6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pelayanan Perawat 1. Defenisi Pelayanan Perawat Pelayanan adalah suatu perbuatan dimana seseorang atau sekelompok menawarkan pada kelompok /orang lain sesuatu yang pada dasrnya tidak berwujud danproduksinya berkaitan atau tidak berkaitan dengan fisik produk yang di kutipKottler 2000 dalam Triwibowo (2013). Sedangkan pelayanan keperawatan adalah pelayanan yang diberikan kepada pasien sehingga pasien dapat memperoleh kepuasan dan akhirnya dapat meningkatkan kepercayaan kepada Rumah Sakit (Tribowo,2013).
Pelayanan perawat merupakan elemen utama Rumah Sakit dan unit – unit kesehatan agar bias bertahan di area globalisasi.Adapun pelayanan kepada masyarakat tentunya telah ada suatu ketetepan tatalaksanya. Prosedur dan kewenangan sehingga penerima pelayanan puas dengan apa yang telah diterimanya.Pelayanan
keperawatan
adalah
pelayanan
keperawatan
professional yang memiliki mutu,kualitas,bersifat efektif,efesien sehingga memberikan kepuasan pada kebutuhan dan keinginan lebih dari yang memuaskan pelayanan atau masyarakat, maka akan di maka untuk memiliki kualitas kopetensi yang profesional dengan demekian kualitas kopetensi profesionalisme menjadi sesuatu aspek penting dan wajar dalam setiap transaksi.Apabila
Rumah
Sakit
tidak
memperhatikan
kualitas
pelayanannyamaka akan ditinggalkan oleh pelanggannya yang menyebabkan kerugian bagi semua pihak baik petugas,pengelola atau pemilik Rumah Sakitsehingga tidak mendapatkan pendapatannya. 6
7
Penggunaan atau pelanggan juga akan ikut dirugikan karena berkurang atau tidak mendapat layanan yang bermutu apalagi bagi masyarakat yang tidak merupakan harapan bagi setiap masyarakat ketika datang untuk melakukan konsultasi atas pemasalahan kesehatan yang sedang mereka rasakan ( Khairani,2011).Pengertian kualitas itu tidak sama bagi setiap orang, seperti halnya penilaian kecantikan yang bergantung pada cara pandang dan selera seseorang. Demikian pula halnya dengan kualitas, setiap orang pasti akan mempunyai pengertian yang berbeda dengan kualitas (Pohan, 2007).
Kualitas adalah suatu peryataan yang sudah lazim digunakan, baik oleh lingkungan kehidupan akademis ataupun dalam kehidupan sehari-hari. Walau maknanya secara umum dapat dirasakan dan dipahami oleh siapapun, kualitas sebagai suatu konsep atau pengertian, belum banyak dipahami orang dan kenyataannya pengertian kualitas itu sendiri tidak sama bagi orang. Setiap orang atau masyarakat akan mendefenisikan kualitas itu sesuai dengan pendapat dan kebutuhan yang mungkin berbeda dari orang lain (Pohan, 2007).
Gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa, menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang ditentukan atau tersirat. Produk atau pelayanan yang dimaksud adalah: nyaman dipergunakan, memuaskan pasien, sesuai harapan pasien, tersedia dan tepat waktu, dan murah.
2. Sudut Pandang Pelayanan Keperawatan Menurut Karunia (2011), berbagai sudut pandang mengenai definisi pelayanan
keperawatan
tersebut
diantaranya
yaitu
:Sudut
Pandang
Pasien (individu, keluarga dan masyarakat) menurut Meishenheimer 2001 dalam Karunia, 2011 menjelaskan bahwa pasien atau keluarga pasien
8
mendefinisikan kualitas sebagai adanya perawat atau tenaga kesehatan yang memberikan perawatan yang terampil dan kemampuan perawat dalam memberikan perawatan. Sedangkan Wijono 2000dalam Karunia, 2011 menjelaskan kualitas pelayanan berarti suatu empati, respek dan tanggap akan kebutuhannya, pelayanan harus sesuai dengan kebutuhan mereka, diberikan dengan cara yang ramah pada waktu mereka berkunjung.
Pada umumnya mereka ingin pelayanan yang mengurangi gejala secara efektif dan mencegah penyakit, sehingga pasien beserta keluarganya sehat dan dapat melaksanakan tugas mereka sehari - hari tanpa gangguan fisik. Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka dapat dikatakan bahwa kualitas pelayanan keperawatan didefinisikan oleh pasien (individu, keluarga, masyarakat) sebagai
pelaksanaan
pelayanan
keperawatan
yang
sesuai
dengan
kebutuhannya yang berlandaskan rasa empati, penghargaan, ketanggapan, dan keramahan dari perawat serta kemampuan perawat dalam memberikan pelayanan. Selain itu melalui pelayanan keperawatan tersebut, juga dapat menghasilkan peningkatan derajat kesehatan pasien.
Sudut Pandang Perawat dimana kualitas berdasarkan sudut pandang perawat sering diartikan dengan memberikan pelayanan keperawatan sesuai yang dibutuhkan pasien agar menjadi mandiri atau terbebas dari sakitnya (Meishenheimer, 2001 dalam Karunia 2011). Pendapat lainnya dikemukakan oleh Wijono 2000 dalam Karunia, 2011, bahwa kualitas pelayanan berarti bebas melakukan segala sesuatu secara profesional untuk meningkatkan derajat kesehatan pasien dan masyarakat sesuai dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang maju, kualitas pelayanan yang baik dan memenuhi standar yang baik.
9
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perawat sebagai tenaga profesional yang memberikan pelayanan keperawatan terhadap pasien mendefinisikan kualitas pelayanan keperawatannya sebagai kemampuan melakukan asuhan keperawatan
yang
profesional
terhadap
pasien
(individu,
keluarga,
masyarakat) dan sesuai standar keperawatan, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sudut Pandang Manajer Keperawatan dimana kualitas pelayanan difokuskan pada pengaturan staf, pasien dan masyarakat yang baik dengan menjalankan supervisi, manajemen keuangan dan logistik dengan baik serta alokasi sumber daya yang tepat (Wijono, 2000 dalam Karunia 2011).
Pelayanan keperawatan memerlukan manajemen yang baik sehingga manajer keperawatan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan dengan melaksanakan fungsi-fungsi manajemen dengan baik yang memfokuskan pada pengelolaan staf keperawatan dan pasien sebagai individu, keluarga dan masyarakat.Selain itu pengelolaan pun mencakup pada manajemen keuangan dan logistik.
Sudut Pandang Institusi Pelayanan menurut Meishenheimer 2001dalam Karunia, 2011 mengemukakan bahwa kualitas pelayanan diasumsikan sebagai kemampuan untuk bertahan, pertimbangan penting mencakup tipe dan kualitas stafnya untuk memberikan pelayanan, pertanggungjawaban intitusi terhadap perawatan terhadap pasien yang tidak sesuai, dan menganalisis dampak keuangan terhadap operasional institusi.
10
Sedangkan Wijono (2000 dalam Karunia, 2011) menjelaskan bahwa kualitas dapat berarti memiliki tenaga profesional yang bermutu dan cukup. Selain itu mengharapkan efisiensi dan kewajaran penyelenggaraan pelayanan, minimal tidak merugikan dipandang dari berbagai aspek seperti tidak adanya pemborosan tenaga, peralatan, biaya, waktu dan sebagainya.
Berdasarkan uraian di atas, maka definisi kualitas pelayanan keperawatan dari pandangan intitusi pelayanan yaitu terlaksananya efektifitas dan efisiensi pelayanan termasuk dalam hal ketenagaan, peralatan, biaya operasional, dan waktu pelayanan. Efektifitas dan efisiensi pelayanan tersebut didukung dengan peningkatan kualitas stafnya, selain itu rumah sakit pun dituntut untuk mempunyai
tanggung
jawab
terhadap
pelayanan
keperawatan
yang
menimbulkan dampak negatif pada pasien.
Sudut Pandang Organisasi Profesi menurut badan legislatif dan regulator sebagai pembuat kebijakan baik lokal maupun nasional lebih menekankan pada mendukung konsep kualitas pelayanan sambil menyimpan uang pada program yang spesifik. Dan selain itu juga menekankan pada institusi-institusi pelayanan keperawatan dan fasilitas pelayanan keperawatan. Badan akreditasi dan sertifikasi menyamakan kualitas dengan mempunyai seluruh persyaratan administrasi dan dokumentasi klinik yang lengkap pada periode waktu tertentu dan sesuai dengan standar pada level yang berlaku (Meishenheimer 2001 dalam Karunia, 2011).
Sertifikat mengindikasikan bahwa institusi pelayanan keperawatan tersebut telah sesuai standar minimum untuk menjamin keamanan pasien.Sedangkan akreditasi tidak hanya terbatas pada standar pendirian institusi tetapi juga
11
membuat standar sesuai undang-undang yang berlaku (Meishenheimer 2001 dalam Karunia, 2011).
3. Faktor – faktor yang mempengaruhi pelayanan keperawatan Menurut Supranto (2006), faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan adalah : a.
Reliability (kehandalan) Kemampuan untuk memberikan pelayanan secara akurat sesuai dengan yang dijanjikan.
b.
Responsiveness (cepat tanggap) Kemampuan untuk membantu konsumen menyediakan pelayanan dengan cepat sesuai dengan keinginan.
c.
Assurance (jaminan) Pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan atau assurance.
d.
Emphaty (empati) Karyawan harus memberikan perhatian secara individual kepada konsumen dan mengerti kebutuhan konsumen.
e.
Tangibles (kenyataan/berwujud) Penampilan fasilitas fisik, peralatan personal dan media komunikasi.
12
f.
Cost (biaya) perawatan yang mahal dan informasi yang terbatas yang dimiliki pasien dan keluarga tentang perawatan yang diterima dapat menjadi keluhan mereka.
g.
High Personal Contact (komunikasi Pemahaman penggunaan jasa tentang pelayanan yang akan diterimanya, dalam hal ini aspek komunikasi memegang peranan penting.
Selain itu menurut (Nursalam,2002) keberhasilan pelayanan kegiatan menjamin kualitas pelayanan keperawatan di pengaruhi oleh berbagai faktor yakni : 1.
Faktor pengetahuan Pengetahuan merupan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderan terhadap manisia umumnya di peroleh melalui mata dan telinga (Notodmojo,2003 )
Pengetahuan dapat di ukur dengan wawancara atau angket terhadap responden tentang isi materi yang d iukur.Dalam pengetahuan yang di ingin di ukur disesuaikan dengan tingkat pengetahuan kignitif (Notoadmijo,2003).
Pengetahuan tenaga perawat kepada kegiatan penjamin mutu pelayanan keperawatan merupankan kegiatan penilai,memantauatau mengatur pelayanan yang berorentasi pada pasien ( Nurachmah,2001 ).
13
2.
Faktor beban kerja Bekerja adalah suatu bentuk aktifitas yang bertujuan untuk mendapatkan kepuasan dan aktifitas ini melibatkan baik fisik maupun mental.Beban kerja merupakan suatu kondisiatau keadaan yang memberatkan pada pencapaian aktifitas untuk melakukan suata aktifitas.Beban kerja perawat yang tinggi serta beragam dengan tuntutan instusi kerja dalam pencapaian mutu
pelayanan
yang
di
harapkan.untuk
itu
perlu
adanya
pengorganisasaan kerja perawat yang tepat dan jelas.
3.
Faktor komunikasi Komunikasi adalah sesuatu untuk dapat menyusun dan mengahantar suatu pesan dengan cara yang mudah sehingga orang lain dapat mengerti dan menerima (Nursalam,2002).
Komunikasi dalam praktek keperawatan profesional merupakan unsure utama bagi perawat dalam melaksanakan pelayanan keperawatan untuk mencapai hasil yang optimal.
Adapunfaktor faktor yang mempengaruhi penerapan
komunikasi
terapeutik antara lain :Pendidikan, lamanya kerja, pengetahuan, sikap, kondisi psikologi.
B. Kepuasan Keluarga Pasien 1.
Defenisi Kepuasan Kepuasan pasien adalah suatu respon pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian yang dirasakan antara harapan sebelumnya dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya. Sedangkan pasien
14
adalah orang yang membeli atau menggunakan produknya atau orang yang berinteraksi setelah proses menghasilkan produk. Pada saat ini, masyarakat tidak puas terhadap keberadaan petugas kesehatan yang tidak professional yang tidak memberikan pelayanan karena masih ada keluhan akan perawat yang tidak ramah dan tidak acuh terhadap keluhan-keluhan pasien. Sehingga masyarakat menuntut apabila perawat dirumah sakit, pasien atau keluarganya ingin lebih sekedar suatu pengobatan atau perawatan yang tetap saja, tetapi ingin pengurusan asministrasi yang cepat dan tepat, tanpa mondar-mandir menembus resep dan lain-lain (Sitepu, 2011).
Kepuasan merupakan dasar dari konsep pemasaran dan dapat menjadi salah satu alat yang baik untuk memprediksi future purchase behavior.Kepuasan merupakan hal yang penting berkaitan dengan firm profitability dan repurchase probability. Perbedaan pengukuran kepuasan didasarkan pada berbagai faktor yang membandingkan expectation dan similar experiences (Sudibyo, 2010).
Menurut Sitepu (2011), ada beberapa faktor yang dapat dipertimbangkan oleh pasien dalam menilai suatu pelayanan, yaitu: ketepatan waktu, dapat dipercaya,
kemampuan
teknis,
diharapkan,
berkualitas
dan
harga
sepadan.Kepuasan juga berpotensi memberikan sejumlah manfaat spesifik Tjiptono (2012), di antaranya : a.
Berdampak positif terhadap loyalitas
b.
Berpotensi menjadi sumber pendapatan masa depan, terutama melalui pemebeliaan ulang, cross-selling, dan up-selling,
c.
Menekan biaya transaksi di masa depan, terutama biaya-biaya komunikasi pemasaran, penjualan, dan layanan
15
d.
Menekan volatilitas dan resiko berkenan dengan prediksi aliran kas masa depan,
e.
Meningkatkan toleransi harga, terutama kesediaan pasien untuk membayar harga premium dan pasien tidak mudah tergoda untuk beralih pemasok,
f.
Menumbuhkan rekomendasi gethok tular positif,
g.
Pasien cenderung lebih reseptif terhadap product-line extensions, brand extensions, dan new add-on services new add-on services new add-on services yang ditawarkan rumah sakit,
h.
Meningkatkan bargaining power relaltif rumah sakit terhadap jaringan pemasok, mitra bisnis, dan saluran distribusi.
Menurut penelitian Mc. Quitty et al 2000dalam Sudibyo (2010), masalah kepuasan pasien terdapat tiga hubungan yang penting, yakni: a.
Satisfaction adalah fungsi dari ekspektasi, persepsi atas kinerja dan diskonfirmasi atau ketidaksesuaian,
b.
Keinginan yang kuat untuk repurchase (pembelian ulang) adalah fungsi dari consumer satisfaction (kepuasan pasien),
c.
Choice adalah fungsi dari ekpektasi, dan intention (minat atau niat) untuk repurchase.
d.
Kepuasan pasien terhadap sebuah produk atau layanan merupakan sesuatu yang tidak mudah dirumuskan dan diukur skala tinggi rendahnya, untuk produk atau layanan dengan kualitas yang sama, dapat memberikan tingkat kepuasan yang berbeda bagi pasien yang berbeda (Sudibyo, 2010).
Menurut Buttle 1996 dalam Sudibyo2010, memberikan kritik terhadap model Seruqualyang dirangkum sebagai berikut:
16
a.
Seruqual lebih didasarkan pada paradigma diskonfirmasi dari pada paradigma perilaku dan tidak dilandasi pada teori ekonomika, statistika, dan psikologi yang baik.
b.
Tidak banyak bukti bahwa keluarga pasien menilai kualitas jasa berdasarkan persepsi dan harapan. Hal tersebut memegaskan bahwa harapan
ekspektasinya
sangat
tendensius
menimbulakan
social
desirability response bias. c.
Seruqual lebih fokus pada penyampaian jasa, bukan pada interaksi jasa.
d.
Dimensi Seruqual tidak universal, beberapa bidang jasa memiliki dimensi yang berbeda dan disarankan agar dilakukan modifikasi dan pengujian validitas pada pemakaian Seruqual pada industri yang berbeda.
Model Seruqual tidak mencerminkan spesifikasi khusus pemasaran jasa, dan model ini bersifat sangat generik yang pada akhirnya sulit mencerminkan variabel kebijakan dalam rangka operasionalisasi strategi yang dapat dimplementasikan secara terperinci.
2.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kepuasan pasien sangat bervariasi dan bersifat temporer, artinya kepuasan pada satu situasi tidak menjamin kepuasan pada situasi yang lain. Bahwa kepuasan pasien bergantung kepada kualitas produk atau layanan dan bagaimana hal tersebut dapat memenuhi atau sesuai dengan kebutuhan pasien (Sudibyo, 2010).
17
Lovelock (2004), mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan individu terhadap pelayanan kesehatan antara lain : 1.
Ketersediaan pelayanan (avaible) Suatu pelayanan kesehatan adalah pelayanan yang bermutu apabila pelayanan kesehatan tersebut tersedia di masyarakat.
2. Kewajaran pelayanan (appropriate) Suatu pelayanan kesehatan disebut bersifat wajar, dalam arti sesuai dengan kebutuhan masalah medis yang dihadapi.
3. Kesinambungan pelayanan (continue) Suatu pelayanan kesehatan adalah bermutu apabila pelayanan tersebut bersifat berkesinambungan,dalam arti tersedia setiap waktu dan ataupun pada setiap kebutuhan.
4. Penerimaan pelayanan (acceptable) Mutu pelayanan kesehatan harus diupayakan sehingga dapat diterima oleh pemakai jasa pelayanan.
5. Ketercapaian pelayanan (accesible) Suatu pelayanan kesehatan adalah bermutu, apabila pelayanan tersebut dapat dicapai oleh pemakai jasa pelayanan.
6. Keterjangkauan pelayanan (affordable) Pelayanan medis yang terlalu mahal tidak akan dapat dijangkau oleh pemakai jasa pelayanan, dan karenanya tidak akan memuaskan pasien. Sebagai jalan keluarnya, disarankanlah perlunya mengupayakan pelayanan
18
kesehatan yang sesuai dan terjangkau dengan kemampuan pemakai jasa pelayanan.
7.
Efisiensi pelayanan (efficient) Efisiensi pelayanan telah diketahui mempunyai hubungan yang erat dengan kemampuan pemakai jasa pelayanan. Dengan demikian untuk dapat menimbulkan kepuasan, perlulah diupayakan peningkatan efisiensi pelayanan.
8.
Efektifitas pelayanan (effectivity) Efektifitas pelayanan yang dimaksud disini adalah yang menunjuk pada kemampuan dalam menyembuhkan panyakit, yang apabila berhasil diwujudkan pasti akan memuaskan pasien.
9.
Mutu pelayanan kesehatan (quality) Terciptanya kualitas layanan tentunya akan menciptakan kepuasan terhadap pengguna layanan.
Sementara menurut Walgito 2000 dalam Sitepu (2011), dalam kepuasan individu mengorganisasikan dan menginterprestasikan stimulus mempunyai arti individu yang bersangkutan dimana stimulus merupakan salah satu faktor-faktor yang berperan dalam kepuasan yaitu:
Adanya objek yang diamati. Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indra atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar langsung mengenai alat indera (reseptor), dan dapat datang dari dalam langsung mengenai syaraf penerima (sensori) yang berkerja sebagai reseptor.
19
Alat
indera
ataureseptor.Merupakan
alat
untuk
menerima
stimulus.Disamping itu harus ada syaraf sensori sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat syaraf yaitu otak sebagai pusat kesadaran. Dan sebagai alat untuk mengagakan respon diperlukan syaraf sensori.
Adanya perhatian.Perhatian merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam suatu persepsi. Tanpa adanya perhatian tidak akan terbentuk persepsi.Beberapa kemungkinan respon pasien terhadap terjadinya hal-hal yang tidak memuaskan (Sudibyo, 2010) adalah: 1.
Tidak melakukan apa-apa, pasien yang tidak puas tidak melakukan komplain, tetapi mereka praktis tidak akan membeli atau menggunakan jasa rumah sakit yang bersangkutan lagi.
2.
Akan melakukan komplain, langsung kepada rumah sakit sehingga rumah sakit menyadari dan ada peluang memperbaiki.
3.
Tidak melakukan komplain, langsung kepada rumah sakit tetapi membicarakan kekesalannya kepada orang lain, atau bahkan media cetak maupun internet.
Semuanya memiliki konsekuensi yang harus ditanggung oleh rumah sakit, sehingga harus benar-benar dilakukan tindakan preventive agar hal ini tidak terjadi atau kalaupun terjadi dapat segera ditangani dengan baik.
20
3.
Dimensi Kepuasan Azwar (2008), dimensi kepuasan dapat dibedakan atas duamacam, yaitu : a.
Kepuasan yang mengacu hanya pada penerapan kode etik sertastandar pelayanan profesi Disini ukuran kepuasan pemakai jasa pelayanan kesehatan terbatashanya pada penerapan kode etik serta standar pelayanan profesisaja. Dalam hal ini mencakup penilaian terhadap kepuasan klien mengenai: hubungan dokter dengan klien (doctor-patienrelationship), kenyamanan pelayanan (amenities), kebebasan melakukan pilihan (choice), pengetahuan dan kompetensi teknis (scientific knowledge and techincal skill), efektifitas pelayanan(effectives) dan keamanan tindakan (safety)
b. Kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan pelayanan kesehatan. Disini ukuran kepuasan memakai jasa pelayanan kesehatan dikaitkan dengan penerapan semua persyaratan pelayanan kesehatan. Ukuran pelayanan kesehatan yang bermutu lebih bersifat luas, karena didalamnya tercakup penilaian terhadap kepuasan klien.
4.
Metode PengukuranKepuasan Menurut Kotler (2000), ada berbagai metode dalam pengukuran kepuasan yaitu: a. Sistem keluhan dan saran Pemberi pelayanan memberikan kepuasan pada pelanggan dengan cara menerima saran, keluhan dan masukan pelanggan mengenai produk atau jasa layanan. Jika penanganan keluhan, saran danmasukan ini baik dan cepat, maka pelanggan akan merasa puas, sebaliknya jika tidak maka
21
pelanggan akan kecewa. Contohnya dengan menggunakan formulir, kotak saran, kartu komentar, hotline grafis dengan nomor tertentu dan alamat email atauformulir elektronik pada web site.
b. Riset kepuasan pelanggan Model ini berusaha menggali tingkat kepuasan dengan survey kepada pelanggan mengenai jasa yang selama ini mereka gunakan. Jika lapangan yang sebenarnya mengenai sikap pelanggan terhadap sikap produk atau jasa yang digunakan. Dalam melakukan survey kepuasan pelanggan peneliti dapat melakukan pengukuran secara langsung dengan pertanyaan tertentu pada kuesioner yang diberikan pada responden atau dengan cara responden diberi pertanyaan yang dapat mengungkapkan besarnya pengharapan terhadap atribut jasa dibandingkan dengan apa yang dialami.
c. Ghost shopping Model yang ketiga mirip dengan marketing intellegence yaitupihak pemberi jasa mempelajari jasa dari pesaingnya dengan cara berpura-pura sebagai pembeli atau pengguna jasa dan melaporkan hal-hal yang berkaitan dengan cara melayani keluhan, kelemahan dan kekuatan produk jasa atau cara pesaing dalam menangani keluhan.
d. Analisa pelanggan yang hilang Yaitu melakukan analisa pelanggan-pelanggan tertentu yang berhenti mengunakan produk jasa dengan melakukan studi terhadap bekas pelanggan mereka.
22
C. Kerangka Konsep Variabel Independen Pelayanan Perawat
Variabel Dependen Tingkat Kepuasan Keluarga Pasien
Skema 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
D. Hipotesa Penelitian Ada Hubungan Hubungan Pelayanan Perawat Dengan Tingkat Kepuasan Keluarga Pasien Di Ruang ICU RS Harapan Pematang Siantar Tahun 2014”.