BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Umum
Teknologi laut dalam (deepsea technology) di masa sekarang adalah teknologi terbaru dalam industri lepas pantai. Penemuan-penemuan baru sumber minyak dan gas alam di laut dalam telah menghadirkan tantangan-tantangan besar industri, yang menghasilkan suatu perubahan besar pada perkembangan konstruksi anjungan lepas pantai sebagai sarana eksplorasi minyak dan gas alam, termasuk di dalamnya peralatan, prosedur, instrumentasi, dan operasinya. Secara garis besar, menurut Soedjono (1998) konstruksi anjungan lepas pantai dapat dibedakan menjadi 3 golongan utama, yaitu : •
Anjungan terapung (Mobile Offshore Drilling Unit/MODU atau Floating Production Platform) seperti : semi submersible, drilling ship, tension leg platform,jack-up, FPSO, dll.
•
Anjungan terpancang (Fixed Offshore Platform), seperti : jacket platform, concrete gravity, tripod,dll.
•
Anjungan struktur lentur (Compliant Platform), seperti : Articulated Tower, Guyed tower,dll.
Menurut Arifin (2000) dalam merancang bangunan lepas pantai pertimbangan penting yang digunakan adalah biaya investasi, perilaku hidrodinamis, kemampuan mobilitas, serta reliability dalam pengoperasiannya. Pemilihan konsep struktur merupakan tahapan awal yang sangat penting bagi keberhasilan struktur anjungan dalam menjalani fungsinya (Rosyid, 1996). Pada perairan tertentu sumber minyak dan gas alam biasanya mempunyai volume antara kecil hingga sedang dan berada pada lokasi yang berpencar. Sehingga pengoperasian anjungan terpancang (fixed platform) menjadi tidak ekonomis lagi. Oleh karena itu pemilihan anjungan terapung (floating platform) adalah hal yang paling tepat.
5
Anjungan terapung merupakan anjungan yang mempunyai karakter bergerak mengikuti gerakan gelombang. Seringkali anjungan tipe ini dihubungkan dengan dasar laut menggunakan peralatan mekanik seperti kabel atau rantai (mooring). Untuk anjungan tipe ini yang utama adalah mobilitas dan kemampuannya mengantisipasi gerakan akibat gelombang dan arus laut (Djatmiko, 2003). Salah satu jenis anjungan terapung adalah FPSO. Menurut Aryawan (2005) pemilihan jenis FPSO didasarkan pada kemudahannya dalam berpindah tempat, sehingga sangat menguntungkan secara ekonomis bila ditempatkan pada daerah marjinal. FPSO ini terdiri dari sebuah struktur pengapung berbentuk kapal (bangunan baru atau dari modifikasi kapal tanker yang dialihfungsikan) yang secara permanen ditambatkan ditempatnya beroperasi. Konfigurasi sistem tambatnya bisa berupa jenis tambat menyebar (spread mooring type) dan sistem tambat titik tunggal (single point mooring). Pengetahuan tentang perilaku struktur terapung (floating structures) termasuk FPSO pada laut lepas adalah persyaratan dasar dalam pengembangan teknologi laut dalam yang berkelanjutan. Setiap tipe platform mempunyai karakteristik masing-masing. Karakteristik gerakan pada FPSO misalnya berbeda dengan karakteristik gerakan Tension Leg Platform (TLP) atau SPAR. Di sisi lain, laut lepas memiliki karakteristik lingkungan sendiri. Karena itu pengetahuan tentang perkiraan respon sebuah struktur pada suatu lingkungan tertentu sangatlah penting. Menurut Yilmaz dan
Incecik
(1994),
dengan
menghitung
beban-beban
lingkungan
secara
komprehensif akan diketahui respon dinamis FPSO. Pada umumnya respon kapal, mooring lines dan riser tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Offset pada FPSO dipengaruhi oleh sistem mooring dan riser, sedangkan offset mooring tergantung pada karakteristik motion FPSO yang bisa berubah-ubah disebabkan oleh gaya pengembali (restoring force) dan gaya redaman (drag force) sistem mooring dan riser. Yang harus menjadi catatan bahwa offset pada FPSO cukup sensitif terhadap nilai redaman mooring dan riser. Nilai redaman tergantung pada amplitudo dan frekuensi gerakan FPSO. Respon mooring dan riser sebagian
6
besar non-linier dengan frekuensi natural dan tidak sama dengan rentang frekuensi gerakan FPSO (Aryawan, 2005). Salah satu tujuan perhitungan respon dinamis struktur adalah untuk mendapatkan respon ekstrem dari sistem (gerakan ekstrem, offset mooring ekstrem, tension riser ekstrem). Cara tradisional untuk melakukan analisa adalah dengan menganalisa respon struktur untuk satu desain data lingkungan misalnya gelombang signifikan 100 tahun, kecepatan angin 100 tahun dan arus 100 tahun. Sistem tambat turret (turret mooring) merupakan salah satu tipe Single Point Mooring (SPM) yang banyak dipakai pada FPSO. Sistem tambat turret terdiri atas bearings yang menyebabkan kapal bisa berputar di sekitar kaki jangkar. Sistem turret ini memberikan kemampuan weathervaning kepada FPSO sehingga didapatkan sebuah posisi dimana beban-beban lingkungan seperti arus, gelombang dan angin yang bekerja di sekitar mooring menjadi kecil (API RP 2 SK,1996)
(a)
(b)
Gambar 2. 1(a) Ilustrasi Bagaimana FPSO Ber-weathervaning (b) Komponen Turret Mooring
7
2.2.
Konsep Pembebanan
Pada suatu proses perancangan bangunan lepas pantai, untuk menentukan kemampuan kerja suatu struktur akan dipengaruhi oleh beban yang terjadi pada bangunan tersebut. Sehingga perancang harus menentukan akurasi atau ketepatan beban yang akan diterapkan dalam perancangan. Menurut Soedjono (1999) bebanbaban yang harus dipertimbangkan dalam perancangan bangunan lepas pantai adalah sebagai berikut : 1. Beban mati (Dead Load) Beban mati (dead load) adalah beban dari komponen-komponan kering serta bebanbeban peralatan, perlengkapan dan permesinan yang tidak berubah dari mode operasi pada suatu struktur, meliputi : berat struktur, berat peralatan dari permesinan yang tidak digunakan untuk pengeboran atau proses pengeboran.. 2. Beban hidup (Live Load) Beban hidup adalah beban yang terjadi pada bangunan lepas pantai selama beroperasi dan bisa berubah dari mode operasi satu ke mode operasi yang lain. 3. Beban akibat kecelakaan (Accidental Load) Beban kecelakaan merupakan beban yang tidak dapat diduga sebelumnya yang terjadi pada suatu bangunan lepas pantai, misalnya tabrakan dengan kapal pemandu operasi, putusnya tali tambat, kebakaran, letusan. 4. Beban lingkungan (Environmetal Load) Beban lingkungan adalah beban yang terjadi karena dipengaruhi oleh lingkungan dimana suatu bangunan lepas pantai dioperasikan atau bekerja. Beban lingkungan yang biasanya digunakan dalam perancangan adalah : 1. Wave Drift Force 2. Beban angin 3. Beban arus
2.2.1 Wave Drift Force Menurut Indiyono (2003) beban gelombang merupakan beban terbesar yang ditimbulkan oleh beban lingkungan pada bangunan lepas pantai (offshore structure). Perhitungan beban gelombang dapat direpresentasikan dengan perhitungan gaya
8
gelombang. Teori perhitungan gaya gelombang yang tepat untuk analisa mooring pada FPSO adalah teori difraksi. Dalam teori ini bilamana suatu struktur mempunyai ukuran yang relatif besar, yakni memiliki ukuran yang kurang lebih sama dengan panjang gelombang, maka keberadaan struktur ini akan mempengaruhi timbulnya perubahan arah pada medan gelombang disekitarnya. Dalam hal ini difraksi gelombang dari permukaan struktur harus diperhitungkan dalam evaluasi gaya gelombang. Untuk gaya gelombang time series dapat dibangkitkan dari spektrum gelombang. Gaya gelombang first order : Fwv
(1)
N
(t ) = ∑ Fwv (1) (ω i ) cos [ω i + ε i ] ai
.................................................(2.1)
i =1
dimana :
Fwv Fwv
(1)
(t )
= gaya gelombang first order tergantung waktu
(1)
(ω )
= gaya exciting gelombang first order per unit amplitudo gelombang tergantung waktu
εi
= sudut fase komponen gelombang first order
ai
= amplitudo komponen gelombang first order
S (ω )
= fungsi kepadatan spektra gelombang
2 S (ω ) dω
Gaya gelombang second order :
Fwv
(1)
N
N
i =1
j =1
(t ) = ∑ ∑ ai a j Dij
[
]
cos (ω i − ω j ) t + (ε i − ε j ) ..........................(2.2)
dimana : Dij = drift force per unit amplitudo gelombang
2.2.2 Beban Angin Beban angin merupakan beban dinamis, tapi beberapa struktur akan meresponnya pada model statis yang paling mendekati. Dalam perancangan bangunan lepas pantai pada umumnya perhitungan beban angin disyaratkan untuk didasarkan pada besarnya
9
kecepatan ekstrim dengan periode ulang 50 atau 100 tahun. Semakin lama periode ulang yang digunakan, maka resiko kegagalan semakin besar. Sedangkan formula untuk gaya angin time series dapat dibangkitkan dari spektrum gelombang menurut API RP 2 T adalah memakai rumus sebagai berikut : FWD (t ) =
1 ρ a C S A x a VC − x& (VC − x& ) ...............................................(2.3) 2
dimana: Fw = gaya angin (N) CS = koefisien bentuk
ρ a = massa jenis udara (kg/ m3) x& = kecepatan dari platform (m/s) x a = aerodinamic amittance A = luas area vertikal yang terkena angin (m2) VC = kecepatan partikel air (m/s) Sedangkan kecepatan angin dirumuskan sebagai berikut : x
⎛y⎞ VW = V10 ⎜ ⎟ ..........................................................................................(2.4) ⎝ 10⎠
dimana : Vw
= kecepatan angin, knots (m/s)
V10
= kecepatan angin pada ketinggian 10 m, knots (m/s)
y
= ketinggian dimana kecepatan angin dihitung, (m)
x
= faktor eksponen
Bila informasi yang akurat tidak tersedia, maka harga eksponensial x sebesar
1 7
dapat diambil sebagai pendekatan. Harga ini cukup sesuai untuk ketinggian sampai dengan sekitar 200 m. Untuk semua sudut dari pendekatan beban angin pada struktur, gaya pada permukaan datar diasumsikan sebagai gaya normal pada permukaan dan gaya pada tanki silinder vertikal, pipa, dan silinder lain diasumsikan searah dengan arah angin, sedangkan yang tidak vertikal dapat dihitung
10
menggunakan formula yang diambil dari perhitungan arah angin berhubungan dengan gerak objek. 2.2.3 Beban Arus Selain gelombang, arus laut juga memberikan gaya terhadap struktur bangunan lepas pantai. Arus akibat pasang surut memiliki kecepatan yang semakin berkurang seiring dengan bertambahnya kedalaman sesuai fungsi non-linier. Sedangkan arus yang disebabkan oleh angin memiliki karakter yang sama, tetapi dalam fungsi linier. Kecepatan arus tersebut dirumuskan dalam formulasi matematis berikut : UT = UOT (y/h)1/7 ..................................................................................(2.5a) UW = UOW (y/h) ..................................................................................(2.5b) dimana : UT
: kecepatan arus pasang surut (m/detik)
UOT : kecepatan arus pasang surut di permukaan (m/detik) UW : kecepatan arus akibat angin (m/detik) UOW : kecepatan arus akibat angin di permukaan (m/detik) y
: jarak dari dasar laut (meter)
h
: kedalaman laut (meter)
Gaya arus yang bekerja pada struktur dapat dirumuskan sebagai berikut : Fcx = Ccx S V2c ...................................................................................(2.6a) Fcy = Ccy S V2c ...................................................................................(2.6b) Dimana : Fcx
: Gaya arus pada bow
Fcy
: Gaya arus pada beam
Ccx : Koefisient gaya arus pada bow = 0.016 lb/ft2 (2.89 Nsec2/m4) Ccy : Koefisient gaya arus pada bow = 0.4 lb/ft2 (72.37 Nsec2/m4) S
: Luas penampang pada lambung kapal yang terendam (m2)
Vc
: Kecepatan arus desain (m/sec)
11
2.3.
Teori Gerak Kapal Akibat Eksitasi Gelombang
Pada dasarnya benda yang mengapung mempunyai 6 mode gerakan bebas yang terbagi menjadi dua kelompok, yaitu 3 mode gerakan translasional dan 3 mode gerakan rotasional. Berikut adalah keenam mode gerakan tersebut : 1. Mode gerak translasional Surge, gerakan transversal arah sumbu x Sway, gerakan transversal arah sumbu y Heave, gerakan transversal arah sumbu z 2.
Mode gerak rotasional Roll, gerakan rotasional arah sumbu x Pitch, gerakan rotasional arah sumbu y Yaw, gerakan rotasional arah sumbu z
Definisi gerakan kapal dalam enam derajat kebebasan dapat dijelaskan dengan gambar 2.2. Dengan memakai konversi sumbu tangan kanan tiga gerakan translasi pada arah sumbu x,y dan z, adalah masing-masing surge (ζ1), sway (ζ2) dan heave (ζ3), sedangkan untuk gerakan rotasi terhadap ketiga sumbu adalah roll (ζ4), pitch (ζ5) dan yaw (ζ6). Zo
z Yo
O
ζy
ζz
y
ζψ
Xo
ζθ G ζx ζφ
x
Gambar 2. 2 Tanda Untuk Displacement Gerakan Translasi dan Rotasi
Dengan asumsi bahwa gerakan-gerakan osilasi tersebut adalah linier dan harmonik, maka enam persamaan diferensial gerakan kopel dapat dituliskan sebagai berikut :
12
∑ [(M 6
n =1
jk
]
+ A jk )ξ k + B jk ξ k + C jk ξ k =F j e iwt , j = 1 ............(2.7)
dimana : Mjk
= komponen matriks massa kapal
Ajk, Bjk
= matriks koefisien massa tambah dan redaman
Cjk
= koefisien-koefisien gaya hidrostatik pengembali
Fj
= amplitudo gaya eksitasi dalam besaran kompleks
B
F1, F2 dan F3 adalah amplitudo gaya-gaya eksitasi yang mengakibatkan surge, sway dan heave, sedangkan F4, F5 dan F6 adalah amplitudo momen eksitasi untuk roll, pitch dan yaw. Tanda titik menunjukkan turunan terhadap waktu, sehingga ζ dan ζ adalah masing-masing kecepatan dan percepatan.
Bila diasumsikan bahwa kapal mempunyai bentuk simetris terhadap bidang tegak OXZ dan titik beratnya tertetak pada koordinat (0,0,Zc) maka matriks massa secara umum adalah :
M jk
⎡ M ⎢ ⎢ 0 ⎢ 0 =⎢ ⎢ 0 ⎢ MZ c ⎢ ⎣⎢ 0
0 M 0 − MZ c
0 0 M 0
0 − MZ c 0 I4
MZ c 0 0 0
0 0 0 − I 46
0 0
0 0
0 − I 46
I5 0
0 I6
⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦⎥
….....……(2.8)
dimana M adalah massa kapal, Ij adalah momen inersia massa pada mode ke j, dan Ijk adalah produk momen inersia massa. Dengan asumsi yang sama, matriks yang memuat koefisien-koefisien added mass dan damping adalah :
13
⎡ A11 ⎢ 0 ⎢ ⎢A A jk (atauB jk ) = ⎢ 31 ⎢ 0 ⎢ A51 ⎢ ⎣⎢ 0
0
A13
0
A15
A22
0
A24
0
0 A42
A33 0
0 A44
A35 0
0 A62
A53 0
0 A64
A55 0
0 ⎤ A26 ⎥⎥ 0 ⎥ ⎥ .........……........…..(2.9) A46 ⎥ 0 ⎥ ⎥ A66 ⎦⎥
Selanjutnya, untuk kapal yang terapung di permukaan bebas, koefisien-koefisien hidrostatik pengembali yang tidak sama dengan nol adalah :
C33, C44, C55 dan C35 = C53
..…………………………...........…(2.10)
Bila matriks massa, koefisien added mass dan damping, dan koefisien pengembali dimasukkan ke persamaan gerak, maka untuk kapal yang simetris dalam arah lateral, enam persamaan gerak kopel akan dapat dipisahkan menjadi dua bagian, yaitu bagian pertama adalah persamaan kopel untuk surge, heave, dan pitch serta bagian kedua adalah persamaan kopel untuk sway, roll, dan yaw. Jadi untuk kapal dengan bentuk simetris, tidak akan terjadi kopel antara surge, heave, dan pitch dengan sway, roll dan yaw.
Prosedur komputasi untuk menyelesaikan persamaan gerak kapal, pertama akan dihitung besarnya gaya-gaya eksitasi. Hal ini dapat diturunkan dengan menghitung distribusi tekanan hidrodinamik dengan persamaan Bernoulli, yaitu
1 ⎛ ∂φ p = −ρ⎜ + ∇φ 2 ⎝ ∂t
2
⎞ + gz ⎟ ....................................................(2.11) ⎠
dimana potensial kecepatan φ adalah :
φ (x , y , z , t ) = [− U x + φ s ( x , y , z )] + φT ( x , y , z )e iwt
........(2.12)
Dalam persamaan (2.12), variabel pertama dalam ruas kanan adalah merupakan kontribusi dari potensial kecepatan steady, φs , dan kecepatan kapal U. Sedangkan variabel kedua adalah kontribusi dari potensial kecepatan unsteady :
14
φT = φT + φ
D
+
6
∑
j=1
h jφ
j
.......................................................(2.13)
dimana φI , φD dan φj masing-masing adalah potensial kecepatan dari gelombang insiden, difraksi dan radiasi sebagai akibat mode gerakan ke j.
Langkah berikutnya dalam menyelesaikan persamaan gerak adalah menentukan harga koefisien-koefisien added mass, damping dan hydrostatic. Dari persamaan gerak ini didapatkan hasil berupa karakteristik gerakan kapal. Informasi ini pada umumnya disajikan dalam bentuk grafik, di mana perbandingan gerakan pada mode tertentu ζj dengan parameter tinggi (atau amplitudo gelombang, ζa) diberikan sebagai fungsi frekuensi encounter ωe dari sumber eksitasi. Informasi gerakan ini dinamakan Response Amplitudo Operator (RAO).
2.4.
Gerak Kapal di Atas Gelombang Acak
Gerakan kapal di atas gelombang acak dapat dilakukan dengan mentransformasikan spektrum gelombang menjadi spektrum gerakan kapal. Hal ini dapat dilakukan dengan memperkalikan harga pangkat dua dari response amplitude operator (RAO) dan mode gerakan tertentu dengan ordinat spektrum gelombang, pada frekuensi yang sama. Pendekatan yang diusulkan oleh Denis dan Pierson (1953) ini valid bila harga RAO adalah merupakan normalisasi amplitudo gerakan dengan amplitudo gelombang.
Spektrum gerak kapal merupakan hasil perkalian antara RAO dengan spektrum gelombang. Untuk kapal yang berkecepatan U maka persamaan spektrum gerakannya (contoh untuk heave) adalah :
Sξ 1
⎛ξ = S ξ (ω )⎜⎜ 1 ⎝ ξ2
2
⎞ ⎟⎟ .............................................................................(2.14) ⎠
15
Perlu digarisbawahi bahwa dalam hal ini untuk kapal yang bergerak, frekuensi gelombang yang dialami oleh kapal akan berbeda dengan frekuensi gelombang sebenarnya yang datang. Fenomena ini terjadi karena adanya gerakan relatif dari kapal yang mempunyai kecepatan dengan progresi gelombang. Frekuensi relatif ini diistilahkan sebagai frekuensi papasan (encounter frekuensi, ωe). Hubungan antara
ωe, kecepatan kapal, U, dan frekuensi gelombang insiden, ω, arah kapal relatif terhadap gelombang, μ, adalah : ⎛ ωU ⎞ ω 0 = ω ⎜⎜1 − cos μ ⎟⎟ g ⎝ ⎠
rad/detik ...................................................(2.15)
Diferensiasi persamaan (3.15) terhadap ω dapat ditulis sebagai : dω 0 2ωU cos μ = 1− dω g
rad/detik ......................................................(2.16)
sehingga hubungan antara interval frekuensi menjadi : ⎛ 2ωU ⎞ δω 0 = ⎜⎜1 − cos μ ⎟⎟δω .................................................................(2.17) g ⎝ ⎠ Dengan mengikuti proses ini, maka spektrum gelombang papasan mempunyai hubungan dengan spektrum gelombang insiden sebagai berikut : S ξ (ω )δω = S ξ (ω 0 )δω 0 ........................................................................(2.18)
atau : S ξ (ω 0 ) =
g S ξ (ω ) ..........................................................(2.19) g − 2ωU cos μ
Seperti disinggung sebelumnya, spektrum gerak kapal merupakan hasil perkalian antara RAO dengan spektrum gelombang. Untuk kapal yang berkecepatan U maka persamaan spektrum gerakannya (contoh untuk heave) adalah : Sξ1
16
⎛ξ = S ξ (ω 0 )⎜⎜ 1 ⎝ ξ0
2
⎞ ⎟⎟ ..............................................................................(2.20) ⎠
Dalam analisa gerakan kapal di atas gelombang acak, setelah spektrum gerakan diperoleh dengan prosedur di atas, maka besaran-besaran seperti amplitudo signifikan gerakan, kecepatan dan percepatan dapat ditentukan dengan menghitung momen-momen spektrum.
Dalam perancangan kapal seringkali diperlukan informasi kondisi ekstrim yang akan terjadi bila kapal berjalan di atas gelombang. Untuk masalah ini, Ochi (1973) telah memperkenalkan formulasi stokastik harga ekstrim. Untuk kapal yang bergerak di atas gelombang yang mempunyai karakteristik tertentu (spektrumnya tetap), maka gerakan terbesar yang paling mungkin terjadi dapat dirumuskan sebagai berikut : ⎡
⎛ 60 T ⎝ 2π
ξ n = ⎢2 ln⎜⎜ ⎢⎣
2
m2 m0
⎞⎤ ⎟⎥ ⎟ ⎠⎥⎦
1 2
m0 .......…….…………….....………....(2.21)
Dimana n adalah jumlah observasi depresi gerakan. Harga n dapat dihitung dengan mempertimbangkan lamanya (waktu) kapal di atas gelombang tersebut (misalnya T jam).
Bila diinginkan untuk menghitung harga ekstrim dengan faktor keselamatan tertentu, maka prosedur berikut harus diikuti. Sebagai contoh, bila diinginkan untuk menghitung harga ekstrim di mana kemungkinan terjadinya hanya 1% (tingkat keyakinannya terlampaui adalah 99%). Harga 1 % tersebut dinamakan ekstrim kemudiàn dinamakan faktor keselamatan (α = 0,01). Harga ekstrim kemudian dapat dihitung dengan memasukkan faktor α ke dalam persamaan : ⎡ ⎛ 60 2 T ξ n = ⎢2 ln⎜⎜ ⎣⎢ ⎝ 2πα
1
m 2 ⎞⎤ 2 ⎟⎥ m0 ..........................................................(2.22) m0 ⎟⎠⎦⎥
17
2.5.
Periode Alami Gerakan Bangunan Apung
2.5.1 Gerakan harmonik Gerakan osilasi adalah gerakan berulang, baik secara beraturan atau tidak beraturan. Apabila gerakan osilasi terjadi secara berulang dengan interfal waktu yang tetap (periode = T) maka dinamakan gerakan periodik. Syarat gerakan periodik adalah : f = 1/T
x(t ) = x(t + T )
.............................................................................(2.23)
Dimana : f = frekuensi gerakan periodik T = Periode gerakan periodik Gerakan periodik yang paling sederhana adalah gerakan harmonik. Contohnya yaitu gerakan pegas yang digantung sebuah masaa m (gambar 3.3).
Gambar 2. 3 Gerakan Harmonik Massa Digantung pada Pegas
Frekuensi angular gerakan harmonik adalah : ω = 2πf sedangkan persamaan simpangan gerakan harmonik adalah :
x = A sin ωt = A sin 2π
t T
..............................................................(2.24)
Persamaan kecepatan dan percepatan gerakan harmonik adalah :
18
x& =
dx π = Aω cos ωt = Aω sin(ωt + ) ...........................................(2.25a) dt 2
&x& =
d 2x = − Aω 2 sin ωt = − Aω 2 sin(ωt + π ) .....................................(2.25b) dt 2
Kecepatan dan percepatan mempunyai sudut fase yang mendahului simpangan, masing-masing π/2 rad dan π rad. Jika persamaan (2.25b) disubstitusikan ke persamaan (2.24) akan didapat persamaan berikut :
&x& = −ω 2 x ........................................................................................(2.26) Dimana :
ω = ωn (getaran bebas)
2.5.2 Getaran bebas Model getaran bebas dapat ditunjukkan dengan sistem yang terdiri dari massa m dan
pegas (tanpa massa) : kΔ k
Posisi awal tanpa massa
Δ
m
k(Δ + x) m
Posisi kesetimbangan statis
x m
x&
&x&
w w Gambar 2. 4 Sistem Getaran Bebas
Hubungan gaya-gaya defleksi pada pegas yang linear (memenuhi hukum Hooke) : F = kx ................................................................................................(2.27) Dimana : F = Gaya (kN) k = kekakuan (N/m) x = displacement/offset (m) Persamaan kesetimbangan gaya untuk simpangan x :
m&x& =
∑ F = w − k (Δ + x)
...........................................................(2.28)
19
karena kΔ = w = mg, maka :
m&x& = − kx ........................................................................................(2.29) atau persamaan linear orde 2 untuk gerakan bebas :
m&x& + kx = 0 ...................................................................................(2.30a)
&x& +
k x = 0 .................................................................................(2.30b) m
Dari persamaan (2.26) dan (2.30b) diperoleh hubungan :
ω n2 =
2.5.3
k maka m
k .............................................................(2.31) m
ωn =
Periode Alami Bangunan Apung
z
Aw
L1
W1
x W0
L0
m Gambar 2. 5 Analisa Periode Bangunan Apung
Bila bangunan apung ditekan ke bawah dengan simpangan z maka akan timbul gaya pengembali dari air. Dan bila bangunan apung diangkat sejauh z maka berat benda akan menjadi lebih besar dari gaya apung sebesar ρ g Aw z. Massa sistem gerakan terdiri atas massa benda (m) dan massa fluida yang mengalami percepatan akibat gerakan benda (mA /massa tambah). Persamaan gerakan bebas benda apung adalah :
(ρ∇ + m A )Z&& + ρgAwZ = 0
...........................................................(2.32a)
k = ρgAw ....................................................................................(2.32b)
20
¾ Periode alamiah gerakan heave ω nZ =
k = m
ρgAw ρ∇ + m A
.....................................................................(2.33)
T = 2π /ω maka : TnZ = 2π
m = 2π k
ρ∇ + m A ρgAw
............................................................(2.34)
¾ Periode alamiah gerakan rolling
Dari teori stabilitas statis, benda apung yang dikenai gangguan dalam bentuk kemiringan transversal dari posisi tegaknya maka benda apung tersebut akan mendapatkan momen pengembali sebesar ρg∇GM T . Untuk olengan dengan sudut kecil maka lengan moment pengembali adalah :
GZ T = GM T sin φ = GM T φ ..........................................................(2.35) Dengan analogi persamaan bebas vertikal (3.33), maka persamaan bebas rotasi transversal (rolling) dapat ditulis sebagai berikut :
( I φ + I φΔ )φ&& + ρg∇GM T φ = 0 .......................................................(2.36) Iφ = momen inersia massa terhadap sumbu memanjang benda apung (o-x) yang melalui titik berat IφΔ = momen inersia massa tambah terhadap sumbu yang sama Mengambil analogi (3.32b) merupakan gerak rolling adalah :
k = ρg∇GM T .................................................................................(2.37) Sehingga periode alami gerakan rolling benda apung diperoleh sebagai berikut : Tnφ = 2π
I φ + I φΔ m = 2π k ρg∇GM T
..........................................................(2.38)
atau frekuaesi alami rolling adalah :
ω nφ = 2π
ρg∇GM T k = 2π m I φ + I φΔ
.......................................................(2.39)
21
¾ Periode alamiah gerakan pitching
Sebagaimana halnya dengan rolling, persamaan gerak rotasi bebas pitching dapat ditulis :
( I θ + I θΔ )θ&& + ρg∇GM Lθ = 0 .....................................................(2.40) Iө + Iө∆ = momen inersia massa dan massa tambah benda apung terhadap sumbu melintangnya melalui titik berat (o-y) GM L
= tinggi metasenter memanjang benda apung
Periode alami gerakan pitching adalah :
Tnθ = 2π
I θ + I θΔ
ρg∇GM L
......................................................................(2.41)
atau frekuensi alami gerakan pitching :
ω nθ = 2π
2.6.
ρg∇GM L I θ + I θΔ
......................................................................(2.42)
Spektrum Gelombang
Pemilihan spektrum energi gelombang didasarkan pada kondisi real laut yang ditinjau. Bila tidak ada maka dapat digunakan model spektrum yang dikeluarkan oleh berbagai institusi dengan mempertimbangkan kesamaan fisik lingkungan. Dari spektrum gelombang dapat diketahui parameter-parameter gelombang : Tabel 2. 1 Amplitudo dan Tinggi Gelombang pada Spektrum
Profil Gelombang
22
Amplitudo
Tinggi
Gelombang rata-rata
1,25 m0
2,5 m0
Gelombang signifikan
2,00 m0
4,00 m0
Rata-rata 1/10 gelombang tertingi
2,55 m0
5,00 m0
Rata-rata 1/100 gelombang tertingi
3,44 m0
6,67 m0
Dimana : m0 = Luasan dibawah kurva spektrum (zero moment) ∞
= ∫ S (ω ) dω .....................................................................................(2.43) 0
Salah satu model spektral diajukan oleh Pierson Morkowitz (1964) dan masih secara luas digunakan. Aplikasi umum dari satu parameter spektrum gelombang Pierson Morkowitz dibatasi oleh fakta jika kondisi laut kadang dijangkau secara penuh situasi dikembangkan. Pengembangan dari laut juga dibatasi oleh fetch. Secara luas program pengukuran gelombang, diketahui sebagai Joint North Sea Wave Project (JONSWAP) yang berasal dari laut utara. Dari analisa dan pengukuran data JONSWAP spektrum diturunkan. Perumusan spektrum JONSWAP mewakili angin dengan batasan fetch. Spektrum gelombang yang dipakai dalam tugas akhir ini adalah spektrum JONSWAP. Persamaan spektrum JONSWAP merupakan modifikasi dari persamaan spektrum Pierson-Morkowitz yang disesuaikan dengan kondisi laut yang ada. Persamaan spektrum JONSWAP dapat ditulis sebagai berikut : ⎡ − (ω −ω 0 )2 ⎤ ⎥ 2τ 2ω 0 2 ⎥⎦
−4 ⎡ ⎛ ω ⎞ ⎤ EXP ⎢⎢⎣ 2 −5 S (ω ) = α g ω EXP ⎢− 1,25⎜⎜ ⎟⎟ ⎥ γ ⎢⎣ ⎝ ω0 ⎠ ⎥⎦
...............................(2.44)
Dimana :
γ = parameter puncak (peakedness parameter)
τ = parameter bentuk (shape parameter) untuk ω ≤ ω0 = 0,07 dan ω ≥ ω0 = 0,09
α = 0,0076 (X0)-0,22, untuk X0 tidak diketahui α = 0,0081 ⎛ g ⎞ ⎟⎟( X 0 )− 0,33 ⎝ Uω ⎠
ω0 = 2π ⎜⎜
X0 =
gX Uω
Sedang nilai dari parameter puncak (γ ) dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
23
⎡ ⎛ ⎛ T γ = EXP ⎢3,4843 ⎜1 − 0,1975 ⎜ 0,036 − 0,0056 P ⎜ ⎜ ⎢ HS ⎝ ⎝ ⎣
⎞ TP 4 ⎟ ⎟H 2 ⎠ S
⎞⎤ ⎟⎥ .............(2.45) ⎟⎥ ⎠⎦
Dimana : Tp = periode puncak spektra Hs = tinggi gelombang signifikan 2.7.
Response Amplitude Operators (RAO)
Respon pada struktur offshore (baik struktur fixed maupun terapung) akibat gelombang reguler dalam tiap-tiap frekuensi, dapat diketahui dengan menggunakan metode spectra. Nilai amplitudo pada suatu respon secara umum hampir sama dengan amplitudo gelombang. Bentuk normal suatu respon dari sistem linier tidak berbeda dengan bentuk amplitudo gelombang dalam fungsi frekuensi. Response Amplitude Operator (RAO) atau sering disebut sebagai Transfer Function adalah fungsi respon yang terjadi akibat gelombang dalam rentang frekuensi yang mengenai struktur offshore. RAO disebut sebagai Transfer Function karena RAO merupakan alat untuk mentransfer beban luar (gelombang) dalam bentuk respon pada suatu struktur. Bentuk umum dari persamaan RAO dalam fungsi frekuensi (Chakrabarty, 1987) adalah sebagai berikut : Response (ω) = (RAO) η(ω) ..............................................................(2.46) dimana, η = amplitudo gelombang, m, ft
2.8.
Respon Struktur
Response Amplitude Operator (RAO) atau disebut juga dengan Transfer Function merupakan fungsi respon gerakan dinamis struktur yang disebabkan akibat gelombang dengan rentang frekuensi tertentu. RAO merupakan alat untuk mentransfer gaya gelombang menjadi respon gerakan dinamis struktur. Menurut Chakrabarti (1987), persamaan RAO dapat dicari dengan rumus sebagai berikut :
RAO(ω ) =
24
X p (ω )
η (ω )
...............................................................................(2.47a)
Dimana : X p (ω ) = amplitudo struktur
η (ω ) = amplitudo gelombang Sedangkan amplitudo struktur (respon struktur) dapat dirumuskan : ⎛ xo xp = ⎜ ⎜ (1 − r 2 ) 2 + (2ζ r ) 2 c ⎝
⎞ ⎟ cos(ωt − α ) ………………………………..(2.47b) ⎟ ⎠
Dimana : xo
=
Fo k
r
=
ω ωn
tan α =
2ζr 1− r2
Spektrum respons didefinisikan sebagai respons kerapatan energi pada struktur akibat gelombang. Spektrum respons merupakan perkalian antara spektrum gelombang dengan RAO kuadrat, secara matematis dapat ditulis sebagai berikut : S R = [RAO (ω )] S (ω ) .........................................................................(2.48) 2
Dimana :
S R = spektrum respons (m2-sec) S (ω ) = spektrum gelombang (m2-sec) RAO(ω ) = transfer function
ω = ferkuensi gelombang (rad/sec)
25
2.9.
Excursion
Excursion atau Offset adalah perpindahan posisi pada FPSO dengan jarak sejauh x meter setelah terkena gelombang dan merupakan salah satu bentuk respon dari FPSO pada saat mendapat beban lingkungan. Offset dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok, yaitu: 1.
Mean offset Displacement dari vessel karena kombinasi dari pengaruh beban arus, wave drift rata-rata dan angin.
2.
Maximum offset Mean offset yang mendapat pengaruh dari kombinasi frekuensi gelombang dan low-frequency motion.
Offset maksimum dapat ditentukan dengan prosedur di bawah ini: 1.
S lfmax > S wfmax , maka : S max = S mean + S lfmax + S wfsig
2.
.....................................................................(2.49a)
S wfmax > S lfmax , maka : S max = S mean + S wfmax + S lfsig .......................................................................(2.49b)
dimana: Smean = mean vessel offset Smax
= maximum vessel offset
Swfmax = maximum wave frequency motion Swfsig = significant wave frequency motion Slfmax = maximum low-frequency motion Slfsig
= significant low-frequency motion
Alternatif lain yang dapat digunakan dengan menggunakan time domain, frekuensi domain, kombinasi keduanya atau model testing. Mean offset yang diijinkan adalah 2% sampai 4% dari kedalaman perairan sedangkan untuk maximum offset dipengaruhi oleh banyak faktor seperti kedalaman perairan, lingkungan dan sistem riser. Tetapi pada umumnya pada range 8% sampai 12% dari kedalaman perairan.
26
2.10.
Tension pada Mooring Line
Gerakan pada FPSO karena pengaruh dari gerakan vessel dan pengaruh lingkungan menyebabkan adanya tarikan pada mooring line. Tarikan (tension) yang terjadi pada mooring line dapat dibedakan menjadi 2 yaitu : 1. Mean tension Tension pada mooring line yang berkaitan dengan mean offset pada vessel. 2. Maximum tension. Mean tension yang mendapat pengaruh dari kombinasi frekuensi gelombang dan low-frequency tension. 3. Maximum tension dapat ditentukan dengan prosedur di bawah ini : 1.
Tlfmax > Twfmax , maka: Tmax = Tmean + Tlfmax + Twfsig ………......………………......……………..(2.50a)
2.
Twfmax > Tlfmax , maka: Tmax = Tmean + Twfmax + Tlfsig ….........………………………….....…….(2.50b)
dimana: Tmean = mean tension Tmax
= maximum tension
Twfmax = maximum wave frequency tension Twfsig = significant wave frequency tension Tlfmax = maximum low-frequency tension Tlfsig
= significant low-frequency tension
2.11.
Analisa Dinamis
Tujuan dari rangkaian analisa dinamis penelitian ini pertama adalah untuk mendapatkan frekuensi natural struktur tanpa redaman dan kemudian mencari respon struktur terhadap pembebanan dinamis yang dalam hal ini menggunakan beban gelombang. Analisa dinamis FPSO dapat dilakukan dengan analisa domain waktu (time domain) dan analisa domain frekuensi (frequency domain). Secara sederhana kedua metode itu dapat digambarkan sebagai berikut :
27
Gambar 2. 6 Pendekatan untuk Analisa Dinamis Struktur
Metode time domain solution secara umum digunakan untuk tahap final detail desain dan untuk mengecek penyelesain metode frequency domain. Metode time domain biasanya digunakan untuk analisis kondisi ekstrim tetapi tidak digunakan untuk analisis fatigue atau analisis kondisi lebih moderat dimana analisis linierisasi bekerja lebih effisien.
Sejak integrasi numerik langsung persamaan motion dilakukan, pengaruh fungsifungsi non-linier gelombang relevan dan variabel-variabel motion diikutkan. Keuntungan dari metode time domain dibanding metode frequency domain adalah semua tipe non-linier (matrik sistem dan beban-beban eksternal) dapat dimodelkan dengan lebih tepat. Ketidakuntungannya adalah memerlukan waktu menghitung yang lebih banyak, seperti periode simulasi memerlukan waktu panjang. Simulasi time domain dapat dikerjakan menurut beberapa skema integrasi. Untuk dapat mewakili kondisi sebenarnya simulasi minimal dilakukan selama 3 jam.
Pada analisa time domain umumnya keseimbangan dinamik dari multi degree of freedom sistem dapat diformulasikan sebagai berikut :
28
F I (t ) + F D (t ) + F S (t ) = Q (t , r , i ) .......................................................(2.51) Dimana : F I = vektor gaya inertia F D = vektor gaya damping F S = vektor gaya kekakuan Q = vektor beban luar, harmonik atau fungsi stochastic dari waktu
Ada banyak metode numerik yang telah dikembangkan untuk menyelesaikan persamaan gerak pada analisis time domain yaitu menggunakan teknik integrasi direct step by step. Metode Newmark-Wilson dan Runge-Kutta umumnya dipakai untuk menyelesaikan persamaan diferensial second order. Bila analisis digunakan untuk gelombang reguler tunggal, maka ketergantungan frekuensi dari added mass dan koefisien damping untuk periode gelombang tertentu dapat secara langsung digunakan. Ketika analisis dilakukan pada random sea maka pertimbangan seharusnya diberikan ketergantungan frekuensi terhadap massa tambah dan koeffisien dampingnya. Dengan menyelesaikan persamaan tersebut menggunakan prosedur integrasi waktu, didapat solusi pada pola responses time history r(t). Pada umumnya semua matrik sistem (massa, damping, dan kekakuan) dapat difungsikan sebagai respons atau waktu, seperti pada kasus vektor beban (analisis non linier). Matrik sistem konstan memberikan analisis linier. Output dari analisis time domain adalah respons time series dimana : a. Simulasi gelombang reguler dapat digunakan untuk memprediksikan transfer function dengan mengambil rasio respons amplitude dengan input amplitudo gelombang. b. Spektrum respons dapat dihitung dari time series, memberikan informasi yang sama dengan analisis frekuensi domain.
29
c. Respon ektrim dapat diestimasi secara langsung dari puncak respons selama simulasi. Metode frequency domain adalah linier dan dibatasi dalam hal tipe history beban yang dipertimbangkan, seperti hanya dapat memberikan solusi khusus untuk dasar persamaan diferensial. Disini transient response tidak dapat dideskripsikan. Untuk sistim non-linier, beberapa tipe linierisasi harus dilakukan. Pengaruh kekakuan nonlinier karena variasi tension dan besarnya displacement tidak dapat dihitung. Nilai statik untuk tension dan deformasi harus diaplikasikan ketika penentuan matrik sistim.
Pada analisa frequency domain, keseimbangan dinamik dari sistem linier dapat diformulasikan sebagai berikut : M (ω ) &r& + C (ω ) r& + K (ω ) r = Xe iωt ......................................................(2.52) Dimana :
M (ω ) = matrik massa C (ω ) = matrik damping
K(ω) = matrik kekakuan X
= vektor beban kompleks memberikan informasi pada amplitudo beban dan fase pada semua derajat kebebasan. Pola e iωt menetapkan variasi harmonik dari contoh beban dengan frekuensi ω
r
= vektor displacement
solusi dari persamaan tersebut dapat diperoleh sebagai berikut :
r (ω ) = H (ω ) X (ω ) ..............................................................................(2.53)
30
Dimana : Matrik response frekuensi kompleks
[
H (ω ) = K − ω 2 M + iωC
]
−1
.................................................................(2.54)
Formulasi tersebut mengijinkan frekuensi tergantung matrik sistem. Respons dari beban stokastik dapat diperoleh dari beban pengenalan dan konsep spektra response.
31