BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Investasi
2.1.1 Pengertian Investasi Investor biasanya menginvestasikan dananya melalui wahana yang diharapkan dapat memberikan return yang memadai dan pasar modal merupakan wahana alternatif bagi para investor. Penginvestasian pada pasar modal dalam hal ini adalah penempatan dana dalam bentuk saham-saham perusahaan. Definisi investasi secara umum adalah pengorbanan suatu nilai pada saat ini dengan tujuan untuk mendapatkan pengembalian di masa yang akan datang. Menurut Fahmi (2010), definisi investasi adalah : “Investasi adalah penempatan sejumlah dana pada saat ini dengan harapan untuk memperoleh keuntungan di masa mendatang.” Dari beberapa pengertian mengenai investasi diatas dapat peneliti simpulkan bahwa investasi adalah pengorbanan suatu nilai sekarang untuk mendapatkan suatu nilai yang akan datang yang mungkin tidak pasti. Bisa juga investasi adalah alat dimana dana dialokasikan dengan harapan bahwa mereka dapat mempertahankan atau meningkatkan nilai dan atau menghasilkan return yang positif. 2.1.2 Investasi Pada Sekuritas Para investor dapat menanamkan dananya pada berbagai jenis investasi yang tersedia. Salah satunya jenis investasi ini berupa investasi pada sekuritas atau financial assets. Pengertian ini telah dikemukakan oleh beberapa ahli manajemen keuangan seperti di bawah ini : Menurut Husnan (2001) sekuritas didefinisikan sebagai berikut : “Sekuritas adalah secarik kertas yang menunjukkan hak pemodal yakni pihak yang memiliki kertas tersebut untuk memperoleh bagian dari prospek atau kekayaan organisasi yang menerbitkan sekuritas tersebut.”
Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan oleh penulis bahwa sekuritas merupakan surat berharga dalam bentuk secarik kertas yang memberikan hak bagi para pemegang saham untuk memperoleh penghasilan ataupun keuntungan dan perusahaan yang menerbitkan surat berharga. 2.2
Pasar Modal
2.2.1 Definisi Pasar Modal Pasar modal sama seperti pasar pada umumnya, yaitu tempat bertemunya antara penjual dan pembeli. Di pasar modal, yang diperjualbelikan adalah modal berupa hak pemilikan perusahaan dan surat pernyataan hutang perusahaan. Menurut Sunariyah (2004), definisi pasar modal adalah sebagai berikut : “Pasar modal adalah tempat pertemuan antara penawaran dengan permintaan surat berharga.” Selain itu, pasar modal dapat didefinisikan sebagai tempat berbagai pihak, khususnya perusahaan menjual saham (stock) dan obligasi (bond), dengan tujuan dari hasil penjualan tersebut nantinya akan dipergunakan sebagai tambahan dana atau untuk memperkuat modal perusahaan (Fahmi, 2010). 2.2.2 Peranan Pasar Modal Pasar modal mempunyai peranan penting dalam suatu negara yang pada dasarnya mempunyai kesamaan antara satu negara dengan negara yang lain. Hampir semua negara di dunia ini mempunyai pasar modal, yang bertujuan menciptakan fasilitas bagi keperluan industri dan keseluruhan entitas dalam memenuhi permintaan dan penawaran modal. Menurut Sunariyah (2004) peranan pasar modal pada suatu negara dapat dilihat dari 4 segi sebagai berikut :
Sebagai fasilitas melakukan interaksi antara pembeli dengan penjual untuk menentukan harga saham atau surat berharga yang diperjualbelikan. Pasar modal memberikan kemudahan dalam melakukan transaksi sehingga kedua belah pihak dapat melakukan transaksi tanpa melalui tatap muka (pembeli dan penjual bertemu secara tidak langsung).
Pasar
modal memberi kesempatan kepada para pemodal untuk
mendapatkan hasil (return) yang diharapkan.
Pasar modal memberi kesempatan kepada investor untuk menjual kembali saham
yang
dimilikinya
atau
surat
berharga
lainnya.
Dengan
beroperasinya pasar modal para investor dapat melikuidasi surat berharga yang dimiliki tersebut setiap saat.
Pasar
modal menciptakan kesempatan kepada masyarakat
untuk
berpartisipasi dalam perkembangan suatu perekonomian. 2.3
Saham Suatu perusahaan dapat menjual hak kepemilikannya dalam bentuk saham
(stock). Jika perusahaan hanya mengeluarkan satu kelas saham saja, saham ini disebut dengan saham biasa (common stock). Untuk menarik investor potensial lainnya, suatu perusahaan mungkin juga megeluarkan kelas lain dari saham, yaitu yang disebut dengan saham preferen (preferred stock). Saham preferen mempunyai hak-hak prioritas lebih dari saham biasa. Hak-hak prioritas dari saham preferen yaitu hak atas dividen yang tetap dan hak terhadap aktiva jika terjadi likuidasi. Akan tetapi, saham preferen pada umumnya tidak mempunyai hak suara seperti yang dimiliki oleh saham biasa (Jogiyanto, 2003). 2.3.1 Pengertian Saham Saham adalah surat berharga yang paling populer diantara surat berharga yang ada di pasar modal. Karena dibanding investasi lain, saham memungkinkan pemodal untuk mendapatkan return atau keuntungan yang lebih besar dalam relatif singkat (high return). Selain high return, saham juga memiliki risiko tinggi (high risk), yaitu suatu saat harga saham juga dapat merosot secara cepat, atau sahamnya dihapuskan pencatatannya dari bursa. Menurut Sutrisno (2009), pengertian saham adalah sebagai berikut : “Saham merupakan surat bukti kepemilikan perusahaan atau tanda kepemilikan perusahaan atau penyertaan pada perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT).”
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa saham adalah tanda bukti keikutsertaan dalam permodalan perusahaan dan pemegang saham mempunyai hak atas sebagian kekayaan perusahaan itu dan proporsinya sesuai dengan jumlah saham yang dimiliki oleh pemegang saham tersebut. 2.3.2 Jenis-Jenis Saham Menurut Sunariyah (2004) saham dibagi menjadi beberapa jenis yaitu sebagai berikut : 1. Saham biasa (Common Stock) Jika perusahaan hanya mengeluarkan satu kelas saham saja, saham ini biasanya dalam bentuk saham biasa. Pemegang saham ini adalah pemilik perusahaan yang mewakilkan kepada manajemen untuk menjalankan operasi perusahaan. Pemegang saham biasa bisa dikatakan pemilik perusahaan yang tanggung jawab kepemilikannya terbatas pada modal yang diinvestasikan atau disetorkan pada perusahaan tersebut serta akan mendapatkan dividen pada akhir tahun pembukuan menurut persentase modal yang disetorkan, hanya jika perusahaan mendapatkan keuntungan. Apabila perusahaan tersebut tidak mendapatkan keuntungan atau mengalami kerugian, maka pemegang saham tidak mendapatkan dividen dan mengenai ini, ada ketentuan bahwa suatu perusahaan yang mengalami kerugian, selama kerugian itu belum ditutup, maka selama itu perusahaan tidak diperbolehkan membayar dividen. Saham biasa tidak memiliki jangka waktu jatuh tempo dan saham biasa ini juga tidak memiliki batas atas pembayaran dividen. 2. Saham Preferen (Preferred Stock) Dibandingkan dengan saham biasa, pemegang saham preferen mempunyai beberapa preferensi tertentu di atas pemegang saham biasa terutama dalam hal pembagian dividen dan pembagian kekayaan. Akan tetapi di lain pihak pemegang saham preferen juga ada kelemahannya dibandingkan dengan pemegang saham biasa, karena pemegang saham preferen tidak mempunyai hak suara dalam rapat umum pemegang saham (RUPS).
3. Saham Treasury Saham treasury (treasury stock) adalah saham milik perusahaan yang sudah pernah dikeluarkan dan beredar, yang kemudian dibeli kembali oleh perusahaan untuk tidak dipensiunkan tetapi disimpan sebagai treasuri. 2.4
Laporan Keuangan Laporan keuangan merupakan media yang dapat dipakai untuk meneliti
perubahan kinerja pada perusahaan. Laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari proses akuntansi. Proses akuntansi tersebut meliputi pengumpulan dan pengolahan data keuangan perusahaan. Pada proses akuntansi diidentifikasi berbagai transaksi atau peristiwa yang merupakan kegiatan ekonomi perusahaan, yang
dilakukan
melalui
pengukuran,
pencatatan,
penggolongan,
dan
pengikhtisaran transaksi-transaksi yang bersifat keuangan sedemikian rupa sehingga hanya informasi yang relevan dan saling berhubungan satu dengan yang lainnya yang mampu memberikan gambaran secara layak tentang keadaan keuangan serta hasil perusahaan dalam suatu periode yang akan digabungkan dan disajikan dalam bentuk laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan pertanggungjawaban keuangan manajer atas perusahaan yang telah dipercayakan kepadanya. Kondisi keuangan dan hasil-hasil operasi perusahaan yang tercermin dalam laporan keuangan perusahaan, pada hakekatnya hasil akhir dari kegiatan perusahaan yang dapat menggambarkan performa atau kinerja keuangan dari perusahaan yang bersaing. Laporan keuangan yang dihasilkan perusahaan merupakan salah satu informasi yang dapat digunakan dalam menilai kinerja perusahaan. 2.4.1 Pengertian Laporan Keuangan Akuntansi berfungsi memberikan informasi yang menyangkut aktivitas ekonomi perusahaan, maka hasil dari akuntansi adalah laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari proses akuntansi yang disusun menurut prinsip-prinsip yang berlaku umum.
Terdapat beberapa pengertian mengenai laporan keuangan, yaitu : 1. Menurut Harahap (2004) : “Laporan keuangan menggambarkan kondisi keuangan dan hasil usaha suatu perusahaan pada jangka waktu tertentu.” 2. Menurut Sugiono dan Edy Untung (2008) : “Laporan keuangan pada perusahaan merupakan hasil akhir dari kegiatan perusahaan yang mencerminkan kondisi keuangan dan hasil operasi perusahaan.” Dari definisi diatas penulis mengambil kesimpulan bahwa laporan keuangan merupakan laporan hasil dari operasi perusahaan yang dirancang untuk para pembuat keputusan baik di dalam maupun di luar perusahaan, mengenai posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan tersebut. 2.4.2 Pemakai Laporan Keuangan dan Kebutuhan Informasi Laporan keuangan suatu perusahaan merupakan gambaran yang menjelaskan tentang kondisi keuangan suatu perusahaan. Jika informasi yang diperoleh dari laporan keuangan menggambarkan bahwa kondisi keuangan perusahaan tidak likuid lagi maka menunjukkan bahwa perusahaan sudah menunjukkan kecenderungan tidak sehat dan membutuhkan dana untuk membantunya mencapai likuiditas kembali. Fokus utama dalam pelaporan keuangan adalah informasi mengenai kinerja perusahaan yang tersedia dengan mengukur laba (earning) dan komponennya. Ditinjau dari sudut pandang manajemen, laporan keuangan merupakan media bagi mereka untuk mengkomunikasikan performance keuangan perusahaan yang dikelolanya kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Sementara ditinjau dari sudut pandang pemakai, informasi akuntansi diharapkan dapat digunakan untuk mengambil keputusan yang rasional dalam praktik bisnis yang sehat. Dari segi penyajian informasi keuangan untuk pihak luar, profesi akuntan mengatur cara-cara penyajian informasi keuangan suatu badan usaha dan memberi jasa audit untuk menentukan kewajaran laporan keuangan yang disusun oleh
manajemen. Oleh karena itu, dibutuhkan laporan keuangan yang bisa memberi masukan yang berarti bagi pihak manajemen perusahaan untuk memanfaatkan laporan keuangan tersebut guna membantu proses pengambilan keputusankeputusan ekonomi. Salah satu pihak yang paling membutuhkan laporan keuangan adalah investor, sebab investor menjadikan laporan keuangan sebagai bagian yang bisa memberinya suatu masukan dalam mendorong keputusannya. Dengan melihat data dan informasi dapat terlihat kualitas laporan keuangan tersebut. Selanjutnya, laporan ini dapat dijadikan sebagai alat analisis dalam melihat kondisi keuangan yang sesungguhnya. Oleh karena itu, laporan keuangan yang baik adalah yang memiliki sisi transparansi yang tinggi. 2.4.3 Tujuan Laporan Keuangan Tujuan laporan keuangan sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK 1) Tahun 2009, yaitu : “Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan.” Laporan keuangan juga menunjukan apa yang telah dilakukan manajemen (stewardship), atau pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya. Pemakai yang ingin melihat apa yang telah dilakukan atau pertanggungjawaban manajemen berbuat demikian agar mereka dapat membuat keputusan ekonomi. Keputusan ini mencakup, misalnya, keputusan untuk menahan atau menjual investasi mereka dalam perusahaan atau keputusan untuk mengangkat kembali atau mengganti manajemen. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi keuangan yang dijadikan bahan pertimbangan keputusan perusahaan di masa mendatang. 2.4.4 Komponen Laporan Keuangan Pada waktu tertentu manajemen suatu perusahaan harus menyusun dan menyajikan laporan keuangan guna memenuhi kebutuhan para pihak yang
berkepentingan atas suatu perusahaan. Mengenai laporan keuangan yang disajikan dan disusun oleh manajemen sesuai Ikatan Akuntan Indonesia (2009) menyatakan bahwa laporan keuangan yang lengkap terdiri atas komponen-komponen berikut ini: neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas, catatan atas laporan keuangan dan laporan posisi keuangan pada awal periode komparatif. A. Neraca (Balance Sheet) Neraca adalah laporan yang sistematis tentang aktiva, hutang serta modal dari suatu perusahaan pada suatu saat tertentu (Munawir, 2004). Tujuan dari neraca adalah untuk menunjukkan posisi keuangan suatu perusahaan pada suatu tanggal tertentu, dan biasanya neraca dapat disajikan setiap saat, tidak hanya pada akhir periode. B. Laporan Laba Rugi Komprehensif (Comprehensive Income Statement) Laporan laba rugi komprehensif adalah laporan yang memberikan informasi tentang komposisi penjualan, harga pokok, dan biaya-biaya perusahaan selama suatu periode tertentu ditambah dengan pendapatan komprehensif lain yang
berisikan pos-pos pendapatan dan
beban (termasuk
penyesuaian
reklasifikasi) yang tidak diakui dalam laporan laba rugi. Melalui laporan laba rugi dapat diketahui jumlah keuntungan yang diperoleh atau kerugian yang diderita oleh perusahaan selama periode tertentu tersebut. C. Laporan Perubahan Ekuitas Laporan perubahan ekuitas merupakan laporan yang berisi jumlah dan jenis modal yang dimiliki pada saat ini. Laporan ini juga menjelaskan perubahan modal dan sebab-sebab terjadinya perubahan modal di perusahaan. D. Laporan Arus Kas Laporan arus kas memberikan informasi tentang arus kas masuk dan keluar dari kegiatan operasi, pendanaan, dan investasi selama suatu periode akuntansi. E. Catatan atas Laporan Keuangan Catatan atas laporan keuangan merupakan catatan yang memberikan informasi apabila ada laporan keuangan yang memerlukan penjelasan tertentu.
F. Laporan Posisi Keuangan Pada Awal Periode Komparatif Laporan ini disajikan ketika entitas menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara retrospektif atau membuat penyajian kembali pos-pos laporan keuangan, atau ketika entitas, mereklasifikasi pos-pos dalam laporan keuangannya. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dikatakan bahwa laporan keuangan merupakan laporan yang bermanfaat yang dibutuhkan masyarakat, karena dapat memberikan informasi yang dibutuhkan para pemakainya dalam dunia bisnis. Dengan membaca laporan keuangan yang tepat, maka para pengambil keputusan dapat mengambil tindakan yang tepat sehingga dapat menghasilkan keuntungan baginya. 2.4.5 Analisis Laporan Keuangan Secara teoritis, analisis laporan keuangan terdiri dari dua kata, yaitu analisis dan laporan keuangan. Ini berarti bahwa analisis laporan keuangan merupakan suatu proses yang penuh pertimbangan dalam rangka membantu mengevaluasi posisi keuangan dan hasil operasi perusahaan pada masa sekarang dan masa lalu, dengan tujuan utama menentukan estimasi dan prediksi yang paling mungkin mengenai kondisi kinerja (performance) perusahaan pada masa mendatang. Salah satu kewajiban perusahaan yang harus dilakukan setelah akhir periode adalah menganalisis laporan keuangan perusahaan. Analisis berarti menginterpretasikan dan mengartikan hasil kegiatan perusahaan selama periode tertentu berdasarkan laporan keuangan yang telah dibuat sehingga data laporan keuangan tersebut lebih dimengerti. Untuk memperoleh gambaran tentang perkembangan keuangan suatu perusahaan perlu diadakannya interpretasi atau analisis terhadap data keuangan yang dibuat oleh perusahaan yang bersangkutan dan data tersebut akan tercermin dalam suatu laporan keuangan. Analisis laporan keuangan terhadap suatu perusahaan akan sangat bermanfaat bagi penganalisis untuk dapat mengetahui keadaan ataupun perkembangan keuangan dari perusahaan yang bersangkutan. Selain pihak
pimpinan perusahaan dan pihak manajemen perusahaan, pihak kreditor dan para investor juga perlu mengetahui hasil data keuangan dari hasil analisis laporan keuangan. Karena mereka juga berhak untuk mengetahui perkembangan dan kemajuan perusahaan tersebut, serta proses dalam pengambilan keputusan. Dengan mengadakan analisis laporan keuangan tersebut dari tahun yang lalu, maka dapat diketahui kelemahan-kelemahan dari perusahaan serta hasil-hasil yang cukup dianggap baik. Dengan mengetahui kelemahan-kelemahan yang dimiliki melalui analisis laporan keuangan, maka dari itu diusahakan dalam penyusunan neraca yang akan datang kelemahan-kelemahan tersebut bisa dapat diperbaiki, dan hasil-hasil yang sudah dianggap cukup baik harus dapat dipertahankan untuk waktu-waktu yang akan datang. 2.5
Analisis Rasio Keuangan Laporan keuangan melaporkan aktivitas yang sudah dilakukan perusahaan
dalam suatu periode tertentu. Aktivitas yang sudah dilakukan dituangkan dalam angka-angka baik dalam bentuk mata uang rupiah maupun mata uang asing. Namun angka-angka yang ada dalam laporan keuangan menjadi kurang berarti jika hanya dilihat dari satu sisi saja. Angka-angka ini akan menjadi lebih berarti apabila dapat dibandingkan antara satu komponen dengan komponen lainnya. Caranya adalah dengan membandingkan angka-angka yang ada dalam laporan keuangan atau antar laporan keuangan. Setelah melakukan perbandingan, dapat disimpulkan posisi keuangan suatu perusahaan untuk periode tertentu, sehingga dapat dinilai kinerja manajemen dalam periode tersebut. Perbandingan ini disebut dengan analisis rasio keuangan. 2.5.1 Pengertian Rasio Keuangan Suatu perusahaan membutuhkan ukuran-ukuran dalam menganalisis laporan keuangan, dan yang bisa dipakai adalah rasio yang berhubungan antara dua data keuangan. Pengertian rasio keuangan tersebut dikemukakan sebagai berikut :
Menurut Sugiono (2009), rasio keuangan adalah : “Suatu angka yang menunjukkan hubungan antara unsur-unsur dalam laporan keuangan. Hubungan tersebut dinyatakan dalam bentuk matematis yang sederhana.” Sedangkan menurut Harahap (2009), rasio keuangan adalah : “Angka yang diperoleh dari hasil perbandingan dari satu pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang mempunyai hubungan yang relevan dan signifikan.” Jadi dapat disimpulkan bahwa rasio keuangan merupakan kegiatan membandingkan angka-angka yang ada dalam laporan keuangan dengan cara membagi satu angka dengan angka lainnya. Hasil rasio keuangan ini digunakan untuk menilai kinerja manajemen dalam suatu periode. Dari kinerja yang dihasilkan ini juga dapat dijadikan sebagai evaluasi hal-hal yang perlu dilakukan agar kinerja manajemen dapat ditingkatkan atau dipertahankan sesuai dengan target perusahaan. 2.5.2 Bentuk-bentuk Rasio Keuangan Menurut Kasmir (2010), rasio-rasio keuangan ini dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok sebagai berikut : 1. Rasio likuiditas (liquidity ratio) 2. Rasio leverage (leverage ratio) 3. Rasio aktivitas (activity ratio) 4. Rasio profitabilitas (profitability ratio) Rasio-rasio tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Rasio likuiditas Merupakan salah satu rasio keuangan yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek. Yang termasuk dalam rasio likuiditas antara lain: a. Rasio Lancar/ Current ratio Rasio lancar dapat digunakan untuk menunjukkan nilai aktiva lancar terhadap hutang lancar. Rasio ini memperlihatkan kemampuan perusahaan
dalam memenuhi tagihan jangka pendeknya. Semakin besar rasio ini berarti semakin tinggi kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Rumusnya sebagai berikut: Current assets
Current ratio =
x100%
Current liabilities Menurut Subramanyam dan John J. Wild (2010) Alasan digunakannya rasio lancar yaitu untuk kemampuan memenuhi kewajiban lancar. b. Rasio Cepat/Quick or Acid Test Ratio Rasio cepat dapat digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya tanpa memperhitungkan persediaan yang dimiliki, karena persediaan memerlukan waktu yang cukup lama untuk segera dijadikan uang tunai. Semakin besar rasio ini maka semakin baik perusahaan tersebut. Rumusnya sebagai berikut: Current assets - Inventories Quick or acid-test ratio = Current liabilities c. Working Capital to Total Assets Ratio Working Capital to Total Assets Ratio dipergunakan untuk mengukur likuiditas dari total aktiva dan posisi modal kerja (netto). Rumusnya sebagai berikut : Current assets – Current liabilities Working Capital Ratio = Total Assets
2. Rasio leverage Rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka panjang apabila perusahaan tersebut dilikuidasi. Yang termasuk dalam rasio leverage antara lain: a. Rasio Total Hutang terhadap Total Aktiva/ Debt Ratio Rasio total hutang terhadap total aktiva menunjukkan besarnya total hutang terhadap keseluruhan total aktiva yang dimiliki oleh perusahaan.
Rasio ini hanya merupakan persentase dana yang diberikan oleh kreditor bagi perusahaan. Rumusnya sebagai berikut: Total liabilities Debt ratio = Total assets b. Rasio Total Hutang terhadap Total Ekuitas/ Debt to Equity Ratio Rasio ini dapat digunakan untuk mengukur sampai seberapa besar jumlah rupiah modal sendiri yang dijaminkan atas hutang. Semakin besar rasio ini akan semakin menguntungkan perusahaan, sedangkan bagi pihak bank akan mengakibatkan semakin besar risiko yang ditanggungnya. Rumusnya sebagai berikut: Total liabilities Debt to equity ratio = Common equity c. Total Debt to Total Capital Assets Rasio ini digunakan untuk mengukur bagian aktiva yang digunakan untuk menjamin keseluruhan kewajiban atau hutang. Rumusnya sebagai berikut : (Current Assets + Long term debt) TDCA = Total assets d. Long Term Debt to Equity Ratio Rasio ini digunakan untuk mengukur bagian dari modal sendiri yang dijadikan jaminan untuk hutang jangka panjang. Rumusnya adalah sebagai berikut: LTD Equity Ratio = Hutang Jangka Panjang / Modal Sendiri 3. Rasio aktivitas Rasio yang menggambarkan aktivitas perusahaan dalam menjalankan aktivitas operasinya. Yang termasuk dalam rasio aktivitas antara lain: a. Perputaran Piutang Usaha/ Accounts Receivable Turnover Rasio ini menunjukkan besarnya modal kerja yang tertanam dalam piutang dan berapa kali piutang rata-rata ditagih dalam periode tersebut. Semakin
tinggi rasio ini berarti semakin rendah modal kerja yang ditanamkan dalam piutang. Rumusnya sebagai berikut: Account receivable turnover = Sales / Average account receivable b. Periode Penagihan Rata-Rata/ Days Sales Outstanding Rasio ini menunjukkan berapa lamanya dana perusahaan yang ditanamkan dalam piutang dan rata-rata waktu untuk menagih atau mencairkan piutang. Semakin kecil rasio ini semakin baik bagi perusahaan karena semakin cepat piutang dapat dicairkan. Rumusnya sebagai berikut: Days sales outstanding = 360 / Average account receivable turnover c. Rasio Perputaran Persediaan/ Inventory Turnover Ratio Rasio ini menunjukkan posisi persediaan dan berapa kali dana yang ditanamkan dalam persediaan berputar pada suatu periode. Semakin besar turnover berarti semakin baik bagi perusahaan karena dianggap penjualan berjalan dengan cepat. Rumusnya sebagai berikut: Inventory turnover ratio = COGS / Average inventories d. Rasio Perputaran Aktiva Tetap/ Fixed Assets Turnover Rasio ini menunjukkan berapa kali dana yang ditanamkan dalam aktiva tetap berputar pada suatu periode dan seberapa efektif perusahaan dalam menggunakan aktiva tetapnya. Semakin tinggi rasio ini semakin baik karena kemampuan aktiva tetap dalam melakukan penjualan tinggi. Rumusnya sebagai berikut: Fixed assets turnover ratio = Sales / Net fixed assets e. Rasio Perputaran Total Aktiva/ Total Assets Turnover Ratio Rasio ini mengukur tingkat efisiensi dan efektivitas dari perputaran maupun pemanfaatan total aktiva dalam menghasilkan penjualan. Rasio ini menunjukkan banyaknya penjualan yang dapat diperoleh perusahaan untuk tiap rupiah yang telah ditanamkan pada aktiva perusahaan. Semakin tinggi rasio ini semakin baik bagi perusahaan. Rumusnya sebagai berikut: Total assets turnover ratio = Sales / Total assets
4. Rasio profitabilitas Rasio yang menggambarkan seberapa besar kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Yang termasuk dalam rasio profitabilitas antara lain: a. Rasio Laba Kotor atas Penjualan (Gross Profit Ratio) Rasio ini menunjukkan berapa besar laba kotor yang dapat diperoleh perusahaan untuk setiap rupiah penjualan pada periode yang sama. Rumusnya sebagai berikut: Gross profit Gross profit ratio =
x 100 % Sales
b. Rasio Laba Bersih atas Penjualan/ Net Profit Margin on Sales Rasio ini digunakan untuk mengukur laba bersih yang diperoleh pada tingkat penjualan yang telah dilakukan dan kemampuan perusahaan dalam mengendalikan biaya. Semakin besar rasio ini semakin baik karena kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba cukup tinggi. Rumusnya sebagai berikut: Net income Net profit margin on sales =
x 100 % Sales
c. Pengembalian atas Total Aktiva/ Return on Total Assets (ROA) Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang telah ditanamkan pada aktiva untuk operasi perusahaan dalam memperoleh keuntungan. Rasio ini juga menunjukkan produktivitas dari seluruh dana perusahaan. Rumusnya sebagai berikut: Net income Return On total Assets (ROA) =
x100% Total assets
d. Pengembalian atas Ekuitas/ Return on Equity (ROE) Rasio ini mengukur tingkat efisiensi modal sendiri dan menunjukkan laba bersih yang dapat diperoleh dari modal pemilik. Semakin tinggi rasio ini semakin memperkuat posisi modal pemilik perusahaan. Rumusnya sebagai berikut:
Laba bersih Return on Equity (ROE) = Modal e. Return On Investment (ROI) ROI digunakan untuk mengukur kemampuan modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan bersih. Rumusnya sebagai berikut: ROI = Laba Bersih Setelah Pajak / Jumlah Aktiva x 100% 2.6
Dividen
2.6.1 Pengertian Dividen Menurut Hanafi (2004), dividen merupakan kompensasi yang diterima oleh pemegang saham, disamping capital gain. Dividen ini untuk dibagikan kepada para pemegang saham sebagai keuntungan dari laba perusahaan. Dividen ditentukan berdasarkan dalam rapat umum pemegang saham dan jenis pembayarannya tergantung kepada kebijakan pimpinan. Menurut Brealy, Steward Myers dan A.J Marcus (2004), dividen adalah : “Periodic cash distribution from the firm to its stakeholders”. Dari pengertian diatas dapat diartikan bahwa dividen adalah distribusi laba tunai berskala dari perusahaan kepada para pemegang sahamnya. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dividen merupakan bagian dari laba bersih untuk dibagikan kepada para pemegang saham secara berkala. Dividen merupakan salah satu potensi keuntungan dari investasi melalui saham, maka pihak manajemen perusahaan perlu memperhatikan kebijakan dividen yang akan diterapkan dalam rangka menarik minat investor untuk menanamkan modalnya dalam perusahaan dalam bentuk kepemilikan saham. Di
satu
pihak,
setiap
perusahaan
selalu
menginginkan
adanya
pertumbuhan pendapatan bagi perusahaan dan dapat membayarkan dividen kepada pemegang saham. Di lain pihak, kedua tujuan tersebut selalu bertentangan sebab seandainya semakin tinggi tingkat dividen yang dibayarkan, berarti semakin sedikit laba yang akan ditahan dan akibatnya menghambat tingkat pertumbuhan dalam pendapatan dan harga sahamnya. Jika perusahaan ingin menahan sebagian
besar pendapatannya untuk tetap di dalam perusahaan berarti bahwa sebagian dari pendapatan yang tersedia untuk pembayaran dividen adalah semakin kecil. 2.6.2 Jenis Dividen Menurut Baridwan (2006), dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham ada beberapa jenis, yaitu sebagai berikut : 1. Dividen tunai (cash dividend) Dividen tunai merupakan bentuk pembayaran dividen yang dibayarkan dalam bentuk uang tunai. Dividen jenis ini paling umum dibagikan oleh perusahaan kepada para pemegang saham. Besar kecilnya dividen tergantung dari kebijakan yang diambil perusahaan. 2. Dividen saham (stock dividend) Dividen saham adalah merupakan dividen yang dibayarkan dalam bentuk saham dan merupakan tambahan saham bagi para pemegang saham. 3. Dividen aktiva selain kas (property dividend) Property dividend merupakan pembayaran dividen dalam bentuk barang. Aktiva yang dibagikan biasanya berbetuk surat-surat berharga perusahaan lain yang dimiliki oleh perusahaan tersebut, barang dagangan atau aktiva lainnya. 4. Dividen utang (script dividend) Dividen utang timbul apabila laba yang tidak dibagikan saldonya mencukupi untuk pembayaran dividen, tetapi saldo kas yang ada tidak mencukupi untuk pembagian dividen. Dividen jenis ini merupakan dividen yang dibayarkan dalam bentuk surat janji utang. Perusahaan berjanji untuk membayar tunai pada masa tertentu sesuai dengan perjanjian. 5. Dividen likuidasi (liquidating dividend) Dividen
likuidasi
merupakan dividen
yang
sebagian
merupakan
pengembalian modal. Dividen ini tercatat dengan mendebit rekening pengembalian modal dalam neraca dilaporkan sebagai pengurangan modal saham.
2.6.3 Tanggal Pembagian Dividen Penetapan tanggal merupakan hal yang penting dan relevan dalam hubungannya dengan dividen. Adapun rincian tanggal-tanggal yang perlu diperhatikan dalam pembayaran dividen menurut Sugiono (2009) adalah sebagai berikut : 1. Tanggal pengumuman (declaration date) 2. Tanggal pencatatan (recording date) 3. Ex-dividend 4. Cum-dividend 5. Payment date Penjelasan mengenai penetapan tanggal dividen adalah sebagai berikut : 1. Tanggal pengumuman (declaration date) Declaration
date
adalah
tanggal
pada
saat
direksi
perusahaan
mengeluarkan pernyataan berisi pengumuman pembagian dividen. Dengan ditentukannya tanggal tersebut, perusahaan mempunyai kewajiban untuk melakukan pembayaran. 2. Tanggal pencatatan (recording date) Recording date adalah tanggal yang ditentukan untuk saatnya pemegang saham berhak mendapatkan dividen. 3. Ex-dividend Ex-dividend adalah tanggal yang ditentukan untuk saatnya dividen lepas dari pemegang saham. Biasanya jangka waktunya adalah empat hari kerja sebelum tanggal pencatatan pemegang saham. 4. Cum dividend Cum dividend adalah tanggal yang menunjukkan batas akhir bagi para investor yang membeli saham akan menerima pembagian dividen. 5. Payment date Payment date adalah tanggal yang ditentukan untuk saatnya perusahaan membayar dividen. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam rangka perusahaan memutuskan untuk melakukan pembayaran dividen, maka pihak manajemen
harus menjalankan prosedur-prosedur pembayaran dividen yang telah ditetapkan, karena hal tersebut merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi investor untuk berinvestasi. 2.6.4 Kebijakan Dividen 2.6.4.1 Pengertian Kebijakan Dividen Pengertian kebijakan dividen menurut Martono dan D. Agus Harjito (2007) yaitu : “Kebijakan dividen (dividend policy) merupakan keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan pada akhir tahun akan dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen atau akan ditahan untuk menambah modal guna pembiayaan investasi di masa yang akan datang”. Pengertian kebijakan dividen menurut Gitman (2006) : “A plan of action to be followed wherever decision is made”. Dari kutipan diatas dapat diartikan bahwa kebijakan dividen merupakan suatu rencana dari aksi yang dijalankan sewaktu-waktu pada keputusan dividen yang dibuat. Dari kedua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kebijakan dividen adalah kebijakan yang mengatur berapa bagian laba bersih yang akan dibagikan sebagai dividen kepada para pemegang saham dan berapa bagian laba bersih yang akan digunakan untuk membiayai investasi perusahaan. Di satu pihak, setiap perusahaan selalu
menginginkan adanya
pertumbuhan pendapatan
bagi
perusahaan dan dapat membayarkan dividen kepada para pemegang saham. Di lain pihak, kedua tujuan tersebut saling bertentangan sebab seandainya makin tinggi tingkat dividen yang dibayarkan berarti semakin sedikit laba yang akan ditahan. Jika perusahaan ingin menahan sebagian besar pendapatannya untuk tetap ditahan dalam perusahaan berarti sebagian pendapatan yang tersedia untuk pembayaran dividen adalah semakin kecil. 2.6.4.2 Teori Kebijakan Dividen Ada berbagai pendapat atau teori tentang kebijakan dividen menurut Brigham dan Houston (2010) terdapat lima teori kebijakan diantaranya adalah :
1.
Teori “Dividen Tidak Relevan” Nilai suatu perusahaan tidak ditentukan oleh besar kecilnya Dividend Payout Ratio (DPR), tapi ditentukan oleh laba bersih sebelum pajak dan kelas risiko perusahaan. Pernyataan ini didasarkan pada beberapa asumsi penting yang “lemah”, seperti : 1) Tidak ada pajak perseorangan dan pajak penghasilan perusahaan 2) Tidak ada biaya emisi atau floation cost dan biaya transaksi 3) Kebijakan penganggaran modal perusahaan independen terhadap dividend payout ratio (DPR). 4) Investor dan manajer mempunyai informasi yang sama tentang kesempatan investasi di masa yang akan datang. 5) Distribusi pendapatan di antara dividen dan laba ditahan tidak berpengaruh terhadap tingkat keuntungan yang diisyaratkan oleh investor.
2.
Teori “The Bird in the Hand” Tingkat keuntungan yang diisyaratkan akan naik apabila pembagian dividen dikurangi karena investor lebih yakin terhadap penerimaan dividen daripada kenaikan nilai modal (capital gain) yang akan dihasilkan dari laba
ditahan.
Tidak
semua
investor
berkepentingan
untuk
menginvestasikan kembali dividen mereka di perusahaan yang sama dengan memiliki resiko yang sama, oleh sebab itu tingkat resiko pendapatan mereka di masa yang akan datang bukannya ditentukan oleh dividen payout ratio (DPR) tetapi ditentukan oleh tingkat resiko investasi baru. 3.
Teori Perbedaan Pajak Adalah suatu teori yang menyatakan bahwa karena adanya pajak terhadap keuntungan dividen dan capital gain, maka para investor lebih menyukai capital gain karena dapat menunda pembayaran pajak.
4.
Teori “Signaling Hypothesis” Suatu kenaikan dividen yang di atas kenaikan normal biasanya merupakan suatu sinyal kepada para investor bahwa manajemen perusahaan
meramalkan suatu penghasilan yang baik di masa yang akan datang. Sebaliknya, suatu penurunan dividen yang dibawah penurunan normal diyakini investor sebagai suatu sinyal bahwa perusahaan mengalami masa sulit di masa mendatang. Namun demikian sulit dikatakan apakah kenaikan suatu penurunan harga setelah adanya kenaikan atau penurunan dividen semata-mata disebabkan oleh efek sinyal atau mungkin preferensi terhadap dividen. 5.
Teori “Clientele Effect” Menyatakan bahwa pemegang saham yang berbeda akan memiliki preferensi yang berbeda terhadap kebijakan dividen yang berbeda terhadap kebijakan dividen perusahaan. Kelompok investor yang membutuhkan penghasilan saat ini lebih menyukai suatu dividend payout ratio (DPR) yang
tinggi,
sebaliknya
kelompok
investor
yang
tidak
begitu
membutuhkan uang saat ini lebih senang jika perusahaan menahan sebagian besar laba bersihnya. 2.6.4.3 Jenis-Jenis Kebijakan Dividen Kebijakan dividen berhubungan dengan keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi di masa yang akan datang. Atas dasar teori tentang kebijakan dividen diatas, menurut Sutrisno (2009) jenis kebijakan dividen diantaranya : 1. Kebijakan pemberi dividen stabil Kebijakan pemberi dividen yang stabil ini artinya dividen akan diberikan secara tetap per lembarnya untuk jangka waktu tertentu walaupun laba yang diperoleh perusahaan berfluktuasi. Dividen stabil ini dipertahankan untuk beberapa tahun, dan kemudian bila laba yang diperoleh meningkat dan peningkatannya mantap dan stabil, maka dividen juga akan ditingkatkan untuk selanjutnya dipertahankan selama beberapa tahun.
2. Kebijakan dividen yang meningkat. Dengan kebijakan ini, perusahaan akan membayarkan dividen kepada pemegang saham dengan jumlah yang selalu meningkat dengan pertumbuhan yang stabil. 3. Kebijakan dividen dengan rasio yang konstan Kebijakan ini memberikan dividen yang besarnya mengikuti besarnya laba yang diperoleh oleh perusahaan. Semakin besar laba yang diperoleh semakin besar dividen yang dibayarkan, demikian pula sebaliknya. 4. Kebijakan pemberian dividen regular yang rendah ditambah ekstra Kebijakan pemberian dividen dengan cara
ini,
perusahaan
menentukan jumlah pembayaran dividen per lembar yang dibagikan kecil, kemudian ditambahkan dengan ekstra dividen bila keuntungannya mencapai jumlah tertentu. 2.6.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembayaran Dividen Menurut Sutrisno (2009) faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya dividen yang dibayarkan oleh perusahaan kepada pemegang saham antara lain adalah : 1. Posisi likuiditas perusahaan Bagi perusahaan yang posisi likuiditasnya kurang baik, biasanya dividend payout ratio nya kecil, sebab sebagian besar laba yang digunakan untuk menambah likuiditas. Namun perusahaan yang sudah mapan dengan likuiditas yang baik cenderung memberikan dividen yang lebih besar. 2. Kebutuhan untuk melunasi hutang Salah satu sumber dana perusahaan adalah dari kreditur berupa hutang, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Semakin banyak hutang yang harus dibayar, semakin besar dana yang harus disediakan sehingga mengurangi jumlah dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham. Di samping itu, dengan jatuh temponya hutang berarti dana hutang tersebut harus diganti. Alternatif mengganti dana hutang bisa dengan
mencari hutang baru atau roll over hutang, dan juga bisa dengan sumber dana intern dengan cara memperbesar laba ditahan. Hal ini tentunya akan memperkecil dividend payout ratio. 3. Rencana perluasan Perusahaan yang berkembang ditandai dengan semakin pesatnya pertumbuhan perusahaan, dan hal ini bisa dilihat dari perluasan yang dilakukan perusahaan. Semakin pesat pertumbuhan perusahaan, juga semakin pesat perluasan yang dilakukan. Konsekuensinya semakin besar kebutuhan dana untuk membiayai perluasan tersebut. Kebutuhan dana dalam rangka ekspansi tersebut bisa dipenuhi baik dari hutang, menambah modal sendiri yang berasal dari pemilik, dan salah satunya juga bisa diperoleh dari internal resources dengan memperbesar laba yang ditahan. Dengan demikian semakin pesat perluasan yang dilakukan perusahaan, semakin kecil dividend payout ratio nya. 4. Kesempatan investasi Kesempatan investasi juga merupakan faktor yang mempengaruhi dividen yang akan dibagi. Semakin terbuka kesempatan investasi, semakin kecil dividen yang dibayarkan sebab dananya digunakan untuk melakukan investasi. 5. Stabilitas pendapatan Bagi perusahaan yang pendapatannya stabil, dividen yang akan dibayarkan kepada pemegang saham lebih besar dibanding dengan perusahaan yang pendapatannya tidak stabil. 2.6.6 Mengukur Tingkat Pembayaran Dividen Besarnya laba yang dibagikan kepada pemegang saham disebut dividend payout. Dividend payout ratio merupakan persentase laba yang akan dibayarkan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen tunai.
Menurut Sartono (2005), dividend payout ratio adalah : “Persentase laba yang dibayarkan dalam bentuk dividen, atau rasio antara laba yang dibayarkan dalam bentuk dividen dengan total laba yang tersedia bagi pemegang saham.” Sedangkan pengertian dividend payout ratio menurut Gitman (2006) adalah : “Dividend payout ratio indicates the percentage of each dollar earned that is distributed to the owners in the form of cash. It is calculated by dividing the firm cash dividend per share by earning per share.” Dari kutipan diatas dapat diartikan bahwa dividend payout ratio mengindikasikan persentase dari setiap dolar yang akan diperoleh yang dibagikan kepada pemilik saham dalam bentuk tunai. Pembagiannya dihitung dengan membagikan dividen kas per lembar saham dengan laba per lembar saham. Dari beberapa pengertian mengenai dividend payout ratio diatas, maka dapat disimpulkan dividend payout ratio adalah rasio yang melihat bagian pendapatan dari perusahaan yang dibayarkan kepada para pemegang saham dalam bentuk dividen, yang dihitung dengan membagi dividen per lembar saham dengan pendapatan per lembar saham. Dari pengertian tersebut dividend payout ratio dapat diformulasikan sebagai berikut : 𝐷𝑖𝑣𝑖𝑑𝑒𝑛𝑑 𝑃𝑎𝑦𝑜𝑢𝑡 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 =
𝐷𝑃𝑆 𝑥 100% 𝐸𝑃𝑆
Dimana : DPS = Dividend Per Share EPS = Earning Per Share 2.7
Kerangka Pemikiran Kinerja suatu perusahaan tercermin dalam laporan keuangan. Pengertian
dan tujuan laporan keuangan menurut IAI (2009) adalah : “Laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas. Tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja
keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi”. Untuk memahami informasi tentang laporan keuangan, analisis laporan keuangan yang meliputi perhitungan dan interpretasi rasio keuangan sangat dibutuhkan. Salah satu alat analisis laporan keuangan adalah analisis rasio. Analisis rasio akan dapat membantu seseorang untuk lebih memahami suatu laporan keuangan (Gumanti, 2011). Rasio menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain, dan atau memberi gambaran kepada penganalisa tentang baik atau buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu perusahaan terutama apabila angka rasio tersebut dibandingkan dengan angka rasio pembanding yang digunakan sebagai standar (Munawir, 2007). Rasio-rasio keuangan yang paling sering digunakan dalam melakukan analisis rasio keuangan biasanya adalah rasio profitabilitas, likuiditas dan hutang. Rasio likuiditas digunakan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam mendanai operasional perusahaan dan melunasi kewajiban jangka pendeknya yang jatuh tempo. Oleh karena itu, perusahan investee yang memiliki likuiditas baik maka memungkinkan pembayaran dividen yang lebih baik pula (Sundjaja, 2004). Menurut Azwar (2008), rasio profitabilitas adalah rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba pada tingkat penjualan, aset, dan modal saham tertentu. Laba inilah yang akan menjadi dasar pembagian dividen perusahan, apakah dividen tunai ataupun dividen saham. Rasio hutang, merupakan rasio yang menunjukkan banyaknya hutang yang dimiliki oleh perusahaan dibandingkan dengan total modal dan digunakan untuk mengukur sejauh mana perusahaan dapat memenuhi kewajiban jangka panjangnya terhadap kreditor. Perusahaan yang memiliki utang yang tinggi cenderung membayarkan dividen lebih kecil dan lebih memilih untuk melunasi kewajibannya dan mengurangi ketergantungan akan pendanaan secara eksternal. Investasi didefinisikan sebagai komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh sejumlah
keuntungan di masa mendatang. Alasan utama orang berinvestasi adalah untuk memperoleh keuntungan atau return (Tandelilin, 2010). Investasi dapat berkaitan dengan penanaman sejumlah dana pada aset real seperti : tanah, emas, rumah, dan aset real lainnya atau pada aset finansial seperti deposito, saham, obligasi, dan surat berharga lainnya. Investasi yang banyak diperdagangkan di pasar modal dan banyak diminati oleh para investor lokal maupun investor asing, salah satunya adalah dalam bentuk saham perusahaan yang telah go public, terutama dalam saham biasa (common stock). Laba bersih perusahan dapat diperlakukan menjadi 3, yaitu diinvestasikan kembali kedalam aset yang produktif, dibayarkan untuk melunasi kewajiban dan dibagikan sebagai dividen. Laba ditahan (retained earning) merupakan salah satu dari sumber dana yang paling penting untuk membiayai pertumbuhan perusahaan, sedangkan dividen merupakan aliran kas yang dibayarkan kepada para pemegang saham. Di satu sisi, setiap perusahaan selalu menginginkan adanya pertumbuhan bagi perusahaan tersebut dan di sisi lain, perusahaan juga harus dapat membayarkan dividen kepada para pemegang saham (Riyanto, 2001). Keputusan suatu perusahaan untuk membagikan dividen serta besarnya dividen yang dapat dibagikan kepada para pemegang saham sangat tergantung pada posisi kas perusahaan tersebut. Meskipun perusahaan dapat memperoleh laba yang tinggi namun apabila posisi kas menunjukkan keadaan yang tidak begitu baik, perusahaan mungkin tidak dapat membayar dividen. Misalnya apabila perusahaan membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai investasinya atau perusahan tersebut sedang tumbuh sehingga sebagian besar dananya tertanam dalam aktiva tetap dan modal kerja, maka kemampuannya untuk membayar dividen kas pun sangat terbatas. Hal inilah yang menyebabkan prediksi tingkat pengembalian investasi berupa dividen sulit diprediksi, sehingga dibutuhkan alat analisis berupa analisis rasio keuangan. Menurut penelitian Suharli & Oktorina (2005) menunjukkan bahwa rasio likuiditas yang ditunjukkan dengan current ratio mampu memprediksi tingkat pengembalian investasi dalam Dividen Payout Ratio. Sedangkan rasio profitabilitas juga dapat digunakan untuk memprediksi return investasi berupa
pendapatan dividen. Sedangkan penelitian Felicia & Wirawan (2007) membuktikan bahwa rasio leverage berpengaruh negatif terhadap tingkat return yang dihasilkan perusahaan. Berikut ini adalah kerangka pemikiran pengaruh profitabilitas, likuiditas, dan hutang terhadap tingkat pengembalian investasi: Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Rasio Profitabilitas Return on Investment Net Profit Margin Rasio Likuiditas Current Ratio
Return Investasi (Dividen) Dividend Payout Ratio
Rasio Hutang Debt Ratio Debt to Equity Ratio
Independent Variable
Dependent Variable
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dipaparkan diatas, peneliti tertarik untuk meninjau ulang apakah profitabilitas, likuiditas dan hutang berpengaruh terhadap tingkat pengembalian (return) investasi berupa dividen. Peneliti merumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut : H01
: Return on investment tidak berpengaruh terhadap tingkat pengembalian investasi berupa dividen.
Ha1
: Return on investment berpengaruh terhadap tingkat pengembalian investasi berupa dividen.
H02
: Net profit margin tidak berpengaruh terhadap tingkat pengembalian investasi berupa dividen.
Ha2
: Net profit margin berpengaruh terhadap tingkat pengembalian investasi berupa dividen.
H03
: Current ratio tidak berpengaruh terhadap tingkat pengembalian investasi berupa dividen.
Ha3
: Current ratio berpengaruh terhadap tingkat pengembalian investasi berupa dividen.
H04
: Debt ratio tidak berpengaruh terhadap tingkat pengembalian investasi berupa dividen.
Ha4
: Debt ratio berpengaruh terhadap tingkat pengembalian investasi berupa dividen.
H05
: Debt to equity ratio tidak berpengaruh terhadap tingkat pengembalian investasi berupa dividen.
Ha5
: Debt to equity ratio berpengaruh terhadap tingkat pengembalian investasi berupa dividen.
H06
: Return on Investment, Net Profit Margin, Current Ratio, Debt Ratio dan Debt to Equity Ratio tidak berpengaruh secara signifikan terhadap return investasi berupa dividen.
Ha6
: Return on Investment, Net Profit Margin, Current Ratio, Debt Ratio dan Debt to Equity Ratio berpengaruh secara signifikan terhadap return investasi berupa dividen.