BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kecurangan (Fraud) 2.1.1 Pengertian Kecurangan (Fraud) Secara harfiah fraud didefinisikan sebagai kecurangan, namun pengertian ini telah dikembangkan lebih lanjut sehingga mempunyai cakupan yang luas. Istilah kecurangan yang ditulis oleh Tunggal (2012:189) diartikan sebagai “Penipuan di bidang keuangan yang disengaja, yang dimaksudkan untuk mengambil aset atau hak orang maupun pihak lain”. Menurut Albrecht et al. (2012:6) pengertian kecurangan (fraud) dalam bukunya Fraud Examination adalah “Fraud is a generic term, and embraces all the multifarious means which human ingenuity can devise, which are resorted to by one individual, to get an advantage over another by false representations”. Pengertian kecurangan (fraud) di atas adalah istilah umum, dan mencakup bermacam-macam arti dimana kecerdikan manusia dapat menjadi alat yang dipilih seseorang untuk mendapatkan keuntungan dari orang lain dengan representasi yang salah. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI, 2012) menjelaskan definisi kecurangan (fraud) adalah “Setiap tindakan akuntansi sebagai: (1) Salah saji yang timbul dari kecurangan dalam pelaporan keuangan yaitu salah saji atau penghilangan secara sengaja jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan untuk mengelabuhi pemakai laporan keuangan, (2) Salah saji yang timbul dari perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva (seringkali disebut dengan penyalahgunaan atau penggelapan) berkaitan dengan pencurian aktiva entitas yang berakibat laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia”. 7
Universitas Sumatera Utara
Pengertian kecurangan (fraud) menurut Hall (2011:113) dalam bukunya “Principles of Accounting Information Systems” menyatakan bahwa “Fraud denotes a false representation of material fact made by one party to another party with the intent to deceive and induce the other party to justifiably rely on the fact to his or her detriment”. Sedangkan
Kitab
Undang-Undang
Hukum
Pidana
(KUHP)
menyebutkan beberapa pasal yang mencakup pengertian kecurangan (fraud) adalah : 1) Pasal 362: Pencurian (definisi KUHP: “mengambil sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum”); 2) Pasal 368: Pemerasan dan Pengancaman (definisi KUHP: “dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat utang maupun menghapuskan piutang”); 3) Pasal 372: Penggelapan (definisi KUHP: “ dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan”); 4) Pasal 378: Perbuatan Curang (definisi KUHP: “ dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang”); 5) Pasal 396: Merugikan pemberi piutang dalam keadaan pailit; 6) Pasal 406: Menghancurkan atau merusakkan barang; 7) Pasal 209, 210, 387, 388, 415, 417, 418, 419, 420, 423, 425, dan 435 yang secara khusus diatur dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999). (Tuanakotta, 2007:95). Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kecurangan adalah serangkaian tindakan melawan hukum yang
8
Universitas Sumatera Utara
dilakukan dengan sengaja untuk tujuan tertentu, yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok dari dalam ataupun luar instansi, untuk mendapatkan keuntungan yang baik secara langsung atau tidak langsung merugikan pihak lain.
2.1.2 Jenis-jenis Kecurangan (Fraud) Penelitian ini menggunakan Fraud Triangle Theory sebagai dasar teori utama. Berdasarkan teori ini ada tiga faktor yang menyebabkan seseorang melakukan kecurangan (fraud). Ketiga faktor tersebut digambarkan dalam segitiga kecurangan (fraud triangle). yang ditunjukkan pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 The Fraud Triangle Fraud triangle menurut Tuanakotta, (2007:105) adalah “Model yang menjelaskan alasan orang melakukan fraud termasuk korupsi”. Menurut Tuanakotta (2007:105) mengemukakan bahwa terdapat 3 pemicu utama yang dikenal dengan nama “fraud triangle” sehingga seseorang terdorong untuk melakukan fraud, yaitu: 1) Kesempatan (Opportunity) “ Kesempatan atau peluang menurut (Tunggal, 2011:2) adalah “Situasi yang membuka kesempatan bagi manajemen atau pegawai yang memungkinkan terjadinya kecurangan”. Para pelaku kecurangan percaya 9
Universitas Sumatera Utara
bahwa aktivitas mereka tidak akan terdeteksi. Peluang dapat terjadi karena pengendalian internal yang lemah, pengawasan manajemen yang kurang baik atau melalui penggunaan posisi. Tuanakotta (2007:106) mengungkapkan bahwa “Kecurangan selalu memiliki pengetahuan dan kesempatan untuk melakukan tindakan agar tidak terdeteksi”. Menurut Tuanakotta (2007:106) ada dua komponen peluang, yaitu: a) General information, yaitu pengetahuan bahwa kedudukan yang mengandung kepercayaan dapat dilanggar tanpa konsekuensi. Pengetahuan ini diperoleh dari pelaku yang ia dengar atau lihat, misalnya dari pengalaman orang lain yang melakukan fraud dan tidak ketahuan atau terkena sanksi. Untuk melakukan fraud seseorang tidak cukup hanya dengan dorongan tekanan kebutuhan. Informasi yang dimiliki membentuk keyakinan bahwa karena kedudukan dan kepercayaan institusi yang melekat pada dirinya maka fraud yang dilakukannya tidak akan diketahui. b) Technical skill, yaitu keahlian yang dimiliki seseorang dan yang menyebabkan seseorang tersebut mendapat kedudukan. Tanpa kemampuan yang memadai menyembunyikan fraud atau korupsi tentu tidak mungkin untuk dilakukan apalagi untuk kasus-kasus korupsi yang bersifat sistemik. Diantara ketiga elemen fraud triangle, kesempatan (Opportunity) inilah yang memiliki kontrol paling atas. Oleh karena itu, dalam mendeteksi adanya aktivitas kecurangan maka perusahaan atau instansi perlu membangun sebuah proses, prosedur dan kontrol yang efektif.
2) Tekanan (Pressure) Tekanan menurut Tunggal, (2011:2) adalah “Dorongan orang untuk melakukan kecurangan”. Tekanan dapat mencakup hampir semua hal termasuk gaya hidup, tuntutan ekonomi, dan lain-lain, termasuk hal keuangan dan non keuangan. Tuanakotta (2007:107) mengungkapkan
10
Universitas Sumatera Utara
bahwa “Status sosial pun dapat menjadi suatu tekanan bagi seseorang untuk melakukan fraud. Tuanakotta (2007:107) mengelompokkannya atas enam kelompok yaitu : a) Violation of ascribed obligation, yaitu suatu keadaan melakukan fraud akibat seseorang harus menjaga martabatnya saat memiliki kedudukan atau jabatan. b) Problems resulting from personal failure, yaitu suatu keadaan melakukan fraud karena kegagalan yang terjadi pada diri sendiri akibat perbuatan sendiri. c) Business reversals, yaitu suatu keadaan melakukan fraud yang di akibatkan oleh faktor eksternal. Contohnya tingkat bunga yang tinggi. d) Physical isolation, yaitu suatu keadaan melakukan fraud yang di akibatkan oleh keterpurukan dalam kesendirian. e) Status gaining, yaitu suatu keadaan melakukan fraud yang di akibatkan oleh tidak mau kalah dengan orang lain. f) Employer-employee relations, yaitu suatu keadaan melakukan fraud yang di akibatkan oleh kekesalan atau kebencian kepada perusahaannya. 3) Rasionalisasi (Rasionalization) Rasionalisasi menjadi elemen penting dalam terjadinya kecurangan, dimana pelaku mencari pembenaran atas perbuatannya. Rasionalisasi merupakan bagian fraud triangle yang paling sulit untuk diukur. Rasionalisasi menurut Tunggal, (2011:2) merupakan “Sikap karakter atau serangkaian nilai-nilai etis yang membolehkan manajemen atau pegawai melakukan tindakan tidak jujur, atau mereka berada dalam lingkungan yang cukup menekan yang membuat mereka merasionalisasikan tindakan yang tidak jujur”. Dalam hal ini Integritas manajemen merupakan penentu utama dari kualitas laporan keuangan. Ketika integritas manajemen dipertanyakan, keandalan laporan keuangan diragukan,bagi mereka yang umumnya tidak jujur maka akan lebih mudah merasionalisasi kecurangan. Bagi mereka dengan standar moral yang lebih tinggi, mungkin tidak begitu 11
Universitas Sumatera Utara
mudah. Pelaku kecurangan selalu mencari pembenaran rasional untuk membenarkan perbuatannya. 2.1.3 Klasifikasi Kecurangan (Fraud) Kecurangan (fraud) dapat diklasifikasikan menjadi dua macam. Menurut Karni, Soejono (2009:35) klasifikasi kecurangan (fraud), yaitu: a. Kecurangan Manajemen Kecurangan ini dilakukan oleh orang dari kelas sosial ekonomi yang lebih atas dan terhormat yang biasa disebut white collar crime (kejahatan kerah putih). Kecurangan manajemen ada dua tipe yaitu kecurangan jabatan dan kecurangan korporasi. Kecurangan jabatan dilakukan oleh seseorang yang mempunyai jabatan dan menyalahgunakan jabatannya itu. Kecurangan korporasi adalah kecurangan yang dilakukan oleh suatu perusahaan untuk memperoleh keuntungan bagi perusahaan tersebut misalnya manipulasi pajak. b. Kecurangan Karyawan Kecurangan karyawan biasanya melibatkan karyawan bawahan dibandingkan dengan kecurangan yang dilakukan manajemen, kesempatan untuk melakukan kecurangan pada karyawan bawahan jauh lebih kecil. Hal ini disebabkan karena mereka tidak mempunyai wewenang. Pada umumnya semakin tinggi wewenang yang dimiliki, maka semakin besar kesempatan untuk kecurangan.
2.2 Proses Pengadaan Barang 2.2.1 Pengertian dan Hambatan Dalam Proses Pengadaan Barang Menurut Tuanakotta (2007) Pengertian pengadaan barang adalah sektor di mana guna memperoleh barang atau jasa dengan harga yang dapat dipertanggungjawabkan, dengan jumlah dan mutu yang sesuai, serta tepat pada waktunya. Hambatan yang biasanya terjadi dalam proses pengadaan barang, Menurut Tuanakotta (2007) meliputi: a. 1) 2) 3)
Inefisiensi Proses dan tata cara yang tidak sederhana Persaingan tidak sempurna dalam suatu lingkungan usaha Rendahnya daya saing barang/jasa domestic 12
Universitas Sumatera Utara
4) Kurang maksimalnya peran belanja b. Belanja yang inefisien dan inefektif. 1) Kurangnya pemanfaatan belanja sebagai pasar bagi usaha domestic pada bidang usaha yang efek pengadaannya banyak. 2) Kurang mendorong keinginan peningkatan kemampuan usaha. 3) Pasar yang pasti untuk tumbuhnya industri dan usaha jasa baru. c. Governance 1) Transparansi bagi semua stakeholder. 2) Partisipasi seluruh komponen masyarakat dalam rangka checks and balances. d. Akuntabilitas
2.2.2 Pencegahan Fraud (Kecurangan) Pengadaan Barang Menurut Tuanakotta (2007) pencegahan fraud dapat dilakukan dengan mengaktifkan
pengendalian
internal.
Pengendalian
internal
biasanya
merupakan bentuk pengendalian yang banyak diterapkan. Menurut Pope (2007:29), pencegahan fraud dalam hal pengadaan barang publik, antara lain: a. Memperkuat kerangka hukum. Alat yang paling ampuh adalah menyikapi kepada publik.Media dapat memainkan peran penting untuk menciptakan kesadaran publik mengenai masalah ini dan untuk membangun dukungan bagi langkahlangkah yang perlu diambil. Peraturan yang selama ini menjadi pedoman pelaksanaan pengadaan barang dan jasa adalah Kepres No. 80 tahun 2003, perlu dikaitkan dengan UU No. 31/1999 untuk dapat efektif menghalangi tindak pidana korupsi. Persyaratan hukum berikutnya adalah kerangka yang baik dan konsisten prinsip-prinsip dan praktikpraktik dasar pengadaan. b. Prosedur Transparan Selain dari kerangka hukum, pertahanan berikutnya melawan fraud adalah prosedur dan praktik yang terbuka dan transparan untuk melaksanakan proses pengadaan barang itu sendiri. Belum ada orang yang menemukan cara yang lebih baik untuk melawan fraud dalam pengadaan barang daripada prosedur seleksi pemasok atau kontraktor berdasarkan persaingan yang sehat. Unsur-unsur prosedur transparan adalah sebagai berikut: 1) Menguraikan dengan jelas dan tanpa memihak apa yang akan dibeli. 2) Mengumumkan kesempatan untuk menawarkan barang. 3) Menyusun kriteria untuk mengambil keputusan pada waktu seleksi. 4) Menerima penawaran dari pemasok yang bertanggung jawab.
13
Universitas Sumatera Utara
5) Membandingkan penawaran dan menentukan penawaran yang terbaik, menurut peraturan yang telah ditetapkan lebih dahulu bagi seleksi. 6) Memberikan kontrak pada penawar yang menang seleksi tanpa mengharuskannya menurunkan harga atau mengadakan perubahan lainnya pada penawarannya yang menang itu. c. Membuka dokumen tender Satu kunci untuk mewujudkan transparansi dan sikap tidak memihak adalah pembeli membuka dokumen tender pada waktu dan tempat yang telah ditetapkan, dihadapan semua pengikut tender didepan umum, sehingga setiap orang dapat melihat siapa yang mengajukan penawaran dan dengan harga berapa, dapat mengurangi risiko bahwa tender yang bersifat rahasia itu dibocorkan kepada peserta lain, diabaikan, diubah atau dimanipulasi. d. Evaluasi penawaran Evaluasi penawaran adalah langkah yang paling sulit dalam proses pengadaan barang untuk dilaksanakan secara benar dan adil. Bersamaan dengan itu langkah ini adalah salah satu langkah yang paling mudah dimanipulasi jika ada pejabat yang ingin mengarahkan keputusan pemenang pada pemasok tertentu. e. Melimpahkan wewenang Prinsip peninjauan ulang dan audit independen sudah diterima luas sebagai cara untuk menyingkapkan kesalahan atau manipulasi dan memperbaikinya. Prinsip ini menduduki tempat yang penting dalam bidang pengadaan barang publik. Namun, prinsip ini juga digunakan oleh beberapa orang untuk menciptakan peluang untuk melakukan korupsi. Khususnya, pelimpahan wewenang untuk menyetujui kontrak. f. Pemeriksaan dan audit independen Tinjauan ulang dan audit independen memainkan peran yang sangat penting. Namun, di beberapa negara, tinjauan ulang dan tahap-tahap persetujuan demikian banyak sehingga seluruh proses pengadaan barang publik boleh dikatakan lumpuh. Dibeberapa Negara, dalam hal kontrak besar, diperlukan waktu lebih dari dua tahun paling tidak, untuk menentukan pemenang, dari sejak penawaran diajukan.
2.3 Pengendalian Internal 2.3.1 Pengertian Pengendalian Internal Pengendalian
internal
menurut
Tunggal
(2011:1)
merupakan
“Rencana organisasi dan metode bisnis yang dipergunakan untuk menjaga aset, memberikan informasi yang akurat dan andal, mendorong dan
14
Universitas Sumatera Utara
memperbaiki efisiensi jalannya organisasi serta mendorong kesesuaian dengan kebijakan yang telah ditetapkan”. Sementara itu dalam PP No. 8 Tahun 2006 dijelaskan bahwa “Pengendalian internal merupakan suatu proses yang dipengaruhi oleh manajemen yang diciptakan untuk memberikan keyakinan yang memadai dalam pencapaian efektivitas, efesiensi, ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan keandalan penyajian laporan keuangan”. Menurut
Mulyadi
(2002:171),
pengendalian
internal
meliputi
“Struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi mendorong efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen”. Pengendalian internal menurut AICPA (American Institute of Certified Public Accountants, 2007) adalah “The plan of organization, and all of the coordinate methods and measures adopted within a business, to safe guard its assets, check the reliability of its accounting data, promote operational efficiency, and encourage adherence to prescribed managerial policies”. Pengendalian internal menurut COSO (The Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission’s) (2006:18) adalah : “ Internal control is broadly defined as a process, effected by an entity's board of directors, management and other personnel, designed to provide reasonable assurance regarding the achievement of objectives in the following categories: 1) Effectiveness and efficiency of operations. 2) Reliability of financial reporting. 3) Compliance with applicable laws and regulations. Lebih lanjut dijelaskan oleh Tunggal (2011:3) bahwa “Pengendalian internal adalah representatif dari keseluruhan kegiatan di dalam organisasi yang harus dilaksanakan, dimana proses yang dijalankan oleh dewan komisaris ditujukan untuk memberikan keyakinan yang memadai tentang pencapaian tujuan pengendalian
15
Universitas Sumatera Utara
operasional yang efektif dan efisien, keandalan laporan keuangan, dan kepatuhan terhadap hukum yang berlaku”. Berdasarkan beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa pengendalian internal merupakan suatu proses komprehensif yang dipengaruhi oleh manajemen untuk memberikan keyakinan yang memadai sebagai pedoman untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi serta, keandalan laporan keuangan, dan kepatuhan terhadap hukum.
2.3.2 Tujuan Pengendalian Internal Menurut Hall (2011: 124) dalam bukunya “Principles of Accounting Information Systems” mengemukakan fungsi dari sistem pengendalian internal yaitu 1) Safeguard assets of the firm 2) Ensure accuracy and reliability of accounting records and information 3) Promote efficiency of the firm’s operations 4) Measure compliance with management’s prescribed policies and procedures Sedangkan Mulyadi (2002:178) menjelaskan tujuan pengendalian internal terbagi atas dua yaitu: 1) Menjaga kekayaan perusahaan. Penggunaan kekayaan perusahaan hanya melalui sistem otorisasi yang telah ditetapkan, dan pertanggungjawaban kekayaan perusahaan yang dicatat dibandingkan dengan kekayaan yang sesungguhnya. 2) Mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi. Pelaksanaan transaksi melalui sistem otorisasi yang telah ditetapkan, dan pencatatan transaksi yang terjadi tercatat dengan benar di dalam catatan akuntansi perusahaan. 16
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan uraian diatas maka dijelaskan bahwa tujuan pengendalian internal adalah menyediakan informasi yang akan digunakan sebagai pedoman dalam perencanaan serta menyediakan informasi tentang bagaimana menilai kinerja perusahaan dan manajemen perusahaan. Pengendalian internal dapat mencegah kerugian atau pemborosan pengolahan sumber daya perusahaan.
2.3.3 Komponen Pengendalian Internal Pengendalian Internal mencakup lima komponen dasar kebijakan prosedur yang dirancang manajemen untuk memberikan keyakinan yang memadai bahwa tujuan tertentu perusahaan dapat dipenuhi. Arens (2010:13) mengemukakan bahwa : “Internal control includes five categories of controls that management design and implements to provide reasonable assurance that management’s control objectives win be met. These are caned component of internal control and are: a. Control Environment b. Risk Assessment c. Information and Communication, d. Control Activities, e. Monitoring” Committee of Sponsooring Organizations (COSO) yang dikenal dengan integrated framework of internal controlnya mendefinisikan pengendalian internal sebagai berikut : “ Internal control is a process, effected by an entity’s board of directors, management and the other personnel, designed to provided reasonable assurance regarding the achievement of objective in the following categories. a. Effectiveness and efficiency of operations b. Reliability of financial reporting. 17
Universitas Sumatera Utara
c.
Complience with applicable laws and regulation.”
Struktur pengendalian internal bukanlah suatu proses yang berurutan di mana satu komponen hanya mempengaruhi satu komponen berikutnya, melainkan suatu multi directional interactive process, di mana hampir semua komponen dapat mempengaruhi unsur lainnya. Berikut diuraikan penjelasan kelima komponen Pengendalian Internal yang saling berhubungan, yaitu: a. Control Environment Lingkungan pengendalian merupakan pengaruh gabungan dari berbagai faktor dalam membentuk, memperkuat, atau memperlemah efektivitas kebijakan dan prosedur tertentu. Menurut Sukrisno (2012:14-38), faktorfaktor yang mempengaruhi lingkungan pengendalian adalah sebagai berikut: integritas dan nilai etika, komitmen terhadap kompetensi, partisipasi dewan komisaris atau komite audit, filosofi dan gaya operasi manajemen, struktur organisasi, pemberian wewenang dan tanggung jawab, serta kebijakan dan praktik sumber daya manusia.
b. Risk Assessment Setiap organisasi mempunyai tingkat risiko berbeda yang harus dikendalikan untuk tercapainya tujuan perusahaan, manajemen harus mengidentifikasi berbagai risiko agar mencapai tingkat risiko adalah: “Risk assessment for financial reporting is management’s identification and analysis of relevant to preparation of financial statement in conformity with GAAP”. Penilaian risiko untuk laporan keuangan adalah
18
Universitas Sumatera Utara
mengidentifikasi, menganalisis dan mengelola berbagai risiko yang berkaitan dengan penyusunan laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum (PABU). c. Information and Communication Sistem informasi yang relevan dengan tujuan pelaporan keuangan, yang meliputi sistem akuntansi, terdiri atas metode dan catatan yang dibangun untuk mencatat, mengolah, meringkas, dan melaporkan transaksi entitas (baik peristiwa maupun kondisi) dan untuk memelihara akuntabilitas bagi aset, utang, dan ekuitas yang bersangkutan. Kualitas informasi yang dihasilkan dari sistem tersebut berdampak terhadap kemampuan manajemen untuk membuat keputusan semestinya dalam mengendalikan aktivitas entitas dan menyiapkan laporan keuangan yang andal. Komunikasi mencakup penyediaan suatu pemahaman tentang peran dan tanggungjawab individual berkaitan dengan pengendalian intern terhadap pelaporan pengadaan barang. Pengawas harus memperoleh pengetahuan memadai tentang sistem informasi yang relevan dengan pelaporan untuk memahami: 1) Golongan transaksi dalam operasi entitas yang signifikan 2) Bagaimana transaksi tersebut dimulai 3) Catatan akuntansi, informasi pendukung, dan akun tertentu dalamn laporan keuangan yang tercakup dalam pengolahan dan pelaporan transaksi
19
Universitas Sumatera Utara
4) Pengolahan akuntansi yang dicakup sejak saat transaksi dimulai sampai dengan dimasukkan ke dalam laporan keuangan, termasuk alat elektronik (seperti computer dan electronic data interchange) yang digunakan untuk mengirim, memproses, memelihara dan mengakses informasi. d. Control Activities Menurut Konrath (2002:13-17), aktivitas pengendalian adalah “Control activities are the policies and procedure that help ensure that management directives are carried out. They also help ensure that necessary actions are taken to address risk to the achievement of entity objectives”. Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang membantu memastikan bahwa arahan manajemen dilaksanakan. Aktivitas tersebut membantu memastikan bahwa tindakan menanggulangi
resiko
dalam
pencapaian
yang diperlukan untuk tujuan
entitas,
sudah
dilaksanakan. Aktivitas pengendalian mempunyai berbagai tujuan dan diterapkan di berbagai tingkat organisasi dan fungsi. Umumnya aktivitas pengendalian yang mungkin relevan dengan audit dapat digolongkan sebagai kebijakan dan prosedur yang berkaitan dengan hal-hal berikut ini: 1) Review terhadap kinerja 2) Pengolahan informasi 3) Pengendalian fisik
20
Universitas Sumatera Utara
4) Pemisahan tugas e. Monitoring Pemantauan adalah proses penentuan kualitas kerja pengendalian intern sepanjang waktu.
2.4 Komitmen Organisasi 2.4.1 Pengertian Komitmen Organisasi Hasibuan (2009:39) mendefinisikan komitmen organisasi yaitu “Sebagai kekuatan yang bersifat relatif dari individu dalam mengidentifikasikan keterlibatan dirinya kedalam bagian organisasi. Hal ini dapat ditandai dengan tiga hal, yaitu: (1) Penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi; (2) Kesiapan dan kesediaan untuk berusaha dengan sungguh-sungguh atas nama organisasi; (3) Keinginan untuk mempertahankan keanggotaan di dalam organisasi”. Konsep komitmen organisasi telah didefinisikan dan diukur dengan berbagai cara yang berbeda. Meyer dan Allen (2007:17) mengemukakan tiga komponen tentang komitmen orangisasi: 1) Affective Commitment, terjadi apabila karyawan ingin menjadi bagian dari organisasi karena adanya ikatan emosional (emotional attachment) atau merasa mempunyai nilai sama dengan organisasi. 2) Continuance Commitment, yaitu kemauan individu untuk tetap bertahan dalam organisasi karena tidak menemukan pekerjaan lain atau karena rewards ekonomi tertentu, 3) Normative Commitment, timbul dari nilai-nilai karyawan. Karyawan bertahan menjadi anggota organisasi karena ada kesadaran bahwa berkomitmen terhadap organisasi merupakan hal yang memang seharusnya dilakukan. Meyer dan Allen (2007:18) merumuskan “Suatu definisi mengenai komitmen dalam berorganisasi sebagai suatu konstruk psikologis yang merupakan karakteristik hubungan anggota organisasi dengan organisasinya dan memiliki implikasi terhadap keputusan individu untuk melanjutkan
21
Universitas Sumatera Utara
keanggotaannya dalam berorganisasi”. Berdasarkan definisi tersebut anggota yang memiliki komitmen terhadap organisasinya akan lebih dapat bertahan sebagai bagian dari organisasi dibandingkan anggota yang tidak memiliki komitmen terhadap organisasi. Pengertian komitmen organisasi di atas bahwa komitmen organisasi adalah sikap yang ditunjukkan oleh individu dengan adanya identifikasi, keterlibatan serta loyalitas terhadap organisasi. Serta, adanya keinginan untuk tetap berada dalam organisasi dan tidak bersedia untuk meninggalkan organisasinya dengan alasan apapun.
2.4.2 Aspek-aspek Komitmen Organisasi Hasibuan (2009:46) mengelompokkan komitmen organisasi menjadi tiga faktor: 1) Identifikasi dengan organisasi yaitu penerimaan tujuan organisasi, dimana penerimaan ini merupakan dasar komitmen organisasi. Identifikasi pegawai tampak melalui sikap menyetujui kebijaksanaan organisasi, kesamaan nilai pribadi dan nilai-nilai organisasi, rasa kebanggaan menjadi bagian dari organisasi. 2) Keterlibatan yaitu adanya kesediaan untuk berusaha sungguh-sungguh pada organisasi. Keterlibatan sesuai peran dan tanggungjawab pekerjaan di organisasi tersebut. Pegawai yang memiliki komitmen tinggi akan menerima hampir semua tugas dan tanggungjawab pekerjaan yang diberikan padanya. 3) Loyalitas yaitu adanya keinginan yang kuat untuk menjaga keanggotaan di dalam organisasi. Loyalitas terhadap organisasi merupakan evaluasi terhadap komitmen, serta adanya ikatan emosional dan keterikatan antara organisasi dengan pegawai. Pegawai dengan komitmen tinggi merasakan adanya loyalitas dan rasa memiliki terhadap organisasi. 2.4.3 Ciri-ciri Komitmen Organisasi Ciri-ciri karyawan yang memiliki komitmen organisasi menurut Hasibuan (2009:49) adalah sebagai berikut: 22
Universitas Sumatera Utara
1) Bertanggung jawab. Karyawan yang memiliki komitmen memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi.Hal ini pengidentifikasian atau penerimaan tanggung jawab, bekerja keras untuk menyelesaikan pekerjaan. 2) Konsisten Suatu komitmen yang kecil atau tidak dihargai sering menjadi lebih buruk dari pada tidak memiliki komitmen sama sekali. Konsistensi karyawan terhadap pekerjaan merupakan suatu hal yang sangat penting karena konsistensi dapat menimbulkan komitmen. Kepercayaan yang cukup beralasan yang berdasarkan pada kejujuran dan perilaku yang konsisten sepanjang waktu, yang mempertinggi reputasi seseorang secara besar-besaran atas komitmen yang konsisten. 3) Proaktif Sebuah komitmen dapat muncul apabila karyawan memiliki sikap proaktif terhadap semua hal yang menyangkut pekerjaannya, dengan sikap yang proaktif tersebut karyawan dapat menyelesaikan masalahmasalah perusahaan dengan lebih baik sehingga dengan sendirinya komitmen karyawan dapat timbul dengan sikap proaktif tersebut.
2.4.4 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Komitmen Organisasi Hasibuan (2009:51) membedakan faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi terhadap perusahaan menjadi empat kategori, yaitu: 1) Karakteristik Personal Pengertian karakteristik personal mencakup: usia, masa jabatan, motif berprestasi, jenis kelamin, ras, dan faktor kepribadian. Sedang tingkat pendidikan berkorelasi negatif dengan komitmen terhadap perusahaan Karyawan yang lebih tua dan lebih lama bekerja secara konsisten menunjukkan nilai komitmen yang tinggi. 2) Karakteristik Pekerjaan Karakteristik pekerjaan meliputi kejelasan serta keselarasan peran, umpan balik, tantangan pekerjaan, otonomi, kesempatan berinteraksi, dan dimensi inti pekerjaan. Biasanya, karyawan yang bekerja pada level pekerjaan yang lebih tinggi nilainya dan karyawan menunjukkan level yang rendah pada konflik peran dan ambigu cenderung lebih berkomitmen. 3) Karakteristik struktural Faktor-faktor yang tercakup dalam karakteristik struktural antara lain ialah derajat formalisasi, ketergantungan fungsional, desentralisasi, tingkat pastisipasi dalam pengambilan keputusan, dan fungsi kontrol dalam perusahaan. Atasan yang berada pada organisasi yang mengalami desentralisasi dan pada pemilik pekerja kooperatif menunjukkan tingkat komitmen yang tinggi. 23
Universitas Sumatera Utara
4) Pengalaman bekerja Pengalaman kerja dipandang sebagai kekuatan sosialisasi yang penting, yang mempengaruhi kelekatan psikologis karyawan terhadap perusahaan. Pengalaman kerja terbukti berkorelasi positif dengan komitmen terhadap perusahaan sejauh menyangkut taraf seberapa besar karyawan percaya bahwa perusahaan memperhatikan minatnya, merasakan adanya kepentingan pribadi dengan perusahaan, dan seberapa besar harapanharapan karyawan dapat terpenuhi dalam pelaksanaan pekerjaanya.
2.5 Hubungan Antar Variabel 2.5.1 Hubungan Pengendalian Internal Terhadap Pencegahan Fraud Pengadaan Barang Hubungan antara pengendalian internal dengan masalah kecurangan dalam suatu perusahaan sangat berkaitan. Dengan adanya pengendalian internal dalam sebuah perusahaan dipercaya dapat bermanfaat dalam hal membantu perusahaan dalam pencegah terjadinya kecurangan (fraud). Walaupun pengendalian internal merupakan pihak yang memiliki kewajiban yang paling besar dalam masalah pencegahan, namun pengendalian internal tidak bertanggung jawab atas terjadinya kecurangan (fraud). Menurut Steve dan Albert dalam bukunya Fraud Examination (2012:96) menyatakan bahwa“Fraud is reduce and often prevented (1) by creating a culture honesty, openness, and assistance and (2) by eliminating opportunities to commit fraud”. Pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa sebenarnya kecurangan (fraud) itu dapat dikurangi bahkan dicegah dengan cara membudayakan iklim kejujuran, keterbukaan, dan saling membantu satu sama lain. Selain itu, pencegahan kecurangan ( fraud) dapat dilakukan dengan cara menghilangkan
24
Universitas Sumatera Utara
kesempatan untuk melakukan kecurangan (fraud), misalnya dengan menanamkan kesadaran bahwa setiap tindakan kecurangan (fraud) akan mendapat sanksi. Maka pengendalian internal merupakan suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris yang ditujukan untuk memberikan keyakinan yang memadai tentang pencapaian tujuan pengendalian operasional yang efektif dan efisien, keandalan laporan keuangan, dan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. Kaitannya
antara
pengendalian
internal
dengan
pencegahan
kecurangan (fraud) sangat erat. Menurut Tuanakotta (2007), bahwa upaya mencegah kecurangan (fraud) dimulai dari pengendalian intern. Disamping pengendalian intern, dua konsep penting lainnya dalam pencegahan kecurangan
(fraud), yakni menanamkan kesadaran tentang adanya fraud
(fraud awareness) dan upaya menilai risiko terjadinya fraud (fraud risk assesment). Manajemen harus melindungi perusahaan dari setiap tindakan yang menimbulkan kerugian. Manajemen harus mengidentifikasikan apa yang harus dilindungi (seperti: asset perusahaan), risiko apa yang akan dihadapi, dan menyampaikan risiko tersebut (probability dan impact cost). Dengan memperhatikan faktor tersebut, manajemen kemudian membuat kebijakankebijakan dan strategi yang sesuai untuk mengembangkan struktur perusahaan dari implementasi pengendalian. Model preventif, investigatif ataupun model corrective adalah suatu jalan mengembangkan pengendalian
25
Universitas Sumatera Utara
secara spesifik. Kebijakan bisnis dan hukum yang berlaku pada perusahaan membutuhkan manajemen yang menekankan pada keefektifan pengendalian internal dan kekuatan pada lingkungan pengendalian untuk melindungi asset perusahaan sehingga dapat mencegah terjadinya fraud. Untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya kecurangan laporan keuangan pada perusahaan dan meminimalkan auditor eksternal untuk melegalkan bukti-bukti yang palsu pada laporan keuangan. Kecurangan selalu menjadi isu yang sulit. Pengimplementasian dari pengendalian intern setidaknya dapat mengurangi kolusi manajemen mengenai kecurangan (fraud).
2.5.2 Hubungan Komitmen Organisasi Terhadap Pencegahan Fraud Pengadaan Barang Hubungan antara komitmen organisasi dengan pencegahan fraud sangat berkaitan. Dengan adanya komitmen organisasi dalam sebuah perusahaan dipercaya dapat bermanfaat dalam hal membantu perusahaan dalam mencegah terjadinya kecurangan (fraud). Pada dasarnya komitmen manajemen dan kebijakan suatu instansi/organisasi merupakan kunci utama dalam mencegah dan mendeteksi kecurangan (fraud). Karyawan yang memiliki komitmen dalam bekerja, maka mereka akan memandang usaha dan kinerja yang mereka berikan terhadap organisasi memiliki makna yang positif bagi kesejahteraan individu mereka sendiri. Sehingga apabila komitmen organisasi terhadap perusahaan tinggi akan mendorong untuk mengetahui
26
Universitas Sumatera Utara
visi, misi, serta tujuan perusahaan tersebut dan memperkecil tindakan penyimpangan yang terjadi di perusahaan tersebut.
2.6 Penelitian Terdahulu Ringkasan penelitian terdahulu sebagai berikut : Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No. Nama Peneliti/Judul Variabel Metode yang Penelitian Penelitian digunakan 1.
Purwitasari (2013) “Pengarauh Pengendalian Internal dan Komitmen Organisasi Terhadap Pencegahan Fraud (studi kasus pada 5 rumah sakit di kota Bandung)”
Variabel Independen X1: Pengendalian Internal
Hasil Penelitian
Analisis Regresi Berganda
Hasil uji menyatakan bahwa kedua variabel independen berpengaruh positif signifikan terhadap pencegahan Fraud.
Partial Least Square (PLS)
Keefektifan sistem pengendalian internal mempengaruhi secara positif signifikan terhadap Fraud.Hasil ini konstan dengan hasil studi Wilopo(2008)
X2: Komitmen Organisasi Variabel Dependen Y:Pencegahan Fraud
2.
Zulkarnain (2013) “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Fraud di Sektor Pemerintahan (studi kasus pada dinas se-kota Surakarta)”
Variabel Independen X1: Keefektifan Sistem Pengendalian Internal X2: Kepuasan Kompensasi X3: Kultur Organisasi
27
Universitas Sumatera Utara
Lanjutan Tabel 2.6 Penelitian Terdahulu X4: Perilaku Tidak Etis
tentang kecurangan akuntansi pemerintahan, sistem pengendalian internal, perilaku tidak etis.
X5: Gaya kepemimpinan Variabel Dependen Y:Fraud 3.
Fitriana (2010)
Variabel Independen
“Pengaruh Pengendalian Internal dan Kesesuaian X1: Kompensasi Terhadap Pengendalian Kecenderungan Internal Kecurangan Akuntansi” X2: Kesesuaian Kompensasi
Analisis Regresi Berganda
Pengendalian internal dan kesesuaian kompensasi berpengaruh negatif signifikan terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi.
Analisis Jalur (Path Analysis)
Hasil peneliti menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh pada penerapan ingkungan pengendalian, penilaian resiko, kegiatan pengendalian, informasi dan
Variabel Dependen Y: Kecenderungan Kecurangan Akuntansi 4.
Hermiyetti (2010) “Pengaruh Penerapan Pengendalian Internal Terhadap Pencegahan Fraud Pengadaan Barang”
Variabel Independen X1: Penerapan Pengendalian Internal Variabel Dependen Y: Pencegahan Fraud Pengadaan Barang
28
Universitas Sumatera Utara
Lanjutan Tabel 2.1 Penelitian terdahulu komunikasi serta pemantauan baik secara parsial maupun simultan terhadap pencegahan Fraud pengadaan barang.
2.7 Kerangka Konseptual Menurut Alison (2006), dalam artikel yang berjudul Fraud Auditing mendefinisikan kecurangan (Fraud) sebagai bentuk penipuan yang disengaja dilakukan yang menimbulkan kerugian tanpa disadari oleh pihak yang dirugikan tersebut dan memberikan keuntungan bagi pelaku kecurangan.Banyaknya tenaga kerja terlibat dalam aktivitas perusahaan. Oleh karena itu, perlu di perhatikan pada saat proses pengadaan barang di dalam perusahaan yang mungkin akan terjadi kecurangan sehingga akan mengakibatkan kerugian yang besar, baik itu dari
segi
kuantitas,
kualitas
barang
maupun
biaya
yang
akan
dikeluarkan.Sehubungan dengan risiko yang besar dalam proses pengadaan barang dan jasa ini, maka perlu adanya upaya dan strategi yang tepat untuk mencegah, mendeteksi dan mengungkapkan kecurangan yang sangat mungkin sekali terjadi pada pengadaan barang.
29
Universitas Sumatera Utara
Pengendalian internal adalah suatu proses yang dijalankan dewan komisaris, manajemen, dan personel lain entitas yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tujuan pengendalian operasional yang efektif dan efisien, keandalan laporan keuangan, dan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. Dengan diterapkannya pengendalian internal pada perusahaan profit ataupun non profit dapat melindungi aset perusahaan dari kecurangan (fraud) dan tentunya membantu manajemen dalam melaksanakan segala aktivitasnya. Pengendalian internal yang diterapkan sebagai salah satu tindakan preventif dalam mencegah kemungkinan terjadinya kecurangan (fraud). Selain itu, hal yang mungkin dapat meminimalisir kecurangan (fraud) tersebut salah satunya adalah komitmen organisasi. Dalam hal ini, komitmen organisasi adalah loyalitas karyawan pada organisasinya dan proses yang berlanjut dengan nama anggota organisasi menunjukkan perhatian mereka terhadap keberhasilan organisasi. Dalam Penelitian ini, Peneliti mengadopsi kerangka konseptual yang sama dengan Purwitasari (2013) . Namun dalam hal ini peneliti menggunakan populasi dan jumlah sampel yang berbeda. Peneliti ingin menguji pengaruh pengendalian internal dan komitmen organisasi terhadap pencegahan kecurangan (fraud) pada PT. Telekomunikasi Selular cabang Kota Medan.
30
Universitas Sumatera Utara
Adapun kerangka konseptual yang digunakan oleh peneliti adalah sebagai berikut:
Pengendalian Internal X1
Komitmen Organisasi X2
H1 H2
Pencegahan Kecurangan Y
H3
Sumber : Purwitasari (2013) Gambar 2.2 Kerangka Konseptual
Berdasarkan kerangka konseptual diatas, dapat dilihat bahwa hubungan antara variabel independen dan variabel dependen merupakan hubungan kausatif (causal research). Dimana variabel independen yang telah ditentukan yaitu Pengendalian internal (X1) dan komitmen organisasi (X2) akan berpengaruh terhadap Pencegahan kecurangan (Y).
2.8 Hipotesis Penelitian Menurut Erlina (2008:49) “Hipotesis adalah proposisi yang dirumuskan dengan maksud untuk diuji secara empiris”. Proposisi merupakan ungkapan atau pernyataan yang dapat dipercaya, disangkal, atau diuji kebenarannya mengenai konsep atau konstruk yang menjelaskan atau memprediksi fenomena-fenomena. Berdasarkan kerangka konseptual yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan hipotesis pada penelitian ini adalah :
31
Universitas Sumatera Utara
1. Pengendalian internal berpengaruh secara parsial terhadap pencegahan fraud pengadaan barang pada PT.Telkomsel Cabang Medan. 2. Komitmen organisasi berpengaruh secara parsial terhadap pencegahan fraud pengadaan barang pada PT.Telkomsel Cabang Medan. 3. Pengendalian internal dan komitmen organisasi berpengaruh secara simultan terhadap pencegahan fraud pengadaan barang pada PT.Telkomsel Cabang Medan.
32
Universitas Sumatera Utara