BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Konsep Perencanaan Struktur Baja Tahan Gempa
Perencanaan struktur adalah kombinasi seni dan ilmu pengetahuan yang menggabungkan intuisi para ahli struktur mengenai perilaku struktur dengan pengetahuan prinsip-prinsip statika, dinamika, mekanika bahan, dan analisis struktur, untuk menghasilkan struktur yang ekonomis dan aman selama masa layannya. Metode perhitungan yang berdasarkan keilmuan harus menjadi pedoman dalam proses pengambilan keputusan, namun tidak untuk diikuti secara membabi buta. Kemampuan intuisi yang dirasionalkan oleh hasil-hasil perhitungan dapat menjadi dasar poses pengambilan keputusan yang baik. Struktur optimum dicirikan sebagai berikut: a. b. c. d. e. f.
biaya minimum, bobot minimum, periode konstruksi minimum, kebutuhan tenaga kerja minimum, biaya manufaktur minimum, manfaat maksimum pada saat layan.
Kerangka perencanaan struktur adalah proses penentuan jenis struktur dan pendimensian komponen struktur demikian sehingga beban kerja dapat dipikul secara aman, dan perpindahan yang terjadi dapat ditolerir oleh syarat-syarat yang berlaku. Prosedur perencanaan secara iterasi dilakukan sebagai berikut: 1. 2. 3. 4.
Penetapan fungsi-fungsi struktur dan kriteria keberhasilan yang optimum. Penetapan konfigurasi struktur preliminari berdasarkan Step 1. Penetapan beban-beban kerja yang harus dipikul. Pemilihan tipe dan ukuran preliminari komponen-komponen struktur berdasarkan Step 1, 2, 3. 5. Analisis struktur untuk menetapkan gaya-gaya-dalam dan perpindahan. 6. Evaluasi perancangan struktur optimum. 7. Perencanaan ulang dari Step 1 s/d 6.
LAPORAN TUGAS AKHIR
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
8. Perencanaan akhir untuk menguji Step 1 s/d 7. Struktur suatu bangunan bertingkat tinggi harus dapat memikul beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut, di antaranya beban gravitasional dan beban lateral. Beban gravitasi adalah beban mati struktur dan beban hidup, sedangkan yang termasuk beban lateral adalah beban angin dan beban gempa. Tujuan desain bangunan tahan gempa adalah untuk mencegah terjadinya kegagalan struktur dan kehilangan korban jiwa, dengan tiga kriteria standar sebagai berikut: 1. Gempa ringan Bangunan tidak boleh rusak secara struktural dan arsitektural (komponen arsitektural diperbolehkan terjadi kerusakan seminimum mungkin) 2. Gempa sedang Komponen struktural (balok dan kolom) tidak diperbolehkan rusak sama sekali tetapi komponen arsiektural diperbolehkan terjadi kerusakan (seperti : kaca) 3. Gempa Berat Boleh terjadi kerusakan pada komponen struktural tetapi tidak menyebabkan keruntuhan bangunan. Perencanaan struktur dapat direncanakan dengan mengetahui skenario keruntuhan dari struktur tersebut dalam menahan beban maksimum yang bekerja. Pelaksanaan konsep desain kapasitas struktur adalah memperkirakan urutan kejadian dari kegagalan suatu struktur berdasarkan beban maksimum yang di alam struktur. Sehingga kita merencanakan bangunan dengan elemen-elemen struktur tidak dibuat sama kuat terhadap gaya yang direncanakan, tetapi ada elemen-elemen struktur atau titik pada struktur yang dibuat lebih lemah dibandingkan dengan yang lain dengan harapan di elemen atau titik itulah kegagalan struktur terjadi pada saat beban maksimum bekerja. 2.1.1
Beban Gempa Statik Ekivalen
Untuk gedung dengan tinggi tidak lebih dari 40 m, dapat dilakukan analisis statik ekivalen. Akibat beban gempa, struktur direncanakan untuk dapat menahan suatu beban geser dasar yang bekerja secara horizontal pada struktur sebesar. V=
Cv I Wt RT
(II.1)
dengan beban geser dasar total tidak perlu didesain lebih dari persamaan berikut Vmax =
2,5C a I Wt R
HERI AHMADI (15004095) RAVI OCTAVIANA (15004153)
(II.2)
II-2
LAPORAN TUGAS AKHIR
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
di mana : V Cv, Ca R I T Wt
= gaya geser dasar rencana = koefisien gempa dasar = faktor modifikasi respon = faktor keutamaan struktur = waktu getar alami struktur = berat total struktur
Untuk keperluan analisis pendahuluan, waktu getar alami struktur dapat didekati dengan persamaan empiris
T = 0,085 H
3
(II.3)
4
di mana H adalah tinggi bangunan dari taraf penjepitan dasar (baseline). Nilai periode getar alami struktur mengacu kepada periode getar alami Rayleigh yang diformulasikan dalam persamaan sebagai berikut : n
∑W d
i
∑F d
i
i =1 n
T = 6,3
i =1
i
i
2
(II.4)
2
Nilai periode getar alami struktur dilakukan penyesuaian secara iteratif menuju nilai T yang konvergen mendekati nilai T Rayleigh. Setelah itu, dilakukan analisis beban lateral ekivalen pada tiap lantainya. Periode getar alami struktur memiliki batasan maksimum untuk mencegah bangunan terlalu bersifat fleksibel. Untuk bangunan rangka baja ditetapkan batasan periode getar alami maksimum sebagai berikut
T < ζH
3
4
(II.5)
dengan ξ disesuaikan dengan wilayah gempa dan jenis struktur seperti pada tabel berikut ini :
HERI AHMADI (15004095) RAVI OCTAVIANA (15004153)
II-3
LAPORAN TUGAS AKHIR
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 2.1. Koefisien ζ yang membatasi waktu getar alami struktur gedung (Sumber : SNI 03-1726-2003)
Wilayah Gempa & Jenis Struktur Sedang & ringan; rangka baja
ζ 0,019
Sedang & ringan; rangka beton dan RBE 0,102 Sedang & ringan; bangunan lainnya
0,068
Berat; rangka baja
0,111
Berat; rangka beton dan RBE
0,095
Berat; bangunan lainnya
0,063
Tingkat keutamaan (I) struktur dalam kepentingannya saat masa layan disajikan dalam tabel berikut ini:
Tabel 2.2. Faktor keutamaan I untuk berbagai kategori dan bangunan. (Sumber : SNI 03-1726-2003)
Nilai faktor modifikasi respon (R) ditentukan berdasarkan tipe struktur yang akan direncanakan. Berikut ini adalah nilai faktor modifikasi respon untuk berbagai tipe struktur tahan gempa.
HERI AHMADI (15004095) RAVI OCTAVIANA (15004153)
II-4
LAPORAN TUGAS AKHIR
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 2.3. Klasifikasi sistem struktur, sistem pemikul beban gempa, faktor modifikasi respon, dan kuat cadang struktur (Ωo).
(Sumber : SNI 03-1729-2002)
HERI AHMADI (15004095) RAVI OCTAVIANA (15004153)
II-5
LAPORAN TUGAS AKHIR
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Beban geser dasar akibat gempa harus dibagikan sepanjang tinggi gedung menjadi bebanbeban horizontal terpusat yang bekerja pada masing-masing tingkat lantai menurut rumusan.
Fi =
Wi hi V ∑ Wi hi
(II.6)
di mana : Fi = gaya horizontal pada lantai ke-i Wi = berat lantai ke-i hi = ketinggian sampai tingkat I diukur dari tingkat penjepitan dasar Untuk analisis beban gempa 3 dimensi, beban gempa dikerjakan sebesar 100% pada arah yang ditinjau ditambah 30% pada arah tegak lurus arah yang ditinjau dan kebalikannya.
2.1.2
Eksentrisitas Struktur
Dalam perencanaan beban gempa statik ekivalen harus dipertimbangkan pengaruh eksentrisitas rencana. Eksentrisitas struktur (e) merupakan jarak antara pusat massa dan pusat rotasi pada tingkat yang ditinjau. Eksentrisitas desain (ed) harus ditinjau menurut persyaratan sebagai berikut : untuk 0 < e < 0,3 b: ed = 1,5 e + 0,05b atau ed = e - 0,05 b
(II.7) (II.8)
dan dipilih di antara keduanya yang pengaruhnya paling menentukan untuk unsur atau subsistem struktur bangunan gedung yang ditinjau; untuk e > 0,3 b: ed = 1,33 e + 0,1 b atau ed = 1,17 e - 0,1 b
(II.9) (II.10)
dan dipilih di antara keduanya yang pengaruhnya paling menentukan untuk unsur atau subsistem struktur bangunan gedung yang ditinjau.
HERI AHMADI (15004095) RAVI OCTAVIANA (15004153)
II-6
LAPORAN TUGAS AKHIR
2.1.3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Kinerja Struktur Gedung Tahan Gempa
Sesuai dengan persyaratan SNI 03 – 1726 – 2003 butir 8.1 dan 8.2. Kinerja batas layan struktur bangunan gedung ditentukan oleh simpangan antar tingkat akibat pengaruh beban gempa nominal untuk membatasi pelelehan baja dan peretakan beton yang berlebihan. Untuk memenuhi kinerja batas layan struktur gedung, maka disyaratkan bahwa simpangan antar tingkat tidak boleh melampaui nilai-nilai di bawah ini.
0,03 ∆ = min atau 30 mm R
(II.11)
Kinerja batas ultimit suatu bangunan ditentukan oleh simpangan dan simpangan antar tingkat maksimum struktur bangunan gedung akibat gempa rencana untuk membatasi terjadinya keruntuhan struktur bangunan gedung. kinerja batas ultimit disyaratkan pada batasan nilai di bawah ini. ∆ M = 0,7.R.∆ s
(II.12)
di mana R adalah faktor modifikasi respon struktur, dan ∆s adalah simpangan elastis struktur akibat beban gempa nominal.
2.1.4
Beban dan Kombinasi Pembebanan
Beban kerja pada struktur atau komponen struktur bisa ditetapkan berdasarkan peraturan pembebanan yang berlaku. Beban mati adalah beban-beban yang bersifat tetap selama masa layan, antara lain berat struktur, pipa-pipa, saluran-saluran listrik, AC/heater, lampu-lampu, penutup lantai/atap, dan plafon. Beban hidup adalah beban-beban yang berubah besar dan lokasinya selama masa layan, antara lain berat manusia, perabotan, peralatan yang dapat dipindah-pindah, kendaraan, dan barang-barang lainnya.
Beban angin adalah tekanan-tekanan yang berasal dari gerakan-gerakan angin. Umumnya perlu diperhitungkan pada luas bidang tangkap angin yang relatif luas pada bangunan dengan beban-beban yang relatif ringan.
HERI AHMADI (15004095) RAVI OCTAVIANA (15004153)
II-7
LAPORAN TUGAS AKHIR
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Beban gempa adalah gaya-gaya yang berasal dari gerakan-gerakan tanah dikombinasi dengan sifat-sifat dinamis struktur karena seringkali percepatan horizontal tanah lebih besar daripada percepatan vertikal, dan struktur secara umum lebih sensitif terhadap gerakan horizontal daripada gerakan vertikal, maka pengaruh gempa horizontal seringkali lebih menentukan daripada pengaruh gempa vertikal. Tahanan komponen struktur baja dalam memikul gaya mengikuti preferensi berikut ini: • • • • •
Tarik Tekan Lentur Geser Torsi
: : : : :
baik kurang baik sedang lemah buruk
− keruntuhan leleh bersifat daktail − stabilitas (tekuk lentur, tekuk lokal) − stabilitas (tekuk torsi, tekuk lokal, tekuk lateral) − getas, tekuk lokal − getas, tekuk lokal
Berdasarkan beban-beban tersebut di atas maka struktur baja harus mampu memikul semua kombinasi pembebanan terfaktor di bawah ini: 1,4D (1) 1,2D + 1,6 L + 0,5 (La atau H) (2) 1,2D + 1,6 (La atau H) + (γL L atau 0,8 W) (3) 1,2D + 1,3 W + γL L + 0,5 (La atau H) (4) 1,2D + 1,0 E + γL L (5) 0,9D + (1,3 W atau 1,0E) (6) Keterangan: D adalah beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi permanen, termasuk dinding, lantai, atap, plafon, partisi tetap, tangga, dan peralatan layan tetap; L adalah beban hidup yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung, termasuk kejut, tetapi tidak termasuk beban lingkungan seperti angin, hujan, dan lain-lain; La adalah beban hidup diatap yang ditimbulkan selama perawatan oleh pekerja, peralatan, dan material, atau selama penggunaan biasa oleh orang dan benda bergerak; H adalah beban hujan, tidak termasuk yang diakibatkan genangan air; W adalah beban angin; E adalah beban gempa, yang ditentukan menurut SNI 03-1726-1989,atau penggantinya; dengan, γL = 0,5 bila L< 5 kPa, dan L = 1 bila L ε 5 kPa. Secara umum D, L, La, W, E, dan H masing-masing dapat berupa lentur, geser, aksial, dan torsi. Tahanan setiap komponen struktur harus diperiksa terhadap semua kombinasi pembebanan tersebut diatas. HERI AHMADI (15004095) RAVI OCTAVIANA (15004153)
II-8
LAPORAN TUGAS AKHIR
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Faktor beban untuk L di dalam kombinasi pembebanan pada Persamaan (3), (4), dan (5) harus sama dengan 1,0 untuk garasi parkir, daerah yang digunakan untuk pertemuan umum, dan semua daerah di mana beban hidup lebih besar dari 5 kPa.
Eh adalah pengaruh dari komponen horizontal beban gempa yang ditetapkan untuk suatu struktur bangunan. Dalam SNI 03-1729-2002 disyaratkan bahwa pengaruh komponen horizontal beban gempa yang dikalikan suatu faktor amplifikasi, Ω0 Eh, harus digunakan sebagai ganti dari Eh seperti dalam kombinasi beban di bawah ini. Faktor amplifikasi Ω 0 atau faktor kuat cadang struktur. Kombinasi beban dengan memperhatikan faktor kuat cadang struktur, Ω 0, adalah:
1,2 D + γL L + Ω0 Eh
(II.13)
0,9 D - Ω0 Eh
(II.14)
dengan γL = 0,5 bila L< 5 kPa dan γL = 1 bila L ≥ 5 kPa. Keterangan:
D L Eh Ω0
adalah pengaruh beban mati yang disebabkan oleh berat komponen struktur dan beban tetap pada struktur adalah pengaruh beban hidup akibat pengguna gedung dan peralatan bergerak adalah pengaruh dari komponen horizontal beban gempa adalah faktor kuat cadang struktur.
Pengaruh orthogonalitas beban gempa, yaitu pengaruh pembebanan gempa pada dua arah yang saling tegak lurus, harus diperhitungkan dalam perencanaan struktur bangunan. Pengaruh orthogonalitas tidak perlu ditinjau bila dalam perencanaan struktur bangunan tahan gempa digunakan Ω 0 Eh.
2.1.5
Falsafah Perencanaan LRFD (Load And Resistance Factor Design)
Perencanaan struktur baja yang selama ini dilakukan di Indonesia menganut konsep tegangan ijin atau lebih dikenal dengan Allowable Stress Design (ASD). Metode ASD telah digunakan selama kurun waktu 100 tahun, dan dalam 20 tahun terakhir telah bergeser ke perencanaan batas (LRFD) yang lebih rasional dan berdasarkan konsep probabilitas.
HERI AHMADI (15004095) RAVI OCTAVIANA (15004153)
II-9
LAPORAN TUGAS AKHIR
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Keadaan batas adalah kondisi struktur diambang batas kemampuan dalam memenuhi fungsi-fungsinya. Keadaan batas dibagi dalam dua katagori yaitu tahanan dan kemampuan layan. Keadaan batas tahanan (atau keamanan) adalah perilaku struktur saat mencapai tahanan plastis, tekuk, leleh, fraktur, guling, dan gelincir. Keadaan batas kemampuan layan berkaitan dengan kenyamanan penggunaan bangunan, antara lain masalah lendutan, getaran, perpindahan permanen, dan retak-retak. Konsep probabilitas dalam mengkaji keamanan struktur adalah metode keandalan mean value first-order second-moment dimana pengaruh beban (Q) dan tahanan (R) dianggap sebagai variabel acak yang saling tak bergantung, dengan frekuensi distribusi tipikal sebagai berikut,
Gambar 2.1.
Grafik distribusi R dan Q
Agar lebih sederhana maka akan dipelajari variabel R/Q atau ln(R/Q) dengan ln(R/Q)<0 menunjukkan keruntuhan seperti ditunjukkan oleh gambar berikut ini,
Gambar 2.2.
Besaran βσln(R/Q)
Distribusi ln (R/Q)
menjadi definisi keruntuhan. Variabel β disebut indeks keandalan
(reliability index), dan bermanfaat untuk beberapa hal sebagai berikut:
1. Menunjukkan konsistensi perencanaan berbagai-bagai jenis komponen struktur. HERI AHMADI (15004095) RAVI OCTAVIANA (15004153)
II-10
LAPORAN TUGAS AKHIR
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2. Dapat digunakan untuk menemukan metode baru dalam perencanaan komponen struktur. 3. Dapat digunakan sebagai indikator dalam mengkalibrasi tingkat faktor keamanan komponen struktur. Secara umum, suatu struktur atau komponen struktur dikatakan aman bila hubungan berikut ini terpenuhi,
φ Rn ≥ Σγι Qi
(II.15)
di mana φ adalah faktor tahanan, Rn adalah tahanan nominal, γi adalah fakfor beban, Qi adalah (pengaruh) beban, φRn adalah tahanan rencana, Σγι Qi adalah (pengaruh) beban terfaktor. Berikut ini faktor tahanan digunakan dalam perencanaan menggunakan metode LFRD.
• • • • •
: φt = 0,9 keadaan batas leleh φt = 0,75 keadaan batas fraktur Komponen struktur tekan : φc = 0,85 Komponen struktur lentur : φb = 0,9 untuk lentur φv = 0,9 untuk geser Untuk las : φ mengikuti diatas. Alat pengencang (baut/keling) : φ = 0,75 Komponen struktur tarik
2.1.6
Persyaratan Material Untuk Struktur Baja Tahan Gempa
Untuk struktur baja tahan gempa, bahan yang digunakan harus mempunyai sifat yang daktail. Hal ini bertujuan agar terjadi penyerapan energi gempa secara efektif. Maka persyaratan bahan baja yang direncanakan sebagai komponen struktur pemikul beban gempa harus memenuhi ketentuan sebagai berikut sesuai SNI 03 – 1729 – 2002 butir 15.5: a. b. c. d.
Perbandingan tegangan leleh terhadap tegangan putus tariknya adalah kurang dari 0,85, Hubungan tegangan-regangan harus memperlihatkan daerah plateau yang cukup panjang, Pengujian uniaksial tarik pada spesimen baja memperlihatkan perpanjangan maksimum tidak kurang daripada 20% untuk daerah pengukuran sepanjang 50 mm, Mempunyai sifat relatif mudah dilas.
Selain itu, tegangan leleh minimum dari bahan baja untuk komponen struktur dengan perilaku inelastis diharapkan akan terjadi berkenaan dengan kombinasi pembebanan tidak boleh melebihi 350 MPa, kecuali bila dapat ditunjukkan secara eksperimen atau secara HERI AHMADI (15004095) RAVI OCTAVIANA (15004153)
II-11
LAPORAN TUGAS AKHIR
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
rasional bahwa bahan baja yang digunakan sesuai untuk tujuan tersebut. Persyaratan ini tidak berlaku bagi kolom yang diharapkan perilaku inelastisnya hanya akan terjadi pada dasar kolom yang mengalami leleh pada tingkat paling bawah. Tabel 2.4. Sifat mekanis baja struktural (Sumber : SNI 03 – 1729 – 2002)
Baja yang biasa digunakan untuk keperluan struktur adalah dari jenis: rendah (< 0,15%) sedang (0,15−0,29%) umum untuk • baja karbon (fy = (210−250) MPa) struktur bangunan (misalnya BJ 37) medium (0,30−0,50%) tinggi (0,60-1,70%) Baja karbon memiliki titik peralihan leleh yang tegas; peningkatan kadar karbon akan meningkatan kuat leleh tapi mengurangi daktilitas dan menyulitkan proses pengelasan. • baja mutu tinggi (fy = (275 − 480) MPa) o menunjukkan titik peralihan leleh yang tegas. o didapat dengan menambahkan unsur aloi (chromium, nickel, vanadium, dll) kedalam baja karbon untuk mendapatkan bentuk mikrostruktur yang lebih halus. • baja aloi (fy = (550 − 760) MPa) o tidak menunjukkan titik peralihan leleh yang tegas. o titik peralihan leleh ditentukan menggunakan metode tangens 2 0/00 atau 5 0 /00 metode regangan
HERI AHMADI (15004095) RAVI OCTAVIANA (15004153)
II-12
LAPORAN TUGAS AKHIR
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.3. Hubungan tegangan regangan tipikal (Sumber : Diktat Kuliah Struktur Baja Mangkoesoebroto, S)
Baja yang biasa digunakan untuk baut adalah baut mutu standar (fub=415 MPa) atau baut mutu tinggi (fub=(725−825) MPa; fyb=(550−650) MPa). Kawat las yang biasa digunakan dalam pengelasan struktur adalah E60xx (fyw=345 MPa; fuw=415 MPa) atau E70xx (fyw=415 MPa; fuw=500 MPa).
Diagram tegangan-regangan dalam daerah yang lebih rinci diperlihatkan pada gambar dibawah ini.
Gambar 2.4. Hubungan tegangan regangan pada daerah yang lebih rinci (Sumber : Diktat Kuliah Struktur Baja Mangkoesoebroto, S) HERI AHMADI (15004095) RAVI OCTAVIANA (15004153)
II-13
LAPORAN TUGAS AKHIR
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Metode ASD menggunakan tegangan ijin yang lebih kecil daripada kuat leleh baja. Metode LRFD menggunakan kuat leleh baja. Seperti jenis baja lainnya, baja aloi juga memiliki daerah “plastis”. Namun, dalam daerah “plastis” tersebut hubungan tegangan-regangan menunjukkan penguatan. Karena baja tersebut tidak memiliki daerah “plastis” yang betul-betul datar maka baja tersebut (fy > 450 MPa) tidak boleh digunakan dalam perencanaan plastis.
2.1.6.1 Lelah Tegangan tarik yang bersifat siklis dapat menyebabkan keruntuhan meskipun kuat leleh baja tidak pernah tercapai. Gejala tersebut dinamakan keruntuhan lelah, dan terjadi akibat tegangan tarik yang bersifat siklis. Keruntuhan atau keretakan yang terjadi bersifat progresif hingga mencapai keadaan instabilitas. Keruntuhan lelah dipengaruhi oleh beberapa faktor: 1. Jumlah siklus pembebanan 2. Taraf tegangan tarik yang terjadi (dibandingkan dengan kuat leleh) 3. Ukuran cacat-cacat dalam material baja
Dalam hal keruntuhan lelah, tegangan yang terjadi pada saat layan merupakan pertimbangan utama, sedangkan mutu baja tidak memegang peranan penting. Pengaruh beban mati juga tidak cukup sensitif. Namun, geometri penampang dan kehalusan penyelesaian detailing memberikan pengaruh yang dominan. 2.1.7
Daktilitas Struktur ( µ )
Dalam mendesain suatu struktur bangunan, dengan menggunakan bangunan direncanakan berespon elastis pada saat gempa kuat, maka struktur akan menjadi tidak ekonomis karena gempa kuat jarang terjadi. Dalam hal tersebut, agar ekonomis, maka struktur bangunan direncanakan berespon inelastis dengan tingkat daktilitas tertentu.
Struktur dengan tingkat daktilitas tertentu akan memungkinkan terjadinya sendi plastis secara bertahap pada elemen-elemen struktur yang telah ditentukan. Dengan terbentuknya sendi plastis pada elemen struktur, maka struktur akan mampu menahan beban gempa maksimum tanpa memberikan kekuatan yang berlebihan pada elemen struktur karena energi gempa yang diterima akan diserap oleh sendi plastis tersebut. Semakin banyak terbentuk sendi plastis pada elemen struktur, semakin besar pula energi gempa yang diserap. Setelah terjadi sendi plastis pada suatu elemen, defleksi struktur serta rotasi plastis masih terus bertambah.
HERI AHMADI (15004095) RAVI OCTAVIANA (15004153)
II-14
LAPORAN TUGAS AKHIR
Gambar 2.5.
2.1.8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Mekanisme desain bangunan berdasarkan faktor daktilitas dan kuat lebih (Sumber : SNI 03-1726-2002)
Penyerapan Energi Gempa
Konsep penyerapan energi ialah mendesain terjadinya kerusakan pada komponen struktural tertentu tetapi tidak menyebabkan keruntuhan bangunan. Komponen tersebut didesain sedemikian rupa agar dapat menyerap energi gempa sebesar mungkin. Adapun cara untuk melakukan desain dengan konsep tersebut adalah komponen tersebut di desain agar mengalami deformasi plastis (komponen struktur mencapai momen plastisnya) bila menerima gaya gempa sehingga terjadi perputaran sendi plastis. M
θ plastis
Gambar 2.6.
2.1.9
Diagram penyerapan energi gempa
Mekanisme Keruntuhan
Suatu struktur dikatakan dalam keadaan runtuh, ketika terjadi deformasi tak terbatas pada bagian struktur tanpa diiringi peningkatan beban yang bekerja pada struktur tersebut. Salah satu hal yang perlu diperhatikan pada saat struktur mengalami runtuh adalah jumlah sendi
HERI AHMADI (15004095) RAVI OCTAVIANA (15004153)
II-15
LAPORAN TUGAS AKHIR
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
yang cukup telah terbentuk untuk mengubah struktur atau bagian dari struktur tersebut menjadi suatu bentuk mekanisme keruntuhan. Berdasarkan sendi plastis yang telah terbentuk dapat ditentukan apakah struktur telah mengalami keruntuhan atau belum. Hal ini dapat dikaitkan dengan besarnya redundan pada saat struktur statis tak tentu. Setiap terbentuknya sendi plastis maka akan diikuti dengan berkurangnya jumlah redundan sampai struktur menjadi statis tertentu. Jika jumlah sendi plastis melebihi jumlah redundan maka kondisi ini menyebabkan keruntuhan pada struktur. Pada kenyataannya kondisi seperti ini jarang terjadi karena ada beberapa hal saat jumlah sendi plastis yang terjadi tidak melebihi redundan namun dapat menyebabkan keruntuhan struktur. Hal ini dapat terjadi pada portal bertingkat dua atau lebih. Keruntuhan suatu struktur dapat dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut :
Keruntuhan Lokal Keruntuhan lokal adalah keruntuhan yang diakibatkan oleh kegagalan pada elemen struktur yang mengalami sendi plastis. Kegagalan ini terjadi karena kapasitas penampang dari suatu elemen telah terlampaui. Parameter yang digunakan untuk mengidentifikasi keruntuhan lokal adalah kelengkungan dan sudut rotasi plastis.
Keruntuhan Global Keruntuhan global umumnya diasosiasikan dengan simpangan antar tingkat (interstory drift) pada saat terjadi deformasi in-elastis yang dibatasi pada nilai tertentu bergantung pada periode struktur. Keruntuhan ini terjadi jika deformasi lateral suatu struktur telah melebihi batas maksimum yang telah ditentukan oleh peraturan yang berlaku. Interstory drift adalah selisih deformasi lateral suatu lantai dengan lantai yang terletak di bawahnya. Keruntuhan Getas Meskipun umumnya keruntuhan baja bersifat daktail, namun dalam beberapa kondisi baja dapat mengalami keruntuhan secara getas. Keruntuhan getas adalah jenis keruntuhan yang terjadi tanpa didahului oleh deformasi plastis dan terjadi dalam waktu yang sangat singkat. Keruntuhan getas dipengaruhi oleh suhu, kecepatan pembebanan, tingkat tegangan, tebal pelat, dan geometri detailing. Pada suhu normal, keruntuhan getas berpotensi untuk terjadi bila keadaan tegangan cenderung bersifat multiaksial. Karena perubahan geometri yang tibatiba sering menimbulkan keadaan tegangan multiaksial, konfigurasi dan perubahan
HERI AHMADI (15004095) RAVI OCTAVIANA (15004153)
II-16
LAPORAN TUGAS AKHIR
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
penampang harus dibuat sehalus mungkin untuk menghindari terjadinya keruntuhan getas. Hal-hal berikut ini perlu diperhatikan dalam mengantisipasi keruntuhan getas: 1. Temperatur rendah meningkatkan resiko keruntuhan getas 2. Keruntuhan getas terjadi karena tegangan tarik 3. Pelat baja tebal meningkatkan resiko 4. Geometri tiga dimensi meningkatkan resiko 5. Adanya cacat baja meningkatkan resiko 6. Kecepatan pembebanan yang tinggi meningkatkan resiko 7. Sambungan las menimbulkan resiko
Keruntuhan Lelah Tegangan tarik yang bersifat siklis dapat menyebabkan keruntuhan meskipun kuat leleh baja tidak pernah tercapai. Gejala tersebut dinamakan keruntuhan lelah, dan terjadi akibat tegangan tarik yang bersifat siklis. Keruntuhan atau keretakan yang terjadi bersifat progresif hingga mencapai keadaan instabilitas. Keruntuhan lelah dipengaruhi oleh beberapa faktor: 1. Jumlah siklus pembebanan 2. Taraf tegangan tarik yang terjadi (dibandingkan dengan kuat leleh) 3. Ukuran cacat-cacat dalam material baja
Dalam hal keruntuhan lelah, tegangan yang terjadi pada saat layan merupakan pertimbangan utama, sedangkan mutu baja tidak memegang peranan penting. Pengaruh beban mati juga tidak cukup sensitif. Namun, geometri penampang dan kehalusan penyelesaian detailing memberikan pengaruh yang dominan. 2.2 Perencanaan Elemen Struktur 2.2.1 Elemen yang Memikul Gaya Aksial Tekan Komponen struktur baja yang memikul gaya tekan (sering disebut batang tekan), harus direncanakan sedemikian rupa sehingga selalu terpenuhi hubungan
Nu ≤ φ Nn
(II.16)
Keterangan: φ adalah faktor reduksi kekuatan = 0,85. Nn adalah kuat tekan nominal komponen struktur.
HERI AHMADI (15004095) RAVI OCTAVIANA (15004153)
II-17
LAPORAN TUGAS AKHIR
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Nu adalah kuat tekan perlu, yaitu nilai gaya tekan akibat beban terfaktor, diambil nilai terbesar di antara berbagai kombinasin pembebanan yang diperhitungkan. Beberapa kondisi batas yang harus diperhitungkan dalam perencanaan batang tekan , yaitu: 1.kelelehan penampang (yielding) 2.tekuk lokal (local buckling) 3.tekuk lentur (flexural buckling) 4.tekuk torsi (torsional buckling) Tekuk lokal adalah peristiwa menekuknya elemen pelat penampang (sayap atau badan) akibat rasio tebal yang terlalu besar. Tekuk lokalmungkin terjadi sebelum batang/kolom menekuk lentur. Oleh karena itu, disyaratkan pula nilai maksimum bagi rasio lebar-tebal pelat penampang batang tekan. Tekuk lentur adalah peristiwa menekuknya batang tekan pada arah sumbu lemahnya secara tiba-tiba ketika terjadi ketidakstabilan. Kuat tekan nominal pada kondisi batas ini dirumuskan dengan bentuk formula yang dikenal sebelumnya :
N n = Ag . f cr = Ag .
(II.17)
fy
ϖ
di mana : λ c ≤ 0, 25 ω = 1, 0 (untuk kondisi leleh umum) 0, 25 < λ c < 1, 2 ω =
1, 43 (untuk kondisi tekuk inelastis) 1,6 − 0,67λ c
λ c ≥ 1, 2 ω = 1, 25λ c 2 (untuk kondisi tekuk elastis)
dengan λ c =
1 Lk π r
fy E
(II.18) (II.19)
(II.20) (II.21)
Keterangan: Ag adalah luas penampang bruto, mm2 fcr adalah tegangan kritis penampang, MPa fy adalah tegangan leleh material, Mpa Tekuk torsi terjadi terhadap sumbu batang sehingga menyebabkan penampang batang tekan terpuntir. Tekuk torsi umumnya terjadi pada konfigurasi elemen batang tertentu
HERI AHMADI (15004095) RAVI OCTAVIANA (15004153)
II-18
LAPORAN TUGAS AKHIR
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
seperti pada profil siku ganda dan profil T. Kuat tekan nominal pada kondisi batas ini dirumuskan sebagai berikut :
N nlt = Ag . f clt di mana f clt
f cry + f crz = 2H
4 f cry f crz H 1 − 1 − ( f cry + f crz )2
(II.22)
Besaran-besaran Ag, λc, ω, fy, fclt, fcr, fcry, fcrz dan H adalah parameter-parameter penampang. Selain persyaratan struktur baja pada umumnya, persyaratan komponen struktur baja yang mengalami tekan juga harus memenuhi persyaratan nilai batas perbandingan lebar terhadap tebal λp yang tersaji dalam tabel berikut : Tabel 2.5. Nilai batas perbandingan lebar terhadap tebal, λ p, untuk elemen tekan pada struktur baja tahan gempa (Sumber : SNI 03-1729-2002)
Batasan kelangsingan untuk elemen tekan ditetapkan tidak boleh melebihi nilai berikut:
λ=
Lk < 200 r
HERI AHMADI (15004095) RAVI OCTAVIANA (15004153)
(II.23)
II-19
LAPORAN TUGAS AKHIR
2.2.2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Elemen yang Memikul Gaya Aksial Tarik
Komponen struktur baja yang memikul gaya tarik (sering disebut batang tarik), harus direncankaan sedemikian rupa sehingga selalu terpenuhi hubungan N u ≤ φt N n
(II.24)
di mana Nu adalah kuat tarik perlu, yaitu nilai gaya tarik akibat beban terfaktor, diambil nilai terbesar di antara berbagai kombinasi pembebanan yang diperhitungkan. Nn adalah kuat tarik nominal, yaitu gaya tarik pada kondisi batas yang diperhitungkan. Untuk komponen yang memikul gaya tarik, kondisi batas yang diperhitungkan adalah : 1. kelelehan penampang (yielding), yaitu leleh pada seluruh penampang (bruto). 2. putus (fracture), yaitu terjadi retakan atau robekan pada luas penampang efektif. Kuat tarik rencana ditentukan oleh kedua kondisi di atas dengan ketentuan sebagai berikut: a. kondisi leleh
φN n = 0,9 Ag . f y
(II.25)
b. kondisi retak/robek
φN n = 0,75 Ae . f u
(II.26)
di mana: Ag Ae fy fu
= luas penampang bruto = luas penampang efektif = tegangan leleh nominal baja profil yang digunakan dalam desain = tegangan putus yang digunakan dalam desain
Kondisi fraktur dapat dicegah dengan mengatur luas bersih efektif penampang sedemikian rupa sehingga kondisi batas penampang ditentukan oleh kondisi leleh, yang dinyatakan dengan Fraktur > Leleh 0,75 Ae . fu > 0,9 Ag.fy Ae/Ag > 120 fy/fu
HERI AHMADI (15004095) RAVI OCTAVIANA (15004153)
II-20
LAPORAN TUGAS AKHIR
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 2.6. Rasio (Ae/Ag) minimum dari beberapa mutu baja, sehingga kondisi fraktur tidak terjadi (Sumber :Diktat kuliah Moestopo, M) fu (Mpa) fy/fu (Ae/Ag) min Jenis baja fy (Mpa) BJ 37 240 370 0,65 0,78 BJ 41 250 410 0,61 0,73 BJ 44 280 440 0,64 0,76 BJ 50 290 500 0,58 0,70 BJ 52 360 520 0,69 0,83
Kelangsingan batang tarik Meskipun stabilitas bukan merupakan suatu kriteria dalam desain batang tarik, akan tetapi untuk menghindari bahaya yang timbul akibat getaran/vibrasi yang terjadi pada batang tarik, maka batang tarik harus didisain cukup kaku. Dengan memperhatikan ketentuan mengenai stabilitas batang tarik, maka ditentukan batas kelangsingan batang λ, sebagai berikut: λ ≤ 240, untuk komponen utama,
λ ≤ 300, untuk komponen sekunder 2.2.3
Elemen yang Memikul Momen Lentur.
Sebuah balok yang memikul beban lentur murni terfaktor, Mu harus direncanakan sedemikian rupa sehingga selalu terpenuhi hubungan : Mu ≤ φMn
(II.27)
di mana : adalah momen lentur terfaktor, N-mm Mu φ adalah faktor reduksi = 0,9 Mn adalah kuat nominal dari momen lentur penampang, N-mm
Kelangsingan penampang Pengertian penampang kompak, tak-kompak, dan langsing suatu komponen struktur yang memikul lentur, ditentukan oleh kelangsingan elemen-elemen tekannya yang ditentukan pada tabel 2.4. Untuk penampang yang digunakan dalam perencanaan struktur baja tahan gempa maka batas kelangsingannya ditentukan oleh tabel 2.5.
HERI AHMADI (15004095) RAVI OCTAVIANA (15004153)
II-21
LAPORAN TUGAS AKHIR
Penentuan Mn
Kompak ( λ ≤ λ p )
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
dengan kondisi batas Tekuk Torsi Lateral dengan Penampang
Kuat komponen struktur dalam memikul momen lentur tergantung dari panjang bentang antara dua pengekang lateral yang berdekatan, L. Batas-batas bentang pengekang lateral ditentukan dalam Tabel 2.6 Tabel 2.7. Bentang untuk pengekangan lateral (Sumber : SNI 03-1729-2002)
1. Kondisi plastis sempurna ( Lb ≤ L p ) M n = M p = Z x * f y ≤ 1.5 * M y
(II.28)
2. Kondisi tekuk Torsi-lateral inelastik ( L p < Lb < Lr ) L − Lp M n = Cb M p − ( M p − M r ) b L −L p r
≤ M p
(II.29)
Dimana: Cb =faktor pengali momen lentur nominal (bending coefficients)
Cb =
12,5M max 2,5M max + 3M 1/ 4 L + 4 M1/ 2 L + M 3/ 4 L
(II.30)
Keterangan : Mmax adalah momen maksimum dari bentang yang ditinjau M1/4L adalah momen pada 1/4 bentang yang ditinjau M1/2L adalah momen pada 1/2 bentang yang ditinjau HERI AHMADI (15004095) RAVI OCTAVIANA (15004153)
II-22
LAPORAN TUGAS AKHIR
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
M3/4L adalah momen pada 3/4 bentang yang ditinjau Nilai M n dibatasi tidak boleh lebih besar dari nilai M p yaitu harga momen lentur pada kondisi plastik sempurna tanpa mengalami tekuk lokal maupun torsi-lateral 3. Kondisi Tekuk Torsi Lateral Elastik ( Lb ≥ L p )
π
πE M n = Mcr = Cb EI y GJ + I y I w ≤ Mp L L 2
(II.31)
Geser Pada Balok Pelat badan yang memikul gaya geser perlu (Vu) harus memenuhi: Vu ≤ φVn
(II.32)
Keterangan: φ adalah faktor reduksi kuat geser, diambil 0,9 Vn adalah kuat geser nominal, dianggap disumbangkan hanya oleh pelat badan Kuat geser nominal Vn, ditentukan oleh kondisi batas leleh atau tekuk pada pelat badan. a. Leleh pada pelat badan (plastik sempurna) Jika perbandingan maksimum tinggi terhadap tebal panel h/tw, memenuhi: (II.33)
h k E ≤ 1,1 n tw f yw
Dengan : kn = 5 +
5
(a h )
(II.34)
2
Maka kuat geser nominal pelat badan harus dihitung sebagai berikut: Vn = 0,6 fyw Aw
(II.35)
a = jarak antar pelat pengaku lateral penampang fyw = tegangan leleh pelat badan Aw = luas kotor pelat badan b.
Tekuk inelastik pada pelat badan Jika kelangsingan pelat badan memenuhi hubungan:
HERI AHMADI (15004095) RAVI OCTAVIANA (15004153)
II-23
LAPORAN TUGAS AKHIR
1,1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
kn E h k E < < 1,37 n f yw t w f yw
(II.36)
Maka kuat geser nominal pelat badan harus dihitung sebagai berikut:
k E 1 Vn = 0,6 f yw . Aw 1,1 n f yw h tw
c.
(II.37)
Tekuk elastik pada pelat badan Jika kelangsingan pelat badan memenuhi hubungan: (II.38)
k E h ≥ 1,37 n tw f yw
Maka kuat geser nominal pelat badan harus dihitung sebagai berikut: Vn =
2.2.4
(II.39)
0,9 E.k n Aw h t w
2
Elemen yang Memikul Gaya Kombinasi.
Komponen struktur yang mengalami momen lentur dan gaya aksial harus direncanakan memenuhi ketentuan sebagai berikut: untuk
Nu ≥ 0,2 φn . N n
M uy Nu 8 M + ux + φN n 9 φM nx φM ny
untuk
≤ 1,0
(II.40)
Nu < 0,2 φN n
HERI AHMADI (15004095) RAVI OCTAVIANA (15004153)
II-24
LAPORAN TUGAS AKHIR
M ux M uy Nu + + 2φ n N n φ M nx φ M ny
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
≤ 1,0
(II.41)
Keterangan: Nu adalah gaya aksial (tarik atau tekan) terfaktor, N Nn adalah kuat nominal penampang, N Mux, Muy adalah momen lentur terfaktor terhadap sumbu-x dan sumbu-y, N-mm Mnx, Mny adalah kuat nominal lentur penampang terhadap sumbu-x dan sumbu-y, N-mm φn = 0,90 (leleh) tarik φn = 0,75 (fraktur) tarik φn = 0,85 tekan φb = 0,90 lentur Pada perencanaan kolom, besarnya kuat perlu lentur kolom pada persamaan II.39 dan II.40 dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: Mux = δbx Mntux + δsx Mltux
(II.42)
Muy = δby Mntuy + δsx Mltuy
(II.43)
Mnt dan Mlt dapat dihitung dengan melakukan superposisi terhadap perhitungan sruktur pada kondisi struktur tidak bergoyang dn kondisi struktur bergoyang, dimana Mnt adalah besarnya momen kolom akibat struktur tidak bergoyang dan Mlt adalah besarnya momen kolom akibat struktur bergoyang.
Faktor amplifikasi momen a.
Faktor amplifikasi momen akibat kelengkungan kolom yang tak bergoyang, δb Besarnya δb untuk masing-masing kolom pada persamaan II.41 dan II.42 dihitung sebagai berikut: (II.44) cm δb = ≥1 Nu 1 − N crb
dimana: Nu = gaya tekan terfaktor ultimit pada kolom tersebut. Ncrb = beban kritis euler dari kolom tersebut. dengan faktor panjang tekuk, k = 1.0, bukan beban kritis yang sebenarnya. cm = faktor modifikasi momen, memperhitungkan distribusi momen yang tak seragam sepanjang kolom, dapat digunakan nilai-nilai sebagai berikut: HERI AHMADI (15004095) RAVI OCTAVIANA (15004153)
II-25
LAPORAN TUGAS AKHIR
i.
b.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Kolom tak bergoyang tanpa beban transversal: cm = 0,6 – 0,4βm
(II.45)
βm = (Mkecil/ Mbesar) pada ujung-ujung kolom dengan harga:
(II.46)
(+) : kelengkungan ganda pada kolom. (-) : kelengkungan tunggal pada kolom. ii. Kolom tak bergoyang dengan beban transversal: cm = 1.0 : ujung-ujung sendi, dapat berotasi.
(II.47)
cm = 0.85 : ujung-ujung jepit, tidak berotasi.
(II.48)
Faktor amplifikasi momen akibat kelengkungan kolom yang bergoyang, δs Faktor amplifikasi momen akibat goyangan lantai, δs dapat dihitung melalui persamaan 2.65 atau 2.66 sebagai berikut: (II.49) 1 δs = ≥ 1.0 ∑ Nu ∆oh 1− ∑ H L atau
1
δs = 1−
∑N ∑N
≥ 1.0
(II.50)
u
crs
dimana: ∑Nu : jumlah gaya aksial tekan terfaktor akibatbeban gravitasi dari seluruh kolom pada satu tingkat struktur yang ditinjau. Ncrs : beban kritis elastik kolom pada arah lentur pada bidang goyangan, (L/r) dalam arah lentur. ∆oh : jumlah gaya horizontal lantai lantai dari tingkat yang ditinjau. ∑H : jumlah gaya horizontal yang menyebabkan goyangan sebesar ∆oh pada tingakt yang ditinjau. (∆oh/L) : indeks simpangan lantai, digunakan sebagai kriteria perencanaan bangunan.
2.2.5
Sambungan Baut
Sambungan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sebuah struktur baja. Sambungan berfungsi untuk menyalurkan gaya-gaya dalam (momen, lintang/geser, dan/atau aksial) antar komponen-komponen struktur yang disambung, sesuai dengan
HERI AHMADI (15004095) RAVI OCTAVIANA (15004153)
II-26
LAPORAN TUGAS AKHIR
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
perilaku struktur yang direncanakan. Keandalan sebuah struktur baja untuk bekerja dengan mekanisme yang direncanakan sangat tergantung oleh keandalan sambungan. Berdasarkan perilaku struktur yang direncanakan, sambungan dapat dibagi menjadi : 1. Sambungan kaku adalah sambungan yang memiliki kekakuan cukup untuk mempertahankan sudut-sudut di antara komponen-komponen struktur yang disambungkan. Hal ini disebabkan sambungan mampu memikul momen yang bekerja, sehingga deformasi titik kumpul tidak terlalu berpengaruh terhadap distribusi gaya dalam maupun terhadap deformasi keseluruhan struktur. 2. Sambungan semi-kaku adalah sambungan yang tidak memiliki kekakuan yang cukup untuk mempertahankan sudut-sudut antara komponen struktur yang disambung. Akan tetapi memiliki kapasitas yang cukup untuk memberikan kekangan yang dapat diukur terhadap besarnya perubahan sudut-sudut tersebut. 3. Sambungan sederhana adalah sambungan yang tidak memiliki kekakuan yang cukup untuk mempertahankan sudut-sudut di antara komponen struktur yang disambung. Ujung komponen struktur yang disambung dianggap tidak menahan kekangan sehingga dianggap bebas momen. Suatu sistem sambungan terdiri dari: a. komponen struktur yang disambung, dapat berupa balok, kolom, batang tarik, atau batang tekan. b. alat penyambung, dapat berupa pengencang, baut biasa, baut mutu tinggi, dan paku keling, atau sambungan las seperti als tumpul, las sudut, dan las pengisi. c. elemen penyambung, berupa pelat buhul atau pelat penyambung. Filosofi dasar perencanaan sambungan adalah suatu sistem sambungan harus direncanakan lebih kuat daripada komponen struktur yang disambungkan dan deformasi yang terjadi pada sambungan masih berada dalam batas kemampuan deformasi sambungan. Dengan demikian, keandalan struktur akan ditentukan oleh kekuatan elemen-elemennya.
2.2.5.1 Sambungan baut tipe tumpu Pada umumnya, sambungan baut pasti akan dilakukan analisis kuat tumpu baut yang terdiri minimal dari satu bidang geser atau dua bidang geser. Kuat geser baut secara umum diformulasikan dalam persamaan berikut ini.
Vnb = A b τ b
u
HERI AHMADI (15004095) RAVI OCTAVIANA (15004153)
(II.51)
II-27
LAPORAN TUGAS AKHIR
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
di mana: Ab = luas penampang baut dalam bidang gesernya τb = tegangan geser ultimate baut diambil sebesar 0,62 fub fub = tegangan putus baut Untuk sambungan baut dengan dua bidang geser, maka kuat nominal geser baut dikalikan oleh jumlah bidang gesernya. Perencanaan sambungan baut yang memikul gaya geser mensyaratkan bahwa kuat nominal sambungan direduksi sebesar 20% melalui persamaan di bawah ini.
V nb = 0,8 Ab (0,62 f b )m = 0,5.m. Ab f b u
u
(II.52)
di mana m adalah jumlah bidang geser dalam sistem sambungan tersebut.
2.2.5.2 Sambungan baut memikul gaya tarik Sambungan baut yang menyalurkan gaya dalam elemen struktur dengan mekanisme gaya tarik ditentukan terhadap tegangan putusnya. Kekuatan nominal baut untuk memikul beban terfaktor ditentukan oleh luas penampang bersih yang dikalikan dengan tegangan putus baut.
Tnb = An f b
u
(II.53)
di mana : An fub
= luas penampang bersih baut = tegangan putus baut
Luas penampang bersih baut adalah luas penampang terkecil pada bagian ulir (bagian sebelah dalam) yang dihitung sebesar 2 (II.54) π 0,9743 An = d b − 4 n di mana: db = diameter baut pada posisi tidak ada ulir n = jumlah ulir tiap mm panjang baut
HERI AHMADI (15004095) RAVI OCTAVIANA (15004153)
II-28
LAPORAN TUGAS AKHIR
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Nilai luas penampang bersih An pada persamaan di atas umumnya berkisar antara 0,75 sampai dengan 0,79 luas penampang kotor. Selanjutnya, kuat tarik nominal baut dihitung menurut persamaan u (II.55) T = 0,75 A f nb
b
b
2.2.5.3 Kuat rencana sambungan baut Sebuah sambungan baut yang memikul gaya terfaktor, Ru, harus direncanakan sedemikian rupa sehingga selalu terpenuhi hubungan: Ru ≤ φRn di mana: φ Rn
= faktor reduksi kuat sambungan baut = 0,75 = kuat nominal terkecil dari baut, pelat-pelat penyambung dan elemen-elemen yang disambung. Nilai kuat nominal Rn ditentukan sesuai dengan mekanisme transfer gaya-gaya dalam yang harus dipikul sistem sambungan.
2.2.5.4 Tata letak baut Tata letak baut sangat mempengaruhi kinerja sistem sambungan. Pengaturan ini dilakukan untuk mencegah kegagalan pada pelat dan untuk memudahkan pemasangan. akan tetapi, disarankan agar jarak antar baut tidak terlalu besar untuk mencegah pemborosan bahan yang disambung serta mengurangi variasi tegangan di antara baut dan mencegah korosi. a. Jarak minimum Jarak antar baut ditentukan lebih besar dari 3 kali diameter baut yang digunakan dan jarak baut paling pinggir ke tepi pelat penyambung harus lebih besar dari 1,5 kali diameter baut. b. Jarak maksimum Jarak antar baut ditentukan tidak boleh lebih besar dari 12 kali tebal pelat penyambung dan tidak boleh lebih besar dari 150 mm. c. Posisi sambungan Adakalanya profil baja yang tersedia di lapangan tidak cukup panjang untuk membentuk satu batang dalam rangkaian struktur. Untuk itu, dilakukan penyambungan dari dua atau lebih profil baja yang ada. Untuk melakukan penyambungan sebaiknya ditempatkan HERI AHMADI (15004095) RAVI OCTAVIANA (15004153)
II-29
LAPORAN TUGAS AKHIR
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
sambungan pada posisi di mana gaya dalam struktur adalah yang terkecil di sepanjang profil yang akan di sambung.
2.2.5.5 Pertemuan elemen struktur pada sambungan baut Komponen struktur yang menyalurkan gaya-gaya pada sambungan, sumbu netralnya harus direncanakan untuk bertemu pada suatu titik. Bila terdapat eksentrisitas pada sambungan, komponen struktur dan sambungannya harus dapat memikul momen yang diakibatkannya.
2.3
Perencanaan Sistem Bresing Konsentrik
Dalam peraturan perencanaan struktur baja untuk bangunan gedung ada beberapa tipe struktur yang digunakan. Beberapa di antaranya adalah : 1. 2. 3. 4. 5.
Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa (SRPMB) Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) Sistem Rangka Bresing Konsentrik Biasa (SRPMB) Sistem Rangka Bresing Konsentrik Khusus (SRPMK) Sistem Rangka Bresing Eksentrik (SRBE)
Dalam tugas akhir ini hanya ditinjau sistem rangka bresing kosentrik biasa dan khusus saja. Bressing atau Bracing merupakan elemen struktur penahan gaya lateral. Elemen ini berupa batang yang dipasang pada portal struktur. Karakteristik dari elemen ini adalah dominasi aksial yang terjadi ketika gaya lateral terjadi. Di mana pada saat gempa terjadi, gaya lateral yang diterima oleh struktur akan diteruskan pada elemen bresing ini sebagai gaya-gaya aksial. Beberapa tipe bressing konsentrik yang ada, diantaranya adalah tipe bresing konsentrik biasa (ordinary concentric braced frames) dan tipe konsentrik khusus (special concentric braced frames). Pada tugas akhir ini, tipe bresing yang digunakan adalah tipe X-Bressing Konsentrik atau X-CBF.
HERI AHMADI (15004095) RAVI OCTAVIANA (15004153)
II-30
LAPORAN TUGAS AKHIR
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.7.
Jenis-jenis struktur bresing konsentrik (Bruneau, Uang, and Whittaker, 1985)
Bresing yang digunakan harus kuat dalam menahan beban aksial yang diterimanya. Konsep batang bressing ketika menerima gempa dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 2.8.
2.3.1
Mekanisme deformasi pada bresing
Persyaratan Umum Rangka Bresing
Bresing yang digunakan sebagai komponen penahan gaya lateral harus memenuhi parameter berikut :
HERI AHMADI (15004095) RAVI OCTAVIANA (15004153)
II-31
LAPORAN TUGAS AKHIR
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Kelangsingan Jika batang elemen bressing mempunyai profil yang langsing maka akan mengurangi kekakuan bressing. Sehingga diupayakan agar elemen yang digunakan tidak menggunakan profil langsing. Analisis Tekuk Berdasarkan jenis elemen bressing yang mengalami gaya aksial, maka elemen bressing harus dicek terhadap tekuk. Mekanisme keruntuhan direncanakan terjadi pada elemen bressing dan pelat buhul sambungan bresing ke balok dan kolom. Pada saat terjadi gempa besar, diharapkan terjadi tekuk pada batang bresing (akibat beban aksial yang diterimanya) sehingga terjadi putaran sudut pada ujung bresing yang kemudian menyebabkan pelat buhul pada sambungan ujung bresing leleh (terjadi sendi plastis).
Gambar 2.9.Mekanisme plastisitas yang direncanakan
HERI AHMADI (15004095) RAVI OCTAVIANA (15004153)
II-32
LAPORAN TUGAS AKHIR
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.3.1.1 Spesifikasi kolom (SNI 03 – 1729 – 2002 butir 15.6.1) Untuk persyaratan kolom. Bila Nu / φ Nn > 0,4 (dominasi beban aksial), kolom untuk sistem rangka tahan gempa selain harus memenuhi persyaratan sesuai dengan standar ini, juga harus dibatasi pula oleh persyaratan sebagai berikut: 1) Gaya tekan aksial terfaktor kolom, tanpa adanya pengaruh momen-momen yang bekerja, ditetapkan berdasarkan kombinasi pembebanan persamaan (II.12); 2) Gaya tarik aksial terfaktor kolom, tanpa adanya pengaruh momen-momen yang bekerja, ditetapkan berdasarkan kombinasi pembebanan persamaan. (II.13); 3) Gaya aksial terfaktor yang ditetapkan pada Butir (1) dan (2) di atas tidak perlu melampaui salah satu dari kedua nilai berikut ini: Beban maksimum yang dipindahkan kepada kolom dengan (i) memperhitungkan 1,1 R y kali tahanan nominal balok atau bresing pada struktur bangunan yang merangka kepada kolom tersebut. (ii) Nilai batas yang ditentukan oleh kapasitas pondasi untuk memikul gaya angkat akibat momen guling.
2.3.1.2 Sambungan kolom (SNI 03 – 1729 – 2002 butir 15.6.2) Sambungan kolom harus mempunyai tahanan rencana minimum untuk memikul tahanan perlu yang ditentukan pada Butir 15.6.1. SNI 03-1729-2002. Sambungan yang menggunakan las sudut atau las tumpul penetrasi sebagian, tidak boleh berjarak kurang dari 1.200 mm dari sambungan balok-kekolom atau tidak boleh kurang dari setengah kali panjang bersih kolom dari sambungan balok-ke-kolom. Sambungan las kolom yang dibebani oleh gaya tarik neto akibat kombinasi beban (II.13) harus memenuhi kedua persyaratan berikut ini: 1)
2)
Sambungan las penetrasi sebagian harus mempunyai tahanan rencana minimum sebesar 200% dari tahanan perlu; Tahanan perlu minimum dari setiap pelat sayap adalah Ry fy Af ,dengan Ry adalah kuat leleh yang dapat terjadi fy dari bahan baja kolom dan A f adalah luas pelat sayap kolom yang terkecil pada sambungan yang ditinjau.
2.3.2
Persyaratan Khusus untuk Sistem Rangka Bresing Konsentrik Khusus (SRBKK) sesuai SNI 02-1729-2002 butir 15.11
SRBKK diharapkan dapat mengalami deformasi inelastis yang cukup besar akibat beban gempa rencana. SRBKK memiliki tingkat daktilitas yang lebih tinggi daripada tingkat daktilitas Sistem Rangka Bresing Konsentrik Biasa (SRBKB) mengingat penurunan
HERI AHMADI (15004095) RAVI OCTAVIANA (15004153)
II-33
LAPORAN TUGAS AKHIR
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
tahanannya yang lebih kecil pada saat terjadinya tekuk pada batang bresing tekan. SRBKK harus memenuhi persyaratan-persyaratan di bawah ini:
2.3.2.1 Batang bresing • •
•
Kelangsingan batang bresing harus memenuhi syarat kelangsingan Distribusi Beban Lateral: Pada bidang bresing, batang-batang bresing harus dipasang dengan arah selang-seling, sedemikian rupa sehingga pada masing-masing arah gaya lateral yang sejajar dengan bidang bresing, minimal 30% tapi tidak lebih dari 70% gaya horizontal total harus dipikul oleh batang bresing tarik, kecuali jika tahanan nominal tekan Nn untuk setiap bresing lebih besar daripada beban terfaktor N u sesuai dengan kombinasi pembebanan (II.12) dan (II.13). Bidang bresing adalah suatu bidang yang mengandung batang-batang bresing atau bidang-bidang paralel yang mengandung batang-batang bresing dengan jarak antar bidang-bidang tersebut tidak lebih dari 10% dimensi tapak bangunan tegak lurus bidang tersebut. Perbandingan Lebar terhadap Tebal: Perbandingan lebar terhadap tebal penampang batang bresing tekan yang diperkaku ataupun yang tidak diperkaku harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai batang tekan dan persyaratanpersyaratan berikut ini: 1) Batang bresing harus bersifat kompak (yaitu λ < λp ). Perbandingan lebar terhadap tebal untuk penampang siku tidak boleh lebih dari 135 /
fy ;
2.3.2.2 Sambungan batang bresing •
•
•
Tahanan Perlu: Tahanan perlu sambungan bresing (termasuk dalam hal ini sambungan-sambungan balok-ke-kolom yang merupakan bagian dari sistem bresing) harus diambil sebagai nilai terkecil dari hal-hal berikut: a) Tahanan nominal aksial tarik batang bresing yang ditetapkan sebesar Ry fy Ag ; b) Gaya maksimum, berdasarkan hasil analisis, yang dapat dipindahkan oleh sistem struktur ke batang bresing. Tahanan Tarik: Tahanan tarik rencana batang-batang bresing dan sambungannya, berdasarkan kuat tarik fraktur pada luas neto penampang efektif dan kuat geser fraktur yang ditetapkan pada Butir 10, minimal sama dengan tahanan perlu di atas. Tahanan Lentur: Pada bidang kritis di mana tekuk batang bresing akan terjadi maka tahanan lentur rencana sambungan harus ≥ 1,1 RyMp (tahanan lentur nominal yang diharapkan dari batang bresing terhadap sumbu tekuk kritisnya).
HERI AHMADI (15004095) RAVI OCTAVIANA (15004153)
II-34
LAPORAN TUGAS AKHIR
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pengecualian: Sambungan-sambungan batang bresing yang memenuhi persyaratan tahanan tarik, yang dapat mengakomodasi rotasi inelastis sehubungan dengan deformasi bresing pasca tekuk, dan yang mempunyai tahanan rencana minimal sama dengan Ag fcr (tahanan tekan nominal batang bresing), dapat •
digunakan. Pelat Buhul: Perencanaan pelat buhul harus memperhitungkan pengaruh tekuk.
2.3.2.3 Kolom pada konfigurasi sistem rangka bresing konsentrik khusus Kolom pada SRBKK harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: • Perbandingan Lebar terhadap Tebal: Perbandingan lebar terhadap tebal penampang kolom dalam tekan yang diberi pengaku ataupun yang tidak diberi pengaku, harus memenuhi persyaratan untuk batang bresing (yaitu λ < λp ). •
Penyambungan: Penyambungan kolom pada SRBKK juga harus direncanakan untuk mampu memikul minimal gaya geser nominal dari kolom terkecil yang disambung dan 50% tahanan lentur nominal penampang terkecil yang disambung. Penyambungan harus ditempatkan di daerah 1/3 tinggi bersih kolom yang di tengah.
2.3.3
Persyaratan Khusus untuk Sistem Rangka Bresing Konsentrik Biasa (SRBKB) sesuai SNI 03 – 1729 – 2002 butir 15.12
SRBKB diharapkan dapat mengalami deformasi inelastis secara terbatas apabila dibebani oleh gaya-gaya yang berasal dari beban gempa rencana. SRBKB harus memenuhi persyaratan berikut ini. • Beban aksial terfaktor pada batang bresing tidak boleh melebihi 0,8 φcNn. • Distribusi Beban Lateral: Pada bidang bresing, batang-batang bresing harus dipasang dengan arah selang-seling, sedemikian rupa sehingga pada masing-masing arah gaya lateral yang sejajar dengan bidang bresing, minimal 30% tapi tidak lebih dari 70% gaya horizontal total harus dipikul oleh batang bresing tarik, kecuali jika tahanan nominal tekan Nn untuk setiap batang bresing lebih besar daripada beban terfaktor Nu sesuai dengan kombinasi pembebanan (II.12) dan (II.13). Bidang bresing adalah suatu bidang yang mengandung batang-batang bresing atau bidang-bidang paralel yang mengandung batang-batang bresing di mana jarak antar bidang-bidang tersebut tidak lebih daripada 10% dari dimensi tapak bangunan tegak lurus bidang tersebut. • Perbandingan Lebar terhadap Tebal: Perbandingan lebar terhadap tebal penampang batang bresing tekan yang diperkaku ataupun yang tidak diperkaku harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai batang tekan dan persyaratanpersyaratan berikut ini:
HERI AHMADI (15004095) RAVI OCTAVIANA (15004153)
II-35
LAPORAN TUGAS AKHIR
1)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Batang bresing harus bersifat kompak atau tidak kompak, tetapi tidak langsing (λ<λ r). Perbandingan lebar terhadap tebal untuk penampang siku tidak boleh lebih dari 135 /
fy ;
2.3.3.1 Sambungan batang bresing •
•
•
Tahanan Perlu: Tahanan perlu sambungan bresing (termasuk dalam hal ini sambungan-sambungan balok-ke-kolom yang merupakan bagian dari sistem bresing) harus diambil sebagai nilai terkecil dari hal-hal berikut: a) Tahanan nominal aksial tarik batang bresing yang ditetapkan sebesar Ry fy Ag ; b) Gaya pada bresing akibat kombinasi pembebanan (II.12) dan (II.13), dan gaya pada batang bresing yang merupakan hasil dari kombinasi pembebanan (II.12) dan (II.13); c) Gaya maksimum, berdasarkan hasil analisis, yang dapat dipindahkan oleh sistem struktur ke batang bresing. Tahanan Tarik: Tahanan tarik rencana batang-batang bresing dan sambungannya, berdasarkan kuat tarik fraktur pada luas bersih penampang efektif dan kuat geser fraktur minimal sama dengan tahanan perlu di atas. Tahanan Lentur: Pada bidang kritis di mana tekuk batang bresing akan terjadi maka tahanan lentur rencana sambungan harus 1 ,1Ry Mp (tahanan lentur nominal yang diharapkan dari batang bresing terhadap sumbu tekuk kritisnya). Pengecualian: Sambungan-sambungan batang bresing yang memenuhi persyaratan tahanan tarik, yang dapat mengakomodasi rotasi inelastis sehubungan dengan deformasi bresing pasca tekuk, dan yang mempunyai tahanan rencana minimal sama dengan Ag fcr (tahanan tekan nominal batang bresing), dapat
•
digunakan. Pelat Buhul: Perencanaan pelat buhul harus memperhitungkan pengaruh tekuk.
HERI AHMADI (15004095) RAVI OCTAVIANA (15004153)
II-36