BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Garam Beriodium Garam beriodium adalah garam yang telah ditambah dengan iodium yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan kecerdasan setiap manusia. Kapantow dkk. (2013) menyatakan bahwa garam beriodium adalah garam yang telah diyodisasi sesuai dengan SNI dan mengandung iodium ≥30 ppm. Pendapat serupa oleh Setiyawan (2013) bahwa garam beriodium merupkan garam yang telah diperkaya dengan iodium mengandung ≥30 ppm, yang dibutuhkan oleh tubuh untuk membuat hormon yang mengatur pertumbuhan dan kecerdasan. Menurut Depkes RI (2009) garam beriodium adalah garam yang diperkaya dengan iodium yang dibutuhkan tubuh untuk membuat hormon yang mengatur pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan. Garam beriodium adalah garam konsumsi yang komponen utamanya Natrium Khlorida (NaCl) dan mengandung senyara iodium (KlO3) melalui proses iodisasi serta memenuhi SNI (Peraturan Mentri dalam Negeri Nomer 63 Tahun 2010). Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat dinyatakan bahwa garam beriodium adalah garam yang ditambahkan dengan iodium yang dibutuhkan untuk membuat hormon yang mengatur pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan setiap manusia.
2.1.1 Manfaat Penggunaan Garam Beriodium Garam beriodium sangat diperlukan bagi tubuh manusia untuk mencegah terjadinya penyakit gondok. Iodium merupakan mineral yang diperlukan oleh tubuh dalam jumlah relatif kecil, tetapi mempunyai peranan yang sangat penting untuk
8
9
pembentukan hormon tiroksin yang sangat berperan dalam metabolism di dalam tubuh (Kapantow et al., 2013). Penambahan senyawa iodium berupa kalium iodat dalam garam berguna untuk mencukupi kebutuhan tubuh manusia, karena tubuh tidak dapat memproduksi sendiri (Gunung, 2004). Sumber iodium disamping berasal dari garam yang beriodium juga dapat berasal dari makanan terutama yang berasal dari laut karena air dan tanah di daerah pantai banyak mengandung iodium. Garam beriodium bermanfaat untuk: pertumbuhan otak dan saraf janin dalam kandungan, mencegah terjadinya penyakit seperti gondok, penyakit kretin, mengatur penggunaan energi (Warta Posyandu, 1998 dalam Hadri, 2011).
2.1.2 Akibat Kekurangan dan Kelebihan Garam Beriodium Salah satu kegunaan garam beriodium yaitu untuk mencegah terjadinya gangguan akibat garam beriodium (GAKI). GAKI dapat mempengaruhi kelangsungan hidup dan kulitas hidup manusia, karena dapat menurunkan Intelligence Quotient (IQ) pada anak usia sekolah dasar (Hariyanti, 2013). Dardjito dan Raharjdo, (2010) menambahkan bahwa GAKI dapat mengakibatkan timbulnya penyakit gondok, serta dapat mengakibatkan timbulnya kelainan seperti gangguan perkembangan saraf, mental, fisik serta psikis apabila tidak ditangani secara serius. Pendapat serupa dikemukakan oleh Mulia Sari (2011) menyatakan bahwa GAKI merupakan masalah serius bagi masyarakat karena bedampak pada kualitas hidup, salah satunya terjadi pembesaran kelanjar gondok yang berpengaruh pada gangguan mental, kelemahan fisik, keterlambatan pertumbuhan, keterlambatan memiliki keturunan, kerusakan perkembangan system syaraf, dan peningkatan kematian anak. Pendapat lain oleh Muchtadi (2009) dan Hernita (2011) kelebihan iodium dalam tubuh yang disebabkan oleh faktor makanan dan lingkungan juga dapat
10
menyebabkan timbulnya hipertiroidisme yang kadang-kadang juga dimanifestasikan dengan membesarnya kelenjar gondok, dimana keadaan klinis yang terjadi akibat gangguan pada kelenjar tiroid salah satunya adalah tirotoksikosis. Arisman (2009) menyatakan tirotoksitosis merupakan manifestasi klinis yang terjadi akibat peningkatan kadar hormon tiroid dalam darah. Rusda et al., (2013) berpendapat bahwa gejala klinis yang didapatkan akibat sekresi hormon tiroid yang berlebihan diantaranya dapat meningkatkan laju metabolis, rasa cemas yang berlebihan, meningkatnya nafsu makan tetapi berat badan menurun, gerakan yang berlebihan, gelisah dan instabilitas emosi, penonjolan pada bola mata, dan tremor halus pada jaringan tangan. Oleh karena itu konsumsi iodium dalam jumlah yang cukup sangat berguna bagi kesehatan tubuh manusia. WHO,menganjurkan kebutuhan iodium sehari-hari untuk anak prasekolah ( 0 – 59 bulan ) adalah 90 mikrogram, untuk anak sekolah dasar ( 6 – 12tahun ) adalah 120 mikrogram, untuk dewasa ( diatas 12 tahun ) adalah 150 mikrogram dan untuk wanita hamil dan wanita menyusui adalah 200 mikrogram (Soekarti, 2004).
2.2 Pengertian Persepsi Dalam kehidupan sehari-hari umumnya manusia melakukan interaksi, baik antar manusia maupun dengan lingkungan. Dalam interaksi yang terjadi, setiap individu memperoleh
stimulus
kemudian
individu
tersebut
akan
mengenali
dan
menginterpretasikan stimulus yang diterimanya, keadaan tersebut berkaitan dengan persepsi seseorang (Irama, 2014). Menurut pendapat Suprihanto et al. (2003); Suryanto et al. (2008) persepsi merupakan suatu proses individu dalam memberikan arti terhadap pengalaman yang terjadi, berdasarkan kesan yang di tangkap oleh panca indera sehingga diperoleh hasil berupa pengetahuan. Pendapat serupa oleh Nurmeilita
11
(2010) bahwa persepsi adalah proses mengamati obyek melalui alat indera kemudian diimplementasikan melalui bentuk rangsangan suatu peristiwa berdasarkan pengalaman sehingga akan muncul reaksi yang diwujudkan dalam bentuk kemampuan membeda-bedakan, mengelompokkan, menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Pendapat lain dikemukakan oleh Sarwono (2003) bahwa persepsi merupakan proses yang digunakan oleh seseorang untuk menilai keangkuhan pendapatnya sendiri dan kekuatan dari kemampuannya sendiri dalam hubungannnya dengan pendapat dan kemampuan orang lain. Persepsi merupakan inti komunikasi, sedangkan penafsiran (interpretasi) merupakan inti persepsi, yang identik dengan penyandingan balik atau deconding. Berbeda dengan Sudaryanto dan Irdawati (2008) yang berpendapat bahwa persepsi seseorang terhadap obyek ditentukan oleh kecenderungan untuk memberikan nilai tertentu atau sejauh mana obyek tersebut bernilai bagi dirinya. Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat dinyatakan bahwa persepsi merupakan cara pandang seseorang dalam menafsirkan suatu hal baik berupa obyek, maupun peristiwa karena adanya stimulus yang diterima melalui alat indera, sehingga seseorang dapat memberikan tanggapan, dimana persepsi dapat bersifat positif maupun negatif.
2.2.1 Proses Terjadinya Persepsi Manusia hidup dan sekaligus berinteraksi dengan lingkungan, dengan demikian manusia tanggap terhadap rangsangan yang dating dari lingkungan. Salah satu bentuk dari tanggapan itu adalah proses pemberian arti atau penafsiran terhadap berbagai obyek yang ada, proses pemberian arti tersebut dinamakan persepsi (Zukriman dan Lubis, 2014). Menurut pendapat Nurmeilita (2010) menyatakan bahwa proses
12
terjadinya persepsi seseorang diawalai oleh adanya rangsangan atau stimulus yang diterima oleh alat indera atau reseptor, kemudian proses tersebut akan di interpretasikan. Stimulus yang diterima oleh alat indera diteruskan oleh syaraf sensorik ke otak kemudian terjadilah proses diotak sebagai pusat kesadaran, sehingga individu menyadari apa yang dilihat, apa yang didengar, atau apa yang diraba (Rusnani, 2013). Menurut Walgito (2004) mengemukakan bahwa antara objek dan rangsangan menjadi satu misalnya dalam hal tekanan. Seperti benda yang bersentuhan dengan kulit, sehingga akan terasa adanya tekanan. Keadaan ini menunjukkan bahwa seseorang tidak hanya terkena satu rangsangan saja, melainkan berbagai macam rangsangan yang ditimbulkan oleh keadaan sekitar, akan tetapi tidak semua rangsangan tersebut mendapat respon, hanya beberapa rangsangan yang menarik yang akan diberikan respon. Hal ini dikarenakan individu mengadakan seleksi terhadap rangsangan.
2.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi Setiap orang memiliki persepsi yang berbeda terhadap suatu objek maupun manusia. Hal tersebut karena dipengaruhi oleh berbagai faktor. Menurut Riswandi (2009), faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang terhadap suatu objek adalah sebagai berikut. 1.
Latar belakang pengalaman Pengalaman atau peristiwa yang dialami oleh seseorang dapat mempengaruhi persepsi seseorang dalam menilai, menyikapi, dan menginterpretasikan suatu obyek yang mereka temui.
2.
Latar belakang budaya Kebiasaan yang melekat pada diri seseorang dan dilakukan secara terus-menerus, akan menjadi sebuah nilai-nilai dari budaya. Nilai-nilai tersebut mengarahkan
13
pola pikir serta cara pandang seseorang terhadap sesuatu, melalui aktivitas yang dijalani sehingga menimbulkan suatu penilaian yang berbeda terhadap hal baru yang ditemui. 3.
Latar belakang psikologis Kondisi psikologis merupakan faktor internal berupa kondisi mental yang muncul dari dalam diri seseorang yang dapat memunculkan persepsi. Persepsi dari individu yang sama dapat berbeda dalam kondisi psikologis yang berbeda.
4.
Latar belakang nilai, keyakinan,dan harapan Nilai, keyakinan, dan harapan merupakan 3 (tiga) hal yang mendasari seseorang dalam menafsirkan atau memandang sesuatu. Ketiga hal tersebut dapat menyebabkan seseorang memiliki persepsi yang positif dan juga negatif dalam menilai suatu objek.
5.
Kondisi faktual alat-alat panca indera Kondisi yang diterima melalui panca indera menjadi dasar kuat bagi seseorang dalam mempersepsikan sesuatu. Rakhmat (2008:57) dalam Mufdholi (2010) menambahkan faktor-faktor yang
mempengaruhi persepsi seseorang adalah sebagai berikut. 1.
Faktor fungsional Berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu, motivasi, harapan dan keinginan, perhatian, emosi dan suasana hati.
2.
Faktor struktural Berasal dari sifat rangsangan fisik dan efek-efek saraf yang ditimbulkannya pada system syaraf seseorang. Faktor pengalaman dan proses belajar memberikan struktur terhadap apa yang dilihat.
14
3.
Faktor kebudayaan Dimana seseorang tumbuh dan berkembang akan turut pula menentukan proses persepsi seseorang.
2.3 Pengertian Perilaku Perilaku dari pandangan biologis merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi, perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri, oleh karena itu perilaku manusia mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, membaca, menulis dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010). Soeharto (2004) mengatakan perilaku adalah proses belajar mengajar yang terjadi akibat dari interaksi diri dengan lingkungan sekitarnya yang diakibatkan oleh pengalaman-pengalaman pribadi. Perilaku merupakan sebuah cara yang digunakan oleh masyarakat untuk bertindak atau berkelakuan yang sama dan harus diikuti oleh semua anggota masyarakat tersebut (Soekanto, 2000). Sementara itu, menurut Lewit dalam Notoatmodjo (1993) mengungkapkan bahwa perilaku merupakan hasil dari pengalaman dan proses interaksi dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan sehingga diperoleh keseimbangan antara kekuatan pendorong. Berbeda dengan Maulana (2007) mengatakan Perilaku seseorang dapat mengalami perubahan jika terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan di dalam diri. 2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Menurut teori Lawrence Green tahun 1980 dalam (kholid, 2012), perilaku seseorang di pengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu faktor perilaku dan faktor non
15
perilaku. Selanjutnya perilaku itu sendiri di katagorikan dalam 3 jenis faktor sebagai berikut. 1. Faktor Predisposisi Faktor predisposisi merupakan faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang, yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, keyakinan, persepsi. Faktor predisposisi juga di sebut faktor internal karena faktor yang berasal dari dalam diri seseorang. a. Pengetahuan Menurut (Setiani, 2013) pengetahuan adalah Segala sesuatu yang di ketahui, dikenal dan diingat berkenaan dengan hal tertentu yang ditangkap melalui penginderaan berdasarkan pada kebenaran atau kondisi yang sebenarnya. Notoatmojo (2010) memaparkan tingkatan pengetahuan seseorang secara garis besar dibagi menjadi 6 tingkat yaitu sebagai berikut. 1) Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Pengukuran bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan dan menyatakan. 2) Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan mampu menginterprestasikan secara benar. 3) Aplikasi (Aplications) Aplikasi
diartikan
sebagai
kemampuan
untuk
menggunakan
atau
mengaplikasikan materi yang diketahui tersebut pada situasi atau kondisi sebenarnya.
16
4) Analisis (Analysis) Analisis adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk menjabarkan atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis dilihat dari penggunaan kata kerja antara lain : dapat menggunakan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, dan mengelompokkan. 5) Sintesis (Synthesis) Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk melakukan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. 6) Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. 2. Faktor Pendukung Faktor pendukung merupakan faktor yang memungkinkan perilaku atau tindakan, serta lebih mengarah pada sarana prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan yang terwujud dalam lingkunganfisik. Sarana-sarana kesehatan misalnya puskesmas, obat-obatan. Termasuk di dalamnya ketersediaan dan keterjangkauan sumber daya serta komitmen dari pemerintah.
17
3. Faktor Pendorong Faktor pendorong adalah faktor yang mendorong terjadinya perilaku karena seseorang yang telah memiliki pengetahuan dan mampu berperilaku sehat. Faktor perilaku terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan dan petugas lainnya.
2.5 Teori Perubahan Perilaku Lawrence Green dalam Perilaku Penggunaan Garam Beriodium Dalam teorinya Lawrence Green mengatakan bahwa kesehatan individu/ masyarakat dipengaruhi oleh dua pokok faktor, yaitu faktor perilaku dan faktor di luar perilaku, selanjutnya faktor perilaku ditentukan oleh tiga kelompok yaitu faktor predisposisi (predisposing factor) meliputi pengetahuan, keyakinan, persepsi, kepercayaan, tradisi, dan norma sosial. Faktor pendukung (enabling factor) yaitu tersedianya sarana pelayanan dan kemudahan untuk mencapainya. Faktor pendorong (reinforcing factor) adalah sikap dan perilaku petugas kesehatan dan petugas lainnya. Selain faktor perilaku faktor non perilaku juga dapat mempengaruhi pencapaian kesehatan seseorang, misalnya sulit mencapai sarana pelayanan kesehatan dan mahalnya biaya pengobatan (Notoatmodjo, 2007) Dhyanaputri (2008) menyatakan bahwa penggunaan garam beriodium bila dikaitkan dengan teori Lawrence Green, maka dapat dijelaskan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat terhadap penggunaan garam beriodium di pengaruhi oleh: 1) Faktor predisposisi yang meliputi pengetahuan tentang garam beriodium, persepsi tentang garam beriodium serta kesadaran akan manfaat menggunakan garam beriodium. a. Pengetahuan terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu melalui penglihatan maupun pendengaran. Jadi seseorang akan
18
memiliki pengetahuan tentang garam beriodium setelah orang tersebut mendengar ataupun melihat sesuatu tentang garam beriodium, baik atau yang tidak baik tentang garam beriodium. Pengetahuan sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Apabila seseorang memiliki pengetahuan tentang garam beriodium secara lengkap dan benar, maka akan bertindak untuk menggunakan garam beriodium secara benar. b. Persepsi merupakan pandangan terhadap suatu objek, peristiwa atau informasi dilanddasi oleh pengalaman hidup seseorang yang melakukan penafsiran itu. Dalam mempersepsikan sesuatu tidak lepas dari adanya stimulus terdahulu. Persepsi seseorang tentang garam beriodium merupakan pandangan seseorang yang di dasari oleh pengalaman dalam menggunakan garam beriodium (Rahmat, 2003) c. Kesadaran masyarakat akan manfaat menggunakan garam beriodium dalam kehidupan sehari-hari, terlihat seperti dapat terhindar dari penyakit gondok, pada ibu hamil dapat terhidar dari resiko terjadinya abortus, kemudian pada anak-anak dapat terhindar dari keterlambatan pertumbuhan (Dardjito et al. 2010) 2) Faktor pendukung yang meliputi ketersediaan garam beriodium di sekitar tempat tinggal, dengan memiliki jarak akses yang dekat dan cepat. 3) Faktor pendorong meliputi sikap dan perilaku petugas kesehatan yang berkaitan dengan promosi garam beriodium. Adanya KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) tentang garam beriodium yang di laksanakan secara rutin oleh petugas kesehatan, kader posyandu, atau tokoh masyarakat seperti kepala lingkungan yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang garam beriodium. Semakin
19
lengkap pengetahuan yang dimiliki maka semakin mendorong masyarakat untuk menggunakan garam beriodium.