BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Shigella sp 1. Morfologi Shigella sp adalah kuman berbentuk batang dengan pengecatan Gram bersifat Gram negatif, tumbuh baik pada suasana aerob dan fakultatif anaerob, tidak dapat bergerak,kuman ini patogen pada pencernaan. Termasuk dalam (famili) Enterobacteriace genus Shigella. Shigella sp dibagi menjadi 4 spesies yatu: Shigella dysentrial, Shigella flexneri, Shigella boydii dan Shigella sonnei. (Karsinah dkk) Shigella sp merupakan kuman kecil berbentuk batang dengan pengecatan gram bersifat negatif ramping dengan ukuran 0,5 – 0,7 µm
x 2 -3 µm, tidak
mempunyai Flagel sehingga tidak dapat bergerak dan tidak berspora. Pertumbuhan cepat pada suhu 370 C pada Mac Conkey, SSA, EMBA dan Endo. Tampak koloni kecil dan transparan tidak dapat meragikan laktosa kecuali pada Shigella sonnei bersifat laktosa fermenter lambat. Pada uji Citrat adanya perubahan warna hijau ke biru karena kuman tersebut menggunakan sitrat sebagai sumber karbon.
2. Sifat Biakan
Koloninya konveks, bulat, tranpran dengan pinggir-pinggir utuh, mencapai diameter kira-kira 2 mm dalam 24 jam. Pada agar-agar Mac Conkey koloni akan berubah menjadi berwarna merah muda sesudah lebih dari 18 jam. 3. Patogenitas Shigella sp dapat menyebabkan penyakit karena bakteri tersebut mampu menghasilkan toxsin (racun). Racun ada 2 yaitu : a. Endotoksin Infeksi hampir selalu terbatas pada saluran pencernaan, invasi kealiran darah sangat jarang dan sangat menular. Infeksi di usus akut ini adalah Disentri basiler / Shigelosis yang dapat sembuh sendiri. Reaksi peradangan yang hebat tersebut merupakan faktor utama yang membatasi penyakit ini hanya pada usus. Selain itu juga menyebabkan timbulnya gejala klinik berupa demam, nyeri abdomen dan tenesmus ani ( mulas berkepanjangan tanpa hasil pada hajat besar). (Karsinah Lucky H.M, Suharto dan Mardiastuti H.W ) Waktu terjadinya autolitis semua kuman Shigella sp mengeluarkan lipopolsakardanya yang toksik. Endotoksin mungkin akan menambah iritasi pada dinding usus.
b. Eksotoksin Eksotoksin merupakan protein yang antgenik (merangsang
produksi
antitoksin ) dan mematikan hewan percobaan. Aktvitas enterotoksin terutama
pada usus halus yang berbeda bila dibandingkan dengan disentri basiler klasik dimana yang terkena adalah usus besar. Sebagai eksotoksin zat ini dapat menimbulkan diare, sebagaimana enterotoksin yang tidak tahan panas. Pada manusia, eksotoksin menghambat absorsi gula dan asam amino pada usus kecil. Neurotoksin ini juga ikut berperan dalam menyebabkan keparahan penyakit dan sifat infeksi Shigella dysenteriae, serta menimbulkan reaksi susunan saraf pusat (meningismus, koma ). Sedangkan pada manusia yang terinfeksi oleh S.Flexneri patogenesis disentri adalah invasi sel - sel epitel mukosa pada daerah dan ploriferasi ileosekal, diikuti dengan invasi dan menghancurkan terusan sel-sel epitel mukosa. Menyebar ke daerah inflamasi ulceratif dan menyebabkan rusaknya penbuluh kapiler pada lamina propia. Menyebabkan colitis ulceratif akut dan perdarahan pada mucus. Invasi Shigella sp. ke sel-sel epitel organisme lalu menyebabkan hilangnya virulensi. 4. Gejala klinik dan pengobatan Disentri basiler ditandai dengan peradangan akut dinding usus besar yang ileum terminalis, jarang menyerang aliran darah. Terjadi gejala setelah masa inkubasinya pendek (1 - 4) hari, ditandai dengan nyeri perut, kejang perut, diare dan demam. Tinja yang cair dan sedikit, sesudah beberapa kali mengendan dan buang air kemudian keluar lendir, nanah dan kadang-kadang darah. Tiap gerakan usus disertai dengan mengendan, tenesmus (sparsme rectum ) ini menyebabkan nyeri perut bagian bawah. Demam dan diare sembuh secara spontan dalam 2-5
hari, lebih dari 1/2 kasus orang dewasa. Pada anak-anak dan orang tua kehilangan cairan elektrolit dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis, bahkan kematian. Setelah sembuh orang mengeluarkan bakteri disentri waktu yang singkat dan banyak memiliki antibody terhadap Shigella dalam darah juga antibody ini tidak melindungi terhadap infeksi.(Artur G. Johnsor,Richard dkk) Setelah terjadi perkembangan terhadap antibiotika kekebalan meningkat, tetapi pengobatan terpenting ialah dengan penggantian cairan yang hilang. Pengendalian epidemi dilakukan dengan pengasingan pembawa kuman desinfeksi tinja dan pembuangan tinja ternyata cukup efektif. Tetapi zaman semakin maju sehingga pemerintah membuat obat – obatan seperti : Siprofloksasin, Ampislin, Tetrasiklin dan Trimethoprim – Sulfametoksosal. Obat ini menghambat Shigella dan dapat menekan serangan klinik disentri akut. Suatu hal yang menguntungkan bahwasanya Shigellosis pada Shigella tidak menyebabkan bertambahnya karier kronis jangka panjang. Dimana bakteri ini berperan sebagai agen etiologi yang menyebabkan terjadinya demam tifoid dan bentuk lain. Akan tetapi faktor kemampuan resistensi (R) terhadap obat dan antibiotik menjadi kelebihan bibit penyakit masih menjadi masalah. Maka dari itu peneliti mengadakan kemoterapi shigellosis dengan bantuan quinolor dengan asumsi quinolor tidak mampu melawan bibit penyakit. Vaksin yang efektif terhadap Shigella sp belum dilakukan. Ini diperoleh dari ikatan Salmonella typhi digabungkan dengan plasmid besar, memiliki kemampuan mengendalikan terjadinya invasi antar sel.
B. Derajat Keasaman (pH) Derajat keasaman sangat dipengaruhi oleh konsentrasi ion K+ dan H+. Apabila konsentrasi ion K+ dalam suatu medium lebih tinggi dari konsentrasi ion H+ maka medium tersebut akan bersifat basa, begitu juga sebaliknya bila konsentrasi ion H+ lebih tinggi dari konsentrasi ion K+ maka medium akan bersifat asam. Kondisi asam basa dari suatu medium akan mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme yang ada didalamnya. Mikroorganisme yang terdapat pada bahan dengan pH asam dapat dibasmi pada suhu yang rendah dan waktu singkat dibandingkan dengan mikroorganisme yang sama di dalam lingkungan basa. C. Pertumbuhan Mikroorganisme Pertumbuhan secara umum didefinisikan sebagai pertambahan secara teratur semua komponen di dalam sel hidup. Dengan pertambahan ukuran yang diakibatkan oleh bertambahnya air atau kumpulan lemak, bukan merupakan pertumbuhan. Secara khusus definisi pertumbuhan adalah peningkatan jumlah semua kompenen dari suatu organisme secara teratur. Dengan demikian, peningkatan pada ukuran sel yang terjadi bila sel mengambil air atau menimbun lemak atau polisakarida bukanlah pertumbuhan sejati. Perkembangbiakan sel adalah akibat pertumbuhan dalam organisme unisel, pertumbuhan mengakibatkan peningkatan jumlah individu yang merupakan anggota suatu populasi atau biakan.(Lud, W. M.2004) 1. Pertumbuhan Mikroba Cara khas bakteri berkembang biak adalah dengan cara pembelahan biner melintang yaitu dari satu sel induk membelah diri menjadi dua sel anakan dan demkian seterusnya.
Peristiwa tersebut disebut dengan siklus sel. Selama siklus sel terjadi perluasan dinding sel dan membran sel, pembentukan sekat dan pembagian DNA ke sel - sel anakan. Selama pembelahan sel, replikasi. DNA harus selaras sehingga tiap sel anakan menerima paling sedikit satu salinan dari genom (sebuah bahan genetic pada suatu organisme). Waktu yang diperlukan untuk pembelahan sel dari satu sel menjadi dua sel anakan yang sempurna disebut waktu generasi. Selain waktu generasi disebut juga
istilah
kecepatan pertumbuhan yang berarti jumlah generasi per satuan waktu tertentu. (Depkes RI, 1982) 2. Fase Pertumbuhan Mikroba Bakteri yang ditumbuhkan dalam medium baru pada umumnya tidak segera membelah diri, tetapi memerlukan waktu untuk penyesuaian diri dalam medium tersebut. Apabila faktor lingkungan memungkinkan, maka bakteri membelah diri, dengan kecepatan lambat kemudian mejadi cepat. Dalam berkembang biak mikroba memiliki beberapa fase pertumbuhan yaitu : a. Fase Adaptasi (fase lag) Bila jasad renik dipindahkan ke dalam suatu medium, mula - mula akan mengalami fase adaptasi. Fase ini untuk menyesuaikan diri dengan substrat dan kondisi lingkungan di sekitarnya. Fase ini belum terjadi pembelahan sel karena beberapa enzim mungkin belum disintesis. Jumlah sel pada fase ini mungkin tetap,kadang-kadang menurun. Lamanya fase ini bervariasi, dapat cepat atau lambat tergantung dari kecepatan penyesuaian dengan lingkungan di sekitarnya. b. Fase Pertumbuhan Awal (Fase Permulaan Pembiakan)
Setelah mengalami adaptasi, sel mulai membelah dengan kecepatan yang masih rendah karena baru selesai tahap penyesuaian diri. c. Fase Pertumbuhan Logaritmik (Fase Eksponensial atau Fase Pembiakan Cepat) Setelah mikroba menyesuaikan diri dengan lingkungan, yakni pada fase adaptasi dan fase permulaan pembiakan, maka sel jasad renik membelah dengan cepat, dimana pertambahan jumlahnya mengikuti kurva logaritmik. Fase ini kecepatan pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh medium tempat tumbuhnya seperti pH dan kandungan nutrien, suhu dan kelembaban udara. Sel ini membutuhkan energi lebih banyak dibandingkan dengan fase lainnya, selain itu sel paling sensitive terhadap keadaan lingkungan. Bila ingin mengadakan piaraan yang cepat tumbuh, maka bakteri pada fase ini baik sekali untuk diadakan inokulum. d. Fase Pertumbuhan Lambat (Fase Pembiakan Diperlambat) Pertumbuhan jasad renik diperlambat, karena beberapa sabab, misalnya : zat nutrisi di dalam medum sudah sangat berkurang, adanya zat hasil-hasil metabolisme yang mungkin beracun atau dapat menghambat pertumbuhan jasad renik. Pertumbuhan sel ini tidak stabil, tetapi jumlah populasi masih naik. Hal ini karena jumlah sel yang masih tumbuh lebih banyak daripada jumlah sel yang mati. e. Fase Pertumbuhan Tetap (Statis) Jumlah populasi sel tetap karena jumlah sel yang tumbuh sama dengan jumlah yang mati. Ukuran sel pada fase ini lebih kecil karena sel tetap membelah
meskipun zat nutrisi sudah habis. Karena kekurangan zat nutrisi, maka kemungkinan sel tersebut mempunyai komposisi berbeda dengan sel yang tumbuh pada fase logaritma. Kemudian sel-sel menjadi lebih tahan terhadap keadaan ekstrem seperti panas, dingin, radiasi dan bahan kimia. f. Fase Menuju Kematian dan Fase Kematian Sebagian populasi jasad renik mulai mengalami kematian disebab, yakni : nutrien di dalam medium sudah habis, energi cadangan di dalam sel habis. Jumlah sel yang mati semakin banyak dan kecepatan kematian dipengaruhi kondisi nutrien, lingkungan dan jenis jasad renik.(Lud, W. M.2004) 3. Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroba Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan jasad renik yang bersifat heterotrof adalah tersedianya nutrien, air, suhu, pH, oksigen dan potensial oksidasi reduksi, adanya zat - zat penghambat dan adanya jasad renik yang lain. a. Nutrien Penyediaan makanan bagi pertumbuhan suatu organisme disebut nutrisi. Mikroba terdiri dari bermacam-macam jenis yang masing -masing berbeda dalam sifat fisiologisnya, karena itu kebutuhan makanan tiap-tiap golongan atau jenis mikroba berbeda - beda. Ada bakteri yang dapat hidup dari zat organik saja, tetapi ada pula mikroba
membutuhkan zat organik seperti garam-
garam yang mengandung Na, K, Ca, Mg, Fe, Cl, S dan P. Kecuali zat tersebut mikroba juga memerlukan sumber makanan yang mengandung C, H, O, N yang berfungsi sebagai penyusun protoplasma.(Depkes RI, 1982)
b. Tersedianya Air Sel jasad renik membutuhkan air untuk hidup dan berkembang biak. Pertumbuhan jasad renik di dalam suatu bahan sangat dipengaruhi oleh jumlah air yang tersedia. Selain merupakan bagian terbesar dari komponen sel (7080%), air juga dibutuhkan sebagai reaktan dalam berbagai reaksi biokimia. Beberapa keadaan di mana air tidak dapat digunakan oleh jasad renik, antara lain : adanya solute dan ion yang dapat mengikat air di
dalam larutan,
koloid hidrofilk (gel ) sebanyak 3-4% dapat menghambat pertumbuhan mikrobe dalam medium, air dalam bentuk kristal es (hidrasi) juga tidak dapat digunakan oleh jasad renik. c. Nilai pH Nilai pH medium sangat berpengaruh pada jenis mikroba yang tumbuh. Mikroba pada umumnya dapat tumbuh pada kisaran pH 3-6 unit. Kebanyakan mikroba memiliki pH optimum, yakni dimana pertumbuhannya optimum sekitar 6,5 - 7,5. Pada pH di bawah 5,0 dan di atas 8,5 mikroba tidak dapat tumbuh dengan baik. d. Suhu Masing - masing jasad renik mempunyai suhu optimum, minimum dan maksimum untuk pertumbuhan. Hal ini disebabkan di bawah suhu minimum dan di atas suhu maksimum, aktifitas enzim akan berhenti, bahkan pada suhu yang terlalu tinggi akan terjadi denaturasi enzim. e. Tersedianya oksigen
Konsentrasi oksigen di alam mempengarihi jenis mikroba yang dapat tumbuh. Mikroba dapat di bedakan berdasarkan kebutuhannya akan oksigen untuk pertumbuhannya, yakni jasad renik bersifat aerob, anaerob, anaerob fakultatif dan mikroaerofil.
f. Komponen Antimikroba Komoponen anti mikroba dalam suatu bahan dapat menghambat pertumbuhan jasad renik. Komponen anti mikroba terdapta secara alami pada bahan pangan, misalnya laktenin dan faktor anti coliform di dalam susu dan lisosim di dalam putih telur.(Lud, W. , 2004) D. Yoghurt Yoghurt adalah hasil pengolah susu yang difermentasikan oleh satu atau lebih jenis bakteri yang bersifat asam dan dalam keadaan yang memungkinkan akan menghasilkan suatu produk dengan rasa dan aroma yang khas. Bakteri tersebut adalah Streptococcus
lactis
spesies
lactobacilli
tertentu.
Lactobacillus
akan
menfermentasikan dan dengan nilai pH tersebut kelompok bakteri lain dalam subtrat akan dihambat pertumbuhannya, karena adanya gas H2O2 yang dapat berfungsi sebagai antibakteri.(Helferich dan Westhuff 1980)