Bab II Tinjauan Pustaka
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Landasan Teori Stabilisasi tanah dengan menggunakan campuran semen diartikan sebagai
pencampuran antara tanah yang telah dihancurkan, semen dan air, sehingga kemudian dipadatkan dan menghasilkan suatu material baru yang disebut Tanah – Semen dimana kekuatan, karakteristik deformasi, daya tahan terhadap air, cuaca dan sebagainya dapat disesuaikan dengan kebutuhan untuk perkerasan jalan, pondasi bangunan dan jalan, aliran sungai dan lain-lain (Kezdi, 1979 : 108) Stabilisasi tanah dengan semen pertama kali dilakukan di Amerika pada tahun 1935 dan kemudian perkembangannya berjalan cukup pesat. Pasca perang dunia II penggunaan stabilisasi berkembang tidak terbatas baik bangunan untuk tempat tinggal ataupun bangunan pabrik akan tetapi juga digunakan untuk stabilisasi tanah dasar untuk bangunan jalan – jalan lingkuan perumahan maupun untuk fasilitas jalan raya.Untuk keperluan dinding saluran samping,kanal dan reservoir dan khususnya untuk perkebunan di Amerika. Pada saat itu stabilisasi tanahnya menggunakan semen cair atau lebih sering disebut dengan stabilisasi semen plastis yang berupa mortar. Pada umumnya ada dua cara stabilisasi tanah, yaitu dengan cara mekanis dan cara kimiawi. Stabilisasi tanah secara mekanis bertujuan untuk mendapatkan tanah yang bergradasi baik (well graded) sedemikian rupa supaya dapat memenuhi spesifikasi yang diharapkan. Pada prinsipnya stabilisasi tanah secara II - 1
Bab II Tinjauan Pustaka
mekanis dengan penambahan kekuatan dan daya dukung terhadap tanah yang ada dengan mengatur gradasi dari butir tanah yang bersangkutan dengan meningkatkan kepadatanya. Menambah dan mencampur tanah yang ada (natural soil) dengan jenis tanah yang lain sehingga mempunyai gradasi baru yang lebih baik. Yang harus diperhatikan dalam stabilisasi tanah secara mekanis adalah gradasi butir tanah yang memiliki daya ikat (binder soil) dan kadar air. Stabilisasi secara kimiawi dapat dilakukan dengan cara penambahan bahan additive, di Indonesia stabilisasi secara kimiawi dilakukan pada tanah - tanah kohesif (tanah liat) karena tanah liat ini secara ekonomis dipakai stabilizing agent. Stabilizing agent yang biasanya dapat dipergunakan adalah : 1. Kapur 2.
Semen Portland (Portland cemen)
3. Fly Ash
1. Stabilisasi tanah dengan semen Menurut Mitchell dan Freitag (1959) dapat diuraikan beberapa kategori tanah dengan semen yaitu tanah – semen normal biasanya mengandung 5 sampai 14 % pada volume semen yang umumnya telah digunakan untuk menstabilisasikan tanah dengan plastisitas rendah.
2. Stabilisasi tanah dengan kapur Stabilisasi dengan kapur akan menaikkan kekuatan, kekakuan dan tahan lama dari tanah – tanah butir halus. Penambahan kapur pada
II - 2
Bab II Tinjauan Pustaka
tanah akan menghasilkan kepadatan maksimum yang rendah dan kadar optimum yang lebih tinggi untuk tanah yang tidak diperbaiki.
3. Stabilisasi tanah dengan Fly Ash Fly ash dapat juga dipergunakan sebagai stabilizing agent, karena apabila dicampurkan dengan tanah akan terjadi reaksi pozzolonic. Pada tanah lunak kapur yang dicampur fly ash dengan perbandingan satu banding dua terbukti dapat meningkatkan daya dukung tanah.
2.1.1
Penentuan Kadar Air Optimum Untuk mengetahui kadar air yang optimum pada tanah, maka
dilakukan pengujian pemadatan proktor standar, pengujian tersebut dilakukan dengan pemadatan sampel tanah basah (pada kadar air terkontrol) dalam suatu cetakan dengan jumlah lapisan tertentu. Setiap lapisan dipadatkan dengan sejumlah tumbukan yang ditentukan dengan penumbuk dengan massa dan tinggi jatuh tertentu.
2.1.2
CBR (California Bearing Ratio) Tanah
CBR (California Bearing Ratio) adalah suatu perbandingan antara beban percobaan (testload) dengan beban standar (standard load) dan dinyatakan dalam persentase. Berdasarkan cara mendapatkan contoh tanahnya, CBR dapat dibagi menjadi :
II - 3
Bab II Tinjauan Pustaka
a. CBR lapangan (CBR inplace atau fieId CBR). Umumnya digunakan untuk perencanaan tebal perkerasan yang lapisan tanah dasamya sudah tidak akan dipadatkan lagi. Pemeriksaan dilakukan dalam kondisi kadar air tanah tinggi (musim penghujan) atau dalam kondisi terburuk yang mungkin terjadi. b. CBR lapangan rendaman (undisturbedsoaked CBR). Digunakan untuk mendapatkan besarnya nilai CBR asli di lapangan pada keadaan jenuh air dan tanah mengalami pengembangan (swelling) yang maksimum. c. CBR laboratorium / CBR rencana titik (laboratory CBR / design CBR). Tanah dasar pada konstruksi jalan baru dapat berupa tanah asli, tanah timbunan atau tanah galian yang sudah dipadatkan sampai mencapai kepadatan 95% kepadatan maksimum. Berarti nilai CBRnya adalah nilai CBR yang diperoleh dari contoh tanah yang dibuatkan mewakili keadaan tanah tersebut setelah dipadatkan, CBR ini disebut CBR laboratorium karena disiapkan di laboratorium atau disebut juga CBR rencana titik. CBR laboratorium dapat dibedakan atas 2 (dua) macam : 1) CBR laboratorium rendaman (soaked laboratory CBR / soaked design CBR). Pengujian CBR rendaman adalah pengujian yang di lakukan didalam Laboratorium mekanika tanah yang bertujuan untuk II - 4
Bab II Tinjauan Pustaka
mencari besarnya nilai CBR, dan nilai pengembangan CBR didalam keadaan jenuh air. sehingga tanah mengalami pengembangan yang maksimum. 2) CBR laboratorium tanpa rendaman (usoaked laboratory CBR / unsoaked design CBR). 2.2 Metode Penelitian Penelitian yang dilakukan di laboratorium dengan menggunakan metode eksperimen agar mengetahui efektifitas semen sebagai bahan alternative stabilisasi tanah dasar. Untuk pengujian dan pengambilan sampel akan dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah Universitas Mercu Buana.
2.3 Daya Dukung Tanah Tanah yang akan dibangun suatu konstruksi diatasnya, diharuskan mempunyai nilai daya dukung tanah yang besar. Hal ini dimaksudkan agar kekuatan tanah tidak terlampaui oleh beban yang ada diatasnya. Apabila kekuatan tanah terlampaui maka penurunan yang berlebihan akan berakibat terjadinya kerusakan struktur yang ada diatasnya. Untuk tanah lempung pembuatan konstruksi diatasnya akan selalu menimbulkan tegangan pori. Biasanya waktu yang diperlukan untuk penyusutan tegangan pori jauh lebih lama daripada waktu yang diperlukan untuk mendirikan konstruksi diatas lapisan lempung tersebut. Ini berarti kekuatan geser tanah lempung tidak akan banyak mengalami perubahan selama masa pembangunan konstruksi tersebut. II - 5
Bab II Tinjauan Pustaka
Nilai daya dukung tanah diperoleh dari hasil pengujian CBR (California Bearing Ratio), baik dari pengujian lapangan maupun hasil pengujian laboratorium. Untuk lapisan tanah dasar asli nilai CBR didapat dari uji lapangan dengan alat DCP (Dynamic Cone Penetrometer) atau dengan alat sondir. Dapat juga dilakukan pengujian di laboratorium dengan cara pengambilan contoh tanah dengan silinder (mold).
2.4 Klasifikasi Tanah Sistem Klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis tanah yang berbeda – beda tapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam kelompok – kelompok dan sub kelompok berdasarkan pemakaiannya. Klasifikasi tanah dibedakan berdasarkan tekstur dan pemakaiannya. Penjelasan lebih lanjut dapat di lihat pada uraian dibawah ini : 1. Klasifikasi Tanah Berdasarkan Tekstur Tekstur tanah adalah keadaan permukaan tanah yang bersangkutan. Tekstur tanah dipengaruhi oleh ukuran tiap – tiap butir yang ada dalam tanah. Sistem klasifikasi berdasarkan tekstur tanah dikembangkan oleh Departemen Pertanian Amerika ( USDA ). Berdasarkan system ini tanah dibagi menjadi tiga, yaitu : a. Pasir
: butiran dengan diameter 2,0 sampai dengan 0,05 mm.
b. Lanau
: butiran dengan diameter 0,05 sampai dengan 0,002 mm.
c. Lempung : butiran dengan diameter lebih kecil dari 0,002 mm. 2. Klasifikasi Tanah Berdasarkan Pemakaiannya II - 6
Bab II Tinjauan Pustaka
Sistem klasifikasi tanah berdasarkan tekstur terlalu sederhana karena hanya berdasarkan pada distribusi ukuran butirannya saja. Padahal dalam kenyataannya di lapangan jumlah dan jenis dari material lempung yang dikandung oleh tanah sangat mempengaruhi sifat fisis tanah yang bersangkutan. Oleh karena itu harus memperhitungkan sifat plastisitas tanah yang disebabkan kandungan mineral lempung untuk menafsirkan ciri – ciri suatu tanah. Tanah yang terdiri dari kumpulan butiran yang beraneka ragam. Secara umum butiran tanah dikenal dengan pasir, lanau dan lempung. Namun khusus dalam ilmu teknik sipil kerikil dimasukkan pula dalam kategori tanah. Istilah kerikil (gravel), pasir (sand), lanau (silt), atau lempung (clay) akan melekat sebagai identitas jenis tanah tergantung dari ukuran partikel paling dominan pada tanah tersebut. Ukuran butiran tanah sangat bervariasi. Untuk menggambarkan tanah berdasarkan ukuran partikel penyusunnya, beberapa organisasi telah mengembangkan batasan - batasan ukuran jenis tanah. Pada tabel 2.2 ditunjukkan batasan – batasan ukuran tanah yang telah dikembangkan oleh Massachussets Institute of Technology (MIT) , U.S Departement of Agriculture (USDA), American Association of State Highway and Transportation Officials (AASHTO) dan Unified Soil Classification System (USCS).
II - 7
Bab II Tinjauan Pustaka
Tabel 2.1 Penggolongan tanah oleh beberapa lembaga berdasarkan ukuran butir
Sumber : (Braja M. Das, 1988)
2.4.1 Sistem Klasifikasi Menurut AASHTO Sistem klasifikasi AASHTO pada umumnya dipakai oleh departemen jalan raya di semua Negara bagian di America serikat. Sistem klasifikasi ini
dikembangkan dalam tahun 1929 sebagai Public
Road
Administration Classification System. Sistem ini sudah mengalami beberapa perbaikan; versi yang saat ini berlaku adalah yang diajukan oleh Committee on Classification of Materials for Subgrade and Granular Type Road of the Highway Research Board dalam tahun 1945 (ASTM Standard no D-3282, AASHTO metode M145). Apabila sistem klasifikasi AASHTO dipakai untuk mengklasifikasi tanah , maka data hasil uji dicocokan dengan angkaangka yang diberikan dalam table 2.2
II - 8
Bab II Tinjauan Pustaka
Tabel 2.2 Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO
Klasifikasi umum klasifikasi kelompok Analisis ayakan ( % lolos ) No. 10 No. 40 No. 200 Sifat fraksi yang lolos ayakan No. 40 Batas Cair (LL ) Indeks Plastisitas (PI ) Tipe material yang paling Dominan Penilaian sebagai bahan tanah dasar
Tanah Berbutir ( 35% atau kurang dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No. 200) A–1 A-2 A-3 A-1-a A-1-b A-2-4 A-2-5 A-2-6 A-2-7
Maks50 Maks25 Maks15
Maks50 Min51 Maks25 Maks10
Maks 6 Batu pecah, krikil, dan pasir
Maks35
Maks35
Maks35
Maks35
Maks40
Min41
Maks40
Maks41
NP Maks10 Maks10 Min11 Min11 Pasir halus Krikil dan pasir yang berlanau atau lempung
Baik sekali sampai baik
Sumber : (Braja M. Das, 1988)
II - 9
Bab II Tinjauan Pustaka
Klasifikasi umum
klasifikasi kelompok
Tanah Lanau – Lempung ( Lebih dari 35% dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No. 200) A–7 A-4 A-5 A -6 A-7-5* A-7-6*
Analisis ayakan ( % lolos ) No. 10 No. 40 No. 200 Min 36 Min 36 Min 36 Min 36 Sifat fraksi yang lolos ayakan No. 40 Batas Cair (LL ) Maks 40 Min 41 Maks 40 Maks 41 Indeks Plastisitas (PI ) Maks 10 Maks 10 Min 11 Min 11 Tanah berlanau Tanah berlempung tipe material yang paling Dominan penilaian sebagai bahan Baik sekali sampai jelek tanah dasar Sumber : (Braja M. Das, 1988)
* Untuk A-7-5, PI < LL - 30 * Untuk A-7-6, PI > LL - 30 2.4.2
Sistem Kualifikasi menurut Unified Sistem ini pada mulanya diperkenalkan oleh casagrande dalam tahun 1942 Untuk dipergunakan pada pekerjaan pembuatan lapangan terbang yang dilaksanakan oleh The Army Corps of Engineer selama perang dunia II. Dalam rangka kerja sama dengan United States Bureau of Reclamation tahun 1952. Pengklasifikasian tanah digunakan untuk mempermudah pengelompokkan berbagai jenis tanah kedalam kelompok tanah yang sesuai dengan karateristik tanah tersebut.faktor yang terpenting untuk II - 10
Bab II Tinjauan Pustaka
ditinjau yaitu sifat – sifat dari tanahnya, hal ini diantaranya jenis ukuran dan gradasinya. Dalam sistem cara USCS (Unified Soil Classification System) pengelompokkan tanah dibagi menjadi 2 kelompok yaitu:
1. Tanah berbutir kasar ( coarse-grained-soil ), yaitu : tanah kerikil dan pasir dimana kurang dari 50 % berat total contoh tanah lolos ayakan No. 200. Symbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal G atau S. G adalah untuk Kerikil (gravel) atau tanah berkerikil, dan S adalah untuk Pasir ( sand ) atau tanah berpasir. 2. Tanah berbutir halus ( Fine- grained soil ), yaitu tanah dimana lebih dari 50% berat total contoh tanah lolos ayakan No.200. simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal M untuk lanau ( silt ) anorganik, C untuk lempung ( clay ) anorganik, dan O untuk lanau - organik. Simbol- symbol lain yang dipergunakan untuk klasifikasi tanah USCS adalah : Simbol Komponen Lanau
M
(Mo)
Pasir
S
(Sand)
G
(Gravel)
Lempung
C
(Clay)
Organis
O
(Organis)
Humus
Pt
(Peat)
Kerikil
II - 11
Bab II Tinjauan Pustaka
Simbol Gradasi Bergradasi buruk
P
(Poorly Graded)
Bergradasi Baik
W
(Well graded)
Simbol Batas Cair Tinggi
H
(High)
L
(Low)
Rendah
Tabel 2.3 Sistem klasifikasi Unified ( Braja, 1990 )
Sumber : (Braja M. Das, 1988)
II - 12
Bab II Tinjauan Pustaka
2.5 Sifat Indeks Tanah (Index Properties Tanah) Sifat - sifat indeks tanah mengambarkan karakteristik tanah yang ditinjau, maka sifat - sifat ini menuntun dalam menentukan serupa tanah – tanah di tempat yang lain. Perbedaan sifat mekanik dua macam tanah yang berbeda lebih penting dan lebih besar, karena itu pencarian metoda pembedaan tanah yang tergolong dalam suatu kategori tertentu merupakan salah satu tujuan utama dari berbagai usaha untuk mengurangi resiko dalam masalah tanah. Sifat - sifat indeks dan pengujian yang diperlukan untuk menentukan sifat indeks disebut Uji Klasifikasi. Akibat susunan partikel di dalam massa tanah tersebut, karena itu sifat indeks perlu dibagi menjadi dua kelas : 1. Sifat butiran tanah (soil grain properties) Sifat yang utama dari butiran tanah adalah bentuk ukuran butiran tanah adalah sangat beragam dengan variasi yang cukup besar. Ukuran butiran ditentukan dengan menyaring sejumlah tanah melalui seperangkat saringan yang disusun dengan lubang yang paling besar berada paling atas dan makin ke bawah makin kecil. 2. Agregat tanah (soil aggregate properties) Istilah agregat secara keseluruhan berhubungan ke tanah itu sendiri bukan ke bagian - bagian penyusunnya. Secara kualitatik, agregat tanah mungkin memiliki tekstur struktur dan konsistensi yang berbeda. Istilah konsistensi berhubungan dengan derajat adhesi antara partikel tanah dan tahanan yang muncul guna melawan gaya yang cenderung merubah atau meruntuhkan agregat anah. Dari segi kuantitas agregat - agregat tanah mungkin memiliki porisitas, kerapatan II - 13
Bab II Tinjauan Pustaka
relatif, kadar air dan gas, serta konsistensi yang berbeda. Informasi kualitatif diperoleh di lapangan melalui pengamatan langsung (Visual), tanpa informasi diskripsi tanah belum lengkap.
Definisi dasar dan hubungan volume berat
Gambar 2.1. Diagram Fase Tanah Sumber : (Hardiyatmo, H.C. 2002)
Keterangan : V = Isi (volume) (cm3) Vw = Isi air (volume of water) (cm3) Vv = Isi pori/rongga (volume of void) (cm3) Vs = Isi butir-butir padat (volume of solid) (cm3) II - 14
Bab II Tinjauan Pustaka
W = Berat (weight) (gr) Wa = Berat udara (weight of air) Ww = Berat air (weight of water) (gr) Ws = Berat butir-butir padat (weight of solid) (gr) Pada gambar 2.1 dapat terlihat tanah terdiri dari beberapa bagian: 1. Pori atau ruang kosong (void), merupakan ruang – ruang terbuka antara butir – butir tanah dengan berbagai ukuran. 2. Butir – butir tanah, baik yang berukuran makroskopik atau mikroskopik. Makroskopik adalah partikel – partikel tanah yang dapat di lihat dengan mata, sedangkan mikroskopik hanya dapat dilihat dengan bantuaan mikroskop atau alat pembesar lainnya. 3. Kelembaban tanah yang akan menyebabkan tanah terlihat basah, lembab ataupun kering. Air didalam pori atau ruang kosong disebut air pori. 2.5.1 Plastisitas Plastisitas merupakan suatu indikator bagi potensial muai tanah. Istilah plastisitas melukiskan kemampuan tanah untuk berdeformasi pada volume tetap tanpa terjadi retakan. Sifat kohesif ini disebabkan karena adanya air yang terserap disekeliling permukaan partikel. Plastisitas terdapat pada tanah yang memiliki mineral lempung. Kadar air dimana terjadi perubahan kondisi tanah bervariasi anatara tanah yang satu dengan yang lainnya.
II - 15
Bab II Tinjauan Pustaka
Umumnya tanah yang menunjukkan sifat / prilaku plastis pada rentang kadar air yang lebar dan mempunyai potensial muai dan susut yang lebih besar. Sifat – sifat plastisitas erat hubungannya dengan kadar air. Basah Keadaan Cair (Liquid)
Makin kering Keadaan Plastis (Plastic)
Batas cair (Liquid Limit)
Kering
Keadaan Semi Plastis (semi plastic)
Batas Plastis (Plastic Limit)
Keadaan Padat (Solid)
Batas Susut (Shrinkage Limit)
Gambar 2.2 Batas – batas Atterberg Sumber : (Braja M.Das,1988)
2.6 Sifat Mekanis Tanah ( Engineering Properties Tanah)
Sifat mekanis tanah merupakan parameter-parameter tanah yang berkaitan langsung dengan kekuatan tanah. Adapun sifat-sifat mekanis tanah dalam penilitian ini diantaranya : California Bearing Ratio (CBR) dan swelling test.
2.6.1 California Bearing Ratio (CBR) California Bearing Ratio adalah kelanjutan dari uji pemadatan tanah sehingga pengujian dilakukan dengan menggunakan sampel tanah yang telah dipadatkan dengan pemadatan proctor. Pengujian ini dimaksudkan untuk dapat mengetahui nilai CBR pada kepadatan dan kadar air tertentu.
II - 16
Bab II Tinjauan Pustaka
Dengan kata lain, harga CBR akan menentukan sejauh mana tanah dapat menahan beban struktur di atasnya. Pengujian CBR terbagi menjadi 2 yaitu, CBR soaked (terendam) dan CBR unsoaked (tidak terendam). Perbedaan pengujian CBR ini hanya terletak pada kondisi tanah yang akan diujikan. Untuk pengujian CBR soaked, tanah berada dalam keadaan terendam air selama 4 hari agar dapat diukur pengembangannya setiap hari. Sedangkan untuk pengujian CBR unsoaked, tanah dibuat dalam keadaan tidak terendam. Klasifikasi tanah dasar berdasarkan nilai CBR dapat dilihat pada table 2.4. Tabel 2.4 Klasifikasi Tanah Dasar Berdasarkan CBR
Nilai
Tingkatannya Penggunaan
Klasifikasi
Klasifikasi
CBR
(Kategori)
USCS
AASHTO
0–3
Sangat Buruk
Sub grade
OH,CH,MH,OL A5, A6, A7
3–7
Buruk sampai
Sub grade
OH,CH,MH,OL A4, A5, A6,
sedang 7–
Sedang
A7 Sub grade
OL, CL, ML
20 20-
A2, A4, A5, A7
Baik
50
Base, Sub
Gravel
A2 – 6
grade Sangat baik
Base
A1, A2 – 5,
Gravel
A1, A2, A3
>50
2.6.2
Pemadatan Standart ( standard Proctor tes) Pada pembuatan timbunan tanah untuk jalan raya, tanah yang
lepas haruslah dipadatkan untuk meningkatkan berat volumenya. Pemadatan II - 17
Bab II Tinjauan Pustaka
Ttersebut berfungsi untuk meningkatkan kekuatan tanah, sehingga dengan demikian dapat meningkatkan daya dukung pondasi diatasnya. Pemadatan juga dapat mengurangi besarnya penurunan tanah yang tidak diinginkan dan meningkatkan lereng timbunan (embankments). Tingkat pemadatan tanah diukur dari berat volume kering tanah yang dipadatkan. Bila air ditambahkan
kepada
suatu
tanah yang sedang
dipadatkan, air tersebut akan berfungsi sebagai unsure pembasah (pelumas) pada partikel-partikel tanah. Karena adanya air, partikel-partikel tanah tersebut akan lebih mudah bergerak dan bergeseran satu sama lain sehingga membentuk kedudukan yang lebih rapat/padat. Tujuan pemadatan tanah adalah memadatkan tanah pada kadar air optimum dan memperbaiki karakteristik mekanisme tanah, yang akan memberikan keuntungan yaitu : a) Memperkecil pengaruh air terhadap tanah. b) Bertambahnya kekuatan tanah. c) Memperkecilkan pemampatannya dan daya rembes airnya. d) Mengurangi perubahan volume sebagai akibat perubahan kadar air (Hardiyatmo, H.C., 1992, hal 53). Pemadatan tanah dapat dilaksanakan di lapangan maupun di laboratorium. Dilapangan biasanya tanah penggilas
yang
didalamnya
akan digilas dengan
mesin
terdapat alat penggetar, getaran akan
menggetarkan tanah sehingga terjadi pemadatan. Sedangkan dilaboratorium II - 18
Bab II Tinjauan Pustaka
menggunakan pengujian standar yang disebut dengan uji proktor, dengan cara suatu palu dijatuhkan dari ketinggian tertentu beberapa lapisan tanah di dalam sebuah mold. Dengan dilakukannya pengujian pemadatan tanah ini, maka akan terdapat hubungan antara kadar air dengan berat volume.
Gambar 2.3 Hubungan Antara Kadar Air dan Berat Volume Tanah (Hardiyatmo,2006)
2.7 Bahan – Bahan yang Digunakan 2.7.1
Tanah
Tanah didefinisikan sebagai akumulasi partikel mineral yang tidak mempunyai atau lemah ikatan antar partikelnya, yang terbentuk karena pelapukan. Dan diantara partikel – partikel tanah terdapat ruang kosong yang di sebut pori – pori (void space) yang berisi air dan udara. Ikatan yang lemah antara partikel – partikel tanah disebabkan oleh pengaruh karbonat atau oksida yang tersenyawa di II - 19
Bab II Tinjauan Pustaka
antara partikel – partikel tersebut, atau dapat juga disebabkan oleh adanya material organik. Hasil pelapukan yang tetap berada pada tempat semula disebut tanah sisa (residual soil), sedangkan hasil pelapukan yang tersangkut ke tempat lain dan mengendap di beberapa tempat yang berlainan disebut tanah bawaan (transportation soil). Media pengangkut tanah berupa gaya gravitasi, angin, air, dan gletsyer. Dalam teknik sipil, tanah adalah himpunan mineral, bahan organik, dan endapan - endapan yang relatif lepas (loose), yang terletak diatas batuan dasar (bedrock). Ikatan antara butiran yang relatif lemah dapat disebabkan oleh karbonat, zat organik, atau oksida-oksida yang mengendap diantara partikelpartikel. Ruang diantara partikel - partikel dapat berisi air, udara ataupun keduanya. Proses pelapukan batuan atau proses geologi lainnya yang terjadi di dekat permukaan bumi membentuk tanah. Pembentukan tanah dari batuan induknya, dapat berupa proses fisik maupun kimia. Proses pembentukan tanah secara fisik yang mengubah batuan menjadi partikel-partikel yang lebih kecil, terjadi akibat pengaruh erosi, angin, air, es, manusia, atau hancurnya partikel tanah akibat perubahan suhu atau cuaca. Hasil pelapukan masih berada di tempat asalnya, maka tanah ini disebut tanah residual (residual soil) dan apabila tanah berpindah tempatnya, disebut tanah terangkut (transported soil).
2.7.1.1 Tanah Ekpansif Tanah mengembang adalah istilah yang mengacu pada tanah atau batuan yang memiliki potensi untuk mengembangkan dan menyusut akibat perubahan pada kondisi airnya. II - 20
Bab II Tinjauan Pustaka
Tanah merupakan suatu himpunan mineral bahan organic dan endapan – endapan yang relative lepas ikatan antara butiran tanah yang relative lemah. Ini disebabkan oleh ikatan karbonat, zat organik atau oksida yang mengendap diantara partikel – partikel. Ruang diantara partikel – partikel ini dapat berisi air, udara, atau campuran keduanya. Interaksi antara fisika – kimiawi pada butiran tanah inilah yang menyebabkan terjadinya fenomena kohesi dan sifat plastisitas dari tanah, termasuk siat kembang susut. Sifat – sifat ini dipengaruhi oleh ukuran butiran tanah secara langsung. Pada lempung,butir partikelnya kecil (berupa koloid dengan ukuran < 0,0002 mm) maka tanah lempung dapat memiliki harga specific surface yang besar. Hal ini menunjukan bahwa sifat tanah lempung dipengaruhi oleh interaksi antar butirannya. Dari uraian tersebut, dapat diketahui kembang susut hanya terjadi pada tanah lempung. 2.7.1.2 Lempung Ekspansif Tanah lempung ekspansif, merupakan salah satu jenis tanah berbutir halus ukuran koloidal, yang terbentuk dari mineral – mineral ekspansif. Disamping mempunyai sifat – sifat umum, juga mempunyai sifat – sifat yang khas, yakni kandungan mineral ekspansif mempunyai kapasitas pertukaran ion yang tinggi, mengakibatkan lempung ekspansif mempunyai potensi kembang susut, apabila terjadi peningkatan atau penurunan kadar air.
II - 21
Bab II Tinjauan Pustaka
Apabila terjadi peningkatan kadar air,tanah ekspansif akan mengembang disertai dengan peningkatan tekanan air pori dan timbulnya tekanan pengembangan dan apabila kadar air berkurang akan terjadi penyusutan. Penyusutan yang terjadi, apabila penurunan kadar air melebihi batas susutnya. (Sudjianto, 2007). Faktor – faktor yang mempengaruhi potensial ekspansif dari tanah, adalah : 1.
Sifat – sifat tanah, meliputi kandungan mineral lempung, plastisitas, struktur dan susunan tanah, dan kepadatan kering.
2.
Lingkungan, meliputi kondisi kelembaban awal, variasi – variasi kelembaban seperti faktor iklim, air tanah, drainase dan sumber air buatan, vegetasi, permeabilitas dan suhu.
Tabel 2.5 Potensi Pengembangan Potensi
Pengembangan(%) Persen
Pengembangan (Akibat Tekanan 6,9 KPa)
Koloid (<0,001mm)
Indek
Batas
Batas
Plastisitas
Susut
Cair
PI (%)
SL
LL
(%)
(%)
(%) Sangat Tinggi
>30
>28
>35
>11
>65
Tinggi
20 – 30
20-31
25-41
7-12
50-63
Sedang
10 – 20
13-23
15-28
10-16
39-50
Rendah
<10
<15
<18
<15
39
Sumber : (Holzt, 1969: Gibbs,1969,USBR, 1974)
II - 22
Bab II Tinjauan Pustaka
Tabel 2.6 Kriteria Tanah Ekspansif Berdasarkan Linier Shrinkage dan Shrinkage Limit Linear
SL
Derajat Potensi Swelling
Shrinkage
(%)
Pengembangan
<5
> 12
< 0.5
Non kritis
5-8
10-12
0.5-1.5
Sedang
>8
< 12
> 1.5
Kritis
Sumber : (Altmeyer, 1955)
Tabel 2.7 Klasifikasi Tanah Ekspansif Berdasarkan % Lolos Saringan No. 200 dan Batas Cair Data Laboratorium dan Lapangan
% Total
Derajat
Persen Lolos
Batas Cair
Pemadatan
Perubahan
No.200
(%)
Standar
Volume
>95
>65
>30
>10
Sangat Tinggi
60 – 90
40 – 60
20 – 30
3 – 10
Tinggi
30 – 60
30 – 40
10 – 20
1–5
Sedang
< 30
<30
<20
<1
Rendah
Pengembangan
Sumber :( Chen , 1965)
2.7.2
Semen Semen adalah material yang mempunyai sifat-sifat adhesif dan
kohesif sebagai perekat yang mengikat fragmen-fragmen mineral menjadi suatu kesatuan yang kompak. Semen dikelompokan ke dalam 2 (dua) jenis yaitu semen hidrolis dan semen non hidrolis (Istimawan Dipohusodo, 1999).
II - 23
Bab II Tinjauan Pustaka
Semen hidrolis adalah suatu bahan pengikat yang mengeras jika bereaksi dengan air serta menghasilkan produk yang tahan air. Contohnya seperti semen Portland, semen putih dan sebagainya, sedangkan semen non hidrolis adalah semen yang tidak dapat stabil dalam air (Istimawan Dipohusodo, 1999). Distribusi ukuran butir semen portland adalah antara 0,5-100 mikron. Campuran tanah dengan semen umumnya berkisar antara (415)% dari berat tanah. Dalam pencampuran ini akan mengakibatkan kenaikan kekuatan dengan periode waktu kekuatan perawatan yang relatif singkat sehingga untuk melanjutkan konstruksi tidak harus menunggu lama. Hal ini menguntungkan jika pelaksanaan pekerjaan menunjukkan waktu yang kritis. Oleh karena itu, waktu pelaksanaan stabilisasi tanahsemen tidak boleh melebihi waktu proses pengerasan (pengikatan) PC yaitu kurang lebih 2 (dua) jam, sebab tanah bisa pecah akibat pemadatan.
II - 24
Bab II Tinjauan Pustaka
Tabel 2.8 Kandungan senyawa semen Komposisi campuran silicon Dioxide (SiO2) Alumunium Oxide (Al2O3) Ferric Oxcide (Fe2O3) Magnesium Oxide (MgO) Sulfur Trioxide (SO3) When (C3A), is 8% less When (C3A), is more than 8 % Loss in ignition, max 8 % Insolube residu, max % Tricalsium Silicate (C3S) , max % Dicalsium Silicate (C2S), max % Tricalsium Alumunate (C3A), max % Tetracalcium Aluminate tambah dua kali
Tipe Portland Cement I dan I A
II dan II A
III dan III A
IV
V
6,0 3,0 3,5 3,0 0,75 -
20,2 6,0 6,0 6,0 3,0 NA* 3,0 0,75 8,0
6,0 3,5 4,5 3,0 0,75 15,0
6,5 6,0 2,3 NA* 2,5 0,75 35 40 7,0
6,0 2,3 NA* 3,0 0,75 5,0
-
-
-
-
25,0
Tricalcium Aluminate {( C4AF + 2 (C3A)} atau solid Solution (C4AF + C4F),a aplicable, max % Catatan : NA* = Tidak bisa diterangkan ( not applicable)
Ada beberapa unsur paling penting dalam semen, yaitu : 1.
Trikalsium silikat ( 3CaO.SiO2) , disingkat C3S,
2.
Dikalsium Silikat (2CaO.SiO2), Disingkat C2S,
3.
Trikalsium aluminat (3CaO.Al2O3) , disingkat C3A, dan
4.
Tetrakalsium Aluminoferit (4CaO.Al2O3.Fe2O3) , disingkat C4Af
Unsur 1 dan 2 merupakan bagian yang paling dominan bagi sifat semen nya karena kedua unsur tersebut merupakan bagian terbesar dari semen , yaitu 70 sampai 80 % (Tjokrodimuljo,1996). Proses hidrasi yang terjadi apabila semen tercampur air dapat dituliskan sebagai berikut (Satyarno, 2003):
II - 25
Bab II Tinjauan Pustaka
Waktu ikatan yang terjadi pada semen yang dicampur air terdiri atas dua bagian yaitu waktu ikatan awal (initial setting time) dan waktu ikatan akhir (final setting time) . Waktu ikatan dihitung sejak semen dicampur dengan air. Menurut Tjokrodimulyo (1996) waktu awal yang cukup lama diperlukan pada pekerjaan beton, yaitu untuk waktu transportasi, penuangan, pemadatan dan perataan permukaan.
2.7.2.1 Tanah – Semen Tanah semen banyak digunakan pada konstruksi jalan raya. Pelaksanaan rekayasa tanah-semen meliputi penghacuran (pulverizing) tanah, penambahan semen, pencampuran tanah dengan semen, pembasahan campuran dan pemadatan. Sewaktu semen mengalami hidrasi tanah akan terstabilisasi dan akan menjadi lebih kuat dan lebih tahan terhadap air. Pengukuran paling umum untuk mengetahui daya guna stabilisasi ialah kuat tekan bebas dan California Bearing Ratio (CBR) dan ketahanan terhadap kondisi beku/cair atau basah/kering (Ingles dan Meltcalf, 1972).
Sifat – sifat teknik tanah dan semen dipengaruhi oleh kadar semen dan
pemadatan. Ingles dan Meltcalf (1972) mengemukakan
bahwa pemadatan yang dilakukan setelah terjadi hidrasi semen tidak efektif . Dapat ditunjukan bahwa waktu tunda pemadatan (lose explased since missing) akan menyebabkan kehilangan kekuatan.(loss in strength) yang besar. Dapat dilihat seperti gambar 2.4. II - 26
Bab II Tinjauan Pustaka
Gambar 2.4 Grafik kehilangan kekuatan (loss in strength) akibat penundaan pemadatan (Ingles dan Meltcalf ,1972)
Tahapan proses kimia pada stabilisasi tanah menggunakan semen adalah sebagai berikut: a. Absorbsi air dan reaksi pertukaran ion; Bila Semen Portland ditambahkan pada tanah, ion kalsium (Ca++ ) dilepaskan melalui proses hidrolisa dan pertukaran ion berlanjut pada permukaan partikel-partikel lempung, Butiran lempung dalam kandungan tanah berbentuk halus dan bermuatan negatif. Ion positif seperti ion hidrogen (H+), ion sodium (Na+), ion kalsium (K+), serta air yang berpolarisasi, Dari reaksi-reaksi kimia tersebut di atas, maka reaksi utama yang berkaitan dengan kekuatan ialah hidrasi dari A-lit (3CaO. SiO2) II - 27
Bab II Tinjauan Pustaka
dan B-lit (2CaO.SiO2), sehingga membentuk kalsium silikat dan kalsium aluminat yang mengakibatkan kekuatan tanah meningkat. Reaksi pozolan; semuanya melekat pada permukaan butiran lempung. Dengan reaksi ini partikel-partikel lempung menggumpal sehingga mengakibatkan konsistensi tanah menjadi lebih baik.
b. Reaksi pembentukan kalsium silikat dan kalsium aluminat;
Secara umum hidrasi adalah sebagai berikut: 2(3CaO.SiO2) + 6H2O 3CaO.2SiO2 . 3H2O+3Ca(OH)2 2(2CaO.SiO2) + 4H2O 3CaO.2SiO2 . 3H2O+ Ca(OH)2 Reaksi antara silika (SiO2) dan alumina (AL2O3) halus yang terkandung dalam tanah lempung dengan kandungan mineral reaktif, sehingga dapat bereaksi dengan kapur dan air. Hasil reaksi adalah terbentuknya kalsium silikat hidrat seperti: tobermorit, kalsium aluminat hidrat 4CaO.Al2O3.12H2O dan gehlenit hidrat 2CaO.Al2O3.SiO2.6H2O yang tidak larut dalam air. Pembentukan senyawa-senyawa ini berlangsung lambat dan menyebabkan tanah menjadi lebih keras, lebih padat dan lebih stabil. Jadi semen yang umum digunakan untuk stabilisai tanah dengan bahan semen adalah ordinary portland cement atau dikenal sebagai semen tipe I.
II - 28
Bab II Tinjauan Pustaka
2.7.2.2 Portland Cement Semen portland
adalah semen hidrolis yang dihasilkan
dengan cara mencampurkan batu kapur yang mengandung kapur (CaO) dan lempung yang mengandung silika (SiO2), oksida alumina (Al2O3) dan oksida besi (Fe2O3) dalam oven dengan suhu kira-kira 145°C sampai menjadi klinker. Klinker ini dipindahkan, digiling sampai halus disertai penambahan 3-5% gips untuk mengendalikan waktu pengikat semen agar tidak berlangsung terlalu cepat (Aman Subakti, 1994). Menurut
SK
SNI
S-04-1989-F
sesuai
dengan
tujuan
pemakaiannya, semen portland dibagi dalam 5 jenis, yaitu : 1. Semen Portland Jenis I (Ordinary Portland Cement-OPC) 2. Semen Portland Jenis II 3. Semen Portland Jenis III 4. Semen Portland Jenis IV 5. Semen Portland Jenis V
Selain itu semen merupakan bahan stabilisasi yang baik mengingat bahwa kemampuan mengeras dan mengikat partikel sangat bermanfaat bagi usaha mendapatkan suatu masa tanah yang kokoh dan tahan terhadap deformasi. Dalam pengujian yang akan dilakukan oleh peneliti tipe semen yang dipakai adalah semen tipe 1 (Semen Tiga Roda) dengan unsur
II - 29
Bab II Tinjauan Pustaka
pembentukannya C3S = 50%, C2S = 25%, C3A = 12%, C2AF = 8%, CSH2 = 5%.
2.8 Penentuan Perkiraan Persentase Bahan Pengikat Memperkirakan kebutuhan bahan pengikat semen. Kebutuhan bahan pengikat semen dapat ditentukan dengan mengikuti langkah – langkah berikut : Langkah
1 : Menentukan perkiraan awal kadar semen berdasarkan klasifikasi tanah AASHTO
Langkah 2 : Melakukan uji hubungan kepadatan-kadar air (moisturedensity test) untuk menentukan kadar air optimum dan kepadatan maksimum campuran tanah- semen dengan menggunakan perkiraan awal kadar semen yang diperoleh dari langkah 1. Langkah 3 : Memeriksa perkiraan awal kadar semen dengan merujuk pada Tabel 2.10 jika tanahnya kepasiran atau pada Tabel 2 . 1 1 jika tanahnya kelanauan atau kelempungan. Kedua tabel
tersebut
memperhitungkan
kepadatan
kering
maksimum dan sifat-sifat tanah lainnya sehingga dapat diperoleh perkiraan kadar semen yang lebih akurat dengan variasi 2% di atas dan 2% di bawah nilai yang didapatkan.
II - 30
Bab II Tinjauan Pustaka
Tabel 2.9 Penentuan Perkiraan Persentase Semen yang Dibutuhkan Klasifikasi tanah menurut AASTHO
Rentang Umum Kadar Semen yang diperlukan
% berat
% berat
3–8 5–8 5–9 7 – 11 7 – 12 8 – 13 9 – 15 10 – 16
A-1.a A-1.b A-2 A-3 A-4 A-5 A-6 A-7
Perkiraan kadar semen (% berat) untuk uji pemadatan
5 6 7 9 10 10 12 13
Sumber : (Departemen Pekerjaan Umum , 2007)
Tabel 2.10 Kebutuhan semen rata-rata untuk tanah kepasiran
Tanah Bahan tertahan lebih kecil saringan dari 0,005 No.4 mm, % 0-19 20-39 40-50 0-14 0-19 20-39 40-50 15-29 0-19 20-39 40-50 30-45
Kadar semen, % berat Berat isi maksimum, ton/m3 1,68 1,75 10 9 11 10 9 12 10 11 12
1,76 1,83 9 8 10 9 8 10 8 9 11
1,84 1.91 8 7 9 7 7 9 7 8 10
1,92 1.99 7 7 8 6 6 8 6 7 9
2,00 2,07 6 5 6 5 6 7 5 6 8
> 2,08 5 5 5 5 5 6 5 5 6
Sumber : (Departemen Pekerjaan Umum , 2007)
II - 31
Bab II Tinjauan Pustaka
Tabel 2.11 Kebutuhan Semen Rata - Rata untuk tanah Kelanauan dan Kelempungan Bahan antara Grup 0,05 mm Indeks dan (GI) 0,005 1,40 – mm, 1,50 0-19 12 20-39 12 0–3 40-59 13 > 60 -0-19 13 20-39 13 4–7 40-59 14 > 60 15 0-19 14 20-39 15 8 - 11 40-59 16 > 60 17 0-19 15 20-39 16 12 – 15 40-59 17 > 60 18 0-19 17 20-39 18 16 – 20 40-59 19 > 60 20
Kadar semen, %berat Berat isi maksimum, ton/m3 1,51 – 1,59 11 11 12 -12 12 13 14 13 14 14 15 14 15 16 16 16 17 18 19
1,60 – 1,67 10 10 11 -11 11 12 12 11 11 12 13 13 13 14 14 14 15 15 16
1,68 1,75 8 9 9 -9 10 10 11 10 10 11 11 12 12 12 13 13 14 14 15
1,76 1,83 8 8 9 -8 9 10 10 9 9 10 10 11 11 12 12 12 13 14 14
1,841,91 7 8 8 -7 8 9 9 8 9 10 10 9 10 11 11 11 11 12 13
> 1,920 7 7 8 -7 8 8 9 8 9 9 10 9 10 10 11 10 11 12 12
Sumber : (Departemen Pekerjaan Umum, 2007)
Nilai Group Indeks (GI) ditentukan dengan menggunakan persamaan di bawah ini: GI = (F - 35)[0. 2 + 0,005 (LL - 40)] + 0.01(F - 15)(PI-10) Keterangan: F
: persentase butiran yang lolos saringan No.200
LL
: batas cair (liquid limit)
PI
: indeks plastisitas Dalam meningkatkan
pelaksanaan proses stabilisasi semen untuk
konstruksi dan untuk mengurangi kegagalan ssetiap stabilisasi semen karena II - 32
Bab II Tinjauan Pustaka
penyusutan dari semen – tanah, maka perlu pengaturan dengan benar dalam campuran semen – tanah.
Tabel 2.12 Desain campuran semen untuk berbagai jenis tanah
AASHTO soil classification
A-1-a
A-1-b
A-2
Typical
Typical percentage
ASTM
percentage
of OMC
Soil
of cement
to aggregate
classification
to aggregate
weight
weight
(Approximatety)
3-5
6%
5-8
6%
5-9
10% - 15%
GW, GP, GM, SW, SP, SM GM, GP, SM,SP GM, GC, SM, SC
A-3
SP
7-11
10%
A-4
CL, ML
7-12
12%
A-5
ML,MH,CH
10-13
12%
A-6
CL,CH
10-15
10% - 12%
A-7
MH, CH
10-16
10% - 12%
Sumber : ( Departemen Pekerjaan Umum , 2007)
II - 33
Bab II Tinjauan Pustaka
2.9 Penelitian Yang Pernah Dilakukan Sebelumnya 2.9.1 Stabilisasi Tanah dengan Semen Penelitian tentang stabilisasi tanah dengan semen telah banyak dilakukan sebelumnya, baik dengan penambahan zat additive ataupun tidak menggunakan bahan tambah lainnya. Seperti yang dilakukan oleh :
1. Sudirja (2008), meneliti pengaruh penambahan spent catalyst pada stabilisasi tanah semen terhadap kembang susut tanah ekspansif sebagai subgrade jalan. 2. Yosua (2000), Stabilisasi tanah – semen di Barito Utara sebagai lapis pondasi dengan perbandingan tanah – semen 100 : 0, 97 : 3, 94 : 6, 91 : 9, 88 : 12, dari keempat kombinasi campuran tanah – semen. Uji batas atterberg pada campuran semen yang rendah hanya memberikan sedikit perbaikan dan tidak dapat mencapai persyaratan untuk lapis pondasi bawah maupun untuk lapis pondasi atas. Ini mengisyaratkan bahwa semen tidak dapat berlaku sebagai modifer (cement modified soil). Sifat kekuatan tanah dengan semen dari uji UCS dan CBR memperlihatkan kenaikan yang berarti, seiring dinaikkannya jumlah semen dalam tanah. Didapat kombinasi 94 : 6 (tanah : semen, % terhadap berat) memberikan lapis pondasi bawah yang memenuhi dan ekonomis, dimana didapat nilai UCS 7 hari pemeraman 23,190 kg/cm² ( > 22 kg/cm²), CBR 3 hari permanen 4 hari rendam 167,54 % (>80%). 3. Minto Kurniawan dan Ronny Setiawan (2006) Universitas Kristen Petra Surabaya,meneliti stabilisasi tanah dengan campuran sirtu dengan II - 34
Bab II Tinjauan Pustaka
semen untuk pondasi dangkal di atas tanah liat lunak,dengan menggunakan kadar semen 5%, 10%, dan 15% dari berat kering sirtu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian campuran semen pada kadar 5% menunjukkan hasil ketidakstabilan pada kekuatannya dibandingkan pemberian semen pada kadar 10% dan 15%. 4. Nurhidayanti (2012), meneliti stabilisasi tanah ekspansif di Puruk Cahu – Muara teweh, dengan menggunakan kadar semen 7%, 9%, 11%, 13%, 15%. Masa pemeraman 7 hari, 14 hari dan 21 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan stabilisasi tanah ekspansif seiring dengan peningkatan persentase semen,sehingga didapat kadar semen optimum untuk stabilisasi adalah 9%. Namun pada persentase yang tinggi (11%, 13%, 15%) terjadi failure pada pengujian atterberg limits dan pengujian CBR. 5. Ahmad Arianto (2012), meneliti stabilisasi tanah ekspansif di Puruk Cahu – Muara teweh, dengan menggunakan semen 3%, 5%, 7%, 9%, 11%. Proses pemeraman selama 7 hari,14 hari, Hasil dari pengujian CBR soaked dapat dilihat bahwa campuran semen 9 % dengan masa pemeraman 7 hari dan 14 hari serta masa perendaman 4 hari merupakan kadar semen yang optimum, dimana nilai CBR soaked sebesar 9.88 % dan 8.64 %. 6. Bretyndah Kezia Lumikis S. Monintja, S. Balamba, A.N. Sarajar, meneliti korelasi antara tegangan geser dan nilai CBR pada tanah lempung ekpansif dengan bahan campuran semen 0%, 4%, 6%, 8%, 10%. Dari hasil penelitian yang dilakukan didapat bahwa penambahan II - 35
Bab II Tinjauan Pustaka
semen meningkatkan nilai CBR dan tegangan geser tanah dimana nilai maksimumnya terjadi pada penambahan campuran semen 10% dengan nilai CBR 1,115% dan tegangan geser sebesar 15,857 t/m2
2.9.2 Stabilisasi Tanah dengan Kapur
1. Idrus (1991) meneliti stabilisasi tanah dengan kapur pada tanah Losari Bandung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kuat tekan meningkat dengan pertambahan prosentase kapur seiring dengan peningkatan masa perawatan. 2. Syahirman Suriadi (2000), meneliti stabilitas tanah lempung di Kabupaten Bantul Daerah Istimewah Yoyakarta dengan memakai kadar kapur 4% dan garam 0%,1%,2%,2,5% dan 3% dengan masa perawatan 7 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan kadar garam dapat meningkatkan berat jenis, batas plastis, batas susut, serta menurunkan batas cair dan indeks plastisitas.
3. Lashari (2000), meneliti stabilisasi tanah lempung di Kabupaten Grobogan Jawa Tengah dengan menggunakan kadar kapur 0%, 2,5%, 5%, dan 7% serta bubuk bata merah dengan prosentase 0%, 5%, 10%, dan 15%. Masa pemeraman 0 hari, 2 hari, 7 hari, dan 14 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan stabilisasi tanah lempung seiring dengan peningkatan prosentase kapur dan bubuk bata merah dapat memperbaiki sifat fisik dan mekanik tanah serta menurunkan volume pengembangan setelah melewati masa pemeraman 2 hari. 4. Hendra May Rahman (2012), meneliti stabiltas tanah dengan kapur pada tanah Muara Taweh Kalimantan Tengah dengan menggunakan kadar kapur 0%, 3%, 5%, 7%, 9% dan 11% dengan masa pemeraman 7 hari dan II - 36
Bab II Tinjauan Pustaka
14 hari. hasil pengujian tanah yang telah distabilisasi dengan kapur dapat dilihat terjadi perubahan yang signifikan pada persentase kadar kapur 5 % dengan pemeraman 14 hari. Didapatkan nilai indeks plastisitas sebesar 7.39 %, swelling test sebesar 0.52 %, dan nilai CBR soaked sebesar 22.23 % sehingga terjadi peningkatan pada indeks properties dan engineering properties pada tanah yang telah dicampur kapur mengalami penurunan derajat ekspansife dan meningkatkan nilai CBR menjadi 22.23 % sehingga termasuk kedalam kategori sedang sampai dengan baik untuk penggunaan sebagai subgrade jalan raya tersebut.
II - 37