28
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Modal Insani (Human Capital) Dahulu pada umumnya, organisasi hanya menekankan pada pemeliharaan aset modal keuangan yang biasa kita kenal dengan sebutan tangible asset. Tetapi seiring dengan revolusi pengetahuan, para ahli mulai memperbincangkan tentang kemampuan akan modal dapat diukur, tumbuh, dan hilang apabila karyawan tersebut juga meninggalkan organisasi di mana mereka bekerja. Selanjutnya karyawan diperhitungkan sebagai aset bagi perusahaan dengan kategori intangible asset. Wright et al. (2001) yang dikutip Al Ma‟ani dan Jaradat (2010) menjelaskan bahwa cakupan intangible asset meliputi human capital, social capital, psychological capital dan organizational capital. Kemudian Mulyadi (2007) menggolongkan intangible asset dalam tiga kelompok, yaitu (1) modal insani (human capital), modal informasi, dan modal organisasi, (2) proses yang produktif dan cost effective, (3) customer capital. Elemen manusia menjadi pengaruh yang potensial bagi kesuksesan organisasi, pada kenyataannya sekarang organisasi yang ingin bersaing dan bertahan harus memperhatikan sumber daya manusianya sebagai penggerak keunggulan bersaing dalam berbisnis. Kemampuan modal insani dalam menerapkan ilmu dan pengetahuan ke dalam pekerjaan mereka yang menjadikan suatu perusahaan memiliki keunggulan dalam bersaing. Tangible asset akan mengalami proses penuaan begitu dimanfaatkan untuk menghasilkan suatu produk tetapi tidak demikian dengan modal insani. Satusatunya sumber daya yang memiliki kemampuan untuk belajar dan bertumbuh adalah sumber daya manusia. Oleh karena itu, melalui pemberdayaan karyawan, sumber daya manusia dapat dikembangkan secara penuh potensinya untuk memberikan kontribusi yang optimum dalam menghasilkan suatu produk. Modal insani menggambarkan kemampuan yang dibawa dan dibutuhkan setiap individu karyawan yang akan mengarah pada peningkatan nilai tambah ekonomi di seluruh area bisnis, dan dapat dikatakan sebagai investasi bagi organisasi.
29
Terdapat berbagai pengertian mengenai modal insani. Pada Tabel 2 berikut ini beberapa ahli menjelaskan mengenai pengertian modal insani yang dikutip oleh Al Ma‟ani dan Jaradat (2010). Tabel 2. Pengertian Modal Insani (Human Capital) Penulis Koulopowlos (1999) OECD (1999)
Fitz-enz (2000)
Reinhardt (2001)
Schultz et al. (2002)
Xu et al. (2002) Weatherly (2003)
Fernands et al. (2004)
Rauch et al. (2005) Al-Ali et al. (2006)
Yaseen (2007)
Pengertian Akumulasi nilai dari pengetahuan yang tersedia bagi organisasi. Modal insani meliputi pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi yang terkandung dalam individu karyawan dan terkait dengan aktivitas ekonomi mereka. Modal insani merupakan pengalaman, pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dimiliki oleh karyawan dan digunakan dalam proses produksi, yang dapat diukur oleh pelatihan dan pengembangan dan sistem insentif. Total tenaga kerja dan pengetahuan mereka mengenai pekerjaan yang terdiri dari elemen-elemen, seperti: kompetensi, keterampilan, sikap terhadap pekerjaan, jawaban yang tepat dan motivasi. Modal insani merupakan pengetahuan, keterampilan, kemampuan para karyawan dalam memberikan solusi bagi pelanggan. Modal insani meliputi pengetahuan, keterampilan, kemampuan dari karyawan. Kumulatif total dari pengalaman, posisi, pengetahuan dan kreativitas, energi, dan antusiasme yang diperlihatkan oleh orang untuk berinvestasi dalam bisnisnya. Pengetahuan yang dimiliki oleh organisasi dan tinggal dalam benak karyawan, dan pihak lain yang berada di luar organisasi. Yang termasuk dalam modal insani adalah pengalaman belajar dan keahlian yang dimiliki oleh karyawan. Keseluruhan pengalaman dan pengetahuan, kemampuan, antusiasme, kreativitas dan kualitas yang dimiliki para karyawan pada sebuah organisasi. Kombinasi dari pengetahuan, pembelajaran, kompetensi inti para karyawan dalam rangka mencapai tujuan, programprogram di organisasi dan tugas-tugas fungsional mereka.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa modal insani merupakan keterpaduan pengetahuan, pembelajaran, pengalaman, kompetensi inti, keterampilan, kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap karyawan yang ada dalam suatu organisasi atau perusahaan. Sehingga para kebanyakan ahli teori modal insani memfokuskan pada investasi dalam beberapa tipe pendidikan dan
30
pengembalian pada dampak investasi (return on investment) tersebut dari intangible asset pada modal insani. 2.2 Modal Insani, Produktivitas dan Laba Perusahaan 2.2.1 Produktivitas Produktivitas dapat dikatakan sebagai gejala dari prestasi karyawan, misalnya jika karyawan tersebut produktif maka dapat dikatakan karyawan tersebut berprestasi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hal tersebut berkaitan dengan pencapaian tujuan perusahaan,
yaitu
untuk
meningkatkan
produktivitas
kerja
guna
menjaga
kelangsungan hidupnya. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas karyawan, baik dari diri karyawan tersebut atau berasal dari lingkungan tempat kerjanya. Menurut Gomes (1995) beberapa faktor produktivitas antara lain: a) Pengetahuan (knowledge) Pengetahuan merupakan akumulasi hasil proses pendidikan baik yang bersifat formal maupun non formal yang memberikan kontribusi terhadap seseorang di dalam pemecahan masalah termasuk dalam melakukan dan menyelesaikan pekerjaan. b) Keterampilan (skill) Keterampilan merupakan kemampuan teknis mengenai bidang tertentu yang bersifat kekaryaan. c) Kemampuan (ability) Kemampuan terbentuk dari sejumlah kompetensi yang dimiliki oleh seorang karyawan. Pengetahuan dan keterampilan termasuk faktor pembentuk kemampuan. Jadi apabila seseorang mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang tinggi, diharapkan memiliki ability yang tinggi. d) Sikap dan perilaku (attitude and behavior) Sangat erat hubungan antara kebiasaan dan perilaku. Attitude merupakan suatu kebiasaan yang terpolakan. Jika kebiasaan yang terpolakan tersebut memiliki implikasi positif dalam hubungannya dengan perilaku kerja seseorang maka akan menguntungkan dalam artian apabila kebiasaan-
31
kebiasaan karyawan baik, maka hal tersebut dapat menjamin perilaku kerja yang baik. Dengan kondisi karyawan seperti ini, maka produktivitas dapat dipastikan dapat terwujud.
2.2.2 Produktivitas dan Modal Insani Salah satu faktor yang paling penting mempengaruhi produktivitas karyawan adalah modal insani. Mulyadi (2007) menyatakan bahwa sumber utama pemborosan dan rendahnya produktivitas adalah kualitas manusia. Oleh karena itu, jika perusahaan ingin mengurangi biaya dan/atau meningkatkan produktivitas secara signifikan, langkah-langkah strategik yang ditempuh oleh perusahaan perlu diarahkan pada peningkatan kualitas modal insani. Terdapat beberapa fakta tentang modal insani yang perlu dipahami oleh manajemen dalam usaha pelipatgandaan kinerja perusahaan, seperti yang diuraikan oleh Mulyadi (2007) berikut ini. 1. Modal insani adalah satu diantara beberapa aktiva perusahaan yang dapat berkembang. Hampir semua aktiva perusahaan, seperti gedung, mesin, peralatan mengalami depresiasi pada hari aktiva tersebut digunakan untuk menghasilkan suatu produk. Di lain pihak, modal insani yang merupakan suatu aktiva yang melekat dalam otak dan hati karyawan dapat dan harus bertumbuh jika suatu perusahaan menginginkan kemakmuran. Tugas manajer adalah menjadikan produktif pengetahuan yang dikuasai karyawan dan mengubah modal insani untuk menghasilkan value bagi customer. 2. Modal insani mudah dibawa pergi. Sumber daya manusia memiliki keterampilan dan pengetahuan yang melekat dalam dirinya. Dalam era teknologi informasi ini, pengetahuan merupakan alat produksi dominan untuk menghasilkan produk bagi customer. Karyawan yang memiliki modal insani yang tinggi dapat disamakan dengan sukarelawan. Mereka dapat menemukan peluang pekerjaan di berbagai perusahaan sehingga memiliki kesempatan untuk memilih di mana mereka akan bekerja. Seorang sukarelawan hanya akan memberikan komitmennya bila ia merasakan adanya ikatan emosional dengan suatu perusahaan. Modal insani yang dimiliki oleh karyawan sebagai “sukarelawan” menjadi lebih penting dengan
32
semakin meningkatnya karyawan berpindah ke perusahaan lain. Manajer tidak lagi cukup menggunakan kekuasaan yang dimilikinya untuk menjadikan suatu pekerjaan terlaksana melainkan mereka harus mencari cara lain untuk mendapatkan komitmen dari karyawan yang memiliki modal insani yang tinggi. 3. Modal insani dalam suatu perusahaan berhubungan langsung dengan persepsi customer terhadap perusahaan. Banyak perusahaan yang melakukan investasi ratusan juta untuk pelatihan para manajer dan eksekutif agar dapat berpikir startegik dan bertindak secara global. Sedangkan tidak sedikit pula perusahaan membiarkan pekerjaan-pekerjaan yang berhubungan langsung dengan customer diserahkan kepada karyawan baru, tidak terlatih, tidak memiliki komitmen dan bahkan tidak memiliki kompetensi untuk menjawab pertanyaan customer. Sebagai akibatnya, citra perusahaan di mata customer menjadi tidak baik. Kesan customer diperoleh pada waktu customer membeli produk dan melakukan pembayaran kepada karyawan di mana hal tersebut juga harus diimbangi dengan mutu produk yang dibeli oleh customer, pelayanan purna jual dan pelayanan lainnya. 4. Modal insani menarik sumber daya lain menjadi satu. Modal insani merupakan faktor penting dalam perusahaan. Investasi dalam pabrik, teknologi, produk baru, sistem distribusi, dan pemasaran hanya akan berfungsi jika mendapat sentuhan modal insani. Sebagai konsekuensinya manajer harus menciptakan, membangun, dan mempertahankan modal insani dalam unit kerjanya, karena hanya modal insani yang dapat menarik berbagai sumber daya lain untuk dimanfaatkan dalam menghasilkan value terbaik bagi customer. Tidak ada satu pun aktiva keuangan (financial asset) perusahaan yang memiliki kemampuan untuk menggabungkan berbagai sumber daya guna menghasilkan sinergi. Selain itu, tantangan perubahan yang cepat dalam lingkungan bisnis yang ditandai dengan era teknologi informasi, suatu pekerjaan berubah menjadi knowledge-based works, yaitu pengetahuan menjadi basis untuk melaksanakan pekerjaan. Pekerjaan menjadi kompleks, terintegrasi serta sarat akan ilmu dan pengetahuan. Knowledge workers menjadi dominan dalam memproduksi produk.
33
Akhirnya, knowledge workers tidak lagi dapat dengan mudah digantikan oleh karyawan lain. Berdasarkan hal tersebut, maka modal insani haruslah dikelola dengan baik.
2.2.3 Laba dan Modal Insani Laba merupakan indikasi kesuksesan dari suatu badan usaha. Walaupun tidak semua organisasi perusahaan menjadikan laba sebagai tujuan utamanya, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa pada organisasi non profit pun laba diperlukan untuk bertahan hidup. Bagi perusahaan yang bertujuan untuk memaksimalisasi laba, laba dapat menjamin eksistensi perusahaan baik dalam operasi maupun dalam kemampuan untuk memberikan deviden yang memuaskan kepada para pemegang saham. Modal insani adalah aset yang paling berharga dalam perusahaan khususnya intellectual capital-nya. Manusialah yang mengatur suatu perusahaan dan yang menyatakan nilai tambah. Dengan kata lain manusia khususnya kemampuannya, kebijaksanaannya, atau daya intelektualnya memiliki arti penting dan memiliki peranan yang sangat besar dalam mengelola suatu perusahaan. Dalam lingkungan bisnis yang kompetitif, kinerja perusahaan tidak hanya diukur dari kemampuan menghasilkan financial return, melainkan juga kemampuan melipatgandakannya dalam jangka panjang. Karena itu diperlukan pelipatgandaan kinerja
perusahaan
khususnya
kinerja
modal
insani.
Kemampuan
suatu
perusahaan/organisasi dalam mengembangkan dan menggunakan pengetahuan kolektif atau modal insani untuk mencapai tujuan organisasi merupakan hal yang sangat penting bagi kemampuannya untuk menghasilkan profit. Penelitian-penelitian sebelumnya yang menjelaskan adanya hubungan antara modal insani dan produktivitas dan laba organisasi ditunjukkan dalam Tabel 3.
34
Tabel 3. Penelitian-Penelitian Sebelumnya Mengenai Modal Insani, Produktivitas, dan Laba No. 1.
Penulis Chang et al. (2011)
Variabel Pertumbuhan produktivitas, efisiensi perubahan, progress teknikal, akumulasi modal informasi teknologi, akumulasi modal insani.
2.
Afrooz et al. (2010)
3.
Shape (2001)
Produktivitas tenaga kerja, modal insani, pekerja terdidik, pekerja terampil Modal insani, profit perusahaan.
Hasil Selama sebelas tahun periode (19932003) pertumbuhan produktivitas pada beberapa perusahaan akuntan publik di Taiwan dipengaruhi oleh efiesiensi pertumbuhan (0.2%), progress teknikal (6.3%), akum. modal teknologi informasi (30.2%), akum. modal insani (14.3%). Agar dapat meningkatkan penghasilannya, perusahaan akuntan publik dalam produktivitas tenaga kerjanya lebih ditekankan berinvestasi pada modal teknologi informasi dan modal insani. Pekerja terdidik dan terampil mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap produktivitas kerjanya. Terdapat hubungan yang positif antara peningkatan pengetahuan yang dimiliki oleh modal insani suatu perusahaan terhadap profit perusahaan.
2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Modal Insani Dalam teorinya, investasi pada modal insani dapat memberikan keunggulan bersaing perusahaan melalui peningkatan keterampilan karyawan yang dimilikinya dibandingkan dengan karyawan dari perusahaan pesaing. Pengetahuan, pelatihan, dan sekolah atau pendidikan formal merupakan faktor basis yang dapat meningkatkan kuliatas sumber daya manusia. Hawlett (2002) dalam penelitiannya mengenai integrasi konsep modal insani dalam produktivitas dan pertumbuhan yang mengacu pada konsep dari Theodore Schultz (1961), menyatakan bahwa investasi pada modal insani digolongkan dalam beberapa kategori antara lain: a. Sekolah dan pendidikan tinggi b. On the job training c. Migrasi d. Kesehatan e. Informasi ekonomi
35
Selanjutnya menurut Becker (1993) yang disitasi oleh Zula (2006) investasi pada modal insani dapat dilakukan melalui sekolah dan pendidikan formal, on the job training dan pengetahuan lainnya. On the job training tertuju pada peningkatan keterampilan selama karyawan berada dalam suatu organisasi/perusahaan. Keterampilan ini dapat dipindahkan (transferable) atau spesifik. Pelatihan ini difasilitasi oleh perusahaan dan dapat digunakan untuk meningkatkan output perusahaan dan pendapatan (income) karyawan. Becker membagi pelatihan ini menjadi dua, yaitu pelatihan umum dan khusus. Pelatihan umum merupakan pelatihan yang memberikan keterampilan yang dapat dialihkan. Pelatihan jenis ini jarang sekali dibiayai oleh perusahaan tetapi karyawan rela untuk mengeluarkan penghasilannya agar mendapatkan pelatihan ini dan dapat menuai hasilnya kelak. Secara umum, salah satu jenis on the job training ini memungkinkan produktivitas seorang karyawan meningkat baik bagi perusahaan yang menyediakan pelatihan tersebut atau perusahaan lain. Pelatihan khusus mengacu pada pelatihan yang diberikan oleh perusahaan dan keterampilannya
sangat
terbatas
untuk
dialihkan
dan
akan
meningkatkan
produktivitas dalam konteks tertentu. Misalnya, karyawan yang baru bekerja pada perusahaan diberikan orientasi mengenai budaya, kebijakan-kebijakan, prosedur, dan proses perusahaan agar karyawan tersebut lebih mengenal perusahaan tempat mereka bekerja. Pelatihan ini dikatakan khusus karena dengan karyawan memahami apa tujuan perusahaan maka karyawan tersebut akan bekerja sesuai tujuan perusahaan yang akhirnya akan meningkatkan produktivitas perusahaan yang memberikan pelatihan tersebut. Klasifikasi berikutnya adalah sekolah. Sekolah atau pendidikan ini dilakukan setelah karyawan menyelesaikan pekerjaan yang dilakukan pada suatu institusi untuk dapat meningkatkan satu atau beberapa keterampilan khusus. Misalnya, karyawan yang dalam posisi magang sebagai pengacara akan disekolahkan pada sekolah hukum. Kebanyakan program pelatihan akan dikembangkan dari on the job training ke lembaga formal karena biasanya industri melihat nilai dari pelatihan jauh sebelum
36
sekolah. Karyawan mengeluarkan biaya pada saat sekolah ini dengan harapan akan memperoleh manfaat dari return (pengembalian) berikutnya berupa upah yang lebih tinggi dari keterampilan khusus yang dimiliki. Menurut Becker (1993) seorang karyawan memiliki kemampuan untuk mendapatkan pengetahuan lain dari berbagai sumber. Seperti halnya on the job training dan sekolah, pengetahuan lain juga akan berpengaruh terhadap kenaikan upah karyawan. Dengan kata lain, pengetahuan apapun yang dimiliki seorang karyawan melebihi karyawan lainnya maka akan memberikan keunggulan bersaing.
2.4 Modal Insani dan Pengetahuan Suatu modal insani organisasi diyakini dapat memenuhi persyaratan sebuah aset strategis karena langka, bernilai, tidak dapat disubtitusikan, dan sulit untuk ditiru. Lebih lanjut Bohlander et al. (2001) menyatakan bahwa faktor manusia yang menjadi pusatnya organisasi, sekarang ini mengambil peranan lebih dalam lagi, yaitu sebagai pembentuk keunggulan bersaing suatu organisasi. Mereka menegaskan kembali bahwa fakta keberhasilan suatu organisasi tergantung pada organisasi mengetahui tentang pembentuk kualitas sumber daya manusia yang dimilikinya, yang meliputi pengetahuan (knowledge), keterampilan, dan kemampuan yang tertanam pada diri karyawan. Rothwell et al. (1998) yang disitasi oleh Zula (2006) menyatakan bahwa modal pengetahuan (knowledge capital) muncul sebagai sumber daya kompetitif bagi organisasi dan praktisi sumber daya manusia, fungsi sumber daya manusia menjadi peran kepemimpinan tunggal yang berpotensi dalam pengaturan organisasi saat ini dan pada masa yang akan datang. Secara signifikan, para praktisi sumber daya manusia harus menyadari kepentingan strategis terhadap pengakuan kunci utama manusia dan modal pengetahuan dalam menciptakan pelayanan teladan dan inovasi. Pada masa yang akan datang, praktik sumber daya manusia suatu organisasi akan tergantung pada kemampuan mereka dalam menyelaraskan modal manusia dan pengetahuan terhadap strategi bisnis utama. Manajemen sumber daya manusia
37
strategik adalah alokasi jangka panjang dan perencanaan modal manusia dan pengetahuan yang diselaraskan dengan strategi bisnis utama. Namun, Mulyadi (2007) menambahkan bahwa pengetahuan bukan merupakan sumber daya bisnis melainkan sumber daya sosial yang bersifat universal. Siapa saja dapat melakukan akses ke pengetahuan yang dibutuhkan melalui berbagai sarana (buku, perpustakaan, publikasi, internet). Faktor yang benar-benar menjadikan suatu organisasi berbeda dari perusahaan lain adalah terletak pada kemampuan modal insani dalam memanfaatkan pengetahuan. Oleh karena itu, faktor penentu daya saing jangka panjang organisasi terletak pada kemampuan sumber daya manusia dalam memanfaatkan pengetahuan yang mereka kuasai untuk memproduksi produk dan jasa yang menghasilkan value bagi customer. Rothwell et al. (1998) yang disitasi oleh Zula (2006) menyatakan bahwa modal pengetahuan merupakan sekumpulan nilai ekonomis dari tenaga kerja dalam suatu organisasi, yang mencakup memori institusional, talent pool, dan kreativitas karyawan. Memori institusional didefinisikan sebagai memori kolektif tenaga kerja tentang pengalaman masa lalu organisasi. Sedangkan talent pool merupakan ketersediaan tenaga kerja untuk memenuhi tantangan dan strategi organisasi saat ini dan di masa yang akan datang. Kreativitas adalah posisi tenaga kerja dalam organisasi untuk memecahkan masalah masa lalu, saat ini, dan masa depan. Tingginya permintaan dalam arena persaingan terhadap modal pengetahuan dan karyawan yang memiliki pengetahuan (knowledge worker) membawa konsekuensi baru bagi para praktisi sumber daya manusia, diantaranya kebutuhan akan pelatihan, pengembangan, dan pendidikan bagi karyawan (Zula 2006). Mengacu pada Rothwell et al. (1998) yang disitasi oleh Zula (2006), permintaan knowledge worker dan modal pengetahuan akan mengarah pada perubahan landscape pengembangan profesional sumber daya manusia. Para karyawan akan membutuhkan pendidikan dalam rangka mengahadapi arena persaingan, strategi bisnis, dan peran mereka dalam mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan. Di dalam perusahaan, pengetahuan dimanfaatkan oleh dua pihak berikut ini:
38
1. Karyawan, pengetahuan dimanfaatkan untuk memproduksi produk dan jasa yang menghasilkan value bagi customer sehingga pengetahuan menjadi produktif. 2. Manajemen, pengetahuan dimanfaatkan untuk melakukan pengelolaan organisasi sehingga pengetahuan menjadi berkinerja (Mulyadi 2007).
2.5 Modal Insani, Pendidikan dan Pelatihan Pada era perekonomian sekarang ini, berinvestasi pada modal insani sama pentingnya dengan berinvestasi pada properti. Salah satu perwujudan investasi pada modal insani adalah melalui pendidikan dan pelatihan karyawan. Pelatihan karyawan memberikan kontribusi perbaikan kinerja perusahaan dengan meningkatkan keterampilan karyawan yang akan tertuju pada produktivitas kerja (Bartel 1994). Lebih lanjut Mincer (1974) yang disitasi oleh Ming Au dan Altman (2007) mengatakan bahwa dengan berinvestasi dalam pendidikan dan pelatihan, seseorang akan mengembangkan modal insaninya, seperti keterampilan dan pengetahuan akan membawa mereka pada pekerjaan yang memiliki bayaran yang bagus.
2.5.1 Modal Insani dan Pendidikan Formal Pada masa sekarang ini kita dihadapkan dengan informasi yang berbasis ekonomi di mana teknologi dan metode produksi berubah secara cepat. Modal tak berwujud (intangible) dan pengetahuan menghasilkan nilai tambah yang paling baik dalam mengatasi perubahan tersebut dan karenanya pembentukan modal insani harus ditindaklanjuti seperti halnya pembentukan modal fisik (tangible). Pendidikan memainkan peran yang penting dalam pembentukan modal insani (Nadrag & Mitran 2011). Sikula (1981) yang disitasi oleh Samsudin (2006) berpendapat bahwa pendidikan jangka panjang merupakan bagian dari pengembangan seseorang seperti berikut ini, “development is a long term educational process utilizing a systematic and organized procedure by which managerial personnel learn conceptual and theoretical knowledge for general purpose.” Pendidikan berbeda dengan pelatihan karena pendidikan lebih bersifat filosofis dan teoritis. Pendidikan dan pelatihan
39
memiliki tujuan yang sama, yaitu pembelajaran. Dalam pembelajaran terdapat pemahaman secara implisit. Melalui pemahaman, karyawan dimungkinkan untuk menjadi inovator, pengambil inisiatif, pemecah masalah yang kreatif, dan menjadi karyawan yang efektif dan efisien dalam melakukan pekerjaan. Komponen pembentuk modal insani, yaitu latar belakang pendidikan merupakan kunci kualitas tenaga kerja. Denison (1962) yang disitasi oleh Hawlet (2002) menyatakan pendidikan memberikan kontribusi pada produktivitas pada dua muka. Pendidikan dapat meningkatkan kualitas dan kemampuan dari karyawan, lebih produktif dalam menggunakan pengetahuan yang dimilikinya. Meningkatkan pendidikan cenderung dapat meningkatkan tingkat pengembangan intelektual yang juga akan menambah pengetahuan yang sudah ada. Teori modal insani menekankan bagaimana pendidikan dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi pekerja melalui peningkatan level stok kognitif kemampuan manusia secara ekonomis yang mana merupakan suatu produk dari kemampuan bawaan dan investasi manusia. Ketentuan pendidikan formal dilihat sebagai investasi yang produktif pada modal manusia, dimana beberapa teori menyebutkan bahwa modal insani setara atau bahkan satu tingkat lebih tinggi dibandingkan dengan modal fisik (Olaniyan & Okemakinde 2008). Peningkatan modal insani pada individu akan tertuju pada besarnya output dan meningkatkan pendapatan seorang pekerja. Hal ini juga akan meningkatkan peluang pekerja di pasar tenaga kerja, dan memungkinkan mereka dalam memperoleh uang dan pengembalian dalam bentuk non-uang dan memberikan mereka peluang dalam mobilitas pekerjaan (Olaniyan & Okemakinde 2008). Kompensasi yang diterima oleh karyawan merupakan elemen penting yang menghubungkan antara pendapatan dan pendidikan. Jika seseorang mempunyai tingkat pendidikan yang lebih tinggi maka akan mendapatkan benefit (tunjangan) yang lebih tinggi dibandingkan yang memiliki tingkat pendidikan rendah. Psacharopoulos (1975), yang disitasi oleh Hawlett (2002), dalam analisis yang dilakukannya di Inggris dan Amerika Serikat menyatakan bahwa seseorang yang
40
memiliki pekerjaan jika didukung dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan meningkatkan tunjangan yang akan diterimanya. Penelitian-penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa dengan pendidikan atau sekolah formal yang dimiliki oleh seseorang akan mempengaruhi kualitas modal insani yang dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini. Tabel 4. Penelitian-penelitian Mengenai Pendidikan dan Modal Insani No. 1.
Penulis Odit et al. (2010)
Variabel Modal insani, pendidikan, pertumbuhan ekonomi
2.
Olaniyan & Pendidikan, modal insani Okemakinde (2008)
3.
Iqbal & (2011)
Waqas
Modal peningkatan dan gaji
4.
Vural & (2008)
Gulcan
Pendidikan, peningkatan pendapatan karyawan
insani, pendapatan
Hasil Pendidikan yang dimiliki oleh modal insani merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi. Investasi pada pendidikan mempunyai korelasi yang positif terhadap pertumbuhan dan pengembangan perekonomian. Terdapat hubungan yang positif antara modal insani dengan peningkatan pendapatan dan gaji seorang karyawan. Pendidikan menentukan pendapatan seorang individu. Dengan demikian, peluang pendidikan yang setara akan memberikan peluang yang besar pula pada pendapatan yang didapatkan oleh seorang individu.
2.5.2 Modal Insani dan Pelatihan Pada masa sekarang ini banyak perusahaan mengakui bahwa sumber daya manusia merupakan inti dari keunggulan bersaing perusahaan mereka. Para manajer perusahaan menganggap pada dasarnya suatu perusahaan memiliki peluang yang sama untuk mendapatkan informasi, pengetahuan, dan kemajuan teknologi, sehingga akhirnya
mereka
mengakui
bahwa
karyawan
yeang dimiliki
yang
akan
membedakannya dengan perusahaan lain. Oleh karena itu, kesuksesan suatu organisasi akhirnya tergantung dari tenaga kerjanya dan skill yang dimiliki oleh tenaga kerja tersebut (Buhler 1999). Pelatihan cenderung merupakan kunci utama dalam pengembangan modal insani. Pelatihan karyawan memberikan kontribusi pada ketersediaaan stok modal
41
ekonomi. Pelatihan juga sangat erat hubungannya dengan sebuah inovasi sehingga akan meningkatkan keterampilan dari karyawan. Oleh karena itu, pengembangan modal insani melalui pelatihan akan melengkapi inovasi tersebut (Choudhury & Mishra 2010). Hal yang penting dalam sebuah perusahaan adalah mensosialisasikan para karyawannya ke dalam budaya perusahaan agar mereka dapat menjadi karyawan yang produktif dan efektif, segera setelah memasuki dan menjadi anggota sistem sosial pada perusahaan. Suatu cara yang dapat digunakan oleh perusahaan adalah melalui program pelatihan dan pengembangan karyawan karena penempatan karyawan dalam pekerjaan secara langsung tidak menjamin mereka akan berhasil. Karyawan baru sering merasa tidak pasti tentang peranan dan tanggung jawab mereka. Oleh karena itu, permintaan pekerjaan dan kapabilitas karyawan haruslah seimbang melalui program orientasi dan pelatihan (Mangkuprawira 2004). Seperti yang sudah diutarakan sebelumnya, pendidikan berbeda dengan pelatihan karena pelatihan bersifat spesifik, praktis, dan segera. Spesifik berarti pelatihan berhubungan dengan bidang pekerjaan yang dilakukan, sedangkan praktis dan segera mengandung arti yang sudah dilatihkan dapat diprakikkan. Umumnya pelatihan dimaksudkan untuk memperbaiki penguasaan berbagai keterampilan kerja dalam waktu yang relatif singkat. Suatu pelatihan menyiapkan karyawan untuk melakukan pekerjaan yang dihadapi (Samsudin 2006). Mangkuprawira (2004) berpendapat bahwa pelatihan bagi karyawan merupakan sebuah proses mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar karyawan semakin terampil dan mampu melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik, sesuai dengan standar. Sehingga dengan kata lain, perusahaan memberikan pelatihan kepada karyawannya untuk menjembatani gap (kesenjangan) antara kompetensi karyawan yang dimiliki saat ini dengan kompetensi yang dibutuhkan perusahaan. Organisasi dapat menggunakan pelatihan sebagai alat strategik untuk mencapai tujuan organisasi dan karyawan. Hubungan antara pelatihan dan tujuan organisasi sangatlah jelas, tetapi terkadang menjadi “hilang” ketika program sudah
42
diimplementasikan dan disaat perusahaan menghadapi krisis. Pelatihan diartikan sebagai suatu kegiatan bukan sebagai suatu alat untuk mencapai strategi. Terdapat perbedaan antara pelatihan sebagai aktivitas (training for activity) dan pelatihan yang berdampak (training for impact), perbedaan ini dapat dilihat pada Tabel
5.
Pelatihan
yang
berdampak
membutuhkan
kehati-hatian
dalam
mengidentifikasi tujuan, evaluasi sistematis dari beberapa alternatif, evaluasi yang ketat untuk pencapaian (achievement) (Milkovich & Boudreau 1994). Tabel 5. Perbedaan Antara Pelatihan Sebagai Aktivitas dan Pelatihan yang Berdampak. Pelatihan sebagai aktivitas Tidak mempunyai klien Tidak terkait dengan kebutuhan bisnis Tidak ada penilaian terhadap keefektifan kinerja atau penyebabnya. Tidak ada upaya penyiapan lingkungan kerja untuk mendukung pelatihan. Tidak ada pengukuran terhadap hasil pelatihan.
Pelatihan yang berdampak Bermitra dengan klien Terkait dengan kebutuhan bisnis Terdapat penilaian terhadap keefektifan kinerja atau penyebabnya. Penyiapan lingkungan kerja untuk mendukung pelatihan. Terdapat pengukuran terhadap hasil pelatihan.
2.5.2.1 Metode Pelatihan Karyawan Terdapat dua metode utama dalam pelatihan, yaitu on the job training dan off the job training. Khusus bagi karyawan non manajerial banyak dilakukan pelatihan on the job training sedangkan off the job training lebih banyak diterapkan pada karyawan yang memiliki jabatan manajerial. a. On the job training Tipikal dari program on the job training menempatkan trainee pada situasi pekerjaan yang sebenarnya, di mana karyawan akan mendapatkan pengalaman kerja yang lebih nyata. Pelatihan ini memberikan kesempatan pada
karyawan
untuk
mempelajari
keterampilan
baru
dan
menyempurnakan keterampilan terdahulu. Pelatihan ini disediakan dan difasilitasi oleh perusahaan dalam rangka peningkatan output perusahaan dan meningkatkan income karyawan.
43
Teknik-teknik on the job training merupakan metode latihan yang paling banyak digunakan. Latihan dengan menggunakan metode ini dilakukan di tempat kerja. Karyawan dilatih tentang pekerjaan baru dengan supervisi langsung seorang pelatih yang berpengalaman. Metode latihan ini sangat ekonomis, karena tidak perlu membiayai para trainer dan trainee, tidak perlu menyediakan peralatan dan ruang khusus. Mangkuprawira (2004) menyebutkan yang termasuk dalam pelatihan ini, antara lain: a) Pelatihan instruksi pekerjaan, pada pelatihan ini ditentukan seseorang bertindak sebagai pelatih untuk menginstruksikan bagaimana melakukan pekerjaan tertentu dalam proses kerja; b) Rotasi pekerjaan merupakan program yang direncanakan secara formal dengan cara menugaskan karyawan pada beberapa pekerjaan yang berbeda dana dalam bagian yang berbeda dengan organisasi untuk menambah pengetahuan mengenai pekerjaan dalam organisasi; c) Magang pelatihan yang mengkombinasikan antara pelajaran di kelas dengan praktek di lapangan, yaitu setelah sejumlah teori diberikan kepada peserta, peserta dibawa praktek ke lapangan; dan d) Coaching merupakan bentuk pelatihan dan pengembangan yang dilakukan di tempat kerja oleh atasan dengan membimbing karyawan melakukan pekerjaan secara informal dan biasanya tidak terencana, misalnya cara melakukan pekerjaan, cara memecahkan masalah. b. Off the job training Pelatihan dengan menggunakan metode ini berarti karyawan, sebagai peserta diklat, ke luar sementara dari kegiatan atau pekerjaannya. Kemudian mengikuti pendidikan atau pelatihan, dengan menggunakan
44
teknik-teknik belajar mengajar seperti lazimnya. Mangkuprawira (2004) menyebutkan jenis dari pelatihan ini antara lain: a) Presentasi dan kuliah. Pada metode presentasi teknik yang digunakan adalah menyajikan informasi, yang bertujuan untuk memperkenalkan pengetahuan, sikap dan keterampilan baru bagi para peserta. Kuliah merupakan metode tradisional dengan kemampuan penyampaian informasi di mana peserta diasumsikan sebagai pihak yang pasif; b) Permainan peran dan pemodelan perilaku. Dalam metode ini, peserta pelatihan diminta untuk memainkan (memerankan) bagian-bagian dari berbagai karakter (watak) dalam suatu kasus. Peserta harus mengambil alih peranan dan sikap-sikap dari orang-orang yang ditokohkan tersebut; c) Studi kasus. Peserta pelatihan diberikan sebuah kasus yang harus dipelajari dan didiskusikan antarpeserta. Metode ini sangat cocok bagi manajer yang akan mengembangkan keterampilan dalam memecahkan masalah; d) Simulasi adalah suatu penentuan karakteristik atau perilaku tertentu dari dunia nyata sehingga para peserta pelatihan dapat merealisasikan seperti keadaan yang sebenarnya. Pelatihan simulasi terdiri dari dua bentuk. Pertama, simulator mekanik yang mereplikasikan ciri-ciri pokok dari situasi kerja. Kedua, simulasi
komputer
yang
berupa
permainan-permainan.
Pemain membuat keputusan, dan komputer menentukan hasil dalam
konteks
dari
kondisi-kondisi
yang
sudah
diprogramkan; e) Studi mandiri. Bahan-bahan instruksional yang terencana dengan hati-hati dapat digunakan untuk melatih dan mengembangkan para karyawan. Bahan-bahan pembelajaran yang terprogram merupakan bentuk lain dari studi mandiri.
45
biasanya bentuk itu merupakan program komputer atau booklet cetakan yang berisi berisi sebuah seri pertanyaanpertanyaan dan jawaban-jawaban; f) Pelatihan laboratorium. Pelatihan laboratorium dirancang untuk meningkatkan keterampilan antarpersonal. Para peserta mencari
cara
memperbaiki
keterampilan
hubungan
antarmanusia. Hal ini termasuk pembagian pengalaman dan pengujian perasaan, perilaku, persepsi, dan reaksi yang dihasilkan; dan g) Pembelajaran
aksi.
kelompok-kelompok
Pembelajaran kecil
yang
aksi
menempatkan
mencari
penyelesaian
pertmasalahan nyata yang dihadapi organisasi/perusahaan, dibantu oleh seorang fasilitator yang dapat berasal dari luar atau dari dalam perusahaan. Fokus kelompok diarahkan pada masalah yang menjadikan sebuah alat pembelajaran. Selanjutnya senada dengan Mangkuprawira (2004), Milkovich dan Boudreau (1994) berpendapat bahwa metode pelatihan dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu on the job training dan off the job training. Pada umumnya, pelatihan mengacu pada pekerjaan yang sedang dikerjakan oleh karyawan yang bersangkutan terutama bagi karyawan non manajerial. Pada kenyataannya, pelatihan yang bersifat on the job training lebih sering dilakukan daripada off the job training. Program pelatihan on the job training menempatkan para karyawan (trainee) pada situasi pekerjaan yang sebenarnya, di mana pekerja yang berpengalaman atau supervisor mendemonstrasikan pekerjaan dan penyelesaian pekerjaan tersebut. Bentuk dari on the job training ini adalah program magang (apprenticeship). Milkovich dan Boudreau (1994) mengatakan bahwa program pelatihan formal atau off the job training, lebih mendapat perhatian karena biaya yang langsung dan jelas akan dikeluarkan. Program pelatihan off the job training ini meliputi perkuliahan, program instruksi, simulasi, permaian bisnis, pembelajaran aksi dan pemodelan perilaku.
46
Program pelatihan yang diberikan pada karyawan pada dasarnya akan meningkatkan keterampilan dari karyawan yang bersangkutan sehingga akan meningkatkan kualitas modal insaninya. Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang membuktikan keterhubungan antara pelatihan yang diberikan karyawan dengan modal insani seperti yang diperlihatkan pada Tabel 6 berikut ini. Tabel 6. Penelitian-penelitian Mengenai Pelatihan dan Modal Insani No. 1.
Penulis Variabel Awang et al. Pelatihan, kompetensi, (2010) kinerja pekerjaaan, kualitas karyawan
2.
Ming Au & Altman (2007)
Pelatihan dan modal insani
Hasil Terdapat bukti empiris bahwa program pelatihan dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku kerja dari karyawan. Variabel yang berhubungan dengan pelatihan secara positif dan signifikan berhubungan dengan kinerja kerja karyawan kecuali kompetensi kognitif. Pelatihan berhubungan positif terhadap investasi pada modal insani. Karyawan yang memiliki keterampilan yang mencukupi akan berdampak positif terhadap modal insaninya.
2.6 Koperasi Ropke (1987) yang diacu oleh Tambunan (2009) mendefinisikan koperasi sebagai organisasi bisnis yang para pemilik atau anggotanya adalah juga pelanggan utama perusahaan tersebut. Sedangkan menurut Hanel (1989) yang diacu oleh Tambunan (2009) koperasi adalah organisasi otonom, yang berada di dalam lingkungan sosial ekonomi yang menguntungkan setiap anggota, pengurus, dan pemimpin merumuskan tujuan-tujuannya secara otonom dan mewujudkan tujuantujuan itu melalui kegiatan-kegiatan ekonomi yang dilaksanakan secara bersamasama. Menurut Partomo (2009) terdapat empat unsur yang menunjukkan ciri koperasi sebagai suatu bentuk organisasi, yaitu sebagai berikut: 1. Adanya sejumlah individu yang bersatu dalam suatu kelompok yang memiliki sekurang-kurangnya satu kepentingan. 2. Angan-angan individual dari kelompok koperasi antara lain bertekad mewujudkan tujuannya untuk memperbaiki situsi ekonomi dan sosial mereka
47
melalui usaha-usaha bersama dan saling membantu (swadaya dari kelompok koperasi). 3. Sebagai suatu instrumen (sarana) untuk mencapai tujuan itu, yaitu melalui pembentukan suatu perusahaan. 4. Adanya sasaran utama dari perusahaan koperasi ini, yaitu melaksanakan kegiatan-kegiatan yang menunjang/memperbaiki situasi ekonomi para anggotanya (memperbaiki situasi ekonomi perusahaan atau rumah tangga anggota). Kekhususan dalam organisasi koperasi ialah bahwa setiap fungsi manajemen harus selalu memperhatikan manfaatnya bagi anggota koperasi selaku pemilik dan sekaligus pelanggan yang berbeda dari nonkoperasi menunjang secara langsung melalui pengadaan barang dan jasa yang menurut jenis, harga serta syarat-syaratnya sesuai dengan kebutuhan-kebutuhannya (Partomo 2009). Perbedaan-perbedaan antara koperasi dan perusahaan nonkoperasi diantaranya seperti yang terlihat pada Tabel 7 berikut ini. Tabel 7. Perbedaan-perbedaan Antara Koperasi dan Perusahaan Konvensional Anggota Modal
Pemilik
Manfaat
Koperasi Keanggotaan terbuka untuk semua pemakai. Jumlahnya kecil tidak merupakan halangan bagi para anggota. Pemasukan modal sebanding dengan pemanfaatannya atas pelayanan koperasi. Pemakai adalah pemilik Berada pada anggota atas dasar yang adil dan sama.
Perusahaan Konvensional Terbuka untuk para penanam modal tertentu. Penanam modal diperoleh dari pembelian saham yang ditawarkan dengan harga pasar. Menambanh jumlah anggota sebanyak jumlah penanam modal sesuai yang diperlukan. Penanam modal adalah pemilik. Penanam modal sebanding dengan modal yang ditanamkan oleh tiap-tiap penanam modal. Anggota memperoleh manfaat Penanam modal memperoleh bagian laba sebanding atas jasa yang sebagai hasil dari modal yang diberikan baginya oleh koperasi. ditanamkannya. Tingkat bunga yang dibayarkan untuk modalnya terbatas.
2.7 Analisis Structural Equation Modeling (SEM)
48
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dalam proses analisis datanya. Penelitian kuantitatif ini bertujuan mengembangkan atau menggunakan teori-teori dan/atau hipotesis-hipotesis yang berkaitan dengan fenomena yang sedang diamati. Proses pengukuran adalah bagian yang sentral dalam penelitian kuantitatif karena hal ini memberikan hubungan yang fundamental antara pengamatan empiris dan ekspresi matematis dari hubungan-hubungan kuantitatif. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan Structural Equation Modeling (SEM) dengan menggunakan program AMOS 18. Pemodelan SEM adalah suatu metodologi statistik yang mengambil pendekatan
konfirmatori (yaitu,
pengujian hipotesis) untuk analisis struktural teori tentang fenomena tertentu. Biasanya, teori ini mewakili proses "sebab-akibat" yang menghasilkan pengamatan pada beberapa variabel (Bentler 1988 yang disitasi oleh Byrne 2010). Sedangkan Santoso (2011) mendefinisikan analisis SEM sebagai teknik statistik multivariat yang merupakan kombinasi antara analsis faktor dan analsis regresi (korelasi) yang bertujuan untuk menguji hubungan-hubungan antar variabel yang ada pada sebuah model, baik itu antarindikator dengan konstruknya ataupun hubungan antarkonstruk. Terdapat dua aspek penting dalam prosedur analisis SEM, yaitu (a) proses kausal yang terdapat dalam penelitian diwakili oleh serangkaian persamaan struktural (regresi)
dan
(b)
hubungan-hubungan
struktural
dapat
dimodelkan
untuk
mengaktifkan konseptualisasi yang lebih jelas tentang teori dalam suatu penelitian. Selanjutnya model yang telah dihipotesis dapat diuji statistik dalam analisis simultan dari sistem variabel keseluruhan untuk menentukan sejauh mana konsisten dengan data (Byrne 2010). Komponen-komponen yang digunakan dalam model umum SEM terdiri dari variable-variabel, antara lain: 1. Variabel laten dimana merupakan variabel kunci yang menjadi perhatian karena konsepnya yang abstrak. Variabel ini hanya bisa diamati secara tidak langsung). Variabel laten terdiri dari dua jenis yaitu: a). Laten eksogen: variabel bebas dengan symbol ξ; b). Laten endogen: variabel tidak bebas dengan symbol η.
49
2. Variabel teramati atau indikator. Merupakan variabel yang dapat diamati atau dapat diukur secara empiris. Notasi matematik untuk variabel teramati yang merupakan ukuran dari variabel eksogen (ξ) adalah X, sedangkan yang merupakan efek dari variabel laten endogen adalah Y.
2.7.1 Alat Analisis SEM Model SEM berisi dua jenis model, yaitu measurement model dan structural model maka alat analisis yang digunakan juga terkait dengan tujuan analisis kedua jenis model tersebut. Adapun analisis tersebut antara lain: 1. Confirmatory Factor Analysis (CFA) Analisis ini digunakan untuk menguji sebuah measurement model. Dengan analisis ini, akan diketahui apakah indikator-indikator yang ada memang benar dapat menjelaskan sebuah konstruk. 2. Multiple Regression Analysis Analisis ini digunakan untuk menguji apakah ada hubungan yang signifikan antara variabel-variabel eksogen (independent) dengan endogen (dependent) (Santoso 2011).