ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Konsep Data Time Series Time Series menurut Aswi dan Sukarna (2006) merupakan serangkaian data
pengamatan yang terjadi berdasarkan indeks waktu secara berurutan dengan interval waktu yang tetap. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam stasioneritas data adalah stasioner dalam varians (varians konstan) dan stasioner dalam mean (rata-rata konstan).
2.2
Proses Stokastik dan Kestasioneran Menurut Wei (1990), suatu proses dikatakan stokastik jika dapat dinyatakan
dalam variabel random X (ω , t )
yang dapat dituliskan dalam notasi X t . Sedang
pengamatan X t1 , X t 2 , X t3 ,..., X t n dikatakan stasioner bila: F ( X t1 , X t 2 ,..., X tm ) = F ( X t1+ k , X t2 + k ,..., X tm + k )
(2.1)
Dan dapat dikatakan strictly stasionary apabila persamaan (2.1) terpenuhi untuk nilai m = 1,2,3,…,n. Suatu proses stokastik Z t dikatakan weakly stationary jika:
7
Skripsi
Deteksi Outlier Pada Model Exponential Generalized Autoregressive Conitional....
Taufik, Moh
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
8
1. E (Z t ) = µ (konstan setiap waktu).
( )
2. E Z t = γ (konstan) sehingga E (Z t − µ ) = γ 0 = σ 2 (konstan). 2
2
3. E (Z t , Z k ) = E (Z t − µ )(Z k − µ ) = γ k , untuk setiap t dan k.
2.3
Fungsi Autokovarian dan Autokorelasi (ACF) Berdasarkan Box dan jenkins (1976), kovarians antara X t dan X t +k yang
terpisah oleh interval waktu k disebut autokovarians pada lag- k . Sedangkan korelasi deret time series dengan deret time series itu sendiri dengan selisih waktu (time lag) 0, 1, 2 periode atau lebih disebut autokorelasi. Korelasi antara X t dan X t + k disebut autokorelasi pada lag k adalah :
ρ k = Corr ( X t , X t + k ) =
Cov( X t , X t + k )
Var ( X t ) Var ( X t + k )
(2.2)
Untuk keadaan yang stasioner Var ( X t ) = Var ( X t +k ) = γ 0 , sehingga
ρk =
γk γo
(2.3)
γ k sebagai fungsi dari k disebut fungsi autokovarians dan ρ k sebagai fungsi dari k disebut fungsi autokorelasi (ACF).
Skripsi
Deteksi Outlier Pada Model Exponential Generalized Autoregressive Conitional....
Taufik, Moh
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
9
Box, et. al (1994) menjelaskan sifat-sifat fungsi autokovarians dan autokorelasi memenuhi syarat : 1. γ 0 = Var ( X t ) dan ρ 0 = 1 2. γ k ≤ γ 0 dan ρ k ≤ 1 3. γ k = γ −k dan ρ k = ρ −k
2.4
Fungsi Autokorelasi Parsial (PACF) Menurut Wei (1990), autokorelasi parsial digunakan untuk menunjukkan
korelasi parsial antara X t dan X t +k dengan menganggap pengaruh dari semua time lag k adalah konstan. Selanjutnya koefisien autokorelasi
dapat ditulis dalam bentuk persamaan
berikut:
ρ j = φ k 1 ρ j −1 + φ k 2 ρ j − 2 + K + φ k (k −1) ρ j − k +1 + φ kk ρ j − k , j = 1,2, K , k
(2.4)
persamaan (2.4) dapat ditulis ke persamaan Yule-walker sebagai berikut : ρ1 1 ρ ρ 2 = 1 M M ρ k ρ k −1
Skripsi
ρ1 1
ρ2 ρ1
M
M
ρk − 2
ρk −3
L ρ k −1 φk1 L ρ k − 2 φk 2 M M L 1 φkk
Deteksi Outlier Pada Model Exponential Generalized Autoregressive Conitional....
(2.5)
Taufik, Moh
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
10
Dalam bukunya, Howard Anton menjelaskan mengenai Aturan Cramer atau Cramer’s rule yang didefinisikan sebagai berikut : Jika AX = B adalah sistem yang terdiri dari n persamaan linear dalam n bilangan tak diketahui sehingga det(A) ≠ 0, maka system tersebut mempunyai pemecahan yang unik. Pemecahan ini adalah
x1 =
det ( A n ) det ( A1 ) det ( A 2 ) ,x2 = ,..., x n = det ( A ) det ( A ) det ( A )
Dimana A j adalah matriks yang kita dapatkan dengan menggantikan entri-entri dalam kolom ke j dari A dengan entri-entri dalam matriks b1 b B = 2 M bn
Dengan menggunakan Cramer’s rule diatas penyelesaian untuk k = 1,2, K ,
berturut-turut didapatkan :
φ11 = ρ1 , untuk k = 1
ρ1
ρ1 ρ2
1
ρ1
ρ1
1
1
φ 22 =
Skripsi
ρ 2 − ρ1 , untuk k = 2 2 1 − ρ1 2
=
Deteksi Outlier Pada Model Exponential Generalized Autoregressive Conitional....
Taufik, Moh
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
11
sehingga
φ kk =
2.5
1
ρ1
ρ1
1
ρ2 ρ1
M
M
M
ρ k −1 1
ρ k −2 ρ1
ρ1
1
M
M
ρ k −1
ρ k −2
L ρ k −2 L ρ k −3 M
ρ k −3 L ρ 1 ρ 2 L ρ k −2 ρ1 L ρ k −3 M
ρ k −3 L
ρ1 ρ2 M
ρk ρ k −1 ρ k −2
M
M
ρ1
1
(2.6)
Bentuk ACF dan PACF Secara Umum Berdasarkan ACF dan PACF yang telah diturunkan secara teoretis, maka
secara umum bentuk ACF dan PACF dari model ARIMA yang stasioner menurut Aswi dan Sukarna (2006) dapat dituliskan dalam Tabel 2.1.
Tabel 2.1. ACF dan PACF ARIMA secara umum Model ARIMA
ACF
PACF
Autoregresive
Dies Down
Cut off after lag p
→ AR (p)
atau turun eksponensial atau terpotong setelah lag menuju
0
bertambahnya k
dengan p (lag 1, 2, …, p yang signifikan
berbeda
dengan 0)
Skripsi
Deteksi Outlier Pada Model Exponential Generalized Autoregressive Conitional....
Taufik, Moh
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
12
Moving Average
Cut off after lag q
Dies Down
→ MA (q)
atau terpotong setelah atau turun eksponensial lag q (lag 1, 2, …, q menuju yang
0
dengan
signifikan bertambahnya k
berbeda dengan 0) Campuran
AR Dies Down
Dies Down
dan MA
atau turun eksponensial atau turun eksponensial
→ ARMA (p,q)
menuju nol setelah lag menuju nol setelah lag p q
2.6
Proses White Noise Menurut Cryer (1986), proses white noise {ε t }adalah proses yang mampu
membentuk variabel random yang identik dan independen berdistribusi tertentu dengan mean diasumsikan nol dan varians Var (ε t ) = σ ε2 dan γ k = Cov (ε t ,ε t + k ) = 0 untuk setiap k ≠ 0.
2.7
Autoregressive (AR)
Menurut Makidrakis,S. et. al (1983), proses autoregresive menyatakan suatu peramalan nilai X t yang diperoleh berdasarkan nilai-nilai sebelumnya.
Skripsi
Deteksi Outlier Pada Model Exponential Generalized Autoregressive Conitional....
Taufik, Moh
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
13
Dalam model Autoregressive, suatu pengamatan X t yang berkorelasi dengan X t − p atau disingkat AR( p ) ditulis : X t = φ1 X t −1 + L + φ p X t − p + ε t
(2.7)
Jika persamaan (2.7) kedua ruas dikalikan dengan X t − k maka diperoleh X t − k X t = φ1 X t − k X t −1 + L + φ p X t − k X t − p + X t − k ε t
(2.8)
E ( X t − k X t ) = E (φ1 X t − k X t −1 + L + φ p X t − k X t − p + X t − k ε t ) E ( X t − k X t ) = E (φ1 X t − k X t −1 ) + L + E (φ p X t − k X t − p ) + E ( X t − k ε t ) E ( X t − k X t ) = φ1E ( X t − k X t −1 ) + L + φ p E (X t − k X t − p ) + E ( X t − k ε t )
γ k = φ1γ k −1 + φ 2 γ k − 2 + L + φ p γ k − p ,
k >0
(2.9)
Wei (1990), menjelaskan bahwa jika membagi persamaan (2.9) dengan γ 0 akan didapatkan fungsi autokorelasi (ACF) pada model autoregressive yang dapat dituliskan
ρ k = φ1 ρ k −1 + φ 2 ρ k − 2 + L + φ p ρ k − p , k > 0
(2.10)
Sedangkan fungsi PACF dari autoregressive (AR) seperti persamaan (2.6), dapat ditentukan : untuk AR (1)
Skripsi
φ11 = ρ1
Deteksi Outlier Pada Model Exponential Generalized Autoregressive Conitional....
Taufik, Moh
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
14
φ kk = 0
untuk k >1
untuk AR(2 ) φ11 = ρ1
φ 22 =
ρ 2 − ρ12 1 − ρ12
φ kk = 0
untuk k >2
sehingga untuk AR( p )
φ11 ≠ 0,K , φ pp ≠ 0 φ kk = 0
untuk k > p
dari sini terlihat bahwa PACF dari AR( p ) akan bernilai nol untuk lag yang lebih tinggi dari p .
2.8
Moving Average (MA)
Menurut Makidrakis, S. et. al (1983), proses moving average merupakan peramalan X t yang didasarkan pada kesalahan-kesalahan (error) sebelumnya.
Model moving average orde q atau disingkat MA(q ) adalah X t = ε t − θ1ε t −1 − K − θ qε t − q
Skripsi
Deteksi Outlier Pada Model Exponential Generalized Autoregressive Conitional....
(2.11)
Taufik, Moh
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
15
dengan ε t independen dan berdistribusi normal dengan mean nol dan varian σ ε2 . Proses MA(q ) dengan menggunakan persamaan (2.11) fungsi autokovarians adalah
γ k = E [(ε t −θ 1ε t − i − K − θ qε t − q )(ε t − k − θ1ε t − k −1 − K − θ qε t − k − q )]
(2.12)
untuk k = 0, maka
(
)
γ 0 = 1 + θ12 + θ 2 2 + K + θ q 2 σ ε2
(2.13)
sedangkan
(− θ k + θ1θ k +1 + K + θ q − kθ q )σ ε2 , k = 1,2, K , q ,k > q 0
γk =
(2.14)
Berdasarkan Wei (1990), jika γ k dibagi dengan γ 0 didapat fungsi autokorelasi
− θ k + θ1θ k +1 + K + θ q −k θ q ρ k = 1 + θ1 2 + θ 2 2 + K + θ q 2 0
, k = 1,2, K , q ,k > q
(2.15)
terlihat bahwa fungsi autokorelasi proses moving average orde q adalah nol untuk proses dengan orde lebih tinggi dari q atau terpotong setelah lag q .
Skripsi
Deteksi Outlier Pada Model Exponential Generalized Autoregressive Conitional....
Taufik, Moh
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
16
Dari persamaan (2.6) PACF dapat ditentukan, dengan diketahui untuk MA(1) adalah ρ1 =
−θ 1+θ 2
(
φ11 = ρ1 =
φ 22 =
φ33 =
)
dan ρ k = 0 untuk k >1, maka :
(
−θ −θ 1−θ 2 = 1+θ 2 1−θ 4
)
2 − ρ1 ρ 2 − ρ1 2 −θ 2 − θ 2 (1 − θ 2 ) = = = 2 2 1+θ 2 +θ 4 1−θ 6 1 − ρ1 1 − ρ1
1
ρ1
ρ1 ρ2
1
ρ1 ρ1
1
ρ1 ρ2
ρ1 ρ2 1
1
ρ1 ρ2
ρ1
1
=
ρ1 3 − θ 3 (1 − θ 2 ) = 2 1−θ 8 1 − 2 ρ1
sehingga secara umum
φ kk =
2.9
(
−θ k 1−θ 2 1 − θ 2 (k +1)
)
(2.16)
Autoregressive-Moving Average (ARMA)
Menurut Makidrakis, S. et. al (1983), proses autoregresive – moving average adalah proses peramalan yang diperoleh berdasarkan nilai-nilai sebelumnya dan kesalahan (error) sebelumnya.
Skripsi
Deteksi Outlier Pada Model Exponential Generalized Autoregressive Conitional....
Taufik, Moh
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
17
Model autoregressive – moving average merupakan pengembangan dari model autorgresive dan moving average yang disingkat dengan ARMA( p , q ) . Model ARMA( p, q ) adalah X t = φ1 X t −1 + K + φ p X t − p + ε t − θ1ε t −1 − K − θ qε t − q
(2.17) Merujuk pada skripsi Ekawati (1997), fungsi autokorelasi pada proses ARMA dapat diturunkan dengan metode yang sama dengan proses AR , yaitu menggandakan (2.17) dengan X t − k dan diambil nilai ekspektasinya, maka fungsi autokorelasi akan memenuhi persamaan beda
γ k = φ1γ k −1 + K + φ p γ k − p + γ xε (k ) − θ1γ xε (k − 1) − K − θ q γ xε (k − q )
(2.18)
dengan γ xε (k ) adalah kovarian antara x dan ε , dan didefinisikan γ xε (k ) = E [ X t − k ε t ] . Karena X t − k hanya berkorelasi dengan ε t − k , maka γ xε (k ) = 0, untuk k > 0 γ xε (k ) ≠ 0, untuk k ≤ 0
Dengan demikian (2.18) dapat ditulis
γ k = φ1γ k −1 + φ 2 γ k − 2 + K + φ p γ k − p , k ≥ q + 1
Skripsi
Deteksi Outlier Pada Model Exponential Generalized Autoregressive Conitional....
(2.19)
Taufik, Moh
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
18
Dan jika (2.19) dibagi dengan γ 0 akan didapat fungsi autokorelasi proses ARMA( p, q ) yaitu :
ρ k = φ1 ρ k −1 + φ 2 ρ k − 2 + L + φ p ρ k − p , k ≥ q + 1
(2.20)
Sedangkan pada proses PACF sama dengan perilaku fungsi PACF proses MA(q ) .
2.10
Autoregresive Integrated Moving Average (ARIMA)
Wei (1990), menyatakan bahwa ARIMA merupakan proses yang stasioner yang dihasilkan dari differencing homogeneous non stasioner series yang sesuai, jadi didapatkan persamaan umum dari model ARIMA (p,d,q)
φ p (B )(1 − B )d X t = θ q (B )ε t
(2.21)
dimana operator stasioner AR( p ) adalah φ p (B ) = (1 − φ1B1 − L − φ p B p ), operator invertible MA(q ) adalah θ q (B ) = (1 − θ 1 B 1 − K − θ q B q ) dan d adalah operator
pembeda. Dikatakan invertible jika akar-akar θ q (B ) = 0 berada di luar lingkaran satuan.
Skripsi
Deteksi Outlier Pada Model Exponential Generalized Autoregressive Conitional....
Taufik, Moh
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
19
2.11
Non Stasioner Mean Menurut Wei (1990), suatu data non-stasioner homogeneous series dapat
diubah ke bentuk stasioner series dengan menggunakan differencing (pembedaan) yang sesuai dengan series umum. Proses pembedaan dilakukan jika datanya tidak stasioner dalam mean. Dengan kata lain series dari
{
{X t } tidak stasioner, tetapi setelah dikenakan
}
differencing (1 − B ) X t dengan d ≥ 1 , menjadi stasioner. d
2.12 Non Stasioner Varians
Secara
umum
untuk
menstabilkan
variansi
dapat
digunakan
power
transformation yang disebut juga dengan Transformasi Box Cox :
T (X t
)=
X tλ − 1 X t(λ ) =
yang dikenalkan oleh Box dan Cox (1964). λ
λ
(2.22)
disebut sebagai parameter
transformasi. Berikut ini Tabel 2.2 tentang Transformasi berdasarkan nilai λ dimana nilai λ yang sering digunakan serta bentuk transformasi yang digunakan untuk masing-masing nilai λ nya seperti yang telah dijelaskan Wei (1990) :
Skripsi
Deteksi Outlier Pada Model Exponential Generalized Autoregressive Conitional....
Taufik, Moh
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
20
Tabel 2.2 Transformasi berdasarkan nilai lambda Nilai λ (lambda) -1.0
-0.5
Transformasi T ( X t )
1
Xt
1 Xt
0
ln ( X t )
0.5
Xt
1
Xt
Untuk melihat bagaimana hubungan λ = 0 dengan transformasi logaritmik, diberikan sebagai berikut :
lim
λ →0
2.13
T (X t ) =
lim
λ →0
X t(λ ) =
lim X tλ − 1 = ln( X t ) λ →0 λ
(2.23)
Estimasi Least Square
Menurut Aswi dan Sukarna (2006) Ordinary Least Square (OLS) adalah suatu metode yang digunakan untuk mencari nilai parameter yang meminimumkan jumlah kesalahan (selisih nilai aktual dan peramalan).
Skripsi
Deteksi Outlier Pada Model Exponential Generalized Autoregressive Conitional....
Taufik, Moh
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
21
Misalkan, model AR(1) yang diestimasi dengan menggunakan OLS (Ordinary Least square), maka akan diperoleh bentuk umum AR(1): Z t − µ = φ1 (Z t −1 − µ )at
(2.24)
Model ini hanya memiliki dua parameter yaitu µ & φ . Maka akan diturunkan dan ∂S ∂S menyamakannya dengan nol = = 0 dengan S merupakan lambang fungsi ∂µ ∂ φ ordinary least square sehingga, n
n
S (φ , µ ) = ∑ at = ∑[(Zt − µ ) − φ (Zt −1 − µ )] 2
t =2
2
(2.25)
t =2
Dengan demikian, akan diperoleh nilai taksiran parameter untuk µ dari model AR(1) sebagai berikut n ∂S = ∑ 2[(Zt − µ ) − φ (Zt −1 − µ )](− 1 + φ ) = 0 ∂µ t = 2
Sehingga,
n
µˆ =
∑Z t =2
n
t
− φ ∑ Z t −1 t =2
(n − 1)(1 − φ )
(2.26)
Persamaan (2.26) dapat disederhanakan sebagai berikut
Skripsi
Deteksi Outlier Pada Model Exponential Generalized Autoregressive Conitional....
Taufik, Moh
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
22
µˆ =
Z − φZ = Z dengan 1− φ
n
n Zt Zt −1 ≈ ≈Z ∑ ∑ t =2 n −1 t =2 n − 1
Dengan cara yang sama, operasi turunan terhadap φ adalah sebagai berikut : ∂S = −∑ 2 (Z t − Z ) − φ (Z t − Z ) (Z t −1 − Z ) = 0 ∂φ
[
]
Sehingga, didapat nilai taksiran φ sebagai berikut (Cryer, 1986):
∑ (Z n
φˆ =
t =2
− Z )(Zt − Z )
∑ (Z n
t =2
2.14
t
−Z)
(2.27)
2
t −1
Maximum Likelihood Estimator (MLE) Berdasarkan Hogg dan Craig (1995), misalkan X 1 , X 2 ,..., X n adalah variabel
random yang identik dan independen dari suatu distribusi dengan PDF
f ( x;θ ), θ ∈ Ω dengan Ω adalah ruang parameter, maka PDF bersama antara X 1 , X 2 ,..., X n
adalah
f (x1; θ ) f (x2 ; θ ).... f (xn ; θ ) . Jika PDF bersama tersebut
dinyatakan sebagai fungsi terhadap θ , maka dinamakan sebagai fungsi likelihood yang dapat dituliskan sebagai berikut :
L(θ ; x1 , x2 ,..., xn ) = f (x1 ;θ ) f (x2 ;θ ).... f (xn ;θ )
Skripsi
Deteksi Outlier Pada Model Exponential Generalized Autoregressive Conitional....
(2.51)
Taufik, Moh
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
23
Jika statistik
θˆ = t ( X 1 , X 2 ,..., X n )
memaksimumkan fungsi likelihood
L(θ ; x1 , x2 ,..., xn ), θ ∈ Ω , maka statistik θˆ = t ( X 1 , X 2 ,..., X n ) dinamakan Maximum Likelihood Estimation (MLE) dari θ .
2.15
Estimasi parameter ARMA(p,q) Setelah model yang sesuai diperoleh melalui tahap identifikasi, langkah
berikutnya adalah mengestimasi parameter-parameter yang belum di ketahui dari model yang didapatkan. Berdasarkan Wei (1990), pada dasarnya model ARMA( p, q ) dapat ditulis sebagai :
ε t = θ 1ε t −1 + K + θ q ε t − q + X& t − φ1 X& t −1 − K − φ p X& t − p dengan ε t diasumsikan NID ~ (0, σ ε2 ) , dan
(2.28)
X& t = X t − µ . Pdf bersama dari
ε = (ε 1 , ε 2 ,..., ε n )' adalah 1 L* θ , φ , σ ε2 , µ = p(ε t | θ , φ , σ ε2 ) = (2πσ ε2 ) − n / 2 exp− 2 2σ ε
(
Misalkan
)
X = ( X 1 , X 2 ,..., X n )'
dan
diasumsikan
X * = ( X 1− p ,..., X −1 , X 0 )' dan ε * = (ε 1− q ,..., ε −1 , ε 0 )' .
n
∑ε t =1
2 t
kondisi
awal
Maka fungsi likelihoodnya
adalah
Skripsi
Deteksi Outlier Pada Model Exponential Generalized Autoregressive Conitional....
Taufik, Moh
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
24
S (φ , µ , θ ) n ln L* (φ , θ , σ ε2 , µ ) = − ln 2πσ ε2 − * 2 2σ ε2 n
Dimana S * (φ , µ , θ ) = ∑ ε t2 (φ , θ , µ | X * , a* , X )
(2.29)
t =1
Didasarkan pada asumsi bahwa { X t } stasioner dan {ε t } deret variabel random yang i.i.d N (0, σ a2 ) , untuk nilai Z t yang tidak diketahui dapat digantikan dengan mean X
dan untuk at yang tidak diketahui dapat diganti dengan nilai harapan 0. Untuk model (2.28) diasumsikan juga a p = a p −1 = ... = a p +1− q = 0 , sedemikian hingga model (2.29) menjadi
S * (φ , θ , µ ) =
n
∑a
t = p +1
2 t
(φ , θ , µ | Z )
(2.30)
Estimasi Maksimum Likelihood dari parameter untuk model dapat diperoleh dengan memaksimumkan fungsi likelihood.
2.16
Distribusi Chi Square Menurut J. Supranto, distribusi Chi Square sangat berguna sebagai kriteria
untuk pengujian hipotesis mengenai varians dan juga untuk uji ketepatan penerapan suatu fungsi (test goodness of fit ).
Skripsi
Deteksi Outlier Pada Model Exponential Generalized Autoregressive Conitional....
Taufik, Moh
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
25
Jika Z i ~ N (0,1) dengan rata-rata 0 dan varians sama dengan 1, atau E ( z ) = 0 ,
σ z2 = 1 , maka jumlah Z12 + Z 22 + ... + Z k2 sama dengan χ K2 dengan derajat kebebasan (degrees of freedom) sebesar k, dengan kata lain adalah sebagai berikut : n
χ k2 = ∑ Z i2 i =1
Jika suatu himpunan yang terdiri dari n variabel acak X = {X i } , dimana
(
)
X i ~ N µ ,σ 2 untuk semua i (i=1,2,...,n), maka diperoleh variabel Z seperti yang
dimaksud diatas dengan rumus :
Zi =
Xi − µ
σ
~ N (0,1)
Xi − µ σ i =1 n
χ n2 = ∑
i = 1,2,...,n
2
χ n2 = chi square dengan kebebasan sebesar n
2.17
Diagnostic Checking Dalam pemodelan ARIMA, setelah suatu model tertentu ditetapkan maka perlu
dilakukan pengujian kesesuaian model. Bila pengujian menghasilkan ketidaksesuaian baik dalam parameter maupun error, maka perlu dilakukan beberapa pemodelan ARIMA lainnya yang memberikan kesesuaian tinggi.
Skripsi
Deteksi Outlier Pada Model Exponential Generalized Autoregressive Conitional....
Taufik, Moh
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
26
1. Pengujian Signifikansi Parameter. Menurut Aswi dan Sukarna (2006), secara umum misalkan θ adalah suatu parameter pada model ARIMA dan θˆ adalah nilai taksiran dari parameter
()
tersebut, serta s.e θˆ adalah std error dari nilai taksiran θˆ , maka uji signifikansi parameter dapat dilakukan dengan tahapan berikut : 1) Hipotesis : H0 : θ = 0 H1 : θ ≠ 0
2) Statistik uji :
t=
θˆ se θˆ
()
(2.31)
3) Keputusan : Tolak H 0 jika | t | > t α
2
; df = n − np
dengan n= jumlah data dan n p = jumlah parameter.
Skripsi
Deteksi Outlier Pada Model Exponential Generalized Autoregressive Conitional....
Taufik, Moh
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
27
2. Pengujian Kesesuaian Model Aswi dan Sukarna (2006), menyatakan bahwa pengujian kesesuaian model meliputi kecukupan model (uji apakah sisanya white noise) dan uji asumsi distribusi normal. a. Uji Sisa White Noise Secara ringkas, uji sisa white noise dapat dituliskan sebagai berikut : 1. Hipotesis : H 0 : Model sudah memenuhi syarat cukup (residual memenuhi
syarat white noise). H1 : Model belum memenuhi syarat cukup (residual belum
memenuhi syarat white noise). 2. Statistik uji menggunakan statistik Ljung Box-Pierce K
Q * = n ( n + 2) ∑ k =1
ρˆ k2 n−k
,
(2.32)
dengan lag k = 1,2,..., K
ρˆ k2 = estimasi autokorelasi residual
Skripsi
Deteksi Outlier Pada Model Exponential Generalized Autoregressive Conitional....
Taufik, Moh
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
28
3. Keputusan : Tolak H0 jika Q * > χ α2 ;df = K − p − q , dimana nilai p dan q adalah order dari ARMA (p,q). b. Uji Asumsi Distribusi Normal Uji asumsi ini bertujuan untuk mengetahui apakah data telah memenuhi asumsi kenormalan atau belum. Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk melakukan uji asumsi kenormalan ini adalah uji Kolmogorov Smirnov dengan menggunakan pedomaan pengambilan keputusan sebagai berikut : 1)
Jika nilai p-value < 0.05, data tidak berasal dari populasi berdistribusi normal.
2)
Jika nilai p-value > 0.05, data berasal dari populasi berdistribusi normal.
2.18
Model Conditional Heteroscedastic Model ARIMA yang telah dijelaskan diatas, sangat berguna dalam
memodelkan deret time series dengan asumsi varian error adalah konstan (Homoscedastic). Menurut Enders (1995), hal ini sangat tidak realistis untuk permasalahan yang timbul dalam bidang financial dimana sering ditemukan adanya volatilitas atau yang disebut juga conditional heteroscedastic. Untuk mengatasi hal
Skripsi
Deteksi Outlier Pada Model Exponential Generalized Autoregressive Conitional....
Taufik, Moh
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
29
ini, selain diperlukan pemodelan mean, juga diperlukan pemodelan varians. Dalam memodelkan
varians
dapat
digunakan
model
Autoregressive
Conditional
Heteroscedastic (ARCH) ataupun model Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedastic (GARCH).
2.19
Autoregressive Conditional Heteroscedastic Misalkan
,
,…,
merupakan error pengamatan dari suatu model time
series biasa dan misalkan Ft merupakan himpunan ε t dengan waktu t , termasuk ε t untuk t ≤ 0 , Lo (2003) menjelaskan bahwa proses {ε t } disebut proses Autoregressive Conditionally Heteroscedastic jika
ε t Ft −1 ~ N (0, ht ) dengan ℎ =
+
+ ⋯+ m
= α 0 + ∑ α i ε t2−i
(2.33)
i =1
dengan ht > 0 , m > 0 , α 0 > 0 dan α i ≥ 0 untuk i = 1,2,...,m Tsay (2002), menyatakan pemodelan dengan menggunakan ARCH sama halnya dengan pemodelan menggunakan AR, hanya saja model ARCH digunakan untuk memodelkan varian error dari model terbaik.
Skripsi
Deteksi Outlier Pada Model Exponential Generalized Autoregressive Conitional....
Taufik, Moh
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
30
Model Autoregressive Conditional Heteroscedastic orde
m , ARCH (m ) ,
adalah
m
ε t = u t α 0 + ∑ α i ε t2−i
(2.34)
i =1
dengan ut ~iid N(0,1).
ε t pada model ARCH merupakan residual yang diperoleh dari model ARIMA. Menurut Tsay (2002), model ARIMA dapat pula dinyatakan dalam bentuk
yt = βxt '+ε t
(2.35)
Dengan β adalah parameter dari model ARIMA(p,d,q) terbaik, xt ' adalah waktu kejadian ke t, dan ε t merupakan error dari model ARIMA(p,d,q).
2.20
Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedastic Enders (1995), menjelaskan bahwa pada saat ditemukan model ARCH, model
tersebut telah berhasil dalam memodelkan banyak kasus di bidang financial. Namun pada saat model ARCH digunakan untuk memodelkan kasus inflasi di Inggris, didapatkan model ARCH terbaik dengan orde 8. Oleh karena itu, perlu dicari model alternatif yang diharapkan dapat menghasilkan model dengan parameter yang lebih sedikit. Hal ini dikarenakan model yang terbaik tidak hanya memiliki nilai MSE yang
Skripsi
Deteksi Outlier Pada Model Exponential Generalized Autoregressive Conitional....
Taufik, Moh
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
31
kecil, namun juga lebih baik apabila model tersebut memiliki sedikit parameter (parsimony). Oleh karena itu, Bollerslev mencoba memberikan model alternatif yang diharapkan nantinya menghasilkan model dengan sedikit parameter (parsimony). Model alternatif dari Bollerslev merupakan model pengembangan dari ARCH yang dinamakan
model
Generalized
Autoregressive
Conditional
Heteroscedastic
(GARCH). Bollerslev menyatakan bahwa varian residual tidak hanya tergantung dari residual periode lalu, tetapi juga varian residual periode lalu. Model GARCH ini digunakan untuk memodelkan ulang inflasi di Inggris dan menghasilkan model GARCH (1,1) dengan tingkat signifikansi 5%. Misalkan
,
,…,
merupakan error pengamatan dari suatu model time
series biasa dan misalkan Ft merupakan himpunan ε t dengan waktu t , termasuk ε t untuk t ≤ 0 , maka proses {ε t } disebut sebagai proses Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedastic dengan order m dan n, GARCH(m,n) jika
ε t Ft −1 ~ N (0, ht )
dimana
m
n
i =1
j =1
ht = α 0 + ∑ α ε t2− i + ∑ β j ht − j
(2.36)
dengan ht > 0 , m > 0 , n > 0 , α 0 > 0 , α i ≥ 0 dan β j ≥ 0 untuk i = 1,2,...,m .
Skripsi
Deteksi Outlier Pada Model Exponential Generalized Autoregressive Conitional....
Taufik, Moh
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
32
Pemodelan dengan menggunakan GARCH sama halnya dengan pemodelan menggunakan ARMA, hanya saja model GARCH digunakan untuk memodelkan varian error dari model terbaik. Tsay
(2000)
menjelaskan
Conditional Heteroscedastic orde
bahwa
Model
Generalized
Autoregressive
, .
GARCH (m,n) adalah :
m
ε t = ut α 0 + ∑α i ε i =1
n
2 t −i
+ ∑ β j ht − j
(2.37)
j =1
dengan ut berdistribusi normal standar.
ε t pada model GARCH merupakan residual yang diperoleh dari model ARIMA. Model ARIMA dapat pula dinyatakan dalam bentuk
yt = βxt '+ε t
2.21
(2.38)
Exponential Autoregressive Conditional Heteroscedastic Menurut Pantula dan Geweke (1986), diperkenalkan model ARCH dalam
bentuk model log-GARCH dengan g( ) = ln| |b untuk beberapa b > 0, yaitu :
( )
ln σ i2 = α1 + ∑ β j g (ut − j ), β j = 1
Skripsi
n
(2.39)
j =1
Deteksi Outlier Pada Model Exponential Generalized Autoregressive Conitional....
Taufik, Moh
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
33
dengan { }t
=-∞,∞
dan { }j=1,∞ keduanya riil, non stokastik, dan barisan skalar.
Adapun { } adalah error dari model residual ARIMA terbaik yang berdistribusi normal dengan mean satu dan varian ht. Nelson (1991) menyatakan bahwa untuk mengetahui hubungan asimetri antara stock return dan perubahan variansi, maka nilai dari g( ) seharusnya fungsi dari magnitude dan sign pada
. Supaya g( ) menjadi kombinasi linier dari
dan
| |, fungsinya adalah sebagai berikut : g( ) = dimana , =
+ [| | − | |]
(2.40)
bernilai konstan riil dan nilai dari ℎ
.
| | = (2/ π)1/2 jika
~N(0,1) dan
dan [| | − | |] keduanya iid yang berdistribusi Normal dengan
mean nol dan varian satu. Oleh karena itu E[g( )] = 0, sifat asimetri dari g( ). Maka bentuk g( ) berdasarkan Tsay (2002) dapat ditulis sebagai berikut :
( + )
−
(| |), jika
≥0
g( ) =
(2.41) ( − )
2.22
−
(| |), jika
<0
Exponential Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedastic Model Exponential Autoregressive Conditionally Heterocedastic (EARCH)
yang mengalami penstationeran baik dalam mean maupun varian dinamakan model
Skripsi
Deteksi Outlier Pada Model Exponential Generalized Autoregressive Conitional....
Taufik, Moh
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
34
Exponential Generalized Autoregressive Conditionally Heterocedastic (EGARCH). Data yang dapat dimodelkan menggunakan EGARCH adalah data yang mempunyai skewness (kemencengan) atau
kuadrat residualnya
mengikuti
bentuk plot
eksponensial. Menurut Tsay (2002) bahwa model umum dari EGARCH(m,n) dengan nilai ht sebagai berikut : m n ht = exp α 0 + ∑ g j (ut − j ) + ∑ β j ln ht − j j =1 j =1
Dengan ht adalah varian dari residual
(2.42)
atau ditulis dalam persamaan seperti dibawah
ini : m n ln ht = α 0 + ∑ g j (ut − j ) + ∑ β j ln ht − j j =1 j =1
(2.43)
Dimana g %
&=
+
('
' − | |) , j = 1,2,..,n
(2.44)
Sehingga diperoleh bentuk persamaan EGARCH(m,n) : m n ln ht = α 0 + ∑α j ut − j + γ j (| ut − j | − E | ut − j |) + ∑ β j ln ht − j j =1 j =1
2.23
(2.45)
Leverage Effect Menurut Nelson (1991), leverage effect adalah return series yang mempunyai plot data menunjukkan adanya skewness serta memberikan efek asimetri terhadap variansinya.
Skripsi
Deteksi Outlier Pada Model Exponential Generalized Autoregressive Conitional....
Taufik, Moh
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
35
2.24
Prosedur Identifikasi dan Pengujian Conditional Heteroscedastic Menurut Enders (1995), jika terdapat conditional heteroscedasticity
disarankan untuk mendapatkan plot kuadrat residual dari ACF dan PACF dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Melakukan pemilihan model terbaik dengan menggunakan model ARIMA sehingga diperoleh nilai residualnya dan setelah itu masing-masing residual dikuadratkan. Nilai tersebut digunakan untuk menghitung varian sampel residual sebagai berikut: T
εˆt2
t =1
T
σˆ 2 = ∑
(2.46)
dengan T adalah banyaknya residual. 2. Menghitung dan membuat plot autokorelasi sampel dari kuadrat residual dengan rumus
∑ (εˆ T
ρˆ (k ) =
t = k +1
2 t
)(
− σ 2 εˆt2−k − σˆ 2
∑ (εˆ T
t =1
2 t
− σˆ
2
)
)
(2.47)
3. Untuk sampel cukup besar, maka untuk menguji proses white noise standar deviasi ρˆ (k )
dapat didekati dengan T −1 / 2 . Nilai ρˆ (k ) yang secara
individu mempunyai nilai lebih besar dari standar deviasi, mengindikasikan adanya proses ARCH. Selain itu statistik uji Ljung Box Q dapat digunakan
Skripsi
Deteksi Outlier Pada Model Exponential Generalized Autoregressive Conitional....
Taufik, Moh
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
36
untuk menguji signifikansi koefisien secara kelompok. dengan statistik uji sebagai berikut: K
Q = T (T + 2)∑ k =1
ρ (k ) T −k
(2.48)
kemudian statistik Q ini dibandingkan dengan distribusi χ 2 dengan derajat bebas (K − p − q ) . Hipotesis yang digunakan adalah H 0 : ρ1 = ρ 2 = ... = ρ k = 0 (model ε t2 white noise)
H 1 : paling sedikit ada satu ρ k ≠ 0 ; k = 1,2,..., K (model ε t2 tidak white noise) H 0 tidak ditolak jika Q > χ 2 , dan ditolak jika sebaliknya. Penolakan H 0 adalah sama dengan pembenaran pernyataan bahwa dalam kuadrat residual tersebut terdapat proses GARCH.
2.25 Uji ARCH Effect Engle (1982) mengembangkan uji untuk mengetahui adanya ARCH Effect atau unsur heteroskedastisitas dalam suatu model pada data time series. Uji ini dikenal dengan Uji Lagrange Multiplier atau disebut Uji ARCH LM. Ide dasar dari
Skripsi
Deteksi Outlier Pada Model Exponential Generalized Autoregressive Conitional....
Taufik, Moh
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
37
uji ini adalah bahwa varian residual (σ t2 ) bukan hanya merupakan fungsi dari variable independen tetapi bergantung dari residual kudrat sebelumnya (σ t2−1 ) atau dapat ditulis sebagai berikut :
σ t2 = α 0 + α1ε t2−1 + α 2ε t2− 2 + ... + α t ε t2− p
(2.49)
Secara manual apabila nilai Obs(T)*R2 lebih besar dari nilai chi square dengan tingkat signifikansi sebesar 5 % maka terdapat ARCH Effect dalam model.
2.26 Outlier pada Data Time Series Pengamatan time series terkadang dipengaruhi oleh kejadian-kejadian yang mengganggu seperti perang, peristiwa mendadak seperti krisis politik atau krisis ekonomi dan kejadian-kejadian mengganggu yang tidak diketahui. Konsekuensi dari gangguan kejadian tersebut mengakibatkan pengamatan yang tidak tepat terhadap suatu data. Menurut Tsay (1994) terdapat beberapa tipe outlier yaitu : a. Additive outlier (AO) Merupakan kejadian yang mempengaruhi suatu deret waktu pada satu titik saja b. Innovational outlier (IO) Merupakan kejadian dimana pencilan menghasilkan efek yang berlanjut terhadap data-data setelah terjadinya pencilan pada waktu t.
Skripsi
Deteksi Outlier Pada Model Exponential Generalized Autoregressive Conitional....
Taufik, Moh
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
38
c. Temporary change (TC) Merupakan kejadian dimana outlier menghasilkan efek awal pada waktu t. d. Level Shift (LS) Merupakan kejadian yang mempengaruhi deret pada suatu waktu tertentu dan efek dari pencilan tersebut membuat suatu perubahan yang tiba-tiba dan permanen.
2.27 Deteksi Outlier Berdasarkan Hampel Identifier Dalam pengamatan Time Series terkadang ditemukan suatu data ekstrem yang didapat pada suatu data tertentu. Pengamatan tersebut dipengaruhi oleh kejadiankejadian yang menganggu seperti pada peristiwa perang, adanya krisis ekonomi atau politik bahkan karena kejadian yang tidak diketahui penyebabnya. Akibat dari gangguan tersebut menimbulkan pengamatan yang tidak tepat dan mengganggu analisis data. Gangguan tersebut disebut Outlier. Beine dan Laurent (2003) menjelaskan bahwa kebanyakan dari hasil estimasi mempertanyakan asumsi Gaussian (kenormalan), khususnya pada data time series yang memiliki banyak nilai outlier. Residual model EGARCH akan menunjukkan adanya penyimpangan skewness dan kurtosis yang cukup besar pada tails ketika distribusi normal diterapkan. Menurut Spiegel (1992) skewness merupakan derajat asimetris dari distribusi normal. Nilai standart skewness untuk distribusi normal yaitu nol.
Skripsi
Deteksi Outlier Pada Model Exponential Generalized Autoregressive Conitional....
Sedangkan
Taufik, Moh
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
39
kurtosis adalah derajat pencapaian puncak (keruncingan) dari distribusi normal. Nilai standart kurtosis untuk distribusi normal yaitu tiga (mesokurtic). Jika kurtosis > 3 disebut leptokurtic dan jika kurtosis < 3 maka disebut platykurtic. Penyimpanan tersebut ditunjukkan dari nilai skewness yang tidak mendekati nol dan kurtosis yang tidak mendekati tiga, sehingga kondisi ini akan ditolak oleh uji kenormalan. Fernando, et al. (2005) menggunakan teknik deteksi robust outlier yaitu Hampel identifier (Davies dan Gather ,1993) untuk mendeteksi outliers. Teknik ini merupakan perkembangan dari versi robust yang digunakan pada “ 3σ edit rule” atau “Z-score” untuk mendekati pendeteksian outliers. Z-score dapat menggantikan estimasi mean dan standart deviasi yang terpengaruh outliers dengan median dan median absolut deviasi dari median (MAD), selanjutnya Hampel identifier merubah MAD dengan S, berikut :
MAD= med xi − med {xi } dan S = 1,4826 * MAD
Hampel jarak =
xi − med {xi } S
(2.50)
Operator med adalah median dan faktor 1,4826 dipilih agar E(S ) = σ untuk data berdistribusi normal. Berdasarkan (Spiegel, 1992), jika data berdistribusi Normal maka 68,27% dari data terletak antara µ − σ dan µ + σ , 95,45% dari data terletak antara µ − 2σ dan µ + 2σ , dan 99,73% dari data terletak antara µ − 3σ dan µ + 3σ .
Skripsi
Deteksi Outlier Pada Model Exponential Generalized Autoregressive Conitional....
Taufik, Moh
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
40
Hal ini dapat diperjelas pada Gambar 2.1 :
σ 68.27%
99.73%
2σ
95.45% − ∞ µ − 3σ
µ − 2σ
µ −σ
3σ
µ
µ + σ µ + 2σ
X
µ + 3σ
∞
Gambar 2.1 Distribusi Normal
2.28 Kriteria Pemilihan Model Terbaik Dalam analisis time series atau analisis data secara umum, ada beberapa model yang dapat menjelaskan seluruh data yang diberikan. Terkadang
memilih yang
terbaik dan mudah, diwaktu lain menentukan pilihan dapat menjadi sangat sulit. Sehingga apabila terdapat beberapa beberapa model yang sesuai, maka kriteria pemilihan model terbaik berdasarkan residual menurut Wei (1990) adalah sebagai berikut: 1.
AIC (Akaike’s Information Criterion) AIC ( M ) = n ln σˆ a2 + 2 M
Skripsi
Deteksi Outlier Pada Model Exponential Generalized Autoregressive Conitional....
Taufik, Moh
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
41
2.
SBC (Schwarz’s Bayesian Criterion) SBC ( M ) = n ln σˆ a2 + M ln(n)
dengan:
3.
M
: Jumlah parameter yang ditaksir
n
: Jumlah pengamatan
MSE Mean Square Error (MSE) diperoleh dari nilai rata-rata harapan dari kuadrat perbedaan estimator disekitar nilai parameter populasi sebenarnya, dihitung melalui: n
(
MSE = n −1 ∑ Z t − Zˆ t t =1
) = ∑ eˆn 2
2
n
t
t =1
dengan eˆt adalah dugaan dari residual Z t = data asli time series,
Zˆ t = hasil peramalan, n = banyak data.
Skripsi
Deteksi Outlier Pada Model Exponential Generalized Autoregressive Conitional....
Taufik, Moh
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
42
2.29 Return Saham Tsay (2002) menjelaskan bahwa return saham atau tingkat pengembalian saham merupakan pendapatan yang berhak diperoleh investor karena menginvestasikan dana dalam bentuk saham. Dalam berinvestasi seorang investor tentunya akan memeperhatikan tingkat pengembalian atau return saham sehingga keuntungan atau kerugian akan dapat dipantau guna memperoleh kepastian bisnis. Tingkat pengembalian (return) saham dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : p Rt = ln t p t −1
(2.51)
Keterangan : Ri
= Return saham pada periode ke- i
Pt
= Harga saham (closed price) sekarang
Pt −1 = Harga saham (closed price) pada periode lalu
Jadi besarnya tingkat pengembalian saham ditentukan oleh besarnya selisih antara harga saham sekarang dengan harga pada periode lalu.
Skripsi
Deteksi Outlier Pada Model Exponential Generalized Autoregressive Conitional....
Taufik, Moh
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
43
2.30
Saham LQ45 Saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan atau kepemilikan
seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Wujud saham adalah selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan surat berharga tersebut. Porsi kepemilikan ditentukan oleh seberapa besar penyertaan yang ditanamkan di perusahaan tersebut (Darmadji dan Fakhruddin, 2001). Saham LQ45 terdiri dari 45 saham yang memiliki likuiditas yang tinggi dan juga mempertimbangkan kapitalisasi pasar dari saham-saham tersebut. Begitu terpilih, saham-saham tersebut dipantau dengan ketat dan kinerja kuartalan mereka dievaluasi. Berdasarkan data yang diperoleh dari Bursa Efek Indonesia (2008), untuk dapat masuk dalam pemilihan suatu saham harus memenuhi kriteria tertentu dan melewati seleksi utama sebagai berikut : 1. Telah tercatat di BEI minimal 3 bulan. 2. Masuk dalam 60 saham berdasarkan nilai transaksi di pasar regular. 3. Dari 60 saham tersebut, 30 saham dengan nilai transaksi terbesar secara otomatis akan masuk dalam perhitungan Saham LQ45. 4. Untuk mendapatkan 45 saham akan dipilih 15 saham lagi dengan menggunakan kriteria Hari Transaksi di Pasar Reguler, Frekuensi Transaksi di Pasar Reguler dan Kapitalisasi Pasar. Metode pemilihan 15 saham tersebut adalah: Dari 30 sisanya, dipilih 25 saham berdasarkan hari transaksi di pasar reguler.
Skripsi
Deteksi Outlier Pada Model Exponential Generalized Autoregressive Conitional....
Taufik, Moh
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
44
Dari 25 saham tersebut akan dipilih 20 saham berdasarkan frekuensi transaksi di pasar regular. Dari 20 saham tersebut akan dipilih 15 saham berdasarkan kapitalisasi pasar, sehingga akan didapat 45 saham untuk perhitungan Saham LQ45 5. Selain melihat criteria likuiditas dan kapitalisasi pasar tersebut diatas, akan dilihat juga keadaan keuangan dan prospek pertumbuhan perusahaan tersebut. Bursa Efek Indonesia secara rutin memantau perkembangan kinerja komponen saham yang masuk dalam penghitungan Saham LQ45. Setiap tiga bulan sekali dilakukan evaluasi atas pergerakan urutan saham-saham tersebut. Penggantian saham akan dilakukan setiap enam bulan sekali, yaitu pada awal bulan Februari dan Agustus.
2.31
Distribusi Asimtotis Statistik Uji Rasio Likelihood Dalam bukunya, Ferguson (1996) menjelaskan bahwa dalam bab ini,
sebelumnya akan didefinisikan terlebih dahulu teorema Cramer sebagai berikut : Teorema 2.1 (Cramer) Misalkan
X 1 , X 2 ,... iid (identik dan independen) dengan fungsi kepadatan
probabilitas f ( x | θ ) dan misalkan θ 0 adalah nilai yang sebenarnya dari parameter. Jika : 1. Θ adalah subset terbuka dari ℜ k .
Skripsi
Deteksi Outlier Pada Model Exponential Generalized Autoregressive Conitional....
Taufik, Moh
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
45
2. Turunan kedua dari f ( x | θ ) dengan penyelesaian terhadap θ ada dan kontinu untuk setiap x dan dapat dipenuhi bahwa di bawah integral adalah
∫ f (x | θ )dv(x ) . 3. Ada sebuah fungsi K ( x ) , yaitu Eθ0 K ( X ) < ∞ dan setiap komponen dari
& ( x,θ ) merupakan ikatan di dalam nilai absolute dengan K (x ) dengan Ψ uniform di sekitar nilai θ 0 . & ( X , θ ) adalah definit positif. 4. ℘(θ 0 ) = − Eθ 0 Ψ 0
5.
f (x | θ ) = f ( x | θ 0 ) a.e dv ⇒ θ = θ 0 .
Teorema 2.2 (Wilks, 1938) Misalkan asumsi pada Teorema 2.1 telah dipenuhi dan H 0 : θ 1 = θ 2 = ... = θ r = 0 , dengan 1 ≤ r ≤ k . Misalkan nilai yang sebenarnya dari θ adalah θ 0 memenuhi H 0 ,
maka : d − 2 ln λn → χ r2
2.32
(2.52)
MINITAB 14
Dalam Iriawan dan Astuti (2006) dijelaskan bahwa minitab 14 merupakan salah satu program aplikasi statistika yang banyak digunakan untuk mempermudah pengolahan data statistik, desain eksperimen, analisis multivariat, peramalan, dan lain-lain. Minitab 14 dapat digunakan dalam pengolahan data statistik untuk tujuan
Skripsi
Deteksi Outlier Pada Model Exponential Generalized Autoregressive Conitional....
Taufik, Moh
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
46
sosial maupun teknik. Minitab 14 juga memungkinkan untuk digunakan sebagai fasilitas dalam analisis time series dan peramalannya.
2.33
EViews Menurut Agung (2009), Eviews merupakan program yang menyediakan
berbagai menu dalam pengolahan data, pengembangan model,analisis residual, dan pengujian hipotesis. EViews yang merupak an singkatan Views Ekonometrik, adalah versi baru dari paket statistik untuk mengolah data time series. Meskipun sebagian besar EViews dirumuskan oleh ekonom, program itu sendiri juga dapat digunakan dalam bidang-bidang studi, seperti sosiologi, statistik, keuangan, dll. EViews memanfaatkan lingkungan windows user-friendly, sebagian besar perusahaan operasi dapat dilakukan dengan menu drop-down. Menu Utama Eviews adalah File, Edit, Window and Help mengikuti standard Windows-conventions. Objects, View, Procs, Quick and Options tergabung pada special Eviews-features.
2.34
S-Plus 2000 Everitt (1994) menjelaskan bahwa S-Plus merupakan suatu program
komputer yang memungkinkan membuat program sendiri walaupun didalamnya sudah tersedia banyak program internal yang siap digunakan sebagai sub program
Skripsi
Deteksi Outlier Pada Model Exponential Generalized Autoregressive Conitional....
Taufik, Moh
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
47
dari program yang telah dibuat. Beberapa perintah internal yang digunakan dalam S-Plus adalah a. Function( ) Perintah
function( ) digunakan untuk menunjukkan fungsi yang akan
digunakan dalam program. b. For( ) Perintah
for( ) digunakan untuk memungkinkan adanya looping dalam
program S-Plus. Bentuk : for(
in : ) {......} c. If( ) Perintah if( ) digunakan untuk mengolah pernyataan bersyarat dalam program S-Plus. Bentuk : if ( syarat ) pernyataan benar atau else pernyataan salah. d. Plot Perintah plot digunakan untuk membuat plot dari grafik yang ada. Bentuk : plot ( x, ... )
Skripsi
Deteksi Outlier Pada Model Exponential Generalized Autoregressive Conitional....
Taufik, Moh