8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Limbah Limbah adalah sisa dari suatu usaha atau kegiatan. Limbah berbahaya dan beracun adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan beracun yang karena sifat, konsentrasi, dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan, merusak lingkungan hidup, atau membahayakan lingkungan hidup manusia serta makhluk hidup (Suharto, 2010). Limbah cair adalah bahan-bahan pencemar berbentuk cair. Air limbah adalah air yang membawa sampah (limbah) dari rumah tinggal, bisnis, dan industri yaitu campuran air dan padatan terlarut atau tersuspensi dapat juga merupakan air buangan dari hasil proses yang dibuang ke dalam lingkungan. Berdasarkan sifat fisiknya limbah dapat dikategorikan atas limbah padat, cair, dan gas. Teknologi pengolahan air limbah adalah kunci dalam memelihara kelestarian lingkungan. Berbagai teknik pengolahan air limbah untuk menyisihkan bahan polutannya telah dicoba dan dikembangkan selama ini. Teknik-teknik pengolahan air buangan yang telah dikembangkan tersebut secara umum dapat dibagi menjadi tiga metode pengolahan, yaitu pengolahan secara fisika, pengolahan secara kimia, dan pengolahan secara biologi (Suharto, 2010).
Universitas Sumatera Utara
9
2.1.1 Pengolahan secara fisika Pengolahan secara fisika (physical treatment) melibatkan beberapa proses fisika, yaitu dapat dilihat pada gambar 2.1: Saringan bar (bar screen)
Saringan pasir dan kerikil
Ekualisasi
Pengolahan secara fisika
Sedimentasi
Filtrasi
Flotasi
Adsorpsi
Gambar 2.1 Proses Pengolahan Limbah Cair Secara Fisika a. Saringan bar (bar screen) Saringan bar berfungsi untuk menahan dan menyaring bendabenda keras dan besar seperti ranting kayu, potongan kayu, dan sampah serta mencegah rusaknya saringan berikutnya.
Universitas Sumatera Utara
10
b. Saringan pasir dan kerikil Saringan pasir dan kerikil digunakan untuk mencegah limbah cair dan kerikil agar tidak mengganggu dan merusak bak penampung dan pompa limbah cair. c. Ekualisasi Proses
ekualisasi
berfungsi
untuk
meminimumkan
dan
mengendalikan fluktuasi aliran limbah cair baik kuantitas maupun kualitas yang berbeda dan menghomogenkan konsentrasi limbah cair dalam bak ekualisasi. Proses pencampuran dan aerasi diperlukan pada proses ekualisasi untuk menghindari kondisi septik. Tujuan ekualisasi adalah: Mengendalikan
aliran
limbah
cair
agar
tidak
terjadi
aliran
bergelombang. Menghomogenkan senyawa organik dalam limbah cair agar tidak terjadi fluktuasi. Menyeragamkan nilai pH sekitar 6,50–8,50. Ketepatan memasok limbah cair secara kontinyu untuk proses berikutnya. Ketepatan mengalirkan olahan limbah cair secara kontinyu ke badan air. Mengendalikan beban toksisitas yang tinggi. Menurunkan nilai Biochemical Oxygen Demand (BOD) limbah cair.
Universitas Sumatera Utara
11
d. Sedimentasi Proses sedimentasi limbah cair untuk memisahkan zat padat dan cair digunakan prinsip pengendapan gravitasi untuk: Memisahkan padatan terlarut dalam klarifikasi primer sehingga mampu menurunkan nilai BOD dengan rentang antara 30% sampai 75%. Menurunkan padatan terlarut sekitar 40% sampai 95%. Mereduksi mikroba sampai sekitar 40% sampai 75%. Memindahkan endapan biologi dalam klarifikasi akhir lumpur aktif. Memindahkan humus dalam perlakuan tricklink filter. Perolehan lumpur padat dikirim ke lokasi penguburan limbah padat (landfill). Pada sedimentasi dibedakan jenis klarifikasi, yaitu klarifikasi primer dan klarifikasi sekunder. Klarifikasi primer atau dekantasi primer adalah unit proses yang dirancang untuk memindahkan zat padat tersuspensi dan padatan lain yang ada di dasar bak atau tangki klarifikasi sebelum dilakukan perlakuan biologi untuk senyawa organik terlarut. Klarifikasi sekunder adalah unit proses yang dirancang untuk memindahkan senyawa biomassa yang terbentuk selama proses biologi dan zat padat lain yang terbawa oleh limbah cair masuk ke unit proses biologi, dan juga untuk mengentalkan lumpur biologi. Pada proses
Universitas Sumatera Utara
12
sedimentasi diperlukan sistem perlakuan fisika dan kimia yang mengikuti proses koagulasi dan flokulasi. e. Filtrasi Filtrasi yang digunakan untuk pemisahan senyawa kimia padat dan cair dimana cairan melewati media porous untuk memindahkan padatan tersuspensi halus. Media filtrasi porous digunakan untuk memisahkan padat-cair dengan menggunakan prinsip gravitasi sehingga padatan tersuspensi dipisahkan. Media filtrasi dibedakan menurut media filtrasi tunggal, misal pasir, media filtrasi ganda, misal pasir dan antrasit, dan media filtrasi multi pasir, antrasit, dan garnet. f. Flotasi Flotasi digunakan proses daya apung untuk memisahkan partikel padatan tersuspensi dari limbah cair dan pemisahan lemak, pelumas dari industri olahan susu sapi/kerbau dan juga untuk memisahkan partikel padat rendah densitas. Pada industri roti, olahan ikan, dan industri olahan unggas khususnya ayam, pemisahan protein dan lemak dilakukan dengan menggunakan metode flotasi. Pemisahan lemak dan pelumas dari limbah cair dilakukan dengan menggunakan bak flotasi dimana di dasar bak flotasi dialiri udara pada tekanan rendah atau dengan menggunakan kompresor. Pada tekanan rendah, maka nitrogen dan oksigen lebih mudah larut jika dibandingkan dengan tekanan atmosfir. Gelembung udara yang timbul dalam limbah cair mengangkat lemak dan pelumas ke atas
Universitas Sumatera Utara
13
permukaan bak flotasi sehingga lemak dan pelumas di permukaan limbah cair dapat dipisahkan dengan menggunakan garpu pemisah. Jenis-jenis metode flotasi dibagi menjadi beberapa metode, yaitu: Flotasi dengan prinsip gravitasi. Flotasi gravitasi digunakan pada limbah cair dari bengkel kendaraan mobil, kereta api, pesawat terbang, dan kapal laut. Kecepatan aliran limbah cair sekitar 4 sampai 6 m/jam dan waktu tinggal hidraulik 30 menit. Flotasi dengan prinsip vacuum. Flotasi vacuum banyak digunakan pada limbah cair dari industri olahan buah-buahan dan sayuran. Flotasi dengan prinsip elektro. Flotasi elektro digunakan elektroda ditempatkan di dasar bak sehingga mengahasilkan gelembunggelembung sangat halus jika limbah cair di bak dielektrolisis oleh arus searah. Gelembung oksigen timbul pada anode naik ke atas dan mengangkat lemak, minyak dan pelumas selanjutnya terbentuk busa di permukaan bak dan dipisahkan. Flotasi udara. Flotasi udara (air flotation) digunakan untuk memisahkan padatan tersuspensi dan sebagai alternatif sedimentasi, mengentalkan suspensi lumpur senyawa kimia organik. Di samping flotasi tersebut di atas, dikenal pula flotasi elektro yang diikuti dengan dissosiasi air oleh listrik dalam tangki terbuka. Lumpur yang terbentuk pada perlakuan primer ini akan digabung dengan lumpur sekunder. Pemindahan senyawa organik yang terbiodegrasi dengan metode sedimentasi merupakan metode yang murah dibandingkan dengan metode aerasi dalam bak aerasi.
Universitas Sumatera Utara
14
g. Adsorpsi Adsorpsi digunakan untuk memindahkan senyawa kimia tertentu larutan dengan menggunakan adsorben karbon aktif mampu mengadsorpsi senyawa organik dan juga menghilangkan bau tak sedap, rasa, dan warna serta senyawa organik toksik. Wujud karbon aktif yang digunakan ialah karbon aktif bentuk granular. Adsorpsi dibedakan atas adsorpsi fisik dan adsorpsi kimia.
2.1.2 Pengolahan secara kimia Pengolahan secara kimia (chemical treatment) melibatkan beberapa proses kimia, yaitu dapat dilihat pada gambar 2.2: Netralisasi dengan basa atau asam Koagulasi dan flokulasi Adsorpsi
Pengolahan secara kimia
Dialisis
Perpindahan oksigen dan pencampuran Ozonisasi Khlorin dioksida
Penghilangan ammonia
Gambar 2.2 Proses Pengolahan Limbah Cair Secara Kimia
Universitas Sumatera Utara
15
a. Netralisasi dengan basa atau asam Limbah cair dari industri pada umumnya bersifat alkali atau asam sehingga diperlukan proses kimia netralisasi limbah cair. Limbah cair yang bersifat basa, maka proses netralisasi dilakukan dengan penambahan HCl, atau asam sulfat, atau gas CO2 sehingga dicapai nilai pH antara 6,50-8,50. Jika gas karbondioksida tidak tersedia, maka netralisasi dilakukan dengan menggunakan asam sulfat karena harganya jauh lebih murah jika dibandingkan dengan asam asam khlorida. Reaksi kimia netralisasi berlangsung cepat, diperlukan pengadukan, dilengkapi dengan sensor nilai pH, dan alat pengendali penambahan asam. Limbah cair yang bersifat asam dinetralkan dengan penambahan bahan kimia air kapur atau Ca(OH)2, kostik soda atau NaOH, soda abu atau Na2CO3. b. Koagulasi dan flokulasi Koagulasi adalah proses destabilisasi partikel senyawa koloid dalam limbah cair. Proses pengendapan dengan menambahkan bahan koagulan ke dalam limbah cair sehingga terjadi endapan pada dasar tangki pengendapan. Flokulasi adalah proses pengendapan pencemar dalam limbah cair dengan penambahan bahan koagulan utama dan koagulan pendukung sehingga terjadi gumpalan sebelum mencapai dasar tangki pengendap. Flokulasi dikenal pula sebagai pencampuran (mixing), namun kecepatan pencampuran sangat lambat, dan tangki flokulasi dilengkapi dengan
Universitas Sumatera Utara
16
pengaduk bentuk pedal, dan baffle atau sirip di dinding tangki flokulasi. Limbah cair yang diberi koagulan dengan dosis tertentu diaduk dalam tangki flokulasi kemudian pengaduk dimatikan dan didiamkan, maka akan terbentuk endapan di bagian bawah. Nilai pH untuk koagulasi harus diperhatikan, misal garam-garam besi bekerja pada nilai pH antara 4,50 sampai 5,50. Sebaliknya, garam alumunium bekerja pada nilai pH antara 5,50 sampai 6,30. Limbah cair pada perlakuan primer terdiri atas senyawa organik dalam bentuk suspensi dan senyawa organik terlarut kemudian mengalir masuk ke dalam tangki sedimentasi dan didiamkan selama 2 sampai 3 jam sehingga terbentuk air limbah relatif bersih dengan campuran padatan dan limbah cair atau lumpur primer (primary sludge). c. Adsorpsi Proses adsorpsi dengan menggunakan adsorben digunakan untuk memisahkan senyawa pencemar dalam limbah cair. Proses adsorpsi adalah kumpulan senyawa kimia dipermukaan adsorben, padat sebaliknya absorpsi adalah penetrasi kumpulan senyawa kimia ke dalam senyawa padat. Jika kedua peristiwa terjadi simultan maka peristiwa ini disebut sorpsi. Karbon aktif digunakan sebagai adsorben untuk menghilangkan kontaminan. Karbon aktif terbuat dari kayu, batu bara, lignit, tempurung kepala, dan tulang ternak serta limbah sayuran kemudian dipanaskan tanpa adanya oksigen sehingga terbentuk arang utuh.
Universitas Sumatera Utara
17
d. Dialisis Proses membran adalah proses pemisahan senyawa dari larutan yang berisi senyawa dengan menggunakan membran permiabel selektif. Proses membran terdiri atas proses dialisis, elektrodialisis, dan reverse osmosis. Dialisis adalah proses pemisahan solute dari berbagai ionik atau ukuran molekul dalam larutan oleh membran permiabel selektif. e. Perpindahan oksigen dan pencampuran Pada perlakuan lumpur aktif, lagon teraerasi, dan proses digesi diperlukan adanya oksigen dalam proses aerobik dan proses pencampuran dengan hasil padatan tersuspensi. Perpindahan oksigen dan proses pencampuran dilakukan dengan aerasi dari alat kompresor. Sistem aerobik menggunakan bak terbuka yang berisi limbah cair kemudian dipasok oksigen dalam udara untuk proses metabolisme sehingga mampu mendegradasi senyawa organik dalam limbah cair dengan nilai BOD yang tidak terlalu tinggi. f. Ozonisasi Pendekatan bioteknologi ramah lingkungan terhadap limbah pestisida dan limbah senyawa organik lainnya merupakan pendekatan yang sangat dianjurkan untuk diterapkan meskipun proses ozonisasi lebih lama jika dibandingkan dengan proses kimia. Ozonisasi adalah salah satu pendekatan proses kimia untuk mendegradasi limbah pestisida dalam limbah cair dan limbah senyawa organik meskipun limbah pestisida merupakan residu yang permanen. Residu pestisida organofosfor sangat
Universitas Sumatera Utara
18
sensitif terhadap ozonisasi misalnya parathion, malathion, fosalon, dimefox, dan lain-lain. Tujuan ozonisasi adalah mengeliminasi bakteri patogen dalam air maupun limbah cair. g. Khlorin dioksida Metode penambahan khlorin ke limbah cair untuk mengoksidasi senyawa ammonia menjadi gas nitrogen dipengaruhi oleh: waktu kontak reaksi, suhu reaksi, dan nilai pH reaksi. Kerugian dengan melakukan metode ini adalah: Diperlukan sistem pengendalian nilai pH. Diperlukan biaya operasi mahal karena jumlah larutan NaOH dan khlorin cukup besar dan mahal serta merupakan bahan berbahaya dan beracun (B-3). Diperlukan dekhlorinasi. Adanya senyawa karsinogen hidrokarbon terkhlorinasi. Sangat peka terhadap perubahan suhu untuk menghilangkan senyawa ammonia-nitrogen sampai konsentrasi 0,10 mg/L. h. Penghilangan ammonia Ammonia dihasilkan oleh dekomposisi senyawa organik terdapat dalam limbah cair yang harus dihilangkan sebab ammonia bersifat toksik atau beracun terhadap kehidupan ikan air tawar jika konsentrasi ammonia dalam air lebih dari 3 mg/L dan senyawa ammonia akan dioksidasi oleh mikroba menjadi nitrat dengan menggunakan oksigen.
Universitas Sumatera Utara
19
2.1.3 Pengolahan secara biologi Pengolahan secara biologi (biologycal treatment) melibatkan beberapa proses biologi, yaitu dapat dilihat pada gambar 2.3:
Perlakuan lumpur aktif
Trickling filter
Pengolahan secara biologi
Proses aerobik
Proses anaerobik
Nitrifikasi dan denitrifikasi Gambar 2.3 Proses Pengolahan Limbah Cair Secara Biologi a. Perlakuan lumpur aktif Lumpur aktif adalah kumpulan mikroba yang masih aktif berupa gumpalan lumpur atau menyerupai lumpur, maka disebut lumpur aktif. Aliran limbah cair (Q) dicampur dengan aliran lumpur (R) kemudian campuran ini dengan kadar antara 2000 mg/L sampai 4000 mg/L masuk ke dalam bioreaktor. Dalam bioreaktor lumpur aktif mengadsorpsi senyawa organik padat tersuspensi selama waktu antara 20 sampai 40 menit. Rasio laju recycle
𝑅 𝑄
bergantung pada konsentrasi padatan tersuspensi cairan
campuran.
Universitas Sumatera Utara
20
b. Trickling filter Istilah trickling filter bukan filter dikenal, namun trickling filter terbuat dari bak beton bentuk silinder berisi batu kecil atau kepingan plastik. Trickling filter atau perlokasi berbentuk silinder atau empat persegi panjang dengan dinding baja untuk menyimpan kerikil, batu, kepingan plastik atau batu kapur. Diameter trickling filter sangat bervariasi mulai dari 1 m sampai 50 m. c. Proses aerobik Perlakuan aerobik limbah cair bertujuan untuk melarutkan dan menggumpalkan senyawa organik menjadi produk baru seperti CO2, NH3, radikal anorganik seperti SO4¯, PO4-3, dan mikroba baru. Bakteri dalam jumlah besar dalam bioreaktor digunakan untuk mengkonversi limbah cair yang berisi senyawa organik dan anorganik beracun. Masing-masing spesies mikroba tidak diketahui dan tiadanya pembibitan (seeding) yang diperlukan. d. Proses anaerobik Limbah industri khususnya lumpur primer dinyatakan dalam wujud limbah organik yang mudah busuk dan berpotensi menimbulkan mikroba patogen. Pada pengolahan limbah lumpur berupa senyawa kimia organik dengan proses anaerobik oleh berbagai macam mikroba yang dibantu oleh nutrien menjadi produk gas bio. Keuntungan perlakuan anaerobik diantaranya adalah reduksi limbah, stabilisasi, perbaikan drainase, dan matinya mikroba patogen.
Universitas Sumatera Utara
21
Manfaat proses anaerobik ialah prosesnya murah dengan inokulum yang diperoleh dari kotoran sapi/kerbau dan sekaligus mereduksi nilai BOD. Perlakuan anaerobik sangat baik untuk limbah cair dengan nilai BOD tinggi namun biodegradasi tidak sempurna, karena itu limbah cair yang keluar dari bak anaerobik perlu diproses lebih lanjut. Pada umumnya, waktu tinggal di bak anaerobik adalah sekitar 14 hari, namun semuanya tergantung pada jenis limbah organik yang akan diproses. e. Nitrifikasi dan denitrifikasi Pada senyawa kimia, nitrogen dan fosfor adalah kunci penyebab pencemar dalam limbah cair. Proses denitrifikasi terjadi karena terdapat Pseudomonas denitrificans. Metode penghilangan senyawa nitrogen dapat dilakukan dengan perlakuan kolam stabilisasi. Kolam
stabilisasi
merupakan metode murah, namun efisiensi penghilangan nitrogen terbatas. Proses ini berlangsung secara alami dengan menggunakan simbiosis bakteri dan ganggang nitrogen dipindahkan dalam bentuk biomassa. Semakin tinggi kadar CO2 semakin tinggi konversinya.
2.2 Limbah Rumah Potong Hewan Rumah Pemotongan Hewan yang selanjutnya disebut RPH adalah suatu bangunan atau kompleks bangunan dengan desain dan konstruksi khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan higienis tertentu serta digunakan sebagai tempat pemotongan hewan. Limbah utama dari RPH berasal dari penyembelihan, pemindahan, pembersihan bulu, penjadian (rendening), pengaturan, pemerosesan dan
Universitas Sumatera Utara
22
pembersihan. Air limbah adalah sisa dari suatu usaha dan/atau kegiatan yang berwujud cair (Permenlh No. 11, 2009). Limbah pemotongan hewan (RPH) yang berupa feses urin, isi rumen atau isi lambung, darah, daging atau lemak, dan air cuciannya, dapat bertindak sebagai media pertumbuhan dan perkembangan mikroba sehingga limbah tersebut mudah mengalami
pembusukan.
Dalam
proses
pembusukannya
di
dalam
air,
menimbulkan bau yang tidak sedap serta dapat menyebabkan gangguan pada saluran pernapasan yang disertai dengan reaksi fisiologik tubuh berupa rasa mual dan kehilangan selera makan. Selain menimbulkan gas berbau busuk juga adanya pemanfaatan oksigen terlarut yang berlebihan dapat mengakibatkan kekurangan oksigen bagi biota air.
2.3 Parameter Air Limbah Beberapa parameter yang digunakan dalam pengukuran kualitas air limbah (Kusnoputranto, 1983) antara lain adalah: 1. Kandungan Zat Padat Yang diukur dari kandungan zat padat ini adalah dalam bentuk Total Solid Suspended (TSS) dan Total Dissolved Solid (TDS). 2. Kandungan Zat Organik Zat organik di dalam penguraiannya, memerlukan oksigen dan bantuan mikroorganisme. Salah satu penentuan zat organik adalah dengan mengukur BOD (Biochemical Oxygen Demand) dari buangan tersebut. BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk
Universitas Sumatera Utara
23
melakukan dekomposisi aerobik bahan-bahan organik dalam larutan, dibawah kondisi waktu dan suhu tertentu (biasanya lima hari pada 20o C). 3. Kandungan Zat Anorganik Beberapa komponen zat anorganik yang penting untuk mengawasi kualitas air limbah antara lain: Nitrogen dalam senyawaan Nitrat, Phospor dalam total phosphor, H2O dalam zat beracun dan logam berat seperti Hg, Cd, Pb dan lain-lain. 4. Gas Adanya gas N2, O2, dan CO2 pada air buangan berasal dari udara yang larut ke dalam air, sedangkan gas H2S, NH3, dan CH4 berasal dari proses dekomposisi air buangan. Oksigen di dalam air buangan dapat diketahui dengan mengukur DO (Dissolved Oxygen). Jumlah oksigen yang ada di dalam air sering digunakan untuk menentukan banyaknya atau besarnya pencemaran zat organik dalam larutan, makin rendah DO suatu larutan, makin tinggi kandungan zat organiknya. 5. Kandungan Bakteri Bakteri golongan Coli terdapat normal di dalam usus dan tinja manusia. Sumber bakteri patogen dalam air limbah berasal dari tinja manusia yang sakit. Untuk menganalisis bakteri patogen yang terdapat dalam air buangan cukup sulit, sehingga sebagai parameter mikrobiologis digunakan perkiraan terdekat jumlah golongan coliform. (MPN = Most Probable Number) dalam 100 ml air limbah serta perkiraan terdekat jumlah golongan coliform tinja dalam 100 ml air limbah.
Universitas Sumatera Utara
24
6. pH (Derajat Keasaman) Pengukuran pH berkaitan dengan proses pengolahan biologis karena pH yang kecil akan lebih menyulitkan, disamping akan mengganggu kehidupan dalam air bila dibuang ke perairan terbuka. 7. Suhu Suhu air limbah umumnya tidak banyak berbeda dengan suhu udara, tapi lebih tinggi daripada suhu air minum. Suhu dapat mempengaruhi kehidupan dalam air, kecepatan reaksi atau penguraian, proses pengendapan zat padat serta kenyamanan dalam badan-badan air.
2.4 Analisis Kualitas Air Hasil Olahan Air limbah yang harus diolah adalah seluruh air limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah potong hewan, yaitu air yang berasal dari pemotongan, pembersihan lantai tempat pemotongan, pembersihan kandang penampung, pembersihan kandang isolasi, dan pembersihan isi perut serta air sisa perendaman. Pengambilan dan pengujian kualitas air dilakukan setelah IPAL beroperasi selama tiga bulan. Parameter yang perlu diamati adalah pH, BOD, COD, TSS, minyak dan lemak, dan NH3-N. Hasilnya dibandingkan dengan baku mutu limbah cair kegiatan rumah sakit yang telah ditetapkan oleh pemerintah melalui Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 02 Tahun 2006 Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Kegiatan Rumah Pemotongan Hewan (Tabel 2.1).
Universitas Sumatera Utara
25
Tabel 2.1 Baku Mutu Air Limbah Kegiatan Rumah Pemotongan Hewan. Parameter
Satuan
Kadar Maksimum
BOD
mg/L
100
COD
mg/L
200
TSS
mg/L
100
Minyak dan Lemak
mg/L
15
NH3-N
mg/L
25
pH
-
6–9
Volume air limbah maksimum untuk sapi, kerbau dan kuda : 1,5 m3/ekor/hari Volume air limbah maksimum untuk kambing dan domba : 0,15 m3/ekor/hari Volume air limbah maksimum untuk babi : 0,65 m3/ekor/hari Sumber: Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 02 Tahun 2006 Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Kegiatan Rumah Pemotongan Hewan.
2.5 Parameter Air Limbah Rumah Potong Hewan Permenlh Nomor 02 Tahun 2006 menjelaskan bahwa parameter air limbah rumah potong hewan terdiri dari: 1. BOD (Biochemical Oxygen Demand) BOD (Biochemical Oxygen Demand) adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan (mengoksidasi) hampir semua zat organis yang terlarut dan sebagian zat –zat organis yang tersuspensi dalam air. Kadar BOD maksimum yang diperbolehkan bagi kegiatan rumah potong hewan adalah 100 mg/L.
Universitas Sumatera Utara
26
2. COD (Chemical Oxygen Demand) COD (Chemical Oxygen Demand) adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengurai seluruh bahan organik yang terkandung dalam air. Hal ini karena bahan organik yang ada sengaja diurai secara kimia dengan menggunakan oksidator kuat kalium bikromat pada kondisi asam dan panas dengan katalisator perak sulfat, sehingga segala macam bahan organik, baik yang mudah urai maupun yang kompleks dan sulit urai, akan teroksidasi. Kadar COD maksimum yang diperbolehkan bagi kegiatan rumah potong hewan adalah 200 mg/L.
3. TSS (Total Suspended Solid) TSS (Total Suspended Solid) adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air yang tidak larut dan tidak dapat mengendap langsung. Padatan tersuspensi terdiri dari partikel-partikel yang ukuran maupun beratnya lebih rendah dari sedimen. Kadar TSS maksimum yang diperbolehkan bagi kegiatan rumah potong hewan adalah 100 mg/L.
4. Minyak dan Lemak Minyak dan lemak yang mencemari air sering dimasukkan ke dalam kelompok padatan, yaitu padatan yang mengapung di atas permukaan air. Pencemaran air oleh minyak sangat merugikan karena dapat menimbulkan hal-hal sebagai berikut: a. Adanya minyak menyebabkan penetrasi sinar ke dalam air berkurang. Ternyata intensitas sinar di dalam air sedalam dua
Universitas Sumatera Utara
27
meter dari permukaan air yang mengandung minyak adalah 90% lebih rendah daripada intensitas sinar pada kedalaman yang sama di dalam air yang bening. b. Konsentrasi oksigen terlarut menurun dengan adanya minyak karena lapisan film minyak menghambat pengambilan oksigen oleh air. c. Adanya lapisan minyak pada permukaan air akan mengganggu kehidupan burung air karena burung-burung yang berenang dan menyelam, bulu-bulunya akan ditutupi oleh minyak sehingga menjadi lekat satu sama lain, akibatnya kemampuannya untuk terbang juga menurun. d. Penetrasi sinar dan oksigen yang menurun dengan adanya minyak dapat mengganggu kehidupan tanaman laut, termasuk ganggang dan liken. Beberapa komponen yang menyusun minyak juga diketahui bersifat racun terhadap berbagai hewan maupun manusia, tergantung dari struktur dan berat molekulnya. Komponen-komponen hidrokarbon jenuh yang mempunyai titik didih rendah diketahui dapat menyebabkan anestesi dan narkosis pada berbagai hewan tingkat rendah dan jika terdapat pada konsentrasi tinggi dapat mengakibatkan kematian. Kadar minyak dan lemak maksimum yang diperbolehkan bagi kegiatan rumah potong hewan adalah 15 mg/L.
5. NH3 (Ammonia)
Universitas Sumatera Utara
28
NH3 merupakan hasil pembakaran asam amino oleh berbagai jenis bakteri aerob dan anaerob. Jika kadar asam amino di dalam air terlalu tinggi karena pembakaran protein tidak berlangsung dengan baik sehingga menghasilkan asam nitrat maka akan menimbulkan pencemaran. Kadar NH3 maksimum yang diperbolehkan bagi kegiatan rumah potong hewan adalah 25 mg/L.
6. pH (derajat keasaman) Pengukuran pH yang berkaitan dengan proses pengolahan biologis karena pH yang kecil akan lebih menyulitkan disamping akan mengganggu kehidupan dalam air bila dibuang ke perairan terbuka. Kadar pH maksimum yang diperbolehkan bagi kegiatan rumah potong hewan adalah 6-9.
2.6 Dampak Negatif Air Limbah Rumah Potong Hewan Pengelolaan air limbah yang tidak baik akan dapat berakibat buruk terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat. Beberapa akibat buruk yang ditimbulkan adalah: 1. Akibat terhadap lingkungan Air limbah antara lain mempunyai sifat fisik, kimiawi dan biologi yang dapat menjadi sumber pengotoran, sehingga bila tidak dikelola dengan baik akan dapat menimbulkan pencemaran terhadap air permukaan, tanah atau lingkungan hidup lainnya. Disamping itu kadang-
Universitas Sumatera Utara
29
kadang dapat menimbulkan bau yang tidak enak serta pemandangan yang tidak menyenangkan. 2. Akibat terhadap kesehatan masyarakat Lingkungan yang tidak sehat akibat tercemar air limbah dapat menyebabkan gangguan terhadap kesehatan masyarakat. Air limbah dapat menjadi media tempat berkembang biaknya mikroorganisme patogen, larva nyamuk ataupun serangga lainnya yang dapat menjadi media transmisi penyakit, terutama penyakit-penyakit yang penularannya melalui air yang tercemar seperti kholera, typhus abdominalis, dysentri baciler, dan sebagainya. 3. Akibat terhadap sosial-ekonomi Lingkungan hidup manusia sangat mempengaruhi bukan hanya kesehatan fisik saja, tetapi juga kesehatan mental dan sosial dan manusia terhadap tersebut. Keadaan lingkungan yang buruk menyebabkan perasaan yang tidak nyaman dan tidak menyenangkan. Sebagai akibatnya, kesehatan manusia terganggu dan menjadi kurang produktif. Sedangkan perkembangan masyarakat tergantung dari tenaga kerja yang produktif. Kalau dalam masyarakat selalu terjadi penyakit akibat pengaruh buruk lingkungan, maka hal ini akan mempengaruhi kemampuan kerja dan juga mempengaruhi keadaan sosial ekonominya.
Universitas Sumatera Utara
30
2.7 Jenis-jenis Pengolahan Air Limbah Kusnoputranto (1983) menjelaskan bahwa pengolahan air limbah terdiri dari: 1. Pengenceran (dilution) Yakni air buangan diencerkan terlebih dahulu sampai mencapai konsentrasi yang cukup rendah, kemudian baru dibuang ke badan-badan air. Pada keadaan-keadaan tertentu kadang-kadang dilakukan proses pengolahan sederhana terlebih dahulu seperti pengendapan, penyaringan dan sebagainya. Akan tetapi dengan bertambahnya penduduk dan perkembangan industri, maka seringkali jumlah air limbah yang harus dibuang menjadi terlalu banyak karena diperlukan derajat pengenceran yang cukup besar, hal ini tidak dapat dipertahankan lagi. Disamping itu, cara ini juga menimbulkan beberapa kerugian, antara lain: bahaya kontaminasi terhadap badan-badan air, oksigen terlarut dalam badan air cepat habis sehingga mengganggu kehidupan organism dalam air, serta meningkatkan
pengendapan
zat-zat
padat
sehingga
mempercepat
pendangkalan sehingga terjadi penyumbatan dan mudah timbul banjir. 2. Irigasi luas Cara ini umumnya digunkana di daerah-daerah di luar kota atau di pedesaan karena memerlukan tanah yang cukup luas dan tidak dekat dengan pemukiman penduduk. Air limbah dialirkan ke dalam parit-parit terbuka yang digali pada sebidang tanah, dan air akan merembes masuk ke dalam tanah melalui dasar dan dinding parit-parit tersebut. Pada keadaan tertentu air buangan dapat digunakan untuk pengairan lading, pertanian
Universitas Sumatera Utara
31
atau perkebunan dan sekaligus berfungsi untuk pemupukan. Hal ini terutama dilakukan untuk membuang air limbah yang berasal dari perusahaan susu sapi, rumah potong hewan, perusahaan makanan kaleng dan sebagainya, dimana kandungan zat-zat organik dan protein cukup tinggi dan diperlukan oleh tanam-tanaman. 3. Kolam oksidasi (Oxidation Ponds/Waste Stabilization Ponds Lagoon) Merupakan suatu pengolahan air limbah untuk sekelompok masyarakat kecil, dan cara ini dianjurkan terutama untuk daerah pedesaan (Gambar 2.4). Prinsip kerjanya adalah memanfaatkan pengaruh sinar matahari, ganggang (algae), bakteri dan oksigen dalam proses pembersihan alamiah. Air buangan dialirkan ke dalam kolam besar berbentuk empat persegi panjang dengan kedalaman 1-1,5 meter. Dinding dan dasar kolam tidak perlu diberi lapisan apapun. Luas kolam tergantung pada jumlah air buangan yang akan diolah, biasanya digunakan luas 1 acre (= 4072 m²) untuk 100 orang. Lokasi kolam harus jauh dari daerah pemukiman minimal berjarak 500 meter ditempatkan di daerah terbuka yang memungkinkan adanya sirkulasi angin.
Universitas Sumatera Utara
32
Matahari
CO2 NH3 Zone Aerobic
CH4
PO4 SO4 NO3
CO3
H2S
Zone Fakultatif Zone Anaerobic
Tanah
Gambar 2.4 Sket Kolam Oksidasi Cara kerjanya adalah sebagai berikut : -
Empat unsur yang berperan dalam proses pembersihan alamiah ini adalah sinar matahari, ganggang, bakteri dan oksigen.
-
Ganggang dengan butir chlorophylnya dalam air buangan melakukan proses fotosintesis dengan bantuan sinar matahari, sehingga tumbuh dengan subur. Pada proses sintesis untuk pembentukan karbohidrat dari H2O dan CO2 oleh chlorophyl dibawah pengaruh sinar matahari terbentuk O2 (oksigen). Oksigen ini digunakan oleh, bakteri aerobik untuk melakukan dekomposisi zat-zat organik yang terdapat dalam air buangan. Disamping itu terjadi pula penguraian dari zat-zat padat sehingga terjadi pengendapan. Sebagainya hasilnya nilai BOD dan TSS dari air buangan tersebut akan berkurang, sehingga relatif aman bila akan dibuang ke dalam badan-badan air.
Universitas Sumatera Utara
33
4. Pengolahan air buangan primer dan sekunder = primary and secondary treatment plant Merupakan cara pengolahan air buangan yang lebih kompleks dan lengkap, yaitu pengolahan secara fisik dan mekanis (primer) dan secara biologis (sekunder) terutama digunakan di daerah perkotaan dan umumnya mengolah air buangan dari segala jenis, baik yang berasal dari rumah tangga, kotapraja maupun industri.
2.8 Kewajiban RPH dalam Pengolahan Air Limbah Setiap penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan rumah potong hewan mempunyai kewajiban (Permenlh Nomor 02, 2006) yaitu: 1. Melakukan pengolahan air limbah sehingga mutu air limbah yang dibuang atau dilepas ke lingkungan tidak melampaui baku mutu air limbah RPH. 2. Membuat sistem saluran air limbah yang kedap air dan tertutup agar tidak terjadi perembesan air limbah ke lingkungan, dilengkapi dengan alat penyaring untuk memudahkan pembersihan dan perawatan. 3. Memisahkan saluran pembuangan air limbah dengan saluran limpasan air hujan. 4. Memasang alat ukur debit atau laju alir limbah dan melakukan pencatatan debit air limbah harian. 5. Melakukan pencatatan jumlah dan jenis hewan yang dipotong per hari. 6. Memeriksa kadar parameter baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini secara periodik sekurangkurangnya 1 (satu) kali dalam sebulan di laboratorium yang terakreditasi.
Universitas Sumatera Utara
34
7. Menyampaikan laporan tentang catatan debit air limbah harian, jumlah dan jenis hewan yang dipotong per hari dan kadar parameter baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam point 4, point 5, dan point 6 sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan sekali kepada Gubernur dan Bupati/Walikota dengan tembusan disampaikan kepada Menteri Negara Lingkungan Hidup dan instansi yang membidangi kegiatan RPH serta instansi lain yang dianggap perlu. Setiap penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan RPH dilarang melakukan pengenceran air limbah dari kegiatannya.
2.9 Baku Mutu Lingkungan Sehubungan dengan fungsi baku mutu lingkungan maka dalam hal menentukan apakah telah terjadi pencemaran dari kegiatan industri atau pabrik dipergunakan dua buah sistem baku mutu lingkungan, yaitu: 1. Effluent
Standard,
diperbolehkan
untuk
merupakan dibuang
kadar ke
maksimum
lingkungan.
limbah
Menteri
yang Negara
Kependudukan dan Lingkungan Hidup dalam keputusannya No. KEP03/MENKLH/II/1991 telah menetapkan baku mutu air pada sumber air, baku mutu limbah cair, baku mutu udara ambien, baku mutu udara emisi dan baku mutu air laut. Dalam keputusan tersebut, yang dimaksud dengan:
Universitas Sumatera Utara
35
Baku mutu air pada sumber air adalah batas kadar yang diperbolehkan bagi zat atau bahan pencemar terdapat dalam air, namun tetap berfungsi sesuai dengan peruntukkannya.
Baku mutu limbah cair adalah batas kadar yang diperbolehkan bagi zat atau bahan pencemar untuk dibuang dari sumber pencemaran ke dalam air pada sumber air, sehingga tidak menyebabkan dilampauinya baku mutu air.
Baku mutu udara ambien adalah batas kadar yang diperbolehkan bagi zat atau bahan pencemar terdapat di udara, namun tidak menimbulkan gangguan terhadap makhluk hidup, tumbuh-tumbuhan, dan atau benda.
Baku mutu udara emisi adalah batas kadar yang diperbolehkan bagi zat atau bahan pencemar untuk dikeluarkan dari sumber pencemaran ke udara, sehingga tidak mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambient.
Baku mutu air laut adalah batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain yang ada atau harus ada, dan zat atau bahan pencemar yang ditenggang adanya dalam air laut.
2. Stream Standard, merupakan batas kadar untuk sumber daya tertentu, seperti sungai, waduk, dan danau. Kadar yang ditetapkan berdasarkan pada kemampuan sumber daya beserta sifat peruntukkannya. Misalnya batas kadar badan air untuk air minum akan berlainan dengan batas kadar bagi badan air untuk pertanian.
Universitas Sumatera Utara
36
Klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi empat kelas menurut PP No. 82 tahun 2001, yaitu:
Kelas satu, air yang peruntukkannya digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
Kelas dua, air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk prasarana atau sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk
mengairi
pertanian,
dan
atau
peruntukkan
lain
yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
Kelas tiga, air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanian, dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan air yang sama dengan kegunaan tersebut.
Kelas empat, air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk mengairi pertanian dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
2.10 Pengolahan Air Limbah Rumah Potong Hewan (RPH) dengan Cara Elektrokoagulasi Aliran Kontinyu Sekarang telah dikembangkan metode baru untuk pengolahan limbah cair RPH, yaitu teknik elektrokoagulasi. Elektrokoagulasi merupakan proses destabilisasi suspensi, emulsi dan larutan yang mengandung kontaminan dengan cara mengalirkan arus listrik melalui air, menyebabkan terbentuknya gumpalan yang mudah dipisahkan.
Universitas Sumatera Utara
37
Berdasarkan penelitan yang telah dilakukan sebelumnya (Roihatin A., Kartika A. R., 2009) mengenai metode elektrokoagulasi dengan mempelajari pengaruh parameter jumlah elektroda, tegangan elektrolisis, dan waktu tinggal waktu operasi pada proses elektrokoagulasi aliran kontinyu terhadap PH, efisiensi pemisahan TSS dan TDS, kandungan COD serta kekeruhan air limbah. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: tegangan elektrolosis (5,10,15 Volt), kombinasi elektroda (besi dan aluminium), waktu operasi (6,7;11,2;23,1 menit). Analisis yang dilaksanakan meliputi analisa pH, TDS, TSS, COD dan turbiditas. Dari hasil penelitian didapatkan kesimpulan bahwa tegangan elektrolosis, waktu elektrokoagulasi, dan susunan elektroda sangat berpengaruh terhadap penurunan kadar COD, TDS, TSS dan turbiditas pada limbah. Penambahan waktu elektrokoagulasi dan rapat arus cenderung menurunkan kadar COD, TDS, TSS dan turbiditas limbah serta pH setelah proses elektrokoagulasi cenderung mendekati netral.
2.11 Pemanfaatan Eceng Gondok (Eichhornia crasspes (Mart) Solm) Sebagai Teknik Alternatif Dalam Pengolahan Biologis Air Limbah Asal Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Pengolahan limbah RPH secara umum dapat dilakukan secara fisika, kimia, dan biologi (Suharto, 2010). Pengolahan limbah RPH dengan cara kolam aerasi membutuhkan biaya yang cukup tinggi. Atas dasar pertimbangan tersebut, pengolahan limbah secara biologi menjadi alternatif pemecahannya. Salah satu cara pengolahan limbah secara biologis adalah dengan menggunakan tumbuhan
Universitas Sumatera Utara
38
air, yaitu enceng gondok (Eichhornia crasspes (Mart) Solm) sebagai teknologi sederhana, murah, ramah lingkungan, serta sangat mudah dalam penggunaannya, sehingga biaya sabagai salah satu kendala utama dalam penanganan air limbah RPH dapat diatasi. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan (Suardana IW, 2009) mengenai pemanfaatan enceng gondok (Eichhornia crasspes (Mart) Solm) sebagai metode pengolahan limbah RPH secara biologis dengan menggunakan parameter pH, BOD, dan COD. Sampel yang digunakan terdiri dari 4 bak, yaitu: bak tanpa eceng gondok, bak dengan 30% eceng gondok, bak dengan 60% eceng gondok, dan bak dengan 90% eceng gondok. Dimana masing-masing parameter diobservasi pada hari ke-0, 7, 14, 21, dan 28 (Tabel 2.2). Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa eceng gondok (Eichhornia crasspes (Mart) Solm) dapat berperan sebagai metode pemulihan lingkungan secara biologis, sebagaimana hasil penelitian menunjukkan bahwa eceng gondok mampu menurunkan kadar pH, BOD, dan COD dari air limbah RPH di lokasi penelitian tersebut dilakukan.
Tabel 2.2 Persentase Penurunan Nilai pH, BOD dan COD Air Limbah RPH Pesanggaran dengan Perlakuan Eceng Gondok No
1.
Parameter Perlakuan
pH
Waktu Pengamatan (Hari) 0
7
14
21
28
Kontrol
0%
-4,11%
8,10%
11,03%
13,73%
30%
0%
17,96% 19,37%
23,24%
23,83%
60%
0%
17,49% 20,07%
24,30%
24,77%
90%
0%
19,01% 19,72%
23,83%
24,30%
Universitas Sumatera Utara
39
2.
3.
BOD
COD
Kontrol
0%
8,22%
25,62%
37,90%
39,44%
30%
0%
12,33% 35,36%
47,74%
50,42%
60%
0%
17,70% 30,74%
47,69%
52,85%
90%
0%
19,17% 35,42%
49,84%
55,50%
Kontrol
0%
-3,67%
0,33%
10%
30%
0%
19,70% 21,03%
27,03%
36,97%
60%
0%
22,87% 22,87%
40,37%
44,13%
90%
0%
35,33% 41,40% 44,175% 48,67%
-7%
2.12 Kualitas Air Sumur Gali di Sekitar Rumah Potong Hewan Sumur gali adalah sarana untuk menyadap dan menampung air tanah untuk air minum dengan cara menggali tanah berbentuk sumuran agar mendapatkan air yang sehat dan murah serta dapat dimanfaatkan oleh perorangan (rumah tangga) maupun kelompok. Dari segi kesehatan sebenarnya penggunaan sumur gali ini kurang baik bila cara pembuatannya tidak benar-benar diperhatikan, tetapi untuk memperkecil kemungkinan
terjadinya
pencemaran
dapat
diupayakan
pencegahannya.
Pencegahan ini dapat dipenuhi dengan memperhatikan syarat-syarat fisik dari sumur tersebut yang didasarkan atas kesimpulan dari pendapat beberapa pakar di bidang ini, diantaranya lokasi sumur tidak kurang dari 10 meter dari sumber pencemar, lantai sumur harus kedap air, tempat penampungan air limbah minimal 10 meter dari air sumur gali dan terbuat dari bahan permanen, tinggi bibir sumur 0,8 meter, memililki cincin (dinding) sumur minimal 3 meter dan memiliki tutup sumur yang kuat dan rapat.
Universitas Sumatera Utara
40
Berdasarkan penelitan yang telah dilakukan sebelumnya (Ketaren R.Vivianne, 2010) mengenai kualitas sumur gali di sekitar rumah potong hewan Medan dengan mengambil 8 sampel sumur gali didapat kualitas fisik air sumur gali yang tidak memenuhi syarat sebanyak 1 sumur gali (12,5%), kualitas kimia air sumur gali yang tidak memenuhi syarat sebanyak 1 sumur gali (12,5%) dan kualitas mikrobiologi yang tidak memenuhi syarat sebanyak 4 sumur gali (50%). Hasil penelitian ini dapat kita lihat pada tabel 2.3 sampai dengan tabel 2.5.
Tabel 2.3 Hasil Pemeriksaan Fisik Air Sumur Gali di Sekitar RPH Medan
N O
Jarak Sumur Gali
Suhu Sampel
Dengan IPAL RPH
(oC)
Baku Mutu
Dibawah 3 oC atau diatas
Bau dan Rasa Sampel
Tidak berbau dan tidak berasa
Warna Max 50 TCU
1
Titik I: 10 Meter
26,4
Tidak berbau dan tidak berasa
11
2
Titik II: 10 Meter
26,2
Tidak berbau dan tidak berasa
34
3
Titik I: 20 Meter
26,2
Tidak berbau dan tidak berasa
15
4
Titik II: 20 Meter
26,2
Tidak berbau dan tidak berasa
251
5
Titik I: 50 Meter
26,0
Tidak berbau dan tidak berasa
26
6
Titik II: 50 Meter
26,2
Tidak berbau dan tidak berasa
10
7
Titik I: 100 Meter
26,2
Tidak berbau dan tidak berasa
8
8
Titik II: 100 Meter
26,0
Tidak berbau dan tidak berasa
2
Universitas Sumatera Utara
41
Tabel 2.4 Hasil Pemeriksaan Kualitas Kimia Terbatas Air Sumur Gali di Sekitar RPH Medan Jarak Sumur Gali
pH
NH3
Fe
Mn
NO3-
Cl
Baku Mutu Maks
6,5-9,0
1,5 mg/l
1 mg/l
0,5 mg/l
10 mg/l
600 mg/l
1
Titik I: 10 Meter
7,3
0,00146
0,011
0,042
0,9
12,42
2
Titik II: 10 Meter
6,6
0,00056
0,231
0,039
2,3
12,16
3
Titik I: 20 Meter
7,5
0,00204
0,525
0,457
0,9
11,18
4
Titik II: 20 Meter
7,0
0,0171
3,015
0,853
0,8
8,92
5
Titik I: 50 Meter
7,2
0,003015
0,129
0,057
3,2
8,42
6
Titik II: 50 Meter
7,2
0,000435
0,085
0,071
0,7
6,62
7
Titik I: 100 Meter
7,0
0,00076
0,054
0,037
0,6
10,42
8
Titik II: 100 Meter
7,1
0,0037
0,037
0,048
0,6
8,24
N O
Dengan IPAL RPH
Tabel 2.5 Hasil Pemeriksaan Kualitas Mikrobiologi Air Sumur Gali di Sekitar RPH Medan N
Jarak Sumur Gali Dengan IPAL RPH
Total coli
Coli faecal
O
Baku Mutu Maksimum
50/100 ml
50/100 ml
1
Titik I: 10 Meter
210
210
2
Titik II: 10 Meter
130
130
3
Titik I: 20 Meter
280
280
4
Titik II: 20 Meter
350
280
5
Titik I: 50 Meter
34
31
6
Titik II: 50 Meter
47
47
7
Titik I: 100 Meter
47
47
8
Titik II: 100 Meter
47
24
Universitas Sumatera Utara
42
2.13 Dasar-Dasar Aliran dalam Saluran Terbuka Aliran air dalam suatu saluran dapat berupa: 1. Aliran Saluran Terbuka (Open Channel Flow) 2. Aliran Saluran Tertutup (Pipe Flow) Keduanya dalam beberapa hal adalah sama, berbeda dalam satu hal yang penting, yaitu: - Aliran pada saluran terbuka harus memiliki permukaan bebas yang dipengaruhi oleh tekanan udara bebas (P Atmospher) - Aliran pada pipa tidak dipengaruhi oleh tekanan udara secara langsung kecuali oleh tekanan hydraulic (y). Kedua bentuk saluran itu dapat kita lihat pada gambar 2.5 dibawah ini:
Gambar 2.5 Saluran Terbuka dan Tertutup
Perbandingan bentuk kedua aliran tersebut dapat dilihat pada gambar 2.6 di bawah ini:
Universitas Sumatera Utara
43
Gambar 2.6 Garis Kemiringan Hidraulis dan Energi
Perhitungan saluran terbuka lebih rumit daripada perhitungan pipa karena: Bentuk penampang yang tidak teratur (terutama sungai). Sulit menentukan kekasaran (sungai berbatu sedangkan pipa tembaga licin). Kesulitan pengumpulan data di lapangan. Perbandingan rumus Energi untuk kedua tipe aliran tersebut adalah: 1. Aliran pada saluran tertutup
1 +
𝑃1 𝜌𝑔
+
𝑉12 2𝑔
= 2 +
𝑃2 𝜌𝑔
+
𝑉22 2𝑔
+ 𝑓 ……......(2.1)
2. Aliran pada saluran terbuka
1 +
𝑉12 2𝑔
= 2 +
𝑉22 2𝑔
+
𝑓 …………….…………(2.2) di mana: h = ketinggian aliran (m), V = kecapatan aliran (m/s), g = kecepatan gravitas (9,8 m/s2), dan 𝜌 = massa jenis air
Universitas Sumatera Utara
44
2.13.1 Klasifikasi Saluran Saluran dapat berbentuk alami (sungai, paluh, dan muara) dengan penampang melintang atau kemiringan memanjang berubah-ubah (varriying cross section) disebut “Non Prismatic Channel”. Saluran buatan jika penampang dan kemiringannya ko nst an (Constant Cross Section) disebut “Prismatic Channel”, contohnya saluran irigasi dan gorong-gorong yang mengalir sebagian.
2.13.2 Tipe Aliran Tipe aliran pada saluran terbuka adalah: -
-
-
¾ Aliran Mantap (Steady Flow)
Perubahan volume terhadap waktu tetap
Perubahan kedalaman terhadap waktu tetap
Perubahan kecepatan terhadap waktu tetap
¾ Aliran Tidak Mantap (Unsteady Flow)
Perubahan volume terhadap waktu tetap
Perubahan kedalaman terhadap waktu tetap
Perubahan kecepatan terhadap waktu tetap
¾ Aliran Merata (Uniform Flow)
Besar dan arah kecepatan tetap terhadap jarak
Aliran pada pipa dengan penampang sama
Variabel fluida lain juga tetap
Universitas Sumatera Utara
45
-
¾ Aliran Tidak Merata (Non Uniform Flow)
Aliran pada pipa dengan tampang tidak merata
Pengaruh pembendungan dan variabel fluida lain juga tidak tetap
Hydraulic jump
Hal ini timbul pada aliran air banjir dan gelombang atau gutter (parit terbuka). Pada umumnya perhitungan saluran terbuka hanya digunakan pada aliran tetap dengan debit dinyatakan sebagai: Q = A x V………..……...……..……………(2.3) di mana: A = Luas penampang melintang aliran (m²), V = Kecepatan rata-rata aliran (m/dtk) Dan debit untuk sepanjang saluran dianggap seragam dengan kata lain aliran bersifat kontinyu: Q = A1 x V1 = A2 x V2….……….…….………………(2.4)
2.13.3 Aliran Seragam (Uniform Flow) Ciri-ciri aliran seragam (uniform flow) yaitu kedalam aliran, luas penampang basah, kecepatan rata-rata, dan debit per satuan waktu pada sepanjang daerah yang lurus adalah sama. Sedangkan ciri-ciri lainnya yaitu garis energi, muka air, dan dasar saluran adalah sejajar. Syarat-syarat lain untuk aliran merata disebut normal, yaitu kedalaman normal dan kemiringan normal. Didapati persamaan-persamaan semi empiris sebagian besar dalam bentuk (gambar 2.7): V
= C x Rx x Sy
Universitas Sumatera Utara
46
Sejajar atau Sf = Sw = So Gambar 2.7 Penurunan Rumus Chezy Untuk Aliran Seragam pada Saluran Terbuka 2.13.4 Rumus Chezy Bila air mengalir dalam suatu saluran terbuka, air tersebut akan mengalami tahanan saat mengalir ke hilir. Tahanan mengadakan perlawanan terhadap komponen gaya berat yang menyebabkan air tersebut mengalir. Aliran seragam terjadi bila kedua komponen ini seimbang. Untuk aliran mantap ( tidak ada percepatan) diperoleh persamaan: ρ g . A . L Sin θ = τo
. P . L….……….…………(2.5)
Karena θ kecil, maka: Sin θ = τ g θ = S S adalah kemiringan dasar saluran
ρ g . A . L . S = τo
. P . L….……….……..….…(2.6)
Secara empiris diketahui bahwa tegangan geser sebanding dengan kuadrat kecepatan:
Universitas Sumatera Utara
47
τo sebanding dengan V² τo = k . V2….……….………….…(2.7) dari (2.4) dan (2.5) ρ g . A . L . S = k . V2 . P . L ρ g . A . S V² = k . P Chezy menemukan: ρ g V
=
ρ g
A .
k
. S = P
. R . S k
Dengan merubah: ρ g = C k Maka diperoleh:
V = C
R . S….……….…………...……………...(2.8)
2.13.5 Rumus Manning Manning mengungkapkan bahwa nilai C masih dipengaruhi oleh jari-jari hidrolis R, dimana: R1/6 C = N
n: kekasaran saluran menurut Manning (Tabel 2.6)
Tabel 2.6 Koefisien Manning
Universitas Sumatera Utara
48
Sehingga rumus Chezy diperbaharui menjadi: V =
1 𝑛
. R2/3 . S1/2….…………..….……………(2.9)
atau: Q = A.V =
𝐴 𝑛
. R2/3 . S1/2….…...…….……..……(2.10)
𝐴 R = ………...……......……..…………………….…(2.11) 𝑃
𝐴 = 𝑏 𝑥 𝑦……...……....…...…………………………(2.12) 𝑃 = 𝑏 + 2𝑦………......…….…………………………(2.13) di mana: V = kecepatan aliran (m/s), n = koefisien Manning, R = jari-jari hidraulik (m), S = kemiringan dasar saluran, A = luas basah (m2), P = keliling basah (m2), b = lebar saluran (m), dan y = tinggi aliran (m)
2.13.6 Rumus Strickler Strickler menyarankan lagi dengan memberi konstanta: 1 K = n Sehingga,
V = K . R2/3 . S1/2………......………………………(2.14)
2.13.7 Head Turun (hf) Head turun dapat dihitung dengan mengubah suku-suku rumus Manning sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
49
V=
V=
Hf =
1 𝑛
. R2/3 . (hf / L)1/2
1 𝑛2
. R4/3 . hf / L
𝑉2 .𝑛2 .𝐿 = 𝑅4/3
𝑉.𝑛 𝑅 2/3
2
.L
S = hf / L
di mana: V = kecepatan aliran (m/s), n = koefisien Manning, R = jari-jari hidraulik (m), S = kemiringan dasar saluran, hf = beda tinggi aliran di hulu dan hilir (m), dan L = panjang saluran (m) Untuk aliran tidak seragam dan saluran panjang, rumus ini dapat digunakan. Kesulitannya adalah penentuan faktor kekasaran saluran Manning (n).
2.13.8 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Kekasaran Saluran Kekasaran saluran sangat mempengaruhi besarnya kecepatan rata-rata pada saluran. Nilai kekasaran saluran tidak hanya ditentukan dari satu faktor, tetapi dapat merupakan kombinasi dari beberapa faktor berikut ini: 1. Kekasaran permukaan saluran Kekasaran permukaan
saluran tergantung dari butir-butir yang
membentuk keliling basah, ukuran dan bentuk butiran menimbulkan efek hambatan terhadap aliran. ¾ Butir kasar
-
n besar
Universitas Sumatera Utara
50
¾ Butir halus
-
n kecil
2. Jenis tumbuh-tumbuhan Tumbuhan yang terdapat dalam saluran dapat menghambat lajunya aliran serta memperkecil kapasitas pengaliran. ¾ Belukar atau bakau
-
n besar
¾ Rerumputan
-
n kecil
3. Ketidakteraturan tampang melintang saluran Ketidakteraturan keliling basah dan variasi penampang terutama pada saluran alam. ¾ Teratur
-
n kecil
¾ Tidak teratur
-
n besar
4. Trace saluran Lengkung saluran dengan garis tengah yang besar akan lebih baik dari pada saluran dengan tikungan tajam. ¾ Lurus
-
n kecil
¾ Berbelok-belok
-
n besar
5. Pengendapan dan penggerusan Proses pengendapan permukaan dapat mengakibatkan saluran menjadi halus, demikian juga sebaliknya, pada penggerusan mengakibatkan saluran menjadi kasar. ¾ Lumpur
-
n kecil
¾ Kerikil
-
n besar
Universitas Sumatera Utara
51
6. Hambatan Adanya pilar jembatan, balok sekat atau drempel dapat mempengaruhi aliran terutama jika jumlahnya banyak. ¾ Hambatan kecil
-
n besar
¾ Hambatan besar
-
n kecil
7. Ukuran dan bentuk saluran Saluran dengan dimensi yang relatif besar lebih sedikit dipengaruhi oleh kekasaran saluran, sedangkan jari-jari hidrolis yang ideal sangat mempengaruhi debit pengaliran pada saluran. ¾ Saluran kecil
-
n besar
¾ Saluran besar
-
n kecil
8. Taraf air dan debit Air dangkal lebih dipengaruhi oleh ketidakteraturan dasar saluran, begitu juga untuk debit- debit kecil. ¾ Air dangkal
-
n besar
¾ Air dalam
-
n kecil
¾ Debit kecil
-
n besar
¾ Debit besar
-
n kecil
Universitas Sumatera Utara