BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Efektivitas Istilah efektivitas dan efesiensi sangat penting artinya dalam pengendalian
internal. Pengendalian berorientasi pada usaha untuk menilai dan meningkatkan unsur efektivitas dan efesiensi dari setiap aktivitas dalam suatu organisasi. Efektifitas berasal dari bahasa inggris yaitu effective yang berarti berhasil, tepat atau manjur. Efektifitas menunjukkan taraf tercapainya suatu tujuan, suatu usaha dikatakan efektif jika usaha itu dapat mencapai tujuannya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005) pengertian efektifitas adalah sebagai berikut : “Efektifitas berasal dari kata efektif yang berarti mempunyai nilai efektif, pengaruh atau akibat, bisa diartikan sebagai kegiatan yang bisa memberikan hasil yang memuaskan, dapat dikatakan juga bahawa efektifitas merupakan keterkaitan antara tujuan dan hasil yang dinyatakan, dan menunjukkan derajat kesesuaian antara tujuan yang dinyatakan dengan hasil yang dicapai” Menurut Komaruddin (1994) mendefinisikan efektivitas sebagai berikut: “Efektivitas (Effectiveness) adalah suatu keadaan yang menunjukkan tingkatan keberhasilan atau kegagalan kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan yang ditetapkan lebih dulu.” Jadi efektivitas berhubungan dengan pencapaian tujuan yang telah didapat, efektivitas dapat dicapai dengan pelaksanaan suatu proses yang sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Apabila tujuan perusahaan tersebut dapat dicapai maka dapat disebut efektif. Efektivitas merupakan perbandingan antara target atau sesuatu yang hendak dicapai dengan realisasinya atau sesuatu yang telah terjadi berdasarkan kenyataan yang ada.
2.2
Pengendalian Internal Pengendalian internal diterapkan untuk mencapai tujuan organisasi dan
meminimalisir hal-hal yang terjadi di luar rencana, pengendalian internal juga meningkatkan efisiensi, mencegah terjadinya kerugian atas aktiva, mempertinggi tingkat keandalan data dalam laporan keuangan, dan mendorong untuk dipatuhinya hukum dan aturan yang telah ditetapkan. Pengendalian internal merupakan tindakan yang bersifat aktif, karena mencari tindakan perbaikan apabila terjadi hal-hal yang menyimpang dari apa yang telah ditetapkan.
2.2.1 Pengertian Pengendalian Internal Pengertian Pengendalian Intern menurut Arens dan Loebbecke (2008) adalah sebagai berikut: ‘Sistem pengendalian intern terdiri dari beberapa kebijaksanaan dan prosedur spesifikasi yang dirancang untuk memberikan manajemen kepastian yang wajar bahwa sasaran dan tujuan penting bagi perusahaan untuk dipenuhi. Kebijaksanaan dan prosedur ini sering kali disebut pengendalian dan secara kolektif disebut pengendalian internal perusahaan’. Pengertian Pengendalian Internal menurut Mulyadi dan purwadireja (1998) adalah sebagai berikut: “Pengendalian internal adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen, dan personel lain yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini: 1. Keandalan pelaporan keuangan 2. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku 3. Efektivitas dan efesiensi operasi.”
Konsep tersebut merumuskan pengendalian internal sebagai suatu proses yang dipengaruhi oleh orang-orang di dalamnya (direksi, manajemen dan personel lainnya), yang dirancang untuk memberikan keyakinan yang wajar (reasonable assurance) bahwa tujuan berikut ini akan tercapai: (1) dapat dipercayanya laporan keuangan (2) ketaatan pada undang-udang dan peraturan yang berlaku (3) efektivitas dan efesiensi operasi. Dari definisi pengendalian internal tersebut terdapat beberapa konsep dasar sebagai berikut: 1. Pengendalian internal merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan tertentu. Pengendalian internal merupakan suatu rangkaian yang bersifat persuasif dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan, bukan hanya sebagai tambahan tapi juga infrastruktur entitas. 2. Pengendalian internal dijalankan oleh orang dari setiap jenjang organisasi yang mencakup dewan komisaris, manajemen dan personel lain. Bukan hanya terdiri dari pedoman kebijakan dan formulir. 3. Pengendalian internal diharapkan mampu memberikan keyakinan yang memadai, bukan keyakinan mutlak. Bagi manajemen dan dewan komisaris, keterbatasan yang melekat dalam semua sistem pengendalian internal dan pertimbangan manfaat dan pengorbanan dalam mencapai tujuan pengendalian internal tidak dapat memberikan keyakinan mutlak. 4. Pengendalian internal ditujukan untuk mencapai tujuan yang saling berkaitan yaitu pelaporan keuangan, kepatuhan dan operasional. Pengendalian internal yang baik dapat menstandarisasi proses kerja sehingga menjamin tercapainya tujuan perusahaan dan mencegah atau mendeteksi terjadinya kesalahan.
2.2.2
Elemen-elemen Pengendalian Internal Setiap perusahaan memiliki karakteristik atau sifat khusus yang berbeda
karena perbedaan karakteristik tersebut. Pengendalian internal yang baik pada suatu perusahaan belum tentu baik pada perusahaan lainnya oleh sebab itu untuk menciptakan suatu pengendalian intern harus diperhatikan faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi tujuan perusahaan secara keseluruhan. Pengendalian internal yang baik harus memenuhi beberapa kriteria atau unsur. Komponen-komponen pengedalian internal menurut Agoes (2004) yaitu : 1. Lingkungan pengendalian. 2. Penaksiran risiko. 3. Aktivitas pengendalian. 4. Informasi dan komunikasi. 5. Pemantauan. Penjelasan unsur-unsur pengendalian internal tersebut adalah sebagai berikut: 1. Lingkungan pengendalian Mencerminkan sikap dan tindakan manajemen mengenai pengendalian internal perusahaan, yang dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut: a. Nilai etika dan kejujuran Adalah produk dari dasar etika dan perilaku entitas dan bagaimana standar tersebut dijalankan dalam praktek. Ini meliputi tindakan manajemen untuk mengurangi atau menghindarkan godaan yang dapat menyebabkan pegawai bekerja tidak jujur (mencegah terjadinya tindakan penyelewengan yang dilakukan oleh individu-individu dalam perusahaan). b. Komitmen terhadap kompetensi Setiap pegawai harus memiliki pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan tugasnya secara efektif. Komitmen terhadap kompetensi mencakup pertimbangan manajemen atas pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan, dan paduan antara kecerdasan,
pelatihan
dan
pengalaman
yang
dituntut
dalam
pengembangan kompetensi. c. Partisipasi Dewan Komisaris dan Komite Audit Dewan Komisaris adalah wakil pemegang saham dalam perusahaan berbadan hukum perseroan terbatas. Komite Audit dibebani tanggung jawab untuk mengawasi proses pelaporan keuangan dan ketaatan terhadap peraturan dan hukum yang berlaku.
d. Filosofi gaya manajemen dan operasi Filosofi adalah seperangkat keyakinan dasar yang menjadi parameter bagi perusahaan dan karyawannya. Filosofi merupakan apa yang seharusnya dikerjakan dan apa yang seharusnya tidak dikerjakan oleh perusahaan. Gaya operasi mencerminkan ide manajer tentang bagaimana operasi entitas harus dilaksanakan. e. Struktur organisasi Mencerminkan garis tanggung jawab dan menggambarkan pembagian kedudukan atau jabatan yang dapat diperjelas tingkat kepemimpinan dalam perusahaan. f. Pelimpahan wewenang dan tanggung jawab Pembagian wewenang dan pembebanan tanggung jawab merupakan perluasan lebih lanjut pengembangan struktur organisasi. g. Kebijakan dan pelatihan sumber daya manusia Kebijakan dan pelatihan sumber daya manusia berhubungan dengan proses penerimaan, penempatan, pelatihan, evaluasi, konseling, promosi, penggantian dan tindakan perbaikan. 2. Perkiraan Risiko Bertujuan untuk mengidentifikasi, menganalisa dan mengelola risiko yang berhubungan dengan persiapan laporan keuangan yang akan disajikan berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum.Risiko pengendalian dapat terjadi ditimbulkan dari hal-hal berikut: Perubahan dalam lingkungan operasi perusahaan, karyawan baru, sistem informasi baru, pertumbuhan yang pesat, teknologi baru, dan kegiatan yang baru.
3. Informasi dan komunikasi Kualitas pengendalian internal, termasuk sistem informasi akuntansi mempengaruhi kemampuan manajemen dalam membuat keputusan
pengelolaan dan pengendalian kegiatan perusahaan dan menyiapkan laporan keuangan yang layak. Komunikasi merupakan proses pemahaman peran individual dan pertanggungjawaban yang berhubungan dengan pengendalian internal terhadap laporan keuangan. Komunikasi biasanya dibuat berdasarkan pedoman kebijakan, pedoman akuntansi, pelaporan keuangan dan memorandum. Atau dapat juga dibuat secara lisan dan melalui tindakan yang dilakukan oleh manajemen. 4. Aktivitas pengendalian Aktivitas pengendalian terdiri dari kebijakan dan prosedur dan semua tindakan yang dilakukan manajemen untuk mengantisipasi semua risiko dalam upaya pencapaian tujuan dalam perusahaan. Kegiatan pengendalian dapat dikatagorikan dalam kebijakan dan prosedur sebagai berikut: a. Tinjauan ulang atas prestasi b. Pengendalian pengelolaan informasi c. Pengendalian fisik d. Pemisahan tugas 5. Pemantauan Suatu proses yang menguji dan merupakan kualitas pelaksanaan pengendalian internal termasuk menetapkan rancangan dan operasi pengendalian dalam dasar periode waktu dan mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan. Dari hasil pemantauan ini dapat diketahui kelemahan
dan
kelebihan
perusahaan,
sehingga
dapat
disusun
pengendalian internal yang baik. Elemen-elemen pengendalian yang tergabung dan berjalan dengan baik dapat meningkatkan efektivitas pengendalian internal minimal terdiri dari empat elemen utama yang berjalan sinergis-saling melengkapi dan saling mendukung. Mampu
meminimalisir
potensi
penggelapan,
penyelewengan lainnya hingga ke titik terendah.
pencurian
dan
bentuk
2.2.3
Tujuan Pengendalian Internal Pengendalian internal harus mencukupi untuk memberikan kepastian yang
meyakinkan adapun tujuan pengendalian internal menurut Arens dan James K.Loebbecke (2008) adalah sebagai berikut: 1. Reability of financial reporting. 2. Efficiency and effectiveness of operations. 3. Compliance with laws and regulations. Berdasarkan tujuan pengendalian internal tersebut maka penulis dapat menjelaskannya sebagai berikut: 1. Keandalan Laporan Keuangan Keandalan data pada laporan keuangan yang dihasilkan tepat waktu, akurat dan lengkap, data debitur terkumpul sesuai dengan prosedur sehingga informasi yang ada di dalamnya dapat membantu pengambilan keputusan bagi pihak manajemen. 2. Efektivitas dan Efesiensi Operasi Efektivitas dan efesiensi operasi perusahaan digunakan untuk mencapai target yang diinginkan perusahaan agar sesuai dengan apa yang telah direncanakan yang tercantum dalam perencanaan kredit guna bhakti perusahaan baik dalam mengelola sumber daya dan fasilitas sesuai kemampuan perusahaan sehingga tercapai efesiensi di dalam kredit guna bhakti. Terdapat standar kinerja dalam kegiatan perusahaan agar target pendapatan dari aktivitas kredit guna bhakti dapat digunakan sebagai alat pengendalian agar lebih efektif. 3. Kepatuhan Terhadap Hukum dan Peraturan Perusahaan harus patuh terhadap peraturan yang berlaku (laporan keuangan telah sesuai dengan PSAK) dan pegawai perusahaan harus patuh terhadap kebijakan yang telah ditetapkan agar kegiatan perusahaan dapat berjalan dengan baik sehingga dapat meminimalisir risiko yang akan terjadi.
2.2.4
Keterbatasan Pengendalian Internal Adanya suatu pengendalian internal di suatu perusahaan dimaksudkan
untuk menciptakan suatu alat yang dapat membantu tercapainya pelaksanaan usaha yang efektif dan efisien, serta untuk membatasi kemungkinan terjadinya pemborosan dan penyelewengan. Namun pengendalian internal tidak dapat mencegah secara total kekurangan atau pemborosan yang mungkin terjadi dalam suatu perusahaan. Keterbatasan bawaan yang melekat pada pengendalian internal menurut Mulyadi (2002) sebagai berikut: 1. Kesalahan dalam pertimbangan Seringkali,
manajemen
mempertimbangkan melaksanakan
tugas
dan
personil
keputusan rutin
bisnis
karena
lain yang
tidak
dapat diambil
salah
dalam
atau
dalam
memadainya
informasi,
keterbatasan waktu, atau tekanan lain. 2. Gangguan Gangguan dalam pengendalian yang telah ditetapkan dapat terjadi karena personil secara keliru memahami perintah atau membuat kesalahan karena kelalaian, tidak adanya perhatian, atau kelelahan. Perubahan yang bersifat sementara atau permanen dalam personil atau dalam system dan prosedur dapat pula mengakibatkan gangguan. 3. Kolusi Tindakan bersama beberapa individu untuk tujuan kejahatan disebut dengan kolusi (collusion). Kolusi dapat mengakibatkan bobolnya pengendalian internal yang dibangun untuk melindungi kekayaan entitas dan
tidak
terungkapnya
ketidakberesan
atau
tidak
terdeteksinya
kecurangan oleh pengendalian internal yang dirancang. 4. Pengabaian oleh manajemen Manajemen dapat mengabaikan kebijakan atau prosedur yang telah ditetapkan untuk tujuan yang tidak sah seperti keuntungan pribadi manajer, penyajian kondisi keuangan yang berlebihan, atau kepatuhan semu.
5. Biaya lawan manfaat Biaya yang diperlukan untuk mengoperasikan pengendalian internal tidak boleh melebihi manfaat yang diharapkan dari pengendalian internal tersebut. Karena pengukuran secara tepat baik biaya maupun manfaat biasanya tidak mungkin dilakukan, manajemen harus memperkirakan dan mempertimbangkan secara kuantitatif dan kualitatif dalam mengevaluasi biaya dan manfaat suatu pengendalian internal. Sistem Pengendalian Internal yang efektif tidak memberikan jaminan absolut akan tercapainya tujuan perusahaan. Secara sederhananya dapat dikatakan bahwa sistem pengendalian yang handal tidak bisa mengubah manajer yang buruk menjadi bagus. Akan tetapi Sistem Pengendalian Intern yang handal dan efektif dapat memberikan informasi yang tepat bagi manajer maupun dewan direksi yang bagus untuk mengambil keputusan maupun kebijakan yang tepat untuk pencapaian tujuan perusahaan yang lebih efektif pula.
2.2.5 Pedoman Sistem Pengendalian Intern Perbankan Sistem pengendalian pada proses pemberian kredit pada hakikatnya menginginkan agar sasaran kredit tercapai baik bagi bank maupun nasabahnya, serta untuk menghindari terjadinya kredit macet. Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No.05/22/DPNP yang berisi pedoman standar sistem pengendalian intern bagi bank umum. Penerapan sistem pengendalian intern dalam perbankan meliputi: 1. Pengawasan oleh manajemen dan kultur pengendalian a.
Dewan komisaris berperan secara aktif untuk memastikan adanya perbaikan terhadap permasalahan bank yang dapat mengurangi efektivitas pengendalian intern.
b.
Dewan komisaris melakukan kajian ulang terhadap evaluasi pelaksanaan pengendalian intern yang dibuat oleh auditor intern dan auditor ekstern.
c.
Memelihara struktur organisasi yang mencerminkan kewenangan, tanggung jawab dan hubungan pelaporan yang jelas.
d.
Memastikan bahwa kegiatan fungsi pengendalian intern telah dilaksanakan oleh pejabat dan pegawai yang memiliki pengalaman dan kemampuan yang memadai.
2. Identifikasi dan penilaian resiko Penilaian resiko merupakan suatu tindakan yang dilaksanakan oleh direksi dalam rangka identifikasi, analisis dan menilai resiko yang dihadapi bank untuk mencapai sasaran usaha yang ditetapkan. Resiko dapat timbul dan berubah sesuai dengan kondisi bank, antara lain: a. Perubahan kegiatan operasional bank b. Perubahan susunan personalia c. Perubahan sistem informasi d. Pertumbuhan yang cepat pada kegiatan usaha tertentu e. Perkembangan teknologi f. Perubahan dalam sistem akuntansi, dan hukum yang berlaku 3. Kegiatan pengendalian dan pemisahan fungsi Kegiatan pengendalian mencakup penetapan kebijakan dan prosedur pengendalian serta proses verifikasi lebih dini untuk memastikan bahwa kebijakan dan prosedur tersebut secara konsisten dipatuhi. Kegiatan pengendalian antara lain sebagai berikut: a. Kaji ulang kinerja operasional b. Kaji ulang manajemen c. Pengendalian sistem informasi d. Pengendalian aset fisik e. Dokumentasi f. Pemisahan fungsi 4. Sistem akuntansi, informasi dan komunikasi a.
Proses rekonsiliasi antara data akuntansi dan sistem informasi manajemen dilaksanakan secara berkala. Setiap penyimpangan segera diinvestigasi dan diatasi permasalahannya.
b. Sistem informasi harus menghasilkan laporan kegiatan usaha, kondisi keuangan, penerapan manajemen resiko.
c. Sistem informasi harus menyediakan data dan informasi yang relevan, akurat, tepat waktu, dapat diakses oleh pihak yang berkepentingan. d.
Sistem komunikasi harus mampu memberikan informasi kepada seluruh pihak, baik intern maupun ekstern.
e. Sistem pengendalian intern bank harus memastikan adanya saluran komunikasi yang efektif agar seluruh pejabat dan karyawan memahami dan memenuhi kebijakan dan prosedur yang berlaku. 5. Pemantauan dan tindakan koreksi atas penyimpangan a. Bank harus melakukan pemantauan secara terus menerus terhadap efektivitas keseluruhan pelaksanaan pengendalian intern. b. Bank
harus
memantau
dan
mengevaluasi
kecukupan
sistem
pengendalian intern berkaitan dengan adanya perubahan kondisi intern dan ekstern. c. Bank harus menyelenggarakan audit intern yang efektif dan menyeluruh terhadap sistem pengendalian intern.
2.3 Pengertian Kredit Kasmir (2002) menyatakan kredit memiliki dimensi yang beraneka-ragam, dimulai dari arti kata “kredit” yang berasal dari bahasa Yunani “credere”yang berarti kepercayaan atau dalam bahasa latin “creditum” yang berartikepercayaan akan kebenaran. Dasar seseorang untuk memperoleh kredit adalah kepercayaan, dalam praktik sehari-hari pengertian ini selanjutnya berkembang lebih luas lagi antara lain : kredit adalah kemampuan untuk melaksanakan suatupembelian atau mengadakan suatu pinjaman dengan suatu janji pembayaran yang akan dilakukan ditangguhkan pada suatu jangka waktu yang disepakati. Menurut Suyatno et al. (2007) kredit memiliki pengertian dalam arti ekonomi yaitu : “Penundaan pembayaran dari prestasi yang diberikan sekarang baik dalam bentuk barang, uang maupun jasa. Faktor waktu merupakan factor utama yang memisahkan prestasi dan kontraprestasi”. Menurut Kent dalam Suyatno et al. (2007) mengatakan bahwa :
“Kredit adalah hakuntuk menerima pembayaran atau kewajiban untuk melakukan pembayaran pada waktu diminta atau pada waktu yang akan datang, karena penyerahan barangbarang sekarang”. Berdasarkan Undang-Undang No 10 tahun 1998 tentang perubahan atas UU No 7 tahun 1992 tentang perbankan, yang dimaksud dengan kredit adalah : “Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan pesetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antar bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”. Beberapa pengertian di atas menunjukkan bahwa pemberian kredit merupakan pemberian kepercayaan, dalam hal ini dari pihak bank kepada calon debitur dalam jangka waktu dan syarat-syarat yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Kesepakatan ini tertuang dalam perjanjian kredit. Kasmir (2002) merumuskan unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian suatu fasilitas kredit sebagai berikut : 1. Kepercayaan Yaitu keyakinan dari pemberi kredit, bahwa prestasi yang diberikan baik dalam bentuk uang, barang atau jasa akan benar benar diterimanya kembali dalam jangka waktu yang telah disepakati di masa yang akan datang. 2. Kesepakatan Hal-hal yang dituangkan dalam perjanjian dimana masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajiban masingmasing. 3
Jangka Waktu Yaitu suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima di masa yang akan datang.
4. Tingkat risiko Merupakan akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima dikemudian hari. Semakin lama jangka waktu kredit yang diberikan,semakin tinggi pula
tingkat risikonya, karena terdapat unsur ketidakpastianyang tidak dapat diperhitungkan. 5. Balas jasa Yaitu keuntungan atas pemberian suatu kredit atau jasa yang kita kenal dengan nama bunga. Balas jasa dalam bentuk bunga dan biaya administrasi kredit ini merupakan keuntungan bank.
2.3.1 Tujuan dan Fungsi Kredit Tujuan utama pemberian suatu kredit (Kasmir, 2002) adalah sebagai berikut : 1. Mencari keuntungan Keuntungan pemberian kredit tersebut terutama dalam bentuk bunga yang diterima oleh suatu lembaga keuangan sebagai balas jasa dan biaya administrasi kredityang dibebankan kepada nasabah. 2.
Membantu usaha nasabah Tujuan lainnya adalah untuk membantu usaha nasabah yang memerlukan dana, baik dana untuk investasi maupun dana untuk modal kerja.
3. Membantu pemerintah Pemerintah mengharapkan dengan semakin banyak kredit yang disalurkan oleh lembaga keuangan, maka akan membawa pengaruh yang baik, mengingat semakin banyak kredit berarti adanya peningkatan pembangunan di berbagai sektor. Menurut Sinungan (2000) tujuan dalam pemberian kredit adalah sebagai berikut : a. Profitability Yaitu tujuan untuk memperoleh hasil dari kredit berupa keuntungan dari pemungutan bunga.
b. Safety Yaitu keamanan dari prestasi atau fasilitas yang diberikan harus benarbenar terjamin sehingga tujuan profitability dapat benar-benar tercapai tanpa hambatan-hambatan. Suyatno et al. (2007) menambahkan, dengan mengacu pada Pancasila sebagai dasar dan falsafah Negara, bahwa tujuan kredit tidak semata-mata untuk mencari keuntungan melainkan disesuaikan dengan tujuan negara, yaitu mencapai masyarakat adil dan makmur. Secara terinci dapat dikatakan tujuan kredit yang diberikan suatu bank, khususnya bank pemerintah yang akan mengembangkan tugas sebagai agent of development adalah : a. Turut menyukseskan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan. b. Meningkatkan aktivitas perusahaan agar dapat menjalankan fungsinya guna menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat. c. Memperoleh laba agar kelangsungan hidup perusahaan terjamin dan dapat memperluas usahanya. Fungsi kredit dewasa ini pada dasarnya adalah pemenuhan jasa untuk melayani kebutuhan masyarakat dalam rangka mendorong dan melancarkan perdagangan, produksi, jasa-jasa dan bahkan konsumsi yang kesemuanya itu pada akhirnya ditujukan untuk menaikkan taraf hidup rakyat banyak. Menurut Kasmir (2002) fungsi kredit adalah sebagai berikut : a. Meningkatkan daya guna uang Jika uang hanya disimpan saja tidak akan menghasilkan sesuatu yang berguna.pemberian kredit diharapkan akan menyebabkan uang tersebut menjadi berguna untuk menghasilkan barang atau jasa oleh penerima kredit. b. Meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang Uang yang diberikan atau disalurkan akan beredar dari suatu wilayah ke wilayah lainnya sehingga suatu daerah yang kekurangan dana dengan memperoleh kredit maka daerah tersebut akan memperoleh tambahan uang dari daerah lainnya.
c. Meningkatkan daya guna barang Kredit yang diberikan oleh lembaga keuangan akan dapat digunakan oleh debitur untuk mengolah barang yang tidak berguna menjadi berguna atau bermanfaat. d. Meningkatkan peredaran barang Kredit dapat pula menambah atau memperlancar arus barang dari suatu wilayah ke wilayah lainnya, sehingga jumlah barang yang beredar dari satu wilayah ke wilayah lainnya bertambah atau kredit dapat pula meningkatkan jumlah barang yang beredar. e. Alat stabilitas ekonomi Kredit dikatakan sebagai alat stabilisasi ekonomi karena dengan kredit yang diberikan dapat meningkatkan kesempatan berusaha di segala bidang kehidupan sehingga akan meningkatkan stabilitas ekonomi. f. Meningkatkan kegairahan berusaha Pemberian kredit tentunya akan dapat meningkatkan kegairahan berusaha, terutama jika nasabah yang memang ingin merintis suatu usaha yang modal usahanya tidak mencukupi. g. Meningkatkan pemerataan pendapatan Semakin banyak kredit yang disalurkan maka akan semakin baik, terutama dalam meningkatkan pendapatan. Contohnya bila kredit diberikan untuk membangun pabrik, maka pabrik tersebut membutuhkan tenaga kerja sehingga dapat mengurangi jumlah pengangguran. Menurut Firdaus dan Ariyanti (2003) bahwa kredit berfungsi sebagai berikut : a. Kredit dapat memajukan arus tukar menukar barang-barang dan jasa-jasa. b. Kredit dapat mengaktifkan alat pembayaran yang idle. c. Kredit dapat menciptakan alat pembayaran yang baru. d. Kredit sebagai alat pengendalian harga. e. Kredit dapat mengaktifkan dan meningkatkan manfaat/ kegunaan potensipotensi ekonomi yang ada.
Suyatno et al. (2007) menyebutkan bahwa dalam kehidupan perekonomian dan perdagangan kredit memiliki fungsi antara lain : a. Kredit dapat meningkatkan daya guna uang. b. Kredit dapat meningkatkan peredaran lalu lintas uang. c. Kredit dapat meningkatkan daya guna dan peredaran barang. d. Kredit sebagai salah satu alat stabilitas ekonomi. e. Kredit dapat meningkatkan kegairahan berusaha. f. Kredit dapat meningkatkan pemerataan pendapatan. g. Kredit sebagai alat untuk meningkatkan hubungan internasional.
2.3.2 Jenis-jenis kredit Kredit
dapat
dikategorikan
ke
dalam
beberapa
kelompok
berdasarkantujuannya, jangka waktu, jaminan, dan penggunaannya (Suyatno et al. 2007): 1. Kredit berdasarkan tujuannya a. Kredit konsumtif Merupakan kredit yang bertujuan untuk memperlancar proses konsumsi, seperti pembelian rumah, kendaraan atau biaya rumah tangga. b. Kredit produktif Yaitu kredit yang diberikan dengan tujuan untuk memperlancar proses produksi. c. Kredit perdagangan yaitu kredit yang diberikan dengan tujuan untuk membeli barangbarang yang kemudian dijual kembali. Kredit ini digolongkan lagi ke dalam kredit perdagangan dalam negeri dan luar negeri. 2. Kredit berdasarkan jangka waktunya Menurut Undang-Undang No 14/1967 tentang Pokok-pokok Perbankan adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang. Kredit jenis ini terdiri dari :
a. Kredit jangka pendek (short term loan), yaitu kredit dengan jangka waktu maksimum 1 tahun. Kredit ini dapat berbentuk kredit rekening koran, kredit penjualan, kredit pembeli, kredit wesel dan kredit eksploitasi. b. Kredit jangka menengah (medium term loan), yaitu kredit yang berjangka
waktu antara 1 sampai 3 tahun.
c. Kredit jangka panjang (long term loan) yaitu kredit yang berjangka waktu lebih dari 3 tahun. 3. Kredit berdasarkan jaminan a. Kredit tanpa jaminan (unsecured loan). Dalam Surat Keputusan Direksi BI No.23/69/KEP/DIR bertanggal 28 Februari 1991 tentang Jaminan Pemberian Kredit, Pasal 2 telah diatur ketentuan bahwa bank tidak diperkenankan memberikan kredit kepada siapapun tanpa jaminan pemberian kredit sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 b. Adapun yang dimaksud dengan jaminan pemberian kredit pada pasal tersebut adalah keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan. Jaminan pemberian kredit diperoleh bank melalui penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha debitur. b. Kredit dengan agunan Sebagaimana yang diatur dalam Surat Keputusan Direksi BI No 23/69/KEP/DIR tentang jaminan pemberian kredit pada pasal 1 c tentang jaminan pemberian kredit,yang dimaksud dengan jaminan adalah jaminan material, surat berharga,garansi risiko yang disediakan oleh debitur untuk menanggung pembayaran kembali suatu kredit apabila debitur tidak dapat melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan. Pada Pasal 3, disebutkan bahwa agunan dapat berupa barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan dan barang lain, surat berharga atau garansi risiko yang ditambahkan sebagai agunan tambahan.
4. Kredit berdasarkan penggunaan. a. Kredit eksploitasi, yaitu kredit berjangka waktu pendek yang diberikan kepada suatu perusahaan untuk membiayai kebutuhan akan modal kerja perusahaan sehingga dapat berjalan dengan lancar. Kredit ini biasa disebut kredit modal kerja. Tujuan kredit ini adalah untuk meningkatkan produksi secara kuantitatf maupun kualitatif. b. Kredit investasi, adalah kredit jangka menengah atau jangka panjang yang diberikan bank kepada perusahaan untuk melakukan investasi atau penanaman modal. Ketentuan-ketentuan pokok mengenai kredit investasi selalu disesuaikan dengan program pemerintah untuk mendorong kegiatan usaha dengan kesempatan kerja yang besar atau usaha padat tenaga.
2.3.3 Faktor Penilaian Kredit Mengingat adanya risiko yang selalu timbul dalam penyaluran kredit, maka sebelum kredit diberikan bank harus mengetahui segala sesuatu tentang kemampuan dan kemauan nasabah debiturnya untuk mengembalikan dana yang telah diberikan. Terdapat beberapa faktor yang dapat digunakan sebagai dasar penilaian atau analisis dalam penilaian permohonan kredit. Menurut Sutojo (1997), terdapat enam faktor yang berpengaruh, yaitu : 1.
Wewenang untuk meminjam (competence to borrow) Kredit yang ditarik oleh pihak yang secara hukum tidak memiliki
kewenangan untuk meminjam dapat menjadi bibit kredit bermasalah, karena itu pada tahap analisis kredit bank harus mendapat kepastian mengenai siapa dalam organisasi perusahaan debitur yang secara hukum mempunyai wewenang untuk dan atas nama perusahaan menerima dan mempergunakan kredit. Kepastian tentang siapa yang berwenang secara hukum untuk meminjam dana dalam kredit korporasi dapat diperiksa dalam akte pendirian (dan akte perubahannya), serta anggaran dasar dan anggaran rumah tangga perusahaan.
Dalam kasus kredit perorangan, bank wajib meneliti apakah ada ketentuan yang membatasi wewenang calon debitur untuk meminjam dana dari pihak ketiga. Salah satu hal yang dapat membatasi wewenang seseorang untuk meminjam adalah status perwalian. Calon debitur yang berada dalam status perwalian secara hukum tidak diperkenankan meminjam dana tanpa persetujuan tertulis dari walinya. 2.
Watak calon debitur (character) Watak merupakan salah satu kriteria yang sulit dianalisis. Dalam batas
waktu tertentu watak dan kebiasaan buruk dapat disembunyikan, sehingga tidak nampak dari luar. Jalan yang ditempuh seorang analis kredit untuk memperoleh kesan tentang kejujuran calon debitur adalah mengumpulkan komentar dari nara sumber yang mengenal mereka termasuk kreditur lama (bank, lembaga keuangan, pemasok barang dagangan), pelanggan dan rekan bisnis. 3.
Kemampuan menciptakan sumber dana (capacity to create income) Perusahaan baru dapat dinyatakan beroperasi secara sehat, apabila mampu
membayar bunga dan kredit yang dipinjam dari hasil penjualan produk. Kemampuan peusahaan menghimpun dana yang cukup dari hasil penjualan produk, akan diperngaruhi oleh berbagai macam faktor, antara lain : a. Kualifikasi manajemen perusahaan b. Kedudukan produk dalam persaingan di pasar c. Jumlah hasil penjuaan yang dapat dicapai setiap masa tertentu d. Kemampuan perusahaan menekan harga pokok produk dan biaya operasional lainnya e. Kemampuan perusahaan mencegah berbagai kebocoran dana Untuk mendapat gambaran tentang kemampuan perusahaan menciptakan dana pembayaran bunga dan pinjaan, para analis kredit akan menyusun proyeksi arus kas (the projected cash flow statement) selama masa berlakunya kredit. 4.
Kondisi harta operasional perusahaan (capital) Kondisi dimana usaha yang dijalankan calon debitur dananya bersumber
dari modal sendiri. Harta operasional perusahaan yang berupa peralatan maupun sumber daya manusia haruslah dalam jumlah yang cukup memadai dan
mendukung kemajuan usaha. Mendapatkan gambaran yang jelas tentang kondisi harta operasional perusahaan, analis kredit harus meninjau perusahaan, memeriksa keadaan fisik berupa bangunan, fasilitas produksi
yang ada, cara perawatan
fasilitas produksi tersebut serta meneliti sumber dana pengadaannya. 5.
Jenis dan nilai jaminan (collateral) Fungsi utama jaminan adalah memperkecil jumlah kerugian yang diderita
bank, bila debitur tidak memenuhi kewajibannya. Jaminan kredit dapat berupa harta fisik (tanah, gedung, mesin, peralatan, kendaraan, persediaan bahan, dan sebagainya),jaminan pembayaran oleh pihak ketiga (misalnya para pemegang saham perusahaan, perusahaan induk, bank) maupun dalam bentuk gadai saham. Bila debitur tidak mampu atau tidak mau membayar kembali kredit, maka harta fisik yang dijaminkan atau saham yang digadaikan akan disita dan dijual lelang untuk melunasi kredit. 6.
Perkembangan ekonomi dan sektor usaha (condition ofeconomy) Perkembangan ekonomi dunia pada umumnya dan ekonomi negara pada
khususnya membawa dampak positif atau negatif pada hasil operasi bisnis perusahaan, yang selanjutnya akan mempengaruhi kemampuan mereka dalam memenuhi kewajiban keuangan kepada pihak ketiga. Kehidupan bisnis perusahaan juga dipengaruhi oleh perkembangan situasi persaingan produk mereka di pasar. Pengaruh perkembangan persaingan di pasar akan lebih besar dampaknya pada operasi perusahaan kelas menengah dan kecil. Berbagai peraturan pemerintah di bidang ekonomi, moneter dan perdagangan akan berdampak pada situasi kehidupan bisnis perusahaan dan pemasaran produk.
2.3.4
Pengawasan Kredit Muljono (2001) menyatakan bahwa pengawasan kredit merupakan salah
satu fungsi manajemen dalam usahanya untuk penjagaan dan pengamanan daam pengelolaan kekayaan bank dalam bentuk perkreditan yang lebih baik dan efisien, guna menghindarkan terjadinya penyimpangan-penyimpangan dengan cara mendorong dipatuhinya kebijaksanaan-kebijaksanaan perkreditan yang telah ditetapkan serta mengusahakan penyusunan administrasi perkreditan yang benar.
Tujuan dari diadakannya pengawasan kredit itu sendiri adalah sebagai berikut : a. Agar penjagaan atau pengawasan dalam pengelolaan kekayaan bank di bidang perkreditan dapat dilakukan dengan lebih baik. b. Untuk memastikan ketelitian dan kebenaran data administrasi di bidang perkreditan serta penyusunan dokumentasi perkreditan yang lebih baik. c.
Untuk memajukan efisiensi dibidang pengelolaan dan tata laksana usaha di bidang perkreditan dan mendorong tercapainya rencana yang ada.
d. Untuk memajukan agar kebijaksanaan yang telah ditetapkan sepert tersebut di atas manual perkreditan, surat-surat edaran dapat dipatuhi dan dilaksanakan dengan baik.
2.3.5
Kebijakan Perkreditan Bank
2.3.5.1 Prinsip Kehati-hatian dalam Undang-Undang Perbankan Prinsip kehati-hatian (prudent banking principle) adalah suatu asas atau prinsip yang menyatakan bahwa bank menjalankan fungsi atau kegiatan usahanya wajib bersikap hati-hati (prudent) dalam rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan padanya (Mulyadi, 2002). Hal ini disebutkan dalam pasal 2 UU No. 10 tahun 1998 sebagai perubahan UU No.7 tahun 1992 tentang perbankan, bahwa perbankan Indonesia dalam melaksanakan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Kebijakan Perkreditan Bank (KPB) dalam prinsip kehati-hatian perkreditan (Tawaf, 1999), berkaitan dengan: 1. Kebijakan pokok perkreditan. a. Prosedur kredit yang sehat. b. Kredit yang mendapat perhatian khusus. c. Perlakuan kredit yang plafon dering. d.Prosedur penyelesaian kredit bermasalah, pengahapus buku, dan pelaporan kredit macet.
e. Tata cara penyelesaian barang agunan kredit 2. Kebijakan bank dalam pemberian kredit pada pihak terkait. a. Batasan jumlah maksimum kredit yang diberikan. b. Tata cara penyediaan kredit. c. Persyaratan kredit. d. Kebijakan pemenuhan ketentuan perkreditan. 3. Pemecahan kredit yang perlu dihindari bank. 4. Tata cara penilaian kualitas kredit, hasil penilaian kolektibilitas kredit telah sesuai dengan ketentuan BI.
2.3.5.2 Organisasi Manajemen Perkreditan Hal-hal yang berkaitan dengan Kebijakan Perkreditan Bank (KPB) organisasi dan manajemen perkreditan (Tawaf, 1999) adalah sebagai berikut: 1. Organisasi dan manajemen perkreditan harus menjabarkan wewenang dan tanggung jawab perangkat organisasi dan setiap pejabat bank yang terkait dalam perkreditan. 2. Dewan komisaris dan direksi setiap bank wajib memiliki Komite Kebijakan Perkreditan Bank (KKP) dan Komite Kredit (KK).
2.3.5.3 Kebijakan Persetujuan Kredit Hal-hal yang berkaitan dengan Kebijakan Perkreditan Bank (KPB) persetujuan kredit menurut Tawaf (1999) adalah sebagai berikut: 1. Konsep hubungan total permohonan kredit, persetujuan kredit didasarkan atas penilaian seluruh kredit dari permohonan kredit yang telah diberikan. 2. Penetapan batas wewenang persetujuan kredit, harus dituangkan secara tertulis melalui keputusan direksi yang memuat jumlah kredit dan pejabat kredit yang ditunjuk. 3. Proses persetujuan kredit, sekurang-kurangnya mencakup: a. Permohonan tertulis dan dokumen lengkap b. Analisi kredit yang lengkap dan obyektif
c. Rekomendasi persetujuan kredit yang sesuai dengan analisis. d.Pemberian persetujuan kredit dengan memperhatikan analisis dan rekomendasi. 4. Perjanjian kredit harus tertulis dalam bentuk dan format yang ditetapkan masing-masing bank. Perjanjian kredit berisi syarat kredit, jumlah kredit, jangka waktu, dan tata cara pembayaran. 5. Persetujuan kredit diberikan apabila semua syarat kredit telah dipenuhi.
2.4
Prosedur Pemberian Kredit
2.4.1. Permohonan Kredit Permohonan fasilitas kredit menurut Suyatno (2007) terdiri atas beberapa jenis yaitu: a. Permohonan baru untuk mendapatkan suatu jenis kredit. b..Permohonan perpanjangan masa kredit yang akan berakhir jangka waktunya. c. Permohonan perubahan (tambahan suatu kredit berjalan, penukaran jaminan, perubahan suku bunga pinjaman, perubahan jadwal angsuran dan perubahan lainnya). Permohonan kredit yang diajukan oleh calon nasabah kepada bank, umunya dilakukan dengan menyampaikan dokumen (Dendawijaya, 2003) sebagai berikut: a. Surat Permohonan Kredit resmi (SPK). b. Akta pendirian perusahaan yang merupakan lembaga yang secara resmi memohon kredit dan yang bertanggung jawab atas kewajiban pelunasan hutang serta bunga dalam jangka waktu yang telah disepakati. c. Laporan keuangan perusahaan Account officer akan memeriksa kelengkapan seluruh dokumen beserta persyaratan yang dibutuhkan untuk jenis pengajuan nasabah yang diambil dari data file nasabah dan permohonan. Jika dokumen yang dibutuhkan tidak lengkap maka nasabah diminta untuk segera melengkapinya. Bersamaan dengan pemeriksaan kelengkapan dokumen
tersebut account officer akan melakukan wawancara dengan pemohon kredit. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan informasi awal yang berhubungan dengan permohonan yang sedang diajukan, seperti kondisi dari aktifitas usaha yang sedang dijalankan, sumber pembiayaan usaha lain, sumber pembayaran kembali serta pemeriksaan terhadap kesesuaian permohonan terhadap data di file fasilitas. Bila permohonan tersebut dipandang tidak layak untuk diberikan maka akan dibuat surat penolakan pada nasabah.
2.4.2
Pemeriksaan dan Analisis Kredit Menurut Ruzana (2001) Setelah permohonan kredit diterima oleh account
officer, maka calon nasabah diminta untuk memberikan keterangan tambahan yang dapat menjelaskan isi dari berbagai dokumen yang disampaikan pada bank. Pemeriksaan dan analisis kredit dibagi menjadi tiga kegiatan yaitu: 1. Pemeriksaan atau investigasi kredit (Suyatno, 2007) a. Wawancara dengan pemohon kredit atau debitur. b.Pengumpulan data yang berhubungan dengan permohonan kredit yang diajukan nasabah. Dalam hal ini termasuk informasi antar bank dan pemeriksaan pada daftar hitam dan daftar kredit macet. c.Pemeriksaan atas kebenaran hal-hal yang dikemukakan nasabah dan informasi lain yang diperoleh. d. Penyusunan laporan mengenai hasil pemeriksaan yang telah dilaksanakan. 2. Analisis permohonan Analisis yang dilakukan mencakup penilaian secara seksama 5C dan 7P terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, kondisi atau prospek usaha debitur, dan penilaian terhadap sumber pelunasan kredit yang dititik beratkan pada penghasilan debitur (Sembiring, 2001). Selain itu juga menyajikan evaluasi aspek yuridis perkreditan yang bertujuan melindungi bank dari risiko yang mungkin timbul. Analisis harus menggambarkan konsep hubungan yang menyeluruh dari pemohon kredit artinya,
pertimbangan atas keseluruhan transaksi yang berhubungan dengan pemohon, baik yang sudah diberikan, sedang berjalan, maupun yang akan diberikan oleh bank. Pada proses ini data diambil dari file perrmohonan, jaminan, dan nasabah. 3. Pembuatan memo hasil analisis Analisis dan evaluasi harus dibuat secara lengkap, akurat, dan obyektif serta memuat hal-hal yang berhubungan dengan informasi usaha pemohon dan kredibilitas debitur (Sembiring, 2001). Penilaian atas kelayakan jumlah permohonan kredit dengan proyek atau kegiatan usaha yang akan dibiayai berguna untuk menghindari praktek mark up yang merugikan bank. Jika permohonan kredit direkomendasi untuk disetujui, pejabat kredit wajibvmenyusun struktur dan tipe kredit serta syarat dan ketentuan kreditnya. Jika permohonan kredit ditolak, pejabat kredit harus memberikan alasan-alasan penolakan tersebut.
2.4.3
Persetujuan Permohonan Kredit Persetujuan permohonan kredit adalah keputusan bank untuk mengabulkan
sebagian atau seluruh permohonan kredit dari calon debitur. 1.
Membuat keputusan Analisis kredit yang dibuat oleh account officer diperiksa dahulu oleh
atasannya, kepala bagian kredit, sebelum disampaikan ke direksi bank. Atas dasar memo hasil analisis tersebut, pembahasan dan persetujuan kredit dilakukan oleh lembaga yang berbeda tergantung pada sistem yang berlaku pada masing-masing bank. Menurut Dendawijaya (2003) lembaga tersebut antara lain sebagai berikut: a. Kepala cabang, untuk jumlah kredit sampai dengan Rp. 500 juta. b. Kepala wilayah, untuk jumlah kredit sampai dengan Rp. 750 juta. c. Direktur kredit, untuk jumlah kredit sampai dengan Rp 1 Miliar. 2.
Negoisasi Account officer akan melakukan negoisasi dengan pemohon hingga
tercapai kesepakatan bersama yang mencakup limit kredit, jangka waktu berlakunya kredit, bentuk pinjaman, tujuan penggunaan kredit secara jelas, suku
bunga, bea materai kredit yang harus dibayar, provisi kredit, keharusan menandatangani surat perjanjian kredit, keharusan menandatangani surat aksep (promissary notes), penutupan asuransi barang-barang jaminan, sanksi denda terlambat pembayaran bunga, pembayaran angsuran, dan pelunasan (Sembiring, 2001). Denda atas overdraft dan sanksi penyimpangan dari syarat syarat lainnya terdapat dalam perjanjian kredit. 3.
Perjanjian kredit Perjanjian kredit dipersiapkan oleh seorang notaris publik yang ditunjuk
bank atau dipilih oleh calon nasabah. Menurut Dendawijaya (2003), perjanjian kredit yang dibuat oleh notaris publik berdasarkan masukan dari pihak bank meliputi sebagai berikut: a. Pihak pemberi kredit (bank yang bersangkutan). b. Pihak penerima kredit (perusahaan nasabah). c. Tujuan pemberian kredit. d. Besarnya kredit yang akan diberikan bank. e. Tingkat bunga kredit. f. Biaya-biaya lain yang harus dibayar nasabah kredit. g. Jangka waktu pengembalian kredit (angsuran kredit). h. Jadwal pembayaran angsuran kredit. i. Jaminan kredit. j. Syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum kredit dicairkan. Perjanjian kredit yang dibuat dihadapan notaris publik tersebut ditandatangani bank, nasabah, dan notaris publik. 4. Membuat memo persiapan pencairan Setelah proses persetujuan ditandatangani oleh pemohon, maka account officer perlu membuat memo persiapan pencairan kepada bagian operasional (manajer operasional) untuk melakukan persiapan pencairan fasilitas kepada rekening nasabah (Sembiring,2001).
2.4.4. Pencairan Kredit Pencairan kredit yang diminta debitur hanya dapat dilakukan bank setelah debitur yang bersangkutan memenuhi beberapa syarat seperti yang dituangkan dalam perjanjian kredit dan memo pencairan kredit. 1. Mempersiapkan rekening Melakukan persiapan rekening nasabah untuk pencairan kredit. Apabila debitur
belum mempunyai rekening pada bank maka debitur harus
membuka rekening terlebih dahulu. Selanjutnya nasabah harus membayar setiap biaya yang terkait dengan proses perjanjian kredit dan pencairan kredit (Sembiring,2001). 2. Pencairan dana Manajer operasional akan melakukan pencairan dana bila account officer telah mengirimkan memo pencairan kredit. Pencairan kredit dilakukan dengan pemindah bukuan atas beban rekening pinjaman nasabah (Sembiring,2001).
2.5
Pengujian Keefektifan Salah satu cara untuk melakukan pengujian keefektifan adalah dengan
menggunakan attribute sampling. Adapun pengertian dari attribute sampling adalah metode yang digunakan dalam melakukan uji efektivitas pengendalian intern. Adapun model yang digunakan adalah fixed-sample-size attribute sampling dengan langkah langkah sebagai berikut: a. Penentuan atribut yang diperiksa untuk pengendalian intern. b. Penentuan populasi yang diambil sampelnya. c. Penentuan besarnya sampel. 1. Penentuan tingkat keandalan (reliability level) atau confidence level atau disingkat R%. Tingkat keandalan adalah probabilitas besar dalam mempercayai efektivitas pengendalian intern. Umumnya auditor menggunakan=90%, 95%, 99%. 2. Penaksiran persentase terjadinya atribut dalam populasi.
3. Penentuan batas ketepatan atas yang diinginkan (Desired Upper Precision Limit atau DUPL) 4.Penggunaan tabel penentuan besarnya sampel untuk menentukan besarnya sampel. d. Pemilihan anggota sampel dari seluruh anggota populasi. e. Pemeriksaan terhadap atribut yang menunjukan efektivitas pengendalian intern. f. Evaluasi hasil pemeriksaan terhadap atribut anggota sampel.
2.6
Pengertian Peranan Pengertian peranan menurut Soekanto (2002) adalah sebagai berikut: “Peranan merupakan aspek dinamisi kedudukan (status). Apabila seseorang
melaksanakan
hak
dan
kewajibannya
sesuai
dengan
kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan.” Pengertian peranan yang dikemukakan oleh Soekanto (2002) diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Peranan mencakup norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian aturan-aturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan. 2. Peranan adalah suatu konsep yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi. 3. Peranan dapat juga dikatakan sebagai individu yang sangat penting bagi struktur sosial masyarakat. Jadi, definisi tersebut memberikan petunjuk bahwa suatu peranan adalah suatu yang nyata dan konkrit, bukan suatu yang abstrak, bahwa audit internal yang memadai berperan dalam menunjang efektifitas kinerja perusahaan. Konsep tentang peran (role) menurut Komarudin (1994) mengungkapkan sebagai berikut: 1. Bagian dari tugas utama yang harus dikerjakan manajemen. 2. Pola perilaku yang diharapkan dapat menyertai suatu status.
3. Bagian suatu fungsi seseorang atau kelompok atau pranata. 4. Fungsi yang diharapkan dari seseorang atau menjadi karakteristik yang ada padanya. 5. Fungsi setiap variabel dalam hubungan sebab akibat. Berdasarkan pengertian tersebut dapat diambil pengertian bahwa peranan merupakan penilaian sejauh mana fungsi seseorang atau bagian dalam menunjang usaha pencapaian tujuan yang ditetapkan atau ukuran mengenai hubungan 2 (dua) variabel yang mempunyai hubungan sebab akibat.
2.7
Pengendalian Internal Pemberian Kredit Usaha Kecil dan Menengah Setiap bank harus memiliki struktur pengendalian internal yang memadai
dalam perkreditan untuk mencegah penyalah gunaan werwenang. Beberapa pokok utama dalam pengendalian internal kredit menurut Tawaf (1999) adalah: 1. Harus ada sistem pengendalian internal yang baik dalam arti ada pemisahan fungsi antara pejabat yang menyetujui kredit, yang melakukan pembayaran kepada debitur, penagihan, analisis, administrasi kredit, dan taksasi anggunan. 2. Harus ada kebijakan perkreditan tertulis yang telah di setujui direksi. Kebijakan tertulis mengenai kredit paling tidak harus memenuhi ketentuan mengenai jenis kredit yang dilarang; ketentuan mengenai limit cabang dan limit pemberi persetujuan; ketentuan mengenai jenis kredit yang dilarang; ketentuan mengenai tingkat bunga dan provisi; ketentuan mengenai perbandingan antara pemberian kredit dan jaminan; informasi keuangan yang harus diperoleh oleh debitur; konsentrasi kredit; dan pengertian kredit bermasalah dan penanganannya. 3. Harus ada aparat yang kompeten yang akan memproses kredit, artinya para pengelola kredit di bank harus mempunyai pengetahuan yang cukup serta keterampilan yang memadai dalam menangani permasalahan kreditnya. 4. Harus ada fungsi review terhadap kredit yang telah diberikan manajemen harus selalu memantau pelaksanaan review tersebut. Dalam hubungan ini,
pelaksanaan review serta pemantauan tindak lanjut atas masalah yang ada harus dilakukan secara terus menerus dan dibangun dengan sistem yang terorganisir sehingga mampu melakukan deteksi dini atas permasalahan yang ada berikut penanganan tindak lanjutnya. Intisari dari pengenalian intern adalah tindakan untuk mengarahkan kegiatan, termasuk koreksi atas kekurangan yang ada serta penyesuaian kegiatan selaras engan patokan atau tujuan yang ditetapkan. Untuk mencapai tujuan tersebut pengendalian internal harus diterapkan pada semua tahap perkreditan. Seperti telah diketahui bahwa tujuan penerapan pengendalian internal adalah menjaga untuk mendorong kendalan laporan keuangan, mendorong efisiensi dan efektivitas operasi serta ketaatan terhadap hukum an peraturan. Hal ini berarti pengendalian internal yang diterapkan pada sistem pemberian kredit pada bank bertujuan untuk: 1.
Penjagaan dan pengawasan terhadap kekayaan koperasi, khususnya di biang perkreditan dapat berjalan dengan lancar untuk menghindari penyelewengan baik intern maupun ekstern.
2.
Kebenaran data administrative bidang perkreditan serta penyusunan dokumen dokumen perkreditan yang baik.
3.
Peningkatan efisiensi di dalam pengelolaan operasional sesuai rencana.
4.
Menjaga dan memastikan pelaksanaan peraturan dan perundangan serta kebijakan yang telah ditetapkan dalam buku pedoman atau surat earan telah dilaksanakan dengan baik.
2.8
Peranan Pengendalian Internal Dalam Menunjang Efektivitas pemberian kredit Usaha Kecil dan Menengah. Pengendalian internal yang memadai harus didukung oleh adanya unsur
unsur pengenalian internal yang meliputi (1) Lingkungan pengendalian (2) Penaksiran risiko (3) Aktivitas pengendalian (4) Informasi dan komunikasi (5) Pemantauan.
Semua hal tersebut mendukung tercapainya tujuan pengendalian internal yang meliputi (1) Keandalan Laporan Keuangan (2) Efektivitas dan Efesiensi Operasi (3) Kepatuhan Terhadap Hukum dan Peraturan Dengan tercapainya tujuan pengendalian internal akan mendukung terciptanya prinsip prinsip keputusan pemberian kredit yang sehat yang meliputi berbagai aspek mengenai peminjam, untuk memutuskan apakah layak diberikan kredit atau tidak. Selanjutnya prinsip prinsip kredit yang sesuai mendukung tercapainya pelaksanaan dan penerapan prinsip 5C yang meliputi karakter, kemampuan, modal, kondisi ekonomi, emi terwujudnya sistem pemberian kredit yang efektif. Dengan demikian apat dinyatakan apabila pengendalian internal sudah memadai akan meningkatkan pelaksanaan pemberiann kredit yang baik. Sifat hubungan antara pengendalian internal dengan keputusan pemberian kredit adalah searah.
2.9
Penelitian Sebelumnya Marliana Pratiwi (2009) melakukan penelitian mengenai “Peranan
Lingkungan Pengendalian Intern Terhadap Pemberian Kredit Pada PT.Bank Rakyat Indonesia (PERSERO) tbk. Cabang Putri Hijau Medan” menggunakan metode analisis kualitatif deskriptif dengan kesimpulan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Putri hijau Medan di jalankan dengan prinsip integritas, profesionalisme, kepuasan nasabah, keteladanan dan penghargaan kepada sumber daya manusia. Prosedur pemberian kredit oleh perusahaan sudah sangat baik, dimana prosedur pemberian kredit sangat sederhana, tidak berbelibelit dan relatif singkat. Dalam menghadapi kredit macet perusahaan sudah berupaya untuk menyelesaikan kredit tersebut dengan berbagai cara tergantung dari kondisi nasabah atau penyebab kredit tersebut macet. Peranan lingkungan pengendalian terhadap pemberian kredit sangat berguna keberadaannya karena dapat meminimalisasikan tingkat penyelewengan dan penipuan yang akan dilakukan oleh pihak-pihak tertentu yang tidak bertanggung jawab. Peranan lingkungan pengendalian terhadap pemberian kredit sudah berjalan cukup efektif.
Dimana dalam prosesnya, lingkungan pengendalian sangat berperan serta dalam pemberian kredit mulai pada saat nasabah mengajukan kredit sampai dengan kredit tersebut diberikan. Saran yang diberikan peneliti antara lain pihak Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Putri Hijau Medan sebaiknya tetap memegang teguh prinsip-prinsip pemberian kredit yang meliputi pencarian fakta yang lengkap sehingga keputusan yang diambil akan lengkap, dan pihak bank bersifat profesional dalam menilai jaminan. Pihak bank hendaknya melakukan penilaian yang lebih ketat terhadap jaminan yang diterima agar tingkat pengembalian lebih terjamin dan lancar. Disamping itu hendaknya dilakukan pengecekan terhadap barang jaminan yang diberikan calon nasabah guna memperkecil kemungkinan terjadinya kerugian. Sistem pengendalian intern terhadap pemberian kredit pada perusahaan harus terus ditingkatkan mengingat teknologi terus meningkat begitu juga dengan perkembangan ekonomi, sehingga segala bentuk penyelewengan yang baru dapat dihindari. Keterbatasan dari penelitian ini adalah hanya mengevaluasi pengendalian intern secara deskriptif, dan sumber data hanya berasal dari wawancara dan studi pustaka. Dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Munawaroh (2009) dengan judul “Peranan Pengendalian Internal Dalam Menunjang Efektivitas Pemberian Kredit Usaha Kecil dan Menengah. Dalam penelitiannya pada karyawan Koperasi Pegawai Bank Rakyat Indonesia (KOPEBRI), Kediri. Penelitian dilakukan dengan menyebarkan kuisioner sebanyak 5 yang menyatakan : “Salah satu sektor potensial yang mendapat perhatian pemerintah dan perlu dikembangkan adalah sektor usaha kecil dan menengah. Namun demikian, sektor ini pada umumnya menghadapi masalah dalam berbagai aspek permodalan, seperti masalah pem-biayaan usaha, masalah akumulasi modal, serta cara memanfaatkan fasilitas dalam rangka pelaksanaan usahanya”.
Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan pada Koperasi Pegawai Bank Rakyat Indonesia (KOPEBRI), Kediri, penulis menyimpulkan bahwa pengendalian
internal yang diterapkan pada Koperasi Pegawai Bank Rakyat Indonesia (KOPEBRI), Kediri, dan sistem pengendalian internal tersebut telah efektif. Hal ini didukung oleh hasil jawaban kuesioner yang berhubungan dengan efektivitas pengendalian internal sebesar 93,75%.Sistem pemberian kredit yang diterapkan di Koperasi Pegawai Bank Rakyat Indonesia (KOPEBRI), Kediri, telah efektif. Hal ini didukung oleh hasil jawaban kuesioner yang berhubungan dengan efek-tivitas pemberian kredit sebesar 92,72%. Peranan pengendalian internal dalam menunjang efektivitas pemberian kredit tidak dapat diabaikan. Hal ini di dukung oleh hasil jawaban kuesioner yang berhubungan dengan peranan pengendalian internal dalam menunjang efektivitas pemberian kredit sebesar 93,65%. Penelitian yang akan dilakukan penulis menggunakan variabel independen yang sama dengan penelitian sebelumnya, yaitu pengendalian internal. Namun substansi dari penelitian yang akan penulis lakukan sangat berbeda dengan penelitian terdahulu. Perbedaan tersebut antara lain, dalam penelitian penulis: 1. Substansi penelitan menitik beratkan pada peranan pengendalian internal dalam menunjang efektivitas pemberian kredit usaha kecil dan menengah. 2. Penelitian menggunakan metode studi kasus pada bank pundi. Berdasarkan uraian di atas, penulis mengemukakan hipotesis sebagai berikut: “Pengendalian internal yang memadai akan berperan dalam menunjang efektivitas pemberian kredit UKM”.