BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Air Sungai
Air sungai Aek Leidong di Desa Air Hitam adalah air sungai yang memiliki siklus pasang surut dan memiliki banyak anak sungai yang berasal dari daerah berawa, lahan gambut serta industri-industri di sekitarnya.
Adapun air sungai tersebut mempunyai ciri-ciri: Intensitas warna yang tinggi (berwarna coklat kemerahan), pH rendah (pH = 5) dan Bila didiamkan dalam suatu wadah air memiliki endapan. Air sungai yang sudah diendapkan dalam suatu wadah maka ia tampak lebih jernih tetapi warna dan rasa tidak berubah.
Air sungai merupakan air baku yang umum digunakan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) di Indonesia. Untuk menjadi air baku air minum, air sungai tersebut harus memenuhi parameter baku mutu yang berlaku. Keberhasilan proses pengolahan air minum berkaitan erat dengan penurunan kekeruhan dan kontaminan lain yang terkandung di dalam air baku. Air yang memenuhi standar atau persyaratan kesehatan adalah air yang tidak berbau, berwarna dan berasa serta memenuhi baku mutu yang dipersyaratkan sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 907/MENKES/SK/VII/2002 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum (Rindang dan Fadli, 2010).
Pengolahan air sungai menjadi air bersih bisa digunakan di daerah rawa seperti di Desa Air Hitam yang mengandung gambut. Untuk itu diperlukan suatu cara pengolahan air sungai yang sederhana dan terjangkau oleh masyarakat di daerah tersebut. 2.1.1 Sumber Air Baku
Universitas Sumatera Utara
Air baku yang digunakan masyarakat Desa Air Hitam Kecamatan Kualuh Leidong Kabupaten Labuhan Batu Utara diambil dari 3 sumber, yaitu: air hujan, air sumur dan air sugai Aek Leidong. Penduduk yang bertempat tinggal minimal 200 m dari sungai menggali sumur dengan kedalaman ± 3 meter. Penduduk tersebut menggunakan air sungai atau air sumur untuk keperluan MCK (Mandi Cuci Kakus) sedangkan untuk memasak dan air minum menggunakan air hujan yang ditampung langsung dari atap rumah mereka. Dengan dua musim yang terjadi di daerah ini maka persediaan air sumur dan air hujan terbatas sehingga jika musim kemarau penduduk terpaksa menggunakan air sungai Aek Leidong untuk kebutuhan sehari-hari tanpa pengolahan terlebih dahulu.
2.1.2 Kualitas Air Baku
Suyono (2008) menyatakan bahwa pengelolaan kualitas air adalah upaya pemeliharaan air sehingga dicapai kualitas yang diinginkan sesuai dengan peruntukannya untuk menjamin agar kualitas air tetap dalam kondisi ilmiahnya. Sedangkan
pengendalian
pencemaran
air
adalah
upaya
pencegahan
dan
penanggulangan pencemaran air serta pemulihan sehingga menjamin kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air. Kemudian mutu air adalah kondisi dan kualitas air yang diuji dengan parameter-parameter dan metode tertentu sesuai berdasarkan peraturan yang berlaku sementara baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi atau komponen yang ada atau harus ada atau unsur pencemar yang ditoleransi keberadaannya di dalam air.
Sumber air di Desa Air Hitam secara visual berwarna cokelat kemerahan dan memiliki endapan yang berdasarkan parameter baku mutu air tidak memenuhi persyaratan kualitas air bersih yang distandardkan oleh Departemen Kesehatan RI melalui PERMENKES NO.416/MENKES/PER/IX/1990.
Universitas Sumatera Utara
Kontaminan utama pada air adalah zat padat dengan mineral-mineral yang terikut didalamnya, selain itu apabila aliran air melalui permukaan tanah dengan tingkat organik tinggi seperti tanah gambut, maka kandungan organik akan tinggi, demikian dengan sumber-sumber air lainnya. Pada umunya penampakan karakteristik air dan metode pengolahannya tergantung dari tingkat kekeruhannya atau karakteristik air baku. Selain masalah air baku perlu dipertimbangkan juga karakteristik air yang akan dihasilkan, biaya investasi, biaya oprasional dan biaya pemeliharaan serta ketersediaan lahan (Suyono, 2008).
2.1.3 Dampak pencemaran air terhadap kesehatan manusia
Pencemaran lingkungan berakibat terhadap kesehatan manusia, tata kehidupan, pertumbuhan flora dan fauna yang berada dalam jangkauan pencemaran. Gejala pencemaran dapat dilihat pada jangka waktu singkat maupun panjang, yaitu pada tingkah laku dan pertumbuhan. Pencemaran pada waktu relative singkat, terjadi seminggu sampai dengan setahun sedangkan pencemaran dalam jangka panjangterjadi setelah masa 20 tahun atau lebih. Gejala pencemaran yang terjadi dalam waktu singkat dapat diatasi dengan melihat sumber pencemaran lalu mengendalikannya (Totok Sutrisno. 2004).
Peran air sebagai sebagai penyakit menular bermacam-macam: 1. Air sebagai media untuk hidup mikroba pathogen 2. Air sebagai sarang insekta penyebar penyakit 3. Jumlah air bersih yang tersedia tidak cukup 4. Air sebagai media untuk hidup vector penyebar penyakit
2.1.4 Pengolahan Air Sungai
Berdasarkan ciri-ciri air sungai yang telah sebutkan di atas menunjukkan bahwa air sungai Aek leidong tidak layak untuk dijadikan air minum bagi masyarakat. Namun
Universitas Sumatera Utara
karena air sungai tersebut satu-satunya sumber air yang ada pada saat musim kemarau di daerah tersebut maka harus bisa menjadi alternatif sumber air minum masyarakat. Kondisi yang kurang menguntungkan dari segi kesehatan adalah sebagai berikut:
1. Kadar keasaman pH yang rendah dapat menyebabkan kerusakan gigi dan sakit perut (Wagner, 2001).
2. Ikatannya yang kuat dengan logam menyebabkan kandungan logam dalam air tinggi dan dapat menimbulkan kematian jika dikonsumsi terus menerus (Wagner, 2001).
Dengan mempertimbangkan sebagian besar pengolahan air di Indonesia masih menggunakan system konvensional. Cara pengolahan air secara konvensional atau pengolahan lengkap (koagulasi – flokulasi – sedimentasi – filtrasi – netralisasi dan desinfektan) dapat digunakan untuk menghilangkan warna terutama pembentuk warna semu sekitar 80 %, efisiensi penghilangan warna akan lebih efektif jika dilakukan modifikasi dan tambahan proses seperti aplikasi karbon aktif, reaksi redoks dan koagulan – flokulan aid (Pararaja, 2007).
2.1.5 Alternatif Proses Pengolahan Air Sungai
Dengan diketahuinya penyebab dan kandungan warna pada air sungai Aek Leidong, maka proses dan metode pengolahan yang dapat diterapkan untuk mengolah jenis air berwarna alami adalah: Proses Oksidasi, Proses Adsorpsi, Proses Koagulasi – Flokulasi dan proses Elektrokoagulasi.
2.1.5.1 Proses oksidasi
Proses oksidasi untuk pegolahan air berwarna (yang mengandung senyawa organik) yang dapat dianjurkan adalah dengan ozon atau peroksida, karena tidak menghasilkan suatu ikatan atau senyawa yang berbahaya (dapat menguraikannya sehingga mudah
Universitas Sumatera Utara
terurai dan menguap). Ozon atau peroksida dikenal sebagai oksidator yang kuat yang dapat digunakan dalam pengolahan air sehingga ikatan polimer dan monomernya akan terputus dan akan membentuk CO2 dan H2O apabila oksodasinya sempurna. Namun dalam aplikasinya biaya operasi relatif mahal, dan perlu digunakan unit penghasil ozon.
2.1.5.2 Proses adsorpsi
Menurut Schnitzer (1992) dalam disertasi Susilawati (2010) adsorbsi merupakan fenomena fisika di mana molekul-molekul bahan yang diadsorbsi tertarik pada permukaan bidang padat yang bertindak sebagai adsorban. Dengan demikian jelas bahwa adsorbsi merupakan fenomena bidang batas, yang efisiensinya makin tinggi apabila luas bidang permukaan adsorban makin besar.
Ditinjau dari segi derajat adsorbsi pada suatu jenis adsorban secara umum mengikuti aturan sebagai berikut (Cahyana, 2009):
a. Adsorpsi berlangsung sedikit terhadap semua senyawa organic, kecuali senyawa berhalogen (F, Br dan Cl). b. Adsorpsi berlangsung baik pada semua senyawa halogen dan senyawa alifatik.
c. Adsorpsi berlangsung sangat baik terhadap semua senyawa aromatic, makin banyak kandungan inti benzennya makin baik adsorpsinya.
Berdasarkan kriteria di atas maka, pengolahan air bewarna ( air sungai maupun air gambut) dapat dilakukan dengan cara adsorpsi karena asam humus mempunyai gugus senyawa aromatik. Namun secara umum proses inipun masih mahal.
Dalam proses pengolahan air sungai dengan proses adsorpsi pada prinsipnya adalah menarik molekul asam-asam humus ke permukaan suatu adsoeben. Contoh
Universitas Sumatera Utara
adsorben yang diasa digunakan adalah karbon aktif (charcoal), zeolit, resin dan tanah liat dari lokasi sumber air sungai.
2.1.5.3 Proses Koagulasi – Flokulasi
Koagulasi merupakan suatu proses pengolahan air dengan menggunakan sistem pengadukan cepat sehingga dapat mereaksikan bahan kimia (koagulan) secara seragam ke seluruh bagian air di dalam suatu reaktor. Flokulasi merupakan suatu proses pengolahan air dengan menggunakan sistem pengadukan lambat sehingga dapat membentuk flok-flok yang berukuran lebih besar dan dapat diendapkan diproses sedimentasi (Reynold, 1997 dalam Rindang, 2010). Pada koagulasi kimiawi, bahan kimia yang ditambahkan sebagai koagulan yang berbentuk garam (aluminium sulfat) di dalam larutan akan membuat air menjadi asam.
Flok-flok yang terbentuk pada umumnya juga mempunyai kemampuan adsorpsi yang cukup besar. Sehingga pada saat yang bersamaan dengan pembentukan dan penggabungan mikroflok akan terjadi proses adsorpsi dan pemerangkapan bahanbahan terlarut dalam air, dan akan ikut tersisih dalam proses pengendapan dan penyaringan. Sedangkan pada air alami seperti air gambut maupun air sungai konsentrasi bahan koloid atau partikel tersuspensi lainnya umumnya sangat rendah. Sehingga ada pendapat mengatakan bahwa sesungguhnya proses koagulasi dan flokulasi yang dilaksanakan pada air berwarna tidak lain adalah melaksanakan proses adsorpsi dengan bantuan tambahan bahan kimia.
2.2
Tahanan Jenis (resistivity), Tahanan dan Hukum Ohm
Arus I dalam suatu penghantar yang tertentu tergantung dari intensitas listrik E di dalam penghantar. Di dalam logam murni, arus itu berbanding langsung dengan intensitas listrik. Untuk logam-logam lain, hubungan antara I dan E lebih sulit. Sifat penghantar yang disebut tahanan jenisnya ρ, sebagai perbandingan intensitas listrik dengan arus per satuan luas penampang:
Universitas Sumatera Utara
E I/A
ρ=
R=
( 2.1)
L A
R=
V L = I A
E=
I=
V I
L VA
V L
Misalkan Va dan Vb ialah tegangan-tegangan pada dua titik pada suatu penghantar yang dipisahkan oleh jarak L. Intensitas listrik E di dalam penghantar sama dengan gradien potensial (Va - Vb)/L. Jadi kita dapat menuliskan persamaan (2.1) sebagai ρ=
Va - Vb IL / A
I=
Va - Vb L / A
Atau
R=
I=
VA L
L ; A
V L = I A
I=
V L / A
(2.2)
Hubungan antara penghantaran listrik dan penghantaran panas tidak hanya persamaan matematik saja. Electron-elektron bebas yang merupakan pembawa-
Universitas Sumatera Utara
pembawa muatan dalam penghantaran listrik juga memegang peran yang penting dalam penghantaran panas. Adalah merupakan kenyataan bahwa penghantarpenghantar listrik yang baik misalnya logam-logam, juga merupakan penghantar panas yang baik, sedangkan penghantar-penghantar listrik yang jelek juga merupakan penghantar-penghantar panas yang jelek. Tahanan jenis merupakan konstanta, tahanan R juga merupakan konstanta, tidak bergantung pada I dan E. untuk penghantar seperti ini, arus I adalah berbanding langsung dengan perbedaan tegangan Vab . Perbandingan langsung ini antara arus di dalam suatu penghantar logam dengan perbedaan teagangan antara ujung-ujungnya dikenal sebagai hokum Ohm.
V= I.R
(2.3) (Sears dan Zemansky. 1954)
2.2.1 Larutan Logam dalam Sampel
Dalam tahun 1833, Michel Faraday mengamati bahwa air murni hampir merupakan isolator yang sempurna dan larutan dari sesuatu bahan menghantar listrik. Jika dua elektroda dari logam, misalnya platina, dimasukkan dalam bejana diisi air yang didestilisasikan, yang satu dihubungkan dengan ujung positif dari sumber arus searah, yang lainnya dengan ujungnya yang negatif, maka tidak ada terdapat arus sama sekali. Jika sedikit asam misalnya asam sulfat (H2SO4), atau sodium hydroxide (NaOH), atau Aluminium Sulfat (Al2SO4), atau garam, maka larutan ini tahanannya cukup rendah sehingga arus dapat mengalir. Tahanan larutan itu tergantung pada konsentrasi dan pada temperatur.
Larutan
yang
menghantar
arus
listrik
disebut
elektrolit,
fenomena
penghantaran yang dibarengi oleh efek-efek kimia disebut elektrolisa. Bejana dimana elektrolit dan elektroda-elektroda itu disebut sel elektrolit. Elektroda-elektroda platina di dalam larutan asam, zat air akan dibentuk sebagai gelembung-gelembung gas pada
Universitas Sumatera Utara
elektroda negative dan zat asam dibentuk dan dibebaskan sebagai gelembunggelembung gas pada elektroda positif.
Hukum faraday mengenai elektrolisa ini ialah: jumlah gram berat ekivalen dari zat yang menempel, dibebaskan, larut, atau bereaksi pada suatu elektroda sama dengan jumlah faraday (96.500 coul) dari muatan listrik yang dipindahkan melalui elektrolit. Jadi hukum Faraday dapat dirumuskan sebagai berikut: mZ It M F
(2.4)
Dimana m
= berat aluminium yang larut (g)
Z
= valensi Aluminium, yaitu 3
I
= kuat arus yang digunakan (A)
t
= waktu deteksi (detik)
M
= berat molekul Aluminium, yaitu 27g mol
F
= konstanta Faraday, 96.500 C/mol
2.2.2 Impedansi Sistem
Impedansi (disebut juga hambatan dalam, Z) adalah nilai resistansi yang terukur
pada
kutub
kutub
sinyal
jack
alat
elektronik.
Semakin
besar
hambatan/impedansi, makin besar tegangan yang dibutuhkan. Impedansi tidak dapat dikatan sebagai hambatan secara spontan. Karena terdapat perbedaan yang mendasar dari keduanya.
Beberapa sumber mengatakan bahwa impedansi merupakan hasil
reaksi hambatan (R, resistensi) dan kapasitas elektron (C, capacitance) secara bersamaan. Daya merupakan tegangan kuadratnya dibagi impedansinya: P = V2 / Z
(2.5)
Dimana
Universitas Sumatera Utara
P = daya (watt) V = tegangan (volt) Z = impedansi (Ω)
Peningkatan / penurunan daya tidak selalu sebesar peningkatan atau penurunan impedansinya. Peningkatan dan penurunan daya bergantung pada :
besarnya tegangan sumber (Vt) hambatan dalam sumber tegangan (R1) besarnya impedansi yang disusun seri (R2) (R dianggap sebagai impedansi)
Impedansi sistem sangat mempengaruhi besarnya arus gangguan hubung singkat yang mungkin terjadi pada suatu sistem. Sehingga perhitungan yang akurat tentang impedansi sistem yang akan diproteksi menjadi hal yang sangat penting.
2.3
Elektrokoagulasi (EC)
Elektrokoagulasi merupakan proses koagulasi atau penggumpalan dengan tenaga listrik melalui proses elektrolisa untuk mengurangi atau menurunkan ion-ion logam dan partikel-partikel di dalam air. Prinsip dasar dari elektrokoagulasi ini merupakan reaksi reduksi dan oksidasi (redoks). Dalam suatu sel elektrokoagulasi, peristiwa oksidasi terjadi di elektroda (+) yaitu anoda dan sekaligus berfungsi sebagai koagulan, sedangkan reduksi dan pengendapan terjadi di elektroda (-) yaitu katoda. Yang terlibat reaksi dalam elektrokoagulasi selain elektroda adalah air yang diolah yang berfungsi sebagai larutan elektrolit. Untuk proses elektrokoagulasi digunakan elektroda yang dibuat dari aluminium (Al), karena logam ini mempunyai sifat sebagai koagulan yang baik (fitri dan Ismawati, 2007). Sedangkan menurut Mollah (2004), elektrokoagulasi adalah sebuah proses kompleks yang melibatkan fenomena kimia dan fisik dengan
Universitas Sumatera Utara
menggunakan elektroda untuk menghasilkan ion yang digunakan untuk mengolah air limbah.
2.3.1 Proses Elektrokoagulasi
Proses elektrokoagulasi dilakukan pada bejana elektrolisis yang di dalamnya terdapat dua atau lebih penghantar arus listrik searah yang disebut elektroda, yang tercelup dalam larutan air sungai sebagai elektrolit. Dari reaksi tersebut, pada anoda akan dihasilkan gas, buih dan flok. Selanjutnya flok yang terbentuk akan mengikat logam yang ada di dalam air sungai, sehingga flok akan memiliki kecenderungan mengendap. Selanjutnya flok yang telah mengikat tersebut diendapkan pada wadah sedimentasi dan sisa buih akan terpisahkan pada unit filtrasi. Karena dalam proses elektrokoagulasi ini menghasilkan gelembung-gelembung gas, maka kotoran-kotoran yang terbentuk yang ada dalam air akan terangkat ke atas permukaan air. Flok-flok terbentuk ternyata mempunyai ukuran yang relatif kecil sehingga flok-flok yang terbentuk tadi lama-kelamaan akan bertambah besar ukurannya.
Gambar 2.1 Prinsip proses elektrokoagulasi (sumber: Purwaningsih. 2009)
2.3.2 Mekanisme dalam Elektrokoagulasi
Universitas Sumatera Utara
Berikut ini adalah gambar yang dapat menunjukkan interaksi/mekanisme yang terjadi di dalam reaktor elektrokoagulasi.
Gambar 2.2 Mekanisme dalam elektrokoagulasi (Holt, P., 2006)
Reaktor elektrokimia merupakan sebua sel elektrokimia dimana kutub anoda yang berupa logam (biasanya aluminium atau terkadang besi) dimana ion logam yang terlepas berfungsi sebagai agen koagulan. Dan secara simultan terjadi gelembung gas hydrogen di kutub katoda.
Elektrokoagulasi mempunyai kemampuan untuk mengolah berbagai macam polutan termasuk padatan tersuspensi, logam berat, tinta, bahan organik, minyak dan lemak, ion dan radionuklida. Kemampuan elektrokoagulasi untuk mengolah berbagai macam polutan menarik minat industry untum menggunakannya. Gambar 2.2 memperlihatkan proses elektrokoagulasi yang sangat kompleks. Dimana koagulan dan produk hidrolisis saling berinteraksi dengan polutan atau dengan ion yang lain atau dengan gas hidrogen.
Menurut Molah (2004) mekanisme penyisihan yang umum terjadi di dalam elektrokoagulasi terbagi dalam tiga factor utama, yaitu: 1. Terbentuknya koagulan akibat proses oksidasi elektrolisis pada elektroda, 2. Destabilisasi kontaminan, partikel tersuspensi dan pemecahan emulsi, dan 3. Agregatisasi dari hasil destabilisasi untuk membentuk flok.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan proses destabilisasi
kontaminan,
partikel tersuspensi dan
pemecahan emulsi terjadi dalam tahapan sebagai berikut: 1. Kompresi dari lapisan ganda (double layer), difusi yang terjadi disekeliling spesies bermuatan yang disebabkan interaksi dengan ion yang terbntuk darioksidasi di elektroda. 2. Netralisasi ion kontaminan dalam air limbah dengan menambahkan ion berlawanan yang dihasilkan dari elektroda. Dengan adanya ion tersebut menyebabkan berkurangnya gaya tolak menolak antar partikel dalam air limbah (gaya Van der Waals) sehingga proses elektrokoagulasi bisa berlangsung. 3. Terbentuknya flok,, dimana flok ini terbentuk akibat proses elektrokoagulasi sehingga terbentuk sludge yang mampu menjebak dan menjembatani partikel koloid yang masih ada di air limbah.
Bila elektroda sel elektrokoagulasi dialiri listrik arus searah, akan terjadi kemungkinan reaksi kimia sebagai berikut (Fitri dan Ismawati, 2007) :
a. Reaksi pada Katoda
Pada katoda akan terjadi reaksi-reaksi reduksi terhadap kation, yang termasuk dalam kation ini adalah ion H+ dan ion-ion logam. 1. Ion H+ dari suatu asam akan direduksi menjadi gas hidrogen yang akan bebas sebagai gelembung-gelembung gas. Reaksi :
2H+ + 2e
→
H2
(2.6)
2. Jika larutan mengandung ion-ion logam alkali, alkali tanah, maka ion-ion ini tidak dapat direduksi dari larutan yang mengalami reduksi adalah pelarut (air) dan terbentuk gas hidrogen (H2) pada katoda. Reaksi :
2H2O + 2e
→
2OH- + H2
(2.7)
Universitas Sumatera Utara
3. Jika larutan mengandung ion-ion logam
lain, maka ion-ion logam akan
direduksi menjadi logamnya dan terdapat pada batang katoda. Reaksi:
Al2+ + 2e
→
Al
(2.8)
b. Reaksi pada Anoda
1. Anoda terbuat dari logam stainles steel akan teroksidasi: Reaksi :
Al3+ + 3H2O
→
Al(OH)3 + 3H- +3e
(2.9)
2. Ion OH- dari basa akan mengalami oksidasi membentuk gas oksigen (O2): Reaksi :
4OH-
→
2H2O + O2 +4e
(2.10)
3. Anion-anion lain (SO4-, SO3-) tidak dapat dioksidasi dari larutan, yang akan mengalami oksidasi adalah pelarutnya (H2O) membentuk gas oksigen (O2) pada anoda: Reaksi :
2H2O
→
4H- + O2 +4e
(2.11)
Dari reaksi-reaksi yang terjadi dalam proses elektrokoagulasi, maka pada katoda akan dihasilkan gas hidrogen dan reaksi ion logamnya. Sedangkan pada anoda akan dihasilkan gas halogen dan pengendapan flok-flok yang terbentuk.
2.3.3 Proses Flokulasi
Flokulasi adalah penyisihan kekeruhan air dengan cara penggumpalan partikel untuk dijadikan partikel yang lebih besar. Gaya antar molekul yang diperoleh dari agitasi merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap laju terbentuknya partikel flok (Sucianda, 2009).
Zat-zat kimia yang digunakan untuk mendestabilkan partikel koloid disebut dengan koagulan. Koagulan yang paling sering digunakan adalah alumunium sulfat.
Universitas Sumatera Utara
Jika senyawa ini dimasukkan ke dalam air akan terionisasi membentuk Al3 + dan SO42yang dapat menetralkan muatan koloid. Al2(SO4)3
→ 2 Al3+
+ 3SO42-
H2O
→ H+
+ OH-
2Al3+ + 6 OH- → 2 Al(OH)3
Efisiensi dari proses flokulasi pada prakteknya sering kali dapat dilihat dari kualitas air setelah dilakukan pemisahan flok secara mekanik. Dengan demikian, cara pemisahan zat padat atau flok sangat penting dan sangat dipengaruhi oleh bentuk flok yang ada, misalnya untuk melakukan flotasi diperlukan bentuk flok yang lain berbeda dengan flok untuk sedimentasi. Jika dipakai sedimentasi diperlukan flok dengan berat jenis dan diameter yang besar. Pada proses flotasi dibutuhkan flok yang lebih kecil dan mempunya berat jenis yang lebih ringan tetapi mempunyai sifat untuk bergabung dengan gelembung udara. Untuk filtrasi dibutuhkan flok yang kompak yang cukup homogen dengan strukturyang kuat terhadap abrasi dan dengan sifat mudah melekat di atas partikel media penyaring (filter) untuk menjamin pemisahan yang efisien dan operasional penyaringan yang ekonomis (Sucianda, 2009).
2.3.4 Kelebihan dan Kelemahan Elektrokoagulasi
Proses elektrokoagulasi memiliki kelebihan dan kekurangan dalam mengolah air (air limbah, sungai, maupun air gambut).
a. Kelebihan Elektrokoagulasi
1. Elektrokoagulasi memerlukan peralatan sederhana dan mudah untuk dioperasikan.
2.
Elektrokoagulasi lebih cepat mereduksi kandungan koloid/partikel yang paling kecil, hal ini disebabkan pengaplikasian listrik kedalam air akan mempercepat pergerakan mereka didalam air dengan demikian akan memudahkan proses.
Universitas Sumatera Utara
3.
Gelembung-gelembung gas yang dihasilkan pada proses elektrokoagulasi ini dapat membawa polutan ke atas air sehingga dapat dengan mudah dihilangkan.
4. Dapat memberikan efisiensi proses yang cukup tinggi untuk berbagai kondisi, dikarenakan tidak dipengaruhi temperatur.
5.
Tidak diperlukan pengaturan pH.
6.
tanpa menggunakan bahan kimia tambahan.
b. Kelemahan Elektrokoagulasi
Adapun kekurangan dari proses elektrokoagulasi ini adalah:
1. Tidak dapat digunakan untuk mengolah
cairan yang mempunyai sifat
elektrolit cukup tinggi dikarenakan akan terjadi hubungan singkat antar elektroda.
2. Besarnya reduksi logam berat dalam cairan dipengaruhi oleh besar kecilnya arus voltase listrik searah pada elektroda, luas sempitnya bidang kontak elektroda dan jarak antar elektroda.
3. Penggunaan listrik yang mungkin mahal.
2.4
Tawas (Alum)
Tawas (alum) adalah sejenis koagulan dengan rumus kimia Al2SO4 11 H2O atau 14 H2O atau 18 H2O, umumnya yang digunakan adalah 18 H2O. Tawas merupakan bahan koagulan yang paling banyak digunakan, karena bahan ini paling ekonomis , mudah diperoleh di pasaran dan mudah penyimpanannya. Bahan ini dapat berfungsi efektif pada pH antara 4 – 8. Jumlah pemakaian tawas tergantung kepada turbidity
Universitas Sumatera Utara
(kekeruhan) air baku. Semakin tinggi turbidity air baku semakin besar jumlah tawas yang dibutuhkan. Pemakaian tawas juga tidak terlepas dari sifat-sifat kimia yang terkandung oleh air baku tersebut. Semakin banyak dosis tawas yang dibutuhkan maka pH akan semakin turun, karena dihasilkan asam sulfat sehingga perlu dicari dosis tawas yang efektif antara 5.8 – 7.4.
Koagulan yang berbasis aluminium seperti aluminium sulfat digunakan pada pengolahan air minum untuk memperkuat penghilangan materi partikulat, koloidal dan bahan-bahan terlarut lainnya melalui proses koagulasi. Pemakaian alum sebagai koagulan dalam pengolahan air, sering menimbulkan konsentrasi aluminium yang lebih tinggi dalam air yang diolah daripada dalam air mentah itu sendiri (Susilawati, 2010).
2.5
Warna Air
Warna adalah sensasi yang diciptakan sistem visual kita karena adanya eksitasi radiasi elektromagnetik yang dikenal sebagai cahaya. Secara estetika warna dalam air minum dapat mengganggu. Penyebab air berwarna ini biasanya disebabkan oleh kandungan zat organik sehingga membuat air menjadi berwarna. Selain itu kemungkinan zat organik atau kekeruhan penyebab air berwarna dapat berupa senyawa yang dapat membahayakan kesehatan para pemakainya.
Air yang berwarna berarti mengandung bahan-bahan lain berbahaya bagi kesehatan, misalnya pada air rawa berwarna kuning, air buangan dari pabrik, selokan, air sumur yang tercemar dan lain-lain.
Warna coklat kemerahan pada air merupakan akibat dari tingginya kandungan zat-zat organik dalam air tersebut yang berasal dari dekomposisi bahan organik seperti daun, pohon, dan kayu. Zat-zat organik ini dalam keadaan terlarut serta memiliki sifat sangat tahan terhadap mikroorganisme dalam waktu
Universitas Sumatera Utara
yang timbul pada perairan yang disebabkan oleh buangan industri di hulu sungai atau dapat juga berasal dari bahan hancuran sisa-sisa tumbuhan yang cukup lama.
Banyak air permukaan terutama yang berasal dari daerah rawa, seringkali berwarna sehingga tidak dapat diterima oleh masyarakat baik untuk keperluan rumah tangga maupun untuk keperluan industri.
Zat warna merupakan suatu senyawa yang kompleks yang dapat dipertahankan di dalam jaringan molekul-molekul. Zat warna merupakan gabungan dari zat organik yang tidak jauh, sehingga zat warna harus terdiri dari chromogen sebagai pembawa warna dan Auxochrome sebagai pengikat antara warna dan serat (Wardhana, 1995 dalam Purwaningsih, 2008). Jenis zat warna ada dua, yaitu:
a. Zat Warna Alam
Zat warna alam adalah zat warna yang berasal dari alam, baik yang berasal dari tanaman, hewan, maupun bahan metal.
b. Zat warna yang berasal dari hewan
Jenis hewan yang biasa dijadikan zat warna antara lain: Kerang (Tyran purple), Insekta (Ceochikal), dan Insekta warna merah .
Karena air sungai merupakan air berwarna alami maka salah satu proses pengolahannya dapat dilakukan dengan adsorpsi atau penyerapan. Adsorpsi adalah proses penyerapan pada permukaan partikel koloid oleh adanya gaya adhesi zat-zat lain. Daya adsorpsi koloid sangat besar karena permukaan zat padat dengan jumlah yang sama. Adsorpsi ini merupakan fenomena fisika dimana partikel-partikel bahan yang diadsorpsi tertarik pada permukaan fase padat yang bertindak sebagai adsorben. Warna didalam air terbagi menjadi dua (2) yaitu warna sejati dan warna semu.
Universitas Sumatera Utara
2.5.1 Warna sejati (true color)
Warna yang yang berasal dari penguraian zat organik alami yaitu zat humus (asam humus dan asam flufik), lignin, dimana merupakan sekelompok senyawa yang mempunyai sifat-sifat yang mirip. Senyawa ini menyebabkan warna didalam air yang sukar dihilangkan terutama jika konsentrasinya tinggi dan memerlukan pengolahan dengan kondisi operasional yang khusus/berbeda dengan penghilangan warna semu. Karakteristik warna sejati pada air adalah:
1. Air berwarna kuning terang sampai coklat-merah 2. Air relatif jernih. 3. pH air relatif rendah , dibawah 6 (rata-rata 3 – 5) oleh karena itu air dengan pH < 4,5 tidak mengandung alkalinitas.
2.5.2 Warna semu (Apparent color)
Warna semu adalah warna yang disebabkan oleh:
1. Partikel partikel penyebab kekeruhan (tanah, pasir dll.) Zat ini lebih mudah dihilangkan dibandingkan dengan penyebab warna lainnya, biasanya didalam air berbentuk koloid.
2. Partikel/dispersi halus besi dan mangan Zat-zat ini pada konsentrasi yang sangat rendah, tidak dapat diterima didalam penyediaan air untuk perumahan maupun industri. Sedikit besi dan mangan dapat menyebabkan warna kecoklatan dalam air yang diproduksi.
3. Partikel-partikel mikroorganisme (algae/lumut) Warna didalam air yang disebabkan oleh mikroorganisme seperti algae pembentuk warna (seperti blue – green algae), Trichodesmium erythraeum, Oscillatoria
rubescens,
golongan
Cyanobacteria
seperti
Hammatoidea,
Universitas Sumatera Utara
Heterohormogonium, Albrightia, Scytonematopsis, Thalopophila, Myxocarcina dan Colteronem, golongan nitrat (nitrisomonas sp), bakteri besi (Crenothrix dan Sphaerotilus), bakteri belerang (Chromatium dan Thiobacillus).
4. Warna yang berasal dari pemakaian zat warna oleh industri (tekstil, pengrajin batik, pabrik kertas, dll.), seperti bahan pencelup, cat, pewarna makanan dll.
Dalam proses pengolahan air, warna merupakan salah satu parameter fisika yang digunakan sebagai persyaratan kualitas baik untuk air minum maupun air bersih. Prinsip yang berlaku dalam penentuan parameter ini adalah memisahkan terlebih dahulu zat atau bahan-bahan yang terlarut yang menyebabkan kekeruhan. 2.6
Kekeruhan
Rumus kimia air dalam lingkungan laboratorium adalah H2O. Tetapi kenyataannya di alam, rumus tersebut menjadi H2O + X, dimana X berbentuk karakteristika biologik (bersifat hidup) ataupun berbentuk karakteristika non biologik (bersifat mati). Pengotor yang ada dalam air yang akan diolah sebelum digunakan dalam industri dapat bermacam – macam diantaranya adalah kekeruhan (turbidity).
Kekeruhan adalah ukuran yang menggunakan efek cahaya sebagai dasar untuk mengukur keadaan air baku dengan skala NTU (Nephelo Metrix Turbidity Unit) atau JTU (Jackson Turbidity Unit) atau FTU (Formazin Turbidity Unit), kekeruhan ini disebabkan oleh adanya benda tercampur atau benda koloid di dalam air. Hal ini membuat perbedaan nyata dari segi estetika maupun dari segi kualitas air itu sendiri (Admin, 2008).
Kekeruhan pada air biasanya disebabkan oleh adanya butir-butir tanah liat yang sangat halus. Semakin keruh menunjukkan semakin banyak butir-butir tanah dan kotoran yang terkandung di dalamnya.
2.7
Suhu
Universitas Sumatera Utara
Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan makhluk hidup. Suhu dapat memberikan pengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung.
Komposisi dan warna tanah juga dapat mempengaruhi suhu, makin terang warna tanah makin banyak panas yang dipantulkan, makin gelap warna tanah makin banyak panas yang diserap. Asap dan gas yang terdapat di udara sering mereduksi radiasi. Partikel- partikel debu yang melayang di udara merupakan inti dari uap air dalam proses kondensasinya uap air inilah yang bersifat aktif dalam mengurangi pengaruh radiasi matahari.
Suhu air adalah parameter fisika yang dipengaruhi oleh kecerahan dan kedalaman. Air yang dangkal dan daya tembus cahaya matahari yang tinggi dapat meningkatkan suhu perairan. Peningkatan suhu akan meningkatkan kecepatan gerak partikel dalam sistem sehingga semakin banyak tumbukan antar partikel yang dapat terjadi yang akhirnya mempercepat terbentuknya.
Kenaikan suhu air yang mengandung zat organik akan menaikkan kelarutan dari koagulan, sehingga ion aquometalik lebih cepat terbentuk, dan partikel-partikel koloid lebih cepat ternetralisir membentuk flok seiring dengan kenaikan suhu. Namun, saat suhu optimum telah tercapai, peningkatan suhu tidak lagi memperbesar ukuran flok, karena kelarutan flok meningkat seiring dengan peningkatan suhu. Sehingga kenaikan suhu akan menurunkan % efektifitas koagulasi karena flok-flok yang sudah jenuh tadi akan melarut kembali (Fathul, 2008).
2.8
Derajat keasaman (pH)
Salah satu pengukuran yang sangat penting dalam berbagai cairan proses (industri, farmasi, manufaktur, produksi makanan dan sebagainya) adalah pH, yaitu pengukuran ion hidrogen dalam suatu larutan. Larutan dengan harga pH rendah dinamakan ”asam”
Universitas Sumatera Utara
sedangkan yang harga pH-nya tinggi dinamakan ”basa”. Skala pH terentang dari 0 (asam kuat) sampai 14 (basa kuat) dengan 7 adalah harga tengah mewakili air murni (netral) (Setyowati, 2009).
pH atau derajat keasaman digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman (atau ke basaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Yang dimaksudkan "keasaman" di sini adalah konsentrasi ion hydrogen (H+) dalam pelarut air.
pH larutan dapat diukur dengan beberapa cara. Secara kualitatif pH dapat diperkirakan dengan kertas Lakmus (Litmus) atau suatu indikator (kertas indikator pH) atau pH meter. Seraca kuantitatif pengukuran pH dapat digunakan elektroda potensiometrik. Elektroda ini memonitor perubahan voltase yang disebabkan oleh perubahan aktifitas ion hidrogen (H+) dalam larutan. Derajat keasaman (pH) yeng netral sekitar 6,5 – 8,5 . Air yang pHnya rendah akan terasa asam, sedangkan bila pHnya tinggi terasa pahit. Contoh air alam yang terasa asam adalah air gambut (rawa).
pH air dapat mempengaruhi kelarutan dari suatu koagulan. Koagulan memiliki kelarutan yang besar pada rentang pH 5-7. Semakin mudah larut suatu koagulan, maka semakin mudah terbentuknya ion aquometalik yang akhirnya semakin cepatnya partikel koloid ternetralisasi membentuk flok. Semakin besar pH, maka kelarutan dari koagualan semakin kecil, sehingga ion aquometalik semakin sulit terbentuk, yang akhirnya mengurangi jumlah partikel koloid yang dapat ternetralisasi membentuk flok (Fathul, 2008).
Derajat keasaman atau pH merupakan parameter kimia yang menunjukkan konsentrasi ion hidrogen pada perairan. Konsentrasi ion hidrogen tersebut dapat mempengaruhi reaksi kimia yang terjadi di lingkungan perairan.
pH merupakan salah satu parameter yang diukur dalam penelitian ini karena dalam pengolahan air parameter ini penting dalam penentuan kelayakan sebagai air minum. pH dalam air akan mempengaruhi rasa, korosifitas air dan efisiensi klorinasi.
Universitas Sumatera Utara
2.9
Daya Hantar Listrik (DHL) / Konduktifitas
Konduktivitas adalah sifat menghantarkan listrik dalam air. Sifat ini dipengaruhi dengan jumlah kandungan apa yang disebut sebagai ion bebas (Amrih, 2005). Perbedaan konduktivitas ini dipengaruhi oleh komposisi, jumlah ion terlarut dan salinitas suhu. Tinggi rendahnya daya hantar listrik pada air dapat menunjukkan banyaknya jumlah logam yang terlarut dalam air.
Daya hantar listrik atau DHL adalah gambaran numerik dari kemampuan air untuk meneruskan aliran listrik. Oleh karena itu, semakin banyak garam-garan terlarut terionisasi, semakin tinggi pula nilai DHL. Asam, basa dan garam merupakan penghantar listrik yang baik sedangkan bahan organic merupakan penghantar listrik yang buruk.
Parameter yang menggambarkan karakteristik kimia dari air adalah konduktivitas. Konduktivitas larutan adalah ukuran kemampuan larutan tersebut untuk menghantarkan arus listrik. Arus listrik dialirkan oleh ion-ion dalam larutan, oleh karena itu konduktivitas meningkat apabila konsentrasi ion meningkat.
Rumus untuk menghitung besarnya daya hantar (konduktivitas) suatu material adalah:
= 1/ρ
R=
L A
=
L RA
R=
L A
(2.9)
Dimana: ρ
= Resistivitas (Ω)
= Daya hantar arus/konduktivitas (mho)
Universitas Sumatera Utara
Air murni adalah air yang bebas kandungan ion bebas sehingga tidak menghantarkan listrik. Namun, pengertian untuk air yang layak konsumsi bagi kita manusia justru bukan air murni, tapi air murni dengan sifat konduktifitas pada taraf wajar. Karena sifat konduktifitas wajar ini diperlukan bagi metabolisme tubuh kita (Amrih, 2005).
a. Nilai daya hantar listrik untuk berbagai jenis air (Sucianda, 2009).
a. Air destilasi ( aquades ) 0,5 -5,0 µmho/cm b. Air hujan 5,0- 30 µmho/cm c. Air tanah segar 30-200 µmho/cm d. Air laut 1500- 5500 µmho/cm e. Air garam >100.000 µmho/cm
Berdasarkan daya hantar listrik, larutan terbagi menjadi 2 (dua) golongan : 1. Larutan elektrolit : a. Dapat menghantarkan daya listrik b. Terjadi proses ionisasi c. Lampu menyala dengan terang
2. Larutan non- elektrolit : a. Tidak dapat menghantar arus listrik b. Tidak terjadi ionisasi c. Lampu menyala redup
b. Manfaat Kehantaran Daya Listrik (DHL) / Konduktifitas
Daya Hantar Listrik (DHL) dapat dipakai sebagai indikator tingkat pencemaran parameter inorganik (terutama mineral terlarut). DHL juga merupakan parameter yang menunjukkan tingkat salinitas dari suatu badan air yang berpengaruh terhadap kehidupan makhluk hidup, pemanfaatan air baku, dan korosifitas.
Universitas Sumatera Utara