BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Status Gizi Yang dimaksud dengan status gizi yaitu : Keadaan tubuh sebagai akibat dari pemakaian, penyerapan dan penggunaan makan. Makanan yang memenuhi kebutuhan gizi tubuh umumnya membawa ke status gizi yang memuaskan. ( Suhardjo, 1986 ). a. Faktor yang mempengaruhi Status gizi. Keadaan kesehatan gizi tergantung dari tingkat konsumsi makanan. Tingkat konsusmsi ditentukan oleh kualitas dan kuantitas hidangan. Kualitas menunjukan adanya semua zat gizi yang diperlukan tubuh didalam susunan hidangan dan perbandingannya yang satu terhadap yang lain. Kalau konsusmsi makanan baik dalam kualitas maupun kuantitas melebihi kebutuhan tubuh, dinakan konsusmsi berlebih, maka akan terjadi suatu keadaan gizi lebih. Keadaan gizi kurang terjadi karena tubuh kekurangan satu atau beberapa jenis zat gizi yang dibutuhkan. Beberapa hal yang dapat menyebabkan tubuh kekurangan zat gizi yang dikonsumsi kurang, mutunya rendah atau keduannya. Selain itu zat gizi yang dikonsusmsi juga mungkin gagal untuk diserap dan digunakan oleh tubuh. Keadaan yang pertama dapat disebabkan oleh faktor social ekonomi seperti kebiasaan makan, kepercyaan, dan kemiskinan atau daya beli yang rendah. Sedangkan keadaan yang kedua disebabkan adanya gangguan fungsi alat pencernaan. b. Penilaian Status Gizi Antropometri Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satu cara yang biasa dipergunakan ialah cara pengukuran antroprometri. Pengukuran antropometri merupakan penilaian status gizi yang lebih praktis, cukup teliti, mudah dilakukan oleh siapa saja dengan bakal latihan yang sederhana (Suhardjo, 1986).
5
Ukuran – ukuran tubuh antropometri merupakan refleksi dari pengaruh factor genetik dan lingkungan yang berkaitan langsung dengan gizi antara lain konsumsi makanan dan penyakit infeksi, pola perkembangan tubuh menurut umur dan jenis kelamin. (Suhardjo, 1986) Atas dasar itu, ukuran-ukuran antropometri diakui sebagai indeks yang baik dan dapat diandalkan bagi penetuan status gizi balita bagi negaranegara berkembang, hal ini sangat penting karena cara penilaian status gizi yang lain relatif sukar dilakukan dan mahal bila akan dilakukan di pedesaan. (Roedjito, 1989) Status gizi mempunyai andil yang cukup besar dalam menciptakan setatus kesehatan. Status gizi buruk pada masa anak-anak terutama ketika perkembangan otak sedang berlangsung dapat menyebabkan cacat yang menetap, antara lain gangguan perkembangan intelektualitas, Di samping itu makin buruk tingkat tingkat keadaan gizi, makin besar peluang kematian anak. (Suhardjo 1986). Pertumbuhan dan perkemabangan badan mencerminkan kecukupan gizi dan kesehatan. Bila zat gizi yang dibutuhkan tidak mencukupi akan menimbulkan masalah-masalah gizi. Pada umumnya gambaran status gizi yang diperoleh dari hasil pengukuran antropometri adalah KEP. (Suhardjo 1986) Suntantyo dan Idrus Jusat mengidentifikasikan keadaan KEP menjadi tiga jenis, Yaitu KEP kronis, KEP Kronis yang sudah akan sembuh, dan KEP akut dengan menggunakan tiga indicator BB/U, TB/U, BB/TB. KEP akut ditandai dengan BB/U rendah, TB/U normal, dan BB/TB rendah, Sedangkan KEP kronis yang sudah akan sembuh di tandai dengan BB/ U rendah, TB/U dan BB/TB normal. Untuk mengukur status gizi balita, indicator yang biasa digunakan adalah indicator BB/U. Sedangkan baku antropometry yamg digunakan adalah baku WHO NCHS yang dipublikasikan pada tahun 2002.
6
Berdasarkan baku WHO NCHS, status gizi dibedakan menjadi 4 kriteria yaitu gizi lebih, gizi baik, gizi kurang dan gizi buruk, penentuan klasifikasi status gizi berdasarkan indikator BB/U yaitu : 1) Status gizi lebih, bila Z_ score terletak > + 2 SD. 2) Status gizi baik, bila Z_score terletek dari ≥-2 SD s/d +2 SD. 3) Status gizi kurang , bila Z_Score terletak dari < - 2 SD sampai ≥-3 SD. 4) Status gizi buruk, bila Z_score terletak < - 3 SD. Antropometri sangat umum digunakan untuk mengukur status gizi dari berbagai ketidak seimbangan antara asupan protein dan energi. Gangguan ini biasanya terlihat dari pola pertmbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh. Beberapa alasan yang mendasari penggunaan antropometri adalah : a. Alatnya mudah didapat dan digunakan, seperti dacin, pita lingkarlengan atas, mikrotoa, dan alat pengukur panjang bayi yang dapat di buat sendiri di rumah. b. Pengukuran dapat dilakukan berulang-ulang dengan mudah dan obyektif. c. Pengukuran bukan hanya dilakukan dengan tenaga khusus profesional, juga oleh tenaga lain setelah dilatih untuk itu. d. Biaya relatif murah, karena alat mudah didapat dan tidak memerlukan bahan-bahan lainnya. e. Hasilnya mudah disimpulkan, karena mempunyai ambang batas dan baku rujukan yang sudah pasti. f. Secara ilmiah diakui kebenaranya. Hampir semua negara menggunakan antropometri sebagai metode untuk mengukur status gizi masyarakat, khususnya untuk penapisan (screening) status gizi. Hal ini dikarenakan antropometri diakui kebenarannya secara ilmiah. Memperhatikan faktor di atas, maka dibawah ini akan diuraikan keunggulan antropometri gizi sebagai berikut : a. Prosedurnya sederhana, aman dan dapat dilakukan dalam jumlah sempel yang besar.
7
b. Relatif tidak membutuhkan tenaga ahli. c. Alatnya murah, mudah dibawa, tahan lama, dapat dipesan dan di buat di daerah setempat. d. Metode ini tepat dan akurat, karena dapat dibakukan. e. Dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi di masa lampau. f. Umumnya dapat menidentifikasi status gizi sedang, kurang, dan gizi buruk, karena sudah ada ambang batas yang jelas. g. Metode antropometri dapat mengevaluasi perubahan status gizi status gizi pada periode tertentu, atau dari satu generasi ke generasi berikutnya. h. Metode antropometri gizi dapat di gunakan untuk penapisan kelompok yang rawan terhadap gizi Disamping
keunggulan
metode
penenuan
status
gizi
secara
antropometri, terdapat pula kelemahan. a. Tidak sensitif. Metode ini tidak dapat mendeteksi status gizi dalam waktu singkat. Disamping itu tidak dapat membedakan kekurangan zat gizi tertentu seperti zink dan Fe. b. Faktor diluar gizi (penyakit, genetik, dan penurunan penggunaan energi) dapat menurunkan spesifisitas dan sensitivitas pengukuran antropometri. c. Kesalahan terjadi pada saat pengukuran dapat mempengaruhi presisi, akurasi, dan validasi pengukuran antropometri gizi. d. Kesalahan ini terjadi karena : 1. Pengukuran. 2. Perubahan hasil pengukuran baik fisik maupun komposisi jaringan. 3. Analisa dan asumsi yang keliru. e. Sumber kesalahan, biasanya berhubungan dengan : 1. Latihan petugas yang tidak cukup. 2. Kesalahan alat atau alat tidak tertera. 3. Kesulitan pengukuran.
8
B. Tingkat Pendapatan perkapita. Pendapatan adalah sesuatu yang diperoleh atau di terima oleh sesorang baik berupa barang ataupun uang sebagai balas jasa yang di hitung dalam perkapita, perminggu atau perbulan. ( Berg dan Sayogya 1986). Status sosial ekonomi keluarga itu merupakan salah satu modal dasar menuju keluarga sejahtera, yang hampir semua keluarga mengharapkan akan stastus social ekonomi yang maksimal. Berbagai upaya keluarga rela melakukan berbagai macam–macam jenis usaha untuk mendaptkan penghasilan keluarga. Namun manusia hanya bisa berusaha Allah yang menentukannya. Kaitan dengan masalah pendapatan keluarga dimana semakin tinggi pendapatan keluarga maka semakin besar pula harapan akan keberhasilan cita-cita keluarga akan tercapai baik keberhasilan di bidang kesehatan keluarga maupun bidang yang lain. Masalah kesehatan yang sering di jumpai dalam keluarga salah satunya adalah adanya penyakit kurang gizi. Salah satu faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit kurang gizi adalah faktor pendapatan keluarga yang mana bila dalam keluarga mempunyai pendapatan kuarng secara otomatis kebutuhan daya beli juga menurun termasuk salah satu daya beli terhadap kebutuhan belanja makanan juga turun yang mengakibatkan kebutuhan akan gizi dalam keluarga juga kurang. Adapun tingkat pendapatan perkapita yang ada di Kabupaten Tegal menurut BPS (Badan Pusat Stastistik) Kabupaten Tegal adalah Rp. 150.000,-. (BPS Kab. Tegal 1994). Dari pendapatan perkapita yang ada pengatagorian ada 2 kriteria status sosial ekonomi yaitu : 1. Keluarga tidak miskin bila pendapatan perkapita ≥ Rp. 150.000,2. Keluarga Miskin bila pendapatan perkapita < 150.000,-
C. Hubungan Tingkat Pendapatan Perkapita dengan Status Gizi Balita Pendapatan akan menentukan daya beli terhadap pangan dan fasilitas lain (pendidikan, perumahan, kesehatan dan lain-lain) yang dapat mempengaruhi
9
status gizi pendapatan dan pendidikan merupakan factor penting dalam penyebab timbulnya masalah gizi. (Hardinsyah, 1985) Pada dasarnya tingkat pendapatan menentukan pola makanan yang akan di beli dengan uang tambahan tersebut. Orang miskin biasanya akan membelanjakan sebagian besar pendapatannya untuk makan sedangkan orang kaya tentu lebih dari pada julah itu. Bagian untuk makanan padi-padian akan menurun dan utnuk makanan yang di buat dari susu akan bertambah jika keluarga beranjak ke pendapatan tingkat menengah. Semakin tinggi pendapatan, semakin bertambah besar pula prosentase pertambahan pembelanjaan (Sayogya, 1986). Pendapatan merupakan factor yang paling menentukan kuantitas dan kualitas makanan, meski begitu jelas ada hubungan yang erat antara pendapatan dan gizi. Rendahnya peningkatan pendapatan orang miskin dan lemahnya daya beli mereka tidak memungkinkan untuk mengatas kebiasaan makanan dan cara tertentu terutama untuk anak-anak mereka (Alan Berg dan Sayogya, 1986)
10
D. Kerangka Teori Gambar Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi
Status Gizi
Kepedulian Masyarakat
Kepedulian Keluarga
Tingkat pendapatan perkapita
Intake Zat Gizi
Infeksi dan Sanitasi
Pelayanan Gizi Kesehatan
Konsumsi Pangan (jumlah, mutu dan Keamanan)
Ketersediaan bahan pangan
Sumber Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VII, 2000
E. Kerangka Konsep
PENDAPATAN PERKAPITA
STATUS GIZI BALITA
F. Hipotesa. -
Ada hubungan pendapatan perkapita dengan Status gizi balita.