BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Anak Usia Prasekolah 1. Pengertian Anak prasekolah adalah mereka yang berusia antara tiga sampai enam tahun (Patmonodewo, 1995). Anak prasekolah adalah pribadi yang mempunyai berbagai macam potensi. Potensi- potensi itu dirangsang dan dikembangkan agar pribadi anak tersebut berkembang secara optimal. Tertunda atau terhambatnya pengembangan potensi- potensi itu akan mengakibatkan timbulnya masalah. Taman kanak- kanan adalah salah satu bentuk pendidikan prasekolah yang menyediakan program pendidikan dini bagi anak usia 4 tahun sampai memasuki pendidikan dasar (Supartini, 2004). Masa prasekolah menurut Munandar (1992) merupakan masa-masa untuk bermain dan mulai memasuki taman kanak- kanak. Waktu bermain merupakan sarana untuk tumbuh dalam lingkungan dan kesiapannya dalam belajar formal (Gunarsa, 2004). Pada tahap perkembangan anak usia prasekolah ini, anak mulai menguasai berbagai ketrampilan fisik, bahasa, dan anak pun mulai memiliki rasa percaya diri untuk mengeksplorasi kemandiriannya (Hurlock, 1997). Tim pengembangan Mata Kuliah Dasar Kependidikan (MKDK, 1989) dalam Hartono (1997), berpendapat bahwa pada masa prasekolah
akan timbul dorongan yang sangat kuat untuk menuntut pengakuan dirinya. Kemauannya harus selalu dituruti dan emosinya sering meluapluap disertai dengan perilaku agresif yang sangat kuat, terutama kalau keinginannya tidak dituruti, biasanya anak akan sadar ingin melepaskan diri dari pengaruh ibunya dan mau berdiri sendiri, sebab didorong oleh gairah hidup yang positif dan kuat (Hartono, 1997). Menurut Hurlock (1997) ciri- ciri anak usia prasekolah meliputi fisik, motorik, intelektual, dan sosial. Ciri fisik anak prasekolah yaitu otot– otot lebih kuat dan pertumbuhan tulang menjadi besar dan keras. Anak prasekolah mempergunakan gerak dasar seperti berlari, berjalan, memanjat, dan melompat sebagai bagian dari permainan mereka. Kemudian secara motorik anak mampu memanipulasi obyek kecil, menggunakan balok– balok dan berbagai ukuran dan bentuk. Selain itu juga anak mempunyai rasa ingin tahu, rasa emosi, iri, dan cemburu. Hal ini timbul karena anak tidak memiliki hal– hal yang dimiliki oleh teman sebayanya. Sedangkan secara sosial anak mampu menjalani kontak sosial dengan orang– orang yang ada di luar rumah, sehingga anak mempunyai minat yang lebih untuk bermain pada temannya, orang– orang dewasa, saudara kandung didalam keluarganya. 2. Kcmandirian Anak Usia Prasekolah Subrata (1997), berpendapat bahwa yang dimaksud dengan kemandirian yaitu kemampuan anak untuk melakukan aktivitas sendiri atau mampu berdiri sendiri dalam segala hal. Pada anak usia prasekolah
7
menurut Hartono (1997), potensi yang harus dikembangkan adalah kemandirian, karena pada usia prasekolah ini anak sudah mulai belajar memisahkan diri dari keluarga dan orang tuanya untuk memasuki suatu lingkungan yang lebih luas yaitu lingkungan taman kanak- kanak atau taman bermain. Pada umumnya anak mulai memasuki taman kanak- kanak dan mulai
dituntut
mengatasi
ketergantungan
pada
orang
tua
atau
pengasuhnya. Anak mulai belajar menolong dirinya sendiri seperti menggunakan toilet, memakai baju dan sepatu sendiri (Rumini & Sundari, 2004). Ketidakmandirian seorang anak identik dengan sikap bergantung yang terlalu berlebihan pada orang- orang di sekitarnya (Hartono, 1997). Mengharapkan inisiatif dari anak yang tidak mandiri cukup sulit, karena anak membutuhkan peran orang- orang di sekelilingnya untuk mengambil inisiatif bagi dirinya. Anak- anak ini biasanya juga membutuhkan kedekatan fisik dengan orang tua dan pengasuhnya (Coles, 2003). Lebih lanjut oleh Coles (2003) bahwa tanda lain yang bisa muncul pada anak usia prasekolah yang masih sangat tergantung pada orang tua adalah seringnya ia menangis ketika ditinggal sebentar saja oleh ibunya. Untuk mendapatkan bantuan dari orang di sekelilingnya, anak sering kali cengeng. Kecengengan ini bahkan bisa terbawa hingga masa akhir masa prasekolah dan menjadikan anak- anak ini rewel, merengek serta sering melontarkan protes bila menemui hal- hal yang tidak sesuai dengan keinginannya. Tetapi biasanya orang tua tidak merasa cemas dengan sikap
8
anak mereka yang tidak mandiri (Hartono, 1997). Pada umumnya sikap ini terbentuk karena pemanjaan berlebihan dengan cara melayani anak melewati batas usia, ketika anak seharusnya sudah mulai dapat mengurus dirinya sendiri, serta kebebasan menjadi manusia dewasa pada saat nantinya (Hurlock, 1998). Ciri- ciri kemandirian pada anak usia prasekolah menurut Rumini dan Sundari (2004) yaitu anak dapat makan dan minum sendiri, anak mampu memakai pakaian dan sepatu sendiri, anak mampu marawat diri sendiri dalam hal mencuci muka, menyisir rambut, sikat gigi, anak mampu menggunakan toilet, dan anak dapat memilih kegiatan yang disukai seperti menari, melukis, mewarnai, dan di sekolah TK tidak mau ditunggui oleh ibu atau pengasuhnya. Kemandirian anak usia prasekolah dapat ditumbuhkan dengan membiarkan anak memiliki pilihan dan mengungkapkan pilihannya sejak dini (Hurlock, 1998). Ibu dapat mendorongnya dengan menanyakan makanan apa yang diinginkannya, pakaian apa yang ingin dipakainya atau permainan apa yang ingin dimainkan, serta menghargai setiap pilihan yang dibuatnya sendiri (Hurlock, 1998). Perkembangan
kepribadian
anak
pada
prasekolah
sangat
tergantung pada interaksi antar anak dan orang tua. Menurut Subrata (1997), agar dapat berinteraksi secara intensif, orang tua harus memperhatikan faktor lingkungan, pemberian pengarahan, menentukan
9
pilihan, melakukannya sendiri, kebebasan berinisiatif, dan melatih tanggung jawab. Anak usia prasekolah membutuhkan kebebasan untuk bergerak kesana kemari dan mempelajari lingkungan, dengan diberi kesempatan dan didorong untuk melakukan semuanya dengan bebas maka lingkungan yang penuh rangsangan ini akan membantu anak untuk mengembangkan rasa percaya diri. Setelah anak menyadari dirinya sebagai pribadi yang terpisah dari ibunya, anak tidak lagi dapat menerima kontrol orang tua dengan mudah anak ingin menegaskan dirinya sebagai pribadi yang mandiri. Di sisi lain kadang anak belum memahami banyak hal dan sering ingin melakukan sesuatu diluar batas kemampuan fisik sehingga anak sering mengucapkan kata “tidak” sebenarnya kata tersebut merupakan ungkapan dari kemampuan yang baru saja ditemukan, yaitu kemampuan untuk memilih. Anak suka sekali melatih kemampuan untuk memilih meskipun anak tidak tahu apa yang sebenarnya diinginkan, misalnya memilih baju yang akan dipakai. Sebagai orang tua, dapat membantu anak mengatasi pilihan tersebut dengan menyederhanakan pilihan yang ada, tetapi anak pada usia prasekolah merasa dapat mandiri maka anak akan melakukan segala sesuatunya sendiri dan tidak mau kalau dibantu orang lain. Dalam hal ini orang tua memberi kesempatan pada anak untuk melakukannya sendiri (Subrata, 1997). Dalam kemandirian anak usia prasekolah mulai berinisiatif, maka anak akan merasa penuh energi dan mampu berbuat sesuatu sehingga
10
ingin bergerak kesana kemari dengan lebih bebas. Oleh karena itu orang tua harus lebih banyak mendengarkan, sehingga
anak merasa dapat
tanggapan yang positif. Orang tua tidak hanya memberikan kebebasan berinisiatif tetapi juga bisa membantu mengembangkannya agar anak bisa berlatih tanggung jawab karena pada anak usia prasekolah, kalau tidak dilatih tanggung jawab akan tetap tergantung pada orang lain dan tidak dapat mandiri. Oleh karena tanggung jawab ini berkembang sedikit demi sedikit maka orang tua hendaknya mulai memberikan tanggung jawab atas tugas- tugas yang sederhana dan terus meningkat sampai anak usia bertambah (Subrata, 1997). 3. Faktor- faktor yang mempengaruhi tingkat kemandirian anak usia prasekolah Faktor- faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kemandirian anak usia prasekolah terbagi menjadi 2 meliputi faktor internal dan faktor eksternal (Soetjiningsih, 1995). Faktor internal merupakan faktor yang ada dari diri anak itu sendiri yang meliputi emosi dan intelektual. Faktor emosi ini ditunjukkan dengan kemampuan mengontrol emosi dan tidak terganggunya kebutuhan emosi orang tua. Sedangkan faktor intelektual diperlihatkan dengan kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi. Sementara itu faktor eksternal yaitu faktor yang datang atau ada dari luar anak itu sendiri. Faktor ini meliputi lingkungan, karakteristik sosial, stimulasi, pola asuh, cinta dan kasih sayang, kualitas informasi
11
anak dan orang tua, dan pendidikan orang tua dan status pekerjaan ibu (Soetjiningsih, 1995). Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai atau tidaknya tingkat kemandirian anak usia prasekolah, sehingga lingkungan yang baik akan meningkatkan cepat tercapainya kemandirian anak. Selain itu karakteristik sosial juga dapat mempengaruhi kemandirian anak, misalnya tingkat kemandirian anak dari keluarga miskin berbeda dengan anak dari keluarga kaya, akan tetapi anak yang mendapat stimulasi terarah dan teratur akan lebih cepat mandiri dibanding dengan anak yang kurang atau mendapat stimulasi. Selain itu anak dapat mandiri akan membutuhkan kesempatan dukungan dan dorongan peran orang tua sebagai pengasuh sangat diperlukan, oleh karena itu pola pengasuhan merupakan hal yang penting dalam pembentukan kemandirin anak (Soetjiningsih, 1995). Rasa cinta dan kasih sayang kepada anak hendaknya diberikan sewajarnya karena ini akan mempengaruhi mutu kemandirian anak bila di berikan berlebihan anak menjadi kurang mandiri kemungkinan semua itu dapat diatasi bila interaksi antara anak dan orang tua berjalan dengan lancar dan baik karena interaksi dua arah anak– orang tua menyebabkan anak menjadi mandiri. Orang tua akan memberikan informasi yang baik jika orang tua tersebut mempunyai pendidikan karena dengan pendidikan yang baik, maka orang tua dapat menerima segala info dari luar terutama cara memandirikan anak. Status pekerjaan ibu akan mempengaruhi tingkat
12
kemandirian anak, apabila ibu bekerja keluar rumah untuk mencari nafkah ibu tidak bisa melihat perkembangan anaknya, apakah anaknya sudah bisa mandiri atau belum. Sedangkan ibu yang tidak bekerja ibu bisa melihat langsung kemandirian anaknya dan bisa memandirikan anaknya. (Soetjiningsih, 1995).
B. Ibu Bekerja 1. Pengertian Ibu adalah wanita yang melahirkan anak. Peran ibu sangat banyak yaitu sebagai istri dan ibu dari anak– anaknya, ibu mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak– anaknya, pelindung, dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya disamping itu ibu juga dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya (Effendi, 1998). Ihromi (1990) mendefinisikan ibu bekerja sebagai ibu yang melakukan kegiatan, mengeluarkan energi, mempunyai nilai waktu, baik secara langsung maupun tidak langsung untuk mendapatkan penghasilan. Ibu bekerja merupakan peran sebagai akibat pergeseran nilai. Dahulu ibu hanya berperan fokus pada anak, sedikit sekali ibu yang bekerja tapi sekarang ibu mempunyai peran ganda sebagai pengasuh dan pendidik anak. Baik di desa maupun di kota makin banyak wanita yang bekerja sehingga keluarga yang bersangkutan membutuhkan ibu pengganti bagi anaknya. Seringkali nenek atau keluarga dekat lain dapat
13
menggantikan peran ibu pada saat ibu bekerja, tetapi bila tidak ada keluarga tersebut maka biasanya anak di percayakan pada pembantu. Peran pembantu sebagai pengganti ibu cukup penting, mereka ikut mendidik anak dengan cara mereka sendiri sehingga dapat terjadi hal yang negatif karena pembantu pada umumnya tidak berpendidikan tinggi dan mengasuh anak dengan pola asuh yang pernah mereka terima dari orang tuanya sendiri (Markum, 1991). Menurut Munandar (1992) ibu bekerja dapat memberikan dampak negatif maupun positif. Dampak negatif dari ibu bekerja adalah ibu tidak selalu ada pada saat- saat yang penting pada saat ia dibutuhkan keluarganya, misalnya jika anaknya mendadak sakit, jatuh kecelakaan dan sebagainya dan tidak semua kebutuhan anggota keluarga dapat dipenuhi oleh ibu misalnya suami yang menginginkan masakan istrinya sendiri, mengantar dan menjemput anaknya pulang sekolah dan kemudian anak ingin menceritakan pengalaman di sekolah pada ibu. Tetapi ibu sudah lelah dalam bekerja maka pada waktu pulang kerja ibu enggan bermain dengan anaknya atau menemani suaminya dalam kegiatan- kegiatan tertentu (Munandar, 1992). Sedangkan dampak positif dari ibu bekerja yaitu adanya rasa harga diri dan nampak dalam sikap yang baik terhadap diri sendiri, kemudian dalam mendidik anak, ibu- ibu yang bekerja kurang menggunakan teknik disiplin yang keras atau otoriter mereka lebih banyak menunjukkan dan lebih banyak pengertian dalam keluarganya dengan anak. Pada umumnya
14
ibu yang bekerja lebih memperhatikan atau merawat penampilannya, dan akan menunjukkan penyesuaian pribadi dan sosial yang lebih baik karena merasakan kepuasan hidup yang juga membuatnya lebih mempunyai pandangan positif terhadap masyarakatnya (Munandar, 1992). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ibu bekerja di luar rumah adalah seorang wanita yang mempunyai suami dan anak dan bekerja di luar rumah, dalam waktu tertentu mendapatkan gaji secara periode. Pekerjaan tersebut juga lebih cenderung kepada peningkatan kemampuan jiwa atau kemampuan dalam pekerjaan dan sebagainya. Alasan yang mendorong wanita berkeluarga berjuang untuk memperoleh kepuasan diri dan untuk menambah penghasilan ekonomi dalam keluarga. Hal ini akan menimbulkan peran ganda sebagai seorang wanita, sebagai seorang ibu rumah tangga dan sebagai seorang wanita karier, sehingga seorang ibu tidak dapat hadir setiap saat untuk memenuhi kebutuhan keluarganya terutama dalam hal pengasuhan anak. 2. Peran Ibu terhadap perkembangan Anak Prasekolah Pada usia prasekolah biasanya anak sudah terampil sehingga anak tidak perlu dibantu ibu lagi, tetapi harus tetap diawasi pada saat bermain. Pada aspek fisik, dan motorik tugas ibu adalah meningkatkan aktivitas, dan untuk aspek kognitif bisa dilakukan dengan banyak bercerita pada anak (Gunarsa, 1995). Ibu juga bisa melakukan tanya jawab dengan anak tentang cerita yang didengarnya, dengan demikian anak sudah terlatih mengungkapkan apa yang hendak diekspresikan (Rumini & Sundari,
15
2004). Dari aspek emosi sosial ibu perlu mengembangkan inisiatif anak karena akan mengarah pada kepercayaan dirinya, anak yang lebih punya inisiatif akan lebih mudah menyesuaikan diri (Coles, 2003). Dalam melatih kemandirian anak yang penting biarlah anak melakukan apa saja sejauh itu tidak membahayakan keselamatannya, peran ibu hanya memberikan keleluasaan pada anak untuk bermain, sehingga anak dapat belajar bergaul, berinteraksi serta bagaimana mengekspresikan pendapat, kemandirian dan pengetahuannya agar ibu bisa melaksanakan tugas sesuai perannya. Tentu saja harus mempunyai rasa tanggung jawab dan prioritas, terutama pada ibu yang bekerja. Prioritas menjadi sangat penting karena ibu harus memilih mana yang harus didahulukan antara pekerjaan dan anak. Jika ibu merasa bekerja itu penting tentunya ibu tidak bisa merawat anak sepenuhnya, maka ibu harus mencari pengasuh anak atau orang yang dianggap mempunyai pengalaman untuk merawat anak jika ibu sedang bekerja (Vuuren, 1993). 3. Peran Ibu Bekerja Dalam Kemandirian Anak Menurut Vuuren (1993) yang dimaksud dengan ibu yang bekerja adalah seorang ibu yang tidak hanya mempersembahkan waktu untuk keluarga, tetapi juga melaksanakan suatu tugas atau kegiatan pada waktu dan tempat tertentu serta memperoleh gaji. Seorang wanita yang bekerja dan berumah tangga pada dasarnya tetap menjalankan suatu peran yang tradisional, yaitu sebagai istri dan ibu bagi anak- anaknya, hanya saja waktu untuk mengurus rumah tangga bagi ibu yang bekerja tidak
16
sebanyak waktu yang diberikan oleh wanita yang tidak bekerja (Gunarsa, 2004). Menurut konsep peran moderat wanita mempunyai hak untuk bekerja di luar rumah, akan tetapi peran dan tugas pokoknya tetaplah berpegang pada nilai- nilai luhur naluri kewanitaan (Gunarsa, 2004). Tugas ibu dalam menyiapkan anak agar mampu bersaing dan mandiri di masa depan perlu mendapatkan perhatian dan waktu yang tidak sedikit, sementara itu kebutuhan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki ibu juga cukup besar, wanita juga dituntut untuk selalu mengembangkan diri dan siap bersaing agar karier terus maju (Peck, 1991). Vuuren (1993) berpendapat bahwa untuk menghadapi dua tugas dalam waktu yang bersamaan tentunya bukan sesuatu yang mudah bagi ibu yang bekerja, kenyataannya wanita karier mampu berperan ganda sebagai ibu sekaligus wanita karier, yang penting ada kemauan untuk membagi waktu, karena bagi ibu bekerja dibutuhkan bukan kuantitas maupun kualitas. Maka bagi ibu yang bekerja harus mempunyai kiat- kiat dalam membentuk lingkungan yang kondusif sehingga kemandirian anak dapat ditingkatkan dengan memperhatikan waktu dan adanya rasa bersalah. Agar kebutuhan kualitas waktu dapat terpenuhi berarti ibu yang bekerja harus bisa meluangkan waktunya yang tersisa. Waktu yang ada harus betul- betul dimanfaatkan dan melibatkan seluruh keluarga. Bila kualitas waktu bisa dijalankan dengan baik urusan rumah tangga dan pekerjaan pun bisa tertata dengan baik, dan biasanya ibu bekerja sering mempunyai
17
rasa bersalah karena mengurangi waktu bersama anak. Bahayanya rasa bersalah tersebut sering dikompensasikan dengan memanjakan anak secara berlebihan. Padahal sikap tersebut dapat menyebabkan anak cenderung manja dan tidak mandiri. Maka lebih baik ibu mengarahkan pola pikir anak agar anak lebih memahami situasi yang dihadapinya, misalnya mengapa ibu perlu bekerja (Vuuren, 1993).
C. Kerangka Teori Faktor Internal 1. Emosi 2. Intelektual
Faktor Eksternal 1. Lingkungan 2. Karakteristik sosial 3. Stimulasi 4. Pola asuh orang tua 5. Cinta dan kasih sayang 6. Kualitas informasi anak– orang tua 7. Pendidikan orang tua. 8. status pekerjaan ibu
Tingkat kemandirian anak usia prasekolah
Gambar 2.1. Kerangka Teori Penelitian (Sumber : Soetjiningsih, 1995)
18
D. Kerangka Konsep Status pekerjaan ibu
Tingkat kemandirian anak usia prasekolah
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
E. Variabel penelitian 1. Variabel bebas Variabel bebas adalah variabel yang nilainya menentukan variabel lain (Nursalam, 2003). Pada penelitian ini variabel bebasnya adalah status pekerjaan ibu. 2. Variabel terikat Variabel terikat adalah variabel yang ditentukan oleh variabel lain (Nursalam, 2003). Variabel terikat pada penelitian ini adalah tingkat kemandirian anak usia prasekolah.
F. Hipotesis Penelitian Ada hubungan antara status pekerjaan ibu dan tingkat kemandirian anak usia prasekolah.
19