BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Mekanisme Koping Kemampuan koping diperlukan oleh setiap manusia untuk mampu bertahan hidup didalam lingkungan yang selalu berubah dengan cepat. Koping merupakan proses pemecahan masalah dimana seseorang mempergunakannya untuk mengelola kondisi stres. Dengan adanya penyebab stres (stresor) orang akan secara sadar atau tidak sadar bereaksi untuk mengatasi masalah tersebut (Smeltzer, Suzanne dan Brenda, 2000). Dalam keperawatan konsep koping sangat penting karena semua pasien mengalami stres, sehingga sangat perlu kemampuan untuk dapat mengatasinya dan kemampuan koping untuk adaptasi terhadap stres yang merupakan faktor penentu yang penting dalam kesejahteraan manusia (Yasmin asih, 1999). Berikut ini akan disampaikan tentang konsep koping. 1. Pengertian Menurut Lazarus koping terdiri atas usaha kognitif dan perilaku yang dilakukan untuk mengatur hubungan keluar (external) dan kedalam (internal) tertentu yang membatasi sumber seseorang. Koping ini berubah adaptif (efektif) dan maladaptif (inefektif) (Wiscar dan Sandra, 1995).
7
Mekanisme koping adalah cara yang dilakukan oleh individu dalam menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri terhadap perubahan, respon terhadap situasi yang mengancam. Upaya individu ini dapat berupa kognitif, perubahan perilaku dan perubahan lingkungan yang bertujuan menyelesaikan stres yang dihadapi ( Kelliat, 1998). 2. Sumber koping Menurut Wiscar and Sandra (1995), sumber koping terdiri atas 2 faktor yaitu faktor dari dalam (internal) dan faktor dari luar (external) yaitu : a.
Faktor internal meliputi : kesehatan dan energi, sistem
kepercayaan seseorang termasuk kepercayaan eksistensial (iman, kepercayaan, agama), komitmen atau tujuan hidup, perasaan seseorang seperti harga diri, kontrol dan kemahiran, ketrampilan, pemecahan masalah, ketrampilan sosial. b.
Faktor external meliputi : dukungan sosial dan sumber
material. Menyadur dari Cobb dukungan sosial sebagai rasa memiliki rasa informasi terhadap seseorang atau lebih dengan 3 kategori yaitu : dukungan emosi dimana seseorang merasa dicintai; dukungan harga diri berupa pengakuan dari orang lain akan kemampuan yang dimiliki; perasaan memiliki dalam sebuah kelompok.
8
3. Jenis dan strategi koping a.
Lazarus, mengemukakan 2 jenis proses koping yaitu berfokus emosi dan berfokus pada masalah. Fokus emosi ini digunakan untuk mengatur respon emosi terhadap stres. Penyatuannya melalui
perilaku
individu,
bagaimana
menghilangkan
fakta – fakta yang tidak menyenangkan dengan srategi kognitif. Metode ini dipakai jika individu merasa tidak mampu mengubah kondisi yang membuat stres. Sedangkan koping yang berfokus pada masalah adalah koping yang digunakan untuk mengurangi stresor individu, mengatasi dan mempelajari cara – cara baru atau ketrampilan baru. Individu akan menggunakan strategi ini bila dirinya dapat mengubah situasi (Smeltzer, Suzanne, dan Brenda, 2000). b.
Bell, membagi koping menjadi 2 yaitu koping jangka pendek dan koping jangka panjang. Koping jangka pendek mempunyai ciri yaitu : penyelesaian masalah cepat dan hanya bersifat sementara namun bersifat merusak, sedangkan koping jangka panjang bersifat konstruktif dan realistis (Pilletry, 1999).
c.
Shafer, mengemukakan 3 pendekatan koping yaitu : mengganggu stressor, adaptasi terhadap stres, menghindari stressor (Taylor dan Carol, 1997).
9
4. Faktor – faktor yang mempengaruhi mekanisme koping Mekanisme koping seseorang dipengaruhi oleh faktor – faktor diantaranya : peran dan hubungannya, gizi dan metabolisme, tidur dan istirahat, rasa aman dan nyaman, pengalaman masa lalu, tingkat pengetahuan seseorang, dan lingkungan tempat tinggal (Taylor dan Carol, 1997). 5. Karakteristik mekanisme koping Menurut Stuart dan Sundeen (1998), rentang respon mekanisme koping dapat digambarkan sebagai berikut : Adaptif
Maladaptif
Kurang Adaptif Jadi karakterisistik mekanisme koping adalah sebagai berikut : a. Adaptif jika memenuhi kriteria sebagai berikut : 1)
Masih mampu mengontrol emosi pada dirinya
2)
Memiliki kewaspadaan yang tinggi, lebih perhatian
pada masalah 3)
Memiliki persepsi yang luas
4)
Dapat menerima dukungan dari orang lain
b. Kurang adaptif jika memenuhi kriteria sebagai berikut : 1)
Memiliki perasaan yang takut terhadap apa yang terjadi
pada dirinya
10
2)
Memiliki perasaan malu terhadap keadaan pada dirinya
sendiri 3)
Memiliki pikiran yang tidak adekuat atau mispersepsi
c. Maladaptif jika memenuhi kriteria sebagai berikut : 1)
Tidak mampu berfikir apa – apa atau disorientasi
2)
Tidak mampu menyelesaikan masalah
3)
Perilakunya cenderung merusak
Menurut National Safety Council (2004), strategi koping yang berhasil mengatasi stres harus memiliki 4 komponen yaitu : a. Peningkatan kesadaran terhadap masalah : fokus obyektif yang jelas dan prespektif yang utuh terhadap situasi yang tengah berlangsung. b. Pengolahan informasi : situasi pendekatan yang mengharuskan anda mengalihkan persepsi sehingga ancaman dapat diredam. Pengolahan informasi juga meliputi pengumpulan informasi dan pengkajian semua sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah. c. Pengubahan perilaku : tindakan yang dipilih secara sadar yang dilakukan bersama sikap yang positif, dapat meminimalkan atau menghilangkan stresor. d. Resolusi damai : suatu perasaan bahwa situasi telah berhasil diatasi.
11
B. Tingkat Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan merupakan hasil tahu dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan
terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui panca indra manusia yakni melalui indra penglihatan, penciuman, rasa, raba. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain
sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoadmojdo, 2003). Pengetahuan mencakup ingatan yang pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan, hal tersebut meliputi fakta, kaidah, dan prinsip serta metode yang diketahui. Pengetahuan yang disimpan dalam ingatan akan digali pada saat yang dibutuhkan melalui bentuk mengingat atau mengenal kembali. Menurut Notoadmodjo (2003), yang mengutip dari Bloom tingkatan pengetahuan didalam domain kognitif meliputi : 1. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari. Sebelumnya termasuk kedalam pengetahuan dalam tingkat ini adalah mengingat kembali (recall). Sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari
antara
lain
mampu
menyebutkan,
menguraikan
12
mendefinisikan, dan sebagainya. Sebagai contoh dapat mendefinisikan arti penyakit kusta, mampu menyebutkan tanda dan gejala penyakit kusta, mampu menyebutkan etiologi penyakit kusta. 2. Memahami (compherensif ) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar
tentang
obyek
yang
diketahui
dan
dapat
mengintepretasikan materi tersebut dengan benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyimpulkan dan sebagainya terhadap obyek yang dipelajari. Sebagai contoh mampu menjelaskan gambaran klinis dari penyakit kusta. 3. Penerapan (aplication) Penerapan diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi nyata sebelumnya. 4. Analisis (analysa) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi suatu obyek kedalam komponen – komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5.
Sintesis (syntesa) Menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian – bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
6.
Evaluasi (evaluation)
13
Ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek penelitian – penelitian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau berdasarkan kriteria yang sudah ada. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden.
C. Penyakit Kusta 1. Definisi Penyakit kusta merupakan suatu penyakit menular menahun yang menyerang kulit dan susunan saraf tepi, sering dapat menimbulkan reaksi akut (ekserbasi) dan dapat menimbulkan cacat bila tidak diobati sewaktu penyakit dalam stadium dini (Marwali, 1990). Penyakit kusta merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh infeksi Mycobakterium Lepare (M. Leprae) yang pertama menyerang saraf tepi selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa mulut, saluran napas bagian atas, sistem retikuloendotelia, mata, otot, tulang, dan testis (FKUI, 1997). 2. Etiologi dan penularan Mycobacterium Leprae atau basil Hansen adalah kuman penyebab penyakit kusta yang ditemukan oleh sarjana dari Norwegia GH. Armauer Hansen pada tahun 1873 – 1874. Kuman ini memiliki
14
ciri sebagai berikut : tahan asam, berbentuk batang dengan ukuran 1 – 8 mikron, lebar 0,2 – 0,5 mikron, biasanya berkelompok dan ada yang satu – satu, hidup dalam sel terutama jaringan yang bersuhu dingin dan tidak dapat dikultur dalam media buatan (FKUI, 1997). Penyakit kusta merupakan penyakit menular dimana cara penularannya adalah dengan cara kulit bersentuhan secara langsung dengan penderita kusta atau melalui saluran mukosa. 3. Patogenesis Meskipun belum tahu cara masuk Mycobacterium Leprae kedalam tubuh, beberapa penelitian telah memperlihatkan bahwa yang tersering ialah melalui kulit yang lecet pada bagian tubuh yang bersuhu dingin dan pada mukosa nasal. Pengaruh Mycobakterium Leprae terhadap kulit tergantung pada faktor kekebalan (imunitas) seseorang, pengaruh kemampuan hidup Mycobacterium Leprae pada suhu tubuh yang rendah, waktu regenerasi yang lama, sifat basal yang avirulen dan nontoksis. Mycobakterium Leprae merupakan parasit obligat intra seluler yang terutama terdapat pada sel makrofag disekitar pembuluh darah superfisial pada dermis atau sel schwan di jaringan saraf. Bila basil Mycobakterium Leprae masuk kedalam tubuh, maka tubuh akan bereaksi mengeluarkan makrofag yang berasal dari sel monosit, sel mononuklear untuk memfagositnya. Akibatnya aktivitas regenerasi
15
saraf berkurang dan terjadi kerusakan saraf yang progresif (FKUI, 1997).
4. Gambaran klinis Menurut Depkes RI (1991), menjelaskan perbedaan tipe kering (pauksi basiller / PB) dan basah (multi basiller / MB) tanpa melalui klasifikasi Madrid yaitu: Tipe kering atau tipe PB 1)
Tandanya : a)
Bercak keputihan seperti panu.
b)
Bercak keputihan tersebut mati rasa.
c)
Permukaan bercak kering dan kasar.
d)
Permukaan bercak tidak berkeringat.
e)
Batas bercak jelas dan sering ada bintil - bintil kecil.
f)
Lesi kulit (makula mendatar, popul yang meninggi,
luka) : 1 – 5 lesi, warna kehitaman, distribusi tidak simetris, hilangnya sensasi yang jelas. g)
Kerusakan saraf yang menyebabkan hilangnya
sensasi adalah hanya satu cabang saraf. 2) Penyakit kusta tipe ini kurang begitu menular. 3) Pada awalnya penderita tidak terasa terganggu karena seperti panu biasa. 4) Bila tidak segera diobati maka akan timbul kecacatan.
16
b.
Tipe basah atau tipe MB 1)
Tandanya : a) Bercak putih kemerahan tersebar diseluruh kulit badan. b) Terjadi penebalan dan pembengkakan bercak. c) Pada permukaan bercak sering masih ada rasa bila disentuh dengan kapas. d) Lesi kulit (makula mendatar, popul yang meninggi, luka) : lebih dari 5 lesi, distribusi lesi simetris, hilangnya sensasi. e) Kerusakan saraf yang menyebabkan hilangnya sensasi adalah banyak cabang saraf.
2)
Penyakit kusta tipe ini sangat menular.
3)
Kalau tidak diobati akan timbul kecacatan.
5. Diagnosa Menurut Fakultas Kedoketran Universitas Indonesia (FKUI) (1997), Diagnosis penyakit kusta pada penemuan tanda gejala utama (tanda kardinal) yaitu : a. Bercak kulit yang mati rasa Bercak hipopigmentasi atau eritematosa, makula (mendatar) atau meninggi (plakat), mati rasa pada bercak bersifat total atau sebagian saja terhadap rasa sentuh, rasa suhu dan rasa nyeri.
17
b. Penebalan saraf tepi Dapat disertai rasa nyeri dan juga dapat disertai atau tanpa gangguan fungsi saraf yang terkena yaitu : 1) Gangguan fungsi sensasi : mati rasa. 2) Gangguan fungsi gerak : paresis atau paralisis ( lumpuh). 3)
Gangguan
fungsi
otonom
:
kulit
kering,
retak,
pertumbuhan rambut yang terganggu, penurunan tajam penglihatan, rambut rontok (alopesia). c. Ditemukan basil tahan asam dari hapusan kulit, biopsi kulit atau syaraf Untuk menegakkan penyakit kusta paling sedikit harus ditemukan satu gejala utama (tanda kardinal), jika tidak atau belum dapat ditemukan, maka kita hanya dapat mengatakan tersangka kusta dan penderita perlu diamati dan diperiksa ulang setelah 3 – 6 bulan sampai kusta dapat ditegakkan. 6. Masalah atau dampak dari penyakit kusta Menurut Depkes RI (1990), penyakit kusta dapat menimbulkan berbagai masalah yaitu : a. Masalah terhadap diri penderita kusta 1)
Merasa rendah diri.
2)
Merasa tertekan batin (takut terhadap penyakit dan terjadi kecacatan).
18
3)
Takut menghadapi keluarga dan masyarakat karena sikap dan penerimaan keluarga dan masyarakat kurang wajar.
4)
Cenderung untuk hidup menyendiri.
5)
Minder (apatis).
6)
Kehilangan peran didalam masyarakat.
7)
Ingin bunuh diri.
8)
Kehilangan mata pencaharian.
b. Masalah terhadap keluarga penderita
c.
d.
1)
Panik.
2)
Cari pertolongan kedukun.
3)
Takut akan ketularan penyakit tersebut sehingga diusir.
4)
Takut diasingkan dari masyarakat sekitar.
5)
Mengalami trauma psikis dan masalah sosial ekonomi.
Masalah terhadap masyarakat 1)
Merasa jijik, ngeri, takut terhadap penderita kusta.
2)
Menjauhi penderita dan keluarganya.
3)
Takut dan ingin menyingkirkan penderita.
4)
Merasa terganggu.
5)
Mendorong agar penderita dan keluarga diisolasi.
Masalah terhadap bangsa dan negara Sebagai akibat dari hal – hal tersebut diatas, maka terhadap kehidupan negara dan bangsa dalam berbagai bidang mengalami pengaruh yang cukup kompleks. Oleh karena masalah – masalah
19
tersebut mengakibatkan penderita menjadi tuna sosial, tuna wisma, tuna karya, dan cenderung melakukan kejahatan atau gangguan dilingkungan masyarakat terbuka.
D. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Penyakit Kusta Terhadap Mekanisme Koping Yang Digunakan Penderita Kusta. Penyakit kusta dapat menimbulkan kerugian baik dari segi fisik maupun dari segi psikis. Secara fisik pasien akan mengalami kecacatan dan penurunan fungsi, sedangkan dari segi psikis pasien akan mengalami stres karena dikucilkan dan diusir oleh masyarakat. Untuk itu pasien harus tahu bagaimana caranya mengatasi masalah (mekanisme koping) dengan efektif. Mekanisme koping baik yang efektif (adaptif), kurang efektif maupun yang inefektif (maladaptif) salah satunya ditentukan oleh tingkat pengetahuan seseorang (Taylor dan Carol, 1997). Tingkat pengetahuan dan intelegensi seseorang merupakan salah satu sumber koping dalam mengatasi masalah dengan menggunakan cara yang berbeda, akhirnya sumber koping seseorang juga termasuk kekuatan identitas ego, jaringan sosial, keseimbangan cultural, menstabilkan sistem kepercayaan dan berorientasi pada pencegahan terhadap penyakit (Stuart dan Sundeen, 2001). Kemampuan seseorang untuk mendapatkan pengetahuan dan keahlian baru mungkin dapat membantu pasien dalam mengatasi masalah (mekanisme koping) yang sedang dihadapi, sehingga pasien tidak terlarut
20
dalam kesedihan yang sedang dialami, selain itu mekanisme koping juga dipengaruhi oleh lamanya tempat tinggal seseorang (Potter, 1998).
E.
Kerangka Teori Sumber koping a. Status ekonomi b. Kemampuan dan keahlian c. Teknik yang digunakan d. Tingkat pengetahuan e. Lamanya tempat tinggal
Faktor predisposisi Faktorstres presipitasi stres a. Biologi a. b. Alami Psikologi b. stres c. Sumber Sosial kultural c. waktu
Stres
Faktor yang mempengaruhi Peran dan hubungan Gizi dan metabolisme Tidur dan istirahat Rasa aman dankoping aman Mekanisme Pengalaman masa yang digunakanlalu Tingkat pengetahuan Pasien penyakit kusta g. Lingkungan tempat tinggal
Gambar 1 Kerangka Teori (Sumber diambil dari Stuart dan Sundeen, 1991)
F.
Kerangka Konsep V. Independen Tingkat Pengetahuan Pasien tentang penyakit kusta
V. Dependen
21
Mekanisme Koping
Gambar 2 Kerangka Konsep
G.
Variabel Penelitian
Variabel penelitian terbagi menjadi 2 yaitu : a)
Variabel dependen (terikat)
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah mekanisme koping. b)
Variabel independen (bebas)
Variabel independen dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan pasien tentang penyakit kusta. H.
Hipotesis
Ada hubungan antara tingkat pengetahuan pasien tentang penyakit kusta terhadap mekanisme koping yang digunakan penderita kusta.
22