1.2.2 Jenis-jenis Investasi Menurut (Sobari, 1992:103) menjelaskan investasi menjadi 2 jenis, yaitu : pertama, investasi pemerintah adalah investasi yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pada umumnya investasi yang dilakukan oleh pemerintah tidak dimaksudkan untuk mendapat keuntungan. Kedua, investasi swasta adalah investasi yang dilakukan oleh sektor swasta nasional Penanaman Modal Domestik Nasional (PMDN) ataupun investasi yang dilakukan oleh swasta asing Penanaman Modal Asing (PMA). Investasi yang dilakukan swasta bertujuan untuk mencari keuntungan dan memperoleh pendapatan serta didorong oleh adany pertambahan pendapatan. Bilamana pendapatan bertambah konsumsi pun bertambah dan bertambah pula effective demand. Investasi timbul diakibatkan oleh bertambahnya permintaan yang sumbernya terletak pada penambahan pendapatan disebut induced investment. Dana investasi terdiri dari 2 macam, yaitu : investasi langsung atau disebut juga investasi jangka panjang yang dikenal dengan sebutan PMA dan PMDN merupakan investasi yang dilakukan swasta, bentuknya dapat berupa cabang perusahaan multinasional, perusahaan multinasional, lisensi, joint venture. Dan investasi tak langsung atau disebut investasi jangka pendek yang dikenal dengan 21
sebutan investasi portofolio (IP) merupakan investasi yang dilakukan melalui pasar modal. Penggolongan investasi berdasarkan pembentukan modal terdiri dari 2 jenis investasi yaitu :investasi bruto adalah jumlah investasi yang dilakukan oleh pemerintah yang belum dikurangi depresiasi, dan investasi neto adalah investasi bruto dikurangi depresiasi (jumlah perkiraan sejauh mana barang modal telah digunakan dalam periode yang bersangkutan). Investasi berdasarkan pengaruh dari pendapatan nasional : pertama, investasi otonomi berarti pembentukan modal yang tidak dipengaruhi pendapatan nasional. Kedua, investasi terpengaruh (induced investment) investasi yang dipengaruhi oleh pendapatan nasional. Menurut Sadono Sukirno (Agus Maulana, 2003 :5) investasi secara luas bahwa dalam perhitungan pendapatan nasional,pengertian investasi meliputi :1) seluruh nilai pembelian para pengusaha atas barang-barang dan modal dalam pembelanjaan untuk mendirikan industri-industri, 2) pengeluaran masyarakat untuk mendirikan rumah tempat tinggal dan 3) pertumbuhan dalam nilai stok barang perusahaan berupa bahan mentah, barang yang belum selesai diproses dan barang jadi.
22
2.1.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Investasi Faktor-faktor yang mempengaruhi investasi ada beberapa macam, misalnya : ramalan mengenai keadaan di masa yang akan datang, tingkat bunga, perkembangan teknologi, tingkat pendapatan nasional dan keuntungan yang dicapai. Selain itu faktor lain yang mempengaruhi pelaksanaan investasi tersebut yakni situasi dan kondisi suatu daerah dimana investasi tersebut akan dimanfaatkan, seperi pada daerah-daerah dimana sumber daya alam dalam kegiatan produksi yang dimiliki sangat besar. Ramalan mengenai keadaan masa depan akan menberikan gambaran kepada para pengusaha dalam menginvestasikan pada investasi yang memiliki prospek yang baik. Makin baik keadaan masa depan, makin besar tingkat keuntungan yang diperoleh pengusaha. Oleh karena itu mereka akan lebih terdorong untuk melakukan investasi yang telah atau sedang dirumuskan dan direncanakan. Tingkat bunga menentukan jenis-jenis investasi akan memberikan keuntungan kepada para pengusaha dan dapat dilaksanakan. Para pengusaha hanya akan melakukan keinginan untuk investasi apabila tingkat suku bunga rendah. Pada umumnya makin banyak perkembangan teknologi yang dibuat, makin banyak pula kegiatan pembaruan yang akan dilakukan oleh para pengusaha untuk membeli barang-barang modal yang baru bahkan membangun gedung atau pabrik baru. Maka makin banyak pembaruan dan mendorong investasi. Dengan kata lain, apabila pendapatan nasional meningkat maka investasi yang dilakukan pun akan meningkat. 23
Untuk dapat mengetahui perkembangan investasi dari waktu ke waktu ada 3 cara yang bisa dilakukan, yaitu : 1) dengan menyoroti kontribusi pembentukan modal domestik bruto dalam konteks permintaan agregat, yakni melihat sumbangan dan perkembangan variabel I (investasi) dalam model identitas pendapatan nasional sebagai berikut : Y =C + I + G + (X-M), 2) dengan mengamati data-data PMA dan PMDN, dengan ini berarti kita hanya mengamati investasi oleh kalangan dunia usaha swasta saja, 3) dengan menelaah perkembangan dana investasi yang disalurkan oleh dunia perbankan (Dumairy, 1997 :136). 2.1.2.4 Peranan Investasi dalam Perekonomian Peranan investasi dalam makroekonomi, Pertama, merupakan komponen pengeluaran yang cukup besar dan tidak mudah habis, perubahan besaran dalam investasi akan sangat mempengaruhi pemintaan agregat dan akhirnya berakibat juga pada output dan kesempatan kerja. Kedua, investasi mendorong terjadinya akumulasi modal. Penambahan stok bangunan gedung dan peralatan penting lainnya akan meningkatkan output potensial suatu bangsa dan merangsang pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Permintaan agregat jangka pendek dan laju pertumbuhan output jangka panjang,itulah peranan investasi. Investasi dapat menciptakan kenaikan produksi agregat di masa depan dengan berbagai cara. Menurut Keynes kenaikan investasi menyebabkan kenaikan pendapatan nasional, akibatnya akan timbul peningkatan konsumsi yang pada 24
akhirnya menyebabkan kenaikan berikutnya pada pendapatan. Proses ini cenderung bersifat kumulatif akibatnya kenaikan tertentu pada investasi menyebabkan kenaikan yang berlipat pada pendapatan melalui kecenderungan untuk mengkonsumsi. Hubungan kenaikan investasi dengan kenaikan pendapatan nasional ini oleh Keynes disebut multiplier. Multiplier ini memperlihatkan hubungan antara investasi, konsumsi dan pendapatan terhadap kecenderungan berkonsumsi. Ini berarti kalau investasi agregat permintaan maka pendapatan akan naik sebesar (K) kali kenaikan investasi (Soediyono, 1992:120). Rumusnya : K
= Y = dY/dI = 1/1-c
Y
= c+I
Keterangan : dY
= Perubahan pendapatan yang disebabkan adanya perubahan investasi
K
= Efek multiplier
dI
= Perubahan Investasi
c
= MPC (Marginal Propensity to Consume)
25
Y
I
C+I E
C I
C
Q
Pendapatan
(Q) GDP
Gambar 2.1 Kurva Investasi Fungsi C + I menggambarkan pengeluaran agregat, fungsi tersebut diperoleh dengan menambah sebesar ( I ) dimana C merupakan pengeluaran konsumsi. Y merupakan garis yang menunjukkan keadaan pendapatan nasiponal sama dengan pengeluaran agregat (keseimbangan perekonomian) yang ditunjukkan dengan titik E juga menunjukkan kedudukan dimana tingkat keseimbangan perekonomian tercapai ketika terjadi penambahan investasi pada pengeluaran agregat. Investasi itu sendiri tidak lain dari sumber-sumber uang yang semula untuk tujuan konsumtif, yang diarahkan untuk tujuan produktif. Selain itu penanaman modal merupakan langkah awal kegiatan produksi dan langkah awal pembangunan ekonomi. Dinamika penanaman modal mempengaruhi tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi, mencerminkan marak lesunya pembangunan.
26
2.1.3
Kesempatan Kerja
2.1.3.1 Pengertian Kesempatan Kerja Kesempatan kerja adalah peluang untuk mendapatkan pekerjaan yang merupakan tolak ukur kemajuan ekonomi yang meliputi pendapatan nasional, tingkat tenaga kerja, tingkat harga dan posisi pembayaran luar negeri (Branson WN, 1989). Perkembangan terakhir pembangunan sektor industri di Propinsi Jawa Barat menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan dan perdagangan serta hotel dan restoran merupakan sumber penting pertumbuhan ekonomi Jawa Barat. Sampai saat ini sektor-sektor tersebut menjadi andalan penting sebagai sumber kesempatan kerja dan bahkan sumber devisa Negara. Sampai saat ini sektor industri pengolahan dan perdagangan serta hotel dan restoran merupakan tumpuan penyediaan kesempatan kerja. Secara nasional data menunjukkan bahwa lumpuhnya ekonomi wilayah industri diperkotaan menyebabkan menurunnya laju pertumbuhan ekonomi wilayah pedesaan dan meningkatnya pengangguran sebagai akibat meningkatnya migrant pulang ke desa. Menurunnya laju perekonomian desa dan bertambahnya jumlah tenaga kerja di desa serta meningkatnya harga konsumsi dan biaya produktivitas di bidang pertanian jelas akan mengurangi kapasitas produksi yang dihasilkan.
27
2.1.3.2 Pengaruh Tenaga Kerja pada Perekonomian Angkatan kerja (labour force) adalah penduduk yang bekerja dan penduduk yang belum bekerja, namun siap untuk bekerja atau sedang mencari pekerja. Sedangkan tenaga kerja (man power) adalah penduduk usia kerja yang dapat memproduksi barang dan jasa jika permintaan terhadap tenaga mereka dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktivitas tersebut (S.P Hasibuan, Melayu, 1992:93). Spesialisasi dan pembagian kerja menimbulkan peningkatan produktivitas. Keduanya membawa kearah ekonomi produksi skala besar yang selanjutnya, pembagian kerja menghasilkan perbaikan kemampuan produksi, setiap buruh menjadi lebih efisien daripada sebelumnya. Akhirnya produksi meningkatakan berbagai hal, jika skala produksi luas, spesialisasi dan pembagian kerja akan meluas sehingga akan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. 2.1.4
Jumlah Industri di Jawa Barat Setiap negara akan mengalami perubahan struktur perekonomian. Semakin
maju perekonomian suatu negara, semakin kuat sektor industri modern menggeser sektor pertanian tradisional. Hal ini dikenal dengan tahap industrialisasi. Dalam proses industrialisasi, pada umumnya negara berkembang mengandalkan sumberdaya alam dan tenaga kerja sebagai sumber utama proses industrialisasi. Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah 28
dan kemakmuran masyarakat meningkat. Masalah pertumbuhan ekonomi dapat dipandang sebagai masalah makro ekonomi dalam jangka panjang. Hampir 60 persen dari industri manufaktur Indonesia yang terkonsentrasi di Provinsi Jawa Barat dan dengan demikian kinerja sektor ini di provinsi ini sangat mempengaruhi perekonomian nasional. Berdasarkan hasil survei industri besar/sedang tahun 2004 di Jawa Barat terdapat 4 803 perusahaan dengan jumlah tenaga kerja terserap sebanyak 1 108 363 orang dan apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya maka jumlah tenaga kerja yang terserap industri besar / sedang mengalami penurunan sebesar 22 558 orang atau sebesar 1,99 persen. Nilai output perusahaan industri besar dan sedang tahun 2004 naik menjadi 240 554 494 juta rupiah (18,85 persen), sedangkan nilai input mencapai 158 000 142 juta rupiah atau naik 32,77 persen. Dengan demikian nilai tambah atas dasar harga pasar sektor industri besar dan sedang tahun 2004 naik menjadi 82 554 352 juta rupiah (12,26 persen). Dalam struktur perekonomian Jawa Barat, industri manufaktur
ialah
kontributor utama Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Barat, yakni sebesar Rp 268,90 Triliun, atau mencapai 44,18 persen dari total PDRB Provinsi Jawa Barat berdasarkan Harga Berlaku tahun 2008 sebesar Rp. 608,58 Triliun.
29
Pencapaian tingkat perekonomian itu sekaligus mempertahankan posisi Jawa Barat sebagai kontributor ketiga terbesar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional setelah Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Timur, dengan total kontribusi sebesar 14,49 persen. Propinsi Jawa Barat memiliki konsentrasi tinggi pengolahan dan industri manufaktur, termasuk elektronik, kulit, pengolahan makanan, tekstil, furnitur dan pesawat. Panas bumi, minyak & gas dan industri petrokimia juga mainstays ekonomi provinsi. Provinsi Jawa barat tetap menjadi pusat Industri terutama tekstil dan garmen
manufaktur
modern
(berbeda dengan provinsi lain, yang pusat tekstil
tradisional). Industri Modern berteknologi tinggi berkembang setelah terkena badai krisis termasuk
industri pesawat terbang dan
pusat keunggulan aeronautical
engineering hampir semuanya berbasis di Bandung. Industri modern lainnya juga terletak di provinsi ini, termasuk obat-obatan, mobil, semi-konduktor dan elektronik lainnya, kabel manufaktur, peralatan konsumen dan baru-baru ini petrokimia. non-minyak dan gas merupakan sektor manufaktur yang menyumbang hampir seperempat dari total output Indonesia. Komoditas ekspor
utama Propinsi Jawa Barat adalah tekstil dan produk
tekstil yang terdiri dari 56 persen dari ekspor Jawa Barat. Industri elektronik mencapai sekitar 8,5 persen, menggambarkan trend yang sedang berkembang yang
30
berfokus tinggi tehadap produksi. Produk ekspor lain baja dan besi, alas kaki, mebel / rotan produk, komponen pesawat dan lain-lain.
2.2
Tinjauan Penelitian Sebelumnya Bernadette Robiani tahun 200 melakukan penelitian dengan judul : Analisis
Pengaruh industrialisasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Sumatera Selatan. Latar belakang penelitiannya menyangkut sasaran pokok pembangunan khususnya dalam bidang ekonomi adalah penciptaan suatu pertumbuhan ekonomi. Perekonomian mengalami pertumbuhan bila perekonomian tersebut terus menerus tumbuh tanpa ada satu tahun pun mengalami penurunan. Indikator keberhasilan industrialisasi di suatu daerah ditentukan antara lain oeh kinerja dari industri tersebut. Meskipun bukan menjadi tujuan akhir dari pembangunan ekonomi, namun industrialisasi merupakan upaya mencapai tingkat pendapatan regional yang tinggi dan berkelanjutan, yang selanjutnya menciptakan pendapatan per kapita yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh, baik secara serempak maupun secara parsial, industrialisasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Sumatera Selatan periode waktu 1993-2002. Teknik analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda. Untuk mengetahui, baik pengaruh serempak maupun parsial digunakan uji F dan uji t. Hasil penelitian menyimpulkan (1) pertumbuhan nilai tambah sektor industri yang secara statistik signifikan dalam menjelaskan pertumbuhan ekonomi. (2) pertumbuhan penyerapan tenaga kerja dan efisiensi tidak 31
signifikan dalam menjelaskan pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan pada periode 1993-2002. 2.3
Kerangka pemikiran Dalam sejarah pembangunan ekonomi dunia ada banyak teori/model yang
dikemukakan dan diimplementasikan. Keberhasilan implementasi dari teori dan model tersebut sangat ditentukan oleh asumsi-asumsi yang digunakan serta didasarkan kepada sumber-smber pembangunan yang tersedia dan kendalakendalanya. Teori
perubahan
struktural
(structural-change
theory)
memusatkan
perhatiannya pada mekanisme yang memungkinkan Negara-negara yang masih terbelakang untuk mentransformasikan struktur perekonomian dalam negeri mereka dari pola perekonomian pertanian subsisten tradisional ke perekonomian yang lebih modern yang memiliki sektor industry manufaktur yang lebih bervariasi dan sektor jasa-jasa yang tangguh. W.Arthur Lewis dengan model “surplus tenaga kerja dua sektor” (two sector surplus labor) dan Hollis B.Chenery dengan model”pola-pola pembangunan” (patterns of development) merupakan dua ekonom yang memberikan kontribusi besar dalam menganalisis pendekatan perubahan struktural. Dalam menganalisis struktur ekonomi terdapat dua teori utama, yaitu teori Arthur Lewis (teori migrasi) dan Hollins Chenery (teori transformasi struktural). Dalam teorinya, Lewis mengasumsikan bahwa perekonomian suatu negara pada 32
dasarnya terbagi menjadi dua yaitu perekonomian tradisional di pedesaan yang didominasi sektor pertanian dan perekonomian modern di perkotaan dengan industri sebagai sektor utama. Di pedesaan, pertumbuhan penduduknya tinggi sehingga terjadi kelebihan suplai tenaga kerja. Akibat over supply tenaga kerja ini, tingkat upah menjadi sangat rendah. Sebaliknya di perkotaan, sektor industri mengalami kekurangan tenaga kerja. Hal ini menarik banyak tenaga kerja pindah dari sektor pertama ke sektor kedua sehingga terjadi suatu proses migrasi dan urbanisasi.selain itu tingkat pendapatan di negara bersangkutan meningkat sehingga masyarakat cenderung mengkonsumsi macam-macam produk industri dan jasa. Hal ini menjadi motor utama pertumbuhan output di sektor-sektor nonpertanian. Teori Chenery memfokuskan pada perubahan struktur dalam tahapan proses perubahan ekonomi di suatu negara yang mengalami transformasi dari pertanian tradisional ke sektor industri sebagai mesin utama pertumbuhan ekonomi. Faktor-faktor penyebab transisi ekonomi: 1.
Kondisi dan Struktur awal ekonomi dalam negeri Suatu negara yang pada awal pembangunan ekonomi sudah memiliki industriindustri dasar yang relatif kuat akan mengalami proses industrialisasi yang lebih pesat.
33
2.
Besarnya pasar dalam negeri Pasar dalam negeri yang besar merupakan salah satu faktor insentif bagi pertumbuhan kegiatan ekonomi, termasuk industri, karena menjamin adanya skala ekonomis dan efisiensi dalam proses produksi.
3.
Pola distribusi pendapatan Merupakan faktor pendukung dari faktor pasar. Tingkat pendapatan tidaklah berarti bagi pertumbuhan industri-industri bila distribusinya sangat pincang.
1.
Karakteristik Industrialisasi Mencakup cara pelaksanaan atau strategi pembangunan industri yang diterapkan, jenis industri yang diunggulkan, pola pembangunan industri, dan insentif yang diberikan.
5.
Keberadaan sumber daya alam Ada kecenderungan bahwa negara yang kaya SDA mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah, terlambat melakukan industrialisasi, tidak berhasil melakukan diversifikasi ekonomi (perubahan struktur) daripada negara yang miskin SDA.
6.
Kebijakan perdagangan luar negeri Negara yang menerapkan kebijakan ekonomi tertutup (inward looking policy), pola hasil industrialisasinya akan berkembang tidak efisien dibandingkan negara-negara yang menerapkan outward looking policy.
34
Kuncoro (1996) menyatakan bahwa industrialisasi di Indonesia sejak pelita I telah mencapai hasil yang diharapkan dan telah mengakibatkan adanya transformasi struktural. Sektor industry manufaktur muncul menjadi penyumbang nilai tambah yang dominan dan tumbuh pesat melmpaui laju pertumbuhan sektor pertanian. Yang dimaksud dengan struktur perekonomian adalah komposisi peranan masing-masing sektor dalam perekonomian baik menurut lapangan usaha maupun pembagian sektoral ke dalam sektor primer, sekunder dan tersier. Apabila terjadi pergeseran struktur misalnya dari primer ke sekunder atau tersier, maka dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa telah terjadi pemanfaatan sumber-sumber daya alamiah dengan memanfaatkan teknologi dan pengetahuan secara lebih baik, sehingga nilai tambahnya meningkat. Dengan demikian, terjadi perkembangan ekonomi yang mengarah pada kondisi yang lebih baik dan modern karena telah ada pemanfaatan teknologi dan ilmu pengetahuan didalamnya. Dampaknya tentu akan meningkatkan nilai tambah karena terjadi perubahan bentuk produk (form utility) yang berupa bahan baku menjadi barang setengah jadi atau barang jadi. Investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran modal untuk membeli barang modal dan perlengkapan produksi barang dan jasa yang tersedia (Sadono Sukirno, 2002:106). Investasi merupakan salah satu faktor keberhasilan pembangunan ekonomi sebagai faktor modal (capital). Keterbatasan inilah yang mendorong berbagai pihak baik Pemerintah maupun swasta. Investasi sangat dibutuhkan bagi setiap wilayah guna meningkatkan modal pada daerah tersebut. 35
Pertumbuhan
ekonomi dan investasi memiliki keterkaitan yang kuat dimana investasi sebagai penggerak roda perekonomian yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi karena investasi dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Kebijakan pengeluaran pemerintah yang lebih dititik beratkan pada kebijakan fiskal, menurut Sadono Sukirno (1985:264)), yaitu kebijakan pemerintah dalam bidang pengeluaran dan pendapatan dengan tujuan untuk mencapai tingkat kesempatan kerja yang tinggi tanpa inflasi. Dalam menjalankan kebijakan yang ingin dicapai adalah mengusahakan agar keseluruhan pengeluaran pemerintah dapat dicapai masyarakat setempat. Keynes (1932) menjelaskan tentang konsepnya yang berkaitan dengan pengeluaran pemerintah dimana semuanya ini berawal dari pentingnya keseimbangan pendapatan nasional. Identitas keseimbangan pendapatan nasional dalam hal ini merupakan sumber legitimasi dati banyak pandangan Keynesian mengenai relevansi campur tangan pemerintah dalam perekonomian. Melalui notasi Y= C + I + G + XM, secara sederhana dan gamblang telah dijelaskan bagaimana kenaikan dan penurunan pendapatan nasional. Pengeluaran pemerintah yang dikeluarkan untuk sarana dan prasarana seperti pendidikan, kesehatan, transportasi, dan lain sebagainya, diperlukan guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Menurut Todaro (2004), pembangunan
36
merupakan suatu proses yang melibatkan proses social, ekonomi, kelembagaan usaha memperoleh kehidupan yang lebih baik. Secara teoritis kenaikan pengeluaran pembangunan merupakan salah satu kebijakan untuk meningkatkan pemmbangunan lewat instrument kebijakan fiscal. Instrument ini diambil untuk meningkatkan daya beli masyarakat, sehingga dapat meningkatkan kehidupan perekonomian. Semakin besar pengeluaran pembangunan daerah maka dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Menurut Payaman Simanjuntak (1995 : 75) faktor produksi tenaga kerja, merupakan factor produksi yang penting dan perlu diperhatikan dalam proses produksi. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam faktor produksi tenaga kerja adalah sebagai berikut : a.
Tersedianya tenaga kerja secara umum, penyediaan tenaga kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jumlah penduduk, jam kerja dan pendidikan.
b.
Kualitas tenaga kerja dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, latihan, motivasi, etos kerja, mental dan kemampuan fisik tenaga kerja yang bersangkutan.
c.
Jenis kelamin, tenaga kerja pria mempunyai spesialisasi dalam bidang tertentu missal mengolah tanah dan tenaga kerja wanita mengerjakan penanaman bibit.
d.
Upah tenaga kerja, kenaikan tingkat upah di satu pihak meningkatkan pendapatan dan pihak lain peningkatan upah membuat harga relative mahal. 37
Nilai tambah adalah suatu tambahan nilai input antara yang pernah digunakan dalam proses menghasilkan barang dan jasa. penambahan nilai input antara ini terjadi karena input tersebut telah mengalami proses produksi yang mengubahnya menjadi barang yang nilainya lebih tinggi. Nilai tambah bisa berupa nilai tambah bruto maupun nilai tambah neto. Nilai tambah bruto dari suatu unit produksi dihitung dari output bruto atas harga rodusen dikurangi input antara atas dasar harga pasar. Sedangkan nilai tambah neto atas harga pasar dihitung dari nilai tambah bruto atas harga pasar dikurangi pajak tak langsung dan penyusutan.
38