BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sumber Daya Manusia Kehutanan Sumber daya manusia adalah seluruh kemampuan atau potensi penduduk yang berada di dalam suatu wilayah tertentu beserta karakteristik atau ciri demografis, sosial maupun ekonominya yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembangunan. Dalam teori ekonomi mikro, sumber daya manusia dianggap sebagai faktor produksi langsung, tetapi saat sekarang ini sumber daya manusia juga dapat berperan sebagai faktor penunjang atau penghambat bagi proses produksi kehutanan, atau dapat dikatakan sebagai kekuatan lingkungan. Pengalaman menunjukkan bagaimana suatu proses produksi kehutanan yang telah ditata dengan baik kemudian mengalami kegagalan akibat gangguan sumber daya manusia, seperti misalnya penyerobotan hutan untuk pertanian pangan, perladangan yang membakar hutan, penciutan areal hutan akibat pembangunan, dan sebagainya. Atas dasar peranan sumber daya manusia sebagai produsen disamping konsumsi, faktor produksi disamping faktor penunjang/penghambat, maka ruang lingkup sumber daya manusia di bidang kehutanan pada kenyataannya meliputi: 1. Aparatur Pemerintah 2. Pengusaha hutan swasta dan BUMN 3. Masyarakat sekitar hutan (regional, nasional dan internasional, laki-laki dan perempuan, dan sebagainya) (Darusman 2002). Pengarahan Menteri Kehutanan Republik Indonesia dalam Darusman (2002) menyatakan bahwa diantara enam butir stategi pelaksanaan kebijakan kehutanan, butir peningkatan kualitas sumber daya manusia menempati posisi yang cukup penting, yaitu nomor dua setelah peningkatan kualitas sumber daya alam hutan. Dalam pengembangannya tersebut, ciri utama yang harus dimiliki oleh sumber daya manusia kehutanan, terdiri atas: (1) komitmen, dedikasi, dan loyalitas terhadap organisasi, (2) wawasan hasil kerja, (3) kecakapan komunikasi, (4) kemampuan berpartisipasi, (5) rasa keterlibatan sosial, (6) kecakapan profesional,
4 (7) keterbukaan terhadap perubahan, (8) apresiasi terhadap kelebihan orang lain dan kebenaran, (9) perilaku produktif dan lainnya. 2.2. Kondisi Sumber Daya Manusia Kehutanan Sumber daya manusia di bidang kehutanan di Indonesia dapat dipilah menjadi: sumber daya manusia aparatur pemerintah, sumber daya manusia pengusaha, sumber daya manusia masyarakat sekitar hutan. Pengelolaan sumber daya manusia yang profesional akan memberikan pelatihan kepada tenaga kerja sehingga mereka belajar dan melakukan pekerjaan berdasarkan pelatihan yang telah diberikan (Ingham 1991). Para pengusaha hutan sebagai sumber daya manusia kehutanan kebanyakan masih belum profesional, baik sebagai pengusaha secara umum maupun sebagai pengusaha kehutanan. Sebagai pengusaha secara umum, masih ditemukan kasus-kasus pengusaha yang tidak memahami adanya prinsip log atau pohon marginal, tidak memahami pentingnya hutan normal bagi kesinambungan dan keseimbangan cash flow perusahaan, disamping bagi kelestarian hutannya sendiri. Machrany dalam Darusman (2002) mengemukakan permasalahan sumber daya manusia kehutanan sebagai berikut: (1) telah terjadi penurunan produktivitas tenaga kerja kehutanan dari laju pertumbuhan 1,56% pada pelita I menjadi 2,9% di Pelita IV, (2) telah terjadi underemployment di bidang kehutanan, yakni pada tahun 1988 dari 274 ribu tenaga kerja di bidang kehutanan, 59% diantaranya bekerja kurang dari 35 jam per minggu dan (3) terdapat kekurangan yang sangat besar pada kemampuan penyediaan tenaga kerja menengah dibandingkan dengan kebutuhaannya. Selain itu, para profesional kehutanan belum diberikan kesempatan untuk menerapkan/melaksanakan keprofesionalannya. Hal ini dapat dilihat secara objektif melalui empat dimensi penggunaan tenaga kerja sebagai berikut: 1. Jumlah, yakni berapa bagian posisi-posisi keprofesian kehutanan yang diisi oleh profesional kehutanan. Terdapat banyak HPH dan industri hasil hutan yang masih terlalu sedikit menempatkan profesional kehutanan di posisi-posisi yang sesuai dalam perusahaannya. 2. Kualifikasi, yakni berapa bagian posisi-posisi keprofesionalan tersebut diisi dengan kualifikasi kehutanan yang cocok/sesuai dengan pemilahan keahlian
5 sarjana/diploma kehutanan yang benar-benar dikuasainya. Seringkali para pengusaha menempatkan sarjana/diploma baru bukan pada bidang yang sesuai dengan keahliannya. 3. Profesi kehutanan (misalnya: perencanaan hutan, pembinaan hutan dan eksploitasi hutan) yang benar-benar diberikan kepada profesional kehutanan. Kejadian di lapangan yang sering terjadi adalah bidang pekerjaan yang sangat strategis dari kepentingan profesi seperti eksploitasi hutan justru tidak diberikan kepada profesional kehutanan. 4. Level pekerjaan, yakni pada sebaran level pekerjaan dari pekerjaan/ pelaksana sampai ke pimpinan/pengambil keputusan, sampai level teratas apa profesional kehutanan ditempatkan (Darusman 2002). 2.3. Pengusahaan Hutan Kegiatan pengusahaan hutan yang sebagian besar pada hutan produksi alam dilakukan dengan sistem HPH/IUPHHK yang diberikan kepada badan usaha swasta dan BUMN dengan penambahan kepemilikan saham oleh koperasi. HPH merupakan suatu kebijakan hukum yang dibuat pemerintah, terutama produk hukum yang dikeluarkan oleh jajaran instansi kehutanan. HPH sendiri selain bertujuan untuk menambah devisa negara juga bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa sekitar hutan ( Arief 2001). Kegiatan utama dalam pengusahaan hutan adalah penebangan pohon, penyaradan, pengangkutan kayu, rehabilitasi hutan bekas tebangan, pengendalian dampak lingkungan, serta pembinaan masyarakat desa sekitar hutan. Sebelum empat kegiatan ini dilaksanakan didahului dengan pelaksanaan penataan batas kawasan, pembukaan wilayah hutan dan penataan hutan menjadi blok-blok tebangan (Kartodihardjo 2006). Menurut PP no. 21 tahun 1970 dalam Salim (1997) menyatakan bahwa salah satu kewajiban pemegang izin HPH adalah wajib menaati peraturan di bidang perburuhan dan wajib mempekerjakan secukupnya tenaga ahli kehutanan yang memenuhi syarat di bidang perencanaan dan penataan hutan, pengukuran, dan pengujian kayu. Selain itu Perusahaan HPH harus mengusahakan tidak hanya sekedar pemenuhan jumlah tenaga peningkatan kualitasnya ( Dephut 1998).
teknis kehutanan, tetapi juga dalam
6 Hal ini juga diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Nomor: P.8/VI-SET/2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kewajiban Pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) untuk mempekerjakan sarjana kehutanan dan tenaga teknis pengelolaan hutan produksi lestari. Dalam pasal 2 dinyatakan bahwa Pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) pada Hutan Alam atau IUPHHK Restorasi Ekosistem pada Hutan Alam atau IUPHHK pada Hutan Tanaman Industri dalam Hutan Tanaman wajib mempekerjakan sarjana kehutanan atau tenaga teknis pengelolaan hutan produksi lestari (GANIS PHPL). Tenaga sarjana kehutanan adalah tenaga terdidik strata satu bidang kehutanan dari perguruan tinggi nasional dan atau luar negeri. Sedangkan tenaga teknis pengelolaan hutan produksi lestari (GANISPHPL) adalah tenaga teknis di bidang pengelolaaan hutan dengan kompetensi masing-masing sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.58/menhutII/2008 tentang kompetensi dan sertifikasi tenaga teknis pengelolaan hutan produksi. 2.4. Manajemen Sumber Daya Manusia Michael J. Jucius dalam Siagian (2006) mendefinisikan manajemen sumber daya manusia sebagai bagian dari manajemen yang berkaitan dengan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan terhadap fungsi mencari, mendapatkan, mengembangkan, memelihara dan menggunakan suatu angkatan kerja sebaik-baiknya sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat berjalan dengan lancar. Perencanaan sumber daya manusia harus dilakukan sedemikian rupa sehingga dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin. Manfaat yang dapat diambil dari perencanaan sumber daya manusia antara lain: (1) organisasi dapat memanfaatkan sumber daya manusia yang sudah ada dalam organisasi secara lebih baik, (2) produktivitas tenaga kerja dapat ditingkatkan melalui perencanaan sumber daya manusia, (3) perencanaan sumber daya manusia berkaitan dengan penentuan kebutuhan akan tenaga kerja di masa depan, baik dalam arti jumlah dan kualifikasi untuk mengisi berbagai jabatan dan penyelenggaraannya berbagai aktivitas baru kelak, (4) dengan perencanaan tenaga kerja akan diperoleh
7 informasi mengenai ketenagakerjaan, (5) perencanaan sumber daya manusia merupakan dasar bagi penyusunan program kerja bagi satuan kerja yang menangani sumber daya manusia dalam organisasi ( Siagian 2006). Berkaitan dengan perencanaan sumber daya manusia, Siagian ( 2006) menyatakan bahwa peningkatan produktivitas kerja seluruh tenaga kerja dalam organisasi mutlak perlu dijadikan sasaran perhatian manajemen. Peranan manajemen sangat strategis dalam peningkatan produktivitas, yaitu dengan mengkombinasikan dan mendayagunakan semua sarana produksi, menerapkan fungsi-fungsi manajemen, menciptakan sistem kerja dan pembagian kerja, menempatkan orang-orang yang tepat pada pekerjaan yang sesuai, serta menciptakan kondisi dan lingkungan kerja yang aman dan nyaman (Arfida 2003) Pengarahan Menteri Kehutanan Republik Indonesia menyatakan bahwa langkah-langkah yang harus diambil untuk mengatasi masalah struktur tenaga kerja kehutanan yang masih berupa piramida terbalik dirumuskan sebagai berikut: (1) peningkatan pendidikan menengah kehutanan, (2) pelatihan tenaga-tenaga menengah yang ada, (3) peningkatan pendidikan profesional di perguruan tinggi (Darusman 2002). Pengembangan sumber daya manusia di bidang kehutanan memerlukan sistem perencanaan tenaga kerja kehutanan terpadu, dengan cara (Gani 1991): 1. Memperkirakan kebutuhan tenaga kerja, baik tenaga kerja kehutanan yang terampil, terdidik menurut jenis, tingkat pendidikan, dan keahlian. 2. Memperkirakan penyediaan tenaga kerja terdidik, ahli, dan terampil sesuai dengan jenis dan tingkat pendidikan yang dibutuhkan. 3. Perencanaan pendidikan, baik formal maupun non formal.
8 PENINGKATAN PRODUKTIVITAS KARYAWAN PERUSAHAAN SUPRA SARANA 1. 2.
KEBIJAKSANAAN PEMERINTAH HUBUNGAN INDUSTRIAL
3. MANAJEMAN
K A R Y A W A N
1. PENDIDIKAN 2. LATIHAN 3. ETOS KERJA 4. MOTIVASI KERJA 5. SIKAP MENTAL 6. FISIK
1. KESELAMATAN DAN
PENINGKATAN PRODUKTIVITAS KARYAWAN PERRUSAHAAN
1. UPAH
KESEHATAN KERJA
2. JAMSOSTEK
2. SARANA PRODUKSI
3. KEAMANAN
3. TEKNOLOGI
LINGKUNGAN KERJA
KESEJAHTERAAN
SARANA PENUNJANG
Gambar 1 Peningkatan Produktivitas Karyawan Perusahaan (Arfida 2003) Simanjuntak
dalam
Darusman
(2002)
mengemukakan
bahwa
pengembangan sumber daya manusia perlu dilakukan melalui tiga jalur yang harus seimbang, yakni jalur pendidikan formal, latihan kerja dan pengembangan di tempat kerja. Strategi tiga jalur ini diperlukan karea keadaan lapangan kerja yang sangat beragam dan berubah cepat dari apa yang dilakukan pendidikan formal. Sementara itu, jenjang pendidikan formal tetap diperlukan untuk keteraturan jenjang karir tenaga kerja.
9 Latihan adalah semua proses untuk menambah kemampuan dan keahlian pegawai dalam mengerjakan suatu pekerjaan tertentu. Jenis-jenis latihan untuk pekerjaan operatif (bukan pimpinan) antara lain: 1. On the job training (latihan di tempat kerja). Peserta latihan biasanya bekerja dan diawasi langsung oleh mandor atau pelatih, atau karyawan senior. Melalui cara ini pengalaman kerja dapat langsung diperoleh. Dengan kata lain peserta latihan belajar melalui bekerja 2. Apprenticeship training (magang). Peserta latihan belajar pada karyawan senior di bawah pengawasan tenaga ahli. Biasanya keahlian diperoleh diperoleh dalam waktu yang relatif lama 3. Vestibule training. Suatu latihan yang memberi kesempatan kepada peserta untuk mengikuti kursus singkat pada tempat yang terpisah dari lingkungan pekerjaan, tetapi hampir mendekati keadaan pekerjaan sesungguhnya. Para peserta latihan diberi pelajaran dan tugas-tugas yang akan dilakukan nanti dalam pekerjaan sesungguhnya. Jenis-jenis latihan untuk mandor dan manajer (pimpinan) antara lain: metode konferensi, metode pemberian kuliah, rotasi jabatan, metode kasus, proses insiden, metode simulasi, dan metode latihan kepekaaan ( Sudarsono 1992). Muhammadi mengemukakan pentingnya sistem Latihan Kerja Nasional, terutama di bidang kehutanan, yang meliputi proses: standarisasi kualifikasi ketrampilan, uji ketrampilan, sertifikasi, lisensi dan akreditasi (Darusman 2002). Terdapat tujuh manfaat yang dapat diambil dari penyelenggaraan program pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia, yaitu peningkatan produktivitas organisasi, terwujudnya hubungan yang serasi antara atasan dan bawahan, proses pengambilan keputusan lebih cepat dan tepat, meningkatkan semangat kerja seluruh tenaga kerja dalam organisasi dengan komitmen organisasional yang lebih tinggi, mendorong sikap keterbukaan manajemen, memperlancar jalannya komunikasi yang efektif, dan penyelesaian konflik secara fungsional ( Siagian 2006). 2.5 Struktur Organisasi Perusahaan Organisasi adalah sistem yang yang menghubungkan sumber-sumber daya sehingga memungkinkan pencapaian tujuan atau sasaran tertentu (Flippo 1984).
10 Dalam proses pengorganisasian, manajer mengalokasikan keseluruhan sumber daya organisasi sesuai dengan rencana yang telah dibuat berdasarkan suatu kerangka kerja organisasi tersebut. Kerangka kerja organisasi tersebut disebut sebagai desain organisasi (organizational design). Bentuk spesifik dari kerangka kerja organisasi dinamakan dengan struktur organisasi (organizational structure). Struktur organisasi pada dasarnya merupakan desain organsasi dimana manajer melakukan alokasi sumber daya organisasi, terutama terkait dengan pembagian kerja dan sumber daya yang dimiliki organisasi serta bagaimana keseluruhan kerja tersebut dapat dikoordinasikan dan dikomunikasikan (Saefullah dan Sule 2008). Menurut Hasibuan (2008) suatu struktur organisasi akan memberikan informasi tentang: 1. Tipe organisasi, artinya struktur organisasi akan memberikan informasi tentang tipe organisasi yang dipergunakan perusahaan, apa line organization, line and staff organization atau functional organization. 2. Pendepartemenan organisasi, artinya struktur organisasi akan memberikan informasi mengenai dasar pendepartemenan, apakah berdasarkan fungsi-fungsi manajemen, wilayah, produksi dan lain sebagainya. 3. Kedudukan, artinya struktur organisasi memberikan informasi mengenai apakah seseorang termasuk kelompok manajerial atau karyawan operasional. 4. Jenis wewenang, artinya struktur organisasi memberikan informasi tentang wewenang yang dimiliki seseorang, apakah line authority, staff authority atau functional authority. 5. Rentang kendali, artinya struktur organisasi memberikan informasi mengenai jumlah karyawan dalam setiap departemen (bagian). 6. Manager dan bawahan, artinya struktur organisasi memberikan informasi mengenai garis perintah dan tanggung jawab, siapa atasan dan siapa bawahan. 7. Tingkatan manajer, artinya struktur organisasi memberikan informasi tentang top manager, middle manager dan lower manager. Top manager adalah pimpinan tertinggi dari suatu perusahaan, yaitu direktur utama dan dewan komisaris. Corak kegiatan top manager adalah memimpin organisasi, menentukan tujuan dan kebijakan pokok (basic policy). Middle manager adalah pimpinan menengah dari suatu perusahaan, yaitu kepala divisi, kepala
11 unit, kepala bagian, dan pimpinan cabang. Corak kegiatan middle manager adalah memimpin lower manager dan menguraikan kebijakan pokok yang dikeluarkan oleh top manager. Lower manager adalah pimpinan terendah yang secara langsung memimpin, mengarahkan dan mengawasi para karyawan pelaksanan
dalam
mengerjakan
tugas-tugasnya,
supaya
tujuan-tujuan
perusahaan tercapai. 8. Bidang perkerjaan, artinya setiap kotak dalam struktur organisasi memberikan informasi mengenai tugas dan pekerjaan serta tanggung jawab yang dilakukan pada bagian tersebut. 9. Tingkat
manajemen, artinya sebuah struktur organisasi tidak hanya
menunjukkan manajer dan bawahan secara perorangan, tetapi juga herarki manajemen secara keseluruhan. Semua karyawan yang melapor kepada orang yang sama berada pada tingkat manajemen yang sama, tidak jadi soal dimana mereka di tempatkan dalam organisasi. 10. Pimpinan organisasi, artinya struktur organisasi memberikan informasi tentang apakah pimpinan tunggal atau pimpinan kolektif atau presidium. Untuk memperlihatkan struktur organisasi, manager biasanya menyusun suatu bagan organisasi yang menggambarkan diagram fungsi-fungsi, bagian (departemen) atau jabatan dalam suatu organisasi dan menunjukkan hubungan satu dengan yang lainnya. Unit-unit organisasi yang terpisah biasanya digambarkan dalam bentuk kotak yang dikaitkan satu sama lain oleh garis-garis tebal yang menunjukkan garis komando dan saluran komunikasi yang resmi (Stoner dan Freeman 1991).