BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Laporan Keuangan Kegiatan akuntansi pada dasarnya meningkatkan dan menafsirkan data
keuangan dari lembaga perusahaan, dimana aktivitasnya berkaitan dengan produktivitas pertumbuhan barang-barang dan jasa-jasa. Akuntansi dapat memberikan informasi tentang kondisi keuangan dan hasil operasi serta kinerja perusahaan seperti yang tercermin dalam laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan hasil dari proses akuntansi yang disusun menurut prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Proses akuntansi tersebut meliputi pengumpulan data dan pengolahan data perusahaan. Dalam proses akuntansi diidentifikasikan berbagai transaksi atau peristiwa yang merupakan kegiatan ekonomi perusahaan yang dilakukan melalui pengukuran, pencatatan, penggolongan dan pengikhtisaran transaksi-transaksi dan juga berhubungan satu dengan yang lainnya dan memberikan gambaran secara layak tentang keadaaan keuangan serta hasil usaha perusahaan dalam suatu periode yang akan digabungkan dan disajikan dalam bentuk laporan.
2.1.1. Pengertian Laporan Keuangan Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai laporan keuangan, berikut dikemukakan pengertian laporan keuangan menurut Standar Akuntansi Keuangan (2004;2) yaitu: “Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan yang lengkap, biasanya meliputi Neraca, laporan laba-rugi, laporan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam beberapa cara seperti misalnya: laporan arus kas atau laporan arus dana), catatan, dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan. Disamping itu juga termasuk skedul dan informasi tambahan yang berkaitan dengan laporan tersebut, misalnya informasi keuangan segmen industri dan geografis serta pengungkapan pengaruh perubahan harga”.
15
16
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa laporan keuangan merupakan alat untuk menginformasikan kondisi keuangan pada periode tertentu, yang terdiri dari Neraca, Laporan laba-rugi, Laporan perubahan Ekuitas, Laporan perubahan posisi keuangan serta catatan atas laporan keuangan.
2.1.2. Tujuan Laporan Keuangan Adapun tujuan dari penyusunan laporan keuangan menurut Standar Akuntansi Keuangan (2004;4), adalah: “Menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai pengambilan keputusan ekonomi”. Posisi keuangan perusahaan dipengaruhi oleh sumber daya yang terkendali, struktur keuangan, liquiditas, dan solvabilitas serta kemampuan beradaptasi dengan perubahan lingkungan. Informasi kinerja perusahaan terutama profitabilitas, diperlukan untuk menilai perubahan potensial sumber daya ekonomi yang mungkin dikendalikan di masa depan. Informasi perubahan posisi keuangan bermanfaat untuk menilai aktivitas investasi, pendanaan dan operasi selama periode pelaporan. Informasi ini berguna bagi pemakai sebagai dasar dalam menilai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas (dan setara kas) serta kebutuhan perusahaan untuk memanfaatkan arus kas tersebut. Laporan keuangan juga menunjukkan apa yang telah dilakukan atau pertanggung jawaban manajemen, agar mereka dapat membuat keputusan ekonomi.
2.1.3. Karakteristik Laporan Keuangan Menurut Standar Akuntansi Keuangan (2004:7), selain tujuan tersebut, akan lebih bermanfaat jika Laporan keuangan memiliki karakteristik kualitatif yang dapat berguna bagi pemakai. Terdapat empat karakteristik kualitatif utama yaitu: dapat dipahami, relevan, keandalan dan dapat diperbandingkan.
17
Agar dapat lebih jelas mengenai karakteristik laporan keuangan maka penulis akan menjelaskan secara ringkas berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan:
1.
2.
3.
4.
Dapat Dipahami Kualitas penting informasi yang ditampung dalam laporan keuangan adalah kemudahannya untuk segera dipahami oleh pemakai. Relevan Informasi memiliki kualitas yang relevan kalau dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini atau masa depan, menegaskan atau mengkoreksi hasil evaluasi mereka di masa lalu. Keandalan Informasi memiliki kualitas andal (reliable) jika bebas dari pengertian menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan pemakainya sebagai penyajian yang tulus dan jujur (Representation Faithfulness) atau disajikan secara wajar. Dapat Dibandingkan Pemakai harus dapat memperbandingkan laporan keuangan perusahaan antar periode untuk mengidentifikasi kecenderungan (trend) posisi dan kinerja perusahaan.
2.1.4. Fungsi Laporan Keuangan Laporan keuangan yang disusun dan disajikan kepada semua pihak yang berkepentingan dengan eksistensi suatu perusahaan, pada hakekatnya merupakan alat komunikasi. Artinya laporan keuangan itu adalah suatu alat yang digunakan untuk mengkomunikasikan informasi keuangan dari suatu perusahaan dan kegiatan-kegiatannya kepada mereka yang berkepentingan dengan perusahaan tersebut. Menurut Hernanto (1991:11), bahwa dari laporan keuangan, maka manajeman dapat memperoleh informasi yang berfungsi untuk: 1. 2. 3. 4. 5.
Merumuskan, melaksanakan dan mengadakan penilaian terhadap kebijakankebijakan yang dianggap perlu. Mengorganisasi dan mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan atau aktivitas dalam perusahaan. Merencanakan dan mengendalikan kegiatan atau aktivitas sehari-hari (dalam) perusahaan. Mempelajari aspek, tahap-tahap kegiatan tertentu dalam perusahaan. Menilai keadaan atau posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan.
18
Di samping fungsi tersebut di atas, laporan keuangan juga berfungsi sebagai alat pertanggung jawaban manajemen kepada semua pihak yang menanamkan dan mempercayakan pengelolaan dananya dalam perusahaan tersebut terutama kepada para pemilik. Melalui laporan keuangan yang dipublikasikan oleh perusahaan, maka ada dua pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan tersebut, yaitu: 1. Pihak Intern Perusahaan, meliputi: a. Pemilik perusahaan b. Manajemen Perusahaan 2. Pihak Ekstern, meliputi: a. Investor atau calon Investor b. Karyawan c. Instansi Pemerintah d. Pemberi Pinjaman e. Pemasok dan Kreditor usaha lainnya f. Pelanggan g. Masyarakat
2.1.5. Isi Laporan Keuangan Laporan keuangan yang disusun oleh manajemen perusahaan menurut pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 1 (2004:13), terdiri dari: a. b. c. d. e.
Neraca (Balance Sheet) Laporan Laba-Rugi (Income Statement) Laporan Arus Kas (Statement Of Cash Flow) Laporan Perubahan Ekuitas (Statemen of change in Eguity) Catatan atas Laporan keuangan (Notes to Financial Statement)
Berdasarkan latar belakang penelitian yang diambil oleh penulis, maka titik berat permasalahannya yaitu Laporan Laba-Rugi. Berikut ini penulis akan memberikan uraian secara singkat pengertian tentang laporan Laba-Rugi :
19
2.1.5.1 Laporan Laba-Rugi Laporan laba-rugi merupakan suatu laporan yang menyajikan kinerja suatu kesatuan usaha dalam suatu periode akuntansi. Menurut Prastowo (2002:16) laporan laba-rugi adalah: “Laporan keuangan yang memberikan informasi mengenai kemampuan (potensi) perusahaan dalam menghasilkan laba (kinerja) selama periode tertentu”. Laporan
laba-rugi
mengandung
informasi
mengenai
hasil
usaha
perusahaan yaitu laba bersih, yang merupakan hasil dari pendapatan dikurangi beban. Jika beban melebihi pendapatan maka hasilnya bagi perusahaan adalah kerugian bersih untuk periode tersebut. Walaupun belum ada keseragaman tentang susunan laporan laba rugi bagi tiap-tiap perusahaan, namun prinsip-prinsip yang umumnya diterapkan adalah sebagai berikut: a. Bagian pertama menunjukkan penghasilan yang diperoleh dari usaha pokok, diikuti dengan harga pokok dari barang/jasa yang dijual, sehingga diperoleh laba kotor. b. Bagian kedua menunjukkan biaya-biaya operasional yang terdiri dari biaya penjualan dan biaya umum. c. Bagian ketiga menunjukkan hasil-hasil yang diperoleh di luar operasi pokok perusahaan serta biaya-biayanya. d. Bagian keempat menunjukan laba atau rugi, sehingga akhirnya diperoleh laba bersih sebelum pajak pendapatan. Bentuk dari laporan laba-rugi yang biasa digunakan sebagai berikut : a. Bentuk single step, yaitu dengan menggabungkan semua penghasilan menjadi satu kelompok dan semua biaya dalam satu kelompok, sehingga untuk menghitung laba/rugi bersih hanya memerlukan satu langkah yaitu mengurangkan total biaya terhadap total penghasilan. b. Bentuk multiple step, dalam bentuk ini dilakukan pengelompokan yang lebih teliti sesuai dengan prinsip yang digunakan secara umum.
20
2.1.6. Manfaat Laporan Keuangan Laporan
keuangan
merupakan
alat
yang
sangat
penting
untuk
mendapatkan informasi (Balance Sheet), daftar yang telah menggambarkan hasilhasil yang diperoleh perusahaan pada suatu periode tertentu (Income Statement), dengan mengetahui hal tersebut pimpinan dapat menyusun rencana yang lebih baik, memperbaiki sistem pengawasannya dan menentukan kebijakan yang lebih tepat. Bagi manajemen yang paling penting adalah mencapai laba bersih atau laba operasi yang cukup tinggi dibandingkan dengan periode sebelumnya, cara kerja yang lebih efisien dan efektif, serta perusahaan harus mempunyai rencana yang lebih baik dari sebelumnya, baik dibidang keuangan maupun dibidang operasionalnya. Selain itu, laporan keuangan juga merupakan alat pertanggung jawaban manajemen kepada pimpinan atas kepercayaan yang telah diberikan kepadanya. Adapun manfaat laporan keuangan menuurt Munawir (2002;3) adalah sebagai berikut: 1. Mengukur tingkat biaya dari berbagai kegiatan perusahaan. 2. Untuk menentukan atau mengukur efisiensi tiap-tiap bagian, proses atau produksi serta untuk menentukan derajat keuntungan yang dapat dicapai oleh perusahaan yang bersangkutan. 3. Untuk menilai dan mengukur hasil-hasil kerja tiap-tiap individu yang telah diserahi wewenang dan tanggung jawab. 4. Untuk menentukan perlu tidaknya digunakan kebijaksanaan atau prosedur yang baru untuk mencapai hasil yang lebih baik. 5. Mendapatkan modal baru bila perusahaan akan memperluas usahanya baik berupa kredit bank maupun dari para calon investor, sehubungan atas penilaian yang dilakukan terhadap laporan keuangan tersebut apabila tingkat rentabilitasnya memuaskan. 2.1.7. Keterbatasan Laporan Keuangan Laporan keuangan dipersiapkan atau dibuat untuk memberikan gambaran atau kemajuan (progres report) secara periodik yang dilakukan oleh pihak manajemen yang bersangkutan. Jadi laporan keuangan adalah bersifat historis serta menyeluruh dan sebagai suatu progres report laporan keuangan.
21
Menurut Munawir (2002;9), mengemukakan bahwa keterbatasan laporan keuangan adalah : 1. Laporan keuangan yang dibuat secara periodic pada dasarnya merupakan interim report (laporan yang dibuat antara waktu tertentu yang sifatnya sementara) dan bukan merupakan laporan hasil final. Karena itu semua jumlah-jumlah atau hal-jhal yang dilaporkan atau realisasi dimana interim report ini terdapat/terkandung pendapatpendapat pribadi yang telah dilakukan oleh Akuntan atau Manajemen yang bersangkutan. 2. Laporan keuangan menunjukan angka dalam rupiah yang kelihatannya bersifat pasti dan tepat, tetapi sebenarnya dasar penyusutannya dengan standar nilai yang mungkin berbeda atau berubah-ubah. Laporan keuangan dibuat berdasarkan konsep going concern atau anggapan bahwa perusahaan akan berjalan terus sehingga aktiva tetap dinilai berdasarkan nilai-nilai histories atau harga perolehannya dan pengurangannya dilakukan terhadap aktiva tetap teersebut sebesar akumulasi depresiasinya. Karena itu angka yang tercantum dalam laporan keuangan hanya merupakan nilai buku yangbelum tentu sama dengan harga pasar sekarang maupun nilai gantinya. 3. Laporan keuangan disusun berdasarkan hasil pencatatan transaksi keuangan atau nilai rupiah dari berbagai waktu atau tanggal lalu, dimana daya beli uang tersebut semakin menurun, dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, sehingga kenaikan volume penjualan yang dinyatakan dalam rupiah belum tetntu menunjukan atau mencerminkan unit yang dijual semakin besar, mungkin kenaikan itu disebabkan naiknya harga jual barang tersebut yang mungkin juga diikuti kenaikan tingkat harga-harga. 4. Laporan keuangan tidak dapat mencerminkan berbagai factor yang dapat mempengaruhi posisi atau keadaan keuangan perusahaan karena factor-faktor tersebut tidak dapat dinyatakan dengan satuan uang. 2.2 Laba 2.2.1
Pengertian Laba Penyediaan ukuran laba sebagai indikator kinerja perusahaan merupakan
fokus utama dari pelaporan keuangan modern. Tujuan utama perusahaan umumnya adalah untuk memperoleh keuntungan atau laba. Laba merupakan suatu peningkatan dalam ekuitas pemilik yang dihasilkan oleh operasi perusahaan yang menguntungkan sedangkan penurunan dalam ekuitas pemilik dihasilkan dalam operasi perusahaan yang tidak menguntungkan disebut rugi. SFAC 1 menyatakan bahwa:
22
“Fokus utama dari pelaporan keuangan adalah informasi tentang kinerja perusahaan yang diberikan dalam ukuran penghasilan dan komponenkomponenya. Hendriksen (2000:330). Bentuk laba dapat bermacam-macam, Beldford menyatakan bahwa terdapat tiga konsep dasar laba yaitu: 1. Psyshics income, which refers to the satisfaction of human wants 2. Real income, which refers to increases in economic wealth 3. Money income, which refers to increases in the monetary unit valuation of resourses Schroeder dan Mccullers (1987:71) Pengertian laba menurut Standar Akuntansi Keuangan adalah sebagai berikut: “Laba rugi merupakan laporan utama untuk melaporkan kinerja dari suatu perusahaan selama satu periode tertentu. Informasi tentang kinerja suatu perusahaan terutama tentang profitabilitas dibutuhkan untuk mengambil keputusan tentang sumber ekonomi yang akan dikelola oleh suatu perusahaan dimasa yang akan datang. Informasi tersebut juga seringkali digunakan untuk memperkirakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan kas dan aktiva yang disamakan dengan kas dimasa yang akan datang. Informasi tentang kemungkinan perubahan kinerja juga penting dalam hal ini”. IAI (1996:251) Hendriksen membagi konsep laba menjadi tiga tingkatan yaitu: 1. Tingkatan Stuktural / Sintaksis 2. Tingkatan Semantris / Interpretatif 3. Tingkatan Pragmatis / Behavioral Pada tingkatan sistaksis laba didekati melalui aturan-aturan yang mendefinisikannya. Laba dalam akuntansi adalah penjumlahan dari banyak pos positif dan negatif, dimana banyak daripadanya tidak mempunyai kandungan interpretif. SFAC 1 mengasumsikan bahwa laba dalam laporan keuangan merupakan ukuran yang baik dari kinerja suatu perusahaan dan bahwa laba dalam laporan keuangan dapat digunakan untuk meramalkan arus kas masa depan. Ada dua pendekatan dalam pengukuran laba dalam tingkatan sistaksis yaitu:
23
1. Pendekatan transaksi didasarkan pada proses pelaporan yang mengukur suatu kejadian eksternal yaitu transaksi yang melibatkan pencatatan perubahan dalam penilaian aktiva dan kewajiban hanya bila ini merupakan hasil dari transaksi dalam artian transaksi internal eksternal sesuai dengan konsep realisasi pada saat penjualan atau pertukaran dan konversi harga perolehan dalam akuntansi. 2. Pendekatan aktivitas pada laba memusatkan pada deskripsi aktivitas sebuah perusahaan dan bukan pada pelaporan transaksi. Laba diasumsikan timbul bila aktivitas-aktivitas atau kejadian-kejadian tertentu terjadi, tidak hanya sebagai hasil dari transaksi spesifik. Pada tingkatan semantis laba didekati melalui hubungan pada realitas ekonomi yang mendasari konsep laba pada tingkat ini menunujukan dua hal yaitu: 1. Konsep pemeliharaan modal (capital maintanance). Laba komprehensif merupakan perubahan dalam modal sendiri (aktiva bersih) suatu kesatuan usaha selama satu periode. 2. Konsep maksimasi laba. Pengujian keberhasilan atau kegagalan operasi suatu perusahaan merupakan upaya untuk melihat sejauh mana kas yang diterima kembali
melebihi
(atau
kurang
daripada)
kas
yang
dikeluarkan
(diinvestasikan) dalam jangka panjang. Pada tingkatan pragmatik laba didekati melalui pengurangan oleh investor tanpa memperhatikan bagaimana hal itu diukur ataupun pengertiannya. Konsep pragmatis dari laba berkaitan dengan proses keputusan dari investor dan kreditor, reaksi harga sekuritas dalam pasar yang teratur terhadap pelaporan laba, keputusan pengeluaran modal dari manajemen dan reaksi umpan balik dari manajemen dan akuntan. Ada dua konsep pengukuran laba yang banyak digunakan yaitu: 1. The Current Operating Concept of Income Konsep laba operasi kini memusatkan perhatian pada pengukuran efisien perusahaan. Istilah efisien berkaitan dengan pemanfaatan secara efektif sumber daya perusahaan dalam mengoperasikan perusahaan dan menghasilkan laba. Dalam menentukan laba, penekanan tertentu diletakkan pada istilah kini
24
(masa berjalan) dan operasi. Hanya perubahan nilai dan kejadian yang dapat dikendalikan oleh manajemen dan yang dihasilkan dari periode berjalan yang harus dimasukan. Pendukung konsep ini menyatakan bahwa laba bersih yang dilaporkan lebih berarti untuk perbandingan antar periode dan antar perusahaan dan untuk membuat prediksi. 2. The All Inclusive Concept of Income Disebut juga laba komprehensif didefisikan sebagai total perubahan dalam modal yang diakui dengan mencatat transaksi atau revaluasi perusahaan selama satu periode tertentu, dengan tidak memasukkan pembagian deviden dan transaksi modal. Laba komprehensif menurut FASB mencakup: “Perubahan tertentu yang lain dalam aktiva bersih (terutama keuntungan dan kerugian tertentu yang ditahan) yang diakui dalam periode itu, seperti beberapa parubahan dalam nilai pasar investasi dalam suatu sekuritas ekuitas yang mudah dipasarkan yang diklasifikasikan sebagai aktiva lancar, beberapa perubahan dalam nilai pasar investasi yang mempunyai praktik akuntansi khusus untuk sekuritas yang mudah dipasarkan dan penyesuaian transaksi valuta asing.” Hendriksen (2000:348) FASB memilih menguraikan konsep laba yang mencerminkan hanya berjalan dengan istilah penghasilan (earning) sebagai berikut: Penghasilan
= laba perasi kini + pos tidak berulang
Laba bersih
= penghasilan + efek kumulatif perubahan prisip akuntansi pada tahun-tahun sebelumnya.
Laba komprehensif
= laba bersih + penyesuaian pada tahun-tahun sebelumnya + perubahan bukan pemilik dalam ekuitas yang tersisa.
Istilah perubahan bukan pemilik dimaksudkan untuk mengeluarkan transaksi modal seperti deviden dan penerimaan modal baru. Alasan dari penggunaan konsep ini adalah sebagai berikut: a. Laba bersih tahunan yang dilaporkan, apabila ditambahkan bersama untuk keeluruhan perusahaan, harus sama dengan total laba bersih perusahaan b. Peniadaan beban dan kredit tertentu dari perhitungan laba bersih memberi peluang untuk manipulasi atau perataan angka penghasilan tahunan.
25
c. Laporan laba rugi yang memasukan semua beban dan kredit laba yang diakui selama tahun itu dikatakan lebih mudah untuk disiapkan dan lebih mudah dimengerti oleh pembaca. d. Dengan pengungkapan penuh sifat perubahan laba selama tahun itu, pembaca laporan dianggap lebih mamapu membuat klasifikasi yang tepat untuk memperoleh pengukuran laba yang tepat daripada akuntan dan manajemen, yang tidak dapat mengantisipasi kebutuhan spesifik dari pemakai. e. Perbedaan antara beban dan kredit aperasi dan non-operasi belum
jelas.
Transaksi yang diklasifikasi sebagai operasi oleh suatu perusahaan dapat diklasifikasikan sebagai bukan operasi oleh perusahaan lain. Unsur-unsur yang langsung berkaitan dengan pengukuran laba adalah penghasilan dan beban. 1. Penghasilan (income) adalah kenaikan manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal. Penghasilan terdiri dari pendapatan (revenue) dan keuntungan (gains). Penghasilan timbul dari aktivitas normal perusahaan sedangkan keuntungan mencerminkan pos lainnya yang memenuhi definisi penghasilan dan mungkin timbul dan atau mungkin tidak timbul. 2. Beban (expense) adalah penurunan manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal. Beban mencakup baik kerugian ataupun beban yang timbul dalam pelaksanaan aktivitas normal perusahaan sedangkan kerugian mencerminkan pos lain yang memenuhi definisi beban yang mungkin timbul dan tidak timbul dari aktivitas normal perusahaan.
Tujuan dan Manfaat Laba Salah satu tujuan utam pelaporan keuangan adalah untuk menyediakan informasi mengenai kinerja keuangan perusahaan selama satu periode tertentu.
26
Kinerja ini terutama dievaluasi berdasarkan laba perusahaan seperti yang dinyatakan FSAB: “the primary focus of financial reporting, reporting is information about an enterprices provided by measures of earnings and its components” Kieso (1995:34) Menurut study group on business income kegunaan laba adalah sebagai berikut: 1. Income is used as the basic of one of the principal form of taxation. 2. Income is used in public reports as a measure of the success of a corporation’s operations. 3. Income is used as a criterion for the determination of the availability of divedneds. 4. Income is used as a guide to trustees charged with distributing income to a life tenent while pre serving the principal for remainderman. 5. Income is used as aguide to management of an enterprise in the conduct of its affairs. Schroeder dan Mc cullers (1987:70) Dengan demikian dapat dilihat bahwa perhitungan laba umumnya mempunyai dua tujuan yaitu: 1. Tujuan intern : tujuan ini berhubungan dengan usaha pimpinan untuk mengarahkan aktivitas perusahaan pada kegiatan yang menguntungkan. Informasi mengenai laba dapat digunakan oleh pimpinan untuk mengevaluasi aktivitas operasi perusahaan dalam periode yang lalu dan melakukan analisa untuk memperbaikinya demi meningkatkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. 2. Tujuan ekstern : perhitungan laba juga ditujukan untuk memberikan pertanggung jawaban kepada pemegang saham, kreditur untuk keprluan pajak dan lain-lain. Jenis-jenis laba dalam kaitannya dengan perhitungan laba rugi terdiri dari beberapa jenis diantaranya adalah: 1. Laba kotor, merupakan selisih antara hasil penjualan dan harga pokok penjualan. 2. Laba operasi, merupakan hasil dari aktivitas-aktivitas yang termasuk ke dalam rencana penjualan kecuali jika ada perubahan-perubahan besar dalam
27
ekonomi yang diharapkan dapat tercapai dalam tahun tersebut. Angka ini menggambarkan kemampuan perusahaan untuk hidup dan mencapai laba yang pantas sebagai balas jasa terhadap pemilik modal. 3. Laba sebelum pajak, merupakan laba operasi ditambah hasil-hasil dan dikurangi biaya-biaya diluar operasi normal perusahaan. bagi pihak-pihak tertentu terutama dalm hal pajak, angka ini merupakan bagian terpenting karena mmenyatakan laba yang pada akhirnya dicapai perusahaan. 4. Laba sesudah pajak atau laba bersih, merupakan laba sebelum pajak dikurangi dengan pajak. Hasil operasi suatu perusahaan umumnya dirangkum dalam satu bagian utama yaitu laba bersih. Tetapi walaupun demikian laba bersih ini belum dianggap ringkas, oleh karena itu digunakan indikator lainnya yang lebih ringkas yaitu earning per share.
Manajemen laba Earning sebagai alat untuk mengukur kinerja perusahaan memberikan informasi berkaitan dengan tanggung jawab manajemen dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan pada mereka. Manajemen laba diduga muncul atau dilakukan oleh manager atau para pembuat laporan keuangan dalam proses pelaporan keunagan suatu organisasi karena mereka mengharapkan suatu manfaat dari tindakan yang dilakukan. Manajemen laba timbul sebagai dampak dari penggunaan akuntansi sebagi salah satu alat komunikasi antar pihak-pihak tersebut dan kelemahan inheren akuntansi ysng melibatkan judgment. Nurim dan Kusuma dalam penelitiannya menyatakan bahwa manajemen menetapkan
earning
berdasarkan
accrual,
berarti
manajemen
memiliki
kesempatan untuk menetapkan beberapa kebijakan melalui accrual. Kebijakan tersebut digunakan sebagai usaha memaksimalkan utilitas manajemen yang berkaitan dengan rencana kompensasi, penurunan kinerja, dan perjanjian utang. Menurut Schoroeder dan Clark dalam penelitian Nurim dan Kusuma mengenai earning management menyatakan sebagai berikut:
28
“earning management adalah suatu usaha untuk mempengaruhi laba yang dilaporkan dalam jangka pendek, dengan harapan manger dapat mempengaruhi investor dan sebagai lat untuk mencapai bebebrapa keuntungan pribadi management.” Schroeder dan Clark (1995). Sedangkan menurut Widyaningdyah “earning management merupakan tindakan manjemen berupa campur tangan dalam proses penyusuna dalam laporan keuangan dengan maksud untuk meningkatkan kesejahteraannya secara personel maupun untuk meningkatkan niali perusahaan.” Widyaningdyah (2001:891). Merchant dan Rockness dari sudut etika mendefinisikan manajemen laba sebagai berikut: “… any action on the part of mangement which effect reported income and which provides no true economic advantage to the organization and may infact in the long term be detrimental.” Merchant dan Rokness (1994:79). Manajemen laba adalah campur tangan menegemen dalam proses pelaporan keuanganeksternal dengan tujuan untuk meningkatkan n ilai perusahaan di mata investor dan kreditor. Manajemen laba diduga muncul atau dilakukan oleh manager atau para pembuat laporan keuangan dalam proses pelaporan keuangan suatu organisasi karena mereka mengharapkan suatu manfaat dari tindakan yang dilakukan. Akan tetapi tindakan manajemen laba ini tidaklah harus selalu dikaitkan dengan tindakan kecurangan. Pihak manager ataupun usaha memanipulasi data atau informasi akuntansi, tetapi lebih condong dikaitkan dengan pemilihan metode akuntansi (accounting method) untuk mengatur keuntungan yang bisa dilakukan karena memang diperkenankan menurut accounting regulations. Selama manjemen laba tidak hanya berkaitan dengan motivasi individu manager untuk kepentingan pribadi tetapi untuk kepentingan perusahaan maka tindakan manager tersebut belumlah dapat dikatakan sebagai tindakan manipulasi yang merugikan perusahaan. lebih lanjut Rosenzweig dan Fisher mendefinisikan manajemen laba sebagai berikut:
29
“the action of manager that are intended to increase (decrease) current reported earnings of the units for which mananger is responsible without geberating a corresponding increase (decrease) in the long tern econoic profitability of the unit.” Rosenzweig dan Fischer (1994:31-32) Schipper mendefinisikan manajemen laba sebagai berikut: “disclousure mangement in the sense of purposeful interventation in the external reporting process, with intent of obtaining some private gain.” Schipper (1989:92) Untuk keperluan penulisan ini penulis mengambil dari dua definisi terakhir diatas. Penulis mengambil kesimpulan bahwa manjemen laba adalah suatu tindakan intervensi atas pelaporan pendapatan perusahaan yang dilakukan oleh pihak manajer perusahaan dengan untuk kepentingan perusahaan yang dilandasi dengan faktor-faktor ekonomi tertentu. Alasan menajer melakukan menajemen laba antara lain adalah: 1. Errnings atau laba telah dijadikan sebagai suatu target dalam proses penilaian prestasi usaha suatu departemen secar khusus (manajer) atau perusahaan (organisasi) secar umum. 2. Laba atau tingkat keuntungan juga merupakan alat untuk mengurangi biaya keagenan (agency cost) dari sisi teori keagenan (agency theory) dan juga biaya kontrak dari sisi teori kontrak (Contracting theory). 3. Pentingnya keuntungan atau perolehan secara akuntansi (accounting income) untuk pembuat keputusan oleh banyak pihak, yaitu investor, kreditor, manajer, pemilik atau pemegang saham dan pemerintah. Watt dan Zimmerman membagi motivasi earning management menjadi tiga yaitu: 1. Political cost hypothesis dimana perusahaan cenderung memilih metode akuntansi yang menurunkan keuntungan. 2. Debt equity hypothesis dimana perusahaan yang sedang menghadapi kesulitan hutang cenderung untuk memilih metode akuntansi yang meningkatkan keuntungan. 3. Bonus plan hyphothesis dimana manjer yang bekerja di perusahaan yang menerapkan aturan bonus plan akan memilih metode akuntansi yang bisa meningkatkan keuntungan.
30
Menurut Setiawati dan Na’im (2000) terdapat beberapa motivasi dilakukannya menajemen laba, antara lain adalah: pelanggaran kesepakatan kredit, kompensasi mannajemen, mememperoleh/mempertahankan kendali tas perusahaan, penghematan pajak, pertimbangan pasar modal, pertimbangan peraturan, pertimbangan stakeholders dan pertimbangan kondisi pesaing. Sedangkan Bartov (1993) membagi tiga motivasi tersebut antara lain adalah: 1. Erning smoothing hypothesis. 2. Debt equity hypothesis. 3. Bonus plan hypothesis.
Perataan Laba (Income Smoothing) 2.3.1 Pengertian Perataan Laba Perataan laba (income smoothing) merupakan salah satu sarana yang digunakan oleh manajemen perusahaan dalam usahanya untuk melakukan manjemen atas laba (earning management). Manajemen laba adalah suatu usaha yang dilakukan oleh manajemen perusahaan untuk mempengaruhi laba yang dilaporkan, yang mana sebenarnya tidak memberikan keuntungan ekonomis bagi perusahaan, bahkan dalam jangka panjang bisa merugikan perusahaan. Merchant (1994). Disfunctional behavior (perilaku yang tidak semestinya) dengan melakukan tindakan perataan laba ini dilakukan oleh manjemen dengan mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan perusahaan, sehingga perusahaan nampak memperoleh tingkat laba yang stabil melalui tehnik penyajian laporan keuangan. Perataan laba pertama kali diperkenalkan oleh Hepworth (1953) dan kemudian dikembangkan oleh Gordon (1964), yang menghasilkan empat proposi, yaitu: 1. Proposition 1 : the criterion of corporate management uses in selecting among accounting principle is the maximization of its utility or welfare.
31
2. Proposition 2 : the utility of a manager increases with (1) its job security, (2) the rate of growt in his income, and (3) the rate of growth in the firm’s size. 3. Proposition 3 : the achievement of the management goals stated in proposition 2 is dependent in part on the satisfaction of stockholders with the firm’s performance. 4. Proposition 4 : stockholders satisfaction with a firm increasing the rate of growth of income (or the average rate of return on equity) and the stability of the income, is essential bfor manangers to be free to pursue their own objectives. Berdasarkan hal tersebut di atas, kemudian dibuat rancangan teoremanya sebagai berikut: “given that the above proposition are accepted or found to be true, it follows that a management should within the limit of its power ; i.e., the latitude allowed by accounting rules, (1) smooth reported income, ang (2) smooth the rate of growth in income”. Menurut Gordon, manajemen terbatas kekuasaanya, sehingga ia mencari jalan untuk mencapai tujuannnya dengan mensiasati tehnik-tehnik penyajian laporan keuangan yang dibenarkan/di ijinkan oleh standar akuntansi yang berlaku, misalnya (1) dengan meratakan laba yang dilaporkan, dan (2) meratakan tingkat pertumbuhan laba. Perataan laba telah menjadi topik yang menarik bagi para peneliti. Walaupun cukup banyak peneliti dari berbagai negara yang telah meneliti tentang perataan laba ini, tetapi hasilnya belum dapat dibakukan, karena begitu banyaknya temuan-temuan yang saling bertolak belakang. Selain temuan tersebut, para peneliti juga mencoba memberikan batasan atau definisi mengenai perataan laba ini. Berikut, di bawah ini adalah bebebrapa definisi perataan laba yang dikemukakan mereka : “smoothing of reported earnings may be defined as the intentional dampening of fluctuations about some level of earnings that currently considered to be normal for a firm”. Beidlemen (1973:653)
32
“delberate dampening of fluctuation about about some level of earning which is considered to be normal for a firm”. Barnea, Ronen and Sanan (1976:111). “Income smoothing is a special case of inadequate financial statement disclosure. The smoothing of income implies some deliberate effort to disclosure the financial information in such a way to convey an artificially reduced variability of the income stream”. Imhoff (1981:24). “Income smoothing van bedefined as a means used by management to diminish the variability of stream of reported income numbers relative to some perceived target stream by the manipulation of artificial (accounting) or real (transaction) variables”. Koch (1981:574). “Smoothing behavior is defined as an effort to reduse fluctuations is reported earnings”. Moses (1987:360)
“Smoothing can be viewed in terms of the reduction in earning variability over anumber of periode, or within a single period, as the movement toward an expected level of reported earning”. Beatlle et al (1994:793).
“Deliberate voluntary acts by manangement to reduce income variation by using certain accounting deviced”. Ashari, Koh, Tan and Wong (1994).
”A form of earnings management designed to remove peaks and valleys from normal earningsA form of earnings management designed to remove peaks and valleys from normal earnings series. The practice includes taking steps to reduce and “store” profits during good years for use during slower years.” W. Mulford, Charles, Ugene. E. Comiskey (2002:87) Jadi praktik perataan laba, merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh manajemen untuk menekan variasi dalam laba dengan tujuan agar laba yang dilaporkan tidak fluktuatif, diman jumlah laba stu periode tidak terlalu besar dibandingkan dengan jumlah laba periode sebelumnya, sehingga laba yang dilaporkan tersebut terlihat stabil pertumbuhannya sesuai dengan tingkat
33
pertumbuhan normal yang diharapkan pada periode itu, dan hal ini dilakukan dengan
menggunakan
teknik-teknik
akuntansi
atau
manajemen
yang
diperbolehkan oleh standar maupun prinsip yang berlaku.
2.3.2
Faktor-faktor Pendorong Perataan Laba Seperti telah disebutkan pada sub bab sebelumnya bahwa topik perataan
laba terkait erat dengan konsep manajemen laba (earnings management). Penjelasan konsep manajemen laba ini menggunakan pendekatan teori keagenan (agency theory) yang menyatakan bahwa praktik manajemen laba dipengaruhi konflik kepentingan antara management (agent) dan pemilik (principal) yang timbul ketika setiap pihak berusaha untuk mencapai atau memepertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendakinya. Dalam hubungan keagenan ini, manager memiliki asimetri informasi terhadap pihak eksternal perusahaan, seperti investor atau kreditor. Asimetri informasi terjadi ketika manajer memiliki informasi internal perusahaan relatif lebih banyak dan mengetahui informasi tersebut relatif lebih cepat dibandingkan dengan pihak eksternal tersebut. Dalam kondisi demikian, manajer dapat menggunakan informasi yang diketahuinya untuk
memanipulasi
pelaporan
keuangan
dalam
usaha
memaksimalkan
kemakmurannya. Sejalan dengan konsep manajemen laba tersebut, pembahasan konsep perataan laba ini juga menggukan kerangka pemikiran teori keagenan, bahwa perataan laba timbul ketika terjadi konflik kepentingan (conflict of interest) antara manajemen (agent) dan pemilik (principal). Kesenjangan informasi (information gap) antara kedua pihak akhirnya memicu munculnya tidakan perataan laba . Fudenberg dan Tirole (1995). Smith (1976) menjelaskan bahwa manejer perusahaan sangat cenderung melakukan perataan laba. Banyak penelitian empiris terdahulu telah menguji faktor-faktor pendorong tersebut, namun
temuan empiris yang didapatkan
menunujukkan kesimpulan yang belum sepakat. Berikut ini pada tabel 2.1 disajikan faktor-faktor pendorong atau alasan tindakan perataan laba berdasarkan hasil-hasil empiris terdahulu
34
Tabel 2.1 Faktor-faktor yang mendorong tindakan perataan laba No
Nama Peneliti (Tahun)
1
Hepwort (1953)
Faktor-Faktor Pendorong 1. to gain tax advantage 2. to improve relations with creditors, employee, and investor. 3. Stable earnings give owners and creditors a more confident feeling toward management
2.
Beidlemen (1973)
1. To reduce the uncertainly resulting from the fluctuations ofn income numbers in general. 2. To reduce systematic risk in particular by reducing the covariance of the firm’s returns with the market return
3.
Barnea dkk (1976)
To convey their expectation of future cash flow
4.
Ilmainir (1993)
1. Perubahan harga saham 2. Perbedaan laba aktual dan laba normal 3. Kebijakan akuntansi mengenai laba
5
Ashari dkk (1994)
1. Profitabilitas 2. Sektor industri 3. Kebangsaan
6
Fern, Brown dan Dickey
1. To affect a firm’s stock prices and risk
(1994)
2. To manipulate management compensation 3. To avoid political cost
7.
Bhat (1996)
1. To improve investors perception of the risk of the firm 2. To improve price stability af astock by reducing its perceived earnings volatility
8
Jatingrum (2000)
Profitabilitas
35
2.3.3
Target Perataan Laba Yang menjadi sasaran / target dari suatu tindakan perataan laba adalah
informasi laba itu sendiri atau laba yang dilaporkan (reported income), yang dalam hal ini, umumnya, berupa angka laba akuntansi yang terteta dalam laporan laba rugi suatu perusahaan , karena, pada saat melakukan analisisnya, para investorm kreditor, dan pemakai laporan keuangan lainnya cenderung terfokus pada angka-angka laba akuntansi yang dilaporkan tersebut. Perataan laba tersebut dianggap berhasil jika angka laba yang dilaporkan atau tertera dalam suatu laporan laba rugi perusahaan menunujukan variabilitas yang rendah atau tidak terlalu fluktuatif dibandingkan dengan angka laba periode-periode sebelumnya. Dalam penelitian ini angka laba yang digunakan adalah angka laba operasi (operating income) dan laba bersih (net income). Digunakannya kedua angka tersebut, karena laba operasi merupakan laba yang dihasilkan dari aktivitas utama perusahaan, sedangkan laba bersih merupakan angka laba setelah pajak dan pospos luar biasa yang mencakup seluruh akibat tindakan perataan laba, dimana elemen-elemen atau pos-pos luar biasa tersebut juga dapat digunakan sebagai sarana pertaan laba. Seperti telah disebutkan pada bab pendahuluan skripsi ini, bahwa pilihanpilihan metode akuntansi cendrung digunakan untuk mengurangi fluktuasi laba (Moses, 1987). Berbagai instrumen laporan keuangan seperti, metode depresiasi, perubahan kebijakan akuntansi, dan pos-pos luar biasa (extraordinary items) sering digunakan oleh manajemen untuk meratakan laba dalam hal tersebut diperbolehkan sepanjang masih dalam koridor yang dibenarkan oleh ketentuan, standar, atau prinsip akuntansi yang berterima umum. Beberapa akun yang cukup potensial untuk digunakan dalam rangka meratakan laba antara lain : deviden yang diterima unconsolidated subsidiaries, penjualan aktiva tetap dan investasi jangka panjang, investment tax credit, unusual gain and losses, investment in the common stock of other firm, transaksi investasi dari non-subsidiaries investment, directiionary accrual, serta extra-ordinary items (baik sebelum maupun setelah beban periode). Merurut Wolk dkk (1992:286), mananajemen melakukan manipulasi terhadap akun-akun tersebut dalam rangka perataan laba dengan cara:
36
1. The timing of transaction. 2. The choise of allocation methods / procedures. 3.
Classification smoothing between operating and non-aporating income. Senada dengan Wolk, Barnea (1976) mengemukakan bahwa manipulasi
terhadap instrumen-instrumen laporan keuangan, seperti yang telah disebut kan diatas, dilakukan manajemen dengan cara: Pertama, merencanakan waktu keterjadian dan atau pengakuan suatu peristiwa atau transaksi dengan memanfaatkan aturan akuntansi yang mengatur pengakuan kejadian secara akuntansi. Kedua, kebijakan yang mengendalikan penentuan periode yang dapat dipemgaruhi oleh peristiwa tertentu berkaitan dengan kejadian dan pengakuan suatu peristiwa. Ketiga, klasifikasi antara itm-item dalam laporan laba untuk menurunkan variabilitas pada periode tertentu. Menurut Foster (1986:226), unsur-unsur laporan keuangan yang seringkali dijadikan objek untuk melakukan perataan laba oleh manajemen adalah: 1. Unsur penjualan, antara lain dengan cara sebagai berikut: a. Saat pembuatan faktur, misalnya, penjualan yang sebenarnya untuk periode yang akan datang pembutan fakturnya dilakukan pada periode ini dan dilaporkan sebagai penjualan pada periode ini. b. Pembuatan pesanan atau penjualan fiktif. c. Down
grading
(penurunan)
produk,
misalnya,
dengan
cara
mengklasifikasikan produk yang belum rusak kedalam kelompok produk rusak dan selanjutnya dilaporkan telah terjual dengan harga yang lebih rendah dari harga yang sebenarnya. 2. Unsur biaya, antara lain dengan cara sebagai berikut: a. Memecah-mecah faktur pembelian, misalnya, faktur untuk sebuah pembelian/pesanan dan selanjutnya dibuatkan beberapa faktur dengan tanggal yang berbeda, kemudian dilaporkan dalam beberapa periode akuntansi. b. Mencatat biaya dibayar dimuka (pre-payment) sebagi biaya. Misalnya, melaporkan biaya advertensi dibayar dimuka untuk tahun depan sebagai biaya advertensi tahun ini.
37
2.3.4
Metode Pendeteksian Perataan laba Ada beberapa cara yang digunakan oleh peneliti-peneliti terdahulu dalam
melakuakan pendeteksian income smoothing, untuk melakukan klasifikasi terhadap perusahaan–perusahaan yang diteliti kedalam kelompok income smoothers dan kelompok non-income smoothers. Cara-cara tersebut adalah dengan cara pada tabel 2.2 : Tabel 2.2 Metode Pendeteksian Perataan Laba Yang Dikembangkan No
Nama Peneliti
Metode Penelitian yang Dikembangkan
(Tahun) 1.
Copeland (1968)
Dengan 3 (tiga) cara, antara lain: 1. Mendapatkan
informasi
langsung
dari
manajemen melalui interview, kuesioner, atau pengamatan 2. Menanyakan mempunyai
kepada hubungan
pihak dengan
lain
yang
perusahaan
(misalnya, Akuntan publik perusahaan yang bersangkutan) 3. Melakukan analisis terhadap laporan keuangan dan/atau laporan kepada lembaga pemerintah (ex-post data)
38
2
Imhoff (1977)
Imhoff
menetapkan
sales
sebagai
variabel
independen dengan asumsi bahwa sales bukan merupakan obyek perataan. Imhoff meregresikan Income dan Sales berdasarkan waktu (time), dimana: Income = α + β (time) Sales
= α + β (time)
Imhoff kemudian menetapkan variabilitas sebagai ukuran dari R2 untuk setiap regresi tersebut diatas. Imhoff menentukan kederadaan perilaku income smoothing
berdasarkan
kriteria-kriteria
sebagai
berikut: 1. Aliran laba yang stabil dan asosiasi yang lemah antara Sales dan Income. 2. Terdapat suatu aliran income yang stabil dan aliran sales yang berubah-ubah
3
Eckel (1981)
Membandingkan
variabilitas
laba
dengan
variabilitas penjualan, dimana jika kovarian (CV) laba lebih kecil atau kurang dari Kovarian (CV) penjualan, maka perusahaan yang bersangkutan dikategorikan
sebagai
income
smoothers
(melakukan income smoothing). Jika sebaliknya maka perusahaan dikategorikan sebagai non-income smoothers (tidak melakukan income smoothing). Model eckel ini diformulasikan sebagai berikut: CV∆I < CV∆S : Income Smoothers CV∆I > CV∆S : Non-Income Smoothers
Dari ketiga model tersebut di atas, yang paling umum dan banyak digunakan oleh para peneliti dari berbagai negara, untuk mengklasifikasikan perusahaan kedalam kelompok income smoothers (melakukan income smoothing)
39
atau non-income smoothers (tidak melakukan income smoothing), dalam penelitian mengenai income smoothing adalah model Eckel (1981). Model Eckel ini memembandingkan Kovarian Laba (CV∆I) dengan Kovarian Penjualan (CV∆S), mana yang lebih besar. Suatu perusahaan dikategorikan sebagai income smoothers jika kovarian labanya lebih kecil dari kovarian penjualan CV∆I < CV∆. ∆I merupakan perubahan laba dalam satu periode. Laba yang dimaksud dalam model eckels ini adalah laba operasi dan laba bersih. Laba operasi adalah laba yang dihasilkan dari aktivitas utama perusahaan sedangkan laba bersih adalah ∆S merupakan perubahan penjualan/pendapatan dalam satu periode. CV merupakan koefisien variasi dari variabel, yaitu standar deviasi ∆I atau ∆S dibagi dengan rata-rata ∆I atau ∆S Koefisien variasi (coefficient of variation / CV) dimaksud diatas, untuk penjualn/pendapatan (sales/revenue) dan laba (income), dapat dirumuskan sebagai berikut: CV ∆I =
σ ∆I ∆I
, dimana σ =
n
( Xi − X )
∑
2
n −1
i=1
Dan CV ∆S =
σ ∆S ∆S
dimana σ =
n
( Xi − X )
∑ i=1
2
n −1
Keterangan: σ ∆I
= Standar deviasi perubahan laba dalam satu periode Xi = perubahan laba pada periode-i X
σ∆S
= rata –rata perubahan laba
= Standar deviasi perubahan penjualan/pendapatan dalam satu periode Xi = perubahan penjualan pada periode-i X
= rata –rata perubahan penjualan
40
∆I
= Rata – rata perubahan laba dalam satu periode
∆S
= Rata – rata perubahan penjualan/pendapatan dalam satu periode Penggunaaan model Eckel (1981) dalam rangka menentukan apakah suatu
perusahaan melakukan praktik peratan laba atau tidak melakukan praktik perataan laba
dalam
berbagai
penelitian
empiris
terdahulu
adalah
berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut: Model Eckel (1981) ini telah digunakan oleh peneliti-peneliti terdahulu, baik di luar negri maupun Indonesia. Laba yang digunakan dalam model Eckel (1981) ini adalah laba yang sesungguhnya terjadi, atau tidak menggunakan proyeksi laba , sehingga laba yang digunakan dalam perhitungan akan bersifat obyektif. Penjualan/pendapatan yang digunakan adalah penjualn/pendapatan bersih yang sesungguhnya terjadi. Selain hal-hal tersebut diatas, kelebihan-kelebihan model Eckel (1981), yaitu antara lain: a. Objektif dan didasarkan pada perhitungan statistik yang dapat menghasilkan pemisahan yang jelas antara perusahaan perata laba (income smoothers) dan bukan perata laba (non-income smoothers). b. Tidak tergantung pada prediksi laba, pembuatan model-model yang diperlukan untuk penetapan laba-laba pertimbangan
subjektif
yang diharapkan, pengujian biaya,
lainnya.
Biasanya,
pembuatan
atau
model-model
pengharapan (expectation models) sulit dilakukan dan dapat menghasilkan kesimpulan yang mengandung kesalahan. c. Model Eckel (1981) tersebut mengukur perataan dengan cara merata-ratakan pengaruh beberapa variabel perataan dan untuk mengidentifikasikan perataan diperlukan waktu lebih dari satu periode.
Return Pengertian Return Tujuan utama seorang investor dalam berinvestasi adalah untuk mendapatkan keuntungan dari investasinya tersebut, dan keuntungan itu lazim
41
disebut return. Jadi, return merupakan hasil yang diperoleh atau diharapkan diperoleh dari suatu investasi. Van Horne dan Wachowicz. Jr (1992;100) mendefinisikan return sebagai berikut: “return is income received on an investment plus any change in market price, usually expressed a percent of the beginning market price of the investment”. Definisi di atas menyatakan bahwa return merupakan hasil yang diterima dari suatu investasi di tambah dengan perolehan dari perubahan harga pasar investasi tersebut, yang biasanya dinyatakan dalam suatu persentase dari harga pasar awal investasi. Sedangkan menurut Fischer dan Jordan (1995;66), pengertian retrun adalah sebagai berikut : “Return is motivating force and the principal reward in the investment process, and it is the key method available to investors in comparing alternative investment. Measuring historical retruns allows investors to assess how well they have done, and it plays a part in the estimation of future unknown returns”. Dalam pengertian tersebut di atas, return adalah motivasi terbesar dan penghargaan utama dalam suatu proses investasi, dan merupakan hal yang penting bagi para investor dalam memperbandingkan investasinya dengan alternatif lainnya. Menurut Jogiyanto (2003;109), return dapat berupa realisasi atau juga return ekspektasi. Return realisasi merupakan return yang sudah terjadi dan dihitung berdasarkan data historis. Return realisasi ini penting karena digunakan sebagai salah satu pengukur kinerja dari perusahaan, yang berguna juga sebagai dasar penentuan return ekspektasi dan risiko di masa yang akan datang. Sedangkan, return ekspektasi merupakan return yang belum terjadi, tetapi diharapkan akan terjadi dimasa mendatang. Jadi return ekspektasi masih merupakan pengharapan dimasa yang akan datang. Jenis dan Cara Pengukuran Return Dalam konteks pembahasan mengenai investasi saham, secara garis besar ada dua jenis return, yaitu return actual adalah return yang telah terjadi,
42
sedangkan return ekspektasi adalah return yang diharapkan terjadi di masa yang akan datang. Masing-masing dari kedua jenis return tersebut di atas dapat diukur dengan berbagai macam cara atau metode. Berikut adalah cara-cara pengukuran return tersebut : 1. Return realisasi Beberapa pengukuran return realisasi yang banyak digunakan adalah return total (total return), relatif return (return relative), kumulatif return (return cumulative), return disesuaikan (adjusted return), dan rata-rata return yang terdiri dari rata-rata aritmatika (arithmetic mean) dan rata-rata geometrik (geometric mean). a. Return Total Return total merupakan return keseluruhan dari suatu investasi dalam suatu periode tertentu. Return total terdiri dari capital gain (loss) dan yield. Capital gain merupakan selisih dari harga investasi sekarang relatif dengan harga periode yang lalu. Sedangkan yield adalah persentase penerimaan kas periodik terhadap harga investasi tertentu dari suatu investasi. Secara matematis, return total dirumuskan sebagai berikut : Return total
= Capital Gain (Loss) + Yield
keterangan : Capital Gain ( Loss ) =
Pt − Pt −1 Pt −1
dan, Dt Pt −1 Keterangan:
Yield =
Pt
= Harga saham periode ke – t
Pt-1
= Harga saham periode ke – t-1
Dt
= Dividen periodik yang dibagikan untuk periode ke – t
b. Relatif Return Return total di atas dapat bernilai negatif atau positif. Kadangkala, untuk perhitungan tertentu, misalnya rata-rata geometrik yang menggunakan
43
perhitungan pengakaran dibutuhkan suatu return yang harus bernilai positif. Untuk itu, relatif return dapat digunakan, yaitu dengan menambah nilai 1 (satu) terhadap nilai return total sebagai berikut : Relatif return =
Pt − Pt − 1 + dt Pt − 1
c. Kumulaitf Return Return total di atas mengukur perubahan kemakmuran, yaitu perubahan dari saham dan pendapatan deviden yang diterima. Perubahan kemakmuran tersebut menunjukan penambahan kekayaan dibandingkan dengan kekayaan sebelumnya. Namun, return total tersebut hanya mengukur perubahan kemakmuran pada saat waktu tertentu saja tidak mengukur total dari kemakmuran yang dimiliki atau telah berhasil didapatkan dari investasi tersebut. Untuk itu, kumulatif return digunakan untuk mengukur indeks kemakmuran kumulatif / IKK (cumulative wealth index), yang mana IKK ini dapat mengukur akumulasi semua return dari kemakmuran awal (KK0) sampai dengan terakhir. Secara matematis IKK dinotasikan sebagai berikut :
IKK
=
KK0 (1+R1) (1+R2)…..(1+Rn)
Keterangan : IKK
= Indeks kemakmuran kumulatif dari periode pertama s.d periode ke – n
KK0
= kekayaan awal, biasanya digunakan nilai Rp. 1
Rt
= Return periode ke-t, mulai dari awal periode (t=1) s.d akhir periode (t=n)
d. Return yang Disesuaikan Return yang dibahas sebelumnya adalah return nominal (nominal return) yang hanya mengukur perubajan nilai uang tetapi tidak mempertimbangkan tingkat daya beli dari nilai uang tersebut. Untuk mempertimbangkan hal ini, maka menurut beberapa peneliti, return nominal tersebut perlu disesuaikan dengan tingkat inflasi yang ada. Return ini disebut dengan return riil (real return) atau return yang sisesuaikan dengan infalsi (inflation adjusted return), yang mana secara sistematis dinotasikan sebagai berikut :
44
Rµ =
(1 + R )
1 + IF Keterangan :
Rµ = Return disesuaikan dengan tingkat inflasi R = Return nominal IF = Tingkat inflasi e. Rata-rata Geometrik Rata-rata geometric (geometric mean) banyak digunakan untuk menghitung rata-rata return beberapa periode,misalnya untuk menghitung rata-rata return beberapa periode, misalnya untuk menghitung return mingguan, atau return bulanan, yang mana dihitung berdasarkan rata-rata geometrik dari returnreturn harian. Untuk perhitungan return seperti ini, rata-rata geometrik. Lebih tepat digunakan dibandingkan jika menggunakan metode rata-rata aritmatik biasa, karena rata-rata geometirk memperhatikan pertumbuhan return suatu surat berharga (saham, obligasi, dll) dari waktu ke waktu, sedangkan rata-rata aritmetik biasa (arithmetic mean), tidak. Rata-rata geometrik ini secara metematis dirumuskan sebagai berikut : RG
= [(1+R1)] (1+R2)…..(1+Rn)]1/n
Keterangan : RG
= Rata-rata geometrik
R1,2,…..n = Return untuk periode ke 1,2,…,n atau R; dimana R1 =
Pt − Pt −1 Pt −1
n = jumlah periode return
f.
Rata-rata Aritmatik Seperti telah disebutkan di atas, bahwa rata-rata aritmatika tidak memperhatikan tingkat pertumbuhan kumulatif return dari waktu ke waktu, sehingga jarang digunakan untuk mengukur return. Rata-rata aritmatika dirumuskan sebagai berikut :
45
(1 + R1 )(1 + R2 ) ...... (1 + Rn ) RA = n Keterangan : RA
= Rata-rata aritmatika
R1,2,…..n
= Return untuk periode ke-1,2,….n atau R
n
= jumlah periode return
2. Return Ekspektasi Return ekspektasi (expected return) merupakan salah satu jenis return yang juga digunakan untuk pengambilan keputusan investasi. Return ini dapat dihitung berdasarkan beberapa cara, antara lain : a. Berdasarkan nilai ekspektasi masa depan Return ekspektasi cara ini dihitung dengan metode nilai ekspektasi (expected value), yaitu mengalikan masing-masing hasil masa depan (outcome) dengan probabilitas kejadiannya dan menjumlah semua produk perkalian tersebut. Secara matematis, return ekspektasi ini dapat dirumuskan sebagai berikut : n
E ( Ri ) = ∑ ( Ri − Pi ) f =1
Keterangan : E (Ri)
= Return ekspektasi sekuritas ke – I
Ri
= Hasil masa depan ke – j untuk sekuritas ke – I
Pi
= Probabilitas hasil masa depan ke – j untuk sekuritas ke – I
N
= Jumlah dari hasil masa depan
b. Berdasarkan nilai-nilai return historis Kenyataannya, menghitung hasil masa depan dan probabilitasnya merupakan hal yang tidak mudah dan bersifat subyektif. Akibat dari perkiraan yang subyektif. Akibat dari perkiraan yang subyektif ini, ketidakakuratan ini, data historis dapat digunakan sebagai dasar ekspektasi. Tiga metode dapat diterapkan untuk menghitung return ekspektasi ini, yaitu metode rata-rata
46
(mean method), metode tren (trend method), dan metode jalan acak (random walk method).metode mana yang terbaik, tergantung dari distribusi data return-nya. Jika distribusi data return mempunyai pola tren, maka metode tren mungkin lebih baik untuk digunakan. Sebaliknya, bila distribusi data returnnya tidak mempunyai pola atau acak, maka meyode rata-rata atau random walk akan menghasilkan return ekspektasi lebih cepat. c. Berdasarkan model untuk menghitung return ekspektasi yang ada Model-model untuk menghitung return ekspektasi sangat dibutuhkan. Sayangnya, tidak banyak model yang tersedia. Model yang tersedia dan popular serta banyak digunakan adalah single index model dan model CAPM. Namun, hal tersebut tidak akan dibahas dalam penelitian ini, serta merupakan suatu pokok bahasan khusus dan tersendiri.
2.4.2.1 Return yang Digunakan dalam Penelitian ini Return yang digunakan dalam penelitian ini adalah return yang didapat dari investasi dalam bentuk sekuritas atau saham, yang akan dihitung dengan ratarata geometrik. Metode ini digunakan karena rata-rata geometrik (geometric mean) banyak digunakan untuk menghitung rata-rata return beberapa periode, yang mana dihitung berdasarkan rata-rata geometrik dari return-return harian. Untuk penghitungan return seperti ini, rata-rata geometrik lebih tepat digunakan dibandingkan jika menggunakan metode rata-rata aritmetik biasa, karena rata-rata geometrik memperhatikan pertumbuhan return suatu surat berharga (saham, obligasi, dll) dari waktu ke waktu.
2.5 Risiko Hanya menghitung
return saja untuk suatu investasi tidaklah cukup.
Risiko dari investasi tersebut juga perlu diperhitungkan. Return dan risiko merupakan dua hal yang tidak terpisahkan, karena pertimbangan suatu investasi merupakan trade-off dari kedua faktor ini. Return dan risiko mempunyai hubungan yang positif, dimana semakin besar risiko yang harus ditanggung, semakin besar pula return yang harus dikompensasikan.
47
Pengertian risiko Telah dibahas mengenai return di atas, yang mana merupakan hasil yang didapatkan dari suatu investasi dalam bentuk sekuritas. Namun, pada dunia nyata yang penuh dengan ketidakpastian (uncertainty) ini, ada kemungkinan bahwa return tersebut di atas kita peroleh tidak sebesar yang diharapkan atau bahkan tidak kita peroleh sama sekali. Hal ini disebut dengan risiko, yaitu suatu kemungkinan dimana return actual yang diterima menyimpang dari harapan semula. Dalam bukunya, Van Horne (2002;40) mendefinisikan risiko sebagai berikut : “Risk is defined securities is generally associated with the possibility that realized return will be less than the returns that were expected”. Dari uraian di atas, dapat kita ketahui bahwa risiko merupakan penyimpangan atau deviasi dari outcome yang diterima dengan yang diekspektasi karena adanya uncertainty.
Jenis Risiko Dalam berbagai literatur mengenai manajemen keuangan atau analisis portofolio, umumnya ada dua jenis risiko, yaitu risiko sistematis (systematic risk) dan risiko tidak sistemstis (unsystematic risk). Kedua jenis risiko ini terdapat dalam setiap aktivitas investasi saham, baik pada investasi dalam bentuk aktiva tunggal (satu jenis sekuritas), maupun pada investasi dalam bentuk portofolio. Risiko sistematis dijabarkan sebagai porsi dari total variabilitas return yang disebabkan oleh faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi harga semua saham yang ada di pasar modal. Perubahan atau peristiwa ekonomi, politik, dan sosial adalah sumber dari penyebab terjadinya risiko sistematis. Peristiwa tersebut di atas mempengaruhi semua industri yang ada dan sifatnya tidak unik, sehingga pengaruhnya menyebabkan harga semua saham individual di pasar modal akan bergerak bersama-sama dalam perilaku yang sama. Risiko sistematik ini lazim juga disebut sebagai risiko umum (general risk) atau risiko yang tidak dapat
48
didiversifikaiskan (non-diversifable risk). Risiko ini merupakan bagian dari risiko sekuritas yang tidak dapat dihilangkan atau non-diversifible risk ini antara lain adalah: a. Risiko Pasar (Market Risk) Risiko pasar adalah variabilitas dalam return yang disebabkan perubahan mendasar dari ekspektasi investor dan reaksi investor terhadap peristiwaperistiwa yang tangible maupun yang intangible. Harga saham secara umum dapat saja berfluktuasi secara tajam dalam jangkka waktu yang pendek, walaupun pendapatan/laba perusahaan tidak berubah. Penyebab dari peristiwa tersebut utamanya dikarenakan oleh adanya perubahan sikap dari para investor terhadap ekuitas secara umum, atau terhadap beberapa kelompok saham tertentu secara khusus. b. Risiko Tingkat Bunga (Interest-Rate Risk) Risiko tingkat bungan adalah ketidakpastian nilai pasar di masa yang akan datang (future market value) dan ketidakpastian ukuran penghasilan di masa yang akan datang (future income), yang disebabkan oleh fluktuasi dalam tingkat bungan umum. c. Risiko Daya Beli (Purchasing Power Risk) Risiko daya beli adalah ketidakpastian atas kemampuan membeli masyarakat sebagai akibat adanya suatu kondisi inflasi yang mempengaruhi daya bali masyarakat. Selain risiko sistematis seperti yang telah diuraikan di atas, dalam suat aktivitas investasi dalam bentuk sekuritas, juga terdapat risiko tidak sistematis (unsystematic risk). Risiko tidak sistematis ini adalah porsi dari total risiko yang unik dari suatu perusahaan/industri. Risiko tidak sistematis ini lazim juga disebut sebagai risiko perusahaan (company risk) atau risiko yang khusus (spesific risk) atau risiko yang inik (uniquer risk) atau risiko yang dapat didersifikasikan (diversifable risk). Risiko ini merupakan bagian dari risiko sekuritas yang dapat dihilangkan dengan membentuk portofolio yang well-diversifed. Risiko ini
49
merupakan hasil peristiwa-peristiwa yang dapat dikendalikan (controllable), serta cenderung unik untuk suatu perusahaan/industri, misalnya pemogokan buruh, kemampuan manajemen, tuntutan oleh pihak lain, penelitian yang tidak berhasil, perubahan selera/preferansi konsumen. Karena sifatnya yang unik untuk setiap perusahaan, maka hal buruk yang terjadi di suatu perusahaan/industri dapat diimbangi dengan hal buruk yang terjadi di suatu perusahaan/industri lainnya. Jadi, resiko ini dapat didiversivikasi didalam portofolio, dan bahkan dengan diversivikasi yang baik risiko ini dapat dihilangkan sama sekali. Jenis-jenis risiko tidak sistematis atau diversifiable risk ini diantaranya adalah : 1. Risiko Bisnis (Business Risk) Risiko bisnis adalah sebuah kondisi fungsi operasi yang dihadapi oleh perusahaan dimana variabilitasnya menyuntik laba operasi dan dividen ekspektasi. Risiko bisnis ini dapat diukur dengan mencari tingkat variasi dari tren yang diharapkan. 2. Risiko Keuangan (Finansial Risk) Risiko keuangan berhubungan dengan cara suatu perusahaan dalam membiayai aktivitas pendanaannya (financing). Risiko ini biasanya melihat pada sturktur modal suatu perusahaan. Risiko total (Total Risk) merupakan penjumlahan dari systematic dan unsystematic risks atau antara diversifiable dan non-diversifiable, yang dapat dituliskan dalam bentuk berikut ini :
Total Risk
= Unsystematic Risk + Systematic Risk = Diversifiable Risk + Non-diversifiable Risk
50
Pengukuran Resiko Metode pengukuran risiko yang paling banyak digunakan dalam praktik adalah deviasi standar (standard deviation) dan beta (β). Berikut adalah uraiannya: a. Standard Deviation (σ) Deviasi standar mengukur absolut penyimpangan niali-nilai yang sudah terjadi dengan nilai ekspektasinya. Risiko yang diukur dengan ukuran ini mengukur risiko dari beberapa besar niali tiap-tiap item menyimpang dari rataratanya atau mengukur varian dari niali-nilai return sekuritas tersebut. Deviasi standar ini bisa digunakan untuk menghitung risiko investasi dalam bentuk sekuritas tunggal maupun portofolio, baik untuk risiko yang berhubungan dengan return realisasi maupun return ekspektsi. Secara matematis, deviasi tandar ini dinotasikan sebagai berikut :
SD = E [(Xi-E(Xi)]
Keterangan : SD
= Standard Deviation (σ)
Xi
= Return periode ke-I
E(Xi) = Nilai return ekspektasi atau return rata-rata n
= Jumlah periode yang diobservasi Jika standar ini dikuadratkan, maka disebut sebagai variance, yang mana
juga digunakan pada saat pengukuran risiko investasi dalam bentuk portofolio. Varian return portofolio yang merupakan risiko portofolio dapat ditulis sebagai berikut :
Var (Rp) = σ² = E [(Rp-E(Rp)]²
b. Beta (β) Dalam buku Fischer dan Jordan (security analysis and portofolio management), dikemukakan bahwa dengan memilih secara hati-hati beberapa
51
sekuritas dalam suatu portofolio, disversifiable risk hampir seluruhnya dapat dieliminasi. Hal ini disebabkan para investor mampu mengakses informasi mengenai peristiwa-peristiwa unik yang berkaitan dengan perusahaan yang bersangkutan. Jadi, diversifiable risk dapat dihilangkan dengan melakukan diversifikasi karena dapat meminimumkan risiko tanpa mengurangi return yang diterima. Sebaliknya, non-diversifiable risk atau systematic risk tidak dapat dihindari dan setiap sekuritas memiliki tingkat non-diversifiable risk tersendiri yang diukur dengan koefisien Beta (β). Menurut Jogiyanto (2993;265), pengertian Beta adalah : “Beta merupakan suatu penngukuran volatilitas (volatility) return suatu sekuritas atau risiko portofolio terhadap retur pasar. Beta sekuritas ke-I mengukur volatilitas return portofolio dengan return pasar. Volatilitas atau portofolio dalam suatu periode waktu tertentu. Jadi,Beta merupakan pengukuran risiko sistematis (systematic risk) dari suatu sekuritas atau portofolio terhadap risiko pasar”. Jika fluktuasi return-return sekuritas secara statistik mengikuti fluktuasi dari return-return pasar, maka Beta dari sekuritas tersebut dikatakan bernilai 1. Beta sama dengan 1 juga menunjukan jika return pasar bergerak naik (turun), return sekuritas akan berubah juga sebesar X%. mengetahui Beta suatu sekuritas merupakan hal yang penting untuk menganalisis sekuritas tersebut, karena Beta suatu sekuritas menunjukan risiko sistematisnya yang tidak dapat dihilangkan dengan diversifikasi. Beta suatu sekuritas dapat dihitung berdasarkan data histories ini selanjutnya dapat digunakan untuk mengestimasi Beta masa mendatang. Bukti-bukti empiris menunjukan bahwa Beta histories mampu menyediakan informasi tentang Beta masa depan (Elton dan Gruber;1994). Beta historis dapat dihitung dengan menggunakan data historis berupa data pasar (return-return sekuritas dan return pasar), data akuntansi (laba-laba perusahaan dan indeks laba pasar) atau data fundamental (menggunakan variebel-variabel fundamental). Beta yang dihitunng dengan data pasar disebut dengan beta pasar. Beta yang dihitung dengan data akuntansi disebut dengan Beta Akuntansi. Sedangkan, Beta yang dihitung dengan data fundamental disebut dengan Beta Fundamental. Berikut adalah uraian mengenai ketiga jenis Beta tersebut :
52
1. Beta Pasar Beta pasar dapat diestimasi denga mengumpulkan nilai-nilai historis return dari suatu sekuritas dan return dari pasar selama periode tertentu, misalnya selama 60 bulan untuk return bulanan atau 200 hari untuk return harian. Dengan asumsi bahwa hubungan antara return-return sekuritas dan return-return pasar adalah linier, maka Beta dapat diestimasi secara manual dengan memplot garis diantara titik-titik return ataupun dengan memplot garis diantara titik-titik return ataupun dengan teknik regresi. Bila dilakukan dengan memplot garis diantara titik-titik return, maka Beta dihitung secara manual, yaitu dengan menggunakan diagram tersebar (scatter diagram), dimana Beta historis untuk suatu sekuritas dihitung berdasarkan slope dari garis lurus yang ditarik diantara titik-titik yang menunjukan hubungan antara return suatu sekuritas dengan return pasar untuk tiap-tiap periode yang sama (misalnya, bulanan). Sedangkan jika menggunakan teknik regresi, penghitungan Beta ini dilakukan dengan menggunakan returnreturn sekuritas sebagai variabel dependen (Y) dan return pasar sebagai variabel independen (X). persamaan regersi yang didapatkan dari data series ini akan menghasilkan koefisien Beta yang diasumsikan stabil dari waktu ke waktu selama masa periode observasi. Jika Beta sifatnya adalah stabil,semakin lama periode observasi yang digunakan di persamaaan regresi, semakin baik hasil dari Beta, karena kesalahan pengukurannya semakin lebih kecil. Akan tetapi, bila periode observasi terlalu lama, maka anggapan Beta konstan dan stabil kurang tepat, karena sebenarnya Beta berubah dari waktu ke waktu (Jogiyanto, 2003;270). Bogue (1972) dan Gonedes (1973) menginvestasikan hal ini dan menyimpulkan bahwa untuk data return bulanan, 60 bulan merupakan periode yang optimal, Beta dapat dihitung berdasarkan persamaan regresi sebagai berikut : Ri = σi +βi . RM + εi Dari persamaan di atas, koefisien βi merupakan Beta sekuritas ke-I yang diperoleh dari teknik regresi, atau dengan rumus sebagai berikut :
53
β=
( n.∑ XY ) − ( ∑ X )( ∑ Y ) ( n.∑ X ) − ( ∑ X ) 2
2
Variabel acak ε1 pada persamaan regresi di atas menunjukan bahwa persamaan linear yang dibentuk juga mengandung kesalahan. Secara konstruksi, nilai εi ini adalah nol (nol). Namun, bukan berarti tiap-tiap observasi nilai εi adalah sama dengan 0 (nol). Untuk tiap-tiap observasi, nilai kesalahan residu, εi, menunujukan antara return observasi sesungguhnya dengan retrun estimasi yang berada di garis linier.
2. Beta Akuntansi Data akuntansi seperti misalnya laba akuntansi (accounting earning) dapat juga digunakan untuk mengestimasi Beta. Beta akuntansi ini dapat dihitung secara sama dengan Beta pasar (yang menggunakan data return), yaitu dengan mengganti data return dengan data laba akuntansi. Beta akuntansi dengan demikian dapat dihitung dengan rumus :
hi =
∑ laba, iM σ 2laba, M
Keterangan : hi
= Beta akuntansi sekuritas ke-I
σlaba,iM
= Kovarian antara laba perusahaan ke-I dengan indeks laba pasar
σ²laba,M
= Varian dari indeks laba perusahaan
Indeks laba pasar dapat dihitung berdasarkan rata-rata laba akuntansi untuk portofolio pasar. Beta akuntansi ini digunakan pertama kali oleh Brown
dan Ball (1969) yang menggunakan persamaan regresi untuk mengestimasinya. Dari hasil studi mereka terdapat kesimpulan bahwa Beta akuntansi cukup berhubungan dengan Beta pasar.
54
3. Beta Fundamental Beaver, Kettler dan Scholes (1970) mengembangkan penelitian Ball dan Brown (1969) dengan menyajikan perhitungan Beta menggunakan beberapa variabel fundamental. Variabel-veriabel yang dipilih oleh mereka merupakan variabel yang dianggap berhubungan dengan risiko, karena Beta merupakan pengukuran dari risiko. Dengan cara ini mereka mengkombinasikan karakteristik pasar dari sekuritas dengan niali-nilai fundamental perusahaaan. Variabel yang digunakan ada 6 (enam) macam, yang sebagian merupakan variabel-variabel akuntansi. Ketujuh variabel tersebut adalah : a. Devidend payout, yang mama diukur sebagai dividen yang dibayarkan dibagi dengan laba yang tersedia untuk pemegang saham umum. Lintner (1956) memberikan alasan rasional bahwa perusahaan-perusahaan enggan untuk menurunkan dividen. Jika perusahaan memotong dividen, maka akan dianggap sebagai sinyal buruk karena dianggap perusahaan membutuhkan dana. Oleh karena itu, perusahaan yang mempunyai risiko tinggi cenderung untuk membayar dividend payout lebih kecil supaya nanti tidak memotong dividen jika laba yang diperoleh turun. Jadi berdasarkan hasil pemikiran ini dapat disimpulkan bahwa ada hubungan negatif antara risiko dan devidend payout, yaitu risiko tinggi, dividend payout rendah. Karena Beta merupakan pungukuran risiko, maka dapat juga dinyatakan bahwa Beta dan dividend payout mempunyai korelasi negatif. b. Asset Growth, atau Variabel pertumbuhan aktiva, yang didefinisikan sebagai perubahan tahunan dari aktiva total. Variabel ini diprediksi mempunyai hubungan positif dengan laba. Hubungan ini tidak didukung oleh teori. c. Leverage, yang mana didefinisikan sebagai nilai buku total hutang jangka panjang dibagi dengan total aktiva. Leverage diprediksi mempunyai hubungan positif dengan Beta. Bowman (1980) menggunakan niali pasar untuk total hutang dalam menghitungkan leverage dan mendapatkan hasil yang tidak berbeda jika digunakan dengan nilai buku. d. Asset Size, yang diukur sebagai logaritma dari total aktiva.
55
Variabel ini diprediksi mempunyai hubungan yang negatif dengan risiko. Ukuran aktiva dipakai sebagai wakil pengukur (proxy) besaran perusahaan. perusahaan yang lebih besar dianggap mempunyai risiko yang lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan yang lebih kecil. Angapan ini merupakan anggapan umum (common sesnse) yang tidak didasarkan pada teori. e. Earning Variability, yang diukur dengan niali devisai standar dari PER (Price Earning Ratio) atau rasio P/E (harga saham dibagi dengan laba perusahaan). variabilitas dari laba dianggap dengan Beta adalah positif. f. Accounting Beta, yang diperoleh dari koefisien regresi dengan variabel dependen perubahan laba akuntansi dan variabel independen adalah perubahan indeks laba pasar. Karena Beta akuntansi dan Beta pasar keduanya pengukur risiko yang sama, maka diprediksi keduannya mempunyai hubungan yang positif. Walaupun variabel-variabel tersebut di atas secara umum dianggap bervariasi dengan risiko, tetapi secara teori mungkin tidak semuanya berhubungan dengan risiko. Selain itu, meskipun Beta ini secara langsung berhubungan dengan perubahan
karakteristik
perusahaan,
tetapi
variabel-variabel
karakteristik
perusahaan tersebut mempunyai efek terhadap Beta fundamental yang sama untuk semua perusahaan.
2.5.4 Risiko yang Digunakan dalam Penelitian ini Risiko yang digunakan dalam penelitian ini adalah Beta. Lebih spesifik lagi Beta pasar, karena Beta menunjukan risiko yang terdapat dalam suatu investasi (sekuritas/saham) yang mana tidak dapat dihilangkan dengan diversifikasi dan setiap sekuritas mempunyai tingkat Beta yang berbeda-beda. Selain itu, pengukuran Beta ini juga dilakukan melalui perhitungan statistik, yaitu dengan teknik regresi. Sedangkan, pemilihan Beta return pasar dikarenakan jenis Beta ini mengukur respon dari masing-masing sekuritas terhadap pergerakan pasar atau mengukur risiko sekuritas ke-I relatif terhadap risiko pasar.
56
2.5.5 Hubungan antara Return dan Resiko dengan Praktik Perataan Laba Faktor yang menjadi petimbangan utama (main concern) dari para investor melakakan analisis investasi, dalam rangka menentukan pada saham mana ia akan menginvestasikan uangnya, adalah kinerja dari saham-saham yang bersangkutan. Analisis terhadap kinerja saham ini dilakukan dengan mengukur tingkat return saham-saham tersebut. Dalam melakukan analisis terhadap kinerja saham tersebit di atas, investor cenderung memusatkan perhatiaanya pada laba (sesuai dengan FASB SFAC No.1), karena informasi laba perusahaan dapat membantu dalam mengestimasi kemampuan laba yang representatif dalam jangka panjang, memprediksi laba, serta menaksir risiko dalam investasi yang dilakukan atau akan dilakukan. Umumnya preferensi investor adalah melakukan investasi dalam saham perusahaan-perusahaan yang memiliki pertumbuhan laba tidak fluktuatif atau tidak terlalu bervariasi, karena menurut para investor tersebut, laba yang tingkat pertumbuhannya stabil (smooth income) merefleksikan bahwa perusahaan tersebut memiliki risiko yang rendah (Foster;1986) atau paling tidak, risiko yang wajar dan beroperasi memberikan return yang stabil. Kebanyakan investor kurang menyukai perusahaan yang memiliki pertumbuhan laba yang fluktuatif atau variasi labanya tinggi, karena selain menyulitkan investor tersebut dalam melakukan prediksi atas laba (earnings power) perusahaan dimaksud, fluktuasi laba juga mencerminkan ketidakpastian, sehingga meningkatkan risiko. Perilaku investor ini cukup rasional mengingat pada umumnya investor menghindari risiko (risk averse), terlebih dengan adanya pengalaman krisis ekonomi yang pernah melanda Indonesia secara berkepanjangan, yang mana telah menimbulkan trauma bagi para investor. Berdasarkan
hal
tersebut
di
atas,
manajemen
perusahaan
publik/perusahaan investee (emiten) terdorong untuk melakukan manajemen atas laba (earnings management) melalui praktik perataan laba (income smoothing), yaitu dengan mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan perusahaan, sehingga perusahaan nampak memperoleh tingkat laba yang stabil, karena informasi laba dengan tingkat pertumbuhan yang stabil (smooth income) tersebut mencerminkan
57
perusahaan investee (emiten) yang bersangkutan memiliki risiko sistematis (beta) yang rendah atau risiko pada tingkat yang dipandang wajar di mata para investor serta memiliki tingkat return yang stabil dibandingkan dengan perusahaan yang tidak melakukan praktik pertaan laba, sehingga menarik bagi para investor/calon investor tadi untuk berinvestasi dalam saham perusahaan investee tersebut.