BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Gelombang dan Bunyi Bunyi adalah getaran mekanis oleh partikel zat perantara serta ditimbulkan
oleh sumber bunyi yang mengalami getaran (Khuttruf, 2007). Gelombang bunyi adalah getaran yang merambat dari suatu medium alastis seperti padat, cair atau gas yang dapat diserap, dipantulkan, atau diteruskan dengan nilai intensitas yang berbeda-beda saat melalui bidang batas. Gelombang bunyi erat hubungannya dengan ilmu akustik yang berasal dari bahasa Yunani akoustik, artinya segala yang bersangkutan dengan pendengaran pada suatu kondisi ruang yang dapat mempengaruhi mutu bunyi (Suptandar, 2004). Persamaan gelombang diperoleh dari uraian penerapan hukum Newton dan hukum Hooke. Diasumsikan gas dengan massa tetap m menempati ruangan V0 dengan tekanan P0 dan massa jenis
. Nilai-nilai tersebut menunjukkan keadaan
kesetimbangan. Bila gas mengalami deformasi akibat peregangan atau kompresi gelobang bunyi, maka: tekanan menjadi volumenya menjadi massa jenisnya menjadi
(Restu, 2005)
Perbandingan perubahan volume disebut dilatasi, dimana
(2.1) dan
perbandingan perubahan masa jenis disebut kondensasi, dimana Diasumsikan m0 mewakili massa gas dalam keadaan setimbang dam m mewakili massa gas dalam keadaan tidak setimbang, maka:
(
(
)(
)( (
)
(
) (
) (
) )
)
5
(2.2) Harga
dan
menunjukkan sifat keelastisan gas. Karena gas dapat dimampatkan,
maka volumenya berubah sesuai perubahan tekanan. Akibatnya, konstanta untuk kasus perambatan bunyi di dalam medium gas adalah modulus Bulk, yang didifinisikan : (2.3)
โ
Bila gas memenuhi adiabatik, maka (2.4)
(2.5) dan berdasar subtitusi persamaan (2.5) dan (2.3), maka: (2.6) dimana
adalah perbandingan antara kalor jenis gas pada tekanan konstan dengan
kalor jenis gas pada volume konstan serta adiabatik dan
adalah modulus Bulk pada kondisi
. Jika
maka
dan jika
disubtitusikan pada persamaan (2.3), maka (2.7)
โ
(2.8) Dalam gelombang bunyi, baik simpangan partikel maupun kecepatan rambatnya, keduanya berada pada sumbu x dan dan ditetapkan koordinat ฮท untuk
6
mendifinisikan simpangan. Untuk mendapatkan persamaan gelombang bunyi, ditinjau gerakan dari sebuah elemen tipis gas dengan ketebalan
๐๐ฅ
ฮท
๐๐
๐๐ฅ
.
๐๐ ( ) ๐๐ฅ ๐๐ฅ
dx
๐ ๐๐ฅ
๐๐ ๐๐ฅ
๐๐๐ฅ ( ) ๐๐ฅ ๐๐ฅ
Gambar 2.1 Gelombang longitudinal dalam gas (Restu, 201) Elemen tipis gas ini dipengaruhi oleh gelombang bunyi yang merambat melaluinya, sehingga partikel pada memiliki simpangan sejauh
memiliki simpangan sejauh
dan pada
. Sehingga perubahan elemen gas
tersebut: ( )
(2.9)
dengan demikian ukuran volume awal elemen gas tersebut V0 diwakili oleh sementara ukuran perubahan volume elemen gas tersebut
diwakili oleh
Dengan mensubtitusikan persamaan (2.9), maka nilai :
dimana
maka
(2.10)
7
,
sehingga โs= dengan
disebut sebagai regangan.
Gas sebagai media rambat, terdeformasi akibat tekanan sepanjang sumbu x pada salah satu sisi dari elemen tipis gas tersebut. Sehingga gaya yang bekerja antara kedua sisi elemen tipis gas tersebut tidaklah setimbang. Gaya yang bekerja pada elemen luasan tersebut adalah: (
(
)
) (2.11)
Massa elemen gas tersebut adalah
, sementara percepatan getarannya adalah
(turunan kedua simpangan getar terhadap waktu). Berdasarkan hukum newton ke II:
(2.12) dari persamaann (2.3) dan (2.4):
sehingga: (2.13) Subtitusi persamaan (2.13) ke persamaan (2.12):
(2.14)
8
dimana
dengan c adalah cepat rambat bunyi, sehingga persamaan (2.13)
menjadi:
(2.15) Persamaan di atas merupakan persamaan gelombang bunyi (Pain, 1992).
2.2 Material akustik Material akustik dapat dapat dibagi ke dalam tiga kategori dasar, yaitu material penyerap (absorber material), material penghalang (barrier material), material peredam (damping material). Sedangkan material penyerap bunyi Pada umumnya material penyerap secara alami bersifat resitif, berserat (fibrous), berpori (porous) atau dalam kasus khusus bersifat resonator aktif (Eido, 2011). Gelombang bunyi yang menjalar dari suatu medium ke medium lain maka gelombang akan dapat diserap (absorb), dipantulkan (refleksi) dan diteruskan (transmisi).
MEDIUM
๐๐
MEDIUM 2 Z2
Z1
GELOMBANG DATANG
๐๐
TRANSMIS I
REFLEKSI
๐๐ก
X=
Gambar 2.2 Fenomena gelombang melalui bidang batas dua medium. (Olfield, 2006)
Gambar (2.2) memperlihatkan peristiwa refleksi dan transmisi yang terjadi pada bidang batas dari dua medium. Hal tersebut dapat terjadi bergantung pada impedansi akustik dan kecepatan penjalaran bunyi pada kedua medium, serta
9
sudut datangnya sumber bunyi dari dua material yang berbeda (Kinsler and Frey, 1962). Impedansi di permukaan didefinisikan sebagai perbandingan tekanan akustik dalam medium terhadap kecepatan partikel medium yang dapat dirumuskan: (
)
(
)
(2.16)
Dengan Z adalah impedansi permukaan (
).
adalah tekanan akustik (Pa) dan
adalah kecepatan partikel (m/s). Mengacu pada gambar (2.2), gelombang datang dan refleksi terjadi pada medium dengan impedansi
. Sedangkan
gelombang transmisi terjadi pada medium dengan impeddansi merupakan densitas material dan
.
merupakan kecepatan gelombang merampat
pada medium. Ketika gelombang datang dari medium dengan impedansi Z1 dengan tekanan (
(
)
)
(2.17)
mengenai bidang batas dengan ketebalan x = 0, maka gelombang dapat direfleksikan dengan tekanan (
(
)
)
(2.18)
serta ditransmisikan ke medium 2 dengan impedansi Z2 dengan tekanan (
)
k = bilangan gelombang (
),
= frekuensi sudut (rad/s), = amplitudo tekanan bunyi amplitudo (Pa). x = jarak dari sumber gelombang (m) t = waktu (s) 2.2.1. Impedansi, refleksi, transmisi, absorbsi Pada posisi dimana x=0 merupakan tekanan dan kecepatan normal untuk permukaan dapat ditulis (Kuttruf, 2007): (
)
(
)
( (
) )
10
Impedansi permukaan diperoleh dari perbandingan antara tekanan akustik dan kecepatan partikel diperoleh: Z=
(2.19)
Koefisien refleksi
= -1 ketika impedansi permukaan sama dengan nol
. Koefisien refleksi karakteristik impedansi
= 0 ketika impedansi permukaan sama dengan
udara
. Koefisien refleksi
impedansi permukaan sama dengan nol
= 1 ketika
(Skogberg, 2010)
Besar koefisien refleksi : (2.20) Koefisien transmisi
merupakan perbandingan amplitudo gelombang
transmisi terhadap gelombang datang sehingga besar koefisien transmisi: ,
(2.21) Koefisien absorbsi
merupakan skala kemampuan material dalam
meredam bunyi yang bernilai antara 0 (tidak meredam bunyi) hingga 1 (teredam semua). Nilai koefisien absorbsi diperoleh dari perbandingan antara intensitas gelombang serap
terhadap intensitas gelombang datang . Secara
matematis (Skogberg.2010), intensitas gelombang datang, intensitas gelombang refleksi,
(2.22) | |
(2.23)
intensitas gelombang absorbsi,
(2.24)
sehingga koefisien absorbsi
11
| |
| |
2.3
(2.25)
Peredaman Material Berpori Peredam suara adalah material yang mampu meredam energi akustik dari
gelombang suara saat gelobang tersebut melewatinya dan terjadi peristiwa peredaman (Sedeq, 2009). Material peredam suara mampu meredam sebagian besar energi suara yang mengenainya. (Arenas et al,. 2010). Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pori adalah lubang (liang) renik pada kulit atau rongga kecil-kecil pada benda padat. Di bidang akustik, material berpori dapat dimanfaatkan sebagai peredam. Meskipun material peredam
berbeda-beda,
mekanisme dan karakteristik akustik dari peredam tersebut sama. (Kuczmarski et al ,.2011) 2.3.1. Mekanisme dan Karakteristik Peredaman Peredam
berpori digunakan untuk mengatasi permasalahan akustik
seperti mengurangi resonansi pada partisi ganda untuk meningkatkan kemampuan mengisolasi suara, untuk meredam suara dan untuk meredam kebisingan. Ketika suara merambat pada celah sempit, maka energi suara tersebut akan berkurang karena viscous damping effect. F(t Massa n
r
v(t), a(t)
Gambar 2.3 Ilustrasi viscous damping yang terdiri atas massa, r (damping) dan n (compiance) ( Uchenna, et al,. 2012 ). ( )
( )
โซ ( )
(2.26)
Sehingga besar energi W yang diredam,
12
โซ
( )
(2.27) ( Uchenna, et al., 2012 )
Selain itu, energi suara juga berkurang atau hilang karena konduksi termal (Arenas, et al., 2010). Mekanisme peredaman akan lebih efektif jika masing-masing pori saling terhubung satu sama lain sehingga antar celah diperlukan celah terbuka (Cox, 2004). Berikut ini perbedaan celah terbuka dan celah tertutup:
Gambar 2.4 Pori-pori dengan celah tertutup (atas) dan pori-pori dengan celah terbuka (bawah) (Cox,2004)
Secara umum, semakin bartambahnya ketebalan peredam , maka kemampuan peredam untuk menyerap frekwensi rendah juga akan meningkat. Jika menginginkan peredam
dapat melakukan penyerapan pada rentang
frewensi yang signifikan, maka peredam
harus berada di tempat dimana
partikel memiliki kecepatan tinggi.
๐ผ
Frekuensi (Hz)
Gambar 2.5 Peningkatan koefisien absorbsi terhadap frekwensi pada peredam berbahan wool (Cox,2004)
13
Peredam berpori memiliki kekurangan yaitu mudah kotor, dan jika poripori tertutup, maka kemampuan absorbsi akan berkurang. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan pelapis bagi peredam . Pelapis yang mungkin untuk digunakan adalah membran
seperti plastik atau sejenisnya. Efek dari
pemasangan membran akan meningkatkan penyerapan pada frekwensi rendah meskipun nilai penyerapannya kecil. Akan tetapi dengan pemasangan membran tersebut dapat menurunkan kemampuan absorbsi suara pada frekwensi tinggi, namun penurunannya kecil. Peredam tidak diberi cat sebagai pelapis karena cat akan menutup dan mengisi celah pori-pori sehingga kemampuan absorbs akan hilang karena tidak mampu lagi menyerap energi suara. 2.3.2. Peredam Suara Hasil Daur Ulang Saat ini para peneliti memiliki ketertarikan untuk membuat peredam dari material daur ulang untuk memanfaatkan sampah yang oleh sebagian orang tidak lagi bermanfaat. Material tersebut seperti foam, kayu, atau plastik. Dengan memanfaatkan material yang sudah menjadi sampah, diharapkan sampah tersebut dapat menjadi material baru yang bermanfaat dan memiliki nilai tersendiri. (Cox, 2004) 2.3.3. Perforated Absorber (PA) Perforated absorber (PA) merupakan panel akustik yang memiliki poripori/lubang dengan diameter tertentu. PA adalah salah satu terobosan dalam pembuatan panel peredam suara yang ramah lingkungan. (Maa,1987). Berdasarkan hasil penelitian, PA kurang efektif pada frekuensi tinggi, namun mampu melakukan peredaman dengan lebih baik pada frekuensi rendah (Lee and Swenson, 1992). Kunci dari peredaman yang dilakukan oleh PA sehingga
mampu meredam pada frekuensi rendah terapat pada rongga udara yang berada di antara PA dan dinding (Kang & Fuchs, 1999). Rongga tersebut dianalogikan sebagai pegas yang akan menimbulkan efek resonansi menurut teknik resonator Helmholtz. (Lee, et al., 2005).
14
Resonator Helholtz Tekanan suara
yang merambat pada medium tertentu meiliki perbedaan
dengan tekanan gelombang . Perubahan tekanan suara (2.28) dan perubahan volume terhadap waktu ( )
(2.29) (Blauert & Xiang, 2006)
Gambar (2.6) menunjukan tiga elemeen akustik yaitu massa (ma), pegas (na), dan peredam (ra). (Blauert and Xiang, 2006)
Gambar 2.6 . Elemen dasar pada elemen akustik, a. massa (ma), b. pegas (na) dan c. damping (ra) (Blauert & Xiang, 2006) Ketiga elemen tersebut memiliki perssamaan tekanan sebagai berikut: a. Tekanan pada gambar (2.6 a)
( )
b. Tekanan pada gambar (2.6 b)
( )
c. Tekanan pada gambar (2.6 c)
( )
โซ
(2.30)
Dari tiga elemen tersebut, akan dapat menjelaskan mengenai resonator Helmholtz dengan skema gambar (2.6)
15
Gambar 2.7. Resonator Helmholtz (Blauert and Xiang.2006) Gambar (2.7) meperlihatkan bahwa elemen massa, pegas, dan peredaman saling terkait sehingga total tekanan daris resonator Helmholtz (p โ) : (2.31) dengan total tekanan akustik tersebut dapat diperoleh nilai impedansi dari resonator Helmolz Za : (2.32)
2.4. Sound Transmission Loss (STL) Sound transmission loss (STL) adalah kemampuan suatu bahan untuk mereduksi suara seperti ilustrasi gambar (2.8). Nilainya disebut dengan decibel (dB). Semakin tinggi nilai TL, semakin bagus bahan tersebut dalam mereduksi suara (Bpanelcom 2009). Untuk memudahkan dalam menentukan besarnya penyekatan suara maka didefinisikan suatu besaran angka tunggal Sound Transmission Class (STC) yang dilakukan dari pengukuran STL dengan filter 1/3 oktaf pada rentang frekuensi 125 Hz s.d. 4000 Hz. STC adalah kemampuan rata-rata STL dari suatu bahan dalam mereduksi suara dari berbagai frekuensi. Semakin tinggi nilai STC, semakin bagus bahan tersebut dalam mereduksi suara. Nilai STC ditetapkan berdasarkan baku mutu ASTM E 413 (FTI ITB 2009). Deskripsi dari nilai STC adalah sebagai berikut (Bpanelcom 2009) : 16
50-60 Sangat bagus sekali, suara keras terdengar sangat lemah 40-50 Sangat bagus, suara terdengar lemah 35-40 Bagus, suara keras terdengar tapi harus lebih didengar 30-35 Cukup, suara keras cukup terdegar 25-30 Buruk, suara normal mudah atau jelas didengar 20-25 Sangat buruk, suara pelan dapat terdengar
Gelombang datang
100dB
P A N E L
Gelombang transmisi
75dB
Gambar 2.8 Sound Transmission Loss sebesar 25dB
2.5 Uji Absorpsi Suara dan STL Koefisien absorbsi dari suatu material dapat diketahui dengan mengujinya menggunakan metode dekomposisi dua microfone. Sedangkan untuk mengetahui nilai STL dapat dilakukan uji transmisi menggunakan transfer matrix. 2.5.1. Dekomposisi Dua Microfone Gelombang berdiri pada akustik dapat diuraikan menjadi spectrum gelombang datang Saa(f) dan spektrum gelombang pantul Sbb(f) sebagai auto spektrum. Dari gelombang datang dan gelombang pantul dapat diperoleh coss spektrum yaitu Sab(f) = Cab(f) + jQab(f). Nilai cross dan auto spetrum tersebut terkait dengan total tekanan akustik di dua titik sembarang x1 dan x2 ( gambar 2.9)
X1 Z0 Sound source
X2 Saa
Sbb
Gambar 2.9 Skema tabung impedansi dua mikrofone (Yousefzadeh, et al, .2008)
17
Z
Normal impedance Z0 = R0 + jX0 dan reflection coefficient (koefisien refleksi) R dari material dengan impedansi Z dalam persamaan spektrum gelombang adalah ( )
( )
( )
( )
( ) ( )
( )
( ) ( )
( )
(2.33)
( )
Koefisien refleksi ( ): ( )
( )
(2.34)
( )
Koefisien absorbsi : ( ( ))
(2.35) (Blauert & Xiang, 2010)
2.5.2. Metode Transsfer Matrik Tabung impedansi empat mikrofon dapat digunakan untuk menentukan nilai transmission loss dari suatu material uji menggunakan transfer matrix. Matrik rugi transmisi dinyatakan sebagai hubungan antara gelombang datang dan gelombang pantul sebagai berikut, , -
*
+, -
(2.36)
sehingga nilai transmission loss | |
(2.37)
dimanan
adalah faktor TL dan
adalah koefisien absorbsi.
Empat mikrofon pada tabung impedansi, masing-masing memiliki tekanan ( )
(
( )
) ( (
) )
( ) ( )
) (
)
(
(2.38) )
Pengujian dengan tabung impedansi menggunakan metode two load metod.
Pertama sampel diuji dalam tabung dengan random noise tanpa 18
menggunakan tutup di belakang sampel. Kemudian diuji kembali dengan menggunakan tutup. Dengan demikian nilai TL dapat diketahui menggunakan persamaan: TL =
(2.39)
Indeks h merujuk pada keadaan saat pengujian dengan tutup, indeks 0 tanpa tutup dan koefisien bilangan komplek A,B,C, dan D sebagai tekanan dari gelombang dan k sebagai angka gelombang. 1
Sound source
2
d
3 4
A B
C D X2 X1
X3 X4
Gambar 2.10. Skema tabung impedansi empat mikrofone (Yousefzadeh, et al., 2008)
2.6
Bambu
Bambu adalah salah satu ragam biomasa lignoselulosik dan merupakan tanaman Bamboidae anggota sub familia rumput dengan variasi 1250-1500 jenis di dunia dan sekitar 10% diantaranya terdapat di Indonesia. Salah satu jenis bambu di Indonesia adalah bambu betung atau Dendrocalamus asper Backer. Dilihat dari segi peremajaanya, selama 3-5 bualan, bambu muda dapat menjadi bambu tua yang keras untuk dimanfaatkan ssebagai bahan bangunan. Sedangkan material kayu lain untuk bangunan memerlukan waktu yang lebih lama (Sukawi, 2010). Bambu memiliki kerapatan antara 0,62 โ 0,79 g/cm3 dan tergolong jenis kayu kuat II. (Sulastriningsih, 2010). Bambu biasanya memiliki batang, akar yang komplek, daun berbentuk pedang, pelepah yang menonjol (Eido, 2011).Bambu merupakan bahan komposit yang kuat dan memiliki serat yang kaku, tersusun utama atas selulosa dan lignin, tegangan tekan mengalami peningkatan dari pangkal ke ujung karena meningkatnya prosentase slerenkima (Janssen, 1981). Dimensi serat dari batang Dendrocalamus asper diperkirakan yaitu panjang 3,78 mm, diameter 19 ยตm, lebar 19
lumen 7 ยตm dan tebal dinding 6 ยตm. rata-rata kadar air dari batang bambu segar 55% dan kadar air kering udara 15% dengan berat jenis sekitar 0,7 (Dransfield & Widjaja, 1995). Batang dari Dendrocalamus asper mempunyai dinding yang tebal, sangat kuat dan tahan lama. Digunakan sebagai bahan bangunan untuk rumah dan jembatan (Dransfield & Widjaja, 1995). Berdasarkan hasil penelitian Syafiโi (1984), bambu jenis betung dan sembilang mempunyai sifat fisis dan mekanis yang lebih baik dari jenis bambu lain. Berikut sifat mekanis dan kimia dari bambu Betung pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Sifat fisis mekanis dan kimia bambu betung. No. Sifat Bambu Betung Sifat Fisis Mekanis 1 Berat Jenis 2 Modulus Elastisitas (kg/cm3) 3 Modulus Patah (kg/cm3) 4 Keteguhan Tekan // Serat (kg/cm3) Sifat Kimia 1 Selulosa (%) 2 Lignin (%) 3 Pentosan (%) 4 Abu (%) 5 Silika (%) 6 Kelarutan dalam : Air dingin (%) Air panas (%) Alkohol benzena (%) NaOH 1% (%)
Nilai 0,68 53173 342,47 416,57 52,9 24,8 18,8 2,63 0,2 4,5 6,1 0,9 22,2
Sumber : ( Krisdianto et al., 2000 )
Berdasarkan penelitian menggunakan komposit bambu betung oleh Kalinasari.L, et al., (2012) hasil pengujian transmission menunjukkan bahwa panel dengan mediun density (0,8 g/cm3) menunjukkan nilai trasmission loss yang lebih tinggi dibandingkan dengan low density (0,5 g/cm3). Ukuran bambu yang lebih halus (wool partikcle) juga menunjukkan nilai TL yang lebih tinggi dibandingkan ukuran bambu yang lebih kasar (fine particle dan medium particle).
20
Untuk hasil uji absorbsi menunjukkan bahwa bambu efektif meredam pada frekuensi tinggi diatas 1000Hz dengan koefisien absorbsi rata-rata 0,7.
2.7
Eceng Gondok Eichornia crassipes atau eceng gondok merupakan tanaman air yang dapat
tumbuh diperairan tenang seperti danau atau rawa serta memiliki struktur batang berpori. Salah satu daerah dengan pertumbuhan eceng gondok yang pesat adalah Rawa Pening, Jawa Tengah dengan laju pertumbuhan 1,9% per hari. Nilai tersebut dapat mengembangkan 8 tanaman eceng gondok menjadi 600.000 tanaman dalam waktu 8bulan saja. Akibatnya, berdasar survey didesa Banyu Biru, pengambilan eceng
gondok
sebanyak
4ton
perhari
masih
belum
setara
dengan
perkembangannya. (Kusumawati, 1995)
Gambar 2.11 Eceng Gondok atau Eichornia crassipes (Kusumawati, 1995) Eceng gondok memiliki potensi untuk menjadi bahan utama pembuatan komposit peredam suara, karena sebelumnya telah dilakukan penelitian terhadap bonggol jagung dan batang kelapa. Bahan tersebut saling terkait karena sama-
21
sama merupakan tumbuhan monokotil dengan struktur batang berpori seperti gambar 2.12.
Gambar 2.12 (a) Tampang melintang dan (b) tampang membujur batang monokotil (Kusumawati, 1995) Panel ampas tebu dengan ketebaalan 15mm memiliki koefisien penyerapan suara rata-rata 0,34 pada frekuensi 0 Hz -1800 Hz. Komposit bonggol jagungPVAc dengan ketebalan 15mm memiliki koefisien serapan bunyi rata-rata0,43 pada frekuensi 0 Hz โ 1800 Hz. Komposit dengan penyerapan suara optimum memiliki komposisi bonggol jagung dengan PVAc
(3:2) dengan koefisien
penyerapan suara 0,45. (Nugroho, 2012) dari data tersebut, bongol jagung dan ampas tebu cukup baik pada frekuensi rendah ke frekuensi sedang.
22