BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Komunikasi
2.1.1
Komunikasi Verbal Komunikasi adalah proses sosial dimana setiap manusia menggunakan
simbol – simbol untuk menciptakan dan menginterpretasikan makna dalam lingkungan mereka.1 Dalam proses yang terjadi John B.Hoben dalam Morissan M.A menganggap bahwa proses komunikasi selalu berakhir dengan kesuksesan : communication is the verbal interchange of a throught or idea (komunikasi adalah pertukaran verbal dari pemikiran dan gagasan).2 Hal ini diartikan bahwa pikiran dan gagasan selalu berhasil untuk dimaknai. Dalam komunikasi verbal, bahasa merupakan hal yang menjadi dasar terjadinya komunikasi. Bahasa adalah seperangkat kata yang disusun secara berstruktur baik lisan maupun tulisan sehingga menjadi suatu kalimat yang mengandung makna.3 Dalam proses komunikasi, individu menggunakan bahasa sebagai alat untuk menyampaikan makna kepada orang lain. Proses komunikasi yang baik sangat dipengaruhi oleh penggunaan bahasa atau simbol yang baik dan tepat. Hal ini berkaitan dengan komunikasi yang bersifat irreversible, yaitu pesan yang disampaikan oleh komunikator dengan 1
Richard West,Lynn H Turner.Pengantar Teori Komunikasi edisi Ketiga.Jakarta.2008.Hal 5
2
Morissan M.A. Dr. Andy Corry. Teori Komunikasi.Bogor.2009.Hal 6
3
Riswandi. Ilmu Komunikasi. Yogyakarta. 2009. Hal 59
11
http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
menggunakan bahasa atau simbol, tidak dapat mengendalikan pengaruh dari pesan tersebut, apalagi menghilangkan efeknya. Oleh karena itulah bahasa atau simbol memiliki peran penting dalam komunikasi verbal. Menurut Larry L.Barker, bahasa atau simbol memilik 3 fungsi, yaitu :4 1. Fungsi penamaan (naming/labeling) Bahasa menjadi dasar usaha untuk mengidentifikasi objek, tindakan, atau orang lain dengan menyebut nama sehingga dapat dirujuk dalam komunikasi. 2. Fungsi interaksi Bahasa berfungsi sebagai pertukaran gagasan dan emosi yang dapat menghubungkan antara satu orang dengan orang lainnya, atau antara kelompok dengan kelompok lain. Manusia juga berinteraksi menggunakan bahasa dari mulai bangun dipagi hari sampai tidur di malam hari. 3.
Fungsi penyebaran informasi Bahasa digunakan untuk menyebarluaskan informasi yang kita
dapatkan. Melalui bahasa informasi dapat disampaikan kepada orang lain, dan melalui bahasa pula kita menerima informasi dari orang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung.
4
Ibid. Hal 60
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
Dengan berbahasa setiap individu memili gaya bahasa yang berbeda ataupun khas. Gaya bahasa memungkinkan kita dapat menilai pribadi, watak dan kemampuan seseorang yang mempergunakan bahasa itu. Semakin baik gaya bahasanya, semakin baik pula penilaian orang terhadapnya; semakin buruk gaya bahasa seseorang, semakin buruk pula penilaian diberikan padanya.5 Gaya bahasa yang baik mengandung unsur kejujuran, sopan – santun dan menarik. Dari unsur – unsur bahasa yang digunakan, maka gaya bahasa ini dapat dikategorikan sebagai berikut :6 1. Gaya bahasa berdasarkan pilihan kata yang terdiri dari : A. Bahasa resmi adalah gaya bahasa yang dipergunakan dalam kesempatan resmi. B. Bahasa tak resmi adalah gaya bahasa yang dipergunakan dalam kesempatan tidak formal atau kurang formal. C. Bahasa percakapan yang merupakan gaya bahasa yang menggunakan pilihan kata yang popular dan kata – kata percakapan. 2. Gaya bahasa berdasarkan nada yang terdiri dari :
5
Gorys Keraf. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta. 1994. Hal 115
6
Ibid. Hal 117 - 145
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
A. Gaya
sederhana
yang
merupakan
gaya
bahasa
yang
menggunakan kata untuk menyapaikan fakta atau pembuktian pembuktian. B. Gaya mulia dan betenaga merupakan gaya bahasa yang digunakan untuk menggerakkan sesuatu. C. Gaya menengah merupakan gaya bahasa yang digunakan untuk menimbulkan suasana senang dan damai. 3. Gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat yang terdiri dari : A. Klimaks adalah gaya urutan
pikiran
yang
bahasa yang mengandung urutan – setiap
kali
semakin
meningkat
kepentingannya dari gagasan – gagasan sebelumnya. B. Anti klimaks merupakan gaya bahasa yang menggunakan gagasan paling penting dia awal kalimat dan yang kurang penting di akhir kalimat. C. Paralelisme merupakan gaya bahasa yang berusaha mencapai struktur kalimat yang berimbang. D. Antithesis merupakan gaya bahasa yang mengandung gagasan yang bertentangan, menggunakan kata – kata yang berlawanan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
E. Repetisi adalah gaya bahasa yang menggunakan pengulangan bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks. 4. Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna yang terdiri dari : A.
Gaya basa retoris seperti : a. Aliterasi : gaya bahasa yang berwujud perulangan konsonan yang sama. Contoh “takut titik lalu tumpah” (perulangan konsonan huruf ‘t’) b. Asonansi : gaya bahasa berwujud perulangan bunyi vocal yang sama. Contoh “Ini muka penuh luka siapa punya” c. Anastrof : gaya bahasa retoris yang didapat dengan pembalikan susunan kata yang biasa dalam kalimat. Contoh “pergilah ia meninggalkan kami, keheranan kami melihat perangainya” d. Apofasis atau Preterisio : gaya bahasa dimana penulis menegaskan sesuatu, tetapi tampak menyangkal. Contoh “saya tidak mau mengungkap dalam forum ini bahwa saudara telah menggelapkan ratusan juta rupiah uang negara”
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
e. Apostrof : gaya bahasa yang berbentuk pengalihan amanat dari para hadirin kepada sesuatu yang tidak hadir. Contoh “hai kamu dewa – dewa yang berada disurga, datanglah dan bebaskanlah kami dari belenggu penindasan ini” f. Asindeton : gaya yang bersifat padat dimana beberapa kata
digabungkan
tanpa
kata
sambung.
Contoh
“veni,vidi,vici” “materi pengalaman dicampur, medium bahasa dieksploitir, prosedur dijungkir balik” g. Polisindeton : gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari asyndeton. Dalam gaya bahasa ini setiap kata yang berurutan dihubungkan dengan kata sambung. Contoh “kemanakah perginya burung – burung yang gelisah dan tak berumah, dan yang tak menyerah pada gelap dan dingin itu ?” h. Kiasmus : gaya bahasa yang terdiri dari dua bagian yang sifatnya berimbang. Contoh “semua kesabaran kami sudah hilang, lenyap sudah ketekunan kami untuk melanjutkan usaha itu” i. Elipsis : gaya bahasa yang berwujud menghilangkan suatu unsur kalimat yang dengan mudah dapat ditafsirkan sendiri oleh pendegar atau pembaca. Contoh
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
“dari segi fisik kau tak apa – apa, badan mu sehat, tetapi psikis….” j. Eufemismus : gaya bahasa berupa ungkapan – ungkapan yang tidak menyinggung perasaan orang atau ungkapan – ungkapan yang halus untuk menggantikan ucapan acuan – acuan yang mungkin dirasa menghina. Contoh : “Mirna sudah tidak ada lagi bersama – sama kita” k. Litotes : gaya bahasa yang dipakai untuk menyatakan sesuatu dengan tujuan merendahkan diri. Contoh “saya seperti timun bonggol” “rumah yang buruk inilah hasil usaha kami bertahun – tahun lamanya” l. Histeron Proteron : gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari sesuatu yang logis atau kebalikan dari suatu yang wajar. Contoh “jendela ini telah memberi sebuah kamar padamu untuk dapat bertteduh dengan tenang” m. Pleonasme
dan
Tautologi
:
gaya
bahasa
yang
menggunakan kata lebih banyak dari yang diperlukan untuk menyatakan satu pikiran / gagasan. Contoh “saya telah mendengar hal yang saudara sampaikan itu dengan telinga saya sendiri”
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
n. Prifrasis : gaya bahasa yang menggunakan kata lebih banyak dari yang diperlukan. Contoh “keberatan yang jaksa ajukan tidak diterima” “Mirna telah beristirahat dengan damai” o. Prolepsis atau Antisipasi : gaya bahasa yang digunakan untuk mendahului sebuah kata sebelum peristiwa atau gagasan yang sebenarnya terjadi. Contoh “almarhum Mirna pada waktu itu menyatakan bahwa ingin meminum es kopi vietnam di café olivier” p. Erotesis atau Pertanyaan Retoris : gaya bahasa semacam pertanyaan
yang digunakan dalam pidato
untuk
menyatakan efek mendalam yang tidak menghendaki suatu
jawaban.
Contoh
“rakyatkah
yang
harus
menanggung akibat semua korupsi dan manipulasi di Negara ini ?” q. Silepsis dan Zeugma : gaya dimana menghubungkan sebuah kata dengan dua kata lain yang sebenarnya hanya satu kata yang mempunyai hubungan dengan kata pertama. Contoh “ia sudah kehilangan topi dan semangatnya” r. Koreksio atau Epanortosis : gaya bahasa yang awalnya berwujud sesuatu namun akhirnya memperbaikinya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
Contoh : “sudah empat kali saya berkunjung, ah bukan, sudah lima kali” s. Hiperbol : gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebihan dengan membesarkan suatu hal. Contoh “kemarahan ku sudah menjadi – jadi, hingga hampir meledak aku!” t. Paradoks : gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta – fakta yang ada. Contoh “ia mati kelaparan di tengah kekayaan melimpah” u. Oksimoron
:
suatu
acuan
yang
berusaha
menggabungkan kata – kata untuk mencapai efek bahasanya yang mengandung pertentangan. Contoh “keramah – tamahan yang bengis” “itu sudah menjadi rahasia umum” “dengan membisu, mereka beteriak agar diperlakukan dengan adil” B. Gaya bahasa kiasan seperti a. Persamaan atau Simile : pernyataan bersifat eksplisit, menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain. Contoh “kikirnya seperti kepiting batu” “matanya seperti bintang timur”
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
b. Metafora : semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung.Contoh “pemuda adalah seperti bunga bangsa” “orang itu seperti buaya darat” c. Alegori, Parabel dan Fabel : cerita atau kisah singkat yang mengandung kiasan yang mengandung tema moral. d. Personifikasi atau Prosopopoeia : gaya bahasa yang menggambarkan benda mati seolah memiliki sifat – sifat kemanusiaan. Contoh : “angina yang meraung di tengah malam” “matahari kembali ke peraduannya” e. Alusi: acuan untuk mensugestikan kesamaan antara orang, tempat atau peristiwa. Contoh “bandung, paris pan java” f. Eponim : gaya bahasa dimana nama seseorang yang dihubungkan dengan sifat tertentu, sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan sifat tersebut. g. Epitet : gaya bahasa yang digunakan untuk menyatakan suatu sifat atau ciri khusus. Contoh “lonceng pagi berarti ayam jantan” “putri malam berarti bulan” h. Sinekdoke : gaya bahasa yang digunakan untuk mewakili sebagian dari sesuatu hal untuk menyatakan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
keseluruhan atau mempergunakan keseluruhan untuk menyatakan sebagian. Contoh “setiap kepala dikenakan sumbangan sebesar Rp 5.000” i. Metonimia : gaya bahasa yang menggunakan sebuah kata untuk menyatakan suatu hal lain, karena memiliki hubungan. Metonimia digunakan untuk menggambarkan akibat untuk sebab, sebab untuk akibat, pemilik dengan barang.
Contoh “ialah yang menyebabkan air mata
yang gugur” j. Antonomasia : gaya bahasa yang digunakan untuk menggantikan suatu nama, gelar resmi atau jabatan. Contoh “keberatan Yang Mulia” (sebutan untuk Hakim), “kepada saudara ahli / saksi…” (sebutan untuk seorang saksi atau ahli) k. Hipalase : gaya bahasa ini menjelaskan sebuah kata tertentu digunakan untuk menerangkan sebuah kata namun seharusnya menggunakan kata yang lain. Contoh “Jessica duduk pada kursi dalam persidangan yang gelisah”
(yang
gelisah
adalah
Jessica,
bukan
persidangannya) l. Ironi, Sinisme dan Sarkasme : adalah suatu acuan untuk mengatakan sesuatu dengan makna berlainan dari apa
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
yang terkandung dalam kalimat yang diucapkan. Contoh :
“mulut
kau
harimau
kau
!”
“kelakuanmu
memamukkan saya” m. Satire : ungkapan yang yang menertawakan atau menolak sesuatu. Contoh “Pak Ahok ini selalu membanggakan
sektor
ekonomi
memiliki
angka
pertumbuhan yang baik, dia lupa kalau itu adalah warisan dari gubernur sebelumnya” n. Inuendo
:
semacam
sindiran
yang
mengecilkan
kenyataan yang sebenarnya. Contoh : “tiap kali ada pesta, pasti ia akan sedikit mabuk karena terlalu kebanyakan minum” o. Antifrasis : merupakan semacam ironi yang berupa penggunaan sebuah kata dengan makna kebalikannya. Contoh : “Engkau memang orang mulia dan terhormat!” (maksudnya orang yang rendah) p. Pun atau Paronomasia : merupakan gaya bahasa kiasan yang menggunakan kemiripan bunyi tetapi memiliki makna yang berbeda. Contoh : “dasar engkau orang miskin !” “ya, miskin hati!”
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
2.1.2 Komunikasi Non Verbal Dalam komunikasi verbal bahasa adalah hal yang paling mendasar, namun sebenarnya dalam komunikasi porsi bahasa hanya 35% dari keseluruhan komunikasi manusia. Hal ini disebabkan karena bahasa memiliki keterbatasan yaitu keterbatasan jumlah kata yang tersedia untuk mewakili objek, banyak kata-kata yang bersifat ambigu dan kontekstual, kata-katayang diwakili oleh bahasa mengandung bias budaya serta percampuran fakta, penafsiran dan penilaian.7 Oleh karena adanya keterbatasan bahasa, maka komunikasi non verbal yang berperan untuk melengkapi komunikasi manusia. Menurut Larry A. Samavor dan Richard E Porter, komunikasi nonverbal mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai potensial bagi pengirim atau penerima. Menurut studi Albert Mahrabian, kode atau simbol non verbal sangat berperan dalam tingkat kepercayaan dari seorang pembicara sekitar 55% dari ekspresi muka. Dan jika terjadi perbedaan antara apa yang diucapkan dengan apa yang diperbuat oleh seseorang, maka oranglain akan cenderung mempercayai hal-hal yang bersifat nonverbal.8
7
Ibid. Hal 64
8
Ibid. Hal 70
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
Komunikasi non verbal berfungsi untuk mengulangi perilaku verbal, untuk memperteguh/menekankan/melengkapi perilaku verbal, untuk menggantikan perilaku
verbal,
untuk
mengendalikan
perilaku
verbal,
dan
untuk
membantah/bertentangan dengan perilaku verbal. Komunikasi nonverbal memiliki sifat – sifat berikut ini :9 a.
Komunikasi nonverbal bersifat multisaluran, isyarat nonverbal dapat dilihat, didengar, dirasakan, dibaui, atau dicicipi, dan beberapa isyarat boleh jadi berlangsung secara simultan. b.
Pesan nonverbal berkesinambungan. Pesan nonverbal tetep ada sepanjang ada orang yang hadir didekatnya.
c.
Komunikasi
nonverbal
mengandung
lebih
banyak
muatan
emosional. Terdapat beberapa jenis pesan nonverbal yaitu : A. Bahasa Tubuh Setiap anggota tubuh seperti wajah (termasuk senyuman dan pandangan wajah), tangan, kepala, kaki dan bahkan tubuh secara keseluruhan dapat digunakan sebagai isyarat simbolik. Isyarat tangan atau biasa disebut emblems, meskipun isyarat tangan yang digunakan sama, maknanya boleh jadi berbeda atau isyarat fisiknya berbeda,
9
Deddy Mulyana. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : 2011. Hal 348
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
namun maksudnya sama. Sebagian orang menggunakan tangan mereka dengan leluasa, sebagian lagi moderat, dan sebagian lagi hemat akan isyarat tangan. Gerakan kepala seperti menggeleng atau mengangguk memiliki arti yang berbeda disetiap negara. Pada umumnya menganggung berarti ‘ya’ dan menggeleng berarti ‘tidak’. Namun beberapa negara seperti Bulgaria,
India
menggelengkan
kepala
berarti
‘ya’
dan
menganggukkan kepala berarti ‘tidak’. Postur tubuh dan posisi kaki masuk dalam bahasa tubuh yang sering bersifat simbolik. Beberapa postur tubuh dikaitakan dengan dengan status
sosial
dan
agama
tertentu.
Postur
tubuh
memang
mempengaruhi citra diri. William Sheldon menunjukkan hubungan antara bentuk tubuh dengan temperamen. Tubuh yang gemuk berhubungan dengan sifat malas dan tenang; tubuh yang atletik berhubungan dengan sifat asertif dan percaya diri; dan tubuh yang kurus berhubungan dengan sifat interovet, lebih menyenangi aktivitas mental dari pada aktivitas fisik.10 Pria bertubuh tinggi dan tegap lebih sering dianggap sebagai pemimpin. Tubuh yang tegap sering dikaitkan dengan kepercayaan diri atau antusiasme. Postur memberi isyarat halus mengenai kepribadian. Suatu isyarat ini dapat menyesatkan, namun berpengaruh. Banyak orang berpikir 10
Ibid. Hal 365
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
bahwa mereka mampu menilai pembicaraan dan ketulusan, keramahan, dan rasa hormat, serta antusiasnya seseorang berdasarkan cara ia berdiri, duduk dan berjalan.11 Ekspresi wajah dan tatapan mata juga termsuk dalam bahasa tubuh. Ekspresi wajah, khususnya mata merupakan bagian dari bahasa tubuh yang paling ekspresif. Kita tidak akan kuat menatap lama kearah mata seseorang, kita akan tersenyum, tertawa atau memalingkan wajah. Dua orang pria yang tak saling mengenal bias berkelahi disebabkan keduanya saling memandang yang dapat ditafsirkan sebagai saling tantang. Namun ketika dua pria saling berpandangan mata atau memandang lama pria lainnya bias dipastikan ia adalah seorang homoseksual. Kontak mata memiliki fugsi pengaturan, memberitahu orang lain bahwa anta ingin melakukan hubungan dengan orang tersebut atau menghindarinya. Selain itu kotak mata berfungsi ekspresif, bertujuan untuk memberitahu orang lain bagaimana perasaan anda terhadapnya. Ekspresi
wajah
merupakan
perilaku
nonverbal
utama
yang
mengekspesikan keadaan emosional seseorang. Beberapa pakar mengakui bahwa beberapa keadaan emosional dikomunikasikan oleh ekspresi wajah yang tampaknya dipahami secara universal yaitu : kebahagiaan,
11
kesedihan,
ketakutan,
keterkejutan,
Ibid. Hal 366
http://digilib.mercubuana.ac.id/
kemarahan,
27
kejijikan, dan minat. Ekspresi wajah tersebut merupakan ekspresi ‘murni’, sedangkan keadaan emosional lainnya (malu,rasa berdosa, bingung, puas) dianggap ekspresi campuran yang umumnya lebih bergantung pada interpretasi. B. Penampilan Fisik Setiap orang punya persepsi mengenai penampilan fisik seseorang, baik itu busananya (model, kualitas bahan, wana) dan juga ornament lain yang dipakainya seperti kacamata, sepatu, tas, jam tangan, kalung, gelang, cincin, anting – anting dan sebagainya. Seringkali orang memberi makna tertentu pada karakteristik fisik orang yang bersangkutan, seperti bentuk tubuh, warna kulit, model rambut dan sebagainya. Cara kita berbusana dipengaruhi oleh nilai agama, tuntutan lingkungan, nilai kenyamanan, dan tujuan pencitraan. Banyak subkultur dan komunitas mengenakan busana yang khas sebagai simbol keanggotaan mereka dalam kelompok tertentu. Orang mengenakan jubah kebesaran sebagai tanda bahwa dia dalah Hakim atau Jaksa, soerang dokter memakai jas putih menandakan busana melambangkan pekerjaan mereka. Orang lainnya mengenakan jubah atau jilbab sebagai tanda keagamaan dan keyakinan. Sebagian orang berpandangan bahwa pilihan seseorang dalam berbusana mencerminkan kepribadiannya, apakah ia seorang yang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
konservatif, religious, modern, atau berjiwa muda. Pemakai busana pada umumnya mengharapkan bahwa kita mempunyai citra yang sama terhadapnya sebagaimana yang diinginkannya. Beberapa orang berpakaian bukan sekedar untuk menutupi tubuh, namun juga berusaha menciptakan kesan yang positif pada orang lain. C. Orientasi Ruang dan Jarak Pribadi Beberapa eksperimen memang menunjukkan bahwa lingkungan yang estetis mempengaruhi pikiran dan kenyamanan manusia, dan karenanya juga mempengaruhi interaksinya dengan orang lain. Suasana perkuliahan akan lebih terasa nyaman, dapat menyerap materi perkuliahan dengan ruangan yang ber-AC, ruangan baru, warna dinding yang cerah dengan kursi yang empuk dibandingkan dengan perkuliahan di ruangan tua, dengan meja dan kursi kayu yang usang. Dalam orientasi ruang dan jarak pribadi juga membahas tentang posisi duduk dan pengaturan ruang.
Posisi
tempat duduk antara atasan dengan bosnya. Bos yang tetap duduk dikursinya dibelakang meja kantornya iru cenderung ingin menunjukkan statusnya sebagai atasan. Pesan noverbal yang bos tersebut sampaikan adalah “mari kita bicara resmi, saya atasan kamu dan kamu bawahan saya”. Sebaliknya jika bos tersebut duduk dikursi bersebelahan dengan bawahannya, secara simbolik ia merendahkan statusnya itu sehingga hampir sejajar dengan bawahannya, seolah mengatakan “santai saja, jangan gugup, kita
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
ngobrol saja”. Secara umum dapat dikatakan bahwa semakin formal penataan ruangan, semakin formal juga komunikasi yang dikehendaki. Terdapat tiga pola dasar dalam penataan ruangan yaitu tradisional, sepatu kuda dan modular. Pola tradisional merupakan pola dimana pembicara akan duduk atau berdiri di depan
ruangan
atau
menggunakan
mimbar,
sementara
pendengarnya duduk berjajar ke belakang, mengesankan berkuasa, menjaga jarak dan menggurui pendengarnya. Pembicara disini dianggap sebagai orang yang serba tahu layaknya ‘dewa’. Pola sepatu kuda memposisikan pembicara berada ditengah – tengah kedua tepinya, maka jarak status ini mengesankan lebih sempit, dan komunikasi dua arah atau bahka multi arah. Pola modular paling jarang digunakan, biasanya digunakan bila pembicara menghendaki kerjasama kelompok. D. Warna Warna sering digunakan untuk menunjukkan suasana emosional, cita rasa, afiliasi politik, dan bahkan mungkin keyakinan agama kita,seperti contoh frasa berikut : wajahnya memerah, kitab kuning, feeling blue, matanya hijau kalau melihat duit, kabinet ijo royo – royo, dan sebagainya.12 Warna besifat simbolik, seperti warna putih menyimbolkan makna positif, suci, murni atau bersih. Warna hitam
12
Ibid. Hal 427
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
sering menyimbolkan makna negatif, jahat, licik, buruk, atau kotor. Warna merah menyimbolkan makna keberanian, menggebu-gebu. Berikut ini adalah uraian suasana hati yang diasosiasikan dengan warna : Suasana Hati
: Warna
Menggairahkan, merangsang
: Merah
Aman, nyaman
: Biru
Tertekan, terganggu, bingung
: Oranye
Lembut, menenangkan
: Biru
Melindungi, mempertahankan
: Merah,Coklat,Ungu,Hitam
Sedih, patah hati, murung
: Hitam, Coklat
Kalem,damai, tenteram
: Hijau
Berwibawa, agung
: Ungu
Senang,riang,gembira
: Kuning
Menangtang,melawan
: Merah, oranye, hitam
Berkuasa,kuat
: Hitam
Seperti halnya model pakaian, warna yang disukai juga berubah – ubah, bergantung pada fashion. Hinga derajat tertentu, tampaknya ada hubungan antara warna yang digunakan dengan kondisi fisiologis dan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
psikologis manusia. Seperti frekuensi kedipan mata akan bertambah ketika mata dihadapkan pada cahaya bewarna merah dan berkurang ketika dihadapkan pada cahaya bewarna biru. 2.2.
Simbol dan Makna Dalam komunikasi baik verbal maupun nonverbal terdapat simbol yang
diinteraksikan atau digunakan dalam prosesnya. Simbol ini digunakan untuk menunjukkan sesuatu lainnya, berdasarkan kesepakatan sekelompok orang. Simbol meliputi kata-kata (pesan verbal), perilaku nonverbal, dan objek yang maknanya disepakati bersama. Upaya untuk memahami simbol seringkali dinilai rumit atau kompleks, hal ini disebabkan karena makna sebenarnya dalam simbolisasi seringkali tidak sama dengan makna yang digunakan orang dalam proses pemikiran di kehidupan sehari-hari. Tetapi, dengan simbol-simbol itu pula manusia banyak begantung. Manusia sangat bergantung pada penggunaan simbol-simbol. Hal inilah yang mendasari Susanne K.Langer menyakini bahwa kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan akan simbolisasi. Fungsi pembentukan simbol adalah satu diantara kegiatan – kegiatan dasar manusia, seperti makan, melihat, dan bergerak. Kebutuhan akan simbol pada manusia merupakan proses fundamental dari pikiran dan berlangsung setiap waktu.13
13
Alex Sobur. Semiotika Komunikasi. Bandung. 2009. Hal 154
http://digilib.mercubuana.ac.id/
32
Secara estimologis, simbol berasal dari kata Yunani “sym-ballein” yang berarti melemparkan bersama suatu (benda, perbuatan) dikaitkan dengan suatu ide. Ada pula yang menyebutkan simbol berarti tanda atau ciri yang memberitahukan sesuatu hal kepada seseorang.14 Semua simbol terdiri atas tiga unsur : simbol itu sendiri, satu rujukan atau lebih, dan hubungan antara simbol dengan rujukan. Ketiga hal ini merupakan dasar bagi semua makna simbolik. Hubungan antara simbol sebagai penanda dengan suatu yang ditandakan atau petanda bersifat konvensional. Artinya hubungan simbol dengan suatu yang ditandakan oleh simbol tersebut terjadi akibat kebiasaan yang umum atau sering digunakan. Penanda dan pertanda merupakan suatu kesatuan, seperti dua sisi dari sehelai kertas. Meskipun hubungan penanda dan pertanda tampak sebagai sesuatu yang terpisah-pisah, namun keduanya hanya sebagai satu komponen. 15 Simbol merupakan kata atau sesuatu yang dapat diartikan sebagai kata yang telah terkait dengan (1) penafsiran pemakai simbol, (2) aturan pemakai simbol sesuai dengan jenis wacananya, dan (3) kreasi pemberian makna sesuai dengan ciri pemakai simbol tersebut. Simbol yang ada dalam dan berkaitan dengan ketiga hal diatas disebut bentuk simbolik.16
14 Ibid. Hal 155 15
Nawiroh Vera. Semiotika Dalam Riset Komunikasi. Bogor. 2014. Hal 20
16 Alex Sobur. Semiotika Komunikasi. Bandung. 2009. Hal 156
http://digilib.mercubuana.ac.id/
33
Arthur Asa Berger dalam Alex Sobur, mengklasifikasikan simbol-simbol menjadi :17 a. Konvensional Merupakan kata-kata yang kita pelajari yang berdiri/ada untuk menyebut/menggantikan sesuatu. b. Aksidental Merupakan kata – kata yang sifatnya lebih individu, tertutup dan berhubungan dengan sejarah kehidupan seseorang. c. Universal Merupakan kata – kata yang berasal dari pengalaman semua orang. Simbol memiliki ciri khas dimana subjek atau pelaku simbol dituntut untuk memahami objek, simbol memiliki lebih banyak arti atau sedikitnya dua arti, subjek dituntut untuk memahami objek secara terus menerus, simbol dapat berbentuk konkret atau abstrak, dan simbol hanya dapat dipahami oleh manusia, karena simbol diciptakan oleh manusia dan hanya digunakan oleh manusia, serta simbol tidak memiliki hubungan khusus dengan yang disimbolkan.18 Pada dasarnya, simbol adalah sesuatu yang berdiri atau ada untuk sesuatu yang lain, kebanyakan diantaranya tersembunyi atau tidak jelas. Sebuah simbol dapat mewakili suatu institusi, cara berpikir, ide, harapan dan sebagainya. Hal
17 Ibid. Hal 157 18
Ibid. Hal 160
http://digilib.mercubuana.ac.id/
34
yang paling menarik tentang simbol-simbol ini adalah kaitannya dengan ketidaksadaran. Simbol-simbol ini memungkinkan kita untuk membuka pintu yang menutupi perasaan-perasaan ketidaksadaran dan kepercayaan kita melalui penelitian yang mendalam. Simbol – simbol yang ada merupakan pesan dari ketidaksadaran kita. Menurut Arthur Asa Berger makna itu bersifat relasional. Dan menurut Kincaid & Schramm makna kadang-kadang berupa suatu jalinan asosiasi, pikiran yang berkaitan serta perasaan yang melengkapi konsep yang diterapkan. Hal ini berarti bahwa segala sesuatu dianggap bermakna karena adanya suatu relasi sejenis yang dimaknainya. Relasi ini dapat bersifat tersurat maupun tersirat, tetapi dengan satu atau lain cara hubungan itu pasti ada.19 Hal ini menjelaskan bahwa kata “buruk” hanya berarti bila ada kata “bagus” dan kata “sempit” hanya berarti jika ada kata “luas”. Manusia yang menggunakan kata dalam interaksi memberi makna pada kata – kata, tergantung dari cara mereka memaknainya. Manusialah yang memiliki makna – makna itu, bukan kata – kata dan bukan kamus. Menurut Paul Willis makna tak pernah terjadi begitu saja, membuat sesuatu bermakna merupakan
aktivitas yang memakan waktu. Aktivitas ini
disebut sebagai “aktivitas simbolik”. Simbol - simbol dapat bermakna yang lain bagi orang lain, bahkan dapat mempunyai arti berbeda – beda bagi orang yang
19
Alex Sobur. Semiotika Komunikasi. Bandung. 2009. Hal 244
http://digilib.mercubuana.ac.id/
35
sama. Pada waktu yang berbeda atau keadaan yang berbeda sebuah teks dapat diinterpretasikan oleh orang yang sama secara berbeda.20 Bila kita perhatikan kata berikut : lari; berlarian; dilarikan;berlari;lari cepat;melarikan;pelari;lari jarak jauh; lari jarak pendek. Kita melihat bahwa kata “lari” tidak memiliki makna yang sama dengan “pelari” atau “berlarian”. Timbulnya perbedaan makna ini karena adanya perubahan makna yang terjadi setiap kali perubahan bentuk kata. Namun walaupun kata ini mengalami perubahan bentuk, tetapi tetap terlihat makna inti. Untuk memahami makna inti juga diperlukan makna pelengkap agar pemahaman makna terebut dapat menjadi sempurna. Selain kata, kalimat juga memiliki makna berbeda dengan bentuk kalimat itu sendiri. Ada kalimat yang berbentuk kalimat berita, namun memiliki makna bukan untuk menginformasikan tetapi untuk memerintah atau meminta agar terasa lebih sopan, misalnya :21 1. Bel, ini adikmu belum makan ! Artinya, “ambilkan adikmu makan !” atau “suruh adikmu makan!”
2. Wah, rokok saya habis ! Artinya, “apa saya boleh meminta rokokmu ?” atau “apakah kamu masih punya rokok untuk saya?”
20
Ibid. Hal 247
21
Ibid. Hal 248
http://digilib.mercubuana.ac.id/
36
Menurut Aminuddin dalam Alex Sobur, kata pada dasarnya adalah satuan bentuk kebahasaan yang telah mengandung satuan makna tertentu. Dalam hal ini kata dibedakan menjadi :22 1. Autosemantis , yaitu kata yang telah memiliki satuan makna secara penuh tanpa harus diletakkan pada bentuk lainnya. Misalnya : pergi, tidur, siang, malam. 2. Sinesemantis, yaitu kata yang tidak memiliki satuan makna secara mandiri karena satuan maknanya dibentuk oleh kata atau bentuk lainnya. Misalnya : di, serta, ke, juga. Sebuah kata juga merupakan sebuah simbol, sebab keduanya sama – sama menghadirkan sesuatu yang lain. Setiap kata pada dasarnya bersifat konvensional dan tidak membawa maknanya sendiri secara langsung bagi pembaca atau pendengarnya.Orang berbicara membentuk pola – pola makna secara tidak sadar dalam kata - kata yang dikeluarkannya. Pola – pola makna ini secara luas memberikan gambaran tentang konteks hidup,
sejarah dan latar
belakang orang tersebut. Sebuah kata memiliki konotasi yang berbeda, tergantung pada pembicaranya. Misalnya kata ikan. Kata ‘ikan’ memiliki makna yang berbeda bagi nelayan, penyelam, kolektor ikan, atau penyuka kuliner ikan.
22
Ibid. Hal 248
http://digilib.mercubuana.ac.id/
37
Menurut Wittgenstein dalam Alex Sobur, makna suatu kata tergantung pada penggunannya dalam kalimat, sedangkan makna suatu kalimat tergantung pada penggunannya dalam bahasa. Sehingga dalam menjelaskan makna dari sesuatu terlebih dahulu kita perlu memeriksa dalam situasi seperti apa kata tersebut digunakan. Ketidakpastian dan kekaburan makna suatu kata, dapat dikurangi dengan melihat cara pemakaian kata itu.23 Kempson dalam Alex Sobur, berpendapat bahwa untuk menjelaskan istilah makna harus dilihat dari segi : kata, kalimat, dan apa yang dibutuhkan pembicara
untuk
berkomunikasi.
Brown
mengartikan
makna
sebagai
kecenderungan total untuk menggunakan atau bereaksi terhadap suatu bentuk bahasa.24 Dalam memberikan makna atau proses pemaknaan, manusia harus menggunakan kemampuan inderawi, daya pikir dan akal budinya. Wendell Johnsons memaparkan model proses makna sebagai berikut : 1. Makna ada dalam diri manusia, karena makna ini terletak pada manusia bukan pada kata – kata. 2. Makna berubah, mengikuti dimensi emosional dari makna itu. 3. Makna membutuhkan acuan, karena dalam berkomunikasi selalu mengacu atau berkaitan dengan dunia atau lingkungan eksternalnya. 4. Penyingkatan yang belebihan akan mengubah makna. 23
Ibid. Hal 252
24
Ibid. Hal 256
http://digilib.mercubuana.ac.id/
38
5. Makna tidak terbatas jumlahnya. Walupun jumlah kata dalam suatu bahasa terbatas, tetapi maknanya tidak terbatas. 6. Makna dikomunikasikan hanya sebagian. Cara yang digunakan para ahli untuk membahas makna adalah dengan membedakan makna denotatif dan makna konotatif.
Makna denotatif adalah
suatu makna yang biasa kita gunakan, makna konotatif adalah makna denotatif ditambah dengan segala gambaran, ingatan, dan perasaan yang ditimbulkan oleh suatu kata. Denotasi adalah hubungan yang digunakan di dalam tingkatan pertama pada sebuah kata yang secara bebas memegang peranan penting di dalam ujaran. Makna denotasi bersifat langsung, yaitu makna khusus yang terdapat dalam sebuah tanda. Konotasi diartikan sebagai makna yang dikaitkan dengan perasaan atau pikiran yang timbul dari pemberi atau penerima makna. Jika denotasi sebuah kata adalah definisi objektif kata tersebut, makna konotasi sebuah kata adalah makna subjektif atau emosionalnya. Makna denotatif dikatakan objektif karena makna ini berlaku umum. Sebaliknya makna konotatif dikatakan subjektif karena dari makna umum (denotatif) ini mengalami penambahan rasa nilai tertentu.25 Sebuah kata yang diucapkan dengan makna denotatif maka itu berarti kata tersebut menunjukkan, mengemukakan, menunjukkan pada hal itu sendiri. Namun jika kata yang diucapkan mempunyai konotasi tertentu, maka kata
25
Ibid. Hal 264
http://digilib.mercubuana.ac.id/
39
tersebut mempunyai makna tambahan disamping makna denotatifnya. Makna tambahan ini menimbulkan gambaran yang bersifat emosional, seperti perasaan setuju – tidak setuju, senang – tidak senang.26 2.3.
Persidangan menurut KUHAP Masyarakat hidup dengan norma – norma yang sangat berpegaruh dalam
menentukan perilaku anggota masyarakat tersebut untuk berbuat apapun demi ketertiban dan keserasian dalam kehidupan bersama. Diantara norma yang ada terdapat norma hukum. Dalam norma hukum diatur dua perihal tindak pelanggaran hukum, yaitu perdata dan pidana. Hukum pidana diatur dalam hukum acara pidana, yang merupakan rangakian peraturan – peraturan yang memuat cara – cara bagaimana badan kepemerintahan yaitu Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan harus bertindak guna mencapai tujuan negara. Hukum pidana itu sendiri berisi27 : 1. Penunjukan dan gambaran dari perbuatan – perbuatan yang diancam dengan hukum pidana 2. Penunjukkan syarat – syarat umum yang harus dipenuhi agar perbuatan – perbuatan yang dilakukan merupakan perbuatan yang dapat dihukum pidana
26
Ibid. Hal 266
27
S.Tanusubroto. Dasar-Dasar Hukum Acara Pidana. Bandung. 1989. Hal 17
http://digilib.mercubuana.ac.id/
40
3. Penunjukan orang – orang atau badan – badan hukum yang pada umumnya dapat dipidana 4. Penunjukan macam hukuman pidana yang dapat dijatuhkan. Terdapat 2 macam kepentingan dalam Hukum Acara Pidana, yaitu : 1. Kepentingan orang yang dituntut, bahwa ia harus diperlakukan secara adil sehingga apabila tidak nyata bersalah tidak mendapat hukuman, jika terbukti nyata bersalah agar mendapat hukuman yang tidak terlalu berat, tidak berimbang dengan kesalahannya. 2. Kepentingan masyarakat, bahwa orang yang melanggar suatu peraturan hukum pidana harus mendapat hukuman yang setimpal dengan kesalahannya guna keamanan masyarakat. Seseorang atau setiap orang wajib untuk dianggap tidak bersalah sebelum adanya suatu putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Seseorang hanya boleh dituduh atau disangka telah melakukan suatu perbuatan yang dapat dihukum atau tuduhan serta persangkaan inilah yang harus dibuktikan dalam pemeriksaan di persidangan.28 Kasus kopi sianida dalam penelitian ini merupakan kasus atau tindak pidana. Dalam persidangannya terdapat beberapa istilah atau bahasa – bahasa
28
Ibid. Hal 19
http://digilib.mercubuana.ac.id/
41
persidangan yang tidak diketahui oleh khalayak umum. Berikut ini adalah beberapa istilah dan pegertian dalam persidangan menurut KUHAP Pasal 1:29 a. Penyidik : adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia atau pejawabat pegawai negeri sipil tertentu yang
diberi wewenang
khusus oleh undang – undang untuk melakukan penyidikan. (Ayat 1) b. Penyidikan : adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang – undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang
tindak
pidana
yang
terjadi
dan
guna
menemukan
tersangkanya. (Ayat 2) c. Penyelidik : adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang – undang ini untuk melakukan penyelidikan. (Ayat 4) d. Penyelidikan : serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang – undang ini. (Ayat 5) e. Jaksa : adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang – undang ini untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan
29
KUHAP
http://digilib.mercubuana.ac.id/
42
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. (Ayat 6a) f. Jaksa penuntut umum : adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang – undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim. (Ayat 6b) g. Hakim : adalah pejabat peradilan Negara yang diberi wewenang oleh undang – undang untuk mengadili. (Ayat 8) h. Mengadili : adalah serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa, dan memutuskan perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur dan tidak memihak di sidang pengadilan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang – undang ini. (Ayat 9) i. Putusan pengadilan : adalah penyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dan segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang – undang ini. (Ayat 11) j. Upaya hukum : adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang – undang ini. (Ayat 12)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
43
k. Penasihat hukum : adalah seseorang yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh atau berdasarkan undang – undang untuk memberi bantuan hukum. (Ayat 13) l. Tersangka : adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. (Ayat 14) m. Terdakwa : adalah seseorang tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili di sidang pengadilan. (Ayat 15) n. Saksi : adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri. (Ayat 26) o. Keterangan saksi : adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dan pengetahuannya. (Ayal 27) p. Keterangan ahli : adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. (Ayat 28)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
44
q. Terpidana : adalah seorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. (Ayat 32) r. Eksepsi : adalah pernyataan keberatan yang diajukan terdakwa dan atau penasehat hukum atau Jaksa atas pernyataan dan atau pertanyaan di muka sidang. s. Pledoi : adalah pembelaan terdakwa dan atau penasehat hukum yang dibuat secara tertulis dan dibacakan di muka sidang. (Pasal 182) t. Replik : adalah jawaban Jaksa dalam hal baik terulis maupun juga lisan terhadap jawaban terdakwa dan atau penasehat hukum. (Pasal 182) u. Duplik : adalah jawaban terdakwa dan atau penasehat hukum dalam hal baik tertulis maupun juga lisan terhadap suatu replik yang diajukan oleh Jaksa. (Pasal 182) v. Putusan Pemidanaan : adalah putusan pidana yang dijatuhkan apabila terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam dakwaan penuntut umum. (Pasal 193) w. Yang Mulia : diwajibkan kepada jaksa, saksi, terdakwa dan peserta sidang dalam ruang persidangan untuk memanggil Hakim dengan sebutan Yang Mulia.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
45
x. Embalming : proses formalin atau jenasah sudah di formalin / di awetkan y. Post Mortem Change : perubahan pasca kematian z. Post Mortem : pasca kematian Berikut ini merupakan urutan – urutan pemeriksaan dan persidangan : Dakwaan Jaksa Eksepsi Terdakwa/ Penasehat Hukum
Tuntutan Jaksa
Putusan Eksepsi Hakim
Pledoi Terdakwa / Penasehat Hukum
Pemeriksaan Pokok Perkara
Replik Jaksa
Saksi - Saksi
Duplik Terdakwa / Penasehat Hukum
Keterangan Ahli
Putusan Hakim
Terdakwa
Gambar 2.1 Bagan Pemeriksaan Acara Persidangan Sumber : S.Tanusubroto. Dasar-Dasar Hukum Acara Pidana. Hal 133
Menurut Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana, dalam melaksakan persidangan pun diperlukaan penataan ruang dan posisi duduk dari setiap anggota persidangan. Penataan ini dimaksudkan agar suasana persidangan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
46
berjalan dengan kondusif, aman dan tentram agar tujuan persidangan tercapai yaitu menghasilkan putusan yang objektif, materiil serta seadil-adilnya bagi terdakwa, masyarakat, bangsa dan negara. Berikut ini tata ruang sidang menurut KUHAP : 30 Panitera Pembantu
Panitera
Hakim Anggota
Rohaniwan
Hakim Anggota
Hakim Ketua
Dewan Hakim Bendera Penganoman
saksi
saksi
saksi
Ruang Batas
Ruang Batas
Pengunjung
Pengunjung Jalan
Gambar 2.2 Tata Ruang Sidang Menurut KUHAP Sumber : S.Tanusubroto. Dasar-Dasar Hukum Acara Pidana. Hal 134
30
S.Tanusubroto. Dasar-Dasar Hukum Acara Pidana. Bandung. 1989. Hal 134
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Penasehat Hukum
terdakwa
Penasehat Hukum
Pembantu Jaksa P.U.
Jaksa Pen . Umum
Jaksa P.U.
saksi
saksi
Terdakwa
Bendera Merah Putih
47
Menurut KUHAP Pasal 230 memuat ketentuan mengenai persidangan yaitu :31 (1) Sidang pengadilan dilangsungkan di gedung Pengadilan dalam ruang sidang (2) Dalam ruang sidang, Hakim, Penuntut Umum, Penasihat Hukum dan Panitera mengenakan pakaian sidang dan atribut masing – masing. (3) Ruang sidang sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) ditata menurut ketentuan sebagai berikut : a. Tempat meja dan kursi Hakim terletak lebih tinggi daritempat Penuntut
Umum,
terdakwa,
Penasehat
Hukum
dan
pengunjung b. Tempat Panitera terletak dibelakang sisi kanan tempat Hakim Ketua Sidang c. Tempat Penuntut Umum terletak di sisi kanan depan tempat Hakim d. Tempat terdakwa dan Penasehat Hukum terletak di sisi kiri depan dari tempat Hakim dan tempat terdakwa di sebelah kanan tempat Penasihat Hukum
31
KUHAP
http://digilib.mercubuana.ac.id/
48
e. Tempat kursi
pemeriksaan terdakwa dan saksi terletak di
depan tempat Hakim f. Tempat saksi atau ahli yang telah didengar terletak di belakang kursi pemeriksaan g. Tempat pengunjung terletak di belakang tempat saksi yang telah didengar h. Bendera nasional ditempat disebelah kanan meja Hakim dan Panji Pengayoman ditempatkan disebelah kiri meja Hakim sedangkan lambang negara di tempatkan pada dinding bagian atas dibelakang meja Hakim i. Tempat Rohaniwan terletak disebelah kiri tempat Panitera j. Tempat sebagai mana dimaksud huruf a sampai huruf I diberi tanda pengenal k. Tempat petugas keamanan dibagian dalam pintu masuk utama ruang sidang dan ditempat lain yang dianggap perlu (4) Apabila sidang pengadilan dilangsungkan di luar gedung Pengadilan, maka tata tempat sejauh mungkin disesuaikan dengan ketentuan ayat (3) tersebut di atas (5) Dalam hal ketentuan ayat (3) tidak mungkin dipenuhi maka sekurang – kurangnya bendera Nasional harus ada
http://digilib.mercubuana.ac.id/
49
Selain itu bentuk, atribut dan warna dalam persidangan juga diatur dalam KUHAP, Pasal 231 yaitu : (1) Jenis, bentuk dan warna pakaian sidang serta atribut dan hal yang berhubungan dengan perangkat kelengkapan sebagaimana dimaksud dalam pasal 230 ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerinta (2) Pengaturan
lebih
lanjut
tata-tertib
persidangan
sebagaimana
dimaksud dalam pasal 217 ditetapkan dengan keputusan Menteri Kehakiman Terdapat juga pasal 232 yang mengatur bahwa Hakim merupakan orang yang harus dihormati, seperti berikut : (1) Sebelum sidang dimulai, Panitera, Penuntut Umum, Penasihat Hukum dan pengunjung yang sudah ada, duduk ditempatnya masing – masing dalam ruang sidang (2) Pada saat Hakim memasuki dan meninggalkan ruang sidang semua yang hadir berdiri untuk menghormati (3) Selama sidang berlangsung setiap orang yang keluar masuk ruang sidang diwajibkan memberi hormat
http://digilib.mercubuana.ac.id/
50
2.4.
Berita Televisi Kegiatan penyiaran melalui media televisi di Indonesia dimulai pada
tanggal 24 Agustus 1962, bertepatan dengan dilangsungkannya pembukaan Pesta Olahraga se-Asia IV atau Asian Games di Senayan. Sejak itu pula Televisi Republik Indonesia yang disingkat TVRI dipergunakan sebagai panggilan stasiun (station call) hingga sekarang.32 Seperti halnya media massa lain, televisi juga memiliki karakteristik tersendiri yang tidak dimiliki oleh media lain yaitu : a. Audiovisual Televisi dapat didengar sekaligus dapat dilihat. Gambar dan suara dari televisi ditayangkan bersamaan sehingga penonton dapat lebih jelas menangkap gambar serta suara dari tayangan televisi. b. Berpikir dalam gambar Televisi
dalam
menayangkan
gambarnya,
memerlukan
pengarah
acara/gambar agar gambar ini menyampaikan makna yang kuat kepada penonton. Televisi tidak hanya menayangkan gambar begitu saja, tapi bagaimana gambar menyampaikan pesan kepada khalayak sehingga dapat dimaknakan.
32
Elvinaro, Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007. Hal 136
http://digilib.mercubuana.ac.id/
51
c. Pengoperasian penyiaran lebih kompleks Pengoperasian televisi dalam melakukan kegiatan siaran lebih kompleks, dan lebih banyak melibatkan orang. Untuk menanyangkan acara siaran berita yang dibawakan oleh dua orang pembaca berita saja dapat melibatkan 10 orang dibalik layar. Selain itu pula diperlukan grafis, lighting dan sebagainya agar siaran dapat berjalan dengan baik dan lancar. Salah satu jenis program televisi adalah program informasi. Program informasi, adalah segala jenis siaran yang bertujuan untuk memberitahukan tambahan pengetahuan (informasi) kepada khalayak.
Program informasi ini
terbagi menjadi 2 jenis program berita yaitu : a. Berita keras (Hard News), adalah segala bentuk informasi yang penting dan menarik yang harus segera disiarkan oleh media penyiaran karena sifatnya yang harus segera dapat diketahui oleh khalayak secepatnya. b. Berita lunak (Soft News), adalah informasi yang penting dan menarik yang disampaikan secara mendalam (indept) namun tidak bersifat harus segera ditayangkan. Terdapat beberapa ciri khas dari Hard news, yaitu : 1. Mementingkan aktualitas dan nilai berita. Aktual ini merupakan kejadian yang menjadi pembicaraan setiap orang dan peristiwa yang baru terjadi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
52
2. Pembahasan atau ulasan berita lebih mendalam sehingga pembaca atau penonton yang tidak tahu menjadi tahu. 2.5.
Realitas Media Televisi Pada dasarnya media massa mencakup pencarian pesan dan makna –
makna dalam materinya, karena semiotika komunikasi adalah proses komunikasi yang berinti pada makna. Jadi dapat dikatakan, mempelajari media adalah mempelajari makna, dari mana asalnya, seperti apa, seberapa jauh tujuannya, dan bagaimana makna itu memasuki materi media, dan bagaimana makna tersebut berkaitan dengan pemikiran kita.33 Perkembangan media televisi dewasa ini berjalan beriringan dengan perkembangan sosial di era pascamodernitas yang berpengaruh kuat dalam menandai dinamika sosial ekonomi masyarakat, terutama dalam mengkonsumsi simbol – simbol dan gaya hidup. Konsumsi simbol, gaya hidup, dan dinamika masyarakat terjadi, karena televisi sebagai media telah mlakukan konstruksi realitas sosial. Melalui pendekatan interaksionisme simbolik, media lebih memusatkan perhatian pada subjek pelaku tindakan yang lebih menentukan, mengarahkan, dan menciptakan proses komunikasi.
33
Menurut Beniger dan Gusek dalam Agus
Alex Sobur. Semiotika Komunikasi. Bandung. 2009. Hal 110
http://digilib.mercubuana.ac.id/
53
Maladi menyebutkan bahwa pengkajian terhadap media saat ini telah mengalami pergeseran.34 Proses penyajian acara televisi pada dasarnya lebih ditandai oleh pengetahuan dan tindakan para pelaku berdasarkan interaksi dan negosiasinya. Pengetahuan dan tindakan para pelaku ini telah menghasilkan makna dalam kehidupan sosial. Makna ini akan terlihat dari jenis – jenis hubungan sosial tertentu. Sehingga, tindakan sosial yang terjadi merupakan hasil dari interaksi – interaksi kongkret yang melibatkan setiap pelaku untuk menanggapi dan menafsirkan aturan – aturan yang ada secara aktif, kreatif, bahkan manipulatif. Secara teoritis, media massa bertujuan menyampaikan informasi dengan benar secara efektif dan efisien. Namun pada praktiknya, apa yang dimaksud sebagai kebenaran ini sangat ditentukan oleh jalinan banyak kepentingan. Tetapi diatas semuanya itu, yang paling penting dan utama adalah kepentingan survival media itu sendiri, baik dalam sektor bisnis maupun politis. 2.6. Semiotika Komunikasi Semiotika berasal dari bahasa Yunani yaitu seemion yang berarti “tanda”. Dapat disebut juga sebagai semeiotikos yang berarti “teori tanda”. Charles Sanders Pierce mendefinisikan semiotika sebagai studi tentang tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya, yakni cara berfungsinya, hubungannya dengan tanda – tanda lain, pengirimnya dan penerimanya. Menurut John Fikse,
34
Agus Maladi Irianto. Interaksionisme Simbolik. Semarang. 2015. Hal 97
http://digilib.mercubuana.ac.id/
54
semiotika adalah studi tentang pertandaan dan makna dari sistem tanda: ilmu tentang tanda, tentang bagaimana makna dibangun dalam “teks” media: atau studi tentang bagaimana tanda dari jenis karya apa pun dalam masyarakat yang mengkomunikasikan makna.35 Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda – tanda adalah perangkat yang digunakan dalam upaya mencari jalan dalam dunia, di tengah – tengah manusia dan bersama – sama manusia. Menurut istilah Barthes semiotika hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan memaknai hal – hal. Memaknai menurutnya adalah objek – objek tidak hanya membawa informasi, tetapi juga menata sistem terstruktur dari tanda.36 Semiotika menjelaskan jalinan tanda atau ilmu tentang tanda, secara sistematik menjelaskan esensi, ciri- ciri, dan bentuk suatu tanda, serta proses signifikasi yang menyertainya. Semiotika dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu :37 a. Semantic, mempelajari bagaimana sebuah tanda berkaitan dengan yang lain. b. Syntatics, mempelajari bagaimana sebuah tanda memiliki arti dengan tanda yang lain
35
Nawiroh Vera. Semiotika dalam Riset Komunikasi. Bogor. 2014. Hal 2
36
Alex Sobur. Semiotika Komunikasi. Bandung. 2009. Hal 15
37
Nawiroh Vera. Semiotika dalam Riset Komunikasi. Bogor. 2014. Hal 3
http://digilib.mercubuana.ac.id/
55
c. Pragmatics, mempelajari bagaimana tanda digunakan dalam kehidupan sehari – hari. Terdapat sembilan macam semiotik yang kita kenal sekarang, yaitu : 38 1. Semiotik analitik, yakni semiotik yang menganalisis sistem tanda. 2.
Semiotik deskriptif, yakni semiotik yang memperhatikan sistem tanda
yang dapat kita alami sekarang, meskipun ada tanda yang sejak dahulu tetap seperti yang disaksikan sekarang. 3. Semiotik faunal (zoosemiotic), yakni semiotik yang khusus memperhatikan sistem tanda yang dihasilkan oleh hewan untuk berkomunikasi antara sesamanya, yang dapat ditafsirkan oleh manusia. 4.
Semiotik cultural, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda
yang berlaku dalam kebudayaan masyarakat tertentu. Budaya yang terdapat dalam masyarakat yang juga merupakan sistem itu, menggunakan tanda- tanda tertentu yang membedakannya dengan masyarakat lain. 5.
Semiotik naratif, yakni semiotik yang menelaah sistem tanda dalam
narasi yang berwujud mitos dan cerita lisan (foklorer). 6.
Semiotik natural, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda
yang dihasilkan oleh alam. Misalnya BMKG yang menelaah tanda dari bentuk awan. 38
Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing. Bandung. Hal 100
http://digilib.mercubuana.ac.id/
56
7. Semiotik normatif, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem yang dibuat oleh manusia yang berwujud norma-norma, misalnya rambu-rambu lalu lintas. 8. Semiotik sosial, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia yang berwujud lambang, baik lambang berwujud kata maupun lambang yang berwujud kalimat. 9.
Semiotik structural, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda
yang dimanifestasikan melalui struktur bahasa. Dalam proses komunikasi manusia, penyampaian pesan menggunakan bahasa, baik bahasa verbal maupun nonverbal. Bahasa ini terdiri dari simbol – simbol, dimana simbol – simbol ini perlu dimaknai agar tercipta komunikasi yang efektif. Manusia diberikan kemampuan untuk menelaah simbol – simbol yang ada. Kemampuan ini terdiri dari empat tahap, yaitu : (1) menerima simbol, (2) menyimpan simbol, (3) mengolah simbol, (4) menyebarkan simbol – simbol. Kemampuan inilah yang membedakan manusia dari makhluk hidup lainnya dalam berkomunikasi. Dalam
semiotika
tidak
pernah
menganggap
adanya
kegagalan
pemaknaan, karena setiap pelaku komunikasi mempunyai pengalaman budaya yang berbeda dengan oranglain, sehingga masing – masing pelaku komunikasi memiliki hak untuk memaknai simbol dengan cara yang berbeda. Lain hal dengan bidang kajian semiotika yang mempelajari fungsi tanda dalam teks, yaitu bagaimana memahami sistem tanda yang ada dalam teks yang berperan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
57
membimbing pembacanya agar bias menangkap pesan yang terkandung di dalamnya. 2.7. Teori dan Model Semiotika Roland Barthes Semiotika menurut Rolan Barthes hendak mempelajari bagaimana manusia memaknai hal – hal. Memaknai menurutnya tidak sama dengan mengkomunikasikan, tetapi berarti bahwa objek – objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek – objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi system terstruktur dari tanda.39 Barthes meyakini bahwa hubungan antara penanda dan pertanda tidak terbentuk secara alamiah, melainkan bersifat arbiter (semena-mena). Barthes mengembangakan sistem penandaan pada tingkat konotatif. Barthes ,menciptakan peta tentang bagaimana tanda bekerja :40 1. Signifier (penanda)
2. Signified (pertanda)
Gambar 2.3 Peta Tanda Roland Barthes Sumber : Alex Sobur. Semiotika Komunikasi. Hal 69
3. Denotative sign (tanda denotatif) 4. Connotative signifier (penanda
5. Connotative signified
konotatif)
(pertanda konotatif)
6. Connotative Sign (tanda konotatif)
39
Nawiroh Vera. Semiotika dalam Riset Komunikasi. Bogor. 2014. Hal 26
40
Alex Sobur. Semiotika Komunikasi. Bandung. 2009. Hal 69
http://digilib.mercubuana.ac.id/
58
Dari peta Barthes diatas dapat dilihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas penanda (1) dan pertanda (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda denotatif juga penanda konotatif (4). Denotasi menurut Barthes merupakan tataran pertama yang maknanya bersifat tertutup. Denotasi merupakan makna yang sebenarnya – benarnya, yang disepakati bersama secara sosial yang dirujuk pada realitas. Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda, atau antara tanda dan rujukannya pada realitas, yang menghasilkan makna yang eksplisit, langsung, dan pasti. Makna denotasi (denotative meaning), dalam hal ini, adalah makna pada apa yang tampak. Misalnya, foto wajah Jokowi berarti wajah Jokowi yang sesungguhnya. Denotasi merujuk pada apa yang diyakini akal sehat/orang banyak, makna yang teramati dari sebuah tanda. Konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda, yang di dalamnya terdapat makna yang tidak eksplisit, tidak langsung, dan tidak pasti (artinya terbuka terhadap berbagai kemungkinan). Ini menciptakan makna-makna lapis kedua, yang terbentuk ketika penanda dikaitkan dengan berbagai aspek psikologis, seperti perasaan, emosi, atau keyakinan. Misalnya, tanda bunga mengkonotasikan kasih sayang atau tanda tengkorak mengkonotasikan bahaya. Konotasi dapat menghasilkan makna lapis kedua yang bersifat implisit, tersembunyi, yang disebut makna konotatif (connotative meaning).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
59
Gambar 2.4 Signifikasi 2 tahap Roland Barthes Sumber : Nowiroh Vera. Semiotika dalam Riset Komunikasi. Bogor. 2014. Hal 30
Berthes juga memaparkan bahwa konotasi identik dengan operasi ideologi yang disebut sebagai “mitos” yang berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai – nilai dominan yang berlaku dalam suatu waktu. Konotasi dan mitos merupakan cara utama dimana tanda bekerja dalam tatanan tingkat kedua pertandaan, yakni tatanan di mana interaksi antara tanda dan penggunaan atau kebudayaan paling aktif.41 Di dalam mitos ini terdapat pula pola tiga dimensi yaitu penanda, petanda dan tanda. Mitos merupakan pengembangan dari konotasi. Konotasi yang sudah terbentuk lama di masyarakat disebut mitos. Jika konotasi merupakan makna penandaan dari tataran kedua, maka mitos adalah makna petanda dari tataran kedua.42
41
John Fiske. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta. 2016. Hal 149
42
Ibid. Hal 144
http://digilib.mercubuana.ac.id/
60
Ciri – ciri mitos menurut Roland Barthes yaitu : a. Deformatif Mitos berciri deformatif karena mitos merubah makna sehingga tidak lagi mengacu pada realita yang sebenarnya. b. Intensional Mitos berciri intensional karena, mitos sendiri yang seolah memaksa pembaca untuk memiliki keinginan menemukan mitos tersebut. c. Motivasi Mitos bericiri motivasi dan analogi. Karena dalam penafsiran mitos selalu
ada
motivasi
motivasi
yang
ditemukan
dan
mitos
menganalogikan atara makna dan bentuk. Mitos menurut pandangan Barthes berbeda dengan mitos yang kita anggap sebagai tahayul, tetapi mitos disini adalah type of speech (gaya bicara) seseorang.43 Barthes berpendapat cara kerja mitos yang paling penting adalah menaturalisasi sejarah. Hal ini menunjuk pada fakta bahwa mitos sesungguhnya merupakan produk sebuah kelas sosial. Makna yang disebarluaskan melalui mitos pasti membawa sejarah bersama mereka. Tidak ada satupun mitos yang berlaku universal dalam sebuah kebudayaan. Terdapat beberapa mitos yang dominan, tapi juga ada mitos yang melawannya.44
43
Nawiroh Vera. Semiotika dalam Riset Komunikasi. Bogor. 2014. Hal 28 - 29
44
John Fiske. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta. 2016. Hal 148
http://digilib.mercubuana.ac.id/
61
Contoh mitos dalam pandangan Roland Barthes misalnya keju. Menurut makna denotasi atau makna lapis pertama berarti ‘makanan hasil olahan susu’. Namun pada makna lapis kedua, keju dimaknai sebagai ciri ‘ke-Belanda-an’ yang diberikan masyarakat. Barthes memperlihatkan bahwa gejala suatu budaya boleh dapat memperoleh konotasi sesuai dengan sudut pandang suatu masyarakat, jika konotasi sudah mantap, maka akan menjadi mitos, sedangkan mitos yang sudah mantap akan menjadi ideologi.45 Namun mitos dapat berubah dan beberapa diantaranya berubah dengan cepat dalam rangka memenuhi kebutuhan dan nilai budaya dimana mitos itu berada. John Fiske menunjukkan secara detail bagaimana mitos bekerja secara metonomikal dalam sebuah tanda yang menstimulasi kita untuk mengonstruksikan rantai
konsep
yang
membentuk
mitos.46Metonomikal
disini
berarti
mengasosiasikan makna di dalam bidang yang sama atau membuat perwakilan yang merepresentasikan keseluruhan tanda.47 Menurut Freud dalam John Fikse, mengembangkan bahwa analisis mitos sama dengan analisis mimpi seseorang. Pemimpi mengetahui meraka bermimpi, tetapi hanya mengetahui makna dipermukaan saja, sedangkan makna yang lebih dalam, makna yang sesungguhnya hanya diketahui oleh sang analis mimpi. Begitu pula orang – orang yang mengisahkan mitos, mereka hanya mengetahui makna di permukaannya saja, makna sesungguhnya hidup didalam struktur 45
Nawiroh Vera. Semiotika dalam Riset Komunikasi. Bogor. 2014. Hal 29
46
John Fiske. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta. 2016. Hal 158
47
Ibid. Hal 156
http://digilib.mercubuana.ac.id/
62
terdalam yang hanya dapat dilihat oleh analis mitos. Sebagaimana mimpi muncul dari kegelisahan dan trauma yang terbawa kedalam alam bawah sadar, maka mitos muncul dari kegelisahan dan kontradiksi tak terpecahkan yang disembunyikan dalam alam bawah sadar kultur atau kesukuan. 48 Bagi
Barthes, mitos menyamarkan cara kerjanya dan menampilkan
maknanya sealami mungkin. Mitos berbasis berbedaan kelas, maknanya dikontruksi oleh dan untuk kelas yang dominan secara sosial, namun juga diterima oleh kelas subordinat, karena mitos – mitos itu telah ternaturalisasi. Mitos disini sebagai bentuk bahasa, sebuah cara untuk menyirkulasi makna dalam masyarakat.49
48
Ibid. Hal 203
49
Ibid. Hal 217
http://digilib.mercubuana.ac.id/