BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bronkopneumonia 1.
Pengertian Bronkopneumonia Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh bermacammacam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah penyebab non infeksi yang perlu dipertimbangkan. Bronkopneumonia lebih sering merupakan infeksi sekunder terhadap berbagai keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa juga sebagai infeksi primer yang biasanya kita jumpai pada anak-anak dan orang dewasa (Bradley et.al., 2011). Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan bronkus atau bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution). Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-infeksi yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat (Bradley et.al., 2011).
2. Epidemiologi Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun (Bradley et.al., 2011). 3. Etiologi Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah
6
7
a. Faktor Infeksi : Pada neonatus: Streptokokus group B, Respiratory Sincytial Virus (RSV). Pada bayi : Virus: Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV, Cytomegalovirus. Organisme atipikal: Chlamidia trachomatis, Pneumocytis. Pada anak-anak yaitu virus: Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSV. Organisme atipikal: Mycoplasma pneumonia. Bakteri: Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosi. Pada anak besar – dewasa muda, Organisme atipikal: Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis. Bakteri: Pneumokokus, Bordetella pertusis, M. tuberculosis. b. Faktor Non Infeksi Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi: Bronkopneumonia hidrokarbon yang terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung (zat hidrokarbon
seperti
pelitur,
minyak
tanah
dan
bensin).
Bronkopneumonia lipoid biasa terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme menelan seperti palatoskizis, pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung asam lemak 4. Klasifikasi Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara klinis dan memberikan terapi yang lebih relevan (Bradley et.al., 2011). a. Berdasarkan lokasi lesi di paru yaitu Pneumonia lobaris, Pneumonia interstitiali, Bronkopneumonia
8
b.
Berdasarkan asal infeksi yaitu Pneumonia yang didapat dari masyarakat (community acquired pneumonia = CAP). Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based pneumonia)
c. Berdasarkan
mikroorganisme
Pneumonia virus
penyebab
Pneumonia
bakteri
Pneumonia mikoplasma Pneumonia jamur
d. Berdasarkan karakteristik penyakit yaitu Pneumonia tipikal Pneumonia atipikal e. Berdasarkan lama penyakit yaitu Pneumonia akut dan Pneumonia persisten. 5. Patogenesis Saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim paru. Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan anatomis dan mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik. Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan mukosilier aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel (Bradley et.al., 2011): Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila virulensi organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian bawah melalui inhalasi atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas, dan jarang melalui hematogen. Virus dapat meningkatkan kemungkinan terjangkitnya infeksi saluran nafas bagian bawah dengan mempengaruhi mekanisme pembersihan dan respon imun. Diperkirakan sekitar 25-75 % anak dengan pneumonia bakteri didahului dengan infeksi virus. Secara patologis, terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu (Bradley et.al., 2011): a. Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti) Yaitu hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat
9
infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. b. Stadium II (48 jam berikutnya) Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam. c. Stadium III (3-8 hari berikutnya) Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti. d. Stadium IV (7-11 hari berikutnya) Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula. 6. Penatalaksanaan Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak terdiri dari 2 macam, yaitu penatalaksanaan umum dan khusus (IDAI, 2012; Bradley et.al., 2011) :
10
a. Penatalaksaan Umum 1) Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau PaO2 pada analisis gas darah ≥ 60 torr. 2) Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit. 3) Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena. b. Penatalaksanaan Khusus 1) Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibioti awal. 2) Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi, atau penderita kelainan jantung 3) Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi klinis. Pneumonia ringan amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan angka resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90 mg/kgBB/hari). B. Kharbohidrat 1. Pengertian Karbohidrat merupakan sumber energi yang tersedia dengan mudah di setiap makanan dan harus tersedia dalam jumlah yang cukup sebab kekurangan sekitar 15% dari kalori yang ada dapat menyebabkan terjadi kelaparan dan berat badan menurun.. apabila jumlah kalori yang tersedia atau berasal dari karbohidrat dengan jumlah yang tinggi dapat menyebabkan terjadi peningkatan BB (obesitas). Jumlah karbohidrat yang cukup dapat diperoleh dari susu, padi-padian, buah-buahan, sukrosa, sirup, tepung, dan sayur-sayuran. Porsi terbesar dari energi tubuh (40- 50 %) kebutuhan kalori berasal dari KH (sumber energi utama). Karbohidrat merupakan makanan utama yang terjangkau oleh masyarakat. KH disimpan terutama dalam bentuk glikogen dalam jaringan hati dan otot. Bila energi tdk terdapat dari KH, maka diambil dari protein dan lemak baik (Almatsier, 2004).
11
2. Klasifikasi Kharbohidrat Kharbohidrat didapat dalam bentuk : a. Monosakarida ( glukosa, fruktosa, galaktosa0 b. Disakarida (laktosa, sukrosa, maltosa, isomaltosa) c. Polisakarida ( tepung, dektrin, glikogen, selulosa) 3. Manfaat Karbohidrat Bagi Tubuh Manfaat kharbohidrat bagi tubuh memiliki berbagai unsur yaitu : a. Karbohidrat Sebagai Sumber Energi Fungsi utama karbohidrat adalah sebagai sumber energi bagi tubuh. Setiap gram karbohidrat menghasilkan 4 kkalori. Keberadaan karbohidrat di dalam tubuh, sebagian ada pada sirkulasi darah sebagai glukosa untuk keperluan energi, sebagian terdapat pada hati dan jaringan otot sebagai glikogen, dan sebagian lagi sisanya diubah menjadi lemak untuk kemudian disimpan sebagai cadangan energi di dalam jaringan lemak. Kegemukan adalah salah satu akibat dari terlalu banyak mengkonsumsi karbohidrat. b. Sebagai Penghemat Protein Bila kebutuhan karbohidrat makanan tidak mencukupi, maka protein akan digunakan sebagai cadangan makanan untuk memenuhi kebutuhan energi dan mengalahkan fungsi utamanya sebagai zat pembangun. Hal ini berlaku sebaliknya, jika kebutuhan karbohidrat tercukupi, maka protein hanya akan menjalankan fungsi utamanya sebagai zat pembangun. c. Sebagai Pengatur Metabolisme Lemak Karbohidrat mencegah terjadinya oksidasi lemak yang tidak sempurna, sehingga menghasilkan bahan-bahan keton berupa asam asetoasetat, aseton, dan asam beta-hidroksi-butirat. Bahan-bahan ini dibentuk menyebabkan ketidakseimbangan natrium dan dehidrasi. pH cairan menurun. Keadaan ini menimbulkan ketosis atau asidosis yang dapat merugikan tubuh.
12
d. Membantu Pengeluaran Feses Karbohidrat dapat membantu proses pengeluaran feses dengan cara mengatur peristaltik usus, hal ini dapat didapat dari selulosa dalam serat makanan yang berfungsi mengatur peristaltik usus. Serat pada makanan dapat membantu mencegah kegemukan, kanker usus besar, diabetes mellitus, dan jantung koroner yang berkaitan dengan kolesterol tinggi. Laktosa yang terdapat pada susu dapat membantu penyerapan kalsium. Keberadaannya yang tinggal lebih lama dalam saluran
cerna
memberikan
keuntungan
karena
menyebabkan
pertumbuhan bakteri baik (Almatsier, 2004). 4. Zat-zat gizi yang dibutuhkan balita (Husin, 2008) yaitu sebagai berikut : a. Karbohidrat Karbohidrat merupakan sumber energi utama yang terdiri dari dua jenis yaitu karbohidrat sederhana (gula, pasir dan gula merah) sedangkan karbohidrat kompleks (tepung, beras, jagung, gandum). Karbohidrat merupakan zat gizi utama sebagai sumber energi bagi tubuh. Terpenuhinya kebutuhan tubuh akan karbohidrat akan menentukan jumlah energi yang tersedia bagi tubuh setiap hari (Rahmah, 2010). Karbohidrat yang terkandung dalam makanan pada umumnya hanya ada 3 jenis yaitu : Polisakarida, Disakarida dan Monosakarida (Sediaoetama, 2010). Karbohidrat lebih banyak terdapat dalam bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti beras, jagung, ubi kayu dan lain-lain. Fungsi utama karbohirat yaitu sebagai sumber energi, untuk membentuk volume makanan, membantu cadangan energi dalam tubuh (Sediaoetama, 2010), penghemat protein serta membantu pengeluaran feses (Almatsier, 2004). Fungsi utama karbohidrat adalah menyediakan energi bagi tubuh. Karbohidrat merupakan sumber utama energi bagi penduduk di seluruh dunia, karena banyak didapat di alam dan harganya relatif murah. Satu gram karbohidrat menghasilkan 4 kkalori. Sebagian karbohidrat di dalam tubuh berada dalam sirkulasi darah sebagai glukosa untuk keperluan
13
energi segera, sebagian disimpan sebagai glikogen dalam hati dan jaringan otot dan sebagian diubah menjadi lemak untuk kemudian disimpan sebagai cadangan energi di dalam jaringan lemak (Almatsier, 2004). Karbohidrat merupakan zat gizi utama sebagai sumber karbohidrat bagi tubuh. Terpenuhinya kebutuhan tubuh akan karbohidrat akan menentukan jumlah karbohidrat yang tersedia bagi tubuh setiap hari (Sediaoetama, 2010). Karbohidrat dan lemak merupakan penyuplai energi utama, meskipun protein juga dapat menghasilkan energi (Barasi, 2009). Bila karbohidrat makanan tidak mencukupi, maka protein akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi, dengan mengalahkan fungsi utamanya sebagai zat pembangun. Sebaliknya bila karbohidrat makanan mencukupi, protein terutama akan digunakan sebagai zat pembangun (Almatsier, 2004). Sumber karbohidrat adalah padi-padian atau serealia, umbiumbian, kacang-kacang kering dan gula. Hasil olah bahan-bahan ini adalah bihun, mie, roti, tepung-tepungan, selai, sirup dan sebagainya. Sebagian sayur dan buah tidak banyak mengandung karbohidrat. Sayur umbi-umbian seperti wortel dan bit serta sayur kacang-kacangan relatif lebih banyak mengandung karbohidrat dari pada sayur daun-daunan (Almatsier, 2004). b. Protein Protein untuk pertumbuhan, terdapat pada ikan, susu, telur, kacang-kacangan, tahu dan tempe. Protein merupakan bahan utama dalam pembentukan jaringan, baik jaringan tubuh tumbuh-tumbuhan maupun tubuh manusia dan hewan. Karena itu protein disebut unsur pembangun (Sediaoetama, 2010). Menurut Sediaoetama (2008) dalam penelitian Rahmah (2010), sumber protein hewani yaitu daging, jenis ikan, jenis unggas, telur dan susu sedangkan sumber protein nabati yaitu tempe, tahu dan jenis kacang-kacangan. Menurut Sunita Almatsier (2004), protein berfungsi membangun sel-sel yang rusak,
14
membentuk zat-zat pengatur seperti enzim dan hormon, membentuk zat anti energi, dalam hal ini tiap protein menghasilkan sekitar 4,1 kalori, mengatur keseimbangan air, memelihara netralitas tubuh, pembentukan antibodi, mengangkut zat-zat gizi. Kekurangan protein murni pada stadium berat menyebabkan kwashiorkor pada anak-anak di bawah lima tahun. Kekurangan protein juga sering ditemukan secara bersamaan dengan kekurangan energi yang menyebabkan kondisi yang dinamakan marasmus (Almatsier, 2004). Protein secara berlebihan akan merugikan tubuh. Makanan yang tinggi protein biasanya tinggi lemak sehingga dapat menyebabkan obesitas. Diet protein tinggi yang sering dianjurkan untuk menurunkan berat badan kurang beralasan. Kelebihan protein dapat menimbulkan masalah lain, terutama pada bayi. Kelebihan asam amino memberatkan ginjal dan hati yang harus melakukan metabolisme dan mengeluarkan kelebihan nitrogen. Kelebihan protein akan menimbulkan asidosis, dehidrasi, diare, kenaikan amoniak darah dan demam (Almatsier, 2004). Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh sesudah air. Seperlima bagian tubuh adalah protein, separuhnya ada di dalam otot, seperlima di dalam tulang dan tulang rawan, sepersepuluh di dalam kulit dan selebihnya di dalam jaringan lain dan cairan tubuh. Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh (Almatsier, 2004). Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan protein yang perlu ditelaah antara lain berat badan, umur dan jenis kelamin, mutu protein. c. Lemak Menurut Sediaoetama (2008) dalam penelitian Rahmah (2010), lemak merupakan sekelompok ikatan organik yang terdiri atas unsurunsur Karbon (C), Hidrogen (H) dan Oksigen (O) yang dapat larut dalam zat pelarut lemak. Lemak dapat berasal dari hewan yang
15
terutama mengandung asam lemak jenuh dan lemak dari tumbuhtumbuhan yang lebih banyak mengandung asam lemak tak jenuh. Menurut Soegeng Santoso dan Anne Lies (2004) dalam penelitian Rahmah (2010), fungsi lemak antara lain: sumber utama energi atau cadangan dalam jaringan tubuh dan bantalan bagi organ tertentu dari tubuh, sebagai sumber asam lemak yaitu zat gizi yang esensial bagi kesehatan kulit dan rambut., sebagai pelarut vitamin-vitamin (A, D, E, K) yang larut dalam lemak Merupakan komponen utama membran sel otak dan selubung myelin disekeliling saraf otak. Lemak mempengaruhi perkembangan dan kemampuan otak, terutama pada dua tahun pertama. DHA (asam lemak omega 3) dan AA (asam lemak omega 6) adalah komponen utama
struktur
otak
dan
mempunyai
perkembangan fungsi otak dan retina.
peran
penting
dalam
Sphingomyelin adalah
komponen utama dari sel saraf, jaringan otak dan selubung myelin disekitar saraf. Sphingomyelin mempunyai peran dalam mengirim sinyal dan membawa informasi dari satu sel saraf ke sel saraf otak lainnya. Sumber lemak antara lain seperti yang terdapat dalam minyak, santan, dan mentega, roti dan kue juga mengandung omega 3 dan 6 yang penting untuk perkembangan otak (Nursalam, 2005). Sumber utama lemak adalah minyak tumbuh-tumbuhan (minyak kelapa, kelapa sawit, kacang tanah, kacang kedelai, jagung dan sebagainya), mentega, margarin dan lemak hewan (lemak daging dan ayam). Sumber lemak lain adalah kacang-kacangan, biji-bijian, daging dan ayam gemuk, krim, susu, keju dan kuning telur serta makanan yang dimasak dengan lemak atau minyak. Sayur dan buah (kecuali alpokat) sangat sedikit mengandung lemak (Almatsier, 2004). d. Vitamin adalah zat-zat organik yang kompleks yang dibutuhkan dalam jumlah sangat kecil dan pada umumnya dapat dibentuk oleh tubuh.
16
1) Vitamin A untuk pertumbuhan tulang, mata dan kulit yaitu mencegah kelainan bawaan, vitamin terdapat dalam susu, keju, mentega, kuning telur, minyak ikan, sayuran dan buah-buahan segar (wortel, pepaya, mangga, daun singkong, daun ubi jalar). 2) Vitamin B untuk menjaga sistem susunan saraf agar berfungsi normal, mencegah penyakit beri-beri dan anemia. Vitamin ini terdapat di dalam nasi, roti, susu, daging dan tempe. 3) Vitamin C berguna untuk pembentukan integritas jaringan dan peningkatan penyerapan zat besi, untuk menjaga kesehatan gusi, jenis vitamin C banyak terdapat pada mangga, jeruk, pisang, nangka. e. Mineral berguna untuk menumbuhkan dan memperkuat jaringan serta mengatur keseimbangan cairan tubuh. 1) Zat besi berguna dalam pertumbuhan sel-sel darah merah yang dibutuhkan untuk pertumbuhan. Zat ini terdapat dalam daging, ikan dan hati ayam. 2) Kalsium berguna untuk pertumbuhan tulang dan gigi. Zat ini terdapat dalam susu sapi. 3) Yodium berguna untuk menyokong susunan saraf pusat berkaitan dengan daya pikir dan mencegah kecacatan fisik dan mental. Zat ini terdapat dalam rumput laut dan sea food. C. Status Gizi Balita 1. Pengertian Status Gizi Status gizi adalah keadaan tubuh yang diakibatkan oleh konsumsi makanan, penyimpanan dan penggunaan makanan. Status gizi dibedakan dalam status gizi buruk, kurang baik dan lebih (Sunita, 2002). Hal ini jika balita terjadi diare akan berpengaruh juga pada penurunan berat badan yang selanjutnya akan mempengaruhi status gizi balita. Status gizi berarti sebagai keadaan fisik seseorang atau sekelompok orang yang ditentukan dengan salah satu atau kombinasi dari ukuran-ukuran gizi tertentu.
17
Menurut (Supariasa, 2002), status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutrisi dalam bentuk variabel tertentu. 2. Penilaian status gizi Penilaian status gizi anak balita dimaksudkan untuk mengetahui apakah seseorang atau kelompok balita tersebut mempunyai status gizi kurang, baik atau lebih. Penilaian status gizi anak balita tersebut bertujuan untuk mengetahui sejauh mana keseimbangan antara zat gizi yang masuk dalam tubuh dengan zat gizi yang digunakan oleh tubuh, sehingga tercipta kondisi fisik yang optimal. Ada berbagai cara dalam mengukur atau menilai status gizi seseorang yaitu melalui penilaian status gizi secara langsung dan penilaian status gizi secara tidak langsung (Supariasa, 2002) yaitu : a. Survey Konsumsi Makanan Survey konsumsi makanan dimaksudkan untuk mengetahui kebiasaan makanan zat gizi tingkat kelompok, rumah tangga dan perorangan serta faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi makanan tersebut. Metode pengukuran konsumsi makanan berdasarkan sasaran pengamatan atau pengguna yaitu tingkat nasional, rumah tangga dan individual. b. Statistik Vital Cara untuk mengetahui keadaan gizi di suatu wilayah adalah dengan cara menganalisis statistik kesehatan. Dengan menggunakan statistik kesehatan dapat diperhitungkan penggunaannya sebagai bagian dari indikator tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat. c. Ekologi Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil yang saling mempengaruhi dan interaksi beberapa faktor fisik, biologi dan lingkungan budaya. Jadi jumlah makanan dan zat-zat gizi yang tersedia
18
bergantung pada keadaan lingkungan seperti ikiim, tanah, irigasi, penyimpanan, transportasi, dan tingkat ekonomi penduduk. d. Pemeriksaan klinis Penggunaaan pemeriksaan klinis untuk mendeteksi defisiensi gizi yaitu dengan mendeteksi kelainan atau gangguan yang terjadi pada kulit, rambut, mata, membran mukosa mulut, dan bagian tubuh yang lain dapat dipakai sebagai petunjuk ada tidaknya masalah gizi kurang. e. Biokimia Pemeriksaan biokimia yang sering digunukan dalam penelitian adalah tehnik pengukuran kandungan berbagai zat gizi dan subtansi kimia lain dalam darah dan urine. Hasil pengukuran tersebut dibandingkan dengan standar normal yang telah ditetapkan. f. Biofisik Penilaian status gizi dengan biofisik dengan melihat dan kemampuan fungsi jaringan dan perubahan stuktur. Tes kemampuan fungsi jaringan meliputi, kemampuan kerja dan adaptasi sikap. Penilaian status gizi secara biofisik sangat mahal dan memerlukan tenaga profesional. g. Antropometri Parameter yang digunakan pada penilaian status gizi dengan menggunakan antropometri adalah umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lngkar kepala, dan lingkar dada. Indeks antropometri yang umum digunakan dalam menilai status gizi adalah berat badan menurut umur (BB/ U), tinggi badan menurut umur (TB/ U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Indeks BB/U adalah pengukuran total berat badan termasuk air, lemak, tulang dan otot, indeks TB/U adalah pengukuran pertumbuhan linier, indeks BB/TB adalah indeks untuk membedakan apakah kekurangan gizi terjadi secara kronos atau akut.
19
Tabel 2.1 Klasifikasi status gizi berdasarkan BB/TB menurut WHO-NCHS Kategori
Persen terhadap median
Gizi Buruk
< -3 SD
Gizi Kurang
-3 SDs/d -2 SD
Gizi Baik
-2 SD s/d +2 SD
Gizi Lebih
>+2 SD
3. Faktor yang mempengaruh status gizi Banyak faktor yang mempengaruhi status gizi seseorang, faktorfaktor yang mempengaruhi status gizi dibagi menjadi dua yaitu secara langsung dan tidak langsung antara lain (Soekirman, 2000): a. Faktor yang mempengaruhi secara langsung Menurut Soekirman (2000), penyebab langsung timbulnya gizi kurang pada anak adalah konsumsi makanan dan penyakit infeksi, kedua penyebab tersebut saling berpengaruh. Dengan demikian timbulnya gizi kurang tidak hanya karena kurang makanan tetapi juga karena adanya penyakit infeksi, terutama diare dan ispa. Anak yang mendapatkan makanan yang cukup baik tetapi sering terserang demam atau diare, yang berdampak pada status gizinya menjadi kurang, sebaliknya anak yang tidak memperoleh makanan cukup dan seimbang daya tahan tubuhnya dapat melemah. Dalam keadaan ini anak akan mudah terserang penyakit dan kurang nafsu makan sehingga anak kekurangan makanan. Akhirnya berat badan anak menurun, apabila keadaan ini terus berlangsung anak akan menjadi kurus dan timbullah masalah kurang gizi. b. Faktor yang mempengaruhi secara tidak langsung 1) Pola asuh gizi Pola asuh gizi merupakan faktor yang secara tidak langsung mempengaruhi konsumsi makanan pada bayi. Dengan demikian pola
asuh
gizi
dan
faktor-faktor
yang
mempengaruhinya
20
merupakan faktor tidak langsung dari status gizi. Adapun faktorfaktor yang mempengaruhi pola asuh gizi sudah dijelaskan diatas diantaranya : tingkat pendapatan keluarga, tingkat pendidikan ibu, tingkat pengetahun ibu, aktivitas ibu, jumlah anggota keluarga dan budaya pantang makanan. 2) Jarak kelahiran yang terlalu dekat Jarak kelahiran akan mempengaruhi status gizi anak dalam keluarga. Dengan adanya jarak kelahiran yang dekat maka kebutuhan makanan yang seharusnya hanya diberikan pada satu anak akan terbagi dengan anak yang lain yang sama-sama memerlukan gizi yang optimal. Anak yang berusia dibawah lima tahun masih sangat memerlukan perawatan ibunya, baik perawatan makanan maupun perawatan kasih sayang. Jika dalam masa tahun ini ibu hamil lagi maka bukan saja perhatian ibu terhadap anak menjadi berkurang akan tetapi AS1 yang masih aktif sangat dibutuhkan anak akan berhenti keluar. Anak yang belum dipersiapkan secara baik menerima makanan pengganti AS1 yang kadang-kadang mutu gizi anak makanan tersebut juga rendah. Hal ini akan menyebabkan status gizi anak kurang (Moehji, 2002). 3) Sanitasi lingkungan Sanitasi lingkungan memiliki peran yang cukup dominan dalam penyediaan lingkungan yang mendukung kesehatan anak dan tumbuh kembangnya. Kebersihan baik kebersihan perorangan maupun lingkungan memegang peranan penting dalam timbulnya penyakit. Akibat dari kebersihan yang kurang maka anak akan sering sakit misalnya diare, kecacingan, tifus, hepatitis, malaria, demam berdarah dan sebagainya. Demikian pula dengan polusi udara baik yang berasal dari pabrik, asap kendaraan atau asap rokok, dapat berpengaruh terhadap tingginya angka kejadian ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Kalau anak sering menderita sakit maka tumhuh kembangnya terganggu (Soetjiningsih, 2001).
21
4) Pelayanan kesehatan Upaya
pelayanan
kesehatan
dasar
diarahkan
kepada
peningkatan kesehatan dan status gizi anak sehingga terhindar dari kematian dini dan mutu fisik yang rendah (Aritonang, 2003). Peran pelayanan telah lama diadakan untuk memperbaiki status gizi. Pelayanan kesehatan berpengaruh terhadap masalah kesehatan terutama masalah gizi. Pelayanan yang selalu siap dan dekat dengan masyarakat akan sangat membantu dalam meningkatkan status kesehatan masyarakat.
Dengan pelayanan kesehatan
masyarakat yang optimal kebutuhan kesehatan masyarakat akan terpenuhi. Salah satu bentuk pelayanan kesehatan yaitu kegiatan posyandu yang dapat memantau pertumbuhan dan perkembangan anak balita dengan penimbangan berat badan (BB) secara rutin setiap bulan. 5) Stabilitas rumah tangga Stabilitas dan keharmonisan rumah tangga mempengaruhi tumbuh kembang anak. Tumbuh kembang anak akan berbeda pada keluarga yang harmonis dibandingkan dengan mereka yang kurang harmonis (Soetjingsih, 2001).
22
D. Kerangka Teori Jarak Kelahiran
Pola Asuhgizi
Virus
KH Konsumsi Makanan
Bakteri Sanitasi Lingkungan
Infeksi Pelayanan Kesehatan
Status Gizi
Stabilitas Rumah Tangga
Kejadian Bronkopneumonia Non Infeksi Disfungsi Mental atau Refleks Esophagia
Gambar 2.1. Kerangka Teori
E. Kerangka Konsep Variabel Independent
Variabel Dependent
Tingkat Kecukupan Kharbohidrat
Kejadian Bronkopneumonia
Status Gizi Gambar. 2.2 Kerangka Konsep
F. Hipotesis Penelitian Ho : 1. Ada perbedaan tingkat kecukupan Kharbohidrat dengan kejadian Bronkopneumonia pada balita berdasarkan usia 1-5 tahun di Puskesmas Purwoyoso Semarang. 2.
Tidak ada perbedaan status gizi menurut BB/TB dengan kejadian Bronkopneumonia pada balita berdasarkan usia 1-5 tahun di Puskesmas Purwoyoso Semarang.