BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori 1. Belajar dan Pembelajaran Biologi a. Hakikat Belajar Biologi Belajar adalah suatu proses yang kompleks terjadi pada diri setiap orang sepanjang hidupnya. Proses belajar terjadi karena adanya interaksi antara seseorang dengan lingkungannya, oleh karena itu belajar dapat terjadi dimana saja. Salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku pada diri orang tersebut yang disebabkan oleh terjadinya perubahan pada tingkat pengetahuan, ketrampilan atau sikapnya (Arsyad, 2007). Menurut Bruner belajar adalah perubahan tingkah laku hasil belajar pada diri individu (Rustaman, 2005). Menurut Winkel (1996) belajar menyangkut tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan, ketiga proses tersebut adalah: 1) memperoleh informasi baru; 2) terjadi transformasi pengetahuan; 3) mengacu relevansi dan ketetapan pengetahuan. Belajar dapat juga diartikan suatu aktifitas mental (psikis), yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam interaksi aktif dengan lingkungan, ketrampilan dan nilai sikap. Perubahan tersebut bersifat relatif tetap dan berbekas. Menurut Muhibbin (2003) belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis jenjang pendidikan. Berdasarkan berbagai pendapat tentang belajar yang telah diungkapkan oleh para ahli, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan yang terjadi karena interaksi antara individu dengan lingkungannya. Interaksi dalam pembelajaran dapat terjadi antara sesama siswa, siswa dengan guru dan siswa dengan lingkungannya.
12
13
b. Pembelajaran Biologi Menurut Hungerford, Volk, dan Ramsey (2008), belajar sains khususnya biologi adalah upaya atau proses yang sistematis tentang makhluk hidup, cara kerja, cara berpikir, dan memecahkan di dalamnya mengandung aspek proses (scientific process), produk (scientific product), dan sikap ilmiah (scientific attitude). Sains sebagai suatu proses merupakan rangkaian kegiatan ilmiah atau hasil-hasil observasi terhadap fenomena alam untuk menghasilkan pengetahuan ilmiah (scientific knowledge) yang lazimnya disebut produk sains. Science as a way of knowing artinya bahwa sains dapat menimbulkan sikap keingintahuan, kebiasaan berpikir dan seperangkat prosedur. Sementara nilai-nilai sains yang berhubungan dengan tanggungjawab moral, nilai-nilai sosial, manfaat sains untuk kehidupan manusia, serta sikap dan tindakan misalnya keingintahuan, kejujuran, ketelitian, ketekunan, hati-hati, toleransi, hemat, dan pengambilan keputusan. Menurut Carin dan Sund (1990), pembelajaran biologi idealnya dikembangkan sesuai dengan hakikat pembelajarannya yaitu ke arah pengembangan scientific processes, scientific products, scientific attitudes, scientific processes identik pada proses kegiatan ilmiah yang mengembangkan keterampilan proses sains yang dilakukan oleh peserta didik melalui berbagai aktivitas seperti: mengamati, menganalisa, melakukan percobaan untuk menemukan sendiri konsep-konsep sebagai produk sains ilmiah. Pembelajaran biologi semestinya tidak hanya fokus pada aspek pemahaman atau pengertian, akan tetapi sampai pada tingkat kompetensi, yaitu
dapat
melakukan,
dapat
mengerjakan,
dapat
mempraktikkan,
mengimplementasikan atau menerapkan. Berkaitan dengan ini, Wuryadi (2009)
berpendapat
pembelajaran
mengandung
konsekuensi
untuk
menciptakan kondisi agar memungkinkan siswa melakukan serangkaian kegiatan. Sifat pembelajaran menjadi sangat dinamis, terbuka, dan menumbuhkan partisipasi aktif, akuntabilitas, responsibilitas, reflektif dan etis.
14
2. Teori Belajar a. Teori Konstrustivisme Jean Piaget Belajar merupakan susatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya. Pendapat Piaget tentang perkembangan kognitif dinyatakan Gredler (2011), sebagai berikut: ‘perkembangan kognitif dipengaruhi oleh tiga proses dasar, yaitu asimilasi, akomodari, dan ekuilibrasi. Asimilasi adalah pemaduan data baru dengan struktur kognitif yang ada, akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif terhadap situasi baru dan akulibrasi adalah penyesuaian kembali yang terus menerus dilakukan antara asimilasi dan akomodasi. Teori belajar Piaget relevan dengan model pembelajaran SETS dilengkapi dengan collaborative mind mapping, karena model pembelajaran SETS dilengkapi dengan collaborative mind mapping merupakan pengembangan dari model SETS yang dilengkapi dengan collaborative mind mapping, dengan adanya unsur kewirausahaan yang terdapat didalam collaborative mind mapping siswa diharapkan dapat melakukan asimilasi yaitu menyesuaikan pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang sudah diketahui sebelumnya, sehingga siswa dapat mengkatkan antar unsur dalam SETS menggunakan collaborative mind mapping. Teori belajar Piaget tersebut relevan dengan model pembelajaran SETS dilengkapi dengan collaborative mind mapping. Penerapan pembelajaran SETS dilengkapi dengan collaborative mind mapping kepada siswa SMA akan membentuk proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan emosi dan aspek-aspek kejiawaan melalui proses penemuan data baru. Hal ini dikarenakan model pembelajaran SETS dilengkapi dengan collaborative mind mapping pada tahap aplikasi konsep siswa melakukan percobaan yang mencakup serangkaian kegiatan pengamatan untuk mendapatkan, mengolah, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan data. Siswa melakukan proses akomodasi pada tahap kegiatan praktikum. Melalui kegiatan pengamatan saat praktikum, siswa akam membangun pengetahuan lama yang semula tidak sesuai kemudian dibandingkan dangan pengetahuan baru, sehingga terbentuk pengetahuan yang baru.
15
Teori belajar Piaget relevan dengan model pembelajaran SETS dilengkapi dengan collaborative mind mapping, karena pembelajaran SETS dilengkapi dengan collaborative mind mapping menuntut siswa menggali informasi dari dirinya sendiri. Hal ini dikarenakan pada sintaks pembentukan konsep siswa akan membuat hipotesis. Ketika siswa membuat hipotesis siswa tidak hanya berpikir tentang hal-hal sudah dialami, tetapi juga berpikir dan memprediksi hal-hal yang belum terjadi. Teori Piaget juga relevan dengan model SETS dilengkapi dengan collaborative mind mapping pada sintaks inisiasi masalah, pada sintaks ini siswa akan mengamati gambar dan wacana yang terdapat pada LKS, kemudian siswa akan membuat collaborative mind mapping. Ketika siswa mengamati gambar dan wacana, siswa akan mendapatkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang sudah diketahui sebelumnya. b. Teori Sosio-Kultural Vygotsky Vygotsky menyatakan bahwa pengetahuan dibangun secara sosial (social constructivism) (Dahar, 1989). Teori Vygotsky sekarang ini disadari sebagai salah satu teori penting dalam psikologi perkembangan. Sumbangan penting dari teori Vygotsky adalah penekanan pada hakikat sosio-kultural dari belajar. Menurut Vygotsky, setiap kamampuan seseorang akan tumbuh dan berkembang melewati dua tataran, yaitu tataran sosial tempat orang-orang membentuk lingkungan sosialnya (internal) dan tataran psikologis di dalam diri yang bersangkutan (intramental). Pada mulanya anak berpartisipasi dalam kegiatan sosial tertentu tanpa memahami maknanya. Pemaknaan atau konstruksi pengetahuan baru muncul melalui proses internalisasi. Internalisasi bersifat transformatif yaitu mampu memunculkan perubahan dan perkembangan yang tidak sekedar transfer. Konsep yang dikemukakan Vygostky tersebut, jelas bahwa pembelajaran terjadi melalui interaksi sosial dengan guru dan teman sebaya. Tantangan yang tepat dan bantuan dari guru atau teman sebaya yang lebih mampu, siswa akan bergerak maju ke dalam zona perkembangan proksimal mereka sehingga terjadi proses pembelajaran baru. Berdasarkan teori ini dikembangkan pembelajaran interaktif, yaitu siswa lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep
16
yang sulit bila saling mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya (Arends, 2001). Teori Vygostky relevan dengan model pembelajaaran SETS dilengkapi dengan collaborative mind mapping, hal ini dikarenakan penerapan model pembelajaran SETS dilengkapi dengan collaborative mind mapping pada sintaks pembentukan konsep terdapat serangkaian proses yaitu siswa berinteraksi dengan teman sebaya saat melakukan diskusi kelompok untuk menemukan masalah dan cara penyelesaian masalah berdasarkan isu-isu yang telah dikemukakan di awal pembelajaran, sehingga siswa diharapkan dapat memahi konsep melalui memecahkan suatu permasalahan. Teori belajar Vygotsky juga relevan dengan model SETS dilengkapi dengan collaborative mind mapping pada sintaks inisiasi masalah, pada sintaks ini siswa diminta berkelompok dan berdiskusi untuk mengamati gambar dan membaca wacana sehingga siswa dapat membuat collaborative mind mapping dan merumuskan masalah. Melalui kegiatan diskusi siswa akan berinteraksi secara sosial dan saling membantu untuk membuat collaborative mind mapping dan merumuskan masalah. Teori belajar Vygotsky relevan dengan model SETS dilengkapi dengan collaborative mind mapping pada sintaks pembentukan konsep, pada sintaks ini siswa diminta berdiskusi secara kelompok untuk merumuskan hipotesis dan merancang percobaan. Kegiatan diskusi kelompok akan membuat siswa berinteraksi secara sosial dan saling membantu menyelesaikan tugas yang telah diberikan. c. Teori Penemuan Jerome Bruner Bruner
mengemukakan
bahwa
pembelajaran
menekankan
pada
pentingnya memantu siswa untuk memahami struktur, perlunya keterlibatan siswa secara aktif dan keyakinan bahwa pembelajaran datang dari proses penemuan siswa. Bruner menyatakan bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik (Arends, 2008). Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna. Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar menemukan
17
ini memiliki beberapa perbaikan. Pertama, pengetahuan itu dapat bertahan lama dalam ingatan siswa. Kedua, hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik, maksudnya konsep-konsep dan prinsip-prinsip dalam kognitif siswa lebih mudah diterapkan pada situasi-situasi baru. Ketiga, secara menyeluruh bejalar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir secara bebas. Secara khusus belajar penemuan melatih keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain, membangkitkan
keingintahuan
siswa,
memberi
motivasi
menganalisis dan memanipulasi informasi. Pandangan
siswa
untuk
proses belajar Bruner
menekankan adanya pengaruh kebudayaan terhadap tingkahlaku seseorang. Proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau penahaman melalui contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya. Pendapat Bruner tentang belajar ini, sejalan dengan tujuan pembelajaran dengan model SETS dilengkapi dengan collaborative mind mapping yaitu siswa akan memperolah pengetahuan yang bermakna. Penerapan model SETS dilengkapi dengan collaborative mind mapping menuntut siswa berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, bila masalah itu telah dipecahkan, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna. Sesuai dengan teori Bruner, bahwa belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar informasi yang diberikan kepada dirinya. Maka pembelajaran melalui model SETS dilengkapi dengan collaborative mind mapping dalam penelitian ini, siswa SMA akan menemukan dan memecahkan masalah melalui penyelidikan dan penemuan serta menghubung kaitkan unsur SETS menggunakan collaborative mind mapping. Artinya bahwa kegiatan belajar akan berjalan aktif dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau kesimpulan tertentu.
18
d. Teori Bermakna David P. Ausubel Teori Ausebel tentang belajar adalah belajar bermakna, menurut Ausebel belajar bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi pada konsepkonsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang (Dahar, 1989). Ausebel berpendapat bahwa guru harus mengembangkan potensi kognitif siswa melalui proses belajar makna. Proses belajar diklasifikasikan dalam dua dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran disajikan pada siswa melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi kedua menyangkut cara bagaimana siswa dapat mengkaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada. Struktur kognitif yang dimaksud meliputi fakta-fakta, konsep-konsep dan generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh siswa. Menurut Ausubel teori belajar bermakna menerapkan prinsip-prinsip sebagai berikut: a) pengatur awal (advance organizer), merupakan penyampaian awal materi yang akan dipelajari siswa dan menolong mereka untuk mengingat kembali informasi-informasi yang berhubungan, yang dapat digunakan untuk membantu menanamkan pengetahuan, yang dapat digunakan untuk membantu menanamkan pengetahuan baru, sehingga diharapkan siswa secara mental akan siap menerima materi; b) diferensiasi progresif, penyampaian materi hendaknya bertahap. Guru menyampaikan materi bermula dari konsep-konsep umum kemudian dilanjutkan ke hal-hal khusus dengan disertai contoh-contoh yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari; c) rekonsilasi integratif, penjelasan yang disampaikan guru tentang kesamaan dan perbedaan konsep-konsep yang telah siswa ketahui dengan konsep yang baru saja diketahui; d) belajar superordinat, terjadi bila konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya dikenal sebagai unsur-unsur dari suatu konsep yang lebih luas. Berdasarkan pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa implikasi utama dari teori belajar bermakna adalah proses belajar akan mendatangkan hasil atau makna kalau guru dalam menyajikan materi baru dapat menggabungkannya dengan konsep yang relevan dengan kehidupan nyata sehari-hari. Hal ini relavan dengan pembelajaran model SETS dilengkapi dengan collaborative mind
19
mapping yaitu guru merancang pembelajaran secara hirarki yang jelas dengan pertanyaan-pernyataan sesuai konsep pencemaran lingkungan. Supaya siswa dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, siswa diajak melakukan kegiatan konkret secara langsung dikelas atau laboratorium dengan prosedur yang ada pada lembar kerja siswa, hal ini releven dengan model SETS dilengkapi dengan collaborative mind mapping pada sintaks aplikasi konsep dimana siswa melakukan percobaan secara langsung dan menemukan teknologi yang tepat untuk mengatasi permasalahan. Akhirnya siswa dapat menemukan pengalaman baru yang lebih bermakna, yaitu tidak sekedar menghafal, bisa mengaplikasikan, menganalisis, dan mengakomodasikan konsep yang telah terjadi.
3. Model Pembelajaran a. Pengertian Model Pembelajaran Model
pembelajaran
merupakan
suatu
rencana
mengajar
yang
memperhatikan pola pelajaran tertentu. Model pembelajaran sebenarnya adalah suatu cara membenatu siswa untuk memperoleh infornasi, gagasan, skill, nilai, cara berpikir dan tujuan untuk mengekspresikan diri mereka sendiri, sehingga hasil jangka panjang dari pelajaran adalah siswa mampu meningkatkan kapabilitas mereka untuk dapat belajar labih mudah dan efektif (Joyce, Weil dan Calhoun, 2000). Briggs (1978) menjelaskan model adalah seperangkat prosedur dan berurutan untuk mewujudkan suatu proses. Model pembelajaran dapat dikatakan sebagai suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman pembelajaran dikelas. Menurut Soekamto dan Winataputra (2000) mendefinisikan ‘model pembelajaran’ sebagai kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar bagi para siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar.
20
b. Ciri-ciri Model Pembelajaran Joyce Weil dan Calhoun (1986) mengemukakan bahwa setiap model belajar mengajar atau model pembelajaran harus memiliki empat unsur berikut : a) Sintaks (syntax) yang merupakan fase-fase (phasing) dari model yang menjelaskan model tersebut dalam pelaksanaannya secara nyata; b) Sistem sosial (the social system) yang menunjukkan peran dan hubungan guru dan siswa selama proses pembelajaran. Kepemimpinan guru sangatlah bervariasi pada satu model dengan model lainnya. Penerapan model, guru berperan sebagai fasilitator namun pada model yang lain guru berperan sebagai sumber ilmu pengetahuan; c) Prinsip reaksi (principles of reaction) yang menunjukkan bagaimana guru memperlakukan siswa dan bagaimana pula ia merespon terhadap apa yang dilakukan siswanya. Peran guru pada model yaitu memberi ganjaran atas sesuatu yang sudah dilakukan siswa dengan baik, namun pada model yang lain guru bersikap tidak memberikan penilaian terhadap siswanya, terutama untuk hal-hal yang berkait dengan kreativitas; d) Sistem pendukung (support system) yang menunjukkan segala sarana, bahan, dan alat yang dapat digunakan untuk mendukung model tersebut. Lebih lanjut Joyce, Weil dan Calhoun (1986) mengelompokkan modelmodel pembelajaran menjadi empat kelompok besar yakni; a) model pemrosesan informasi (the information-processing family); b) model interaksi sosial (the social family); c) model pengembangan personal (the personal family); dan d) model pembelajaran sistem perilaku (the behavioral family). Sementara itu, menurut Areds (2008) terdapat dua bagian model-model pembelajaran yakni bagian pertama adalah model-model pembelajaran interaktif yang berpusat pada guru yang meliputi : a) model presentasi dan penjelasan; b) model pengajaran langsung; c) model pengajaran konsep. Bagian kedua adalah model-model pembelajaran interaktif yang berpusat pada siswa, meliputi: a) cooperative learning; b) problem base learning; dan c) model diskusi kelas. Samani (2000) menjelaskan bahwa untuk mengetahui kualitas model pembelajaran harus dilihat dari dua aspek, yaitu aspek proses dan produk. Aspek
21
proses mengacu pada apakah pembelajaran mampu menciptakan situasi belajar yang menyenangkan (enjoyful learning) serta mendorong siswa untuk aktif belajar dan berpikir kreatif. Aspek produk mengacu pada apakah pembelajaran mampu mencapai tujuan, yaitu meningkatkan kemampuan siswa sesuai dengan standar kemampuan atau kompetensi yang ditentukan.
c. Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Model Pembelajaran Menurut Iriani (2013) ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh guru dalam pemilihan model pembelajaran antara lain: faktor siswa, dinamika kelas, ketersediaan fasilitas pembelajaran, tujuan pembelajaran yang hendak dicapai, materi pembelajaran dan alokasi waktu yang tersedia. Penjelasan dari faktor tersebut adalah sebagai berikut: 1) Faktor Siswa a) Perbedaan Jenjang Pendidikan Pemilihan suatu model pembelajaran harus menyesuaikan tingkatan jenjang pendidikan siswa, pertimbangan yang menekankan pada perbedaan jenjang pendidikan ini adalah pada kemampuan siswa, apakah sudah mampu untuk berpikir abstrak atau belum. Penerapan suatu model yang sederhana dan yang kompleks tentu sangat berbeda, dan keduanya berkaitan dengan tingkatan kemampuan berpikir dan berperilaku siswa pada setiap jenjangnya. Semakin
tinggi
tingkat
berpikirnya,
maka
pemilihan
model
pembelajaran yang diterapkan dapat semakin kompleks, ini berkaitan dengan pemahaman siswa, pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya, serta kebutuhan akan aktualisasi diri yang bersifat lebih kompleks. b) Tingkat Intelektualitas Pada bagian ini yang dimaksud dengan tingkat Intelektualitas, mencakup gaya belajar dan daya serap siswa dalam mengolah informasi dan menyerap substansi pembelajaran yang dilakukan. Haryanto (2011) menyatakan bahwa gaya belajar adalah melalui apa siswa mampu menangkap dan memahami
22
pembelajaran. kategorinya antara lain gaya belajar auditori, visual, atau audio visual. Daya serap adalah seberapa cepat dan seberapa besar kemampuan siswa
salam
menyerap informasi, dan proses pembelajaran secara
keseluruhan. Suatu kelas tidak menutup kemungkinan terdapat rentang yang terlalu lebar terkait gaya belajar dan daya serap siswa. Rentang yang terlalu lebar tersebut akan menimbulkan suatu gap dalam pelaksanaan pembelajaran. Sebagian siswa mungkin terlalu cepat menangkap informasi namun sebagian yang lain justru sulit dan lamban dalam menangkap informasi. Oleh karena itu, pemilihan model belajar yang mampu menengatasi gap dan menyatkan perbedaan dengan bentangan yang luas menjadi suatu keharusan bagi guru, dalam menentukan model pembelajaran yang efektif dan efisien. 2) Faktor Dinamika Kelas a) Jumlah Siswa Menurut Iriani (2013) jumlah sisa dalam kelas perlu menjadi pertimbangan dalam pemilihan model pembelajaran yang tepat. Pemerintah telah mengeluarkan aturan baku mengenai standar jumlah siswa dalam satu kelas, namun kenyataannya aturan tersebut masih belum dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Kekurangan jumlah siswa dalam satu kelas disebabkan karena minat dan berbagai alasan lain, sehingga terjadi kekurangan siswa. Lain halnya dengan kelas yang jumlah siswanya justru over capacity. Masih banyak sekolah-sekolah yang menerima murid dalam jumlah besar namun tidak memiliki kapasitas ruang yang memadai, sehingga dalam satu ruangan kelas dipenuhi oleh jumlah siswa yang melebihi dari 32 orang. Kelas yang jumlah siswanya melampaui batas, guru akan kewalahan mengampau pembelajaran. Pencapaian tujuan belajar akan menjadi lebih sulit karena ketidakseimbangan antara porsi maksmal perhatian dan penanganan yang dapat diberikan guru, dengan kondisi besarnya jumlah siswa yang akan menimbulkan berbagai keruwetan. Kelas yang over capasity cenderung sulit
23
diatur, gaduh, dan siswa sulit untuk memfokuskan perhatian secara konsisten terhadap pelaksanaan pembelajaran dan berbagai masalah lainnya. Pemilihan model yang tepat akan mampu menciptakan suasana pembelajaran yang memberdayakan, artinya, dengan penggunaan model tersebut setiap siswa tidak luput dari perolehan peran dan porsi keterlibatan dalam pembelajaran. b) Karakter Kelas Pemilihan model pembelajaran harus memperhatikan karakter kelas. Arifin (2013) menyatakan bahwa karakter kelas menyangkut sifat dan sikap siswa dalam tataran umum untuk ruang lingkup kelas. Guru harus memiliki ketajaman pandangan dan mampu menilai karakter yang dimiliki oleh kelaskelas yang diampunya. Setiap kelas memiliki karakternya masing-masing. Salah satu ketrampilan wajib seorang guru adalah dalam hal penguasaan kelas. Penguasaan kelas bukan diartikan guru dominan dan diktatoris, tapi guru sangat mengenali dan memahmi secara mendalam karakter kelas yang diampunya. 3) Faktor Ketersediaan Fasilitas Pembelajaran Fasilitas
pembelajaran
berfungsi
untuk
memudahkan
proses
pembelajaran dan pemenuhan kebutuhan proses pembelajaran. Bagi sekolah yang telah memiliki fasilitas pembelajaran yang lengkap, ketersediaan fasilitas belajar bukan lagi suatu kendala. Namun demikian tidak semua sekolah memiliki fasilitas pembelajaran dengan standar yang diharapkan. Keadaan tersebut hendaknya tidak menjadi suatu hambatan bagi guru dalam merancang pembelajaran yang tetap mampu menjangkau tujuan pembelajaran. Kondisi tertentu, guru-guru memiliki semangat dan komitmen yang kuat tetap mampu menyelenggarakan pembelajaran yang menarik, menyenangkan, dan mampu mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkakan. 4) Faktor Tujuan Pembelajaran yang Hendak Dicapai Majid (2013) menyatakan bahwa setiap pelaksanaan pembelajaran tentu memiliki tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Penyelenggaraan pembelajaran bertujuan agar peserta didik sebagai warga belajar dan
24
memperoleh pengalaman belajar dan menunjukkan perubahan perilaku, dimana perubahan tersebut bersifat positif
dan bertahan lama. Kalimat
tersebut dapat dimaknai bahwa pembelajaran yang berhasil adalah pembelajaran yang tidak hanya akan menambah pengetahuan siswa tetapi juga berpengaruh terhadap sikap dan cara pandang siswa terhadap realitas hidup. Penggunaan model yang tepat, tujuan pembelajaran yang mencakup pembangunan individu di ketiga ranah kognitif, afektif dan psikomotorik dapat tercapai dengan hasil yang memuaskan. 5) Faktor Materi Pembelajaran Majid
(2013)
menyatakan
bahwa
materi
pelajaran
dapat
dikelompokkann atas mata pelajaran vokasional yaitu mata pelajaran yang membina kecakapan tertentu yang menjabat suatu jabatan dan mata pelajaran yang bersifat nonvokasional atau mata pelajaran yang membina pengetahuan umum, hal yang perlu diperhatikan dalam penyampaian materi pembelajaran adalah apa materinya (what), seberapa banyak (how much), dan bagiamana tingkat kesulitan (how hard) materi yang hendak dipelajari. 6) Faktor Alokasi Waktu Pembelajaran Pemilihan model pembelajaran yang tepat juga harus memperhitungkan ketersediaan waktu. Rancangan belajar yang baik adalah penggunaan alokasi waktu yang dihitung secara terperinci, agar pembelajaran berjalan dengan dinamis, tidak ada waktu terbuang tanpa arti. Kegiatan pembukan, inti dan penutup disusun secara sistematis. Kegiatan inti meliputi tahap eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi mengambil bagian waktu dengan porsi terbesar dibandingkan dengan kegiatan pembuka dan penutup (Arifin, 2013)
4. Model SETS Yoruk, Morgil, dan Secken (2009) dalam jurnalnya mengemukakan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan akan mempengaruhi teknologi, lingkungan, teknologi dan masyarakat secara positif dan negatif. Ilmu akan berkembang seiring dengan kebutuhan masyarakat dan teknologi, hal ini merupakan penerapan
25
ilmu pengetahuan secara teoristis. Dampak dari perkembangan ini mempengaruhi cara menyampaikan pengetahuan pada proses belajar mengajar. Filosofi pendidikan yang paling tepat bisa dijelaskan melalui pendekatan Sains, Teknologi, Masyarakat, dan Lingkungan. Pendekatan ini berpusat pada siswa, berbeda dengan pembelajaran tradisional, peran aktif siswa sangat diperlukan. Kajian ini memungkinkan siswa untuk berlatih, mengadakan penelitian, mengkaji, dan mengamati. Pendekatan Sains Teknologi dan Masyarakat (SETS) dalam pandangan ilmu-ilmu sosial dan humaniora, pada dasarnya memberikan pemahaman tentang kaitan antara sains teknologi dan masyarakat, melatih kepekaan penilaian peserta didik terhadap dampak lingkungan sebagai akibat perkembangan sains dan teknologi. Tujuan pendekatan SETS adalah untuk membentuk individu yang memiliki literasi sains dan teknologi serta memiliki kepedulian terhadap masalah masyarakat dan lingkungannya (Poedjiadi, 2005). Menurut Raja (2009), keputusan yang dibuat oleh masyarakat biasanya memerlukan penggunaan teknologi untuk melaksanakannya. Bahkan, masyarakat dan ilmu pengetahuan menggunakan teknologi sebagai sarana untuk menyimpan informasi. Peranan penting yang dimiliki oleh teknologi dapat berfungsi sebagai sarana tindakan dan penyidikan dalam model SETS. Teknologi merupakan suatu perangkat keras ataupun perangkat lunak yang digunakan untuk memecahkan masalah bagi pemenuhan kebutuhan manusia. Masyarakat adalah sekelompok manusia yang memiliki wilayah, kebutuhan, dan norma-norma sosial tertentu. Sains,
teknologi
dan
masyarakat
satu
sama
lain
saling
berinteraksi.
Widyatiningtyas (2009), pendekatan SETS dapat menghubungkan kehidupan dunia nyata anak sebagai anggota masyarakat dengan kelas sebagai ruang belajar sains. Proses pendekatan ini dapat memberikan pengalaman belajar bagi anak dalam mengidentifikasi potensi masalah, mengumpulkan data yang berkaitan dengan masalah, mempertimbangkan solusi alternatif, dan mempertimbangkan konsekuensi berdasarkan keputusan tertentu.
26
Bernadate et al. (2005) melaporkan, bahwa pendekatan SETS merupakan model berbasis konteks yang memiliki peranan yang sangat penting dalam memotivasi anak dan mengembangkan keaksaraan ilmiah mereka berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap anak laki-laki dan perempuan yang berkemampuan rendah. Sintaks model pembelajaran pembelajaran STM (Sains, Teknologi, Masyarakat) disajikan pada Gambar 2.1 yaitu: Tahap 1 Pendahuluan: Inisiasi/Invitasi/Apersepsi/ Eksplorasi Terhadap Siswa Tahap 2 Pembentukan Dan Pengembangan Konsep Tahap 3 Aplikasi Konsep
Tahap 4 Pemantapan Konsep Tahap 5 Penilaian
Gambar 2.1. Sintaks Model Pembelajaran STM (Poedjiadi, 2005) Langkah-langkah pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) menurut Poedjiadi (2005) adalah sebagai berikut : a. Tahap Inisiasi Pada tahap pendahuluan dapat mengunakan tahap inisiasi yaitu dikemukakan isu-isu atau masalah-masalah yang ada di masyarakat dapat digali dari melalui siswa, tetapi apabila tidak berhasil memperoleh tanggapan dari siswa guru dapat mengemukakannya sendiri, selain menggunakan tahap inisiasi dapat digunakan tahap apersepsi dalam kehidupan yaitu mengaitkan peristiwa yang diketahui siswa, dengan materi yang akan dibahas, sehingga
27
tampak adanya kesinambungan pengetahuan, karena diawali dengan hal-hal yang telah diketahui siswa sebelumnya yang ditekankan pada keadaan yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan tahap inisiasi memusatkan perhatian pada pembelajaran. b. Tahap Pembentukan Konsep Proses pembentukan konsep dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan dan metode. Misalnya pedekatan ketrampilan proses, pendekatan sejarah, pendekatan kecakapan hidup, metode demonstrasi, eksperimen, eksperimen di laboratorium, diskusi kelompok, bermain peran dan lain-lain. c. Tahap Aplikasi Konsep Tahap aplikasi konsep yang telah dipahami siswa dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Aplikasi konsep berupa teknologi yang diturunkan dari konsep sains dan upaya pemeliharaan produk teknologi yang berpotensi mengakibatkan dampak negatif bagi kehidupan dan masyarakat. d. Tahap Pemantapan Konsep Proses pembentukan konsep, analisis isu, dilaksanakan dengan guru meluruskan jika ada miskonsepsi selama kegiatan belajar berlangsung, apabila selama kegiatan belajar tidak muncul adanya miskonsepsi yang terjadi pada siswa setelah analisis isu dan masalah, guru tetap melakukan pemantapan konsep. e. Tahap Penilaian Guru menilai kemampuan ketrampilan kognitif, psikomotorik dan afektif. Langkah-langkah pembelajaran SETS menurut beberapa pakar atau praktisi pendidikan mengenai SETS, diketahui masing-masing proses pembelajaran SETS memiliki tahapan-tahapan yang berbeda, namun pada dasarnya adalah sama yaitu bermuara pada analisis manfaat dan kerugian terhadap lingkungan dan masyarakat. Pada penelitian ini digunakan proses pembelajaran SETS atau yang disebut STM dalam Poedjiadi (2005) memiliki tahapan yang jelas, dan
28
komunikatif, serta sesuai jika diadaptasi dalam tahapan penyusunan model pembelajaran. Menurut Binadja (2005), sejumlah karakteristik pendekatan SETS yang perlu dipahami di dalam penerapan pembelajaran sains adalah: a) Tetap memberi pengajaran dan pembelajaran sains; b) Peserta didik dibawa ke situasi untuk memanfaatkan konsep sains ke bentuk teknologi untuk kepentingan masyarakat; c) Peserta didik diminta untuk berpikir tentang berbagai kemungkinan akibat yang terjadi dalam proses pentransferan sains tersebut ke bentuk teknologi; d) Peserta didik diminta untuk menjelaskan keterhubungkaitan antara unsur sains yang dibincangkan dengan unsur-unsur lain dalm SETS yang mempengaruhi berbagai keterkaitan antar unsur tersebut; e) Peserta didik dibawa untuk mempertimbangkan manfaat atau kerugian penggunaan konsep sains tersebut; f) Berdasarkam konteks kontruktivisme, peserta didik dapat diajak berbincang tentang SETS dari berbagai macam arah dan dari berbagai macam titik awal tergantung pengetahuan dasar yang dimiliki oleh peserta didik bersangkutan. Pendidikan bervisi SETS memberi peluang kepada peserta didik untuk berpikir komprehensif dan mengintegrasikan berbagai macam persoalan yang ada maupun yang dapat diramalkan akan timbul akibat kondisi tertentu (Binadja, 1999). SETS memiliki makna pengajaran sains yang dikaitkan dengan unsur lain dalam SETS, yaitu lingkungan, teknologi, dan masyarakat. Sains tidak berdiri sendiri di masyarakat karena keterkaitan dan ketergantungannya pada unsur-unsur tersebut. Menurut Binadja (1999) dianjurkannya visi dan pendekatan SETS karena memiliki kelebihan, diantaranya yaitu siswa mendapatkan peluang untuk memperoleh
pengetahuan
sekaligus
kemampuan
berfikir
dan
bertindak
berdasarkan hasil analisis dan sintesis yang bersifat komprehansif dengan memperhitungkan aspek sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat sebagai satu kesatuan tak terpisah. Keterkaita antara unsur SETS disajikan pada Gambar 2.2.
29
Society
Science
Environment
Technology
Gambar 2.2. Keterkaitan Antara Unsur SETS yang Berpusat pada Science (Binadja, 1999) Pengajaran SETS harus memberi peserta didik pemahaman tentang peranan lingkungan terhadap sains, teknologi, dan masyarakat agar peserta didik dapat memanfaatkan pengetahuan yang dipelajarinya. Fokus pengajaran SETS yaitu bagaimana cara membuat peserta didik agar dapat melakukan penyelidikan untuk mendapatkan pengetahuan yang berkaitan dengan sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat yang saling berkaitan. Meminta peserta didik melakukan penyelidikan, berarti memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan lebih jauh pengetahuan yang telah mereka peroleh agar mereka dapat menyelesaikan masalah-masalah yang diperkirakan akan timbul di sekitar kehidupannya (Binadja 1999). a. Kelebihan Model Pembelajaran SETS Menurut Binadja (1999) dianjurkannya visi dan pendekatan SETS karena memiliki kelebihan, diantaranya yaitu siswa mendapatkan peluang untuk memperoleh
pengetahuan
sekaligus
kemampuan
berfikir
dan
bertindak
berdasarkan hasil analisis dan sintesis yang bersifat komprehansif dengan memperhitungkan aspek sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat sebagai satu kesatuan tak terpisah. Pengaitan pembelajaran sains dengan teknologi, lingkungan, dan masyarakat sangat perlu dilakukan. Hal ini akan membawa peserta didik pada kepemilikan kemampuan atau kompetensi sesuai jenjang pendidikan yang dilalui. Selain itu dapat diperoleh beberapa manfaat, antara lain: (1) penerapan konsep
30
sains yang dipelajari secara langsung dengan mengalihkan kebentuk teknologi tertentu; (2) implikasi positif maupun negative dari ahli sains ke bentuk teknologi tersebut terhadap lingkungan dan masyarakat; (3) kompetensi yang diharapkan diperoleh melalui Kurikulum 2013 secara otomatis akan diperoleh melalui model pembelajaran SETS sesuai jenjang pendidikan peserta didik; (4) pembelajaran menjadi lebih bermakna karena proses pembelajaran tidak terfokus pada pembelajran sains murni; (5) peserta didik menjadi terbiasa untuk berpikir kritis dan komprehensif melalui model pembelajaran SETS; (6) peserta didik menjadi terbiasa untuk melakukan kegiatan belajar yang bersifat produktif melalui bentukbentuk penerapan sains ke produk teknologi yang ramah lingkungan; (7) peserta didik masih tetap mempelajari konsep-konsep sains secara mendasar sesuai kebutuhan untuk jenjang yang dilalui tersebut sebagaimana diharapkan dalam kurikulum (Binadja, 1999). b. Kekurangan Model Pembelajaran SETS Kekurangan model pembelajran SETS antara lain: (1) guru harus benarbenar menguasai hubungan materi dengan lingkungan, teknologi dan dampak pada masyarakat yang ada; (2) model pembelajaran SETS ini dibutuhkan waktu yang lebih panjang untuk dapat membahas secara detail; (3) model pembelajaran SETS membutuhkan waktu ekstra bagi siswa maupun guru untuk mengetahui dampak yang terjadi pada lingkungan maupun masyarakat (Binadja, 1999).
5. Entrepreneurship (Kewirausahaan) Wirausaha berasal dari kata entrepreneur. Kata entrepreneur secara tertulis digunakan pertama kali oleh Savary (1723) etrepreneur adalah orang yang membeli barang dengan harga pasti, meskipun orang itu belum mengetahui berapa harga barang (atau guna ekonomis) itu akan dijual. Kewirausahaan adalah mental dan sikap jiwa yang selalu aktif berusaha meningkatkan hasil karyanya dalam arti meningkatkan penghasilan. Suryana (2007) menyatakan bahwa kewirausaaan adalah kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar, kiat dan sumber daya untuk mencari peluang
31
menuju sukses. Menurut Wiedy (2010) proses kewirausahaan dimulai dari mengeksplorasi berbagai aspek tentang permasalahan kewirausahaan untuk mengidentifikasi harapan-harapan dan kemungkinan adanya kesempatan bersaing atau kesempatan untuk memperoleh keunggulan kompetitif (competitive advantage)
di
dalam
memulai
dan
mengelola
bisnis
kewirausahaan
(entrepreneurial venture), pengambilan keputusan dan melakukan aktivitas sebagai suatu tindakan yang dilakukan oleh wirausaha (entrepreneurship in action). Proses kewirausahaan meliputi hal-hal yang tidak sekedar melaksanakan kegiatan pemecahan masalah dalam sebuah posisi manajemen. eorang wirausaha perlu mencari, mengevaluasi, serta mengembangkan peluang-peluang dengan jalan mengatasi sejumlah kekuatan yang menghalangi penciptaan sesuatu hal yang baru. Berdasarkan pendapat beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa kewirausahaan adalah proses usaha kreatif dan inovatif dalam mencapai sesuatu yang baru, memiliki nilai tambah, manfaat serta dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sementara wirausaha adalah orang yang menciptakan suatu bisnis baru dalam menghadapi resiko dan ketidakpastian dengan maksud untuk memperoleh keuntungan dan pertumbuhan dengan cara mengenali peluan usaha dan mengkombinasikan sumber-sumber daya yang diperlukan untuk memanfaatkan peluang tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Suharti, dkk (2011) mendapatkan hasil bahwa niat berwirausaha dipengaruhi oleh faktor-faktor sikap dan faktor-faktor konseptual. Faktor-faktor sikap terdiri dari faktor otonom dan otoritas, realisasi diri, keyakinan, dan jaminan keamanan. Faktor faktor konseptuan terdiri dari dukungan akademik dan dukungan sosial. Caecilia (2012) membagi faktor-faktor yang mempengaruhi niat berwirausaha seseorang kedalam tiga variable yaitu: sikap (attitude), norma subjektif (subjective norm) dan kontrol pelaku (perceived behavioral control). Berdasarkan beberapa hasil penelitian diatas, dapat disimpulkan bahwa secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi intense (niat) berwirausaha
32
seseorang dapat dikelompokkan menjadi tiga faktor yantu internal dan eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri seseorang, seperti pola pikir, keyakinan, kreatifitas, kemandirian, dan keberanian mengambil resiko. Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar seperti norma subjektif, lingkungan sosial dan lingkungan pendidikan. Aplikasi pendidikan kewirausahaan dapat dilakukan dengan menanamkan jiwa kewirausahaan pada siswa yang dapat dikembangkan berdasarkan prinsipprinsip yang berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan siswa
dan
lingkungannya,
dengan
cara
mengintegrasikan
pendidikan
kewirausahaan dalam proses pembelajaran. Suatu Negara akan maju jika terdapat wirausaha (entrepreneur) sedikitnya 2%, dari jumlah penduduk. Wirausaha merupakan cara efektif untuk mengatasi ketimpangan antara kebutuhan kerja dan lapangan pekerjaan yang tersedia. Namun, sejauh ini pengetahun tentang wirausaha diberikan pada siswa di sekolah kejuruan atau SMK sedangkan pengetahuan wirausaha masih kurang diberikan kepada siswa SMA. Hal ini dapat dilihat dari masih sedikitnya lulusan SMA yang memilih menajadi wirausaha, mayoritas memilih mencari dan melamar pekerjaaan. Memberikan pengetahuan wirausaha diharapkan dapat menjadi tambahan skill bagi siswa yang telah lulus nanti. Jadi dapat dipahami pengetahuan tentang wirausaha dapat dilatihkan baik di Sekolah Menengah Atas (SMA) maupun Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Tujuannya agar paradigma berpikir siswa berubah, yakni berubah dari pola pikir (mindset) jika lulus sekolah akan melamar pekerjaan/pegawai, menjadi pola pikir termotivasi bahwa setelah mereka lulus sekolah akan menjadi wirausahan atau berniat untuk berwirausaha.
6. Teknik Mind Mapping Peta pemikiran (mind map) dikemukakan dan dikembangklan oleh pakar tentang otak (minder) oleh Tony Buzan pada awal 1970. Tony Buzan mengembangkan media berpikir ini sebagai alternative minder keseluruhan untuk berpikir linier. Mind Mapping merupakan cara yang mudah untuk mengakses
33
potensi yang luar biasa dari minder dengan mempresentasikan pikiran melalui kata kunci. Buzan (2007) Mind Mapping dapat diartikan sistem revolusioner dalam perencanaan dan pembuatan catatan yang telah mengubah hidup jutaan orang di seluruh dunia. Pembuatan Mind Mapping didasarkanpada cara kerja alamiah otak dan mampu menyalakan percikan-percikan kreatifitas dalam otak karena melibatkan kedua belahan otak kita. Menurut Porter & Hernacki (2008) Mind Mapping juga dapat disebut dengan peta pemikiran. Mind Mapping juga merupakan metode mencatat secara menyeluruh dalam satu halaman. Mind Mapping menggunakan pengingat visual dan sensorik dalam suatu pola dari ide-ide yang berkaitan. Peta pikiran atau Mind Mapping pada dasarnya menggunakan citra visual dan prasarana grafis lainnya untuk membentuk kesan pada otak. Metode Mind Mapping adalah metode baru untuk mencatat yang bekerjanya disesuaikan dengan bekerjanya dua belah otak (otak kiri dan otak kanan). Metode ini mengajarkan untuk mencatat tidak hanya menggunakan gambar atau warna. Mind Mapping adalah cara mencatat yang kreatif, efektif dan secara harfiah akan memetakan pikiran-pikiran. Mind Mapping juga merupakan peta rute yang memudahkan ingatan dan memungkinkan untuk menyusun fakta dan pikiran, dengan demikian cara kerja alami otak dilibatkan sejak awal. Ini berarti mengingat informasi akan lebih mudah dan lebih bisa diandalkan dari pada menggunakan teknik mencatat tradisional. Menurut Buzan (2009), metode Mind Mapping dapat dimanfaatkan atau berguna untuk berbagai bidang termasuk bidang pendidikan. Kegunaan metode Mind Mapping dalam bidang pendidikan antara lain: a) Merangsang bekerjanya otak kiri dan kanan secara sinergis; b) Membebaskan diri dari seluruh jeratan aturan ketika mengawali belajar; c) Membantu seseorang mengalirkan diri tanpa hambatan; d) Membuat rencana atau kerangka cerita; e) Mengembangkan sebuah ide; f) Membuat perencanaan sasaran pribadi; g) Memulai usaha baru; h) Meringkas isi sebuah buku; i) Fleksibel; j) Dapat memusatkan perhatian; k) Meningkatkan pemahaman; l) Menyenangkan dan mudah diingat. Membuat Mind Mapping membutuhkan imajinasi aatu pemikiran, adapun cara pembuatan Mind
34
Mapping adalah : a) Mulailah dari tengah kertas kosong; b) Gunakan gambar (simbol) untuk ide utama; c) Gunakan berbagai warna; d) Hubungan cabangcabang utama ke gambar pusat; e) Buatlah garis hubung yang melengkung; f) Gunakan satu kata kunci untuk setiap garis; g) Gunakan gambar. Membuat Mind Mapping juga diperlukan keberanian dan kreativitas yang tinggi. Variasi dengan huruf kapital, warna, garis bawah atau simbol-simbol yang menggambarkan poin atau gagasan utama. Menghidupkan Mind Mapping yang telah dibuat akan lebih mengesankan. Contoh Mind Mapping disajikan pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3. Contoh Mind Mipping. (www.blogspot.com) a. Collaborative Mind Mapping Teknik Collaborative Mind Mapping
merupakan mengembangan dari
teknik Mind Mapping. Teknik Mind Mapping adalah cara mengembangkan kegiatan berpikir kesegala arah, menangkap berbagai pikiran dalam berbagai sudut. Mand Maping mengembangkan cara berpikir devergen dan berpikir kreatif (Buzan, 2008). Teknik Mind Mapping membantu siswa untuk menjabarkan satu persatu unsur-unsur SETS dan entrepreneurship yaitu Science, Environment, Technologi, Society dan Entrepreneurship. Melalui model pembelajaran SETS diharapkan siswa dapat mengkaitkan unsur-unsur yang terdapat dalam SETS. Unsur-unsur SETS dan entrepreneurship yang telah dijabarkan menjadi 5 Mind Mapping akan dikolaborasikan menjadi satu Mind Mapping yang bisa disebut dengan Colaborative Mind Mapping. Colaborative Mind Mapping akan membantu siswa menghubungkan keterkaitan antara 5 unsur yang terdapat dalam
35
SETS dan entrepreneurship yaitu unsur (Science, Environment, Technologi, Society dan Entrepreneurship) sehingga diharapkan siswa akan lebih kreatif dan lebih memahami konsep yang telah diterima. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Correia et.al. (2009) yang menggunakan Collaborative Concept Maps untuk memungkinkan siswa mengeksplorasi keragaman pendapat dari kelompok yang heterogen. Contoh CCM disajikan pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4. Contoh CCM (Correia et al., 2009) 7. Literasi Lingkungan Pendidikan lingkungan adalah sebuah proses yang komprehensif untuk menolong manusia memahami lingkungannya dan isu yang terkait (NAAEE, 2001). Lieberman (1998) berpendapat bahwa pendidikan lingkungan memiliki strategi sebagai berikut; 1) memberikan pengalaman belajar hands-on melalui kegiatan berbasis proyek; 2) mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan apresiasi terhadap lingkungan hidup. Pendidikan lingkungan dapat dilaksanakan di luar kelas. Pendidikan lingkungan merupakan pendidikan untuk menghasilkan warga Negara yang dilengkapi dengan literasi lingkungan (Hungerford, Peyton and
36
Wilk, 1983). Roth (1992) menggambarkan literasi lingkungan sebagai kemampuan untuk memahami dan menafsirkan kesehatan sistem lingkungan dan kemudian mengambil tindakan untuk memperbaiki, memulihkan atau memelihara sistem tersebut. Literasi lingkungan tercermin dalam perilaku yang dapat diamati dan tindakan, bukan hanya pendapat dari individu. Literasi lingkungan merupakan kemampuan yang dimiliki setiap individu untuk
berprilaku
baik
dalam
kesehariannya,
dengan
menggunakan
pemahamannya terhadap kondisi lingkungan. Aspek-aspek literasi lingkungan yang harus dimiliki siswa untuk menguasai literasi lingkungan antara lain aspek pengetahuan, keterampilan, sikap, dan tingkah laku (Simmons, 1995). Konteks literasi lingkungan diambil dari kerangka literasi lingkungan PISA dan digunakan untuk pengembangan soal dalam AELIEES (Assesing the Environmental Literacy of Intro Environmental Science Students) (Hogden, 2010). Adapun konteks literasi lingkungan sebagai berikut:
Tabel 2.1 Konteks Literasi Lingkungan (Hogden, 2010). Keanekaragaman
Lokal Tumbuhan dan hewan
Regional Spesies yang terancam punah, hilangnya habitat, spesies invasif eksotik
Pertumbuhan Penduduk
Pertumbuhan, kelahiran/kematian, emigrasi, imigrasi
Mempertahankan populasi manusia, distribusi penduduk, kelebihan penduduk
Sumber Alam
Bahan pemakaian pribadi
Produksi dan distribusi makanan, air, energi
Kualitas Lingkungan dan Kesehatan
Dampak dari pemakaian dan pembuangan bahan-bahan di udara dan kualitas air Keputusan tentang perumahan di daerah rawan
Pembuangan limbah dan sampah, dampak terhadap slingkungan
Bencana Alam dan Cuaca
Perubahan yang sangat cepat (misalnya: gempa bumi) perubahan yang
Global Kelestarian ekologi, pemanfaatan yang berkelanjutan dari spesies Pertumbuhan penduduk, kemasyarakatan, ekonomi, dan konsekuensinya terhadap lingkungan Pemanfaatan sumber daya terbarukan dan tidak terbarukan Kelestarian ekosistem
Perubahan iklim, peristiwa cuaca ekstrim
37
Ekstrim
Penggunaan Lahan
banjir, pasang surut dan kerusakan akibat angin Konservasi lahan pertanian dan daerah alam
lambat (misalnya: erosi pantai), resiko dan manfaat Dampak pembangunan dan pengalihan air, daerah aliran sungai dan dataran yang banjir
Produksi dan hilangnya lapisan atas tanah, hilangnya lahan
8. Materi Pencemaran a. Pengertian Pencemaran Lingkungan Pencemaran lingkungan merupakan masuknya bahan polutan berbahaya ke dalam lingkungan. Menurut UU No. 23 Tahun 1997 pasal 1 ayat 12, pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. b. Macam - macam Pencemaran Lingkungan Macam-macam pencemaran berdasarkan tempat terjadinya dibedakan sebagai berikut : 1) Pencemaran Air Pencemaran air adalah masuknya makhluk hidup atau zat lain ke dalam air yang menyebabkan kualitas air menurun ke tingkat tertentu, sehingga tidak dapat berfungsi sesuai peruntukannya. Menentukan bahwa air telah tercemat atau belum dapat diketahui dengan melakukan pengujian terhadap tiga parameter, yaitu: a) Parameter Fisik, meliputi kandungan partikel padat, zat padat terlarut, kekeruhan, warna, bau, suhu, dan pH air. Air normal yang dapat dikonsumsi memiliki sifat tidak berbau, tidak berwarna, dan tidak berasa. Air normal memiliki pH sekitar 6,5 – 7,5; b) Parameter Kimia, meliputi BOD (biochemical oxygen demand), COD (chemical oxygen demand), dan DO (dissolved oxygen). Kandungan zat atau senyawa kimiawi, misalnya amonia bebas, nitrogen organik,nitrit, nitrat, fosfor organik, fosfor anorganik, sulfat, klorida, belerang, logam
38
dan gas, juga dapat dijadikan indikator pencemaran air; c) Parameter Biologi, digunakan untuk mengetahui jenis dan jumlah mikroorganisme air yang dapat menyebabkan penyakit, contohnya Escherichia coli, Vibrio cholerae, Salmonella typhosa, dan Entamoeba histolytica. Sumber pencemaran air dapat dibedakan sebagai berikut : a) Limbah domestik, yaitu limbah yang berasal dari perumahan, pusat perdagangan, perkantoran, hotel, rumah sakit, dan tempat umum lainnya; b) Limbah industri, yaitu limbah yang berasal dari industri (pabrik); c) Limbah pertanian, yaitu limbah dari kegiatan pertanian berupa pupuk kimia dan pestisida; d) Limbah pertambangan, yaitu limbah yang berasal dari area pertambangan. Terjadinya pencemaran berkaitan dengan aktifitas menusia. Pencemaran air dapat mengganggu kelangsungan hidup makhluk hidup di air karena adanya zat polutan menyebabkan merosotnya kualitas air dan berkurangnya oksigen dalam air, sehingga mengganggu biota yang ada didalamnya. Upaya yang dapat ditempuh untuk menanggulangi pencemaran air yaitu : a) Membuat slogan tentang pentingnya menjaga lingkungan air (sungai, laut, danau) untuk mengedukasi masyarakat, b) Membersihkan sungai secara bertahap dengan kerjasama antara pemerintah dan masyarakat, c) Menerapkan teknologi modern untuk mengurangi pencemaran air.
2) Pencemaran Tanah Pencemaran tanah adalah masuknya makhluk hidup atau zat lain ke dalam tanah yang menyebabkan kualitas tanah menurun ke tingkat tertentu sehingga tidak dapat berfungsi sesuai peruntukannya. Pencemaran tanah terjadi secara langsung dan tidak langsung. Pencemaran tanah secara langsung terjadi bila zat pencemar langsung mencemari
tanah, misalnya dari pengggunaan insektisida,
fungisida, herbisida, DDT (dikloro difenil trikloroetana), dan pupuk
39
kimiawi secara berlebihan. Pencemaran tanah secara tidak langsung terjadi melalui perantaraan udara dan air, misalnya limbah domestik dan industri dibuang ke sistem perairan lalu polutan tersebut terserap ke dalam tanah, atau zat sisa pembakaran dari pabrik dan kendaraaan bermotor yang terbuang ke udara lalu terbawa oleh air hujan dan masuk ke dalam tanah. Pencemaran tanah juga dapat terjadi akibat limbah yang tidak mudah terurai, misalnya plastik, kaca, sterofoam, dan kaleng. Dampak negatif pencemaran tanah akan mengakibatkan mematikan organisme di dalam tanah dan mengganggu porositas dan kesuburan tanah. Usaha yang dapat ditempuh dalam penanggulangan pencemaran tanah yaitu : a) Membuat slogan tentang pentingnya tanah untuk mengedukasi masyarakat. b) Penyimpanan, yaitu tanah yang terkontaminasi digali dan dibawa ke gudang penyimpanan untuk disimpan sementara sampai ditemukan cara mengolah yang tepat. c) Teknik insitu, yaitu pengolahan tanah terkontamonasi di tempat dengan konversi biologi dan kimia, pemisahan daerah terkontaminasi agar tidak mencemari lingkungan lainnya. d) Teknik eksitu, yaitu pengolahan tanah terkontaminasi digali dan diolah di suatu unit pengolahan, antara lain dapat dilakukan dengan cara memisahkan bahan pencemar dengan tanah, penguraian kontaminasi dengan mikroba, pemanfaatan energi panas yang dapat menguapkan kontaminan dari tanah, dan ekstraksi kontaminan dari tanah.
3) Pencemaran Udara Ketika jumlah komposisi gas di atmosfer meningkat sebagai hasil aktivitas manusia atau akibat peristiwa alam, maka akan terjadi ketidakseimbangan komposisi atmosfer bumi yang menyebabkan berbagai masalah lingkungan yang juga berdampak pada kesehatan manusia.
40
Perubahan komposisi atmosfer tersebut juga disebabkan masuknya berbagai polutan yang bukan merupakan komponen penyusun atmosfer, contohnya chlorofluorocarbon (CFC). Meningkatnya kegiatan industri atau penggunaan bahan bakar fosil untuk kendaraan bermotor menyebabkan semakin banyaknya polutan yang terbuang ke udara. Beberapa jenis sumber pencemar udara sebagai berikut: a) Karbon Monoksida (CO) CO merupakan gas pencemar udara yang beracun dan berbahaya bagi tubuh. Gas ini dapat berikatan dengan hemoglobin dalam tubuh sehingga pengikatan oksigen oleh darah menjadi terganggu. Keadaan ini dapat menimbulkan sakit kepala (pusing), mual-mual, mata berkunang-kunang, lemas dan bahkan kematian. Efek dari karbon monoksida dapat menyebabkan kematian. Enger dan Smith (2008) menyatakan bahwa dalam beberapa jam udara yang mengandung 0,0001% karbon monoksida dapat menyebabkan kematian karena melekat pada hemoglobin sehingga akan menumpuk pada waktu yang lama. b) Karbondioksida (CO2) CO2 diperlukan oleh tumbuhan dalam proses fotosintesis, tetapi jika jumlah CO2 di udara terlalu banyak, CO2 akan naik ke atmosfer dan menghalangi pemancaran panas dari bumi, sehingga panas dipantulkan kembali ke bumi. Akibatnya, bumi menjadi sangat panas. Peristiwa ini disebut efek rumah kaca (pemanasan global). Pemanasan global dapat mengakibatkan bahaya kekeringan hebat yang mengganggu kehidupan manusia dan mencairnya lapisan es di daerah kutub. Gas CO 2 berasal dari asap pabrik, pembakaran sampah, kebakaran hutan, dan asap kendaraan bermotor. Selain itu, efek rumah kaca juga dipicu oleh hasil pembakaran fosil (batu bara dan minyak bumi) yang berupa hasil buangan bentuk CO 2 dan sulfur belerang.
41
c) Hidrokarbon (HC) dan Nitrogen Oksida (NO) HC dan NO yang dipengaruhi oleh sinar matahari akan membentuk smog yang berupa gas yang sangat pedih jika mengenai mata dan juga sebagai penyebabpenyakit kanker. d) Sulfur Oksigen (SO) SO yang bereaksi dengan uap air di udara dapat menyebabkan hujan asam. Asam bersama air hujan akan jatuh ke bumi sebagai hujan asam yang dapat mengakibatkan kerusakan atau kematian hewan dan tumbuhan serta dapat merusak bangunan, khususnya yang terbuat dari kayu dan besi (memicu terjadinya perkaratan). e) Chloro Flourocarbon (CFC) CFC merupakan gas yang sukar terurai sehingga sulit dihilangkan dari udara. Gas CFC banyak digunakan sebagai bahan pengembang busa, pendingin (lemari es dan AC), aerosol, serta bahan penyemprot (hair spray dan parfum). Gas CFC bereaksi dengan lapisan ozon akan membentuk lubang ozon. Usaha yang dapat ditempuh dalam penanggulangan pencemaran udara yaitu : a) Membuat slogan tentang pentingnya menjaga udara; b) Mengurangi atau mengganti bahan bakar rumah tangga yang berasal dari fosil dengan bahan bakar yang ramah lingkungan; c) Menciptakan teknologi yang dapat membersihkan udara di sekitar kita; d) Menanam tumbuhan hijau di sekitar rumah dan berpartisipasi dalam penghijauan dan reboisasi. Gas-gas buangan pabrik perlu dibersihkan dahulu sebelum dikeluarkan ke udara bebas. Pembersihan dapat menggunakan alat tertentu, misalnya cotrell yang berfungsi untuk menyerap debu.
42
B. Penelitian yang Relevan Bernadete (2009) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa STSE efektif untuk peningkatan prestasi akademik, keterlibatan siswa di dunia nyata memberikan pengalaman yang lebih luas dan memberikan informasi baru untuk ilmu pendidikan. Pengembangan model SETS menjadi SETS dilengkapi dengan collaborative mind mapping diharapkan dapat meningkatkan prestasi akademik, keterlibatan siswa di dunia nyata memeberikan pengalaman yang luas dan memberiakn informasi baru untuk ilmu pendidikan. Keterlibatan siswa didunia nyata akan dapat meningkakat kepedulian siswa terhadap lingkungan sehingga literasi lingkungan siswa dapat diberdayakan. Yoruk et al. (2010) dalam penelitiannya menunjukkan hasil bahwa STSE produktif sebagai suatu metodologi pengajaran untuk peningkatan prestasi dan siswa dapat belajar lebih bermakna dari pada siswa yang menerima pengajaran secara tradisional. Penerapan model SETS dilengkapi dengan collaborative mind mapping diharapkan mampu meningkatkan prestasi belajar dan siswa dapat belajar lebih bermakna sehingga dapat memberdayakan literasi lingkungan siswa. Nugraha (2013) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa bahan ajar bervisi SETS yang dikembangkan memenuhi kriteria valid, efektif, praktis dan dapat meningkatkan kemampuan berpikif kritis. Pengembangan model SETS dilengkapi dengan collaborative mind mapping diharapkan dapat memenuhi kriteria valid, efektif, praktis dan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis. Pengembangan model yang valid, efektif, praktis diharapkan membantu memberdayakan literasi lingkungan siswa. Setyo, Ajib (2011) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa perangkat pembelajaran SETS pada materi fotosistesis sangat bermakna untuk meningkatkan aktivitas pembelajaran dan menumbuhkan kepeduluan terhadap lingkungan. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan model SETS dilengkapi dengan collaborative mind mapping diharapkan mampu meningkatkan aktivitas pembelajaran dan kepedulian terhadap lingkungan sehingga mampu memberdayakan literasi lingkungan siswa.
43
El-sayed Dadour dan El-Esery Ayman (2014) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa mind mapping efektif dalam pengembangan kemampuan membuat skema karangan dan tingkat keahlian menulis. Penerapan model SETS dilengkapi dengan collaborative mind mapping yang merupakan pengembangan dari mind mapping diharapkan dapat efektif dalam pengembangan kemampuan membuat skema karangan dan tingkat keahlian menulis. Yustina Rosmaini.S dan Yessi Wulandari (2010) menyatakan bahwa penggunaan teknik mind mapping dapat menarik minat, perhatian dan rasa ingin tahu siswa. Penerapan model SETS dilengkapi dengan collaborative mind mapping yang merupakan pengembangan dari mind mapping diharapkan dapat menarik minat, perhatian dan rasa ingin tahu siswa. Riswanto dan Pebri Prandika Putra (2012) menunjukkan bahwa mind mapping dapat memperbaiki keberhasilan menulis para siswa. Penerapan model SETS
dilengkapi
dengan
collaborative
mind
mapping
yang
merupakan
pengembangan dari mind mapping diharapkan dapat memperbaiki keberhasilan menulis para siswa. Farrand et al. (2002) dalam penelitiannya menunjukan bahwa mind mapping dapat meningkatkan memori jangka panjang. Penerapan model SETS dilengkapi dengan collaborative mind mapping yang merupakan pengembangan dari mind mapping dihadapkan dapat meningkatkan memori jangka panjang pada siswa. Goodnough et al. (2002) dalam penelitiannya menunjukkan mind mapping menjadi strategi yang berguna untuk memperkenalkan konsep-konsep baru. Penerapan model SETS dilengkapi dengan collaborative mind mapping diharapkan dapat membantu siswa memahami konsep-konsep baru yang dipelajari. D’Anton et al. (2005) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa teknik mind mapping memungkinkan siswa untuk lebih mengatur dan mengintegrasikan materi yang disajikan. Penerapan model SETS dilengkapi dengan collaborative mind mapping diharapkan siswa dapat lebih mengatur dan mengintegrasikan materi yang disajikan sehingga siswa lebih memahami konsep yang telah dipelajari.
44
Lieli Suharti dan Hani Sirine (2011) dalam penelitiannya menyatakan bahwa niat (intense) berwirausaha dipengaruhi oleh faktor sikap dan konseptual. Faktor sikap dan konseptual untuk menumbuhkan intense berwirausaha dalam model SETS dilengkapi dengan collaborative mind mapping dilatihkan melalui penggunaan collaborative mind mapping, sehingga diharapkan siswa dapat mengeluarkan ide-ide usaha untuk mengatasi permasalahan lingkungan dan literasi lingkungan siswa dapat meningkat. Tong at al. (2011) menyatakan bahwa intense berwirausaha merupakan representasi kognitif untuk mengeksploitasi peluang bisnis dengan menerapkan pembelajaran kewirausahaan (pengetahuan dan keterampilan). Pembelajaran model SETS dilengkapi dengan collaborative mind mapping merupakan pembelajaran aktif dan kreatif, sehingga diharapkan siswa dapat mengemukakan ide-idenya untuk menyelesaikan permasalahan dengan cara menemukan peluang usaha dari masalah tersebut sekaligus menjaga kondisi lingkungan agar tidak rusak. Manik (2013) dalam penelitiannya menyatakan bahwa intense berwirausaha salah satunya dipengaruhi oleh pola pikir berwirausaha (entrepreneurial misdset). Melalui penerapan model SETS dilengkapi dengan collaborative mind mapping diharapkan pelajaran dapat dijelaskan melalui Sains, Teknologi, Masyarakat, Lingkungan dan wirausaha. Ilmu pengetahuan, teknologi dan masyarakat yang berkembang juga diperlukan pola pikir wirausaha, dalam hal ini adalah pola pikir siswa agar tidak hanya berorientasi untuk mencari pekerjaan saja setelah lulus dari sekolah, melainkan untuk menciptakan lapangan pekerjaan atau menjadi seorang wirausaha yang dapat memanfaatkan barang yang tidak bernilai menjadi bernilai, sehingga tidak merusak lingkungan
45
C. Kerangka Berpikir Pembelajaran biologi yang mengacu pada tiga aspek (proses, produk, dan sikap ilmiah) sangat relevan dengan isi Kurikulum 2013 yaitu menekankan pada aspek sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan dan keterampilan. Aspek proses memiliki peranan penting dalam keberhasilan kegiatan belajar mengajar. Aspek proses dalam kegiatan belajar mengajar menuntut siswa untuk mengkonstruk konsep pengetahuan secara mandiri dan kegiatan belajar mengajar berfokus pada siswa. Model
pembelajaran merupakan kerangka
perencanaan
pembelajaran yang
menggambarkan bagaimana suatu prosedur sistematis yang digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Model pembelajaran meliputi pendekatan pembelajaran yang digunakan, tujuan yang ingin dicapai, tahapan pembelajaran, lingkungan belajar, dan pengelolaannya. Setiap model memerlukan sistem pengelolaan dan lingkungan belajar yang berbeda. Keadaan di lapangan model pembelajaran biologi pada materi pencemaran di sekolah cenderung teoritis karena menggunakan metode ceramah, diskusi dan tanya jawab. Siswa memerlukan pengalaman dalam belajar dan penekanan pada proses tidak hanya produk sehingga dapat sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013. Pendidikan lingkungan merupakan pendidikan untuk menghasilkan warga negara yang dilengkapi dengan literasi lingkungan (Hungerford, Peyton and Wilk, 1988). Literasi lingkungan merupakan kemampuan yang dimiliki setiap individu untuk berprilaku baik dalam kesehariannya, dengan menggunakan pemahamannya terhadap kondisi lingkungan. Literasi lingkungan pada siswa perlu diberdayakan agar siswa memiliki sikap peduli terhadap lingkungan. Salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah dengan pengembangan model SETS dilengkapi dengan collaborative mind mapping dengan sintaks yaitu: 1) Inisiasi melalui collaborative mind mapping ; 2) Pembentukan konsep; 3) Aplikasi konsep; 4) Pemantapan Konsep, dan 5) Penilaian. Bagan kerangka berpikir disajikan pada Gambar 2.5.
46
Bagan Kerangka Berpikir
Hasil Analisis Kebutuhan
SNP: gap terjadi pada standar proses yaitu 2,78%, dengan data ideal 13,89% dan data lapangan 11,11%
UN : Nilai UN materi Pencemaran tinggi yaitu: Sekolah (81,30); Kota/Kab (76,07); Prov (80,46); Nas (70,47)
PBM: kurang kontesktual,kura ng bermakna, kurang melatihkan KPS
Perangkat: kurang melatihkaniterasi lingkungan
Literasi Lingkungan : Rata-rata nilai literasi lingkungan kelas X MIA adalah 60,27
Bahan ajar: Kurang mealtihkan Literasi lingkungan
Studi Pustaka Kelemahan SETS: 1. Membutuhkan waktu lebih panjang untuk membahas secara detail (Binadja, 1999) 2. Siswa mengalami kesulitan untuk mengkaitkan unsur-unsur SETS (Sutarno, 2009)
Kelebihan SETS: 1. Melatih kepekaan penilaian siswa terhadap dampak lingkungan sebagai akibat perkembangan sains dan teknologi (Poedjiadi, 2005) 2. Memberi siswa pemahaman tentang peranan lingkungan terhadap sains, teknologi, dan masyarakat (Binadja, 19990
Kelebihan Mind Mapping: 1. Cara mencatat yang kreatif, efektif, dan secara harafiah akan memetakan pikiran 2. Memudahakan ingatan danmemungkinkan untuk menyusun fakta dan pikiran 3. Mengembangkan sebuah ide 4. Meningkatkan pemahaman 5. Memusatkan perhaian (Buzan, 2009)
Pengembangan Model Pembelajaran SETS (Science, Environment, Technology, Society) Dilengkapi dengan Collaborative Mind Mapping untuk Memberdayakan Literasi Lingkungan pada Materi Pencemaran
Literasi Lingkungan Meningkat
Gambar 2.5. Bagan Kerangka Berpikir