Bab II Tinjauan Pustaka
II.1. Georadar II.1.1. Prinsip Dasar Georadar Ground penetrating radar (GPR) memancarkan pulse pendek (short pulse) energi gelombang elektromagnetik yang menembus daerah bawah (subsurface) material yang disurvei. Jika gelombang elektromagnetik mengenai interface antara dua material yang memiliki konstanta dielektrik relatif yang berbeda, maka sebagian gelombang itu akan dipantulkan kembali dan sebagian lagi diteruskan hingga interface selanjutnya.
Gelombang elektromagnetik yang dipantulkan pada interface antara dua material yang berbeda diilustrasikan pada Gambar 2.1.a
(a) (b) Gambar 2.1.. Prinsip dasar metoda kerja alat georadar
Gelombang elektromagnetik dipancarkan oleh antena pemancar (transmitting antenna) akan menyebar di dalam material dengan kecepatan yang ditentukan oleh permitivitas atau konstanta dielektrik relatif material tersebut. Gelombang elektromagnetik yang dipantulkan akibat adanya perbedaan konstanta dielektrik relatif akan diterima kembali oleh antena penerima (recieving antenna).
II - 1
Antena ini menghasilkan signal yang merupakan bentuk gelombang. Signal ini mengandung informasi mengenai waktu tempuh dan besar atenuasi gelombang. Gambar 2.1 (b) memperlihatkan bentuk gelombang yang diterima oleh antena. Signal yang diterima ditampilkan dalam sumbu nilai amplitudo dan waktu.
II.1.2. Pengolahan Data Sebagai bentuk gelombang diskrit, maka terhadap gelombang georadar dapat dilakukan hampir pada semua jenis pengolahan data. Pengolahan tersebut dapat berbentuk pemfilteran, dekonvolusi, migrasi, transformasi Hilbert, penguatan (gain), tampilan dari bentuk wavelet “greyscale” sampai dalam bentuk skala multiwarna.
Sebelum dilakukan pemilihan metoda pengolahan yang cocok, maka perlu kita identifikasikan jenis obyek yang ingin kita tonjolkan. Karena bila dilakukan suatu metoda pengolahan, maka proses tersebut dapat mempengaruhi suatu tampilan yang sudah ada sehingga pengolahan yang salah justru dapat menghilangkan suatu informasi obyek lain yang sebenarnya cukup signifikan. Dalam pengolahan ini beberapa metoda pemfilteran untuk bandpass tertentu dapat dicoba. Selain itu proses dekonvolusi yang digunakan untuk mereduksi multiple gelombang akibat reflektor yang kuat juga dapat digunakan. Untuk tujuan identifikasi sinyal reflektor dan difraksi, umumnya bila tampilan dinyatakan dalam skala B/W kemungkinan justru dapat lebih eksplisit dan mudah untuk dikenali. Bila kemudian telah didapat format dan obyek yang cukup jelas/menonjol dibandingkan media sekeliling, maka tampilan dapat diubah dalam skala multiwarna yang lebih menarik.
II - 2
+100
75
50
25
0
-25
-50
-75
Gambar 2.2. Contoh tampilan dan skala warna citra georadar
II.1.3. Prinsip Interpretasi Sinyal yang diakibatkan oleh adanya variasi jenis tanah/batuan, struktur, diskontinyuitas perlapisan, rongga ataupun kurang terkonsolidasinya perlapisan tanah dapat dengan mudah tampak dalam citra georadar. Dalam melakukan interpretasi, beberapa faktor fisis obyek dapat diklasifikasikan dengan adanya variasi jenis tanah/batuan dan struktur yang diindikasikan oleh perbedaan besar amplitudo, atau perbedaan skala warna yang timbul akibat pantulan sinyal.
Bila di suatu posisi kedalaman tertentu terjadi gangguan misal tarikan, tekanan, pergeseran horisontal, pengangkatan ataupun penurunan, maka pola strukturnya juga akan tampil perlapisan yang tidak menerus atau diskontinyu. Untuk kasus rongga yang berarti suatu bagian dari batuan tidak terisi oleh material batuan yang mungkin sudah terisi oleh udara ataupun air/fluida, maka dalam citra georadar yang timbul akan berpola amplitudo sangat kecil (misalnya berwarna hitam) atau berpola amplitudo sangat besar (citra yang putih cukup tajam).
II - 3
II.1.4. Spesifikasi Peralatan Georadar Spesifikasi dari peralatan georadar yang akan digunakan dalam kegiatan penelitian ini meliputi Unit Georadar GSSI Inc. SIR System-2 (USA) yang terdiri dari 1 unit antena 100 MHz. SIR-2 serta berbagai bagian sebagai berikut : 1). 1-Digital Control Unit 2). 1-Antena Control Cable 3). 1-DC Power Cable 4). 1-Power Connector Adapter 5). 1-Unit 100 MHz antena. Kedalaman yang dapat dicapai kira-kira 25 meter dengan asumsi bahwa konstanta dielekttrik 9. 6). 1-set Processing software RADAN 2-D.
II.1.5. Sifat Gelombang Georadar dan Pengolahannya Salah satu sifat penting gelombang georadar sebagai bagian dari gelombang EM adalah besaran konstanta dielektrik
ε yang mempunyai hubungan langsung
dengan kecepatan rata-rata di tanah resistip yaitu dengan konduktivitas lebih kecil 20 m/s dapat dinyatakan sebagai berikut : V =
c
ε
1
2
dimana : c adalah kecepatan sinar = 2.998 x 108 m/s
Tabel 2.1. Nilai Konstanta dielektrik (ε) Jenis Media Udara
Konstanta Dielektrik 1.0
V (m/s) 0.30
Air
81.0
0.03
Lempung kering
3–5
0.15
Lempung Basah
5 – 40
0.14 – 0.05
Pasir kering
3 -5
0.15
Pasir basah
5 - 16
0.14 – 0.07
Sebagai gelombang EM maka georadar terkait dengan apa yang disebut Skin Depth yaitu kedalaman maksimum yang dapat dicapai oleh gelombang EM :
II - 4
(
δ e = 0.159 10 7 ρ T dimana :
)
12
ρ⎞ ⎛ = 0.159 ⎜10 7 ⎟ ω⎠ ⎝
12
ρ = Hambatan jenis tanah T = Periode ω = Frekuensi sudut.
Dari hubungan tersebut didapat beberapa sifat yang penting untuk penjalaran georadar. Bila ω mengecil maka δe akan membesar dan ini berarti daya tembus kedalaman yang dapat dicapai oleh gelombang georadar akan bertambah namun resolusinya akan menurun dan berlaku sebaliknya. Selanjutnya apabila ρ kecil yaitu untuk bahan konduktor misal air dan logam maka daya tembus gelombang georadar akan semakin mengecil sehingga gelombang tersebut akan di refleksikan lebih kuat.
Filter frekuensi yang digunakan adalah filter frekuensi lolos rendah dan lolos tinggi, dimana derau ini mungkin menjadi dominant karena adanya ateunasi sinyal oleh media penjalaran baik karena jarak tempuh maupun pertambahan frekuensi sumber yang digunakan. Khusus untuk derau frekuensi tinggi tidak mempunyai pola geometri khusus dan ini berbeda dengan derau gelombang panjang yang umumnya berfrekuensi rendah. Dalam gelombang pantul EM seperti juga gelombang seismic, maka gelombang berbentuk ringin akibat ’’flat-ringing’’ yang berfrekuensi rendah ini juga dapat direduksi dengan filter frekuensi lolos tinggi.
Dekonvolusi adalah suatu metode pengolahan data digital yang digunakan untuk membentuk wavelet hasil respon suatu media, kembali ke bentuk asal seperti gelombang tersebut sebelum mengalami proses konvolusi (filterisasi). Jadi proses dekonvolusi bersifat filter invers.
II - 5
II.2.2. Pemadatan Tanah II.2.1. Prinsip Pemadatan Tanah
Tingkat Pemadatan tanah diukur dari berat volume kering tanah yang dipadatkan. Bila air ditambahkan kepada suatu tanah yang dipadatkan, air tersebut akan berfungsi sebagai pelumas pada partikel – partikel tanah sehingga tanah tersebut akan lebih mudah dipadatkan. Untuk usaha pemadatan yang sama, berat volume kering dari tanah akan naik bila kadar air dalam tanah pada saat dipadatkan meningkat tetapi bila telah mencapai kadar air tertentu penambahan kadar air justru cenderung menurunkan berat volume kering dari tanah tersebut hal ini dikarenakan air tersebut menempati pori – pori dalam tanah yang seharusnya ditempati partikel – partikel tanah. Kadar air dimana nilai berat volume kering maksimum tanah dicapai disebut kadar air optimum.
II.2. 2. Tujuan Pemadatan Tanah
Pemadatan tanah merupakan salah satu usaha untuk memperbaiki kualitas tanah, dengan tujuan : •
Mengurangi penurunan seketika
•
Meningkatkan kekuatan geser tanah
•
Memperkecil perubahan volume tanah akibat pengaruh kadar air
II.3. California Bearing Ratio (CBR) II.3.1. Teori
Uji CBR laboratorium dikembangkan oleh California Division of Highway pada tahun 1929 dengan tujuan untuk memeriksa kelayakan suatu tanah untuk digunakan sebagai material sub grade, sub base suatu perkerasan. Uji CBR laboratorium dilakukan untuk mengetahui kekuatan geser tanah pada konsidi kadar air dan kepadatan tertentu. Nilai CBR merupakan rasio tegangan satuan yang dibutuhkan untuk menghasilkan penetrasi pada kedalaman tertentu dari suatu piston penetrasi dengan luas 19,4 cm2 pada sampel tanah yang telah dipadatkan pada kadar air dan kepadatan tertentu terhadap tegangan satuan standar yang dibutuhkan untuk mencapai penetrasi yang sama dari suatu sampel batu pecah standar (standar crused stone).
II - 6
Pengujian terhadap sampel yang terendam (soak sample) dilakukan untuk mengetahui kemungkinan terdapatnya tanah ekspansif pada suatu perkerasan dan untuk mengetahui pengaruh rendaman terhadap kekuatan tanah. II.3.2. Maksud dan tujuan
a. Menentukan nilai CBR tanah yang tidak direndam (unsoaked sample) dan tanah yang terendam (soaked sample). Nilai CBR ini digunakan untuk mengetahui kualitas relatif tanah sub base, sub grade untuk perkerasan (pavement). b. Menentukan prosentase pengembangan suatu tanah yang digunakan untuk mengevaluasi kemungkinan tanah mengembang (expansive soil). II.4. Dynamic Cone Penetrometer (DCP) II.4.1. Maksud dan Tujuan
Untuk menentukan nilai CBR sub grade, sub base atau base course suatu sistem perkerasan secara praktis dan sebagai quality control pekerjaan pembuatan jalan.
II.4.2. Teori Dasar Dynamic cone penetrometer (DCP) ini cukup dioperasikan oleh dua orang saja
dan tidak memerlukan perhitungan khusus. Percobaan ini membuat pekerjaan quality control menjadi lebih cepat dan efesien tanpa mengabaikan ketepatan hasil pengukuran. Alat ini didesain khusus agar mudah dibawa kemana saja dan dapat dibongkar pasang dengan mudah dan cepat
II.5. Perkerasan Jalan
Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikat yang digunakan untuk melayani beban lalu lintas. Berdasarkan bahan ikat lapisan perkerasan jalan ada dua kategori: 1. Lapisan perkerasan lentur (Flexible pavement) 2. Lapisan perkerasan kaku (Rigid pavement)
II - 7
II.5.1. Perkerasan Lentur (Flexible pavement)
Perkerasan lentur adalah perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan-lapisan perkerasannya bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut adalah: 1. Lapisan permukaan (surface coarse) 2. Lapisan pondasi atas (base coarse) 3. Lapisan pondasi bawah (sub-base coarse) 4. Lapisan tanah dasar (sub grade)
II.5.2. Perkerasan kaku (Rigid pavement)
Perkerasan kaku adalah perkerasan yang menggunakan semen portland sebagai bahan ikat, plat beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan diatas tanah dasar dengan atau tanpa pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh pelat beton. Jenis-jenis perkerasan kaku: 1. Perkerasan beton semen Yaitu perkerasan kaku dengan beton semen sebagai lapis aus. Terdapat empat jenis perkerasan beton semen: a. perkerasan beton semen bersambung tanpa tulangan b. perkerasan beton semen bersambung dengan tulangan c. perkerasan beton semen bersambung menerus dengan tulangan d. perkerasan beton semen pratekan 2. Perkerasan komposit Yaitu perkerasan kaku pelat beton semen sebagai lapis pondasi dan aspal beton sebagai lapis permukaan. Perkerasan kaku ini sering digunakan sebagai run way lapangan terbang
II - 8