BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infrastruktur Infrastruktur merujuk pada sistem fisik yang menyediakan transportasi, pengairan, drainase, bangunan-bangunan gedung dan fasilitas publik yang lain yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam lingkup sosial dan ekonomi (Grigg, 1988 dalam Kodatie, 2003). Sistem infrastruktur merupakan pendukung utama fungsi-fungsi sistem sosial dan sistem ekonomi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Sistem infrastruktur dapat didefinisikan sebagai fasilitas atau struktur-struktur dasar, peralatan-peralatan, instalasi-instalasi yang dibangun dan dibutuhkan untuk berfungsinya sistem sosial dan sistem ekonomi masyarakat (Grigg, 1988 dalam Kodatie, 2003). Definisi teknik juga memberikan spesifikasi apa yang dilakukan sistem infrastruktur dan mengatakan bahwa infrastruktur adalah aset fisik yang dirancang dalam sistem sehingga memberikan pelayanan publik yang penting (Kodatie, 2003).
6 http://digilib.mercubuana.ac.id/z
7
2.2 Pengertian Sampah Sampah adalah bagian dari sesuatu yang tidak dapat dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang, pada umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia, termasuk kegiatan industri (Azwar, 1990). Sementara menurut (Hadiwijoyo, 1983) menyatakan bahwa sampah adalah sisa-sisa bahan yang telah mengalami perlakuan, baik karena telah diambil bagian utamanya atau karena pengolahan dan sudah tidak bermanfaat, sedangkan bila ditinjau dari segi lingkungan dapat menyebabkan pencemaran atau gangguan lingkungan. Pengertian sampah juga didefinisikan oleh organisasi didunia seperti American Public Health Association (APHA), yaitu sesuatu yang tidak dapat digunakan, dibuang yang berasal dari kegiatan atau aktifitas manusia. Sedangkan menurut World Health Organization (WHO), sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya. Banyak sampah organik yang masih mungkin digunakan kembali atau pendaurulangan (re-using), walaupun akhirnya akan tetap merupakan bahan atau material yang tidak dapat digunakan kembali (Dainur, 1995). Dan menurut (Darmasetiawan, 2004) sampah merupakan produk samping dari aktifitas manusia sehari-hari, sampah ini apabila tidak dikelola dengan baik maka akan mengakibatkan tumpukan sampah yang semakin banyak. Dari pengertian sampah yang telah disebutkan sebelumnya, sampah yang akan diteliti pada penelitian ini merupakan hasil aktivitas manusia berupa benda-benda
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
8
yang sudah tidak digunakan dan dibuang ketempat sampah baik sampah organik maupun sampah anorganik. 2.3 Sumber Sampah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah, sumber sampah adalah asal timbulan sampah. Menurut (Damanhuri, 2010), sumber sampah berasal dari: a) Kegiatan penghasil sampah seperti pasar, rumah tangga, pertokoan (kegiatan komersial /perdagangan), penyapuan jalan, taman, atau tempat umum lainnya, dan kegiatan lain seperti dari industri dengan limbah yang sejenis sampah. b) Sampah yang dihasilkan manusia sehari-hari kemungkinan mengandung limbah berbahaya, seperti sisa batere, sisa oli/minyak rem mobil, sisa bekas pemusnah nyamuk, sisa biosida tanaman, dsb. Sampah dapat dihasilkan dari berbagai sumber yang memiliki aktivitas yang berbeda-beda. Menurut (Tchobanoglous et. al., 1993), sumber sampah dalam suatu komunitas secara umum dihubungkan terhadap tata guna lahan dan zonasi, yaitu dengan kategori sumber sampah yang berasal dari : 1. Sampah Perumahan/Rumah Tangga Biasanya sampah perumahan/rumah tangga berupa sisa pengolahan makanan, bekas perlengkapan rumah tangga, kardus, gelas, kain, sampah/kebun/halaman, dll.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
9
Gambar 2.1 Sampah Rumah Tangga (Sumber : http://idkf.bogor.net)
2. Sampah Komersil Sampah yang bersal dari daerah perdagangan seperti : toko, pasar tradisional, warung, pasar swalayan ini terdiri dari kardus, pembungkus, kertas, dan bahan organik termasuk sampah makanan dan restoran. Sampah yang berasal dari lembaga pendidikan, kantor pemerintahan dan sawsta biasanya terdiri dari kertas, alat tulis ( bolpoint, pensil, spidol, dll), toner fotocopy, pita printer, kotak tinta printer, baterai, bahan kimia dari laboratirium, pita mesin ketik, klise film, komputer rusak, dll. Baterai bekas dan limbah bahan kimia harus dikumpulkan secara terpisah dan harus memproleh perlakuan khusus karena berbahaya dan beracun.
Gambar 2.2 Sampah Komersil (Sumber : http://nswaienvis.nic.in)
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
10
3. Sampah Institusional Sampah institusional biasanya berasal dari sarana pendidikan, sarana kesehatan dan perkantoran yang dapat menghasilkan sampah berupa kertas, alat tulis (bolpoint, pensil, spidol, dll), toner fotocopy, pita printer, kotak tinta printer, baterai, bahan kimia dari laboratirium, pita mesin ketik, klise film, komputer rusak, dll.
Gambar 2.3 Sampah Institusional (Sumber : http://storage.pembinatoday.ca)
4. Sampah Konstruksi dan Pembongkaran (demoltion) Sampah yang berasal dari kegiatan pembangunan dan pemugaran gedung ini bisa berupa bahan organik maupun anorganik. Sampah organik, misalnya: kayu, bambu, triplek. Sampah anorganik, misalnya: semen, pasir, spesi, batu bata, ubin, besi dan baja,, kaca, dan kaleng.
Gambar 2.4 Sampah Konstruksi (Sumber : http://ciptakarya.pu.go.id)
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
11
5. Sampah Fasilitas Umum Perkotaan Sampah ini berasal dari pembersihan jalan yang umumnya terdiri dari kertaskertas, kardus-kardus, debu, batu-batuan, pasir, sobekan ban, onderdilonderdil kendaraan yang jatuh, daun-daunan, plastik, dll.
Gambar 2.5 Sampah Fasilitas Umum (Sumber : https://iemka21.files.wordpress.com)
6. Sampah Lokasi Instalasi Pengolahan Sampah ini biasanya berasal dari limbah pengolahan yang dapat berupa plastik, alat-alat kantor, kertas, barang elektronik bekas, dll.
Gambar 2.6 Sampah Pengolahan Instalasi (Sumber : https://lh4.googleusercontent.com)
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
12
7. Sampah Industri Sampah ini berasal dari seluruh rangkaian proses produksi (bahan-bahan kimia, serpihan/potongan bahan), perlakuan dan pengemasan produk (kayu, kertas, plastik, kain/lap yang jenuhdengan pelarut untuk pembersihan). Sampah industri berupa bahan kimia yang seringkasli beracun memerlukan perlakuan khusus sebelum dibuang.
Gambar 2.7 Limbah Industri
8. Sampah Pertanian
(Sumber : http://www.ampl.or.id)
Sampah dari kegiatan pertanaian tergolong bahan organik, seperti jerami dan sejenisnya. Sebagian besar sampah yang dihasilkan selama musim panen dibakar atau dimanfaatkan untuk pupuk. Untuk sampah bahan kimia seperti pestisida dan pupuk buatan perlu perlakuan khusus agar tidak mencemari lingkungan. Sampah pertanian lainnya adalah lembaran plastik penutup tempat tumbuh-tumbuhan yang berfungsi untuk mengurangi penguapan dan penghambatan gulma, namun plastik ini bisa didaur ulang.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
13
Gambar 2.8 Sampah Pertanian (Sumber : http://merbabu.com)
2.4 Timbulan Sampah Timbulan sampah adalah sejumlah sampah yang dihasilkan oleh suatu aktifitas dalam kurun waktu tertentu atau dengan kata lain banyaknya sampah yang dihasilkan dalam satuan berat (kilogram) gravimetrik atau volume (liter) volumetrik (Tchobanoglous et. al., 1993). Menurut (Damanhuri, 2004), perkiraan timbulan sampah baik untuk saat sekarang maupun di masa mendatang merupakan dasar dari perencanaan, perancangan dan pengkajian sistem pengelolaan persampahan. Satuan timbulan sampah ini biasanya dinyatakan sebagai satuan skala kuantitas per-orang atau per-unit bangunan, misalnya adalah satuan timbulan sampah dalam (Damanhuri, 2004):
Satuan berat : kilogram per-orang perhari (kg/orang/hari)
Satuan volume : liter per-orang perhari (liter/orang/hari) Besarnya timbulan sampah secara nyata diperoleh dari hasil pengukuran
langsung dilapangan terhadap sampah dari berbagai sumber melalui sampling yang representatif.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
14
Apabila tidak mungkin dapat melakukan pengukuran laju timbulan sampah secara langsung, maka dapat menggunakan data hasil penelitian yang sudah ada seperti pada table berikut : Tabel 2.1 Laju Timbulan Sampah Berdasarkan Komponen Utama
No.
Komponen
Satuan
Sumber Sampah
Berat
Volume
(kg)
(liter)
1
Rumah Permanen
/orang/hari
0,350-0,400
2,25-2,50
2
Rumah Semi Permanen
/ orang/hari
0,300-0,350
2,00-2,25
3
Rumah Non Permanen
/ orang/hari
0,250-0,300
1,75-2,00
4
Kantor
/pegawai/hari
0,025-0,100
0,50-0,75
5
Toko/Ruko
/petugas/hari
0,150-0,350
2,50-3,00
6
Sekolah
/murid/hari
0,010-0,020
0,10-0,15
7
Jalan Arteri Sekunder
/m/hari
0,020-0,100
0,10-0,15
8
Jalan Kolektor Sekunder
/m/hari
0,010-0,050
0,10-0,15
9
Jalan Lokal
/m/hari
0,005-0,025
0,05-0,10
10
Pasar
/m2/hari
0,350-0,,400
0,20-0,60
(Sumber : Hasil Penelitian Puslitbangkim Dept PU dan LPM ITB
Tabel 2.2 Besaran Timbulan Sampah Berdasarkan klasifikasi Kota
No.
Satuan
Volume (Liter/orang/hari)
Berat (kg/orang/hari)
Klasifikasi kota 1
Kota sedang
2,75-3,25
0,70-0,80
2
Kota kecil
2,5-2,75
0,625-0,70
(Sumber : SNI 19-3983-1995)
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
15
2.5 Komposisi dan Karakteristik Sampah Sampah dapat dikelompokkan berdasarkan komposisinya, misalnya dinyatakan sebagai % berat (biasanya berat basah) atau % volume (basah) dari kertas, kayu, karet, plastik, logam, kaca, kain, makanan dan lain-lain (Damanhuri, 2010). Komposisi sampah tersebut digolongkan oleh (Tchobanoglous et. al. 1993) sehingga masuk ke dalam 2 komponen utama sampah yang terdiri dari : 1. Organik: a. Sisa makanan
e. Karet
b. Kertas
f. Kain
c. Karbon
g. Kulit
d. Plastik
h. Kayu
2. Anorganik: a. Kaca
d. Logam
b. Alumunium
e. Abu dan debu
c. Kaleng (Suarna, 2008) menyebutkan penggolongan sampah berdasarkan sifat fisik dan kimianya menjadi : 1) Sampah ada yang mudah membusuk terdiri atas sampah organik seperti sisa sayuran, sisa daging, daun dan lain-lain 2) Sampah yang tidak mudah membusuk seperti plastik, kertas, karet, logam, sisa bahan bangunan dan lain-lain 3) Sampah yang berupa debu/abu; dan
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
16
4) Sampah yang berbahaya (B3) bagi kesehatan, seperti sampah berasal dari industri dan rumah sakit yang mengandung zat-zat kimia dan gen penyakit berbahaya. 2.6 Jenis-Jenis Sampah Menurut (Spilsbury, 2010) terdapat dua jenis limbah yang utama, yaitu : biodegradable dan nonbiodegradable. Limbah yang terbuat dari material alamiah, seperti limbah makanan, adalah biodegradable. Artinya bahwa jenis tersebut dapat hancur oleh hujan dan hewan, misalnya cacing. Selain itu bahan biodegradable dapat dicerna oleh bakteri dan jamur misalnya, hingga berubah bentuk menjadi tanah. Kebanyakan limbah yang orang hasilkan saat ini adalah nonbiodegradable. Benda tersebut terbuat dari material sintetik yang memakan waktu lebih lama untuk membusuk. Menurut (Dainur, 1995) menyebutkan bahwa jenis-jenis sampah dapat digolongkan sebagai berikut : 1. Berdasarkan zat kimia yang terkandung didalamnya a. Organik, missal sisa makanan, kertas, plastik. b. Anorganik, missal logam, kaca, abu. 2. Berdasarkan mudah atau tidaknya terbakar a. Mudah terbakar, misalnya kertas, plastik, daun, sisa makanan. b. Tidak dapat terbakar, misalnya logam, kaca, abu. 3. Berdasarkan mudah atau tidaknya membusuk a. Mudah membusuk, misalnya sisa makanan, daun-daunan. b. Tidak mudah membusuk, misalnya plastik, kaleng, kaca, logam.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
17
4. Berdasarkan kadar airnya a. Sampah basah, misalnya sisa makanan, daun, dan buah. b. Sampah kering, misalnya kertas, plastik, kayu. 5. Berdasarkan bentuknya a. Bulat, panjang tak beraturan. 6. Berdasarkan volume sampahnya a. Sampah ukuran besar, misalnya bangkai kendaraan. b. Sampah ukuran kecil, misalnya debu, abu. 2.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Timbulan dan Komposisi Sampah Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi timbulan dan komposisi sampah. (Anwar, 1979) menyebutkan bahwa jenis dan jumlah sampah umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : 1. Letak Geografis Letak geografis mempengaruhi tumbuh-tumbuhan yang dapat ditanam, di dataran tinggi umumnya banyak ditumbuhi sayur-sayuran, buah-buahan dan jenis tanaman tegalan yang akhirnya akan mempengaruhi jenis dan jumlah sampah. 2. Iklim Iklim yang banyak hujan menyebabkan kandungan airnya tinggi sehingga kelembaban sampah pun juga akan cukup tinggi. Jika intensitas hujan ckup sering terjadi, maka akan membuat tumbuhan lebih banyak bertahan hidup dibandingkan didaerah kering sehingga sampah berupa daun-daunan akan menjadi lebih banyak.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
18
3. Tingkat Sosial Ekonomi Jika seseorang memiliki tingkat ekonomi yang baik, maka daya beli masyarakat akan tinggi dan sampah yang dihasilkan akan tinggi pula. Daerah dengan tingkat ekonomi tinggi umumnya menghasilkan sampah anorganik lebih banyak disbanding daerah dengan tingkat ekonomi rendah. Sampah anorganik tersebut dapat terdiri atas bahan kaleng, kertas dan sebagainya. 4. Kepadatan Penduduk Jika kepadatan penduduk suatu kota jumlahnya tinggi maka akan menghasilkan sampah yang banyak pula. Pertumbuhan penduduk sebanding dengan sampah yang dihasilkan, semakin banyak penduduk maka akan semakin banyak orang yang akan menghasilkan sampah. 5. Kemajuan Teknologi Kemajuan teknologi dapat mempengaruhi industri, karena industri dapat menggunakan peralatan yang lebih baik seiring dengan kemajuan teknologi, sebagai contoh adalah dalam hal kemasan produk. Menurut (Damanhuri, 2010), kemasan produk bahan kebutuhan sehari-hari akan mempengaruhi komposis sampah yang dihasilkan. Negara maju cenderung semakin banyak menggunakan kertas sebagai pengemas, sedangkan negara berkembang seperti Indonesia banyak menggunakan plastik sebagai pengemas. 2.8 Manfaat Data Timbulan Sampah Perkiraan timbulan sampah diperlukan untuk menentukan jumlah sampah yang harus dikelola. Kajian terhadap data mengenai timbulan sampah merupakan langkah awal yang dilakukan dalam pengelolaan persampahan (Tchobanoglous et. al.,1993). Selain itu, tujuan diketahuinya timbulan sampah adalah sebagai perkiraan timbulan
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
19
sampah yang dihasilkan untuk masa sekarang maupun masa yang akan datang yang berguna untuk :
Dasar dari perencanaan dan perancangan sistem pengelolaan sampah.
Menentukan jumlah sampah yang harus dikelola.
Perencanaan sistem pengumpulan (penentuan macam dan jumlah kendaraan yang dipilih, jumlah pekerja yang dibutuhkan, jumlah dan bentuk tempat pembuangan sampah (TPS) yang diperlukan). Manfaat mengetahui timbulan sampah adalah untuk menunjang penyusunan
sistem pengelolaan persampahan disuatu wilayah, data yang tersedia dapat digunakan sebagai bahan penyusunan solusi alternatif sistem pengelolaan sampah yang efisien dan efektif. Selain itu informasi mengenai timbulan sampah yang diketahui akan berguna untuk menganalisis hubungan antara elemen-elemen pengelolaan sampah antara lain untuk (Damanhuri dkk., 1989):
Pemilihan peralatan
Perencanaan rute pengangkutan
Fasilitas untuk daur ulang
Luas dan jenis tempat pembuangan sampah (TPS)
2.9 Manfaat Data Komposisi Sampah Komposisi sampah merupakan penggambaran dari masing-masing komponen yang terdapat dalam buangan padat dan distribusinya. Biasanya dinyatakan dalam persen berat (%). Informasi tentang komposisi sampah dibutuhkan untuk menentukan luas areal tempat pembuangan akhir sampah (TPA) dan pengelolaan sampah secara biologi seperti pengolahan composting. Komposisi sampah dibagi
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
20
kedalam kategori sampah yang terdekomposisi (Pd) dan sampah yang tidak terdekomposisi (Pnd) (Azkha dkk., 2006). Beberapa penelitian dilakukan untuk menemukan kenyataan bahwa komposisi sampah perkotaan menjadi sangat penting dalam strategi pengelolaan sampah. Menurut (Damanhuri, 1989), dengan mengetahui komposisi sampah dapat ditentukan cara pengolahan yang tepat dan yang paling efisien sehingga dapat diterapkan proses pengolahannya. Ditambah lagi menurut (Pramono, 2004) komposisi menjadi dasar untuk strategi pengolahan sampah dengan sistem daur ulang dan pengomposan. Sampah organik dapat langsung ketempat pengomposan dan sampah non organik langsung ketempat daur ulang. Menurut (Pramono, 2004) terdapat kencenderungan pola perubahan komposisi sampah karena komposisi sampah mengalami perubahan setiap tahunnya. Perubahan tersebut diakibatkan adanya pola hidup masyarakat, pertumbuhan ekonomi, kepadatan penduduk dan sebagainya. Perubahan komposisi sampah tersebut juga memberikan dampak terhadap strategi pengelolaan sampah perkotaan. Misalnya untuk komposisi sampah perkotaan yang didominasi oleh sampah organik, pola pengelolaan sampah haruslah berdasarkan sistem pengomposan, tetapi jika sampah mengalami perubahan komposisi dari sampah organik ke jenis material sampah kertas, maka sistem pengelolaan sampah harus berubah menjadi sistem pengomposan ke sistem daur ulang kertas. Jadi dapat disimpulkan sistem pengelolaan sampah perkotaan tidak bersifat tetap, tetapi berdasarkan komposisi sampah perkotaan yang dimiliki (Pramono, 2004). Menurut (Darmasetiawan, 2004), komposisi sampah dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan pilihan kelayakan pengolahan sampah
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
21
khususnya daur ulang dan pembuatan kompos serta kemungkinan penggunaan gas landfill sebagai energi alternatif. 2.10 Manfaat Data Karakteristik Sampah Data mengenai komposisi sampah dan karakteristik sampah memiliki perbedaan khusus. Dari literatur yang telah dikaji, maka terdapat perbedaan dari kedua data tersebut. Data komposisi sampah lebih kepada komponen fisik yang terdapat pada sampah sehingga apabila dilihat secara kasat mata akan dapat langsung dibedakan apa saja komponen-komponennya dalam sebuah gundukan sampah (apakah itu kertas, sisa makanan, kayu, plastik atau lainnya) tanpa harus mengadakan penelitian laboratorium terlebih dahulu. Sedangkan untuk mengetahui karakteristik sampah harus dilakukan serangkaian perhitungan dan analisis laboratorium terlebih dahulu. Karakteristik sampah dapat berupa kondisi kimia (kelembaban, kadar volatil, kadar abu, rasio C (karbon)/N (nitrogen) dan kandungan energi), serta kondisi biologinya (seperti jumlah lalat atau mikroorganisme pembentuknya).
Analisis karakteristik sampah sangat
diperlukan dalam desain sistem pengelolaan sampah kota, terutama dalam hal pengolahan sampah (Azkha dkk, 2006). 2.11 Sistem Pengolah Sampah Pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. Dari sudut pandang kesehatan lingkungan, pengelolaan sampah dipandang baik jika sampah tersebut tidak menjadi media berkembang biaknya bibit penyakit serta sampah tersebut tidak menjadi medium perantara menyebarluasnya suatu penyakit. Syarat lainnya yang harus dipenuhi
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
22
yaitu tidak mencemari udara, air dan tanah, tidak menimbulkan bau (tidak mengganggu nilai estesis), tidak menimbulkan kebakaran dan yang lainnya (Aswar, 1989). Faktor-faktor yang mempengaruhi sistem pengelolaan sampah perkotaan adalah sebagai berikut :
Kepadatan penduduk dan penyebaran penduduk
Karakteristik fisik lingkungan dan sosial ekonomi
Timbulan dan karakteristik sampah
Budaya sikap dan perilaku masyarakat
Jarak dari sumber sampah ketempat pembuangan akhir sampah (TPA)
Rencana tata ruang dan pengembangan kota
Sarana pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan pembuangan akhir
Biaya yang tersedia
Peraturan daerah setempat Pengelolaan sampah perkotaan juga memiliki faktor-faktor pendorong dan
penghambat dalam upaya peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah. Menurut hasil penelitian (Nitikesari, 2005) faktor-faktor tersebut diantaranya adalah tingkat pendidikan, penempatan tempat sampah didalam rumah, keberadaan pemulung, adanya aksi kebersihan, adanya peraturan tentang persampahan dan penegakan hukumnya. Sistem pengelolaan sampah mencakup sub sistem pemrosesan dan pengolahan. Masing-masing perlu dikembangkan secara bertahap langsung sebagai bahan baku maupun sebagai sumber energi, sehingga tercipta keseimbangan dan keselarasan antar sub-sistem, baik dalam pengoperasian maupun pembiayaannya. Untuk memperoleh
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
23
economies of scale (EOS) dari sinkronisasi sub sistem yang lain, maka dalam perencanaan dan implementasinya, berbagai upaya terkait dengan upaya peningkatan efektivitas dan efisiensi dalam pembiyaan dan operasionalnya harus menjadi prioritas utama. Pola pengelolaan sampah hendaknya dikembangkan dengan pemrosesan lebih lanjut untuk menjadikan sampah sebagai sumber daya yang dapat dimanfaatkan, baik di tingkat kawasan maupun di TPA, sehingga sampah yang akan di timbun ke dalam tanah di minimalkan. Dengan melihat karakteristik dan komposisinya, sampah berpotensi memberikan nilai ekonomi, misalnya bila diolah menjadi bahan kompos dan bahan daur ulang. Namun potensi nilai ekonomi ini hendaknya harus dilihat secara proposional dan lebih mengedepankan prinsip agar sistem yang dipilih dapat berkesinambungan. Dilihat dari komposisi sampah, maka sebagian besar sampah kota di Indonesia adalah tergolong sampah hayati, atau secara umum dikenal sebagai sampah organik. Sampah yang tergolong hayati ini untuk kota-kota besar bisa mencapai 70% dari total sampah, dan sekitar 28% adalah sampah non hayati yang menjadi obyek aktivitas pemulung, mulai dari sumber sampah sampai ke TPA. Sisanya sekitar 2% tergolong lain-lain seperti B3 yang perlu dikelola tersendiri. Jenis sampah dengan persentase organik yang tinggi sangat cocok diolah menjadi kompos, sumber gasbio dan sejenisnya. Sedang komponen anorganik mempunyai potensi sebagai bahan daur ulang yang juga cukup potensial seperti plastik, kertas, logam/kaleng, kaca, karet. Berdasarkan kenyataannya tersebut, akan lebih baik bila pengurangan jumlah sampah dilakukan melalui proses pengolahan sampah yang terpadu. Pembangunan system persampahan yang lengkap dan dikelola secara terpadu, selain memerlukan modal investasi awal yang cukup besar, juga memerlukan kemampuan manajemen operasional yang baik. Untuk mewujudkan maksud tersebut dapat dijalin
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
24
hubungan kerjasama antar daerah dan atau bermitra usaha dengan sektor swasta yang potensial dan berpengalaman. Kerjasama kemitraan dapat mempercepat proses penyediaan sarana dan prasarana dengan cakupan pelayanan yang lebih luas dan peningkatan dalam mutu pelayanannya. Sistem pengelolaan yang dikembangkan harus sensitif dan akomodatif terhadap aspek komposisi dan karakteristik sampah dan kecenderungan perubahannya di masa mendatang. Sistem pengelolaan sampah harus disesuaikan dengan pergeseran nilai sampah (waste shifting values) yang selama ini dianggap sebagai bahan buangan yang tidak bermanfaat, bergeser nilainya dengan bahan-bahan bernilai bila diolah menjadi kompos dan bahan daur ulang dan daur pakai. Pengelolaan sampah terpadu secara konseptual digambarkan pada diagram di bawah. Diagram tersebut merupakan skema pengelolaan sampah yang terdapat di negara maju. Tahapan-tahapan yang ada menitikberatkan pada macam perolehannya.
Gambar 2.9 Pengelolaan Sampah Terpadu (sumber: www.tsabitahblog.blogspot.com)
2.11.1
Metode Pengolahan Sampah Berdasarkan titik berat perolehannya, terdapat dua macam metode
pengolahan sampah yaitu metode yang menitikberatkan pada penggunaan bahan dan metode yang menitik beratkan pada perolehan energi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
25
A. Metode Yang Menitik Beratkan Penggunaan Bahan 1. Pemilahan Metode ini bertujuan untuk memisahkan sampah berdasarkan komposisinya agar tidak menjadi satu. Pemilihan mempunyai dua tujuan. Pertama, mendapatkan bahan mentah berkualitas tinggi. Kedua, mendapatkan bahan mentah sekunder dengan kandungan energi tinggi. 2. Daur ulang Daur ulang atau recycling adalah mengembalikan suatu sisa barang dari proses produksi ke dalam siklus produksi. Kegiatan ini dibagi menjadi tiga jenis yaitu reuse (menggunakan ulang untuk tujuan yang sama), reutilization (menggunakan lagi untuk keperluan yang berbeda) dan recovery (mendapatkan bahan dasar kembali). 3. Pengomposan Proses mengolah sampah organik menjadi kompos yang berguna untuk memperbaiki kesuburan tanah. 4. Pryolisis untuk menghasilkan sintesis Pryolisis adalah suatu cara menghancurkan bahan padat atau cair tanpa menggunakan gas. Padatan akan terurai menjadi fragmenfragmen yang lebih kecil. Pryolisis dapat mengubah sekitar 50% padatan menjadi cairan yang 95% beratnya adalah senyawa aromatik.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
26
B. Metode Yang Menitikberatkan Pada Perolehan Energi 1. Pryolisis Selain
menghasilkan
cairan,
50%
dari
padatan
juga
menghasilkan gas (yang sebagian besar campuran methan, ethan dan prophan). Gas yang dihasilkan bukan energi yang bisa disimpan, melainkan sebagai panas yang harus digunakan lagi atau dikonversikan menjadi energi lain. 2. Incinerator Pembakaran sampah (incineration) bertujuan untuk mereduksi volume buangan padat. Teknologi ini dapat mengurangi volume sampah hingga 97% dan bobot hingga 70%. Panas hasil pembakaran dipakai untuk menghasilkan energi. 3. Sampah sebagai bahan bakar Bahan bakar dari metode ini diperoleh fraksi organik sampah. Fraksi organik tersebut selanjutnya dipress hingga menyerupai bahan bakar batu bara. Jumlah kandungan panas bahan ini memang hanya setengahnya dari batu bara, namun memiliki kandungan debu lebih kecil dari batu bara. 2.11.2
Pengomposan 1. Proses Pengomposan Seperti dijelaskan di atas tadi, pengomposan pengolahan sampah organik menjadi kompos yang berguna untuk memperbaiki kesuburan tanah. Pada bagian ini akan dijabarkan dengan lebih detail mengenai teknik pengomposan. Berbeda dengan proses pengolahan sampah yang
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
27
lainnya, dalam pengomposan, baik bahan baku, tempat pembuatan maupun cara pembuatan dapat dilakukan oleh siapapun dan dimanapun. Kompos dapat digunakan untuk tanaman hias, tanaman sayuran, tanaman buah-buahan maupun tanaman padi disawah. Bahkan hanya dengan ditaburkan diatas permukaan tanah, maka sifat-sifat tanah tersebut dapat dipertahankan atau dapat ditingkatkan. Apalagi untuk kondisi tanah yang baru dibuka, biasanya tanah yang baru dibuka maka kesuburan tanah akan menurun. Oleh karena itu, untuk mengembalikan atau mempercepat kesuburannya maka tanah tersebut harus ditambahkan kompos. Menurut Unus, banyak faktor yang mempengaruhi proses pembuatan kompos, baik biotik maupun abiotik. Faktor –faktor tersebut antara lain : a. Pemisahan bahan : bahan-bahan yang sekiranya lambat atau sukar untuk didegradasi/diurai, harus dipisahkan/diduakan, baik yang berbentuk logam, batu, maupun plastik. Bahkan, bahan-bahan tertentu
yang
bersifat
toksik
serta
dapat
menghambat
pertumbuhan mikroba, harus benar-benar dibebaskan dari dalam timbunan bahan, misalnya residu pestisida. Pada proses pemisahan bahan kita dapat menggunakan mesin maupun secara manual. Contoh mesin yang dapat digunakan adalah :
Gambar 2.10 Mesin Pemilah Pengayak Sampah (Sumber : http://kencanaonline.com)
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
28
Mesin Pemilah Pengayak berfungsi mengayak kompos dan memisahkan antara ukuran bongkah, granul dan kompos halus (bagus). Selain itu, mesin juga dapat digunakan sebagai mesin pemilah sampah antara sampah organik dan sampah anorganik. Pengayakan (penapisan) kompos disesuaikan dengan kebutuhan penggunaan oleh para petani, pehobbies tanaman hias maupun proyek reklamasi lahan bekas tambang. Bagi pemupukan pertanian di kebun dan tanaman keras serta reklamasi lahan masih bisa ditolerir penggunaan kompos ukuran butir besar. Sementara, bagi tanaman hias di taman dan pot, diperlukan ukuran kompos kecil (lolos mesh 100). Kompos ukuran butir lolos mesh 100 (2,3 mm) inilah yang sering laku dan diperjualbelikan di pasaran. b. Bentuk bahan : semakin kecil dan homogen bentuk bahan, semakin cepat dan baik pula proses pengomposan. Karena dengan bentuk bahan yang lebih kecil dan homagen, lebih luas permukaan bahan yang dapat dijadikan substrat bagi aktivitas mikroba. Selain itu, bentuk bahan berpengaruh pula terhadap kelancaran difusi oksigen yang diperlukan serta pengeluaran CO2 (Karbon dioksida) yang dihasilkan. c. Nutrien : untuk aktivitas mikroba di dalam tumpukan sampah memerlukan sumber nutrien Karbohidrat, misalnya antara 20% 40% yang digunakan akan diasimilasikan menjadi komponen sel
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
29
dan CO2 (karbon dioksida), kalau bandingan sumber nitrogen dan sumber Karbohidrat yang terdapat di dalamnya (C/N-resio) = 10 : 1. Untuk proses pengomposan nilai optimum adalah 25 : 1, sedangkan maksimum 10:1 d. Kadar air bahan tergantung kepada bentuk dan jenis bahan, misalnya, kadar air optimum di dalam pengomposan bernilai antara 50 – 70, terutama selama proses fasa pertama. Kadangkadang dalam keadaan tertentu, kadar air bahan bisa bernilai sampai 85%, misalnya pada jerami. Disamping persyaratan di atas, masih diperlukan pula persyaratan lain yang pada pokoknya bertujuan untuk mempercepat proses serta menghasilkan kompos dengan nilai yang baik, antara lain, homogenitas
(pengerjaan
yang
dilakukan
agar
bahan
yang
dikomposkan selalu dalam keadaan homogen), aeras i (suplai oksigen yang baik agar proses dekomposisi untuk bahan-bahan yang memerlukan), dan penambahan starter (preparat mikroba) kompos dapat pula dilakukan, misalnya untuk jerami. Agar proses pengomposan bisa berjalan secara optimum, maka kondisi saat proses harus diperhatikan. Adapun tahapan proses pengomposan yang digunakan dapat dilihat pada diagram dibawah ini.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
30
Gambar 2.11 Teknik Pengolahan Sampah Dengan Teknik Pengomposan
2.11.3 Teknologi Gasifier Gasifier adalah alat atau reaktor yang menggunakan teknik gasifikasi atau proses penggunaan panas untuk merubah (konversi) selulosa (biomassa) padat atau padatan berkarbon lainnya menjadi gas (syn gas). Dengan proses gasifikasi bisa merubah hampir semua bahan organik padat menjadi gas bakar yang bersih, netral. Gas CO (karbon dioksida), H2 (Hidrogen) yang dihasilkan dapat digunakan untuk pembangkit listrik maupun sebagai energi panas. Pengembangan desain reaktor dalam katagori produk Gasifier ini didedikasikan bagi konversi pemusnahan biomassa (sampah yang berasal dari tumbuhan dan turunannya antara lain kayu, kain, kertas, ranting) di TPS/ Depo Sampah skala pemukiman maupun area komersial (kawasan industri, niaga, rumah toko, mall, apartemen, hotel, pabrik dan pasar). Dengan reaktor gasifikasi atau disebut Gasifier alat pembuat gas dengan cara
termokimia
ini
ideal
dipadukan
dengan digester
biogas dan
komposter konverter sampah organik dan biomassa segar sehingga membentuk metoda BiophoskkoGas. Rangkaian teknik BiophoskkoGas melakukan sistim
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
31
produksi bersih (zero waste) guna menuntaskan pengelolaan sampah perkotaan. Semua jenis dapat diselesaikan di dekat dengan sumber timbulannya tempat pembuangan sampah (TPS), tanpa menyisakan residu secara berarti untuk dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA). Proses pengolahan sampah secara Gasifier dapat dilihat pada gambar 2.12 di bawah ini.
Gambar 2.12 Teknologi Gasifier (Sumber : http://kencanaonline.com)
Dalam katagori produk Mesin Pengolah Limbah disajikan alat teknik Rotary Kiln (metoda aerob) mengolah jenis limbah organik, sekaligus terdapat alat pengolahan limbah anorganik (anaerob) dalam suatu instalasi pengolahan sampah dan limbah tanpa memerlukan energi luar dalam TPST ME 1,15 T serta TPST ME 3T.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
32
Kelebihan Rotary Kiln dibanding teknik lama (open widrows) al : a. Mempercepat waktu pengomposan ( dekomposisi bahan organik) dari 60 hari menjadi 5 hari b. Praktis dan sederhana hanya memerlukan tenaga kerja operator 1 orang/ unit Instalasi c. Disamping
menjadi
pupuk
kompos
padat,
model
rotary
kiln
menghasilkan pupuk organik cair (POC) yang dalam teknik bedeng sering kali terbuang jadi material pencemar meresap kedalam tanah. d. Luasan lahan jauh berkurang dibanding teknik tradisional e. Higienis, tidak menimbulkan cemaran bunyi maupun bau busuk tak sedap f. Tidak perlu BBM maupun keberadaan akses listrik (PLN), atau mandiri energi. Disamping limbah organik disajikan pilihan teknologi
diatas,
pengolahan
dalam
katagori
produk ini
limbah perikanan
(udang,
kepiting) dalam reaktor akan menghasilkan chitosan/ kitin yang bernilai ekonomi tinggi dijual bagi bahan farmasi, absorben maupun kosmetik. Pilihan lainnya dalam pengolahan sampah dan limbah organik adalah metoda anaerobic, dimana tiap 1 ton dalam reaktor digester akan menghasilkan sekurangnya 40 m3 biogas gas metana (CH4) yang digunakan bagi sumber panas maupun listrik bagi terciptanya pengolahan limbah dan sampah mandiri energi. Sementara itu, bagi penyelesaian sampah jenis plastik skala kecil adalah dicuci dengan mesin pembersih plastik, diklasifikasikan berdasar jenisnya (PE (polyethylene), HDPE (high density polyethylene) dan seterusnya) kemudian
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
33
dijual ke pabrik daur ulang ( plastic recycle industry) untuk selanjutnya dijadikan produk baru ( ember, meja plastik, dan sejenisnya), untuk kebutuhan itu ditawarkan alat press hidrolix. Bagi pengelolaan plastik skala lebih besar diolah menjadi produk baru bernilai ekonomi lebih tinggi dapat dilakukan dengan mencacah menjadi bentuk yang diminta industri daur ulang dalam mesin pencacah limbah plastik. Disamping teknik diatas, Modifikasi atas incenerator yang telah ada (existing) dapat digunakan sebagai sumber panas tinggi suatu reaktor pirolisis berbahan stainless steel. Teknik destilasi kering atas tiap 1 kg bijih sampah plastik (PE (polyethylene), PET (polyethylene terephthalate), styrofoam) dalam suhu > 500 derajat Celcius ini, akan menghasilkan 0,9 liter minyak bakar. Adapun tahapan yang digunakan untuk mengolah sampah dengan menggunakan teknologi Gasifier dapat dilihat pada diagram dibawah ini.
Gambar 2.13 Proses Pengolahan Sampah Dengan Teknologi Gasifier
http://digilib.mercubuana.ac.id/z