6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
BAJA
Di dunia industri baja mempunyai peranan yang sangat penting. Baja sebagai bahan baku pelat, pipa, lembaran, profil dan sebagainya. Pembentukan baja dapat melalui proses pengecoran, penempaan, pencanaian. Karbon merupakan salah satu unsur penting dalam baja, karena dapat meningkatkan kekerasan dan kekuatan baja. Tinggi rendahnya kadar karbon mempengaruhi tinggi rendahnya suhu kritis (batas zona struktur logam).
Gambar 2.1 Diagram Besi – Besi Karbida (sumber : Lawrance Van Vlack,1985) Bila kadar karbon baja melampaui 0,20%, suhu dimana sifat ferrite mulai terbentuk dan mengendap dari austenite turun. Baja yang berkarbon 0,80% disebut baja eutectoid dan struktur terdiri dari 100% pearlite. Titik eutectoid adalah suhu terendah dalam logam dimana terjadi perubahan dalam keadaan larut padat dan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
7
merupakan suhu keseimbangan terendah dimana austenite terurai menjadi ferrite dan cementite. Bila kadar karbon baja lebih besar daripada eutectoid, perlu diamati garis pada diagram besi-karbida besi. Garis ini menyatakan suhu dimana karbida besi mulai memisah dari austenite. Karbida besi ini dengan rumus Fe3C disebut cementite. Cementite sangat keras dan rapuh. Baja yang mengandung kadar karbon kurang dari eutectoid (0,80%) disebut baja hypoeutectoid dan baja yang mengandung kadar karbon lebih dari eutectoid disebut baja hypereutectoid (Amstead, 1995). Pada proses perlakuan panas diperlukan pengetahuan tentang transformasi fasa, sehingga memungkinkan memperoleh sifat-sifat mekanik bahan dengan mengubah struktur mikro baja. Struktur yang terdapat pada baja antara lain adalah : a. Ferrite Ferrite mempuyai sel satuan Body Centered Cubic (BCC) yang hanya dapat menampung unsur karbon maksimum 0,025% pada temperatur 7230C Ferrite menjadi getas pada temperatur rendah, dan merupakan struktur yang paling lunak pada baja. b. Pearlite Pearlite adalah campuran ferrite dan cementite berlapis dalam suatu struktur butir. Laju pendinginan lambat menghasilkan pearlite kasar dan laju pendinginan cepat menghasilkan pearlite halus, bersifat keras dan lebih tangguh. c. Austenite Austenite mempunyai sel satuan kubus pusat badan atau Face Centered Cubic (FCC) yang mengandung unsur karbon maksimum hingga 1,7%. Fasa ini hanya mungkin ada pada temperatur tinggi. d. Martensite Martensite merupakan fasa larutan padat lewat jenuh dari karbon dalam sel satuan tetragonal pusat badan atau Body Centered Tetragonal (BCT). Makin tinggi kejenuhan karbon maka semakin keras dan getas. Jika baja didinginkan secara cepat dari fasa austenite, maka sel satuan FCC akan bertransformasi secara cepat menjadi BCC. Pendinginan yang cepat ini menyebabkan unsur karbon yang larut dalam BCC tidak sempat keluar (terperangkap) dan tetap berada dalam sel satuan tersebut. Hal ini menyebabkan distorsi sel satuan berubah menjadi BCT.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
sehingga sel satuan BCC
8
e. Cementite Cementite merupakan senyawa bersifat sangat keras yang mengandung 6,67% karbon. Cementite sangat keras, tetapi bila bercampur dengan ferrite yang lunak maka kekerasan keduanya menurun f. Ledeburite Ledeburite merupakan campuran eutektik antara austenite dan cementite, mengandung 4,3% karbon dan terbentuk pada suhu 11300C.
2.2
BAJA PERKAKAS SKD11
Baja SKD11 merupakan jenis baja paduan rendah hypoeutektoid, menurut standarisasi JIS(Japanese Industrial for standar) Baja SKD11 merupakan baja paduan yang mengandung unsur-unsur paduan 1,4-1,6%C, 0,4% Si, max 0,6% Mn, 11-13% Cr, 0,8-1,2% Mo, 0,2-0,5% V (Smallman, Metalurgi Fisik Edisi Kelima, 1999). Baja paduan ini dihasilkan dari proses Hot Work Tool Steel dan memiliki keunggulan sebagai material yang tahan terhadap penurunan kekerasan dibawah kondisi operasi panas tinggi, ketangguhan yang baik, dan ketahanan aus yang baik. Baja SKD11 ekuivalen dengan AISI H13 menurut AISI (American Industrial for standard International). Baja perkakas SKD11 menurut standar material yang dikeluarkan oleh supplier PT ASTRA DAIDO STEEL adalah DC11. Aplikasi material SKD11 adalah : a.
Blanking
b.
Punch cold forming dies
c.
Shear blade
d.
Thread roll
e.
Trimming Tabel 2.1 Perlakuan panas pada Baja SKD11 (°C) Forging
Annealing
Hardening
Tempering
1100 - 900
820 – 870
1000 – 1050
550 - 650
Slow cooling
Air cooling
Air cooling
http://digilib.mercubuana.ac.id/
9
Tabel 2.2 Kekerasan Baja SKD11
2.3
Annealed
Tempered
20.5 HRC max
55 HRC
STRUKTUR BAJA
Baja mempunyai berbagai sifat mekanis, misalnya kekerasan, kekuatan, dan regangan. Sifat-sifat tersebut terjadi dikarenakan karbon yang dikandung baja tidak terpadu. Hal ini tidak hanya disebabkan intensitas zat arang, tetapi juga cara mengadakan ikatan dengan besi yang dapat mempengaruhi sifat baja. Baja yang didinginkan sangat lambat menuju suhu ruangan (keadaan baja pada waktu pengiriman dari pabrik) dibedakan dalam tiga bentuk utama Kristal (schonmetz,1985): a. Ferrit Kristal besi murni (ferrum=Fe) terletak rapat saling mendekap, tidak teratur, baik bentuk maupun besarnya. Ferrit merupakan bagian baja yang paling lunak. Ferrit murni tidak akan cocok dipergunakan sebagai bahan untuk benda kerja yang menahan beban, hal ini dikarenakan kekuatannya kecil.(gambar a) b. Karbid besi Fe3C merupakan suatu senyawa kimia antara (Fe) dengan zat arang(C). sebagai unsur struktur tersendiri, dia dinamakan cementit dan mengandung 6,7% zat arang. Rumus kimia Fe3C menyatakan bahwa senantiasa ada 3 atom besi yang menyelenggarakan ikatan dengan sebuah atom zat arang (C) menjadi sebuah molekul karbid besi. Dengan meningkatnya
kandungan
C, maka
semakin
besar pula kandungan cementit. Cementit dalam baja, merupakan unsure yang paling keras (270 kali lebih keras dari besi murni). c. Perlit Merupakan kelompok campuran antara ferrit dan cementit dengan kandungan zat arang seluruhnya sebesar 0,8%.dalam struktur perlitis, semua kristal ferrit dirasuki sepih sementit halus yang memperoleh penempatan berdampingan dalam lapisan tipis mirip lamel.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
saling
10
Gambar 2.2 Struktur Baja Zat Arang Gambar 1 Sumber : Alois Schonmetz & Karl Gruber,1985
a. b. c. d.
ferrit 0,0% C ferrit + perlit 0,10%C ferrit + perlit 0,16%C ferrit + perlit 0,45%C
e. ferrit + perlit 0,60%C f. perlit laminar 0,85%C g. perlit + sementit 1,1%C h. perlit + sementit 1,5%C
Menurut kadar kandungan zat arangnya baja dibedakan menjadi tiga kelompok utama baja bukan paduan : a. Baja
dengan kandungan kurang dari
0,8%C (baja
hypoeutectoid),
himpunan ferrit dan perlit (bawah perlitis) b. Baja dengan kandungan 0,8%C(baja eutectoid atau perlitis), terdiri atas perlit murni. c.
Baja dengan kandungan lebih dari 0,8%C (baja
hypereutectoid),
himpunan perlit dan sementit (atas perlitis). Zat arang yang kadarnya melampaui 0,8% mengendap sebagai karbid besi terang membentuk kulit pada batas butiran Kristal perlitis yang lebih gelap dan menyelubungi menyerupai jaringan (cementit sekunder). Baja demikian sejak semula keras dan berkebutiran kasar.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
11
2.4
BESI
Besi adalah logam dasar pembentuk baja yang merupakan salah satu material teknik yang sangat populer. Sifat alotropi dari besi yang menyebabkan timbulnya variasi struktur mikro pada berbagai jenis baja. Disamping itu, besi merupakan pelarut yang sangat baik bagi beberapa jenis logam lain. Pengertian alotropik adalah adanya transformasi dari satu bentuk susunan atom (sel satuan) kebentuk susunan atom yang lain (Callister, 1997) Besi sangat stabil pada temperature dibawah 910 oC dan disebut sebagai besi alfa (Fe- α). Pada temperatur antara 910ºC dan 1392ºC besi dikenal dengan besi gamma (Fe-γ) dan pada temperature diatas 1392ºC disebut sebagai besi delta (Fe-δ). Adanya fenomena alotropi dari besi merupakan suatu hal yang sangat penting dan mencakup dua bentuk susunan atom pada temperature dibawah 910ºC susunan atomnya berbentuk body centered cubic (BCC). Jika proses pemanasan dilanjutkan, bentuk susunan atomnya pada temperatur 1392ºC berubah kembali menjadi bentuk BCC lagi yang dikenal dengan sebutan besi delta.
Gambar 2.3. Diagram transformasi (sumber : Lawrance Van Vlack,1985)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
Pemanasan lebih lanjut akan mengakibatkan getaran atom semakin besar sehingga pada temperatur 1536ºC gaya kohesif yang memelihara susunan atom tersebut tidak ada lagi dan membuat besi menjadi cair. Pada saat membekukan besi cair ke temperatur kamar, maka akan terjadi transformasi yang urutannya kebalikan dari proses pemanasan.Penambahan unsur paduan pada besi, khususnya karbon, memungkinkan membuat berbagai jenis baja yang jika dikombinasikan dengan berbagai metode perlakuan panas akan menghasilkan sifat-sifat yang memadai untuk penggunaan yang tertentu. Jika besi yang mengalami pemanasan dan pendinginan maka akan mengakibatkan perubahan bentuk kisi ruang. a. Body Centered Cubic (BCC) Logam kubik pemusatan ruang. Besi mempunyai struktur kubik. Pada suhu ruang sel satuan besi mempunyai atom pada tiap titik sudut kubus dan satu atom pada pusat kubus. Besi merupakan logam yang paling umum dengan struktur kubik pemusatan ruang, tetapi bukan satu-satunya. Tiap atom besi dalam struktur kubik pemusatan ruang ini dikelilingi oleh delapan atom tetangga hal ini berlaku untuk setiap atom, baik yang terletak pada titik sudut maupun dipusat sel satuan. Oleh karena itu setiap atom mempunyai lingkungan geometrik yang sama. Sel satuan logam kubik pemusatan ruang mempunyai dua atom. Satu atom dipusat atom dan seperdelapan atom pada delapan titik sudutnya.
Gambar 2.4. Struktur kubik pemusatan ruang logam. Bagian
(a) merupakan
Gambar 2 Bagian(b) model bola keras gambaran skematik dan terlihat atom pada titik pusat.
(sumber : Lawrance Van Vlack,1985)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
Gambar 2.5 Sel satuan kubik pemusatan ruang (logam). Struktur logam kubik pemusatan ruang mempunyai dua atom per sel satuan dan faktor tumpukan atom sebesar 0,68 (sumber : Lawrance Van Vlack,1985) b. Face Centered Cubic (FCC) Logam kubik pemusatan ruang. Pengaturan atom dalam tembaga tidak sama dengan pengaturan atom dalam besi, meski keduanya kubik. Disamping atom pada setiap titik sudut sel satuan tembaga, terdapat sebuah atom ditengah setiap bidang permukaan, namun tak satu pun dititik pusat kubus. Struktur kubik pemusatan sisi ini lebih sering dijumpai pada logam antara lain aluminium, tembaga, timah hitam, perak dan nikel mempunyai pengaturan atom seperti ini (demikian pula halnya dengan besi pada suhu tinggi). Logam dengan struktur kubik pemusatan sisi mempunyai empat kali lebih banyak atom. Kedelapan atom pada
titik sudut menghasilkan satu atom, dan keenam bidang sisi
menghasilkan tiga atom per sel satuan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
Gambar 3
Gambar 2.6. Struktur kubik pemusatan sisi pada logam. Bagian (a) pandangan skematis yang memperlihatkan letak pusat atom, dan bagian(b) model bola keras (sumber : Lawrance Van Vlack,1985)
Gambar 2.7. Sel satuan kubik pemusatan sisi (logam). Struktur logam kubik pemusatan sisi mempunyai empat atom per sel satuan dan faktor tumpukan 0,74. (sumber : Lawrance Van Vlack,1985)
2.5
BAJA PADUAN
Baja paduan dihasilkan dengan biaya yang lebih mahal dari baja karbon karena bertambahnya biaya untuk penambahan pengerjaan yang khusus yang dilakukan di dalam industri atau pabrik. Baja paduan dapat didefinisikan sebagai baja yang dicampur dengan satu atau lebih unsur campuran seperti nikel, kromium, molibdenum, vanadium, mangan, dan wolfram yang digunakan untuk memperoleh sifat- sifat baja yang dikehendaki (keras, kuat, dan liat), tetapi unsur karbon tidak dianggap sebagai salah satu unsur campuran. Suatu kombinasi antara dua atau lebih unsur campuran
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
memberikan sifat khas dibandingkan dengan menggunakan satu unsur campuran, misalnya
baja
yang
dicampur
dengan unsur kromium dan ini kelak akan
menghasilkan baja yang mempunyai sifat keras dan Kenyal(sifat logam ini membuat baja dapat dibentuk dengan cara dipalu, ditempa, digiling, dan ditarik tanpa mengalami patah atau retak-retak). Jika baja dicampur dengan kromium dan molibdenum, akan menghasilkan baja yang mempunyai sifat keras yang baik dan kenyal yang memuaskan serta tahan terhadap panas. Baja paduan digunakan karena keterbatasan baja karbon sewaktu dibutuhkan sifatsifat yang spesial daripada baja, keterbatasan daripada baja karbon adalah reaksinya terhadap pengerjaan panas dan kondisinya. Sifat-sifat spesial yang diperoleh dengan pencampuran termasuk sifat-sifat kelistrikan, magnetis, dan koefisien spesifik dari pemuaian panas dan tetap keras pada pemanasan yang berhubungan dengan pemotongan logam (Schonmetz,1985) . Pengaruh unsur-unsur paduan dalam baja adalah sebagai berikuta (Koswara, 1999). a. Silisium(Si), terkandung dalam jumlah kecil didalam semua bahan besi dan dibubuhkan dalam jumlah yang lebih besar pada jenis-jenis istimewa. Meningkatkan kekuatan, kekerasan, kekenyalan, ketahanan aus, ketahanan terhadap panas dan karat, ketahanan terhadap keras tetapi menurunkan regangan, kemampuan untuk dapat ditempa dan dilas. b. Mangan (Mn), meningkatkan kekuatan, kekerasan, kemampuan untuk dapat ditemper menyeluruh, ketahanan aus, penguatan pada pembentukan dingin, tetapi menurunkan kemampuan serpih. c. Nikel (Ni), meningkatkan keuletan, kekuatan, pengerasan menyeluruh, ketahanan karat, tahanan listrik (kawat pemanas), tetapi
menurunkan kecepatan
pendinginan regangan panas. d. Krom(Cr), meningkatkan kekerasan, kekuatan, batas rentang ketahanan aus, kemudian diperkeras, kemampuan untuk dapat ditemper menyeluruh, ketahanan panas, kerak, karat dan asam, kemudahan pemolesan, tetapi menurunkan regangan (dalam tingkat kecil). e. Molibdenum (Mo), meningkatkan kekuatan tarik, batas rentang, kemampuan untuk dapat ditemper menyeluruh, batas rentang panas, ketahanan panas dan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
batas kelelahan, suhu pijar pada perlakuan panas, tetapi menurunkan regangan, kerapuhan pelunakan. f. Kobalt(Co), meningkatkan kekerasan, ketahanan aus, ketahanan karat dan panas, daya hantar listrik dan kejenuhan magnetis. g. Vanadium(V), meningkatkan kekuatan, batas rentang, kekuatan panas dan ketahanan lelah, suhu pijar pada perlakuan panas, tetapi menurunkan kepekaan terhadap sengatan panas yang melewati batas pada perlakuan panas. h. Wolfram(W), meningkatkan kekerasan, kekuatan, batas rentang, kekuatan panas, ketahanan terhadap normalisasi dan daya sayat, tetapi menurunkan regangan. i. Titanium (Ti), memiliki kekuatan yang sama seperti baja, mempertahankan sifatnya hingga 400 C, karena itu merupakan kawat las. 2.6 MESIN STAMPING PRESS Mesin Stamping Press adalah salah satu mesin produksi yang digunakan untuk membuat komponen ataupun part dari material lembaran logam (Sheet Metal). Prinsip kerja dari mesin Stamping Press adalah lembaran logam diletakkan diantara Dies (Punch dan Die) kemudian bagian punch turun dan menekan lembaran Logam, sehingga lembaran logam mengalami perubahan bentuk. Adapun istilah perubahan bentuk tersebut antara lain : a. Piercing / Pelubangan b. Bending / Pembengkokan c. Triming / Pemotongan d. Forming / pembentukan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
Gambar 2.8 Mesin Stamping Press (Sumber :www.thefabricator.com/article/stamping)
Alat yang digunakan pada mesin Stamping press disebut dies yang terdiri dari punch (bagian atas) dan Die ( bagian bawah ). Untuk menghemat biaya dan membantu proses perawatan, dies yang bersentuhan langsung dengan material lembaran logam dibuat sistem terpisah (insert). Bagian ini umumnya dibuat dari material yang lebih keras dibandingkan bagian lain yang tidak mengalami beban kejut. Selain itu koefisien gesek pada material insert dies juga dibuat sekecil mungkin sehinga gaya yang bekerja pada permukaan dies menjadi lebih kecil dan dies tidak mudah aus. 2.7
TUNGKU PERLAKUAN PANAS VACUM HARDENING
Salah satu pertimbangan yang paling penting yang harus dipenuhi ketika perlakuan panas baja perkakas khususnya SKD11, perlakuan harus dilakukan dengan perubahan minimal pada permukaan benda kerja. Meminimalkan paparan udara selama perlakuan panas dengan mengurangi kandungan udara di dalam ruang chamber dengan menciptakan vacuum parsial merupakan metode yang tepat untuk menghindari oksidasi pada permukaan benda kerja. Tungku vacuum dengan tekanan 26 Pa - 1.3 mP ( 200 – 0.01μm Hg) mungkin dapat diwujudkan dengan peralatan canggih yaitu pompa vacuum yang terintegrasi dengan tungkunya (Schonmetz & Gruber, 1985)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
Tungku vacuum secara historis telah popular sebagai perlakuan panas seperti halnya proses sintering, dan outgassing. Tungku vacuum menjadi dominan yang dipilih untuk proses pengerasan baja perkakas. Salah satu alasan penggunaan yang meluas untuk tungku vacuum adalah kemampuan untuk bebas dari masalah lingkungan. Berbeda dengan jenis perlakuan panas yang lain seperti salth bath heat treating, masalah pembuangan dieliminasi dengan penggunaan metode perlakuan panas tungku vacuum. Alasan lain penggunaaan jenis vacuum tungku ini adalah flexibilitas. Vacuum tungku dapat di design sampai temperatur operasi lebih dari 2760°C dan variasi siklus seperti preheating , stress relieving, hardening, maupun quenching dapat dilakukan hanya dengan satu tungku vacuum. Sebuah tungku vacuum single chamber sederhana pada gambar 2.9 terdiri dari satu chamber dimana proses heating dan cooling dilakukan didalam tungku vacuum tersebut. Pendinginan atau quenching dilakukan dengan menghembuskan gas inert N2 ke permukaan benda kerja. Untuk mendapatkan quenching yang cepat agar struktur mikro yang diinginkan tercapai, perlu dinaikkan tekanan gas inert N2 yang masuk ke dalam ruang tungku vacuum. Hal tersebut dapat dipenuhi dengan blower kecepatan tinggi - tekanan tinggi yaitu dengan spesifikasi tekanan gas pendinginan sampai 60kPa (6 Bar). Laju pendinginan sangat tergantung dari bentuk, dimensi, dan jenis baja perkakas benda kerja.
Gambar 2.9 Vacuum furnace single chamber Berbagai vacuum tungku dikembangkan dengan memvariasikan pengaturan kecepatan aliran gas N2, volume aliran gas N2, dan tekanan gas N2 yang masuk ke dalam ruang tungku untuk mendapatkan laju pendinginan yang baik.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
2.7.1
PROSES HARDENING PADA BAJA PERKAKAS SKD11
Baja perkakas SKD 11 adalah baja yang dihasilkan dari proses hot working tool steel yang memiliki beberapa unsur paduan penting seperti Cr, V, dan Mo yang cukup tinggi. Pengaruh unsur-unsur tersebut memberikan pengaruh kuat terhadap sifat ketahanan aus, ketahanan korosi, dan kemampuan operasi pada temperatur tinggi. Pada umumnya baja perkakas yang dihasilkan dari proses hot working tool steel dan yang ada dijual di pasaran adalah baja perkakas yang belum mengalami proses hardening, tetapi baja perkakas annealing. Tujuan dari baja annealing adalah untuk memberikan kemudahan bagi pengguna material melakukan proses machining ataupun pembentukan dengan cara pemotongan. a. Annealing Proses annealing pada baja perkakas SKD11 adalah proses perlakuan panas dengan cara memanaskan benda kerja diatas temperatur kritikal (Ac1) dan dibawah temperatur austenite (Ac3) yang diikuti dengan proses pendinginan secara lambat. Tujuan dari proses annealing pada baja perkakas SKD11 adalah untuk mendapatkan struktur mikro campuran ferrit-perlit. Untuk dapat melihat zona temperatur Ac1 dan Ac3 pada proses annealing dapat dilihat dari diagram fasa biner Fe-C yang diperlihatkan pada gambar 2.1 (Van Vlack, 1985)
Gambar 2.10 Diagram fasa Fe-C zona annealing sumber : Lawrance Van Vlack,1985
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
Pada umumya temperatur annealing untuk baja perkakas SKD11 adalah 850 - 900°C diikuti proses pendinginan didalam tungku. Setelah proses annealing struktur mikro yang dihasilkan adalah campuran ferrite – pearlite dengan kekerasan 114 – 149HB. b. Hardening Hardenability atau mampu pengerasan mengacu pada kemampuan baja untuk diubah sebagian atau seluruhnya dari fase austenite untuk menjadi martensit pada kedalaman tertentu ketika didinginkan dibawah kondisi khusus. Kondisi ini juga mencerminkan sifat empiris mampu pengerasan dari baja,dan banyak jenis percobaan telah dirancang untuk mengukur atau menggambarkan mampu pengerasan dari berbagai jenis baja. Martensite adalah struktur mikro yang biasanyana diinginkan dalam proses hardening pada baja karbon - paduan rendah. Laju pendinginan harus cukup cepat untuk mendapatkan kurva hidung pada diagram Time - temperature – transformation (TTT) ketika proses pendinginan seperti yang diperlihatkan oleh kurva A pada gambar 2.11 untuk mendapatkan sejumlah martensit. Jika laju pendiinginan tidak cukup cepat maka akan kehilangan kurva hidung pada kurva TTT sehingga terbentuk curva B, C, dan D pada gambar 2.11 beberapa bertransformasi menjadi bainit, perlit, dan kemungkinan ferrit seluruhnya. Dengan menurunnya persentase zona martensit maka pada material baja juga akan mengalami penurunan sifat kekerasan. Proses hardening pada baja perkakas SKD11 dapat dilakukan pada temperatur 1000-1050°C diikuti pendinginan cepat oleh air , gas N 2, atau media oli dan menghasilkan kekerasan 50 – 55 HRC dengan struktur mikro martensit (Van Vlack, 1985).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
Gambar 2.11 Diagram time-temperatur-transformation (TTT) (sumber : Lawrance Van Vlack,1985) c. Tempering Proses tempering pada baja adalah dengan melakukan pemanasan kembali baja setelah proses hardening dibawah temperatur kritikal (723°C) untuk memperbaiki sifat mekanikal ataupun ketangguhan dan keuletan material baja perkakas tetapi juga memperbesar ukuran butiran dari matrix logam yang terbentuk. Proses tempering pada baja perkakas SKD61 dilakukan secara bertahap yaitu tahap I temperatur 580°C selama 150menit dan tahap II pada temperatur 600°C selama 150menit. Hasilnya di akhir tahap II tempering didapatkan nilai kekerasan 46 – 48 HRC.
2.8
TEKNOLOGI PHYSICAL VAPOUR DEPOSITION
PVD merupakan proses yang melibatkan pembentukan lapisan coating pada permukaan material dengan prinsip deposisi atau pengendapan secara fisik paritikelpartikel atom, ion atau molekul dari bahan pelapis/coating. Terdapat tiga teknik untuk melakukan proses PVD, yaitu thermal evaporation, sputtering, dan ion plating. Pada teknik thermal evaporation material akan dipanaskan dalam kondisi yang vacuum, kemudian dengan temperatur yang cukup tinggi atom-
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
atom akan menguap dari sumber dan akan mengendap pada material yang akan dilapisi. Pada sputtering material akan dilapisi dengan proses penghamburan atom secara mekanik dengan menjatuhkan kejut ion-ion atau atom-atom yang berenergi dan biasanya menggunakan atom Argon. Benturan atom Argon mampu mengeluarkan atom target yang kemudian menuju logam yang dilapis (substrat) dan part lain yang ada dalam chamber. Sedangkan untuk proses ion plating, prinsip dasarnya sama seperti proses evaporation. Pada proses ini sumber pelapisnya berasal dari kawat yang dijadikan sebagai anoda, sedangkan material yang akan dilapisi akan menjadi katoda dengan menggunakan sumber DC dengan tegangan antara -500 hingga -5000 V, sehingga atom bergerak cepat menuju ke substrate dan menghasilkan lapisan yang lebih rapat dan kuat.
Gambar 2.12. Skema peralatan PVD Coating
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
Gambar struktur mikro yang dilihat dengan SEM hasil proses PVD Coating diberikan dalam Gambar 2.13.
Gambar 2.13. Contoh Struktur mikro hasil PVD Coating 2.9
PENGUJIAN KEKERASAN MIKRO VICKERS
Pengujian kekerasan adalah salah satu pengujian dari sekian banyak pengujian yang dipakai, karena dapat dilakukan pada benda uji yang relatif kecil tanpa kesukaran mengenai spesifikasi benda uji. Pengujian yang banyak dipakai adalah dengan cara menekankan penekanan tertentu kepada benda uji dengan beban tertentu dan mengukur bekas hasil penekanan yang terbentuk diatasnya (Surdia,2000). Pengujian yang lazim digunakandalam menentukan tingkat kekerasan bahan adalah dengan metode uji kekerasan Vickers. Pengujian Vickers memiliki banyak keuntungan. Pengujian Vickers dapat dilakukan tidak hanya pada benda yang lunak akan tetapi juga dapat dilakukan pada bahan yang keras. Bekas penekanan yang kecil pada pengujian Vickers mengakibatkan kerusakan bahan percobaan relatif sedikit. Pada benda kerja yang tipis atau lapisan permukaan yang tipis dapat diukur dengan gaya yang relatif kecil.Dikarenakan atas kelebihan pengujian kekerasan Vickers jika dibandingkan dengan metode pengujian kekerasan yang lain, maka dalam penelitian ini akan digunakan pengujian Vickers dalam menentukan kekerasan spesimen uji. Proses pengujian kekerasan dengan metoda Vickers mula-mula permukaan logam yang akan diuji ditekan dengan indentor berbentuk piramida intan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
yang dasarnya berbentuk bujur sangkar. Besar sudut antara permukaan-permukaan piramida yang berhadapan adalah sebesar 136º.
Gambar.2.14. Prinsip pengukuran kekerasan Vickers (Sumber : Engkos Koswara, 1999) Angka kekerasan Vickers (VHN) merupakan angka kekuatan benda uji terhadap pembebanan pada tiap luas penampang bidang yang menerima Pembebanan (Koswara, 1999). VHN dapat diperoleh dengan persamaan berikut: 2𝑃 sin(𝜃 ) 1.854𝑃 2 = 𝑉𝐻𝑁 = 𝐷2 𝐷2 Dimana, P = Beban yang digunakan (kg) θ= Sudut antara permukaan intan yang berlawanan (136°) d = Panjang diagonal rata-rata (mm) 2.10
PENGUJIAN STRUKTUR MIKRO
Struktur bahan dalam orde kecil sering disebut struktur mikro. Struktur ini tidak dapat dilihat dengan mata telanjang, tetapi dapat dilihat dengan menggunakan alat pengamat struktur mikro diantaranya: mikroskop electron, mikroskop
fieldion,
mikroskop field emission,dan mikroskop sinar –X penelitian ini mengunakan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
mikroskop cahaya, adapun manfaat dari pengamatan struktur mikro ini adalah: 1.
Mempelajari hubungan antara sifat-sifat bahan dengan struktur dan cacat pada bahan.
2. Memperkirakan sifat bahan jika hubungan tersebut sudah diketahui. Persiapan yang harus dilakukan sebelum mengamati struktur mikro adalah pemotongan spesimen, pengampelasan dan pemolesan dilanjutkan pengetsaan. Setelah dipilih bahan uji dan diratakan kedua permukaannya, setelah memastikan rata betul kemudian dilanjutkan dengan proses pengampelasan dengan nomor kekasaran yang berurutan dari yang paling kasar (nomor kecil) sampai yang halus (nomor besar). Arah pengampelasan tiap tahap harus diubah, pengampelasan yang lama dan penuh kecermatan akan menghasilkan permukaan yang halus dan rata. pemolesan dilakukan dengan autosol yaitu metalpolish, bertujuan agar didapat permukaan yang rata dan halus tanpa goresan sehingga terlihat mengkilap seperti kaca. Langkah terakhir sebelum melihat struktur mikro adalah dengan mencelupkan spesimen dalam larutan etsa dengan posisi permukaan yang dietsa menghadap keatas. Selama pencelupan akan terjadi reaksi terhadap permukaan spesimen sehingga larutan yang menyentuh spesimen harus segar/baru, oleh karena itu perlu digerak-gerakkan. Kemudian spesimen dicuci, dikeringkan dan dilihat atau difoto dengan mikroskop logam. Pemeriksaan struktur mikro memberikan informasi tentang bentuk struktur, ukuran dan banyaknya bagian struktur yang berbeda
Gambar 2.15 Pemeriksaan benda uji dengan mikroskop metalurgi. A : Contoh yang dietsa sedang diperiksa dengan mikroskop B : Penampilan contoh melalui mikroskop (Sumber : Engkos Koswara, 1999)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
2.10.1
PENGAMATAN SRUKTUR MIKRO DENGAN
ELECTRON MMIKROSCOPE (SEM) dan
SCANING
ENERGY DIPERSIVE
SPECTROSCOPY (EDS) Cara kerja SEM pada hakekatnya merupakan pemeriksaan dan analisis permukaan. Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan atau dari lapisan yang tebalnya sekitar 20μm dari permukaan. Gambar permukaan yang diperoleh merupakan gambar topografi dengan segala tonjolan dan lekukan permukaan. Gambar topografi diperoleh dari penampakan pengolahan electron sekunder yang dipancarkan oleh sampel. Kata kunci dari prinsip kerja SEM adalah scanning yang berarti bahwa berkas electron “ menyapu” permukaan sampel, titik demi titik dengan sapuan membentuk garis demi garis mirip seperti gerakan mata yang sedang membaca. Sinyal electron sekunder dihasilkan dari hasil titik pada permukaan yang selanjutnya ditangkap oleh secondary electron (SE) detector dan kemudian diolah dan ditampilkan pada layar CRT (Cathode Ray Tube)/Monitor TV. Cara kerja EDS digunakan untuk mengetahui kandungan unsur kimia dari suatu material, prinsip kerjanya yaitu dengan cara menangkap dan mengolah sinyal pendaran (flouresensi) sinar – X yang dikeluarkan oleh suatu volume kecil pada permukaan sampel. Pendaran sinar – X timbul sebagai akibat interaksi berkas electron energy tinggi dengan electron dari atom sasaran, sehingga electron tersebut tereksitasi yaitu terlemparnya electron yang tereksitasi tersebut cenderung kembali ke orbit yang energinya lebih tinggi. Elektron yang tereksitasi tersebut cenderung kembali ke orbit yang energinya lebih rendah sambil memancarkan energi yang diserap dalam bentuk sinar –X. Dari energi sinar – X yang dipancarkan dapat diketahui jenis atom atau unsur yang terkandung dalam material sasaran. Hal ini dikarenakan masing-masing unsur menyebar pada panjang gelombang spesifik bahkan teknik ini dapat digunakan untuk mengamati unsur-unsur material suatu daerah kecil pada permukaan sampel. Apabila teknik SEM dan EDS digabungkan maka keduanya dapat dipakai untuk mengidentifikasi unsur-unsur yang dimiliki oleh fasa yang terlihat pada struktur mikro (Koswara, 1999).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
Gambar 2.16 Skema Alat Uji SEM – EDS (Sumber : Engkos Koswara, 1999)
http://digilib.mercubuana.ac.id/