BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Limbah Industri Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis (Kristanto, 2013). Menurut Palar (2004), limbah industri adalah semua jenis bahan sisa atau bahan buangan yang berasal dari hasil samping suatu proses perindustrian. Limbah industri dapat menjadi limbah yang sangat berbahaya bagi lingkungan hidup dan manusia. 2.2 Klasifikasi Limbah Industri Menurut Setiawan (2015), berdasarkan dari wujud limbah yang dihasilkan, limbah dibagi menjadi tiga yaitu limbah padat, limbah cair dan gas.Limbah yang dihasilkan dari proses atau kegiatan industri antara lain: 1.
Limbah padat Limbah padat industri menurut Kristanto (2013) secara garis besar
diklasifikasikan menjadi limbah padat yang mudah terbakar, limbah padat yang tidak mudah terbakar, limbah padat yang mudah membusuk, debu, lumpur, dan limbah yang dapat di daur ulang.PLTU menghasilkan sisa pembakaran berupa limbah padat abu dasar (bottom ash) dan abu terbang (fly ash) (Lestiani, dkk, 2010). Adapun kategori untuk limbah padat pada industri adalah : a. Limbah padat non B3 (bahan berbahaya dan beracun) diantaranya lumpur, boiler ash, sampah kantor, sampah rumah tangga, spare part alat berat, sarung
Universitas Sumatera Utara
tangan, dan sebagainya. b. Limbah padat B3 (bahan berbahaya dan beracun) diantaranya bahan radioaktif, bahan kimia, toner catridge, minyak, dan sebagainya (Marbun, 2008). Menurut PP No. 18 tahun 1999, limbah bahan berbahaya dan beracun, disingkat limbah B3, adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan
dan/atau
merusakkan
lingkungan
hidup,
dan/atau
dapat
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain. Limbah yang termasuk sebagai limbah B3 apabila memiliki salah satu atau lebih karakteristik sebagai berikut : a. mudah meledak b. mudah terbakar c. bersifat reaktif d. beracun e. menyebabkan infeksi dan f. bersifat korosif 2. Limbah cair Limbah cair adalah limbah yang berwujud cair. Limbah cair terlarut dalam air, selalu berpindah, dan tidak pernah diam. Contoh limbah cair industri adalah bahan kimia, hasil pelarut, air bekas produksi, oli bekas, dll (Setiawan, 2015). Limbah cair yang dihasilkan dalam kegiatan operasi PLTU batubara dapat diketagorikan sebagai limbah domestik, air larian permukaan, limbah cair proses
Universitas Sumatera Utara
operasi, sisa atau bekas minyak berupa oli bekas dan ceceran minyak (Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, 2007). 3.
Limbah gas Limbah gas adalah limbah zat (zat buangan) yang berwujud gas (Setiawan,
2015). Kondisi udara di dalam atmosfer tidak pernah ditemukan dalam keadaan bersih, melainkan sudah tercampur dengan gas-gas lain dan partikulat-partikulat yang tidak kita perlukan. (Sumantri, 2013). Jenis bahan pencemar yang paling sering dijumpai ialah karbon monoksida (CO), nitrogen dioksida (NO2), sulfur dioksida (SO2), komponen organik terutama hidrokarbon, dan substansi partikel (Darmono, 2001). Limbah gas dan partikel adalah limbah yang dibuang ke udara. Jenis industri yang menjadi sumber pencemaran udara (Kristanto, 2013) yaitu : industri besi dan baja, industri semen, industri kendaraan bermotor, industri pupuk, industri aluminium, industri pembangkit tenaga listrik, industri kertas, industri kilang minyak, dan industri pertambangan. 2.3 Defenisi Pembangkit Litrik Tenaga Uap (PLTU) Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) adalah pembangkit yang mengandalkan energi dari uap untuk menghasilkan energi listrik. Pembangkit listrik ini menggunakan bahan bakar batubara, minyak atau gas sebagai sumber energi primer (Marsudi, 2005). Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), merupakan salah satu andalan pembangkit tenaga listrik yang merupakan jantung untuk kegiatan industri. Salah satu bahan bakar yang digunakan adalah batubara. Konsep dasar dari PLTU
Universitas Sumatera Utara
batubara ini adalah batubara sebagai bahan bakar utama harus disediakan dengan kualifikasi tertentu untuk jangka waktu lama (Sukandarrumidi, 2006). Prinsip kerja PLTU batubara secara umum adalah sebagai berikut (Nursyahid, 2013):
Gambar 1. Prinsip Kerja PLTU
Keterangan gambar : 1. Cooling tower 2. Cooling water pump 3. Transimission line 3 phase 4. Transformer 3-phase 5. Generator Listrik 3-phase 6. Low pressure turbine 7. Boiler feed pump 8. Condenser 9. Intermediate pressure turbine 10. Steam governor valve 11. High pressure turbine 12. Deaerator 13. Feed heater 14. Conveyor batubara
15. Penampung batubara 16. Pemecah batubara 17. Tabung Boiler 18. Penampung abu batubara 19. Pemanas 20. Forced draught fan 21. Preheater 22. combustion air intake 23. Economizer 24. Air preheater 25. Precipitator 26. Induced air fan 27. Cerobong
Universitas Sumatera Utara
Prinsip kerja : 1.
Batubara dari luar dialirkan ke penampung batubara dengan conveyor(14) kemudian dihancurkan dengan thepulverized fuel mill(16) sehingga menjadi tepung batubara.
2.
Kemudian batubara halus tersebut dicampur dengan udara panas(24) oleh forced draught fan(20) sehingga menjadi campuran udara panas dan bahan bakar (batu bara).
3.
Dengan tekanan yang tinggi, campuran udara panas dan batu bara disemprotkan kedalam boiler sehingga akan terbakar dengan cepat seperti semburan api.
4.
Kemudian air dialirkan keatas melalui pipa yang ada dinding boiler, air tersebut akan dimasak dan menjadi uap, dan uap tersebut dialirkan ke tabung boiler(17) untuk memisahkan uap dari air yang terbawa.
5.
Selanjutnya uap dialirkan ke superheater(19) untuk melipatgandakan suhu dan tekanan uap hingga mencapai suhu 570°C dan tekanan sekitar 200 bar yang meyebabkan pipa ikut berpijar merah.
6.
Uap dengan tekanan dan suhu yang tinggi ini, menjadi sumber tenaga turbin tekanan tinggi(11) yang merupakan turbin tingkat pertama dari 3 tingkatan.
7.
Untuk mengatur turbin agar mencapai set point, kita dapat menyeting steam governor valve (10) secara manual maupun otomatis.
8.
Suhu dan tekanan uap yang keluar dari turbin tekanan tinggi (11) akan sangat berkurang drastis, untuk itu uap ini dialirkan kembali ke boiler reheater (21) untuk meningkatkan suhu dan tekanannya kembali.
Universitas Sumatera Utara
9.
Uap yang sudah dipanaskan kembali tersebut digunakan sebagai penggerak turbin tingkat kedua atau disebut turbin tekanan sedang (9), dan keluarannya langsung digunakan untuk menggerakkan turbin tingkat 3 atau turbin tekanan rendah (6).
10. Uap keluaran dari turbin tingkat 3 mempunyai suhu sedikit diatas titik didih, sehingga perlu dialirkan ke condensor(8) agar menjadi air untuk dimasak ulang. 11. Air tersebut kemudian dialirkan melalui deaerator (12) oleh feed pump (7) untuk dimasak ulang. Awalnya dipanaskan di feed heater (13) yang panasnya bersumber dari high pressureset, kemudian ke economizer (23) sebelum dikembalikan ke tabung boiler (17). 12. Air pendingin dari condensor akan disemprotkan kedalam cooling tower (1) , dan inilah yang meyebabkan timbulnya asap air pada cooling tower. kemudian air yang sudah agak dingin dipompa balik ke condensor sebagai air pendingin ulang. 13. Ketiga turbin di gabung dengan shaft yang sama dengan generator 3 phase(5). Generator ini kemudian membangkitkan listrik tegangan menengah (20-25kV). 14. Dengan menggunakan transformer 3phase(4) , tegangan dinaikkan menjadi tegangan tinggi berkisar 250-500 kV yang kemudian dialirkan ke sistem transmisi 3 phase.
Universitas Sumatera Utara
15. Sedangkan gas buang dari boiler diisap oleh kipas pengisap(26) agar melewati electrostatic precipitator(25) untuk mengurangi polusi dan kemudian gas yang sudah disaring akan dibuang melalui cerobong(27). 2.4 Limbah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara dan minyak merupakan bahan bakar utama untuk menghasilkan tenaga listrik. Banyak keuntungan yang diperoleh dari penggunaan bahan bakar tersebut, yaitu biayanya relatif murah dan mudah didapatkan karena produknya berlimpah. Di lain pihak, batubara ini dapat menimbulkan masalah serius dalam lingkungan (Darmono, 2001). 2.4.1 Limbah Padat PLTU 2.4.1.1 Sumber Limbah Padat Sumber limbah padat yang dihasilkan dari pengoperasian PLTU batubara Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (2007) : a. selama penampungan dan pemindahan batubara menghasilkan debu batubara, b. sisa
pembakaran
batubara
yang
terbawa
bersama-sama
gas
buang
menghasilkan abu terbang (fly ash), c. sisa pembakaran batubara yang terakumulasi di bawah tungku pembakaran, menghasilkan abu dasar (bottom ash), d. di dasar kolam pengendapan, air larian permukaan, lapangan penumpukan
batubara, dan kolam instalasi pengolahan air limbah lainnya terkumpul endapan lumpur (sludge).
Universitas Sumatera Utara
2.4.1.2 Karakteristrik Limbah Padat PLTU berbahan bakar batubara biasanya menghasilkan limbah padat dalam bentuk abu. Abu batubara yang merupakan limbah dari proses pembangkit tenaga listrik tersebut dapat berupa abu terbang, abu dasar dan lumpur flue gas desulfurization (Samijo, 2010). Limbah B3 yang dihasilkan oleh pembangkit antara lain : fly ash, bottom ash, sludge cake (lumpur dari IPAL), oli bekas , bahan terkontaminasi, glasswool, serta limbah laboratorium yang berupa botol kemasan bahan kimia dan bahan kimia kadaluwarsa (Sprint Consultan, 2014). Jumlah abu batubara yang dihasilkan per hari dapat mencapai 500 - 1000 ton (Samijo, 2010). Partikulat debu melayang (fly ash) merupakan campuran yang sangat rumit dari berbagai senyawa organik dan anorganik yang tersebar di udara dengan diameter yang sangat kecil, mulai dari < 1 mikron sampai dengan maksimal 500 mikron. Partikulat debu tersebut akan berada di udara dalam waktu yang relatif lama dalam keadaan melayang-layang di udara dan masuk kedalam tubuh manusia melalui saluran pernafasan (Pasaribu, 2010). 2.4.1.3 Pengolahan Limbah Padat Pengolahan limbah padat dapat dilakukan melalui proses sebagai berikut: 1. Pemisahan Pemisahan perlu dilakukan karena dalam limbah terdapat berbagai ukuran dan kandungan bahan tertentu. Proses pemisahan dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut : a. Sistem Balistik : pemisahan cara ini dilakukan untuk mendapatkan ukuran yang lebih seragam, misalnya atas berat dan volumenya.
Universitas Sumatera Utara
b. Sistem Gravitasi : pemisahan dilakukan berdasarkan gaya beratnya, misalnya terhadap bahan yang terapung dan bahan yang tenggelam dalam air yang karena gravitasi akan mengendap. c. Sistem Magnetis
: bahan yang bersifat magnetis akan menempel pada
magnet yang terdapat pada peralatan sedangkan yang tidak mempunyai akan langsung terpisah. 2. Penyusutan Ukuran Ukuran bahan diperkecil untuk mendapatkan ukuran yang lebih homogen sehingga mempermudah pemberian perlakuan terhadap pengolahan berikutnya, dengan maksud antara lain : a. Ukuran bahan menjadi lebih kecil b. Volume bahan lebih kecil c. Berat dan volume bahan lebih kecil 3. Pengomposan, bahan kimia yang terdapat di dalam limbah diuraikan secara biokoimia. 4. Pembuangan limbah.
Limbah dapat dibuang di laut maupun di darat (sanitary landfill). Pembuangan ke laut harus memperhatikan pemanfaatan laut oleh masyarakat di sekitar tempat pembuangan juga memperhatikan kedalaman laut. Hendaknya lokasi yang ditetapkan adalah lokasi yang benar-benar tidak ekonomis (nonekonomis) untuk kepentingan apapun (Kristanto, 2013). Limbah padat yang mengandung bahan berbahaya dan beracun, diperlukan cara pengolahan yang lebih spesifik (Mulia, 2005). Pengolahan limbah B3 dapat
Universitas Sumatera Utara
dilakukan dengan cara thermal dengan mengoperasikan insinerator dengan speksifikasi sesuai dengan karakteristik dan jumalah limbah B3 yang diolah, dapat memenuhi efisiensi pembakaran minimal 99,99% dan efisiensi penghancuran dan penghilangan. Hirarki pengelolaan limbah B3 dimaksudkan agar limbah B3 yang dihasilkan masing-masing unit produksi sesedikit mungkin dan bahkan diusahakan sampai nol, dengan mengupayakan reduksi pada sumber dengan pengolahan
bahan,
subtitusi
bahan,
pengaturan
operasi
kegiatan,
dan
digunakannya teknologi bersih. Bilamana masih menghasilkan limbah B3 maka diupayakan pemanfaatan limbah B3 (PP RI No. 18 tahun 1999). 2.4.1.4 Persyaratan Penyimpanan Dan Pengumpulan Limbah B3 : 1. Tata cara penyimpanan kemasan limbah B3 : a. Penyimpanan kemasan harus dibuat dengan sistem blok. Setiap blok terdiri atas 2 (dua) x 2 (dua) kemasan, sehingga dapat dilakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap setiap kemasan sehingga jika terdapat kerusakan kecelakaan dapat segera ditangani. b. Lebar gang antar blok harus memenuhi persyaratan peruntukannya. Lebar gang untuk lalu lintas manusia minimal 60 cm dan lebar gang untuk lalu lintas kendaraan pengangkut
(forklift) disesuaikan dengan kelayakan
pengoperasiannya. c. Penumpukan kemasan limbah B3 harus mempertimbangkan kestabilan tumpukan kemasan. Jika kemasan berupa drum logam (isi 200 liter), maka tumpukan maksimum adalah 3 (tiga) lapis dengan tiap lapis dialasi palet (setiap
Universitas Sumatera Utara
palet mengalasi 4 drum). Jika tumpukan lebih dan 3 (tiga) lapis atau kemasan terbuat dari plastik, maka harus dipergunakan rak. d. Jarak tumpukan kemasan tertinggi dan jarak blok kemasan terluar terhadap atap dan dinding bangunan penyimpanan tidak boleh kurang dari 1 (satu) meter. e. Kemasan-kemasan berisi limbah B3 yang tidak saling cocok harus disimpan secara terpisah, tidak dalam satu blok, dan tidak dalam bagian penyimpanan yang sama. Penempatan kemasan harus dengan syarat bahwa tidak ada kemungkinan bagi limbah-limbah yang tersebut jika terguling/tumpah akan tercampur/masuk ke dalam bak penampungan bagian penyimpanan lain. 2. Persyaratan bangunan tempat penyimpanan kemasan limbah B3 a. memiliki rancang bangun dan luas ruang penyimpanan yang sesuai dengan jenis, karakteristik dan jumlah limbah B3 yang dihasilkan/akan disimpan; b. terlindung dari masuknya air hujan baik secara langsung maupun tidak langsung; c. dibuat tanpa plafon dan memiliki sistem ventilasi udara yang memadai untuk mencegah terjadinya akumulasi gas di dalam ruang penyimpanan, serta memasang kasa atau bahan lain untuk mencegah masuknya burung atau binatang kecil lainnya ke dalam ruang penyimpanan; d. memiliki sistem penerangan (lampu/cahaya matahari) yangmemadai untuk operasional penggudangan atau inspeksirutin. Jika menggunakan lampu, maka lampu peneranganharus dipasang minimal 1 meter di atas kemasan dengansakelar (stop contact) harus terpasang di sisi luar bangunan;
Universitas Sumatera Utara
e. dilengkapi dengan sistem penangkal petir; f. pada bagian luar tempat penyimpanan diberi penandaan (simbol) sesuai dengan tata cara yang berlaku. 3. Persyaratan Lokasi Pengumpulan Limbah B3 a. Luas tanah termasuk untuk bangunan penyimpanan dan fasilitas lainnya sekurang-kurangnya 1 (satu) hektar; b. Area secara geologis merupakan daerah bebas banjir tahunan; c. Lokasi harus cukup jauh dari fasilitas umum dan ekosistem tertentu. Jarak terdekat yang diperkenankan adalah: 150 meter dari jalan utama atau jalan tol; 50 meter dari jalan lainnya;
300 meter dari fasilitas umum seperti daerah pemukiman, perdagangan, rumah sakit, pelayanan kesehatan atau kegiatan sosial, hotel, restoran, fasilitas keagamaan, fasilitas pendidikan, dll.
300 meter dari perairan seperti garis pasang tertinggi laut, badan sungai, daerah pasang surut, kolam, danau, rawa, mata air, sumur penduduk, dll.
300 meter dari daerah yang dilindungi seperti cagar alam, hutan lindung, kawasan suaka, dll (Keputusan Kepala Bapedal No. 1 tahun 1995). 2.4.1.5 Dampak Limbah Padat 1. Terhadap lingkungan a. Dampak menguntungkan Limbah batubara mempunyai potensi untuk dimanfaatkan salah satunya sebagai sumber beberapa hara mikro pada tanah ampas (Lestiani, dkk 2010).
Universitas Sumatera Utara
b. Dampak merugikan Partikel debu dengan diameter > 10 μm biasanya jatuh ke permukaan tanah. Peningkatan kadar debu terbang (fly ash) diperkirakan dapat mengganggu/ menurunkan produktifitas usaha perkebunan yang terdapat di sekitar lokasi proyek (Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, 2007). 2. Terhadap manusia a. Dampak menguntungkan Abu dari PLTU yang tertampung dapat dijual untuk kebutuhan di pabrik semen atau pada pembuatan paving block (Iswan, 2010). b. Dampak merugikan Abu dasar dan abu terbang PTLU mengandung unsur toksik seperti arsen (As) dan kromium (Cr) pada dan berpotensi besar menjadi masalah lingkungan (Lestiani, dkk , 2010). Arsen adalah racun yang bekerja dalam protoplasma sel secara umum. Sekitar 90% arsen yang diabsorbsi di dalam tubuh tersimpan dalam hati, ginjal, dinding saluran pencernaan, limfa, dan paru (Darmono, 2001). 2.4.2
Limbah Cair PLTU
2.4.2.1 Sumber Limbah Cair Limbah cair bersumber dari pabrik yang biasanya banyak menggunakan air dalam proses produksinya. Di samping itu ada, pula bahan baku yang mengandung air sehingga dalam proses pengolahannya, air tersebut harus dibuang (Kristanto, 2013).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 08 tahun 2009, air limbah dari usaha dan/atau kegiatan pembangkit listrik tenaga termal bersumber dari: proses utama, kegiatan pendukung dan kegiatan lain yang menghasilkan oily water. Proses utama adalah proses yang menghasilkan air limbah yang bersurnber dari proses pencucian (dengan atau tanpa bahan kimia) dari semua peralatan logam, blowdown cooling tower, blowdown boiler, laboratorium, dan regenerasi resin water treatment plant. Kegiatan pendukung meliputi kegiatan fasilitas air pendingin, kegiatan fasilitas desalinasi, kegiatan fasilitas stockpile batu bara, dan kegiatan air buangan dari fasilitas flue gas desulphurization (FGD) sistem seawater scrubber. 2.4.2.2 Karakteristik Limbah Cair Air buangan dari pabrik membawa sejumlah padatan dan partikel, baik yang larut maupun mengendap. Kerap kali air buangan pabrik berwarna keruh dan bersuhu tinggi. Air limbah yang tercemar mempunyai ciri yang dapat diidentifikasi secara visual lewat kekeruhan, warna, rasa, bau, yang ditimbulkan dan indikasi lainnya. Secara laboratorium, limbah cair ditandai dengan peruabahan sifat kimia air, dimana air telah mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) dalam konsentrasi yang telah melampauhi batas Kristanto (2013). Limbah cair yang dihasilkan dalam kegiatan operasi PLTU batubara menurut Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (2007) dapat diketagorikan sebagai limbah domestik, air larian permukaan, limbah cair proses operasi, sisa atau bekas minyak (oli bekas, ceceran minyak). Limbah cair tersebut secara umum
Universitas Sumatera Utara
tergolongzat pencemar dengan kriteria yang bersifat fisika dan kimia (termasuk kandungan unsur logam dan minyak). 2.4.2.3 Parameter Limbah Cair Menurut Sumantri (2013), dalam air limbah terdapat beberapa parameter yang perlu untuk diketahui. Beberapa parameter ini diantaranya : 1.
Biochemical Oxygen Demand (BOD) Biochemical Oxygen Demand (BOD) adalah banyaknya oksigen dalam ppm atau miligram/liter (mg/L) yang diperlukan untuk menguraikan benda organik oleh bakteri pada suhu 20oC selama 5 hari. Biasanya hanya dalam waktu 5 hari, sebanyak 60-70% kebutuhan terbaik karbon dapat tercapai.
2.
Chemical Oxygen Demand (COD) Chemical Oxygen Demand (COD) menggambarkan jumlah total oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat didekomposisi secara biologis (biodegredable) maupun yang sukar didekomposisi secara biologis (nonbiodegredable). Oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang diperlukan untuk mengoksidasi air sampel.
3.
Oksigen Terlarut (Disolved Oxygen) Oksigen Terlarut (Disolved Oxygen) adalah banyaknya oksigen yang terkandung di dalam air dan diukur dalam satuan mg/L. Semakin besar oksigen terlarut, maka menunjukkan derajat pengotoran semakin kecil.
4.
Kesadahan
Universitas Sumatera Utara
Kesadahan adalah gambaran kation logam divelansi (valensi 2) yang terdapat dalam air. Kation-kation ini dapat bereaksi dengan sabun membentuk endapan (presipitas) maupun dengan anion-anion yang terdapat di dalam air membentuk endapan atau karat pada peralatan logam. 5.
Seattleable Solid Adalah lumpur yang mengendap degan sendirinya pada kondisi yang tenang selama satu jam secara gaya beratnya sendiri.
6.
TSS ( Total Suspended Solid) Adalah jumlah berat dalam mg/L kering lumpur yang di dalam air limbah setelah mengalami penyaringan dengan membran berukuran 0,45 mikron. Suspended Solid (material tersuspensi) dapat dibagi menjadi zat padat dan koloid. Selain suspended solid ada juga istilah dissolved solid (padatan terlarut).
7.
MLSS (Mixed Liquor Suspendid Solid) MLSS adalah jumlah TSS yang berasal dari pengendap lumpur aktif setelah dipanaskan pada suhu 103o - 105oC.
8.
MLVSS (Mixed Liquor Volatile Suspendid Solid) MLVSS adalah kandungan organicmatter yang terdapat dalam MLSS. Didapat dari pemanasan MLSS pada suhu 600oC. Benda volatile menguap disebut MLVSS.
9.
Kekeruhan (Turbidy)
Universitas Sumatera Utara
Kekeruhan adalah ukuran yang menggunakan efek cahaya sebagai dasar untuk mengukur keadaan air. Kekeruhan ini disebabkan oleh adanya benda tercampur atau benda koloid dalam air. 2.4.2.4 Pengolahan Limbah Cair Mulia (2005), pengolahan air limbah dapat dilakukan secara alamiah maupun peralatan. Pengolahan air limbah secara alamiah biasanya dilakukan dengan bantuan kolam stabilisasi. Pengolahan air limbah dengan bantuan peralatan biasanya dilakukan pada instalasi pengolahan air limbah/IPAL (Waste Water Treatment Plant/ WWTP). Berdasarkan karakteristik dari limbah, proses proses pengolahan dapat digolongkan menjadi tiga bagian, yaitu proses fisika, kimia, dan biologi (Kristanto, 2013) : 1.
Proses fisika Perlakuan terhadap air limbah dengan cara fisika adalah proses
pengolahan secara mekanis dengan atau tanpa penambahan bahan kimia. Proses tersebut diantaranya adalah : a. Penyaringan, agar padatan yang larut dan bahan kasar lainnya terpisah. b. Penghancuran, agar padatan yang larut menjadi butir yang lebih kecil dan seragam. c. Perataan air, dapat dilakukan dengan dua cara yaitu perataan aliran dengan mengubah sistem saluran dan dengan membuat kolam. Tujuan daripada kedua cara ini adalah agar terdapat keseragaman aliran pada saat terjadi percampuran dengan bahan kimia, sehingga memudahkan pengolahan lanjut.
Universitas Sumatera Utara
d. Penggumpalan Partikel yang tak larut di dalam air akan terapung di atas permukaan air atau membentuk endapan di dasar wadah. Penambahan zat kimia tertentu membuat partikel ini akan beraksi membentuk suatu gumpalan sehingga dimensi partikel menjadi lebih besar dan karena pengaruh gravitasi maka partikel tersebut akan mengendap. Bahan kimia yang digunakan untuk penggumpalan, misalnya aluminum sulfat atau ferro sulfat. Untuk mempercepat reaksi pada umumnya diguankan bantuan pengaduk yang kecepatannnya dapat diatur. e. Sedimentasi, untuk mengendapkan bahan lain yang tidak ikut bereaksi. f. Pengapungan Dalam proses ini digunakan bantuan pompa kompresor untuk memasukkan udara ke dalam air tujuannya agar bahan-bahan lemak dan minhyak dengan cepat naik ke permukaan air. Pemasukan udara ke dalam air akan menciptakan gelembung-gelembung yang melekat pada suatu partikel dan dibawa naik ke permukaan air. g. Filtrasi Merupakan proses penyaringan padatan halus yang tidak mengendap walaupun sudah ditambah bahan kimia. Penyaringan ini menggunakan media seperti pasir, kerikil dan karbon aktif. 2. Proses Kimia a. Pengendapan dengan bahan kimia. Bahan pencemar yang dapat dikurangi atau dihilangkan adalah :
Universitas Sumatera Utara
- fosfat terlarut dapat direduksi jika konsentrasinya kurang dari 1 mg/l dengan bahan aluminium feri sulfat. - Beberapa kalsium, magnesium, silica dapat dihilangkan dengan NaOH. - Beberapa logam berat dapat dihilangkan dengan kapur (lime) - Pengurangan bakteri virus dapat dicapai dengan kapur pada kondisi pH 10,5-11,5 dengan cara penggumpalan dan sedimentasi. b. Proses dengan lagon Lagon atau kolam sering diguakan sebagai reactor biological. Lagon dilengkapi dengan peralatan aerasi baik secara alamiah, atau memberikan udara dengan menggunakan kompresor jika dalam kolam tumbuh algae. c. Netralisasi Air limbah yang terdapat dalam kondisi asam atau basa membutuhkan netralisasi sebelum dan sesudah perlakuan (treatment). d. Sedimentasi Proses ini menggunakan bantuan koagulan (zat pengendap). Tujuan utama proses sedimentasi melalui proses kimia adalah untuk menghilangkan padatan tersuspensi. e. Oksisdasi dan reduksi f. Klorinasi g. Oksidasi phenol dan sulfur 3. Proses bilogi
Universitas Sumatera Utara
a. Pengolahan cara anaerob, melalui reactor aerobik yang berfungsi untuk mengubah bahan organik menjadi air dan karbon dioksida dalam keadaan tersedia oksigen. b. Pengolahan cara anaerob, mengubah bahan organik dalam limbah cair tanpa ada oksigen.
4. Proses fisika-kimia-biologi Ada diantara bahan-bahan yang tidak dapat dihilangkan atau diendapkan dengan penambahan basa atau asam. Karena itu gabungan proses kimia-fisikabiologi amat dibutuhkan untuk meningkatkan efesiensi peralatan pengolahan. Proses kimia meliputi netralisasi, oksidasi, dan reduksi, pengendapan dengan bahan kimia tambahan untuk mengikat bahan pencemar kimia anorganik. Proses fisika menekankan pengolahan pada unsur fisik bahan pencemar, misalnya ukuran bahan yang terlalu kasar dan padat, bannyaknya minyak yang bercampur. 5. Pengolahan lanjut Seringkali proses pengolahan limbah pada proses fisika-kimia-biologi tidak memberikan hasil yang memuaskan. Proses lanjutan ini terdiri dari beberapa pilihan proses, yaitu : stripping udara, karbon aktif, absorbsi, dan regenerasi. Upaya pengolahan limbah cair PLTU yaitu dengan waste water treatment plant (WWTP). WWTP dirancang dan dibangun untuk menampung, memproses serta membuang limbah cair yang dihasilkan oleh pabrik pembangkit saat beroperasi, termasuk luapan air limpasan dari areal penyimpanan batubara. Proses pengolahan diantaranya berlangsung melalui tahapan penambahan zat koagulan
Universitas Sumatera Utara
dilanjutkan pengadukan secara cepat, pengadukan lambat dan pengendapan, penyaringan, serta penyesuaian akhir kadar pH (Sprint Consultant, 2014). 2.4.2.5 Dampak Limbah Cair 1.
Terhadap lingkungan Pengoperasian PLTU juga akan menghasilkan bahan buangan (limbah)
cair yang jika tidak sempurna proses pengolahannya akan dapat mencemari badan air penerima. Jika limbah cair yang dibuang ke lingkungan sekitar tersebut tanpa proses pengolahan terlebih dahulu diperkirakan akan dapat menyebabkan penurunan kualitas air yang akan berdampak langsung pada penurunan kepadatan dan kelimpahan, serta perubahan komposisi jenis biota akuatik. 2.
Terhadap manusia Kegiatan pemeliharaan dan pengecekan sistem kerja peralatan PLTU
dilakukan terhadap: boiler dan bag house (akan menghasilkan logam teroksidasi), peralatan balance of plant (akan menghasilkan logam dan ceceran oli), kolam penampung lindi, batubara dan oil water separator (akan menghasilkan padatan tersuspensi, logam dan ceceran oli). Hasil pemeliharaan peralatan ini apabila tidak terkelola dengan baik potensial untuk masuk ke dalam aliran air ke sungai sehingga meningkatkan kadar COD, padatan tersuspensi, minyak, dan logam berat di perairan umum (Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, 2007). Menurut Darmono (2001), minyak yang mencemari daratan dan terbawa arus air hujan atau air sungai dapat mencemari daerah panai dan berdampak serius terhadap sistem perekonomiann daerah sekitar pantai. Aktivitas para nelayan dan industri pariwisata akan sangat terganggu.
Universitas Sumatera Utara
2.4.3 Limbah Gas PLTU 2.4.3.1 Sumber Limbah Gas Menurut Kristanto (2013), pada dasarnya limbah gas industri bersumber dari penggunaan bahan baku, proses dan sisa-sisa pembakaran. Limbah yang terjadi disebabkan karena reaksi kimia, kebocoran gas, penghancuran bahanbahan, dan lain-lain. Pengoperasian PLTU yang membakar sejumlah batubara akan menghasilkan emisi yang dikeluarkan dari cerobong (Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, 2007). 2.4.3.2 Komposisi Limbah Gas Pembakaran batubara akan menghasilkan sejumlah polutan berupa gas dan abu. Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batubara yang berkapasitas 2 x 15 MW, prediksi jumlah abu yang dihasilkan sebanyak 358.298,61 mg/detik. 10% akan mengendap di tungku pembakaran berupa abu dasar (bottom ash) dan sisanya berupa abu terbang (fly ash) yang diemisikan melalui cerobong ke udara bebas (udara ambien). Pembakaran batubara juga menghasilkan CO2 yang berperan dalam proses pemanasan global (Megasari, dkk, 2008). Apabila proses pembakaran batubara berlangsung tidak sempurna, akan timbul gas CO (Sukandarrrumidi, 2006). 2.4.3.3 Parameter Limbah Gas Menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 21 Tahun 2008, parameter emisi yang diukur pada sumber tidak bergerak bagi usaha dan/atau kegiatan pembangkit tenaga listrik termal meliputi SO2, NO2, tota
Universitas Sumatera Utara
lpartikulat, dan opasitas dengan baku mutu SO2 adalah 750 mg/Nm3, NO2 adalah 750 mg/Nm3, total partikulat adalah 100 mg/Nm3 dan opasitas 20 %. 2.4.3.4 Pengolahan Limbah Gas 1. SOx Teknologi (Flue Gas Desulfurization) FGD digunakan untuk mengurangi emisi SO2 yang dapat mencemari air hujan menjadi hujan asam. Ada dua tipe FGD yaitu FGD basah (Wet Limestone Scrubbing) dan FGD kering (Dry Limestone Scrubbing). Pada FGD basah, campuran air dan gamping (batu kapur) disemprotkan dalam gas buang. Cara ini dapat mengurangi emisi SO2 sampai 7095 %. Kalsium karbonat (CaCO3) dalam batu kapur diubah terlebih dahulu menjadi kalsium sulfit (CaSO3). SO2 yang diserap kemudian direaksikan dengan CaSO3 membentuk senyawa baru yaitu kalsium sulfat (CaSO4) atau gypsum. FGD kering menggunakan campuran air dan batu kapur atau gamping yang diinjeksikan ke dalam ruang bakar. Cara ini dapat mengurangi emisi SO2 sampai 70-97 %. FGD kering menghasilkan produk sampingan gypsum yang bercampur dengan limbah lainnya (Sugiono, 2000). 2.
NOx Penelitian dan pengembangan untuk melakukan kendali terhadap
pencemaran NOx terutama ditujukan pada dua model kendali, yaitu : a. Modifikasi pembakaran dengan menurunkan jumlah NOx yang dihasilkan b. Menghilangkan NOx dari gas buang Semakin tinggi suhu pemabakaran, semakin banyak NOx dihasilkan. Rasio udara-bahan bakar yang lebih tinggi (kelebihan udara) akan menghasilkan NOx
Universitas Sumatera Utara
lebih sedikit, tetapi kelebihan udara pada konsentrasi tertentu akan mengencerkan gas-gas pembakaran sehingga menghasilkan suhu pembakaran yang lebih rendah, dan akibatnya akan terjadi penurunan konsentrasi NOx. Beberapa cara telah dilakukan untuk menguragi NOx yang diproduksi selama pembakaran : a. Metode pembakaran dua tahap, yaitu sebagian bahan bakar dibakar dengan udara dalam jumlah stoikiometrik lebih rendah dari yang tersedia sehingga oksigen yang tersedia tidak berlebih dan mengurangi produksi NOx. Pada tahap kedua, pembakaran dilanjutkan setelah injeksi udara ke dalam campuran. Menghilangkan panas di antara kedua tahapan tersebut, suhu dimana pembakaran terjadi pada keadaan kelebihan udara menjadi lebih rendah sehingga konsentrasi NO yang terbentuk juga berkurang. b. Resirkulasi gas buang kembali ke ruang bakar akan menurunkan suhu api dan menurunkan konsentrasi oksigen yang tersedia. Kedua hal ini mengakibatkan penurunan produksi NOx. c. Uap air atau air yang diinjeksikan ke dalam ruang bahan bakar juga dapat menurunkan suhu api dan mengurangi produksi NOx (Kristanto, 2013). 3. Partikel Debu Electrostatic precipitator (ESP) yang dipasang pada setiap boiler berfungsi untuk
memastikan bahwa partikel debu fly ash yang dihasilkan dari proses
pembakaran batubara dapat ditangkap oleh alat ini. ESP tersebut dirancang untuk mencapai efisiensi hingga 99% (Sprint Consultant, 2014). ESP atau pengendap udara electrostatik adalah suatu alat yang membersihkan partikel-partikel dari udara yang mengalir dengan menggunakan
Universitas Sumatera Utara
suatu gaya yang diinduksikan. Alat ini mengalirkan tegangan yang tinggi dan dikenakan pada aliran gas yang berkecepatan rendah. Debu yang telah menempel dapat dihilangkan secara beraturan dengan cara getaran. Keuntungan yang diperoleh dari penggunaan pengendap elektrostatik ini ialah didapatkannya debu yang kering dengan ukuran rentang 0,3 - 40 mikron (Pasaribu, 2010). Menurut Mulia (2005) alat ini digunakan untuk membersihkan udara yang kotor dalam jumlah (volume) yang relative besar. Alat pengendap ini berupa tabung silinder yang di tengahnya dipasang kawat yang dialiri arus listrik. 2.4.3.5 Dampak Limbah Gas 1.
Terhadap lingkungan Analisis emisi udara pada PLTU 50 MWatt, diperoleh jenis emisi udara
NOx, SOx, CO dan CO2, partikulat dan senyawa organik volatile (Megasari, dkk, 2008). Gas SO2 dan SO3, apabila kontak dengan air akan membentuk asam sulfat (H2SO4) yang bersifat korosif dan dapat merusak instalasi tungku serta dapat membentuk kabut di atmosfer, sehingga mengakibatkan terjadinya hujan asam yang membahayakan kehidupan tanaman dan binatang.
Gas nitrogen oksida
apabila bereaksi dengan uap atau gas dari senyawa organik dengan bantuan sinar matahari akan menimbulkan kabut fotokimia (Sukandarrumidi, 2006). Peningkatan kadar debu di udara juga mengenai populasi fauna darat (terutama aves) yang berkurang atau menghilang dari kawasan PLTU dan wilayah terkena dampak debu (Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, 2007). Menurut Darmono (2001), partikel ukuran < 1μm dapat bertahan lama dan melayang di udara sehingga cukup lama dapat terbawa angin ke seluruh penjuru dunia.
Universitas Sumatera Utara
Kristanto (2013), partikel dengan diameter <1μm biasanya diklasifikasikan sebagai debu dan partikel ini cukup kecil untuk mengendap di tanah, tetapi berlaku sebagai aerosol.
2.
Terhadap manusia
a.
Dampak menguntungkan Iswan (2010), menyatakan bahwa hasil samping dari teknik FGD pada
PLTU yang dipakai untuk menekan gas SO2 adalah gypsum sintetis yang senyawa kimianya sama dengan gypsum alam. Gipsum yang dihasilkan sangat bernilai ekonomis, karena dapat dimanfaatkan untuk keperluan bangunan. Gipsum ini dapat dibuat papan gipsum (gypsum board) yang dipakai untuk plafon (langitlangit rumah), dinding penyekat (partition board) dan pelapis dinding (wall board). b. Dampak merugikan Menurut Iswan (2010), batubara sebagai bahan bakar akan menimbulkan emisi berupa SO2, NO2, CO, CO2, VHC (Volatile Hydrocarbon) dan SPM (Suspended Particulate Matter). SOx merupakan sumber gangguan paru-paru dan berbagai penyakit pernapasan. SO2 dapat dideteksi dari baunya pada konsentrasi 3-5 ppm. Konsentrasi 20 ppm merupakan jumlah minimal SO2 mengakibatkan iritasi pada mata; dan pada konsentrasi 400-500 ppm berbahaya walaupun kontak secara singkat (Kristanto, 2013).
Universitas Sumatera Utara
Sukandarrumidi (2006) menjelaskan bahwa CO timbul sebagai akibat dari pembakaran batubara yang berlangsung tidak sempurna. Gas ini apabila terhisap oleh manusia melalui pernafasan akan bereaksi dengan hemoglobin dalam darah, sehingga akan menghambat transfer oksigen yang pada akhirya membahayakan kehidupan manusia. Kedua bentuk NOx, yaitu NO dan NO2 sangat berbahaya bagi manusia dan bahwa NO2 empat kali lebih berbahaya dibandingkan NO. NO2 bersifat racun terutama terhadap paru-paru Kristanto (2013). 2.5
Kerangka Konsep Limbah padat : KepKaBapedal No.1 / 1995
Sarana pengolahan limbah PLTU
Karakteristik petugas : Umur, JenisKelamin, Pendidikan, Masa kerja, Tindakan
1. Penanganan Limbah Padat - Penimbunan Abu - Penyimpanan Kemasan Bekas B3
Karakteristik Bangunan/ Tempat Penyimpanan Kemasan Bekas B3
2. Proses Pengolahan Limbah Cair - Waste water treatment plant (WWTP) - CWWTP 3. Proses Pengolahan Limbah Gas - Pengolahan Emisi
Memenuhi Syarat
Tidak memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat Kualitas limbah cair dan limbah gas Tidak memenuhi Syarat
Limbah cair : PerMen LH No.08 / 2009 Limbah gas : PerMen LH No.21 / 2008
Gambar 2. Kerangka Konsep
Universitas Sumatera Utara