BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Tinja Tinja (faeces) merupakan hasil metabolisme tubuh manusia yang terdiri dari materi yang tidak dicerna oleh usus, bercampur dengan ekstraksi dari aliran darah yang berupa hasil eksresi dari kelenjar, usus, mukus serta empedu
sehingga
menyebabkan
warna
tinja
coklat
kehitaman.(Niwagaba, 2009) Masa dan volume tinja dipengaruhi oleh asupan makanan atau minuman yang dikonsumsi. Apabila asupan yang dikonsumsi mengandung low-fibres, seperti daging maka
jumlah
tinja
yang
dihasilkan
semakin
sedikit,
sebaliknya jika mengandung banyak serat (fibres) maka semakin banyak pula tinja yang dieksresi. Normalnya tiap orang ekskresi tinja/ defekasi satu kali tiap hari, tetapi frekuensi setiap orang bervariasi ada seminggu sekali sampai sehari lima kali. Selain itu tinja dapat mengandung virus, bakteri, kista
dari
protozoa,
dan
telur
dari
golongan
plathyhelmintes yang bersifat patogen, sehingga apabila tidak diolah serta dibuang sembarangan akan sangat membahayakan manusia serta lingkungannya. 2. Komposisi Tinja Tinja merupakan hasil metabolisme tubuh
manusia
sehingga tinja terdiri dari berbagai bahan yang berasal dari asupan baik makanan maupun minuman yang dikonsumsi. Menurut (Niwagaba, 2009) tinja memiliki kandungan: a. Nutrien Nutrien ini merupakan zat gizi yang ada di makanan maupun minuman yang kita konsumsi. Tinja biasanya
mengandung nutrien yang berupa nitrogen, fosfor, kalium, kalsium, dan Carbon.
Diagram Nutrien
2.1 yang
Terkandung dalam Tinja (Rahayu, D.W. dan Wijayanti D.W., 2008) Nitrogen yang terkandung dalam tinja ini biasanya berasal dari asupan protein yang dipecah menjadi asam amino dalam tubuh sedangkan kalium, kalsium, karbon dan fosfor berasal dari buah dan sayuran. b. Logam berat (trace metals) Tinja juga bisa mengandung logam seperti Tembaga (Cu), Zinc (Zn), Nikel (Ni), Cromium (Cr), Kadmium (Cd), dan Hg. Logam-logam berat ini berasal dari makanan yang dicerna oleh tubuh namun, logam yang terkandung dalam tinja ini apabila diolah menjadi pupuk akan mudah diserap oleh tanaman (Niwagaba, 2009). Trace metals yang terserap oleh tumbuhan biasanya disimpan dalam daun dan akar tumbuhan, logam tersebut dapat merusak fisiologis dan menunjukkan kerusakan anatomis
pada
tumbuhan.
Oleh
karenanya
biasanya
tumbuhan bisa digunakan sebagai salah satu indikator pencemaran
udara
atau
tanah
di
suatu
wilayah
(Martin,2006). c. Mikroorganisme Tinja tidak hanya mengandung nutrien tetapi juga mikroorganisme
seperti
bakteri,
virus
dan
protozoa.
Mikroorganisme
tinja
masing-masing
individu
berbeda
namun berdasarkan sifat dan sumbernya dibagi menjadi 2 jenis yakni mikrooganisme yang secara alami ada di dalam usus dan bersifat non patogen seperti E-coli non patogen, Enterococci, Faecal Streptococci, Faecal Coliform dan Bacterioides Fragillus serta mikroorganisme yang tidak alami dan bersifat patogen (Keman, 2015). Mikroorganisme yang
alami
seseorang
ada
dalam
menjadi
tubuh
sakit,
tidak
berbeda
menyebabkan
halnya
dengan
mikroorganisme yang tidak alami dan patogen biasanya ditemukan pada orang yang sakit seperti: 1) Salmonella Typhi (penyebab tifus), 2) Vibrio cholerae (Penyebab kolera), 3) Virus penyebab hepatitis A dan E 4) Virus penyebab polio. 5) Giardia intestinalis or G. Lambia dan Bacillary dysentery (Virus penyebab diare) 6) E- Coli Patogen 7) Shigella Species 3. Bahaya Tinja Adanya faktor bahwa tinja dapat mengandung berbagai virus, bakteri dan kista yang bersifat patogen, oleh karena itu tinja sangat berbahaya. Beberapa kerugian yang didapatkan akibat adanya tinja ditinjau dari beberapa aspek yakni: a. Aspek kesehatan Salah satu kerugian yang disebabkan adanya tinja adalah
menyebabkan
penyakit
“faecal-oral
disease”.
Faecal-oral disease merupakan penyakit dimana agen penyebab penyakit tersebut berada pada faeces yang ditularkan antar manusia. Berikut adalah gambar sistem penularan faecal oral disease,
Gambar 2.1 Diagram F - Penularan dan Pencegahan FaecalOral Disease (UN-Water, 2008) Pada diagram F diatas dapat dilihat alur penularan penyakit faecal-oral disease yakni tinja yang mengandung agen faecal-oral disease dari host maupun carrier menular baik langsung ke host lain atau melalui makanan dulu lewat media 4 F yakni: Fingers (Jari atau tangan), Fluids (cairan), Flies (Lalat), serta Fields/ Floors (Lahan/ tanah). Pada diagram diatas juga ada menjelaskan dimana kita harus melakukan primary dan secondary preventive. Pencegahan primer dilaksanakan dengan cara memutus rantai penularan dari tinja yakni dengan tidak membuang tinja
sembarangan
(menggunakan
water
closet
saat
defekasi) terutama bagi host maupun carrier. Sedangkan pada pencegahan sekunder ditujukan bagi kita terutama yang hidup disekitar host atau carrier bisa dengan mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, hindari kontak langsung dengan tanah atau air yang berpotensi
telah berkontak dengan faeces, membasmi lalat, serta tidak lupa untuk menjaga imun. b. Aspek lingkungan Aspek kedua yang berpengaruh akibat adanya tinja adalah lingkungan. Apabila tinja banyak yang dibuang sembarangan seperti di sungai, jalan, dan juglangan maka akan sangat merugikan baik dilingkungan air, tanah maupun udara. Apabila tinja dibuang sembarangan di sungai maupun di lahan seperti juglangan maka akan mencemari air dan tanah tersebut maka dampaknya tidak berhenti sampai situ tetapi pencemaran akan lebih meluas lagi mencemari biota di sungai maupun tanah kemudian yang akhirnya akan berdampak negatif pada manusia itu sendiri. Selain itu eksploitasi sumber daya alam yang telah berlangsung selama berabad-abad ini membuat kualitas dan kuantitas alam menjadi berkurang, ditambah lagi dengan perilaku yang kurang sehat maka kerusakan atau pencemaran yang terjadi sangat merugikan bagi kita. 4. Manfaat Tinja Selain terdapat berbagai adanya dampak negatif akibat tinja, ada beberapa keuntungan atau manfaat adanya tinja yakni menambah penghasilan atau dengan kata lain tinja merupakan barang ekonomis. Apabila tinja diolah maka lumpurnya (sludge) bisa dimanfaatkan menjadi pupuk yang memiliki kualitas cukup baik. 5. Pengolahan Tinja Agar tinja tidak menimbulkan dampak negatif maka harus diolah
(sanitised)
dengan
baik
dan
benar,
menurut
(Niwagaba,2009) proses pengolahan terhadap tinja ini terdiri dari 4 cara yakni: a. Storage
Penyimpanan tinja dalam satu kotak tertutup dimana tinja langsung mengalir dari WC ke tempat atau kotak tersebut.
Kotak
ini
dijaga
suhu
ruang
dan
pH,
ketentuannya suhunya harus lebih dari 20oC pada tempat yang memiliki ambien biasa. Apabila pada tempat yang ambiennya (Mikroorganisme) tinggi maka suhunya lebih dari 35oC. Tinja tersebut diletakkan disitu selama kurang lebih 1-2 tahun dan dalam kondisi kering kemudian dapat di keluarkan karena mikroorganisme yang terkandung sudah disanitasi melalui proses anaerob tersebut. Namun, dalam cara ini ada kekurangannya yakni spesifikasi yang berbeda sehingga tidak semua mikroorganismenya mati. b. Composting Komposting atau pembuatan kompos merupakan degradasi secara mikrobiologi secara organik menjadi humus. Komposting ini dilakukan dengan metode aerobik (memanfaatkan bakteri aerob untuk mengurai) dan panas yang
cukup
untuk
mematikan
mikroorganisme
yang
terkandung serta menguapkan kandungan air dalam tinja. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme pembantu penguraian dalam tinja yakni: 1) Kelembapan optimum yakni 35-80 % setiap harinya akan
semakin
rendah
kelembapannya
dikarenakan
dikeringkan atau dipanaskan. 2) Kadar Oksigen dalam hal ini tidak diberi oksigen murni seperti pada tabung, tetapi menggunakan teknik aerasi yakni
memasukkan
udara
bebas
ke
dalam
tinja
biasanya dengan mengaduk kompos tersebut. 3) Suhu kompos ini akan semakin naik pada saat proses awal
selama
proses
metabolisme
mikroorganisme
berlangsung, semakin lama, maka semakin turun setara
suhu ruang. Namun, rata-rata suhu yang baik sekitar 50-55oC diawal. Prinsipnya komposting adalah mengubah bentuk sampah yang bisa terurai menjadi barang yang lebih bermanfaat seperti kompos. Namun, apabila prosesnya tidak
benar
maka
masih
ada
kemungkinan
adanya
mikroorganisme patogen yang terkandung apabila dibuat untuk menanam maka tanamannya akan terkontaminasi juga. c. Incenerating Insenerasi ini merupakan salah satu cara paling cepat karena tinja yang diinsenerasi tidak hanya hancur tetapi menjadi abu. Namun, apabila tinja yang akan dibakar itu mengandung chlorides dan apabila suhu dalam insenerator saat proses pembakaran kurang dari 450 oC maka akan menghasilkan gas hidrokarbon yang justru karsinogenik. Kadar hidrokarbon ini akan menurun secara bertahap sampai suhunya 850oC. Selain itu hasil dari insenerasi tinja ini adalah abu yang mana mengandung fosfor (P) dan kalium (K) sehingga baik sekali untuk digunakan menjadi pupuk. d. Chemical Treatment Pengolahan tinja secara kimiawi ini lebih ditekankan pada sanitasi mikroorganisme patogen yang terkandung dalam tinja. Bahan kimia yang dapat mengurangi jumlah mikroorganisme patogen dalam tinja yakni larutan asam (phosporic
acid),
basa
(ammonia)
dan
oksidator
(Chlorines). Prosesnya biasanya membutuhkan 2 bulan jika suhunya 14oC dan hanya 1 minggu jika suhunya sekitar 24-34oC.
Biasanya
menggunakan
urea
pengolahan sebagai
dengan
bahan
cara
kimianya
ini yang
nantinya akan memproduksi amonia kemudian bekerja deinfeksi tinja. 6. Kotoran ternak Seperti yang kita ketahui semua makhluk hidup melakukan eksresi seperti hewan dan tumbuhan tetapi yang dapat melakukan defekasi selain manusia adalah hewan. Dengan bertambahnya jumlah manusia itu pasti kebutuhan jumlah hewan ternak akan meningkat pula keduanya
baik
menghasilkan
manusia
tinja
hasil
maupun
metabolisme
hewan
dapat
tubuh
mereka,
sehingga jumlah tinja manusia maupun kotoran hewan dalam hal ini akan membludak pula. Dalam bahasan di atas kita sudah membahas bahaya tinja, sebenarnya untuk kandungan kotoran hewan itu memiliki
prinsip
yang
sama
dengan
tinja
yakni
mengandung hasil metabolisme terutama dari makanan yang
dikonsumsi
serta
mikroorganisme
baik
patogen
maupun tidak sehingga kotoran ternak pun merugikan bagi kita, oleh karena itu sangat memerlukan pengolahan pada kotoran ternak seperti sapi. Kotoran sapi dapat dimanfaatkan menjadi kompos maupun biogas . cara membuat kompos dari kotoran ternak sapi prinsipnya sama yakni secara aerob dan dengan suhu yang tinggi. Selain itu beberapa tahun ini kotoran sapi dapat dimanfaatkan lebih dari sebuah kompos yakni sebagai biogas. Pembuatan biogas ini memanfaatkan kotoran sapi hal ini dikarenakan makanan yang selalu dimakan oleh sapi yakni sejenis rumput-rumputan dan perncernaan tidak sempurna sehingga masih ada sisa-sisa rumput pada kotorannya, tahapan pembuatan biogas yakni (Moerni, 2013): a. Pengumpulan kotoran sapi
b. Pemilahan kotoran sapi c. Pengenceran kotoran jadi dalam tahap ini kotoran di campur air sampai 92% kemudian aduk (ada proses aerasi) sampai homogen seperti bubur, d. Masukkan kotoran yang telah homogen
kedalam
digester kemudian difermentasikan selama ±10 hari, tidak lupa di cek terlebih dahulu pada hari ke- dan ke-7 untuk
memastikan
apakah
gas
yang
dihasilkan
merupakan gas bio atau bukan dengan cara membakar gas
yang
dihasilkan
dikatakan
sempurna
apabila
menyala, e. Kemudian gas yang dihasilkan akan dialirkan ke pipa rumah kompor.
tangga
yang membutuhkan
biogas
seperti
DAFTAR ISI
Martin, David et al. 2006. Bioindication of heavy metal contamination in vegetable garderns dalam For. Snow Landsc. Res Vol 80:2 pp 169-180 Moerni, Ngesti Setyo. 2013. Kotoran Sapi Bermanfaat sebagai Bahan Baku Gas Bio: kompasiana [online] 4 october. Available at www.kompasiana.com/read/597563/3/kotoransapi-bermanfaat-sebagai-bahan-baku-gas-bio-.html [Accessed 9 April 2015] Niwagaba, Charles B., 2009. Treatment Teschnologies for Human Faeces and Urine. Uganda: University Kampala. Oklahoma State Departement of Health.2014. Prevention of Diarrheal Illness. Oklahoma: OSDH. Rahayu, Dwi E. Dan Wijayanti, Dyah W. 2008. SISTEM PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK DAN TINJA DI IPAL JL JELAWAT SAMARINDA dalam Jurnal “APLIKA”, Volume 8 Nomor 1, pp 14-18. UN-WATER. 2008. Sanitation is vital for human health Facetsheet No.1. U-N Water [online] available in www.sanitation2008.org (8 April 2015) WEDC.2012. Preventing The Transmission Diseases.UK: Loughborough university.
of
Faecal-Oral