3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Sejarah Magnetik Resonansi Imaging (MRI) Magnetic Resonance Imaging (MRI) digunakan sejak tahun 1971 oleh dr.
Raymond Damadian pada hewan untuk membedakan jaringan abnormal dengan jaringan sehat. Beberapa tahun kemudian tepat tanggal 2 juli 1977 bersama mitranya Minkoff dan Goldsmith menggunakan MRI pertama kali pada tubuh manusia dengan MRI scanner Indomitable, dengan waktu pemeriksaan 295 menit (Raul, 2002). MRI merupakan alat imaging yang dapat menganalisa sebagian besar anatomis dan suatu fungsional fisiologis system organ tubuh (Bryan, 2010). Magnetic Resonance Imaging adalah suatu alat kedokteran di bidang pemeriksaan radiologi diagnostik, yang menghasilkan rekaman gambar potongan penampang tubuh dengan menggunakan medan magnet dan resonansi getaran terhadap inti atom hidrogen. Beberapa faktor kelebihan yang dimilikinya, terutama kemampuannya membuat potongan koronal, sagital, aksial dan oblik tanpa banyak memanipulasi posisi tubuh pasien sehingga sangat sesuai untuk diagnostik jaringan lunak, terutama otak, sumsum tulang belakang dan susunan saraf pusat dan memberikan gambaran detail tubuh manusia dengan perbedaan yang kontras, dibandingkan dengan pemeriksaan CT- scan dan X-ray lainnya sehingga anatomi dan patologi jaringan tubuh dapat dievaluasi secara detail (Bushberg, 2002).s 2.2
Prinsip Dasar Sistem Magnetic Resonansi Imaging (MRI) Dalam tubuh manusia terdapat air (H2O) yang terdiri dari 2 atom hidrogen
dan memiliki no atom ganjil (1) yang dominan pada tubuh manusia dan mempunyai inti atom bebas yang akan menghasilkan jaringan magnetisasi, merupakan kandungan inti terbanyak dalam jaringan tubuh manusia dan memiliki gaya magnetik terkuat dari elemen lain. Hidrogen memiliki momen magnetik, pelimpahan atau abundance terbesar. Dimana abundance adalah perbandingan
Universitas Sumatera Utara
3
4
jumlah atom suatu isotop unsur tertentu terhadap jumlah atom seluruh isotop yang ada dinyatakan dalam persen dapat dilihat pada Tabel 2.1. Oleh karena itu, hidrogen adalah elemen utama yang digunakan untuk MRI. Pada atom dengan nomor atom genap, inti atom
akan berpasang pasangan sehingga saling
meniadakan efek magnetik dengan demikian tidak terdapat inti bebas yang akan membentuk jaringan magnetisasi sehingga sulit untuk dirangsang agar terjadi pelepasan signal. Tabel 2.1 Inti yang bersifat magnetic (Busberg, 2002)
Proton memiliki prilaku yang hampir sama dengan prilaku sebuah magnet, melakukan gerakan secara kontinyu mengintari sumbunya atau spinning, seperti Gambar 2.2, yang akan menghasilkan moment dipole magnetic yang kuat dan akan menimbulkan fenomena resonansi.
Gambar 2.2 Spinning proton atom hidrogen (Bushberg,2002) Prinsip dasar pencitraan MRI dapat disimpulkan secara ringkas yaitu dalam keadaan normal proton proton hydrogen dalam tubuh tersusun secara acak sehingga tidak ada jaringan magnetisasi. Ketika pasien dimasukan kedalam medan magnet yang kuat dalam pesawat MRI, proton-proton dalam tubuh pasien akan searah (parallel) dan tidak searah (antiparallel) dengan kutub medan magnet
Universitas Sumatera Utara
5
pesawat serta melakukan gerakan presesi. Selisih proton proton yang searah dan berlawanan arah amat sedikit dan tergantung kekuatan medan magnet pesawat dan selisih inilah yang akan merupakan inti bebas (tidak berpasangan) yang akan membentuk jaringan magnetisasi. Pemberian gelombang radio frequency (RF) proton menyerap sinyal elektromagnetik atau sinyal MRI. Sinyal - sinyal diterima oleh sebuah koil antena penerima, selanjutnya sinyal- sinyal tersebut diubah menjadi pulsa listrik dan dikirim ke sistem komputer untuk diubah menjadi gambar.
Gambar 2.3 Dasar fisika MRI (Bitar, dkk., 2006 Gambar 2.3 menunjukkan dasar fisika MRI, dimana (a) inti hidrogen mengitari sumbunya atau spinning memiliki medan magnet, panah
kuning
merupakan arah sumbu magnetis. Pada awalnya inti hidrogen (1–6), berpresesi dengan berbagai sudut akan tetapi saat masuk kedalam medan magnet eksternal (B0) akan berbaris, jumlah momen magnetis disebut vektor magnetisasi (NMV). (b) RF diberikan NMV membentuk sudut yang menghasilkan dua komponen magnetisasi yaitu magnetisasi longituginal (Mz) dan magnetisasi transversal (Mxy). Presesi Magnetisasi transversal disekitar koil penerima, dipengaruhi tegangan (i). Ketika RF dimatikan terjadi T1 pembangkitan atau T1 recovery, T2 peluruhan atau T2 decay dan T2* . 2.3 Parameter MRI Parameter kekontrasan citra yang dapat diatur untuk membuat pencitraan dalam MRI terdiri dari: a. Waktu pengulangan atau time repetition (TR)
Universitas Sumatera Utara
6
Waktu pengulangan atau repetition time adalah interval waktu antara pengulangan dua pulsa yang sama. Pemberian TR yang lama tepat mengevaluasi jaringan dalam irisan yang lebih banyak serta memberikan harga sinyal noise yang lebih baik, namun menyebabkan waktu yang di butuhkan untuk memperoleh data yang lebih lama. TR yang cepat dapat mempersingkat waktu pengambilan data namun jumlah irisan jaringan yang di evaluasi menjadi sedikit dan signal to noise ratio (SNR) menjadi jelek (Pierce,1999). TR yang pendek nilainya kurang dari 500 ms akan memberikan kontribusi T1 lebih banyak dapat mempersingkat waktu pengambilan data, namun akan menurunkan jumlah irisan dan nilai SNR menurun dan TR panjang bila nilainya lebih dari 1500 ms akan memberikan kontribusi pada pembobotan T2, dari pulsa waktu TR akan memberikan kekontrasan citra berbeda.
Gambar 2.3 Time Repetition atau waktu pengulangan pada Fast spin echo b. Waktu gaung time echo (TE) Time Echo (TE) atau waktu gema adalah pemberian pulsa interval waktu dari saat terakhir eksitasi pulsa RF diberikan sampai terdeteksinya puncak sinyal gema gradien. TE disebut pendek bila waktunya kurang dari 30 ms, sedangkan TE panjang adalah tiga kali dari TE pendek (90 ms). Pemilihan panjang dan pendeknya TE akan mempengaruhi intensitas sinyal yang didapat. Time echo digambarkan sebagai interval antara akhir dan permulaan dari pulsa eksitasi RF window acquisition (Rahmer, dkk., 2006). Pencitraan dengan waktu relaksasi T2 hanya beberapa ratus mikrodetik untuk deteksi sinyal disebut ultrashort echo time (UTE) pada T2 pendek sering dilakukan seperti pencitraan jaringan seperti tendon, liga dan periosteum, hati, paru-paru, dan pencitraan molekular (Rahmer, et.al, 2006).
Universitas Sumatera Utara
7
2.4
Pulsa RF (Radio Frequency) Pemberian frekuensi radio dengan waktu yang singkat disebut dengan
pulsa frekuensi radio yang merupakan gelombang elektromagnetik dengan frekuensi antara 2,31 MHz sampai 85 MHz. Pemberian pulsa RF mengubah energi proton sehingga dapat menyebabkan transisi, yang terjadi jika dan hanya jika pulsa RF yang diberikan sama dengan frekuensi Larmor yang dimiliki proton. Pada keadaan tersebut proton yang sedang berpresisi akan mendapat tambahan energi. Dalam pemberian frekuensi radio proton pada tingkat energi rendah akan tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi, peristiwa ini disebut resonansi magnetik. Pada saat terjadi magnetisasi transversal maka terjadi pula keadaan in phase pada bidang transversal sehingga akan terjadi induksi dari medan magnet terhadap koil penerima yang akan tercatat sebagai sinyal. Kuat dan lemahnya magnetisasi pada bidang transversal ini akan berpengaruh pada kekuatan signal MRI dan berpengaruh pada intensitas gelap dan terang pada citra MRI. Bila signal MRI kuat maka akan memberikan gambaran citra yang terang atau hiperintens, sedangkan apabila signal MRI lemah akan memberikan citra MRI gelap atau hipointens. Bila pulsa RF dihentikan, magnetik moment pada bidang transversal yang dalam keadaan in phase akan mengalami dephase kembali sehingga magnetisasi pada bidang transversal akan menurun, akibatnya induksi pada koil penerima juga akan semakin melemah yang dikenal dengan sinyal Free Induction Decay (FID). Pulsa RF yang menggerakkan magnetisasi (M) dari posisi setimbang ke bidang transversal disebut pulsa 900. Pulsa RF yang menggerakkan M dengan arah yang berlawanan dengan arah asalnya dinamakan pulsa 1800. Kedua pulsa tersebut merupakan pulsa yang mempunyai persamaan yang sangat besar dan penting dalam metoda MRI (Blink, 2004). Beberapa komponen utama dalam pesawat sistem MRI, yaitu magnet utama, koil gradien, koil pemancar, koil penerima dan komputer. Magnet utama
Universitas Sumatera Utara
8
berguna untuk memproduksi medan magnet yang besar antara 0.1-3.0 Tesla, yang mampu menginduksi jaringan sehingga mampu menimbulkan magnetisasi dalam obyek. Beberapa jenis magnet utama yaitu Magnet permanen, resistive Magnet, magnet superkonduktif, bahan ini akan menjadi superconductive pada temperatur 4K (Kelvin) dengan memberikan arus listrik melalui kumparan-kumparan. Untuk menjaga kemagnetan kumparan harus dalam temperatur yang sangat dingin, biasanya digunakan helium cair yang disebut juga dengan cryogen bath.
Gambar 2.2 Posisi magnet superkonduktif dalam pesawat MRI Koil yang umum digunakan yaitu koil penerima dan koil pemancar karena Koil pemancar berfungsi untuk memancarkan gelombang radio pada inti yang terlokalisir sehingga terjadi eksitasi. Sedangkan koil penerima berfungsi untuk menerima sinyal output dari sistem setelah eksitasi terjadi. Sistem Komputer berfungsi untuk mengontrol semua komponen alat MRI dan berfungsi juga untuk menyimpan data. Gradien koil untuk membangkitkan suatu medan, terdapat tiga fungsinya berbeda-beda sesuai dengan irisan yang dipilih, gradien koil X untuk membuat citra potongan sagital, gardien koil Y untuk potongan koronal dan medan yang saling tegak lurus antara ketiganya, yaitu bidang X, Y dan Z yang gradien koil Z untuk potongan aksial. Bila gradien koil X, Y dan Z bekerja secara bersamaan maka akan terbentuk potongan oblik.
Universitas Sumatera Utara
9
2.5
Interaksi Spin Proton dengan Medan Magnet Luar Apabila tubuh manusia berada pada medan magnet luar yang sangat kuat
(di dalam gantri MRI), maka yang terjadi adalah momen magnetik masing-masing spin akan bergerak searah dan berlawanan arah terhadap arah medan magnet luar. Bila materi itu berada pada tingkat energi rendah (suhu kamar) maka total kuat magnetisasi (Net Magnetisation Vector = NMV) adalah paralel dengan sumbu Z (sumbu arah medan magnet luar). Energi termal dan arah spin random dalam jaringan, tidak mempunyai magnetisasi jaringan, menghasilkan momen magnetik keseluruhan nol. Di bawah pengaruh medan magnet eksternal (Bo) yang kuat spin didistribusikan menjadi dua keadaan energi yaitu sejajar atau pararel dengan medan listrik pada tingkat energi rendah, dan antiparalel pada daerah tingkat energi yang sedikit lebih tinggi. Mayoritas spin pada energi rendah. Untuk kekuatan medan magnet yang lebih tinggi, pemisahan energi dari tingkat energi yang rendah ke energi lebih tinggi, seperti jumlah kelebihan proton di daerah energi rendah. Suatu materi yang terdiri atas inti yang memiliki spin intristik, jika diletakkan di dalam medan magnet luar, dengan arah sumbu z maka spin tadi akan berinteraksi dengan medan magnet yang menimbulkan torka . τ = µ x B0 .................................................................... (2.1) Selain pemisahan daerah energi spin, proton juga mengalami torka yang merupakan suatu orientasi momen magnetic ( ) terhadap B0, Torka tersebut menyebabkan spin proton bergerak secara unik berotasi mengelilingi medan magnet luar yang diberikan seperti gerakan gasing yang disebut dengan presisi. Proton presisi dengan arah pararel dan anti pararel. Selisih antara arah pararel dengan anti pararel disebut dengan net moment magnetic. Menurut persamaan Larmor, presesi single proton pada porosnya dengan frekuensi sudut, sebanding dengan kekuatan medan magnet eksternal. Kelompok proton dalam keadaan energi paralel dan anti paralel menghasilkan sebuah
Universitas Sumatera Utara
10
magnetisasi equilibrium. M0 dalam arah medan magnet B0 (Busberg, 2002). Frekuensi Larmor merupakan frekuensi gerakan presisi proton dengan persamaan dengan B0 adalah medan magnet luar, dan adalah rasio giromagnetik. Karena jumlah energi spin pada keadaan pararel lebih besar daripada keadaan anti pararel, maka menghasilkan resultan vektor magnetisasi searah keadaan paralel atau searah medan sumbu longitudinal. ω = γ B0 ...................................................................... (2.2) dengan : ω adalah frekuensi Larmor (MHz tesla), γ adalah rasio giromagnetik (MHz tesla-1) dan B0 adalah medan magnet luar (tesla). Jika medan magnet luar ditempatkan pada tubuh yang mempunyai banyak inti atom hidrogen, maka akan mengakibatkan gerakan proton didalam tubuh tidak acak lagi.
Gambar 2.3 Spin dengan medan magnet luar Penempatan proton pada medan magnet luar menyebabkan berpresisi dengan arah pararel dan anti pararel dan untuk perbandingannya yaitu anti pararel lebih banyak dibandingkan dengan arah anti-pararel. Selisih antara arah pararel dengan anti pararel disebut dengan net moment magnetic.
Universitas Sumatera Utara
11
Gambar 2.4 Spin pada pararel dan anti pararel Menurut hokum distribusi Maxwell-Boltzman pada suhu kamar partikelpartikel lebih banyak berada pada tingkat energi rendah karena lebih stabil. Dengan demikian lebih banyak proton berpresisi pada rah partikel daripada arah anti-pararel. Jika proton yang berpresisi sejajar dengan medan magnet luar dijumlahkan, maka akan memberikan suatu nilai magnetisasi total sebesar M0. Magnetisasi M0 tersebut merupakan besaran vektor yang terdiri atas penjumlahan dua vektor magnetisasi yaitu: vektor magnetisasi longitudinal (Mz) dan vektor magnetisasi transversal (Mxy) yang merupakan komponen total vektor magnetisasi pada arah horizontal.
Gambar 2.5 Presisi arah pararel dan anti-pararel
Universitas Sumatera Utara
12
2.6
Relaksasi Spin T1 dan T2 2.6.1
Relaksasi T1
Pulsa RF dalam aplikasi pemeriksaan medis mempunyai waktu tertentu, sehingga setelah pulsa RF dihilangkan menyebabkan magnetisasi longituginal Mz tidak berada pada kesetimbangan termal yang menyebabkan terjadinya mekanisme pergerakan spin berelaksasi menuju bidang longitunginal. Pada saat mencapai nilai magnetisasi dalam kondisi setimbang (Mz = M0 ) terdapat interaksi yaitu interaksi spin dengan lingkungannya atau lattice yang menyebabkan terjadinya pertambahan energi sehingga terdapat pertumbuhan magnetisasi dengan bertambahnya waktu t yang merupakan solusi persamaan Bloch, yang dinyatakan dengan T1 adalah waktu relaksasi longituginal yang diukur 63% dari waktu pertumbuhan magnetisasi disebut spin-kisi atau spin lattice relaxation (Bushberg, 2002). Waktu relaksasi T1 ini terjadi dimana energi yang dibebaskan ke lingkungan sekitar akan menyebabkan magnetisasi bidang longitudinal akan semakin lama semakin menguat (recovery) dengan waktu recovery yang konstan dan berupa proses eksponensial. Menurut Hendee, (2002) bahwa relaksasi sinyal magnetik resonansi (MR) merupakan karakteristik yang bersifat ekponensial sama dengan peluruhan radioaktif, penyerapan energi dan pertumbuhan sel dalam jaringan. Untuk waktu relaksasi longitunginal dimana sinyal magnetik resonansi (S) berkurang secara ekponensial. Waktu dari sinyal S0 mengikuti pulsa RF, Nilai S0 dipengaruhi oleh faktor banyaknya proton dalam sampel, panjangnya waktu gelombang radio yang diberlakukan bagi sampel, kepekaan coil penerima, dan keseluruhan kepekaan elektronik. Pada saat pulsa RF dihentikan (off), akan terjadi proses dimana Net Magnetisasi Vektor kehilangan energi yang dikenal dengan relaksasi. Ada dua fenomena yang terjadi pada saat terjadinya relaksasi yaitu jumlah magnetisasi pada bidang longitudinal secara perlahan semakin meningkat yang dikenal dengan peristiwa recovery dan pada saat yang sama jumlah magnetisasi pada bidang transversal akan meluruh yang dikenal dengan decay.
Universitas Sumatera Utara
13
Gambar 2.3 Magnetisasi longitudinal (Bryan, 2010) Sebagai contoh adalah lemak dan cairan cerebro spinal. Lemak memiliki waktu relaksasi T1 yang pendek sekitar 180 ms sedangkan untuk cairan cerebro spinal memiliki waktu relaksasi T1 yang panjang berkisar 2000 ms. Sehingga untuk mencapai waktu relaksasi T1 (63%), lemak akan lebih cepat dibanding dengan cairan cerebrospinal. Dengan demikian untuk pembobotan T1, jaringan dengan waktu relaksasi T1 pendek (lemak) akan tampak terang dan jaringan dengan waktu relaksasi T1 panjang (cairan cerebrospinal) akan tampak gelap. 2.6.2
Relaksasi T2
Penerapan pada pulsa RF 900 pada spin sampel menyebabkan terdapat perubahan arah magnetisasi longitugunal menjadi sumbu transversal yang menjadikan nilai magnetisasi longituginal Mz = 0 dan magnetisasi transversal Mxy dalam kondisi maksimum. Setelah berada pada bidang transversal spin akan dirotasikan dibidang tersebut sehingga terdapat laju perubahan magnetisasi terhadap waktu yang sesuai dengan persamaan gyroskopik. Pada saat spin berpresisi pada bidang transversal terdapat interaksi yaitu interaksi antar spin yang menyebabkan perubahan magnetisasi tanpa mengubah nilai energi interaksi awal, sehingga besar magnetisasi transversal mengecil secara eksponensial dengan bertambahnya waktu t, yang merupakan solusi persamaan gerak tersebut (persamaan Bloch) didiskripsikan dengan T2 adalah waktu transversal yang besarnya diukur setelah meluruh 37% dari amplitudo
Universitas Sumatera Utara
14
maksimumnya disebut juga spin – spin (Gambar 2.6). T2 decay dihasilkan oleh Spin Relaxation yaitu pertukaran energi antar nuklei yang satu dengan nuklei yang lain disekitarnya. Waktu relaksasi T2 akan lebih pendek dari pada waktu relaksasi T1. Secara umum pada pembobotan T2, jaringan dengan waktu relaksasi T2 panjang (seperti cairan cerebro spinal sekitar 300 ms akan tampak terang dan jaringan dengan waktu relaksasi T2 pendek (seperti lemak sekitar 90 ms) akan tampak gelap. Kecepatan meluruhnya komponen magnetisasi tranversal tergantung dari konstanta waktu relaksasi transversal atau waktu relaksasi spinspin, yang merupakan interaksi antara proton dengan proton. Berdasarkan mekanisme relaksasi baik transversal maupun longitudinal di atas, untuk berbagai jaringan dalam tubuh mempunyai prilaku dan waktu relaksasi yang berbeda – beda, yang diterangkan pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Waktu relaksasi T1 dan T2 pada jaringan tubuh (Wikibooks, 2007)
2.7
Tissue
T1 (msec)
Muscle Liver Kidney Grey Matter White Matter Lung CSF
870 490 650 920 790 830 2,400
T2 (msec) 47 43 58 100 92 80 160
Pengukuran Sinyal MRI Proses terjadinya sinyal MRI yang berasal dari pasien tersebut melalui 3
fase fisika yaitu: fase presesi atau magnetisasi, fase resonansi dan fase relaksasi. Fase presesi atau magnetisasi terjadi ketika pasien dimasukan kedalam medan magnet yang kuat dalam pesawat MRI, dimana magnetik dipole atau proton proton dalam tubuh pasien akan parallel dan tidak parallel dengan kutub medan magnet pesawat, tergantung kekuatan medan magnet pesawat dan selisih proton
Universitas Sumatera Utara
15
proton yang searah dan berlawanan arah merupakan inti bebas tidak berpasangan yang akan membentuk jaringan magnetisasi. Proton proton selain terus melakukan spin juga melakukan gerakan relatif yang sama dengan gerakan permukan gasing yang disebut gerakan presesi. Frekuensi gerakan presesi tergantung pada jenis atom dan kekuatan medan magnet luar yang mempengaruhinya atau kekuatan medan magnet pesawat MRI. Fase resonansi terjadi pada saat fase presesi gelombang radio (RF) dipancarkan, proton proton hydrogen akan menyerapnya dan mulai bergerak meninggalkan arah longitudinal yang sejajar dengan arah kutub magnet pesawat menuju kearah transversal dan menghasilkan magnetisasi transversal. Fase proton proton bergerak meninggalkan sumbu longitudinal menuju arah transversal disebut sebagai fase resonansi. Fase relaksasi terjadi, ketika proton proton hydrogen berada pada bidang transversal atau decay menuju kembali kearah longitudinal atau recovery sambil melepaskan energi yang diserapnya dari gelombang radio dalam bentuk gelombang elektromagnetik yang dikenal sebagai sinyal MRI, yang akan diterima oleh sebuah kumparan atau antena penerima disisi pesawat MRI, fase ini disebut fase relaksasi. Fase relaksasi dibagi menjadi T1 dan T2. Jika T1 makin lama maka diperoleh sinyal yang makin besar. Awalnya presesi proton proton berada dalam laju dan arah atau fase yang sama namun secara perlahan satu sama lain keluar dari fase tersebut yang disebabkan terjadinya interaksi proton dengan proton proton disekitarnya atau spin-spin interaction. Magnetisasi proton proton lokal yang tidak homogen meningkatkan interaksi spin spin dan mempercepat dephasing sehingga mempercepat penurunan besarnya sinyal (signal decay) ke nilai nol. Hal ini berarti terdapat adanya sinyal yang hilang (loss of signal). Waktu yang diperlukan proton proton dari keadaan magnetisasi transversal berkurang hingga sekitar 37% merupakan nilai T2 yang sebenarnya (Bushberg, 2002).
Universitas Sumatera Utara
16
Sinyal MRI adalah sinyal yang dideteksi pada saat spin berelaksasi dibidang transversal yang susunannya berupa sinyal sinusoidal yang meluruh secara eksponensial dengan pertambahan waktu yang disebut dengan Free induction decay (FID). Proses FID dimana setelah pancaran frekuensi radio di matikan maka spin partikel akan menyerap energi, kemudian energi tersebut akan melemah sedikit demi sedikit dan akan menuju pada satu fase (dephase). Kehilangan sinyal yang diakibatkan oleh medan magnetik lokal yang tidak homogen tersebut, menutupi nilai T2 yang sebenarnya. Nilai T2 yang diakibatkan oleh adanya medan magnetik yang tidak homogen diberi symbol T2*. Proses dephasing diakibatkan oleh hasil interaksi spin spin yang sebenarnya dan interaksi spin spin akibat medan magnet yang tidak homogen. Kekuatan sinyal tergantung pada kerapatan proton atau density proton, waktu relaksasi spin-lattice (T1) dan relaksasi spin-spin (T2) serta sifat magnetik tubuh pasien. Pada pemeriksaan MRI, kandungan proton tergantung pada kandungan (kadar) air yang merupakan salah satu material dari komposisi kimia penyusun jaringan yang diperiksa. Tabel 2.3 Densitas hidrogen pada beberapa jaringan (Forshult, 2007) Jaringan Blood Bone Cerebrospinal fluid Fat Gray matter Liver Lung Muscle White matter 2.7.1
Densitas Jaringan 93 12 96 88 84 81 5 82 70
Paramter kekontrasan pencitraan MRI
Parameter pada magnetic resonance imaging adalah variabel yang dapat mengakibatkan terjadinya pembedaan kontras. Dan khususnya dalam bidang kesehatan untuk mendiagnosa suatu kelainan pada jaringan tubuh manusia. Parameter dalam MRI dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
17
a. waktu pengulangan atau time repetition (TR) b. waktu gaung atau time encho (TE) 2.7.2.
waktu pengulangan atau repetition
Waktu pengulangan atau time repetition adalah suatu interval waktu antara pengulangan dua pulsa yang sama. Pemberian TR yang lama dapat mengevaluasi jaringan dalam irisan yang lebih banyak serta memberikan harga sinyal noise yang lebih baik, namun menyebabkan waktu yang dibutuhkan lebih lama untuk memperoleh data. TR yang cepat dapat mempersingkat waktu pengambilan data namun jumlah irisan jaringan yang dievaluasi menjadi sedikit, dan Signal to Noise Ratio (SNR) menjadi jelek. Harga TR dan TE untuk pembobotan T1 dan T2 pada pulsa spin echo dapat dilihat dalam Tabel dibawah ini. Tabel 2.4 Spin echo sequence untuk parameter TR dan TE Parameter
Waktu (milidetik)
Pembobotan
TR cepat
<1000
T1
TR cepat
<30
T1
TR lama
>1000
Kecepatan proton
TR cepat
<30
Kecepatan proton
TR lama
>1000
T2
TR lama
>60
T2
Harga TR dianggap cepat jika kurang dari 1000 milidetik, sedangkan TR dianggap lama jika lebih dari 1000 milidetik. TR berkaitan dengan waktu relaksasi longitudinal. Dari perbedaan nilai dari TR akan memberikan kekontrasan citra yang berbeda. Pemilihan TR yang lama memberikan kekontrasan citra yang kurang baik, karena relaksasi longitudinal kedua jaringan sudah mencapai keadaan seimbang sempurna. Pemberian TR yang cepat memberikan kekontrasan citra lebih baik, karena relaksasi longitudinal yang lebih lama belum sempurna kembali keadaan seimbang sehingga pembedaan intensitas sinyal yang yang diberikan dari kedua jaringan lebih besar (pierce, 1995).
Universitas Sumatera Utara
18
2.7.3. Waktu gaung atau time encho Waktu gaung atau time encho adalah interval waktu pemberian pulsa RF awal dengan pulsa RF terakhir sampai deteksinya sinyal magnetik resonance MR) maksimum. Sinyal MR maksimum tersebut merupakan sinyal spin encho. Pemilihan lama dan cepatnya TE akan mempengaruhi intensitas sinyal yang didapat. TE tersebut cepat jika waktu gaungnya kurang dari 30 milidetik (Bushberg, 2001). Intensitas sinyal encho ditentukan oleh kurva T2, Intensitas sinyal besar jika memakai TE pendek. Dengan TE yang cepat meminimalkan peluruhan transversal atau transverse decay dan sinyal yang dihasilkan dapat dipelihara. Pemilihan TE panjang dapat mengakibatkan peluruhan transversal atau transverse decay menjadi maksimal dan sinyal yang didapat kecil.
2.8.
Pembobotan Pada Magnetic Resonance Imaging Pembobotan pada magnetic resonance imaging adalah suatu pencitraan
dengan menggunakan beberapa parameter yang berhubungan dengan jaringan tubuh yang akan didiagnosa. Dalam penelitian ini ada dua jenis pembobotan yang akan dilakukan yaitu pembobotan T1 dan Pembobotan T2. Pembobotan pada MRI merupakan suatu pencitraan degan menggunakan beberapa parameter yang berhubungan dengan jaringan tubuh yang akan di diagnosa, dipengaruhi oleh nilai TR dan TE. Dalam penelitian ini dikaji tentang pembobotan T2, yang memanfaatkan echo train length (ETL) namun akan dijelaskan secara ringkas tentang pembobotan T1. 2.8.1. Pembobotan T1 atau Spin Latice Relaxation Pembobotan T1 merupakan pembobotan dengan parameter TR dan TE yang pendek. Pada pembobotan T1 dengan nilai TR pendek jaringan (lemak) akan mengalami recovery penuh pada arah longitudinal dan akan tampak gelap atau hyperintense. Sedangkan pada jaringan yang memiliki nilai TR panjang (CSF) akan mengalami recovery sebagian atau partial, sehingga akan tampak
Universitas Sumatera Utara
19
hypointense, tetapi untuk jaringan yang mempunyai T1 yang cepat maka pada pembobotan T1 akan kelihatan terang atau hypointens. Tabel dibawah ini menunjukkan karateristik jaringan dari struktur anatomi (Pierce, 1995). Tabel 2.5 Hubungan karateristik jaringan dengan pembobotan T1 dan T2 Jaringan
Pembobotan T1
Pembobotan T2
CSF
Gelap
Terang
Gray matter
Abu - abu
Abu-abu
White matter
Terang
Terang
Lemak atau fat
Terang
Abu-abu
Corticoal bone
Gelap
Gelap
Air
Gelap
Gelap
Darah atau blood
Gelap
Gelap
Edema
Abu – abu gelap
Terang
Protein
Terang
Terang
Dengan parameter TE yang pendek maka waktu untuk meluruh atau relaksasi spin-spin sangat singkat sehingga peluruhan sinyal menjadi minimal. Parameter TE yang pendek untuk meminimalkan tranversal decay, T2 selama akuisisi sinyal. Biasanya pembobotan T1 diinterpretasikan untuk menunjukkan struktur anatomi (Busberg, 2002). 2.8.2. Pembobotan T2 atau Spin-spin Relaxation Pembobotan T2 adalah pembobotan dengan mengunakan parameter TR yang lama dan TE yang lama. Pembobotan T2 baik dalam menciptakan sinyal yang terang pada pemeriksaan kelainan patologi. Air akan tampak lebih cerah dari lemak (Robbie, 2006). Nilai TR lebih dari 1000 msec dan TE lebih dari 30 msec. Dengan TR yang panjang mengakibatkan terjadinya proses magnetisasi ke equilibrium untuk semua jenis jaringan (fat, CSF) sudah mencapai magnetisasi maksimum, saat itu juga perbedaan intensitas sinyal relative untuk semua jaringan.
Universitas Sumatera Utara
20
Dengan nilai TE yang panjang maka jaringan yang mempunyai nilai TR pendek yaitu lemak pada pembobotan T2 akan tampak gelap atau hyperintens, karena waktu untuk meluruh atau relaksasi spin-spin pendek sehingga peluruhan sinyal menjadi lebih banyak. Peluruhan sinyal yang banyak mengakibatkan intensitas sinyal relatif yang dihasilkan menjadi sedikit, menjadi hyperintens. Artinya peluruhan sinyal yang sedikit akan meminimalkan proses. Pembobotan T2 penting dalam memperlihatkan citra dari vertebra lumbal terutama irisan sagital dibandingkan teknik SE konvensional (Maksymowych, 2007). Pembobotan T2 FSE menggunakan echo train yang panjang atau ETL. Semakin banyak ETL, pembobotan T2 akan semakin tinggi. Hal ini akan menyebabkan kekaburan citra atau blurring, memungkinkan pengurangan nilai signal to noise ratio (SNR) atau perbandingan antara besarnya amplitudo sinyal dengan amplitude noise, yang berpengaruh terhadap kontras citra atau contras to noise ratio (CNR) merupakan salah satu kelemahan FSE (Woodward dan Freimarck, 2001). Penelitian sebelumnya tentang pengaruh ETL menyatakan pada peluruhan T2 dengan echo train yang panjang atau ETL akan menyebabkan bluring yang berhubungan dengan pelebaran puncak pada fungsi titik sebaran point spread function (PSF), menggambarkan luasnya puncak setengah maksimum atau full width at half maximum (FWHM), yang menghasilkan nilai SNR yang akan mempengaruhi kontras citra MRI (Qin, 2012). Pada pencitraan MRI selain T2 yang tinggi juga dengan T2 yang pendek menyebabkan kekaburan dan kerugian sinyal amplitudo (Rahmer, et. al, 2006). 2.9.
Metode Pencitraan Metode pencitraan adalah metode pembentukan citra yang dipergunakan
dalam pemeriksaan MRI atau magnetic resonance imaging. Ada 2 metode yang dipergunakan dalam penelititian ini, yaitu: a. metode spin encho. b. metode inversion recovery.
Universitas Sumatera Utara
21
2.9.1.
Metode spin encho
Metode spin echo adalah metode yang paling sederhana dan waktu pencitraan yang relatif cepat dan menghasilkan bentuk citra yang baik sehingga metode ini sering dipergunakan. Rangkaian atau sequence pulsa RF diawali dengan pemberian pulsa 900, lalu dalam interval waktu TE/2 diikuti dengan pemberian pulsa 1800, dalam pemberian pulsa RF ini akan mempengaruhi posisi proton terhadap komponen magnetisasi transversal. Pulsa ini menyebabkan berputarnya semua proton pada bidang transversal menjadi 1800, dan proses ini menyebabkan semua proton berputar bidang transversal negatif. Akibatnya letak posisi proton lambat menjadi depan presisi proton cepat. Kemudian pada selang waktu TE/2 berikutnya seluruh proton sudah berpresisi pada kecepatan yang sama, sehingga fasenya sama untuk semua proton. Kembalinya semua proton kepada satu fase mengakibatkan magnetisasi transversal diperoleh kembali dan menghasilkan sinyal magnetic resonance yang maksimal, sinyal inilah yang disebut spin echo atau sinyal echo. Sejalan dengan proses perubahan fase, proton-proton mulai kembali yang diikuti dengan peluruhan induksi bebas (bushberg, 2001). 2.9.2.
Meetode pembalikan kembali atau inversion recovery
Metode ini diawali dengan pemberian pulsa 1800 , yang menimbulkan vekor magnetisasi kearah sumbu Z negatip. Dengan pertambahan waktu maka proton akan kembali keadaan kesetimbangan, maka pada momen tertentu magnetisasi total atau net magnetitation akan berharga nol, karena besarnya magnetisasi pada arah sumbu Z negatip. Pada keadaan tersebut tidak akan ada sinyal yang akan terdeteksi atau intensitas sinyal yang akan dihasilkan adalah nol. Interval waktu tertentu setelah pulsa 1800 diberikan waktu pembalikan, dilanjutkan dengan pemberian pulsa 900 yang menyebabkan magnetisasi longitudinal kebidang transversal maka sinyal akan teramati dan terjadilah peluruhan induksi bebas. Kemudian diikuti dengan pemberian pulsa 1800 untuk
Universitas Sumatera Utara
22
mendapatkan sinyal echo. Inversion recovery sama metode spin echo dengan penambahan pulsa 1800 diawal rangkaian pulsa RF. Besarnya sinyal echo yang dihasilkan tergantung pada lamanya waktu pembalikan atau time inversion dan waktu tunda atau delay time, yaitu waktu dimana deretan pulsa pemulihan kembali diatas diulang kembali. Disamping metode yang dipergunakan diatas ada beberapa metode yang mengandung teknik pemberian pulsa RF yaitu: a. Variable-echo. b. Fast screen echo. c. Gradien echo. 2.9.3.
Parameter Resolusi Citra
Parameter resolusi citra terdiri dari: a. Jenis jaringan b. Resolusi spasial 2.9.4.
jenis jaringan
Jenis jaringan dibagi menjadi dua keadaan yaitu cairan atau liquid dan padat atau solid. Jaringan padat memiliki molekul-molekul relatif tetap hal ini berarti medan magnetnya tetap dan variasi lokal medan magnetik disekitar proton cukup berarti, dan jaringan cair medan magnet lokal dari molekul-molekul terdekatnya berubah dengan cepat, sebagai akibat dari gerakan molekulnya. Didalam jaringan padat tumbukan tidak sering terjadi karena molekulmolekul relatif tetap, lain halnya dengan jaringan cair tumbukan sering terjadi karena molekul-molekulnya bebas bergerak dan mengakibatkan transfer energy lebih banyak sehingga proton lebih cepat mensejajarkan diri kembali kemedan magnet (bushberg, 2001).
Universitas Sumatera Utara
23
Proton mensejajarkan diri secara pararel dan anti-aararel terhadap medan yang diberikan. Proses pensejajaran tersebut terjadi karena interaksi thermal molekul-molekul, dimana molekul-molekul dalam jaringan bertumbukan dan berinteraksi satu sama lain sehingga terjadi transfer energi. Waktu relaksasi transversal untuk jaringan padat lebih cepat dibanding dengan jaringan cair. Karena struktur molekul relatif tetap sehingga medan-medan magnetiknya tetap. Ketidakhomogenan lokal tersebut cukup berarti sehingga menyebabkan efek antar medan magnetic cukup berpengaruh, terutama jika arahnya saling berlawanan sehingga interaksi antar spin-spin cukup memberikan pengaruh pada medan magnet total yang memberikan harga T2 cepat. Pada jaringan cair molekulnya bebas dan bergerak cepat, sehingga magnetisasi lokal totalnya sangat cepat menjadi nol, hal ini menyebabkan interaksi spin-spin tidak cukup berarti. Akiibatnya uuntuk jaringan cair medan magnet internalnya lemah sehingga T2 kuranng berpengaruh pada perbahan fase. Hal ini mengakibatkan kostanta waktu T2 jaringan cair panjang. 2.9.4.
Resolusi spasial atau spatial resolution
Resolusi spasial adalah faktor yang sangat berhubungan dengan kualitas citra. Resolusi spasial dapat diperoleh dengan menentukan jumlah pixel (picture elemen) atau satuan pembentuk gambar yang ditampilkan dalam FOV (Field Of View) dan resolusi spasial berhubungan sekali dengan SNR (Signal to Noise Ratio) (bushberg, 2001). Penggunaan pixel-pixel yang mewakili besarnya frekuensi encoding mengontrol waktu scan dimana arah frekuensi encoding terdapat pada window (band width) yang membaca data dari jaringan yang dipilih. Dimana banyaknya data yang diambil menentukan resolusi vertikal. Pada dasarnya resolusi sebanding dengan pemilihan ukuran jaringan dalam arah frekuensi encoding. Dengan menggunakan pixel-pixel kecil Maka akan mempertinggi resolusi spasial tetapi dalam hal ini harga SNR (signal to Noise Ratio) berkurang., sebab besarnya sinyal yang sama harus didistribusikan keseluruh pixel yang jumlahnya banyak.
Universitas Sumatera Utara
24
2.9.5. Rekonstruksi Pencitraan MRI Melalui antena frekuensi radio khususnya pada saat proton berada diantara selang relaksasi, bisa didapatkan sinyal RF yang dipancarkan dari tubuh pasien yang disebut peluruhan induksi bebas. FID merupakan intensitas sinyal MRI digambarkan sebagai fungsi waktu. Dan dengan melakukan transformasi Fourier terhadap FID menghasilkan spectrum MR. Spektrum MR tersebut merupakan gambar intensitas sinyal terhadap frekuensi dan puncak dari spectrum PR menyatakan suatu karateristik jaringan yang diamati. Jika pada magnet utama tersebut diberikan media magnet gradien yang bedanya bisa diatur (bidang X, Y dan Z) yaitu pada potongan tubuh sagital, coronal dan axial, maka didapatkan spektrum MR yang sesuai (Bushberg, 2001). Dengan medan magnet gradien yang kuat medan magnetnya jauh lebih kuat dari pada medan magnet utama, akan terjadi pembedaan kuat medan magnet diluar potongan tubuh yang dipilih, sehingga ada bagian yang lebih besar, maupun yang lebih kecil dari frekuensi larmor. Dengan bantuan seperangkat komputer pesawat MRI yang dibuat atau yang deprogram sesuai dengan kekuatan dari medn magnet yang dihasilkan oleh superconductor didapatkan suatu pencitraan MRI. Pencitraan MRI dilakukan melalui suatu metode transformasi Fourier yang dapat mengkontruksi citra dari gambaran MRI. Melalui berbagai proyeksi kemudian dapat direkontruksikan kedalam layar monitor, dan akan terbentuk gambar yang merupakan hasil dari pencitraan resonansi magnetic dan disamping dalam bentuk gambar di monitor juga dapat dimasukkan kedalam kaset (Bushberg, 2001).
Universitas Sumatera Utara
25
Gambar 2.4 Komposisi dasar pada pesawat MRI 1. Dasar-dasar MRI Pada dasar-dasar MRI ini akan dibahas mengenai pengertian MRI, Komponen utama MRI (magnet utama, gradien koil, pemancar (transmitter), koil penerima (receiver) dan komputer) a.
Pengertian MRI Menurut www.cis. Rit. Edu/htbooks/nmr/chap-1. htm MRI merupakan sebuah teknik radiologi yang menggunakan magnetisasi, radiofrekuensi, dan computer untuk menghasilkan gambaran struktur tubuh. Menurut jurnal Reshaping the way you look at MRI(2005) MRI adalah suatu alat diagnostik gambar berteknologi tinggi yang menggunakan medan magnet, frekuensi radio tertentu dan seperangkat komputer untuk menghasilkan gambar irisan-irisan penampang tubuh manusia.
b.
Komponen Utama MRI 1.
Magnet Utama (Hashemi,R.H, dan Bradley,W.G, 1997) Magnet utama di gunakan untuk membangkitkan medan magnet yang mampu
menginduksi
jaringan
tubuh
sehingga
menimbulkan
magnetisasi. Beberapa jenis magnet utama, antara lain:
Universitas Sumatera Utara
26
a. Mgnet permanen. Magnet permanen terbuat dari beberapa lapis batang keramik ferromagnetik dan memiliki kuat medan magnet maksimal 0,3 Tesla. Magnet ini di rancang dalam bentuk tertutup maupun terbuka (C shape) dengan arah garis magnetnya adalah antero-posterior. b. Magnet resistiv Medan magnet dari jenis resistif dibangkitkan dengan memberikan arus listrik pada kumparan. Kuat medan magnet yang mampu dihasilkan mencapai 0,3 Tesla. c. Magnet superkonduktor Magnet ini mampu menghasilkan medan magnet hingga berkekuatan 0,5 Tesla-3.0 Tesla, dan sekarang banyak dipakai untuk kepentingan klinik. Helium cair digunakan untuk mempertahankan kondisi superkonduktor agar selalu berada pada temperatur yang diperlukan. 2.
Koil gradien Koil gradien dipakai untuk membangkitkan medan magnet gradient yang berfungsi untuk menentukan irisan, pengkodean frekuensi dan pengkodean fase. Terdapat tiga medan yang saling tegak lurus yaitu bidang X, Y dan Z. Peranannya akan saling bergantian dengan potongan yang dipilih axial, sagital dan coronal. Ini digunakan untuk memvariasikan medan magnet pada pusat yang terdapat 3 medan yang saling tegak lurus antara ketiganya (X,Y dan Z). Secara koordinat ruang (X, Y dan Z). Kumparan gradien dibagi 3 yaitu: 1. Kumparan gradien pemilihan irisan (slice) 2. Kumparan gradien pemilihan fase 3. Kumparan gradien pemilihan frekuensi
Universitas Sumatera Utara
27
3.
Koil Radio Frekuensi Koil radiofrekuensi(RF), koil RF terdapat 2 tipe yaitu koil pemancar dan penerima. Koil pemancar berfungsi untuk memancarkan gelombang radio pada inti yang terlokalisir sehingga terjadi eksitasi, sedangkan koil penerima brefungsi untuk menerima sinyal output dari sistem setelah proses eksitasi terjadi (Peggy dan Freimark, 1995).
Koil RF dirancang untuk sedekat mungkin dengan obyek agar sinyal yang diterima memiliki amplitudo besar. Beberapa jenis koil RF diantaranya. a. Koil Volume Koil volume merupakan jenis koil RF yang sensitif terhadap volume tubuh jaringan dan sudut eksitasi yang sama, sehingga dapat menerima sinyal secara merata pada area yang tercakupinya. Koil berfungsi sebagai koil penerima sekaligus pemancar. Jenis koil volume diantaranya koil tubuh, koil genu dan koil leher. b. Koil Permukaan Koil permukaan didesain berbentuk kaku, lentur atau mirip pelana. Koil ini umumnya berfungsi sebagai koil penerima. Koil vertebra dan beberapa ekstrimitas termasuk jenis koil ini. c. Koil Linier Adalah koil yang sensitif terhadap perubahan medan magnet sepanjang garis axis tunggal. Koil permukaan sebagian besar termasuk koil linier. d. Koil Kuadrat Adalah koil yang sensitif terhadap perubahan axis ganda. Koil volume sebagian besar termasuk koil kuadrat.
Universitas Sumatera Utara
28
e. Phase Array (PA) Koil Phase Array kol dibuat untuk mengatasi kekurangan koil permukaan yang besar cakupan obyeknya sangat terbatas. PA koil umumnya digunakan pada servikal, thoraco-lumbal atau dapat dirangkaikan dengan beberapa tipe koil abdomen dan pelvis. 4.
Sistem Komputer. Sistem computer bertugas sebagai pengendali dari sebagian besar peralatan MRI. Dengan kemampuan piranti lunaknya yang besar computer mampu melakukan tugas-tugas multi, diantranya adalah operator input, pemilihan potongan, kontrol system gradient, kontrol sinyal RF. Disamping itu, computer juga berfungsi untuk mengolah sinyal hingga menjadi citra MRI yang biasa dilihat melalui layar monitor, disimpan ke dalam piringan magnetik atau bisa langsung dicetak.
2. Fisika MRI a. Nukleus Aktif MR (Westbrook,C, dan Kaut,C, 1999) Nukleus aktif MR yaitu inti-inti atom dalam tubuh manusia yang memiliki nomor massa ganjil, baik jumlah proton maupun neutronnya yang ganjil. Beberapa nucleus aktif MR yaitu hidrogen (1 proton dan tanpa neutron), Carbon-13, Phosfor-31, sodium-23, oksigen-17, nitrogen-15. Hidrogen adalah nucleus aktif MR yang banyak digunakan dalam MRI karena hydrogen dalam tubuh sangat banyak dan protonnya mempunyai moment magnetik yang sangat besar. Dalam kondisi normal moment magnetic inti hidrogen arahnya random. Namun apabila ditempatkan dalam suatu medan magnet yang kuat, momen magnetic inti-inti atom akan menyesuaikan arah dengan medan magnet statis. Sebagian besar inti hidrogen akan parallel dengan medan magnet statis. Inti atom hidrogen yang mempunyai energi rendah akan parallel terhadap medan magnet statis dan inti–inti atom hidrogen yang tinggi akan anti parallel dengan medan magnet Faktor-faktor yang
Universitas Sumatera Utara
29
mempengaruhi penyesuain inti-inti atom hidrogen terhadap medan magnet statis adalah kuat lemahnya medan magnet statis dan energi thermal inti atom, yakni bila energi thermal lebih lemah tidak cukup kuat untuk berlawanan dengan medan magnet statis (Bo), dan bila energi thermal tinggi akan cukup untuk anti parallel. b. Presesi Tiap-tiap inti hidrogen membentuk NMV spin pada sumbu atau porosnya. Pengaruh dari Bo akan menghasilkan spin sekunder atau ”gerakan” NMV mengelilingi Bo. Spin sekunder ini disebut precession, dan menyebabkan magnetik moment bergerak secara circular mengelilingi Bo. Pergerakan itu disebut
”precessional path” dan
kecepatan gerakan NMV mengelilingi Bo disebut ”frekuensi path” Satuan frekuensinya MHz, dimana 1 Hz= 1 putaran per detik.
Gambar 5. Presesi c. Resonansi Adalah fenomena yang terjadi apabila sebuah obyek diberikan pulsa yang mempunyai frekuensi sesuai dengan frekuensi Larmor. Apabila tubuh pasien diletakkan dalam medan magnet eksternal yang sangat kuat, maka inti-inti atomnya akan berada pada arah yang searah atau berlawanan dengan medan magnet luar dan inti-inti itu akan mengalami perpindahan dari suatu energi ke tingkat energi yang lain. Proses perpindahan energi ini seringkali merubah arah dari NMV, akibatnya
Universitas Sumatera Utara
30
vektor dapat berubah arah dari arah longitudinal atau parallel medan magnet luar, ke arah yang lain. Peristiwa ini terjadi apabila inti atom menyerap energi untuk berpindah energi yang lebih tinggi atau melepaskan energi untuk berpindah ke tingkat yang lebih rendah. Energi untuk terjadinya proses ini di dapat dari energi pulsa radiofrekuensi. Pulsa radiofrekuensi ini harus mempunyai frekuensi tertentu untuk dapat berperan dalam proses transisi, dan harus disesuaikan dengan kekuatan medan magbnet eksternal. Untuk magnet dengan kekuatan 1 Tesla (10.000 gauss), frekuensi RF yang diperlukan adalah 42,6 Mhz, sedangkan untuk 1,5 Tesla diperlukan 63,9 Mhz d. MR Signal Adalah sebagai akibat resonansi NMV mengalami inphase pada bidang transversal. Hukum Farady menyatakan jika receiver koil ditempatkan pada area medan magnet yang bergerak misalnya NMV yang mengalami presesi pada bidang transversal tadi akan dihasilkan voltage dalam receiver koil. Oleh karena itu NMV yang bergerak menghasilkan medan magnet yang berfluktuasi dalam koil. Saat NMV berpresesi sesuai frekuensi Larmor pada bidang transversal, maka akan terjadi voltage. Voltage ini merupakan MR signal. Frekuensi dari signal adalah sama dengan frekuensi Larmor, besarnya kecilnya sinyal tergantung pada banyaknya magnetisasi dalam bidang transversal. Bila masih NMV, akan menimbulkan sinyal yang kuat dan tampak terang pada gambar, bila NMV lemah akan sedikit menimbulkan sinyal dan akan tampak gelap pada gambar. e. Sinyal FID (Free Induction Decay) Pada saat mengalami relaksasi, NMV akan mengeluarkan energi dalam bentuk sinyal. Pemberian pulsa 90o menghasilkan sinyal yang dikenal dengan peluruhan Induksi Bebas (Free Induction Decay = FID), tetapi sinyal ini sulit dicatat. Untuk mendapatkan sinyal echo yang memiliki energi besar dibutuhkan lagi pulsa 180o. Sinyal echo yang akan ditangkap koil sebagai data awal proses pembentukan citra.
Universitas Sumatera Utara
31
Pembentukan citra ini ketika energi RF diberikan pada pasien menyebabkan obyek akan tereksitasi dan sinyal terakusisi dalam daerah yang terlokalisasi menjadi tiga dimensi. Metode yang digunakan tersebut dikenal dengan metode Transformasi Fourier 2 dimensi. Masing-masing sinyal yang didapatkan oleh masing-masing elemen voxel akan terukur dalam peralatan MRI menjadi suatu nilai Signal to Noise Ratio (SNR) yaitu perbandingan yang diperoleh masing-masing elemen voxel terhadap noise. Dan SNR ini yang akan menentukan citra yang diperoleh. SNR ini yang akan menggambarkan besar intensitas signal yang didapat pada elemen voxel, maka SNR akan bergantung pada langkah pengkodean fase dan dapat dijumlahkan serta diratakan. Besarnya matrik menentukan jumlah pixel atau satuan pembentuk citra. Ukuran matrik bertambah besar maka jumlah pixel bertambah banyak pula, tetapi ukuran pixel bertambah kecil. Jika ukuran matrik betambah besar maka resolusi spatial meningkat bertambah baik), karena ukuran pixelnya menjadi lebih kecil. Namun hal tersebut akan mengurangi banyaknya sinyal yang diterima oleh setiap pixel sehingga memperoleh perbandingan SNR yang sangat baik (Friedman dan Barry, 1989) f. Relaksasi Selama relaksasi NMV membuang seluruh energinya yang diserap dan kembali pada Bo. Pada saat yang sama, tetapi tidak tergantung moment magnetik NMV kehilangan magnetisasi transversal yang dikarenakan dephasing. Relaksasi menghasilkan recoveri magnetisasi longitudinal dan decay dari magnetisasi transversal. 1) Recoveri dari magnetisasi longitudinal disebabkan oleh proses yang dinamakan T1 recoveri 2) Decay dari magnetisasi transverse disebabkan oleh proses yang dinamakan T2 decay g. T1 Recoveri Disebabkan oleh inti-inti atom yang memberikan energinya pada lingkungan sekitarnya atau lattice, dan disebut spin lattice relaksasi.
Universitas Sumatera Utara
32
Energi yang dibebaskan pada sekeliling lattice menyebabkan inti-inti atom untuk recoveri ke magnetisasi longitudinal. Rate recoveri adalah proses eksponensial dengan waktu yang konstan yang disebut T1. T1 adalah waktu pada saat 63% magnetisasi longitudinal untuk recoveri. h. T2 Decay Disebabkan oleh pertukaran energi inti atom dengan atom yang lain. Pertukaran energi ini disebabkan oleh medan magnet dari tiap-tiap inti atom berinteraksi dengan inti atom lain. Seringkali di namakan spinspin relaksasi dan menghasilkan decay atau hilangnya magnetisasi transverse. Rate decay juga merupakan proses eksponensial, sehingga waktu relaksasi T2 dari jaringan soft tissue konstan. T2 adalah waktu pada saat 63% magnetisasi transverse menghilang.
3. Pembentukan Citra Citra MRI dibentuk melalui proses pengolahan sinyal yang keluar dari obyek. Sinyal baru bisa diukur apabila arah vektornya di putar dari sumbu z (Mz) menuju sumbu xy (Mxy). Pemutaran arah vector magnet jaringan dan pengambilan sinyalnya dijelaskan melalui serangkaian proses dibawah ini. a.
Pulsa RF (Radiofrekuensi) Pulsa Rf merupakan gelombang elektromagnetik yang memiliki frekuensi antara 30-120 MHz. Apabila spin diberikan oleh sejumlah pulsa yang mempunyai frekuensi sama dengan frekuensi Larmor, maka terjadilah resonansi. Spin akan menyerap energi pulsa dan mengakibatkan sudut presesi semakin besar. Peristiwa tersebut dikenal dengan nama (Nuclear magnetik Resonance)
b.
Pembobotan T1 Yaitu citra yang kontrasnya tergantung pada perbedaan T1 time. T1 time adalah waktu yang diperlukan NMV untuk kembalinya 63% magnetisasi longitudinal dan dikontrol oleh TR. Karena TR
Universitas Sumatera Utara
33
mengontrol seberapa jauh vector dapat recover sebelum diaplikasi RF berikutnya, maka untuk mendapatkan pembobotan T1, TR harus dibuat pendek sehingga baik lemak maupun air tidak cukup waktu untuk kembali ke Bo, sehingga kontras lemak dan air dapat tervisualisasi dengan baik. Jika TR panjang lemak dan air akan cukup waktu untuk kembali ke Bo dan recover magnetisasi longitudinal secara penuh sehingga tidak bisa mendemontrasikan keduanya dalam gambar. Pembobotan T1 dimana TR pendek 300-600 ms , TE pendek 10-20 ms dan waktu scanning 4-6 menit c.
Pembobotan T2. Yaitu citra yang kontrasnya tergantung perbedaan T2 time. T2 time adalah waktu yang diperlukan untuk meluruh hingga 37 % dari nilai awalnya dan dikontrol oleh TE. Untuk mendapatkan T2 weighting, TE harus panjang untuk memberikan kesempatan lemak dan air untuk decay, sehingga kontras lemak dan air dapat tervisualisasi dengan baik. Jika TE terlalu pendek maka baik lamak dan air tidak punya waktu untuk decay sehingga keduanya tidak akan menghasilkan kontras gambar yang baik. Pembobotan PD/T2 dimana TR panjang 2000 ms, TE pendek 20 ms/ TE panjang >80 ms dan Waktu scnning 7-8 menit
4. Spin Echo a.
Pengertian Spin Echo Menggunakan eksitasi pulsa 90o yang diikuti oleh satu atau lebih rephasing pulsa 180o, untuk menghasilkan spin echo. Jika hanya menggunakan satu echo gambaran T1 Weighted Image dapat diperoleh dengan menggunakn TR pendek dan TE pendek. Sedangkan untuk menghasilkan proton density dan T2 Weighted Image, diaplikasikan dua spin echo dengan dua pulsa RF 180o rephasing, echo pertama dengan short TE dan long TR, untuk menghasilkan proton density, echo kedua dengan long TR dan long TE menghasilkan T2. Pada spin echo raw image data, dari masing-masing echo di simpan
Universitas Sumatera Utara
34
pada K-space dan banyaknya pulsa 180o rephasing yang diaplikasikan sesuai dengan banyak yang dihasilkan per TR.
Spin Echo gradient frequency encode RF pulse
readout
RF pulse
signal FID
spin
echo Gambar 6. Urutan sekuence pada pulse sekuence spin echo
(Westbrook,C, dan Kaut,C, 1999).
b. Waktu Scanning Waktu scanning pada sekuens Spin Echo dapat dihitung dengan rumus : Waktu scanning Spin Echo = TR x Jumlah phase enchode x NEX Dimana: TR
Time Repetition (ms)
Jumlah Phase Enchode Jumlah fase digunakan NEX
Jumlah eksitasi data
Misalnya pencitraan dengan 550, phase enchode 256 dan NEX 1 maka waktu scanningnya 2,35 menit c. Keunggulan Spin Echo Keunggulan dari penggunaan spin echo konvensional ini akan didapatkan citra yang berkualitas (SNR tinggi) dengan artefak yang tidak banyak. Untuk neuro imaging, sekuens spin echo ini banyak sekali dipergunakan. Selain memiliki kontras yang bagus, sekuens ini juga sangat sensitif untuk menilai abnormalitas. Menurut michell,
Universitas Sumatera Utara
35
pada dekade terkhir ini, spin echo konvensional adalah yang paling sering digunakan untuk menghasilkan citra dengan pembobotan T1 d. Keterbatasan Spin Echo Keterbatasan dari penggunaan spin echo konvensional adalah waktu scanning yang lama 5. Kualitas Citra MRI a. Signal To Noise Ratio (SNR) SNR adalah perbandingan antara besarnya signal amplitudo dengan besarnya noise dalam gambar MRI. Noise nilainya konstan untuk setiap pasien dan tergantung pada kondisi pasien, area pemeriksaan dan sistem komponen MRI. semakin besar signal maka akan semakin meningkatkan SNR dan sebaliknya menurunkan sinyal akan menurunkan SNR. SNR dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu densitas proton dari daerah yang diperiksa, voxel volume, TR, TE, flip angel, NEX, receive bandwidth dan koil. (Westbrook,C, dan Kaut,C, 1999) 1. Densitas Proton. Merupakan jumlah proton pada area pemeriksaan yang menentukan amplitude sinyal yang diterima. Daerah dengan densitas proton yang rendah menghasilkan signal yang rendah sehingga SNR yang dihasilkan juga rendah. Sebaliknya daerah dengan desitas proton yang tinggi akan menghasilkan proton yang tinggi sehingga SNR yang dihasilkan juga tinggi. 2. Voxel volume Voxel volume menandakan volume dalam pasien dan ditentukan oleh pixel area dan ketebalan irisan (slice thickness). Pixel area ditentukan oleh ukuran Field of View (FOV) dan jumlah pixel dalam FOV atau matrik. Voxel yang besar mempunyai inti-inti atom yang lebih banyak daripada voxel yang kecil, sehingga voxel yang besar mempunyai SNR yang lebih tinggi. Melipatgandakan (2
Universitas Sumatera Utara
36
kali) slice thickness akan menduakalikan SNR dan menduakalikan FOV akan mengempatkalikan SNR. 3. TR, TE, Flip angel a. Time Repetition (TR) TR adalah waktu yang diperlukan untuk aplikasi satu pulsa radiofrekuensi ke pulsa radiofrekuensi berikutnya. Dimana satuannya Millisecond (ms). TR menentukan jumlah relaksasi terjadinya antara satu radio frekuensi dan aplikasi radio frekuensi berikutnya, oleh karena itu TR menentukan jumlah dari relaksasi T1 terjadi. Keuntungan TR meningkat yaitu: meningkatnya SNR dan meningkatnya jumlah slice, sedangkan kerugiannya adalah meningkatnya waktu scanning dan menurunnya pembobotan T1 Keuntungan TR turun yaitu waktu scanning berkurang dan meningkatnya pembobotan T1, sedangkan kerugiannya adalah turunnya SNR dan jumlah slice berkurang.
Gbr 7. Time repetition (TR) (Westbrook,C, dan Kaut,C, 1999). b. Time Echo (TE) TE adalah waktu yang diperlukan dari aplikasi radio frekuensi sampai puncak induksi sinyal dalam koil, dimana satuannya millisecond (ms). TE menentukan berapa banyak magnetisasi transverse untuk decay yang terjadi sebelum dibaca. Oleh karena itu TE mengontrol jumlah T2 relaksasi yang terjadi.
Universitas Sumatera Utara
37
Gambar 8. Time echo (TE) (Westbrook, 1999). c. Flip angle (FA) menentukan jumlah magnetisasi transverse. Maksimum amplitudo dihasilkan dengan flip angle 90o. Flip angle yang lebih rendah akan menghasilkan SNR yang rendah pula. 4. NEX NEX (Number of excitation) merupakan nilai yang menunjukkan pengulangan pencatatan data selama akuisisi dengan amplitudo dan phase encoding yang sama. NEX mengontrol jumlah data yang disimpan dalam tiap-tiap lajur K-space. Menduakalikan NEX maka menduakalikan jumlah data yang disimpan dalam lajur Kspace.Data berisi signal dan noise. Noise adalah random dan dalam posisi yang berbeda tiap-tiap waktu data yang disimpan. Dan signal tidak random, selalu terjadi dalam tempat yang sama ketika data dikumpulkan. Menambah NEX sebesar 2 kali, hanya akan menambah SNR sebesar
2 (=1.4). Meningkatkan NEX,
bukan cara terbaik untuk meningkatkan SNR. Keuntungan NEX meningkat yaitu: meningkatnya SNR dan rata-rata signal lebih banyak dan mengurangi motion artefak, sedangkan kerugiannya adalah meningkatnya waktu scanning Keuntungan NEX turun yaitu: berkurangnya waktu scanning dan kerugiannya adalah menurunnya SNR dan rata-rata signal kurang
Universitas Sumatera Utara
38
5. Receive bandwidth Adalah rentang frekuensi yang terjadi pada sampling data pada obyek yang di scan. Semakin kecil bandwidth maka noise akan semakin kecil tetapi akan berpengaruh pada TE minimal yang dipilih. 6. Koil Pada prinsipnya semakin dekat koil dengan organ maka SNR yang dihasilkan semakin tinggi. a. Type koil yang digunakan menentukan jumlah sinyal yang diterima juga SNR b. Contoh : Surface koil yang ditempatkan dekat dengan area pemeriksaan akan menghasilkan SNR yang tinggi c. Umumnya ukuran koil juga menentukan SNR. Koil yang besar memungkinkan untuk coverisasi area pemeriksaan yang lebih baik, tetapi akan menghasilkan SNR yang rendah dikarenakan artefact yang muncul akan lebih banyak. d. Koil yang kecil akan menghasilkan SNR yang besar tetapi ukuran coverisasi area pemeriksaan sempit. e. Contras To Noise Ratio (CNR) Adalah perbedaan SNR antara 2 organ yang saling berdekatan. CNR yang baik dapat menunjukan perbedaan daerah yang patologis dengan daerah yang sehat. Dalam hal ini, CNR dapat ditingkatkan dengan cara: a. Menggunakan kontras media b. Menggunakan pembobotan gambar T2 c. Memilih magnetization transverse d. Menghilangkan gambaran jaringan normal dengan spectra presaturation. e. Spatial Resolution Adalah kemampuan untuk membedaan antara dua titik secara terpisah dan jelas. Spatial resolution menentukan resolusi gambar dan dikontrol oleh voxel. Semakin kecil ukuran voxel maka resolusi akan semakin baik, karena struktur-
Universitas Sumatera Utara
39
struktur yang kecil dapat dibedakan. Sedangkan voxel yang besar akan menghasilkan resolusi yang rendah dan struktur yang kecil tidak dapat dibedakan. Hal ini dikarenakan intensitas sinyal dirata-rata bersama sehingga partial volume terjadi. Spatial resolution dapat ditingkatan dengan: 1. Irisan yang tipis 2. Matrik yang halus atau kecil. 3. FOV kecil 4. Menggunakan rectangular FOV bila memungkinkan 5. Scan Time. Scan time adalah waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan akuisisi data. Scan time berpengaruh terhadap kualitas gambar, karena dengan waktu scanning yang lama akan menyebabkan pasien bergerak dan kualitas gambaran akan turun. Beberapa hal yang berpengaruh terhadap scan time adalah TR, jumlah phase enchode dan jumlah akusisi (NEX). Rumusnya: Waktu scanning Spin Echo = TR x Jumlah phase enchode x NEX Dimana, TR Adalah waktu dari masing-masing repetition (pengulangan) pulsa 90o-90o, Jumlah Phase Enchod adalah jumlah dari fase digunakan, yang menentukan jumlah dari lajur K-space yang terisi pada saat scanning. NEX adalah nilai yang menunjukkan pengulangan pencatatan data selama akuisisi. Optimisasi mengurangi waktu scan yaitu: a.
Menurunkan nilai TR, maka: 1. Pembobotan T1 meningkat 2. SNR turun 3. Jumlah slice berkurang
b. Menurunkan nilai phase enchode, menyebabkan spatial resolusi rendah, sedangkan nilai SNR meningkat c. Menurunkan nilai NEX, berpengaruh pada SNR dan artefak semakin meningkat d.
Menurunkan jumlah slice, maka SNR turun.
e.
Universitas Sumatera Utara
40
2.1 Optimalisasi hasil pencitraan 2.1.1 Masalah teknis Signal to Noise Ratio (SNR) pada regio lumbal tergantung pada kualitas coil yang digunakan. Coil spinal posterior menghasilkan sinyal yang kuat pada daerah kanalis lumbal dan korpus vertebra, namun jaringan lemak pada pantat kadang mempengaruhi hasil pencitraan. Surface Coil memungkinkan untuk mendapatkan hasil pencitraan yang baik pada region thorakal dan lumbal hal ini berhubungan dengan SNR dan resolusi yang dihasilkan tinggi. Karena aliran LCS berkurang pada area ini, FSE lebih sering digunakan secara rutin. Hal ini memungkinkan implementasi matriks yang sangat halus sehingga resolusi spasial secara signifikan meningkat. Resolusi juga didapat dengan penggunaan FOV rektanguler/asimetrik pada pencitraan sagital (dengan sumbu empat persegi panjang dari superior ke inferior ) dan FOV kecil pada pencitraan aksial / oblik.
Rumus SNR
S
persamaan 2.1 www. MRI Quality. htm 02 Januari 07
S = sinyal
= noise atau derau Contras to Noise Ratio (CNR) adalah perbedaan SNR antara organ yang saling berdekatan. CNR yang baik dapat menunjukkan perbedaan daerah yang patologis dan daerah sehat. Dalam hal ini, CNR dapat ditingkatkan dengan cara : a. Menggunakan kontras media. b. Menggunakan pembobotan gambar T2
Universitas Sumatera Utara
41
c. Memilih magnetization transfer. d. Menghilangkan gambar jaringan normal dengan spectral pre-
saturation. Rumus CNR SNRa SNRb persamaan 2.2 www. MRI Quality. htm 02 Januari 07
2.1.2 Parameter yang terdapat pada MRI. Sekuens dalam pemeriksaan MRI tidak terlepas dari parameterparameter yang saling mempengaruhi, baik parameter intrinsik maupun parameter ekstrinsik. Untuk itu sebelum membahas mengenai sekuens, penulis akan menyajikan mengenai sebagian dari parameter-parameter yang ada, antara lain : 2.1.2.1 Parameter Intrinsik 1. T1 (Waktu Relaksasi Longitudinal) Waktu relaksasi longitudinal ( T1 ) adalah waktu berkurangan energi proton sampai 63% dari energi pulsa Radio Frekwensi
(RF) yang diserap. Pada gambaran MRI dengan pembobotan T1, jaringan dengan T1 yang pendek pendek akan tampaknya putih, sedangkan jaringan dengan T1 yang lama akan tampak gelap. 2. T2 (Waktu Relaksasi Transversal) Waktu relaksasi Transversal (T2) adalah waktu berkurangnya kuat magnetisasi yang menyebar di bidang XY sampai 63%. Gambar MRI dengan pembobotan T2, jaringandenganT2yanglama akan
Universitas Sumatera Utara
42
tampak putih, sedangkan jaringan dengan T2 yang pendek akan tampak gelap.
Universitas Sumatera Utara
43
Tabel 2.1 Hubungan T1 dan T2 untuk berbagai jaringan Dengan kuat medan magnet 1 tesla (Bushong, 1998)
No
Jaringan / organ
T1 (ms)
T2 (ms)
1
Lemak
180
90
2
Lever
270
50
3
Renal
360
70
4
White matter (otak)
390
90
5
Limpa
480
80
6
Gray matter (otak)
520
100
7
Otot
600
40
8
Medula renalis
680
140
9
Darah
800
180
10
Cerebro Spinal Fluid
2000
300
2500
2500
(CSF) 11
Air
Universitas Sumatera Utara
44
2.1.2.2 Parameter Ekstrinsik 1. TR ( Time Repetition / Waktu pengulangan ) Waktu pengulangan adalah interval waktu antara pengulangan dua pulsa yang sama. Pemberian TR yang panjang dapat mengevaluasi jaringan dalam irisan yang lebih banyak serta SNR (Signal to Noise Ratio) yang lebih baik, namun
menyebabkan
waktu
yang
dibutuhkan
untuk
memperoleh data menjadi lebih lama. TR yang pendek dapat mempersingkat waktu pengambilan data namun jumlah irisan jaringan yang dievaluasi menjadi sedikit dan SNR menjadi rendah.
Gambar. 2.11 Ilustrasi dari Time Reptition/TR (Peter A Rinck, 1993)
Universitas Sumatera Utara
45
TR dianggap pendek jika kurang dari 500 ms, sedangkan TR dianggap panjang jika lebih dari 1500 ms. TR berkaitan dengan waktu relaksasi longitudinal. Dari pulsa waktu TR akan memberikan kekontrasan citra yang berbeda, TR pendek memberikan kontribusi T1 lebih banyak daripada kontribusi T1 pada TR yang panjang. TR yang panjang memberikan kekontrasan citra yang kurang baik, karena relaksasi longitudinal kedua jaringan sudah mencapai keadaan setimbang sempurna. Pemberian TR yang pendek akan memberikan kekontrasan citra lebih baik, karena relaksasi longitudinal jaringan CSF yang lebih banyak belum sempurna kembali ke keadaan setimbang sehingga perbedaan intensitas sinyal yang diberikan dari kedua jaringan lebih besar, kontras pada diagnostik berkisar antar 0,0 – 0,6 (Sprawls, 1987) 2. TE (time Echo / Waktu Gaung ) Waktu gaung adalah interval waktu dari saat terakhir pada RF diberikan sampai terdeteksinya sinyal MR (Magnetic Resonance) maksimum. Sinyal MR maksimum tersebut merupakan sinyal spin echo. TE disebut pendek, jika waktunya kurang dari 30 ms. Pemberian TE dengan panjang waktu sekitar tiga kali lipat TE pendek disebut TE panjang. Pemilihan panjang dan pendeknya akan mempengaruhi intesitas sinyal yang didapat.
Universitas Sumatera Utara
46
Gambar 2.12 Ilustrasi dari Time Echo/ TE (Peter a. Rinck, 1993) Intensitas sinyal besar jika memakai TE pendek, namun akibatnya kekontrasan citra kurang baik karena tidak dapat membedakan jaringan yang satu dengan jaringan yang lainnya yang memiliki relaksasi transversal yang berbeda. Pemilihan TE panjang dapat memberikan kekontrasan citra yang kurang baik, namun intensitas sinyal yang di dapat kecil.
Universitas Sumatera Utara
47
A. Prinsip-prinsip dasar 1. Instrumentasi dasar MRI (Ness Aiver,1997) a. Komponen Utama MRI Komponen utama MRI yaitu : magnet utama, gradien koil, koil pemancar (transmitter), koil penerima (receiver) dan komputer. 1) Magnet Utama Magnet Utama dipakai untuk membangkitkan medan magnet berkekuatan besar yang mampu menginduksi jaringan tubuh sehingga menimbulkan magnetisasi. 2) Gradien Koil Gradien koil dipakai untuk membangkitkan medan magnet gardien yang berfungsi untuk menentukkan irisan, pengkodean frekuensi, dan pengkodean fase. Terdapat tiga medan yang saling tegak lurus, yaitu bidang X,Y, dan Z. Peranannya akan saling bergantian berkaitan dengan potongan yang dipilih, aksial,sagital, koronal. Secara sumbu koordinat ruang (x,y,z) kumparan gradien dibagi tiga, yaitu : kumparan gradien pemilihan irisan (slice)Gz, kumparan gradien pemilihan faseGy, dan kumparan gradien pemilihan frekuensi (pembacaan)Gx. 3) Koil Radiofrekuensi Koil radiofrekuensi terdapat 2 tipe, yaitu koil pemancar dan penerima.
Koil
pemancar
berfungsi
untuk
memancarkan
Universitas Sumatera Utara
48
gelombang radio pada inti yang terlokalisir sehingga terjadi eksitasi, sedangkan koil penerima berfungsi untuk menerima sinyal output dari sistem setelah proses eksitasi terjadi (Peggy dan Freimarck, 1995). Beberapa jenis koil RF, diantaranya adalah : koil volume (Volume Coil), koil permukaan (surface koil), koil linier, koil kuadran, Phase array (PA)coil.
Keterangan gambar: 1. Magnet statis 2. Koil gradien 3. Koil radiofrekuensi Gambar .1 Ilustrasi tubuh pasien didalam mobilitas MRI (Carlton dan Adler,2001) 4) Sistem Komputer Sistem komputer sebagai pengendali dari sebagian besar peralatan MRI. Dengan kemampuan piranti lunaknya yang besar komputer mampu melakukan tugas-tugas multi (multi tasking), diantaranya
Universitas Sumatera Utara
49
adalah operator input, pemilihan potongan, kontrol sistem gradien, kontrol sinyal RF dan lain-lain. Disamping itu, komputer juga berfungsi untuk mengolah sinyal hingga menjadi citra MRI yang bisa dilihat melalui layar monitor, disimpan ke dalam piringan magnetik, atau bisa langsung dicetak b. Pembentukkan Citra Citra MRI dibentuk melalui proses pengolahan sinyal yang keluar dari obyek. Sinyal baru bisa diukur apabila arah vektornya diputar dari sumbu Z (Mz) menuju xy (Mxy). Pemutaran arah vektor magnet jaringan dan pengambilan sinyalnya dijelaskan melalui serangkaian proses berikut : 1) Pulsa RF (Radio Frequency) Pulsa RF merupakan gelombang elektromagnetik yang memiliki frekunsi antara 20 – 120 MHz. Apabila spin diberikan oleh sejumlah pulsa yang mempunyai frekuensi sama dengan frekuensi larmor, maka terjadilah resonansi. Spin akan menyerap energi pulsa dan mengakibatkan sudut presesi semakin besar. Peristiwa tersebut dikenal dengan Nuclear Magnetic Resonance (NMR). Ketika energi RF diterapkan pada pasien menyebabkan objek akan tereksitasi dan sinyal terdeteksi dalam daerah terlokalisasi tiga dimensi. Metode yang digunakan tersebut dikenal dengan metode transformasi fourier dua dimensi. Disini bidang pencitraan atau daerah yang terseleksi akan tereksitasi oleh pulse RF ketika penerapan medan gradien secara sumbu Z.
Universitas Sumatera Utara
50
2) Waktu Relaksasi Longitudinal (T1) Relaksasi longitudinal disebut juga dengan relaksasi spin-kisi, sedangkan nama lain relaksasi transversal yaitu relaksasi spin-spin. Waktu yang dibutuhkan NMV untuk kembalinya 63 % magnetisasi longitudinal disebut waktu relaksasi longitudinal atau T1. 3) Waktu Relaksasi Transversal (T2) Waktu yang dibutuhkan komponen magnetisasi transversal (Mxy) untuk meluruh hingga 37 % dari nilai awalnya dinamakan waktu relaksasi transversal atau T2. nilai T1 dan T2 adalah konstan pada kuat medan magnet tertentu. 4) Sinyal FID Pada saat mengalami relaksasi, NMV akan mengeluarkan energi dalam bentuk sinyal. Eksposi pulsa 90% RF menghasilkan sinyal yang dikenal dengan nama peluruhan Induksi Bebas (Free
Induction Decay = FID), tetapi sinyal ini sulit dicatat. Untuk mendapatkan sinyal echo yang memiliki energi besar dibutuhkan lahi pulsa 180 ˚. Sinyal echo yang akan ditangkap koil sebagai data awal proses pembentukan citra. Masing-masing sinyal yang didapatkan oleh masing-masing elemen voxel akan terukur dalam peralatan MRI menjadi suatu nilai Signal To Noise Ratio (SNR), yaitu perbandingan yang diperoleh masing-masing elemen voxel terhadap noise. Dan SNR ini yang akan menentukan citra yang diperoleh. SNR ini yang akan menggambarkan besar intensitas signal yang di dapat pada elemen voxel,
Universitas Sumatera Utara
51
maka NSR akan bergantung pada langkah pengkodean fase dan dapat dijumlahkan serta diratakan. Besarnya matriks menentukan jumlah pixel atau satuan pembentuk citra. Ukuran matriks bertambah besar maka jumlah-jumlah pixel bertambah banyak juga, tetapi ukuran pixel bertambah kecil. Jika ukuran matriks bertambah besar maka resolusi spasial meningkat (bertambah baik), karena ukuran pixelnya menjadi lebih kecil. Namun hal itu akan mengurangi banyaknya sinyal yang diterima oleh setiap pixel sehingga memperoleh perbandingan SNR yang sangat baik (Friedman dan Barry, 1989). 2. Slice Selection dan Pulsa Sequency Tubuh manusia terbentuk dalam tiga dimensi, sedangkan untuk membuat imaging membutuhkan per slice. Seandainya kita mempunyai FOV dengan thickness (tebal) yang besar dan luas, maka apabila kita beri RF akan memberikan signal pada semua bila RF dan BO sama. Maka dalam MRI untuk mendapatkan slice dengan menggunakan gradien magnet (gambar), dan dengan membuat perbedaan besar BO pada tiap-tiap slice maka RF akan berbeda- beda juga untuk setiap slicenya. Dalam instrumen MRI disebutkan ada tiga buah gardien koil, yaitu : a.
Gradien coil X, untuk membuat potongan sagital
b.
Gradien coil Y, untuk membuat potongan coronal
c.
Gradien coil Z, untuk membuat potongan axial
Universitas Sumatera Utara
52
Yang dimaksud dengan pulsa sequency yaitu suatu cara untuk memperoleh pulsa dengan memodifikasi besar dan waktu RF dan perubahan gradient coil. Nama atau system pulsa sequency dalam setiap alat MRI berbeda-beda dari pabriknya. Biasanya radiografer hanya mengatur nilai-nilai yang berkaitan pada parameter saja. Dengan pengaplikasian 3 gradien saling tegak lurus tersebut diatas, maka keadaan lokalisasi spasial akan didapatkan (ilustrasi gambar)
Gambar 2. Ilustrasi perolehan data citra. (A)penerapan medan gradient Z akan mengiris objek menjadi suatu irisan atau slice dalam tebal tertentu. (B)dengan penerapan medan gradient X akan mengakibatkan masing-masing slice slice akan terpotong menjadi bentuk batangan atau stick. (C) selanjutnya dengan penerapan medan gradien Y akan dilakukan pengkodean fase sehingga didapatkan pengukuran sinyal pada masing-masing elemen voxel akan didapatkan. (Osborn A.G, 1992)
Universitas Sumatera Utara
53
3. Dasar Fisika MRI a. MR Active Nuchlei Inti yang paling banyak mendominasi jaringan biologi adalah atom hydrogen (1 proton dan tanpa neutron) serta atom lain secara teoritik juga dapat terjadi fenomene resonansi antara lain Carbon-13, Natrium23 dan pospor -31. Atom hidrogen tidak hanya berlimpah dalam jaringan biologi tetapi juga mempunyai momen dipol magnetik yang kuat sehingga menghasilkan konsentrasi yang besar dan kekuatan yang kuat per inti. Hal ini menyebabkan sinyal hydrogen yang dihasilkan 1000X lebih besar daripada lainnya, sehingga atom inilah yang digunakan sebagai sumber sinyal dalam pencitraan MRI. Proton dan neutron adalah komponen penyusun semua inti atom yang ada di alam. Pergerakkan Spinning (pergerakan presesi pada sumbu) muatannya adalah seperti bumi, sehingga mempunyai kutub utara dan kutub selatan yang juga akan menghasilkan medan magnet eksternal. Pergerakkan spinning ini yang menghasilkan momen dipol magnetik disebut pula dengan Spin (Osborn A.G, 1992). b. Resonansi Ketika terdapat lebih dari satu proton dan neutron akan terdapat kemungkinan momen magnetiknya yang saling berpasangan, sehingga menghilangkan kekuatan dipole magnetic satu dengan lainnya atau menjadi sangat kecil. Hal ini berarti bila inti dengan proton genap dan neutron
genap akan terdapat momen magnetic yang bernilai nol,
sedangkan untuk inti dengan proton dan neutron ganjil akan terdapat
Universitas Sumatera Utara
54
nilai momen dipol magnetik yang akan membuat fenomena resonansi magnetik dapat dimungkinkan.
Magnetic field
Magnetic field
Spining nucleus with charge
Spining charged particle
Gambar 3. a.partikel bermuatan yang berputar (spin) b. inti hidrogen yang berputar (Williams & Wilkins, 1997) Dalam kondisi normal putaran proton atom hydrogen adalah random, sehingga
orientasinya
dalam
jaringan
tubuh
manusia
tidak
menimbulkan nilai magnetisasi atau sama dengan nol. Jika putaran proton diletakkan dalam medan magnet eksternal yang sangat kuat, maka akan dihasilkan suatu orientasi proton yang disearahkan dengan medan magnet atau berlawanan.
Direction of magnetic field
Direction of spin Direction of magnetic field
Gambar 4. Arah momen magnet tergantung pada arah putaran spin proton (inti hidrogen). (Williams & Wilkins, 1997)
Universitas Sumatera Utara
55
c. Presesi Kecepatan atau frekuensi presesi proton atom hydrogen tergantung pada kuat medan magnetic yang diberikan pada jaringan. Semakin kuat medan semakin cepat presesi proton dan frekuensi presesi yang tergantung pada kuat medan magnetik yang disebut dengan Frekuensi
Larmor. d. Sinyal Besar dan proses waktu relaksasi T1 dan T2 sangat berpengaruh pada sinyal keluaran yang akan ditransformasikan sebagai kontras gambar, kurva T1 akan menentukkan magnetisasi transversal. Peluruhan waktu T2 (waktu relaksasi T2) adalah efek yang paling berkontribusi pada gambar citra, sebab pada proses dephase proton akan dihasilkan suatu induksi sinyal. Adapun pengulangan pulsa sekuen terjadi sebelum kurva recovery menjadi maksimal, sehingga obyek jaringan dengan T1 pendek (cepat kembali ke kondisi kesetimbangan) akan mempunyai jumlah recovery yang banyak dibandingkan dengan jaringan yang mempunyai waktu yang panjang, sehingga dalam citra MRI akan didapatkan gambar yang hitam pada pembobotan T1 spin-echo. Setelah pulsa RF 90˚ diberikan pada obyek magnetisasi longitudinal akan diputar 90˚ ke bidang transversal dan terjadi proses relaksasi T2. Jaringan yang mempunyai nilai T2 pendek dephase yang terjadi sangat cepat, sehingga intensitas sinyal yang dihasilkan sangat besar dan jaringan dengan waktu relaksasi T2 pendek ini akan kelihatan hitam pada pembobotan nilai T2. proses relaksasi T1 dan T2 adalah suatu kerja yang berlawanan yaitu pada saat proses pertumbuhan
Universitas Sumatera Utara
56
kembali magnetisasi longitudinal diimbangi dengan peluruhan yang sangat cepat hingga pada kurva relaksasi T2. Dua efek relaksasi T1 dan T2 terjadi ketika sistem diberikan gelombang radio RF yang merupakan bentuk pulsa sekuen. Rangkaian pulsa RF dephasing phase echo dalam mendapatkan citra MRI dilakukan pengulangan untuk 1 studi. Waktu pengulangan antara pulsa sekuen yang satu dengan yang berikutnya disebut dengan Time Repetition (TR), sedangkan waktu tengah antara pulsa 90˚ dan sinyal maksimum (echo) disebut dengan Time Echo (TE). Parameter T1 dan T2 sebagai sifat instrinsik jaringan dan TR dan TE sebagai parameter teknis yang digunakan akan mengontrol derajat kehitaman pada gambar MRI. Pada T2 Weighting derajat kehitaman gambar akan dikontrol oleh TE dan T2, sedangkan untuk T1 Weighting derajat kehitaman akan dikontrol oleh TR dan T1 serta proton density Weighting akan tergantung dari densitas proton dalam jaringan yang menentukan besar kecilnya sinyal. Hal ini berarti variasi T1, T2, TE dan TR adalah komponen utama yang akan menentukan derajat kehitaman pada masing-masing jaringan. Secara umum T1 weighting akan menunjukkan struktur anatomi, T2 weighting menunjukkan struktur patologi (Westbrook dan kaut, 1995).
Gambar 5. Repatition Time (Woodward dan Freimark, 1995)
Universitas Sumatera Utara
57
Gambar 6. Echo Time (Woodward dan Freimark, 1995) Urutan pulsa (pulse sequence) adalah urutan pulsa RF yang dipancarkan selama pemeriksaan MRI, dengan parameter TR, TE, dan T1 serta parameterparameter lain yang menyertainya. Beberapa urutan pulsa yang biasa digunakan adalah sebagai berikut : 1) Spin Echo (SE) Urutan pulsa Spin Echo terdiri dari 90˚ pulsa excitation yang diikuti 180˚ pulsa rephasing, dan hanya dengan satu langkah Phase encoding per TR. Pembobotan gambar meliputi T1, T2 dan PD. Spin Echo digunakan hampir disemua pemeriksaan dengan hasil citra yang sangat baik karena memiliki nilai SNR yang tinggi. Pembobotan T1 menghasilkan gambaran anatomi, sedangkan pembobotan T2 menunjukkan patologinya, yang akan tampak terang jika ada cairan. Tetapi kerugian SE adalah waktu yang relatif panjang.
Universitas Sumatera Utara
58
2) Fast Spin Echo (FSE) Disamping SE (Spin Echo) ada juga FSE (Fast Spin Echo), yaitu pencitraan cepat, pada awalnya dikenal dengan RARE (Rapid Acquisition With Recofussed Echos). FSE ini menggunakan pulsa 90˚ yang diikuti rangkaian pulsa 180˚ untuk menghasilkan rangkaian echo yang disebut ETL ( Echo Train Length). Setiap echo pada FSE memiliki sejumlah sinyal fase yang bersesuaian dengan jalur-jalur berbeda pada K-Space (Osborn A.G, 1992). Pencitraan FSE biasanya digunakan untuk menghasilkan citra dengan karakteristik T2 weighting dengan TR lebih besar dari 3000 ms.
FSE
mempunyai
cara
yang
sangat
fantastis
untuk
memanipulasi teknik SE konvensional dengan cara mempersingkat waktu scanning. Selain TR dan TE, ETL adalah parameter utamanya. Nilai ETL menentukan banyaknya phase encoding setiap TR sehingga lamanya waktu akuisisi dapat berkurang. Secara umum, kontras gambar dari FSE hampir sama dengan SE sehingga teknik ini juga banyak digunakan di klinik misalnya sistem saraf pusat, sistem muskuloskeletal dan pelvis. Efek samping penggunaan urutan pulsa ini adalah timbulnya artefak pada aliran dan gerakan. Untuk menguranginya diperlukan teknik
flow dan respiratory compensation (Woodward dan Orrison, 1995) 3) Inversion Recovery (IR) Inversion Recovery (IR) merupakan variasi dari SE, dimana urutan pulsanya dimulai dengan 180˚ pulsa inversi yang dilanjutkan
Universitas Sumatera Utara
59
dengan pulsa 90˚ excilation, lalu pulsa 180˚ rephasing. Parameter utamanya adalah TR, TE dan TI. Kontras gambar yang dihasilkan dari pembobotan Ti tergantung dari panjang pendeknya TI. Pulsa Inversion 180˚ menghasilkan perbedaan kontras antara cairan dan jaringan yang lain. Inversion Recovery biasanya digunakan sebagai alternatif metode spin echo yang secara konvensional juga untuk membuat gambat dengan pembobotan T1. hasil gambar pada T1 Weighting sangat dipererat, karena pulsasi penginversi 180˚ mencapai saturasi penuh dan memastikan adanya kontras yang besar antara lemak dan air. Inversion (IR) secara konvensional digunakan untuk memperoleh gambar T1 Weighted yang menghasilkan
gambaran
anatomi.
Pulse
penginversi
180˚
menghasilkan perbedaan kontras yang besar antara lemak dan air karena saturasi penuh dari vektor lemak dan air telah tercapai pada permulaan setiap reperisi, sehingga sekuens pulse IR menghasilkan T1 Weighted yang lebih berat daripada spin echo konvensional dan sebaiknya digunakan bila dibutuhkan. Bila IR digunakan untuk menghasilkan gambar T1 Weighted, TE mengendalikan besar penurunan T2 dan oleh karena itu biasanya dibuat tetap pendek untuk menimbulkan efek T2. namun demikian, dapat diperpanjang untuk memberi jaringan yang mempunyai T2 panjang sehingga sinyal yang dihasilkan terang (Hiperintens) hal ini disebut penekanan patologi dan menghasilkan gambar yang secara
Universitas Sumatera Utara
60
predominan T2 Weighted, tetapi area yang mengalami proses patologis tampak terang. 4) Time Inversion (TI) Time Inversion adalah pengenali kontras yang paling potensial pada sekuen IR. Besar T1 medium memberikan T1 Weighted, tetapi karena diperpanjang, gambar menjadi PD weighted image. TR sebaiknya selalu dibuat cukup panjang untuk memulihkan seluruh NMV sebelum pulse penginversi diaplikasikan. Bila tidak demikian, vektor individual dipulihkan pada derajat yang berbeda 5) Fat Suppresion (Fat Sup) Fat Suppresion adalah teknik yang dipakai untuk menekan sinyal lemak sehingga gambaran lemak akan kelihatan hitam (hipontens). Ada dua teknik fat suppression yang digunakan, yaitu : a) Sort Tau Inversion Recovery (STIR) STIR adalah bagian dari teknik inversion recovery, dimana untuk menekan sinyal lemak memakai nilai TI antara 150-175msec. urutan pulsanya adalah 180˚ , lalu pulsa 90˚
exitation da 180˚ refocusing. b) Frequency Selective Excitation (fat saturation = fat sat ) Fat sat menggunakan pulsa 90˚ RF untuk menekan sinyal lemak, yaitu pada frekuensi presisi vector lemak. Fat sat biasanya digunakan pada pembobotan T2.
Universitas Sumatera Utara
61
6) Fluid Attenuated In version Recovery (FLAIR) Sebuah variasi FLAIR adalah teknik FLAIR. Dengan TI yang pendek untuk menangkap lemak saat titik null pada relaksasi longitudinal, pada FLAIR diperlukan TI yang panjang untuk menangkap air pada titik null. Hal ini menghasilkan supresi struktur seperti ventrikel (CSF) dan telah terbukti membantu mengidentifikasi bahkan lesi demielisasi yang sangat kecil seperti sklerosis multipel. (westbrook dan Kaut, 1995) FLAIR adalah variasi lain dari sekuens Inversion Recovery. Pada FLAIR, sinyal CSF dihilangkan dengan memilih TI yang sesuai dengan waktu pemulihan CSF dari 180˚ kebidang transversal dan tidak ada magnetisasi longitudinal pada CSF dibalik oleh 90˚ dimasukkan, vektor CSF dibalik oleh 90˚ menjadi saturasi penuh kembali. Sinyal dari CSF dihilangkan, dan FLAIR digunakan untuk menekan sinyal CSF yang tinggi pada gambar T2 Weighted dan densitas proton sehingga patologi yang berdekatan dengan CSF dapat terlihat lebih jelas. TI 1700-2200 milidetik mencapai supresi CSF (Westbrook dan Kaut, 1995). 4. Kualitas Gambar Dalam MRI, ada empat factor-faktor yang mempengaruhi kualitas gambar, yaitu : a. Signal to Noise Ratio (SNR)
Universitas Sumatera Utara
62
Yang dimaksud dengan SNR adalah perbandingan antara besarnya amplitudo sinyal dengan amplitudo derau (noise). SNR dipengaruhi oleh : 1). Densitas Proton daerah yang diperiksa, yaitu semakin tinggi densitas proton, semakin tinggi nilai SNRnya 2). Tebal Irisan, yaitu semakin besar ukuran ketebalan irisan atau potongan akan menghasilkan volume voxel, maka akan semakin tinggi pula nilai SNR 3). TR, TE, dan Flip Angle 4). NEX ganda berarti jumlah data yang tersimpan pada K-Space juga ganda. Namun karena deraunya acak, yaitu dimana saja data dicatat, sedangkan sinyalnya tetap, maka NEX ganda hanya meningkatkan SNR sebesar 1,4.
5). Receive Bandwidth (RBW) Semakin kecil bandwidth, maka deraunya akan semakin mengecil. 6). Penggunaan koil yang dipasang sedekat mungkin dengan obyek b. Contrast to Noise Ratio (CNR) CNR adalah perbedaan SNR antara organ yang saling berdekatan. CNR yang baik dapat menunjukan perbedaan daerah yang patologis daerah yang sehat. Dalam hal ini, CNR dapat ditingkatkan dengan cara : 1). Menggunakan media kontras 2). Menggunakan pembobotan gambar T2
Universitas Sumatera Utara
63
3). Memilih magnetization transfer 4). Menghilangkan gambaran jaringan normal dengan spectral presaturation c.
Spatial Resolution Besarnya matriks akuisisi mengontrol resolusi citra dan waktu pencitraan (scan time). Spatial Resolution dapat diperoleh dengan menentukan jumlah pixel (picture element) atau satuan pembentuk gambar yang ditampilkan dalam Field Of View (FOV).
Spatial Resolution dapat dilukiskan sebagai berikut, penggunaan pixel-pixel yang mewakili besarnya frekuensi encoding mengontrol waktu scan. Resolusi, dalam arah frekuensi encoding terdapat pada window width yang membaca data jaringan yang dipilih. Misalnya, banyaknya data yang diambil menentukan resolusi vertical. Resolution juga berhubungan dengan Signal to Noise Ratio (SNR). Umumnya, resolusi citra sebanding dengan pemilihan ukuran jaringan dalam arah frekuensi encoding. Ukuran matriks pada sumbu frekuensi dapat dipilih dari 256 sampai 64 satuan. Ada banyak cara untuk mempertinggi Spatial Resolution, salah satunya dengan menggunakan pixel-pixel kecil yang memiliki suatu matriks pencitraan yang besar, namun harga SNR akan berkurang. Hal ini karena besarnya sinyal yang sama harus diditribusikan keseluruh
pixel yang banyak jumlahnya, sehingga setiap pixel menerima sinyal yang kecil. Makin besar ukuran matriks maka waktu pengambilan citranya semakin lama.
Universitas Sumatera Utara
64
Pendekatan lainnya adalah bidikan (Zoom) pencitraan. Dengan zoom pencitraan FOV berkurang sehingga volume jaringan yang lebih kecil ditampilkan dalam pixel-pixel yang banyak, tetapi SNR menurun. Penambahan permukaan kumparan (coil surface)akan menambah efiensi
dalam
memperbaiki
resolusi
spasial
tanpa
perlu
mengorbankan harga SNR. Permukaan kumparan memberikan sensitivitas yang tinggi terhadap batas FOV, sedangkan harga SNR tetap dan perbaikan resolusi tercapai tanpa perlu menambah waktu pencitraan. Faktor lain yang mempengaruhi Spatial Resolution adalah ketebalan irisan. Irisan yang tebal cenderung menghasilkan pembagian volume yang lebih besar, dimana hal ini dapat menyarankan pembatasan obyek-obyek yang lebih kecil. Penggunaan irisan tipis dapat mengatasi keadaan tersebut, tetapi menyebabkan harga SNR berkurang karena berkurangnya sinyal pixel. Jadi penambahan ketebalan irisan akan memperoleh SNR yang lebih baik dan dapat mencakup suatu volume jaringan yang besar, tetapi resolusi spatialnya kecil. Sebaliknya irisan yang tipis memberikan resolusi yang lebih tinggi tetapi volume yang dapat dicakup lebih kecil. d.
Waktu Pencitraan (scan time) Waktu pencitraan, dipengaruhi oleh Time Repetition (TR), jumlah phase encoding (Ny), dan NEX. Sehingga untk mengurangi waktu dilakukan dengan cara :
Universitas Sumatera Utara
65
1.
TR sependek mungkin
2.
Matriks yang kasar
3.
NEX sekecil mungkin
5. Teknik Scanning Lumbal a. Indikasi pemeriksaan (Nesseth, 2000) 1). Hernia lukleus pulposus (HNP) 2). Peradangan 3). Kelainan kongenital 4). Tumor-tumor vertebra dan medulla spinalis 5). Evaluasi pasca operasi 6). Trauma b. Persiapan Pasien (Nesseth, 2000) Pasien diminta melengkapi check list yang tersedia. Isi ce k list antara lain: 1). Apakah pasien clsustrophobia 2). Apakah pasien pernah dipasang implan sehubungan dengan operasi jantung atau pembuluh darah atau operasi orthopedi dan jenis lainnya. 3). Apakah pasien menggunakan gigi palsu 4). Apakah pasien ada riwayat alergi dan lain-lain. 5). Pasien diminta untuk ganti baju pasien dan meninggalkan semua barang yang dibawa. c. Persiapan Alat (Nesseth, 2000) 1). Posterior spinal coil/phased array spinal coil.
Universitas Sumatera Utara
66
2). Pengganjal kaki 3). Penutup telinga atau headphone d. Protokol pemeriksaan 1). Pasien supine di atas meja pemeriksaan dengan feet first. Beri pengganjal di bawah lutut agar pasien nyaman. 2). Lampu penunjuk longitudinal sejajar dengan mid sagital plane, lampu penunjuk horizontal setinggi lumbal III. 3). Coil diletakkan antara xipoid sternum sampai sacrum.
Universitas Sumatera Utara
67
2.1.3 Parameter yang terdapat pada MRI. Sekuens dalam pemeriksaan MRI tidak terlepas dari parameterparameter yang saling mempengaruhi, baik parameter intrinsik maupun parameter ekstrinsik. Untuk itu sebelum membahas mengenai sekuens, penulis akan menyajikan mengenai sebagian dari parameter-parameter yang ada, antara lain : 2.1.3.1 Parameter Intrinsik 1. T1 (Waktu Relaksasi Longitudinal) Waktu relaksasi longitudinal ( T1 ) adalah waktu berkurangan energi proton sampai 63% dari energi pulsa Radio Frekwensi
(RF) yang diserap. Pada gambaran MRI dengan pembobotan T1, jaringan dengan T1 yang pendek pendek akan tampaknya putih, sedangkan jaringan dengan T1 yang lama akan tampak gelap. 2. T2 (Waktu Relaksasi Transversal) Waktu
relaksasi
Transversal
(T2)
adalah
waktu
berkurangnya kuat magnetisasi yang menyebar di bidang XY sampai 63%. Gambar MRI dengan pembobotan T2, jaringan dengan T2 yang lama akan tampak putih, sedangkan jaringan dengan T2 yang pendek akan tampak gelap.
Universitas Sumatera Utara