BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Lapis Aspal Beton Lapis Aspal Beton adalah lapisan penutup konstruksi perkerasan jalan yang mempunyai nilai struktural yang pertama kali dikembangkan di Amerika oleh The Asphalt Institute dengan nama Asphalt Concrete (AC). Menurut Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum, campuran ini terdiri atas agregat bergradasi menerus dengan aspal keras, dicampur, dihamparkan dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu. Suhu pencampuran ditentukan berdasarkan jenis aspal yang akan digunakan. Sedangkan yang dimaksud gradasi menerus adalah komposisi yang menunjukkan pembagian butir yang merata mulai dari ukuran yang terbesar sampai dengan ukuran yang terkecil. Beton aspal dengan campuran bergradasi menerus memiliki komposisi yang terdiri dari agregat kasar, agregat halus, mineral pengisi (filler) dan aspal (bitumen) sebagai pengikat. Ciri lainnya mempunyai sedikit rongga dalam struktur agregatnya, saling mengunci satu dengan yang lainnya, oleh karena itu beton aspal memiliki sifat stabilitas tinggi dan relatif kaku. Menurut spesifikasi campuran beraspal Direktorat Jenderal Bina Marga edisi desember 2006 maupun edisi november 2010, Laston (AC) terdiri dari tiga macam campuran, Laston Lapis Aus (AC-WC), Laston Lapis Pengikat (AC-BC) dan Laston Lapis Pondasi (AC-Base) dengan ukuran maksimum agregat masing-masing campuran adalah 19 mm, 25,4 mm, 3,75 mm. Ketentuan mengenai sifat-sifat dari campuran Laston (AC) aspal Pen 60/70 dengan menggunakan spesifikasi umum Bina Marga edisi desember 2006 dapat dilihat pada Tabel II.1, sedangkan campuran Laston (AC) aspal Pen 60/70 dengan menggunakan spesifikasi umum Bina Marga edisi november 2010 dapat dilihat pada Tabel II.2.
Universitas Sumatera Utara
Tabel II.1. Ketentuan Sifat-Sifat Campuran Laston ( AC ) edisi 2006 Laston Sifat-sifat Campuran Penyerapan kadar aspal (%)
WC
BC
Maks
1.2
Jumlah tumbukan per bidang
75
Rongga dalam campuran (%)
Base
112
Min
3.5
Maks
5.5
Rongga dalam agregat (VMA)(%)
Min
15
14
13
Rongga terisi aspal (%)
Min
65
63
60
Stabilitas Marshall (Kg)
Min
800
1500
Maks
_
_
Min
3
5
Maks
_
_
Min
250
350
Pelelehan (mm)
Marshall Quotient (Kg/mm) Stabilitas
Marshall
Sisa
(%)
setelah Min
75
pada Min
2.5
perendaman selama 24 jam, 60ºC Rongga
dalam
Campuran
(%)
kepadatan membal (refusal) Sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga edisi 2006
Universitas Sumatera Utara
Tabel II.2. Ketentuan Sifat-Sifat Campuran Laston ( AC ) edisi 2010
Laston
Sifat-sifat Campuran
Kadar aspal efektif (%)
Min.
Lapis Aus Lapis Antara Pondasi Halus Kasar Halus Kasar Halus Kasar 5,1 4.3 4,3 4,0 4,0 3,5
Penyerapan aspal (%)
Maks.
1,2
Jumlah tumbukan per bidang
75
112
Rongga dalam campuran (%)
Min.
3,5
Rongga dalam Agregat (VMA) (%)
Maks. Min.
15
5,0 14
13
Rongga Terisi Aspal (%)
Min.
65
63
60
Stabilitas Marshall (kg)
Min.
800
1800
Pelelehan (mm)
Maks. Min.
3
4,5
Marshall Quotient (kg/mm)
Min.
250
300
Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah perendaman selama 24 jam, 60 ºC
Min.
90
Rongga dalam campuran (%) pada Kepadatan membal (refusal)
Min.
2,5
Sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga Edisi 2010
Universitas Sumatera Utara
II.2 Bahan Campuran Beraspal Di dalam Manual Campuran Beraspal Panas[13], campuran beraspal adalah suatu kombinasi campuran antara agregat dan aspal. Dalam campuran beraspal, aspal berperan sebagai pengikat atau lem antar partikel agregat, dan agregat berperan sebagai tulangan.
II.2.1 Agregat Agregat adalah material berbutir keras dan kompak, yang termasuk didalamnya antara lain kerikil alam, agregat hasil pemecahan oleh stone crusher, abu batu dan pasir. Agregat mempunyai peranan yang sangat penting dalam perkerasan jalan, dimana agregat menempati proporsi terbesar dalam campuran, umumnya berkisar antara
90% - 95% dari berat total
campuran. 1. Agregat Kasar a. Fraksi agregat kasar untuk pengujian harus terdiri atas batu pecah dan harus disediakan dalam ukuran-ukuran nominal tunggal. b. Fraksi agregat kasar dalam petunjuk ini adalah agregat yang tertahan diatas saringan No.8 (2,38 mm). c. Agregat kasar yang digunakan, dalam hal apapun tidak boleh menggunakan agregat kasar kotor dan berdebu serta jumlah bahan lolos ukuran 0,075 mm tidak boleh lebih besar dari 1%. d. Agregat kasar harus bersih, keras, awet, bebas dari lempung atau bahan-bahan lain yang tidak dikehendaki dan harus memenuhi persyaratan yang diberikan pada tabel II.3 untuk spesifikasi tahun 2006 dan II.4 untuk spesifikasi 2010.
Universitas Sumatera Utara
Agregat kasar pada campuran beraspal berfungsi memberikan kekuatan yang pada akhirnya mempengaruhi stabilitas dalam campuran, dengan kondisi saling mengunci (interlocking) dari masing-masing partikel agregat. Agregat kasar mempunyai peranan sebagai pengembang volume mortar, menjadikan campuran lebih ekonomis, meningkatkan ketahanan mortar terhadap kelelehan (flow) dan meningkatkan stabilitas. Tabel II.3 Ketentuan Agregat Kasar spesifikasi tahun 2006 Pengujian
Standar
Nilai
Kekekalan bentuk agregat terhadap larutan
SNI 03-3407-1994
Maks. 12%
Abrasi dengan mesin Los Angeles
SNI 03-2417-1991
Min. 40%
Kelekatan agregat terhadap aspal
SNI 03-2439-1991
Min. 95%
Angularitas
SNI 03-6877-2002
95/90(*)
ASTM D-4791
Maks. 10%
SNI 03-4142-1996
Maks. 1%
natrium dan magnesium sulfat
Partikel pipih dan lonjong (**) Material lolos saringan 200 Catatan : (*)
95/90 menunjukkan 95% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah satu atau lebih dari 90% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah dua atau lebih
(**)
Pengujian dengan perbandingan lengan alat uji terhadap poros 1 : 5
Sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga Edisi 2006
Universitas Sumatera Utara
Tabel II.4 Ketentuan Agregat Kasar spesifikasi tahun 2010
Pengujian Kekekalan bentuk agregat terhadap larutan
Standar
Nilai
SNI 3407:2008
Maks.12 %
SNI 2417:2008
Maks. 30%
natrium dan magnesium sulfat Abrasi dengan mesin
Campuran AC
Los Angeles
bergradasi kasar Semua jenis campuran
Maks. 40%
aspal bergradasi lainnya Kelekatan agregat terhadap aspal
SNI 03-2439-1991
Min. 95 %
DoT‟s
95/90 1
Angularitas (kedalaman dari permukaan <10 cm)
Pennsylvania
Angularitas (kedalaman dari permukaan ≥ 10
Test Method,
cm)
PTM No.621
Partikel Pipih dan Lonjong
ASTM D4791
80/75 1
Maks. 10 %
Perbandingan 1 :5 Material lolos Ayakan No.200
SNI 03-4142-1996
Maks. 1 %
Catatan : (*) 95/90 menunjukkan bahwa 95% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah satu atau lebih dan 90% agregat kasar mmepunyai muka bidang pecah dua atau lebih. Sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga Edisi 2010
2. Agregat Halus a. Agregat halus terdiri atas agregat hasil pemecah batu (abu batu) atau pasir alam dengan ukuran lolos saringan No.8 (2,38 mm). b. Agregat halus harus terdiri atas partikel-partikel yang bersih, keras, tidak mengandung lempung atau bahan lain yang tidak dikehendaki. Batu Pecah halus
Universitas Sumatera Utara
harus dihasilkan dari batu yang memenuhi persyaratan spesifikasi 2006 dalam tabel II.5. sedangkan tabel II.6. menunjukkan persyaratan spesifikasi 2010. Tabel II.5 Ketentuan Agregat Halus spesifikasi 2006 Pengujian
Standar
Nilai
Nilai Setara Pasir
SNI 03-4428-1997
Min. 50%
Material lolos saringan no.200
SNI 03-4428-1997
Maks. 8%
Angularitas
SNI 03-6877-2002
Min. 45%
Sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga Edisi 2006
Tabel II.6 Ketentuan Agregat Halus spesifikasi 2010
Pengujian Nilai Setara Pasir
Standar
Nilai
SNI 03-4428-1997
Min 50% untuk SS, HRS dan AC bergradasi Halus Min 70% untuk AC bergradasi kasar
Material Lolos Ayakan No. 200 Kadar Lempung
SNI 03-4428-1997
Maks. 8%
SNI 3423 : 2008
Maks 1%
Angularitas (kedalaman dari permukaan < 10 cm)
Min. 45 AASHTO TP-33 atau
Angularitas (kedalaman dari permukaan 10 cm)
ASTM C1252-93
Min. 40
Sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga Edisi 2010
Universitas Sumatera Utara
c. Penggunan pasir alam dibatasi dengan persetase maksimum ialah 15% dari berat total campuran. 3. Bahan Penggisi (Filler) untuk Campuran Aspal Filler adalah bahan penggisi rongga dalam campuran (void in mix) yang berbutir Halus yang lolos saringan no.30 dan dimana persentase berat yang lolos saringan no.200 minimum 75%. Adpun fungsi filler adalah: a. Untuk memodifikasi gradasi agregat halus, sehingga berat jenis agregat
meningkat dan jumlah aspal yang diperlukan untuk mengisi ronggan akan berkurang. b. Mengisi ruang antar agregat halus dan kasar serta meningkatkan kepadatan dan
stabilitas. c. Mengisi rongga dan menambah bidang kontak antar butir agregat sehigga akan
meningkatkan kekuatan campuran. d. Bila dicampur dengan aspal, filler akan membentuk bahan pengikat yang
berkonsistensi tinggi sehingga mengikat butiran agregat secara bersama- sama e. Menguranggi rongga udara (air void)
Adapun jenis dan sifat filler adalah: a. Bahan pengisi yang ditambahkan terdiri atas debu batu kapur (limestone dust), kapur padam (hydrated lime), semen atau abu terbang yang sumbernya disetujui oleh Direksi Pekerjaaan. Bahan tersebut harus bebas dari bahan yang tidak dikehendaki.
b. Bahan pengisi yang ditambahkan harus kering dan bebas dari gumpalan-gumpalan. c. Pada spesifikasi 2010, campuran beraspal harus mengandung bahan pengisi yang ditambahkan tidak kurang dari 1% dan maksimum 2% dari berat total agregat. Sedangkan pada spesifikasi 2006 tidak ada keharusan penambahan bahan penggisi.
Universitas Sumatera Utara
4. Gradasi Agregat Gabungan Gradasi atau distribusi partikel-partikel berdasarkan ukuran agregat merupakan hal yang penting dalam menentukan karakteristik perkerasan. Gradasi agregat mempengaruhi besarnya rongga antar butir yang akan menentukan karakteristik dalam proses pelaksanaan di laboratorium maupun di lapangan (AMP).[15] Gradasi agregat dapat dibedakan atas : a. Gradasi seragam (uniform graded) adalah agregat dengan ukuran yang hampir sama/sejenis atau mengandung agregat halus yang sedikit jumlahnya sehingga tidak dapat mengisi rongga antar agregat. Gradasi seragam disebut juga gradasi terbuka. Agregat dengan gradasi seragam akan menghasilkan lapisan perkerasan dengan sifat permeabilitas tinggi, stabilitas kurang, berat volume kecil. b. Gradasi rapat, merupakan campuran agregat kasar dan halus dalam porsi yang seimbang, sehingga dinamakan juga agregat bergradasi baik. Gradasi rapat akan menghasilkan lapisan perkerasan dengan stabilitas tinggi, kurang kedap air, sifat drainase jelek dan berat volume besar. c. Gradasi senjang (gap graded), merupakan campuran yang tidak memenuhi 2 (dua)kategori di atas. Aggregate bergradasi buruk yang umum digunakan untuk lapisan perkerasan lentur merupakan campuran dengan 1 fraksi hilang atau 1 fraksi sedikit. Gradasi seperti ini juga disebut gradasi senjang. Gradasi senjang akan menghasilkan lapis perkerasan yang mutunya terletak antara kedua jenis di atas. Pada spesifikasi umum Bina Marga edisi desember 2006, gradasi agregat gabungan untuk campuran aspal ditunjukkan dalam persen terhadap berat agregat, harus memenuhi batas - batas dan harus berada di luar daerah larangan (Restriction Zone) yang
Universitas Sumatera Utara
di tunjukkan dalam Tabel II.7. Gradasi agregat gabungan harus mempunyai jarak terhadap batas-batas toleransi yang diberikan dalam Tabel II.7 dan terletak di luar Daerah Larangan. Pada spesifikasi umum Bina Marga edisi november 2010, gradasi agregat gabungan untuk campuran aspal, ditunjukkan dalam persen terhadap berat agregat dan bahan pengisi, harus memenuhi batas-batas yang diberikan dalam Tabel II.8 Rancangan dan Perbandingan Campuran untuk gradasi agregat gabungan harus mempunyai jarak terhadap batas-batas yang diberikan dalam Tabel II.8. Namun pada spesifikasi 2010 tidak ada lagi daerah larangan dan terdapat 2 (dua) jenis gradasi yakni kasar dan halus. Batasan gradasi kasar berada di bawah daerah larangan yang terdapat pada spesifikasi 2006 sedangkan gradasi halus berada di atas daerah larangan.
Tabel II.7 : Gradasi Agregat Untuk Campuran Aspal Spesifikasi 2006
Sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga Edisi 2006
Universitas Sumatera Utara
Tabel II.8 : Gradasi Agregat Untuk Campuran Aspal Spesifikasi 2010 % Berat Yang Lolos terhadap Total Agregat dalam Campuran Latasir (SS) Ukuran Ayakan (mm)
Lataston (HRS) Gradasi Senjang3
Kelas A
Kelas B
WC
Base
Laston (AC)
Gradasi Semi Senjang 2 WC
Gradasi Kasar1
Gradasi Halus
Base
WC
BC
Base
100
90 - 100
37,5
WC
BC
Base
100
90 - 100
100
25 19
100
100
12,5 9,5
90 - 100
100
100
100
100
100
90 - 100
73 - 90
100
90 - 100
73 - 90
90 - 100
90 - 100
87 - 100
90 - 100
90 - 100
74 - 90
61 - 79
90 - 100
71 - 90
55 - 76
75 – 85
65 - 90
55 - 88
55 - 70
72 - 90
64 – 82
47 - 67
72 - 90
58 – 80
45 - 66
54 - 69
47 - 64
39,5 - 50
43 - 63
37 - 56
28 - 39,5
39,1 - 53
34,6 - 49
30,8 - 37
28 - 39,1
23 - 34,6
19 - 26,8
4,75 2,36
75 - 100
50 – 723
35 - 553
50 – 62
32 - 44
31,6 - 40
28,3 - 38
24,1 - 28
19 - 25,6
15 - 22,3
12 - 18,1
35 – 60
15 - 35
20 – 45
15 - 35
23,1 - 30
20,7- 28
17,6 - 22
13 - 19,1
10 - 16,7
7 - 13,6
15 – 35
5 - 35
15,5 - 22
13,7- 20
11,4 - 16
9 - 15,5
7 - 13,7
5 - 11,4
9 - 15
4 - 13
4 - 10
6 - 13
5 – 11
4,5 - 9
4 - 10
4-8
3- 6
4 - 10
4-8
3-7
1,18 0,600 0,300 0,150 0,075
10 - 15
8 – 13
100
6 – 10
2-9
6 – 10
4-8
Sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga Edisi 2010
Batasan gradasi sesuai spesifikasi 2006 dan 2010 0,01
#200
0,1
#100
#50
#3
1
#1
#8
#4
3/8 1/2" 3/4 1" 10
100
Batas Min
Percent Lolos (%)
90 batas maks 2010
80 70
Fuller line
batas maks 2006
60 50
Fuller curve
40 30
Batas Min
20 10 0 Sieve size (mm) spec max 2010
Fuller
Daerah larangan
Spec Max 2006
Spec Min 2006
spec min 2010
Gambar II.1 Batasan gradasi kasar spesifikasi 2010 dengan batasan gradasi spesifikasi 2006
Universitas Sumatera Utara
Batasan gradasi sesuai spesifikasi 2006 dan 2010 0,01
#200
0,1
#100
#50
#3
1
#1
#8
#4
3/8 1/2" 3/4 1" 10
100
Batas Min
Percent Lolos (%)
90 batas maks 2010
80 70
Fuller line
batas maks 2006
60 50
Fuller curve
40 30
Batas Min
20 10 0 Sieve size (mm) spec max 2010
Fuller
Daerah larangan
Spec Max 2006
Spec Min 2006
spec min 2010
Gambar II.2 Batasan gradasi halus spesifikasi 2010 dengan batasan gradasi spesifikasi 2006
II.2.2 Aspal Di dalam 𝑀𝑎𝑛𝑢𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎𝑎𝑛 𝐶𝑎𝑚𝑝𝑢𝑟𝑎𝑛 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑠𝑝𝑎𝑙 𝑃𝑎𝑛𝑎𝑠 [13] , Aspal atau bitumen merupakan material yang berwarna hitam kecoklatan yang bersifat viskoelastis sehingga akan melunak dan mencair bila mendapat cukup pemanasan dan sebaliknya. Sifat viskoelastis inilah yang membuat aspal dapat menyelimuti dan menahan agregat tetap pada tempatnya selama proses produksi dan masa pelayanannya. Pada dasarnya aspal terbuat dari suatu rantai hidrokarbon yang disebut bitumen, oleh sebab itu aspal sering disebut material berbituminous. Aspal merupakan suatu produk berbasis minyak yang merupakan turunan dari proses penyulingan minyak bumi, dan dikenal dengan nama aspal keras. Selain itu, aspal juga terdapat di alam secara alamiah, aspal ini disebut aspal alam. Aspal modifikasi saat ini juga telah dikenal luas. Aspal ini dibuat dengan menambahkan bahan tambah ke dalam aspal yang bertujuan untuk
Universitas Sumatera Utara
memperbaiki atau memodifikasi sifat rheologinya sehingga menghasilkan jenis aspal baru yang disebut aspal modifikasi.
1. Aspal Proses Penyulingan Minyak mentah disuling dengan cara destilasi, yaitu suatu proses dimana berbagai fraksi dipisahkan dari minyak mentah tersebut. Proses destilasi ini disertai oleh kenaikan temperatur pemanasan minyak mentah tersebut. Pada setiap temperatur tertentu dari proses destilasi akan dihasilkan produk-produk berbasis minyak seperti yang diilustrasikan pada Gambar II.3
Gambar II.3 Ilustrasi proses penyulingan minyak (The Asphalt Institute, 1983)
Universitas Sumatera Utara
a. Aspal Keras Pada proses destilasi fraksi ringan yang terkandung dalam minyak bumi dipisahkan dengan destilasi sederhana hingga menyisakan suatu residu yang dikenal dengan nama aspal keras. Dalam proses destilasi ini, aspal keras baru dihasilkan melalui proses destilasi hampa pada temperatur sekitar 480 0C. Temperatur ini bervariasi tergantung pada sumber minyak mentah yang disuling atau tingkat aspal keras yang akan dihasilkan. Ilustrasi skematik penyulingan minyak mentah dan produk-produk yang dihasilkannya seperti yang ditunjukan pada Gambar II.4.
Gambar II.4 Tipikal temperatur destilasi minyak bumi dan produk yang dihasilkannya (The Asphalt Institute, 1983)
Universitas Sumatera Utara
Untuk menghasilkan aspal keras dengan sifat-sifat yang diinginkan, proses penyulingan harus ditangani sedemikian rupa sehingga dapat mengontrol sifat-sifat aspal keras yang dihasilkan. Hal ini sering dilakukan dengan mencampur berbagai variasi minyak mentah bersama-sama sebelum proses destilasi dilakukan. Pencampuran ini nantinya agar dihasilkan aspal keras dengan sifat-sifat yang bervariasi, sesuai dengan sifat-sifat yang diinginkan. Cara lainnya yang sering juga dilakukan untuk mendapatkan aspal keras dengan viskositas menengah adalah dengan mencampur beberapa jenis aspal keras dengan proporsi tertentu dimana aspal keras yang sangat encer dicampur dengan aspal lainnya yang kurang encer sehingga menghasilkan aspal dengan viskositas menengah. Selain melalui proses destilasi hampa dimana aspal dihasilkan dari minyak mentah dengan pemanasan dan penghampaan, aspal keras juga dapat dihasilkan melalui proses ekstraksi zat pelarut. Dalam proses ini fraksi minyak (bensin, solar dan minyak tanah) yang terkandung dalam minyak mentah (crude oil) dikeluarkan sehingga meninggalkan aspal sebagai residu. b. Aspal cair (cutback asphalt) Aspal cair dihasilkan dengan melarutkan aspal keras dengan bahan pelarut berbasis minyak. Aspal ini dapat juga dihasilkan secara langsung dari proses destilasi, dimana dalam proses ini fraksi minyak ringan yang terkandung dalam minyak mentah tidak seluruhnya dikeluarkan (lihat Gambar II.3). Kecepatan menguap dari minyak yang digunakan sebagai pelarut atau minyak yang sengaja ditinggalkan dalam residu pada proses destilasi akan menentukan jenis aspal cair yang dihasilkan. Berdasarkan hal ini, aspal cair dapat dibedakan dalam beberapa jenis, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
Aspal cair cepat mantap (RC = rapid curing), yaitu aspal cair yang bahan pelarutnya cepat menguap. Pelarut yang digunakan pada aspal jenis ini biasanya bensin. Aspal cair mantap sedang (MC = medium curing), yaitu aspal cair yang bahan pelarutnya tidak begitu cepat menguap. Pelarut yang digunakan pada aspal jenis ini biasanya minyak tanah. Aspal cair lambat mantap (SC = slow curing), yaitu aspal cair yang bahanpelarutnya lambat menguap. Pelarut yang digunakan pada aspal jenis ini biasanya solar. Tingkat kekentalan aspal cair sangat ditentukan oleh proporsi atau rasio bahan pelarut yang digunakan terhadap aspal keras atau yang terkandung pada aspal cair tersebut. Aspal cair jenis MC-800 memiliki nilai kekentalan yang lebih tinggi dari MC200. Aspal cair dapat digunakan baik sebagai bahan pengikat pada campuran beraspal maupun sebagai lapis resap pengikat (prime coat) atau lapis perekat (tack coat). Dalam penggunaannya, pemanasan mungkin diperlukan untuk menurunkan tingkat kekentalan aspal ini. c. Aspal Emulsi Aspal emulsi dihasilkan melalui proses pengemulsian aspal keras. Pada proses ini, partikel-partikel aspal keras dipisahkan dan didispersikan dalam air yang mengandung emulsifier (emulgator). Partikel aspal yang terdispersi ini berukuran sangat kecil bahkan sebagian besar berukuran koloid. Jenis emulsifier yang digunakan sangat mempengaruhi jenis dan kecepatan pengikatan aspal emulsi yang dihasilkan. Berdasarkan muatan listrik zat pengemulsi yang digunakan, aspal emulsi yang dihasilkan dapat dibedakan menjadi : - Aspal emulsi anionik, yaitu aspal emulsi yang berion negatif. - Aspal emulsi kationik, yaitu aspal emulsi yang berion positif.
Universitas Sumatera Utara
- Aspal emulsi non-ionik, yaitu aspal emulsi yang tidak berion (netral). Sedangkan berdasarkan proporsi emulsifier yang digunakan, aspal emulsi baik yang anionik maupun kationik dibedakan lagi dalam beberapa kelas seperti yang diberikan dalam Tabel II.9. Huruf RS, MS dan SS dalam tabel ini menyatakan kecepatan pemantapan (setting) aspal emulsi tersebut, yaitu cepat mantap (RS = rapid setting), mantap sedang (MS = medium setting) dan lambat mantap (SS = slow setting). Sedangkan huruf „C‟ menyatakan bahwa aspal emulsi ini adalah jenis kationik atau bermuatan listrik positif. Huruf „h‟ dan „s‟ yang terdapat pada akhir simbol aspal emulsi menyatakan bahwa aspal ini dibuat dengan menggunakan aspal keras yang lebih keras (h = harder) atau yang ebih lunak (s = softer). Tabel II.9 Jenis dan kelas aspal emulsi
Universitas Sumatera Utara
Huruf HF yang dicantumkan pada awal simbol aspal emulsi anionik menunjukkan bahwa aspal ini memiliki kemampuan mengambang yang tinggi (HF = high float). Tingkat pengambangan ini dapat diukur melalui uji pengambangan berdasarkan AASHTO T-50. Aspal emulsi dengan kode ini dapat digunakan pada pekerjaan yang menuntut penggunaan film aspal yang tebal dengan tidak menimbulkan resiko pengaliran kembali aspalnya (drainage off). Seperti halnya aspal cair, aspal emulsi dapat digunakan juga dengan baik sebagai bahan pengikat pada campuran beraspal maupun sebagai lapis resap pengikat (prime coat) atau lapis perekat (tack coat). Dalam penggunaannya, pemanasan untuk menurunkan tingkat kekentalan aspal ini mungkin tidak diperlukan.
2. Persyaratan Aspal Pen 60 Persyaratan aspal Berdasarkan spesifikasi umum Bina Marga edisi desember 2006, ditunjukkan pada tabel II. 10 . Sedangkan berdasarkan spesifikasi umum Bina Marga edisi november 2010, ditunjukkan pada tabel II. 10
Universitas Sumatera Utara
Tabel II.10 Persyaratan Aspal Keras Pen 60 spesifikasi 2006
Sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga Edisi 2006
Tabel II.10 Persyaratan Aspal Keras Pen 60 spesifikasi 2010 Tipe II Aspal yang Dimodifikasi No.
Jenis Pengujian
Metoda Pengujian
Tipe I Aspal Pen. 60-70
A (1) Asbuton yg diproses
B Elastomer Alam (Latex)
C Elastomer Sintetis
1.
Penetrasi pada 25C (dmm)
SNI 06-2456-1991
60-70
40-55
50-70
Min.40
2.
Viskositas 135C (cSt)
SNI 06-6441-2000
385
385 – 2000
< 2000(5)
< 3000(5)
3.
Titik Lembek (C)
SNI 06-2434-1991
>48
-
-
>54
4.
Indeks Penetrasi 4)
-
> -1,0
≥ - 0,5
> 0.0
> 0,4
5.
Duktilitas pada 25C, (cm)
SNI-06-2432-1991
>100
> 100
> 100
> 100
6.
Titik Nyala (C)
SNI-06-2433-1991
>232
>232
>232
>232
7.
Kelarutan dlm Toluene (%)
ASTM D5546
>99
> 90(1)
>99
>99
8.
Berat Jenis
SNI-06-2441-1991
>1,0
>1,0
>1,0
>1,0
9.
Stabilitas Penyimpanan (C)
ASTM D 5976 part 6.1
-
<2,2
<2,2
<2,2
Universitas Sumatera Utara
Tipe II Aspal yang Dimodifikasi No.
Jenis Pengujian
Metoda Pengujian
Tipe I Aspal Pen. 60-70
A (1) Asbuton yg diproses
B Elastomer Alam (Latex)
C Elastomer Sintetis
Pengujian Residu hasil TFOT atau RTFOT : 10.
Berat yang Hilang (%) -
SNI 06-2441-1991
< 0.8 2)
< 0.8 2)
< 0.8 3)
< 0.8 3)
11.
Penetrasi pada 25C (%)
SNI 06-2456-1991
> 54
> 54
> 54
≥54
12.
Indeks Penetrasi 4)
-
> -1,0
> 0,0
> 0,0
> 0,4
13.
Keelastisan setelah Pengembalian (%)
AASHTO T 301-98
-
-
> 45
> 60
14.
Duktilitas pada 25C (cm)
SNI 062432-1991
> 100
> 50
> 50
-
15.
Partikel yang lebih halus dari 150 micron (m) (%)
Min. 95(1)
Min. 95(1)
Min. 95(1)
Pada spesifikasi 2010 adanya Nilai Indeks Penetrasi, dapat ditentukan dengan menggunakan rumus berikut : Indeks Penetrasi = (20-500A) / (50A+1) A= [log (Penetrasi pada Temperatur Titik lembek) - log (penetrasi pada 25C)] / (titik lembek - 25C )
Sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga Edisi 2010
II.2.3 Bahan Aditif Anti Pengelupasan Kerentanan kelembapan adalah kecenderungan menuju pengelupasan campuran beraspal. Hilangnya integritas dari suatu campuran aspal melalui melemahnya ikatan antara agregat dan pengikat dikenal sebagai pengelupasan. Pengelupasan biasanya dimulai di bagian bawah lapisan campuran aspal, dan secara bertahap bergerak ke atas. Situasi itu adalah hilangnya bertahap kekuatan selama bertahun-tahun, yang menyebabkan banyak yang timbul di permukaan seperti alur, lipatan, gelombang, raveling, cracking, dll (Roberts et al 1996).[16]
Universitas Sumatera Utara
Pengelupasan, atau kerusakan kelembaban, dalam perkerasan aspal adalah hilangnya adhesi antara agregat dan aspal pengikat. Hilangnya adhesi dapat menimbulkan beberapa jenis kerusakan perkerasan, seperti bergelombang, cracking, dan mendorong terjadinya lepasan butiran. Namun kehilangan adhesi dapat diatasi dengan bantuan bahan aditif anti pengelupasan, juga dikenal sebagai adhesi promotor dan agen pembasahan. Aditif anti pengelupasan, ketika ditambahkan ke aspal, menggantikan kelembaban di permukaan dari adhesi agregat dan menghasilkan ikatan di permukaan agregat.[11]
Gambar II.5 Aditif Anti Pengelupasan mencegah pengelupasan di Hot Mix
Anti-strip memiliki 2 (dua) fungsi utama yaitu bersifat aktif dan pasif. Aktif adhesi adalah perpindahan air di agregat selama tahap pencampuran awal konstruksi hotmix. Ketika agregat ditambahkan ke drum pengering, kelembaban dapat mencegah residu aspal dari lapisan
Universitas Sumatera Utara
agregat.Fungsi aktif ini antistriping sebagai pengubah tegangan permukaan dan memindahkan air dari permukaan agregat. Antistrips juga berkerja sebagai adhesi pasif yaitu pengatur penyimpanan air yang merembes antara agregat dan aspal setelah jalan telah dibangun. Dalam fungsinya, bahan anti pengelupasan bertindak sebagai prnghubung antara agregat dan aspal. Tanpa anti pengelupasa, air bisa merembes ke dalam agregat dan melepas ikatan aspal.[11] Bahan anti pengelupasan mungkin diperlukan jika desain campuran tertentu telah terbukti rentan terhadap kelembaban yang disebabkan kerusakan. Secara umum bahan anti pengelupasan yang paling sering digunakan terdiri dari anti-pengupasan cair dan aditif kapur.[17] Anti-stripping agent cair adalah senyawa kimia yang mengandung amina. Kebanyakan anti-stripping agen mengurangi tegangan permukaan antara aspal dan agregat dalam campuran [Tunnicliff dkk. 1984]. Ketika tegangan permukaan berkurang, adhesi meningkat dari aspal untuk agregat dipromosikan. Metode ekonomis pencampuran agen anti-stripping cair dengan aspal adalah dengan memanaskan aspal dalam keadaan cair. Namun, metode yang lebih sukses dari penambahan aditif cair adalah dengan menerapkan secara langsung untuk agregat sebelum penambahan pengikat [Kennedy, Roberts, Lee 1983]. kapur aditif adalah bahan yang digunakan untuk meminimalkan kerentanan kelembaban campuran. Secara umum adalah dengan menambahkan 1% sampai 1,5% berat kapur terhadap berat kering campuran agregat. Tiga bentuk kapur yang digunakan: kapur (Ca (OH) 2), kapur cepat (CaO), dan limau Dolomitic (kedua jenis S dan N) [Roberts et al. 1996]. Beberapa metode yang ada untuk menambahkan kapur untuk campuran. Kapur kering ditambahkan sebelum aspal semen. Georgia DOT menambahkan kapur kering segera sebelum semen aspal ditambahkan [Roberts et al. 1996].Mohammad, Abadie, Gokmen dan Puppala menemukan bahwa jika kapur ditambahkan sebagai mineral filler, deformasi permanen dan kelelahan daya tahan dapat
Universitas Sumatera Utara
ditingkatkan. Sehingga penambahan kapur meningkatkan kekuatan tarik campuran beraspal panas. [Bidang Evaluasi Teknik untuk Campuran Aspal dengan Kapur 1984] Menurut pengalaman, jenis anti-strip aditif yang paling umum digunakan adalah aminebased hidrokarbon, adapun jenis-jenisnya adalah seperti fatty tallow amine , polyamines berdasarkan bis-hexamethylene triamine (BHMT) dan amidoamines. Dibawah ini adalah penjelasan dari jenis anti striping agent.[11] a. Polyamines ialah senyawa dengan 2 atau lebih gugus fungsional amina. Memiliki 5 atau lebih kelompok fungsional per molekul, molekul besar bervariasi dalam ukuran. Banyak jenis poliamina, berbeda dalam jumlah, jenis amina fungsional kelompok, dan ukuran rantai hidrokarbon. Memiliki efektifitas yang tinggi dan rendah bau. Bishexamethylene triamine (BHMT) merupakan bagian poliamina, yang dihasilkan selama produksi nilon, merupakan anti striping yang banyak digunakan pada masa lalu, sangat efektif lebih rendah bau. b. Fatty tallow amina merupakan anti striping yang berasal dari pengolahan cadangan lemak hewan. Terdiri dari senyawa Tallow diamina dan tallow triamine. Pada masa lalu jenis anti striping ini , direkayasa untuk memiliki rantai panjang hidrokarbon. c. Amidoamines merupakan hasil poliamina bereaksi dengan asam lemak (asam karboksilat dengan hidrokarbon ekor). Asam lemak yang berasal dari minyak alami (minyak kelapa, minyak berat, minyak canola, dll). Menciptakan molekul yang jauh lebih besar dan secara substansial memperpanjang rantai hidrokarbon molekul amina. Dalam beberapa kasus amidomines memiliki kinerja yang sama atau lebih baik dari poliamina dan menghasilkan molekul yang lebih besar (peningkatan stabilitas panas). Perbedaan
Universitas Sumatera Utara
rasio dan kombinasi dari poliamina dan asam lemak dalam berbagai kondisi dan reaksi menghasilkan amidoamines dengan berbagai karakteristik kinerja anti striping. Adapun keuntungan dari peambahan anti-stripping agents adalah Meningkatkan pelapisan aspal dengan agregat walau dalam keadaan basah, meningkatkan ikatan atau bonding dan anti penuaan, memperpanjang umur jalan 3-4 tahun. Namun kekurangannya ialah harga dari anti striping agent yang masih relative mahal. Pada spesifikasi edisi november 2010, Aditif kelekatan dan anti pengelupasan (anti striping agent) harus ditambahkan dalam bentuk cairan kedalam campuran agregat dengan mengunakan pompa penakar (dozing pump) pada saat proses pencampuran basah di pugmil. Kuantitas pemakaian aditif anti striping dalam rentang 0,2% - 0,3 % terhadap berat aspal. Anti striping harus digunakan untuk semua jenis aspal tetapi tidak boleh tidak digunakan pada aspal modifikasi yang bermuatan positif. Namun pada spesifikasi 2006 tidak di haruskan penambahan aditif anti pengelupasan. Bradley J. Putman dan SerjiN. Amirkhanian dalam penelitiannya mengenai penggunaan anti-strip aditif (Asas) dalam campuran aspal panas (HMA) yaitu Semua Asas (ASA cair dan kapur padam) dievaluasi, dalam penelitian ini didapat meningkatnya ketahanan terhadap kelembaban dibandingkan yang tidak mengandung campuran ASA. Semua Asas yang efektif dalam menghasilkan campuran dengan nilai basah ITS diatas nilai batas minimum SCDOT yaitu 65 psi. Agregat dan bahan pengikat berpengaruh pada efektivitas penambahan anti striping agent (ASA).[16]
Universitas Sumatera Utara
C. Ivann Harnish dalam penelitiannya mengenai anti striping menyatakan anti-striping amina cair meningkatkan adhesi dalam HMA dan dalam emulsi anionik berbeda. Anti striping cair untuk emulsi anionik harus diperhatikan dengan baik, jangan menganggap efektifitas anti striping pada HMA bekerja baik dalam emulsi anionik.
II.3 Perencanaan Campuran Beraspal Panas Perencanaan campuran mencakup kegiatan pemilihan dan penentuan proporsi material untuk mencapai sifat-sifat akhir dari campuran aspal yang diinginkan. Tujuan dari perencanaan campuran aspal adalah untuk mendapatkan campuran efektif dari gradasi agregat dan aspal yang akan menghasilkan campuran aspal yang memiliki sifat-sifat campuran sebagai berikut [15]: a. Stabilitas adalah kemampuan campuran aspal untuk menahan deformasi permanen yang disebabkan oleh lalu lintas, baik beban yang bersifat statis maupun dinamis sehingga campuran akan tidak mudah aus, bergelombang , melendut, bergeser dan lain-lain. b. Fleksibilitas adalah kemampuan campuran aspal untuk menahan terhadap defleksi akibat beban lalu lintas tanpa mengalami keretakan yang disebabkan oleh : 1) Beban yang berlangsung lama yang berakibat terjadinya kelelahan pada lapis pondasi atau pada tanah dasar yang disebabkan oleh pembebanan sebelumnya. 2) Lendutan berulang yang disebabkan oleh waktu pembebanan lalu lintas yang berlangsung singkat. 3) Adanya perubahan volume campuran.
Universitas Sumatera Utara
c. Durabilitas adalah kemampuan campuran aspal untuk mempertahankan kualitasnya dari disintegrasi atas unsur-unsur pembentuknya yang diakibatkan oleh beban lalu lintas dan pengaruh cuaca. Campuran aspal harus mampu bertahan terhadap perubahan yang disebabkan oleh : 1) Proses penuaan pada aspal dimana aspal akan menjadi lebih keras. Hal ini disebabkan oleh pengaruh oksidasi dari udara dan proses penguapan yang berakibat akan menurunkan daya lekat dan kekenyalan aspal. 2) Pengaruh air yang menyebabkan kerusakan atau kehilangan sifat lekat antara aspal dan material lainnya. d. Impermeability adalah campuran aspal harus bersifat kedap air untuk melindungi lapisan perkerasan di bawahnya dari kerusakan yang disebabkan oleh air yang akan mengakibatkan campuran menjadi kehilangan kekuatan dan kemampuan untuk menahan beban lalu lintas. e. Pemadatan adalah proses pemampatan yang memberikan volume terkecil, menggelincir rongga sehingga batas yang disyaratkan dan menambah kepadatan optimal. Mengingat efek yang timbul oleh pengaruh udara, air serta pembebanan oleh arus lalu lintas apabila rongga dalam campuran tidak memenuhi syarat yang ditentukan. Hal ini harus dihindari sehingga tidak terjadi penyimpangan. Pada pelaksanaan pemadatan dilapangan sangat rawan akan terjadinya penyimpangan, baik alat-alat yang digunakan tidak sesuai standar yang ditetapkan maupun jumlah lintasannya. Hughes dalam Fauziah (2001) menyatakan bahwa sifat fisik maupun mekanis campuran aspal sangat dipengaruhi oleh teknik pemadatan benda uji, untuk itu pemilihan teknik pemadatan laboratorium berpengaruh
Universitas Sumatera Utara
sangat nyata terhadap campuran aspal sebagai bahan pembentuk lapis perkerasan jalan. Pemadatan pada hakekatnya adalah untuk memperluas bidang sentuh antar butiran, sehingga mempertinggi internal friction yaitu gesekan antar butiran agregat dalam campuran. Pemadatan merupakan suatu upaya untuk memperkecil jumlah VIM, sehingga memperoleh nilai struktural yang diharapkan. f. Temperatur pemadatan merupakan faktor penting yang mempengaruhi pemadatan, kepadatan hanya bisa terjadi pada saat aspal dalam keadaan cukup cair sehingga aspal tersebut dapat berfungsi sebagai pelumas. Jika aspal sudah dalam keadaan cukup dingin maka kepadatan akan sulit dicapai. Temperatur campuran beraspal panas merupakan satu-satunya faktor yang paling penting dalam pemadatan, disebabkan temperatur pada saat pemadatan sangat mempengaruhi viscositas aspal yang digunakan dalam campuran beraspal panas. Apabila temperatur pada saat pemadatan rendah, mengakibatkan viscositas aspal menjadi tinggi dan membuat sulit dipadatkan. Menaikkan temperatur pemadatan atau menurunkan viscositas aspal berakibat partikel agregat dalam campuran beraspal panas dapat dipadatkan lebih baik lagi, density menurun dengan cepat ketika pemadatan dilakukan pada suhu lebih rendah. g. Workability adalah campuran agregat aspal harus mudah dikerjakan saat pencampuran, penghamparan dan pemadatan, untuk mencapai satuan berat jenis yang diinginkan tanpa mengalami suatu kesulitan sampai mencapai tingkat pemadatan yang diinginkan dengan peralatan yang memungkinkan.
Universitas Sumatera Utara
II.4 Perencanaan Campuran Beraspal Panas Dengan Pendekatan Kepadaan Mutlak Pada tahun 1999, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Telah mengeluarkan tentang Pedoman Teknik yang berjudul Pedoman Perencanaan Campuran Beraspal Panas Dengan Pendekatan Kepadatan Mutlak No. 025/T/BM/1999[14], ini dimaksudkan sebagai kepadatan tertinggi (maksimum) yang dapat dicapai oleh campuran sehingga campuran tersebut tidak dapat menjadi lebih padat lagi. Kepadatan mutlak ini berguna untuk menjamin bahwa dengan pendekatan adanya pemadatan oleh lalu lintas setelah beberapa tahun umur rencana, lapis permukaan tidak akan mengalami perubahan bentuk plastis (plastic deformation). Untuk kondisi lalu lintas berat, Marshall konvensional menetapkan pemadatan benda uji dengan 2 x 75 tumbukan dengan batas rongga campuran antara 3% - 5%. Hasil pengujian pengendalian mutu menunjukkan bahwa kesesuaian parameter kontrol di lapangan seringkali tidak terpenuhi untuk mencapai persyaratan dalam spesifikasi sehingga kinerja perkerasan jalan tidak tercapai. Kondisi ini sulit untuk menjamin campuran yang tahan terhadap kerusakan berbentuk alur plastis. Untuk mengatasi masalah tersebut dibuat pengujian Pemadatan dilakukan dengan menggunakan alat pemadat getar listrik atau dapat dilakukan dengan pemadatan Marshall konvensional dengan jumlah tumbukan 2 x 400 kali.
II.5 Metode Pengujian Campuran Pada penelitian tugas akhir ini, penulis menggunakan metode Marshall. Setelah gradasi agregat ditentukan, selanjutnya adalah pembuatan contoh benda uji dan pengujian di laboratorium.
Universitas Sumatera Utara
Pengujian Marshall merupakan pengujian yang paling banyak dan paling umum dipakai saat ini. Hal ini disebabkan karena alatnya sederhana dan cukup praktis untuk dimobilisasi. Pengujian Marshall bertujuan untuk mengukur daya tahan (stabilitas) campuran agregat dan aspal terhadap kelelehan plastis (flow). Flow didefenisikan sebagai perubahan deformasi atau regangan suatu campuran mulai dari tanpa beban, sampai beban maksimum dan dinyatakan dalam milimeter atau 0.01”.
II.5.1 Parameter pengujian Marshall
Beton aspal dibentuk dari agregat, aspal dan atau tanpa bahan tambahan yang dicampur secara merata atau homogeny pada suhu tertentu.Campuran kemudian dihamparkan dan dipadatkan, sehingga terbentuk beton aspal padat. Sifat-sifat campuran beton aspal dapat dilihat dari parameter-parameter pengujian marshall antara lain :
a. Stabilitas Marshall Nilai stabilitas diperoleh berdasarkan nilai masing-masing yang ditunjukkan oleh jarum dial. Stabilitas merupakan parameter yang menunujukkan batas maksimum beban yang dapat diterima oleh suatu campuran beraspal saat terjadi keruntuhan yang dinyatakan dalam kilogram. Nilai stabilitas yang terlalu tinggi akan menghasilkan perkerasan yang terlalu kaku sehingga tingkat keawetannya berkurang.
b. Kelelehan (flow) Seperti halnya cara memperoleh nilai stabilitas, nilai flow merupakan nilai dari masing-masing yang ditunjukkan oleh jarum dial. Hanya saja jarum dial flow biasanya dalam satuan mm (millimeter). Suatu campuran yang memiliki kelelehan
Universitas Sumatera Utara
yang rendah akan lebih kaku dan kecenderungan untuk mengalami retak dini pada usia pelayanannya.
c. Hasil Bagi Marshall (Marshall Quotient) Hasil Bagi Marshall merupakan hasil bagi stabilitas dengan kelelehan. Semakin tinggi nilai MQ, maka kemungkinan akan semakin tinggi kekakuan suatu campuran dan semakin rentan campuran tersebut terhadap keretakan.
Marshall Quotient =
…………………(2.1)
d. Rongga Terisi Aspal (VFA atau VFB) Rongga terisi aspal (VFA) adalah persen rongga yang terdapat diantara partikel agregat (VMA) yang terisi oleh aspal, tidak termasuk aspal yang diserap oleh agregat. Rumus adalah sebagai berikut :
VFA 100
VMA VIM …………………(2.2) VMA
Dimana : VFA : Rongga udara yang terisi aspal, prosentase dari VMA, (%) VMA : Rongga udara pada mineral agregat, prosentase dari volume total, (%) VIM : Rongga udara pada campuran setelah pemadatan (%)
e. Rongga Antar Agregat (VMA) Rongga antar agregat (VMA) adalah ruang rongga diantara partikel agregat pada suatu perkerasan, termasuk rongga udara dan volume aspal efktif (tidak termasuk
Universitas Sumatera Utara
volume aspal yang diserap agregat). Perhitungan VMA terhadap campuran dalah dengan rumus berikut : Jika komposisi campuran ditentukan sebagai persen berat dari campuran total, maka VMA dihitung dengan persamaan sebagai berikut : Gmb * PS VMA 100 Gbs …………………………….(2.3)
Dengan pengertian :
VMA
=
Rongga dalam agregat mineral (persen volume curah)
Gsb
=
Berat jenis curah agregat
Ps
=
Agregat, persen berat total campuran
Gmb
=
Berat jenis curah campuran padat (ASTM D 2726)
Atau, jika komposisi campuran ditentukan sebagai persen berat agregat, maka VMA dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
VMA 100
Gmb 100 100 Gsb 100 Pb ………………………..(2.4)
Dengan pengertian :
Pb
=
Aspal, persen berat agregat
Gmb
=
Berat jenis curah campuran padat
Universitas Sumatera Utara
Gsb
=
Berat jenis curah agregat
f. Rongga Udara (VIM)
Rongga udara dalam campuran (Va) atau VIM dalam campuran perkerasan beraspal terdiri atas ruang udara diantara partikel agregat yang terselimuti aspal. Volume rongga udara dalam campuran dapat ditentukan dengan rumus berikut:
VIM 100
Gmm Gmb Gmm ........................................(2.5)
Dengan pengertian :
VIM
=
Rongga udara dalam campuran padat, persen dari total volume.
Gmm
=
Berat jenis maksimum campuran.
Gmb
=
Berat jenis curah campuran padat.
II.5.2 Dasar-dasar Perhitungan
a. Berat Jenis Bulk dan Apparent Total Agregat Agregat total terdiri atas fraksi-fraksi agregat kasar, agregat halus dan bahan pengisi/filler yang masing-masing mempunyai berat jenis yang berbeda, baik berat jenis kering (bulk spesific gravity) dan berat jenis semu (apparent grafity). Kedua macam berat jenis dari total agregat tersebut dapat dihitung dalam persamaan berikut : -
Berat Jenis Kering (bulk specific gravity) dari total agregat
Universitas Sumatera Utara
………………………(2.6) Dengan pengertian : Gsbtot agregat
=Berat jenis kering agregat gabungan, (gr/cc)
Gsb1, Gsb2… Gsbn = Berat jenis kering dari masing-masing agregat, (gr/cc) P1, P2, P3, …
=Prosentase berat dari masing-masing agregat, (%)
- Berat Jenis Semu (apparent spesific gravity)
…………………..(2.7)
Dengan pengertian : Gsatot agregat
= Berat jenis semu agregat gabungan, (gr/cc)
Gsa1, Gsa2… Gsan
=Berat jenis semu dari masing-masing agregat 1,2,3..n, (gr/cc)
P1, P2, P3, …
=Prosentase berat dari masing-masing agregat, (%)
b. Berat Jenis Efektif Agregat Berat jenis efektif campuran (Gse), kecuali rongga udara dalam partikel agregat yang menyerap aspal dapat dihitung dengan rumus yang biasanya digunakan berdasarkan hasil pengujian kepadatan maksimum eoritis sebagai berikut :
Gse
Pmm Pb Pmm Pb Gmm Gb …………………............................(2.8)
Dengan pengertian :
Universitas Sumatera Utara
Gse
=Berat jenis efektif/ efektive spesific gravity, (gr/cc)
Gmm
=Berat jenis campuran maksimum teoritis setelah pemadatan (gr/cc)
Pmm
= Persen berat total campuran (=100)
Pb
= Prosentase kadar aspal terhadap total campuran, (%)
Ps
= Kadar agregat, persen terhadap berat total campuran, (%)
Gb
= Berat jenis aspal
Berat jenis efektif total agregat dapat ditentukan juga dengan menggunakan persamaan dibawah ini :
…………………………………(2.9) Dengan pengertian : Gse = Berat jenis efektif/ efektive spesific gravity, (gr/cc) Gsb = Berat jenis kering agregat / bulk spesific gravity, (gr/cc) Gsa = Berat jenis semu agregat / apparent spesific gravity, (gr/cc)
c. Berat Jenis maksimum Campuran Berat jenis maksimum campuran, Gmm pada masing-masing kadar aspal diperlukan untuk menghitung kadar rongga masing-masing kadar aspal. Berat jenis maksimum dapat ditentukan dengan AASHTO T.209-90. Gmm
Pmm Ps Pb Gse Gb ..........................................................(2.10)
Dengan pengertian :
Universitas Sumatera Utara
Gmm = Berat jenis maksimum campuran,(gr/cc) Pmm =Persen berat total campuran (=100) Ps
=Kadar agregat, persen terhadap berat total campuran, (%)
Pb
=Prosentase kadar aspal terhadap total campuran, (%)
Gse
=Berat jenis efektif/ efektive spesific gravity, (gr/cc)
Gb
= Berat jenis aspal,(gr/cc)
d. Berat Jenis Bulk Campuran padat Perhitungan berat jenis bulk campuran setelah pemadatan (Gmb) dinyatakan dalam gram/cc dengan rumus sebagai berikut :
……………………….……………..(2.11) Dengan pengertian : Gmb
= Berat jenis campuran setelah pemadatan, (gr/cc)
Vbulk =Volume campuran setelah pemadatan, (cc) Wa
=Berat di udara, (gr)
e. Penyerapan Aspal Penyerapan aspal dinyatakan dalam persen terhadap berat agregat total, tidak terhadap berat campuran. Perhitungan penyerapan aspal (Pba) adalah sebagai berikut:
Pba
Gse Gsb Gb Gse Gsb ………………………………….(2.12)
Dengan pengertian : Pba = Penyerapan aspal, persen total agregat (%)
Universitas Sumatera Utara
Gsb = Berat jenis bulk agregat, (gr/cc) Gse =Berat jenis efektif agregat, (gr/cc) Gb =Berat jenis aspal, (gr/cc)
f. Kadar Aspal Efektif Kadar aspal efektif (Pbe) campuran beraspal adalah kadar aspal total dikurangi jumlah aspal yang terserap oleh partikel agregat. Kadar aspal efektif ini akan menyelimuti permukaan agregat bagian luar yang pada akhirnya akan menentukan kinerja perkerasan beraspal. Rumus Kadar aspal efektif adalah :
Pbe Pb
Pba Ps 100 ………………………………..(2.13)
Dengan pengertian : Pbe
= Kadar aspal efektif, persen total campuran, (%)
Pb
= Kadar aspal, persen total campuran, (%)
Pba
= Penyerapan aspal, persen total agregat, (%)
Ps
=Kadar agregat, persen terhadap berat total campuran, (%)
II.6 Review Spesifikasi Bina Marga tahun 2006 dan 2010 II.6.1 Agregat Pada pengujian baik agregat kasar maupun halus dan gradasi , ada beberapa perbedaan batasaan pada spesifikasi umum Bina Marga 2006 terhadap spesifikasi umum Bina Marga 2010 gardasi kasar maupun halus. Hal ini di tunjukkan pada tabel II.11 berikut.
Universitas Sumatera Utara
Tabel II.11 Review perbedaan spesifikasi agergat Pengujian
Spesifikasi 2006
Speifikasi 2010
Spesifikasi 2010
Gradasi Halus
Gradasi Kasar
Los Angeles
Maks 40%
Maks 40%
Maks 30%
Nilai Setara Pasir
Min 50%
Min 50%
Min 70%
Bahan pengisi (Filler)
Tidak ada keharusan
Harus di tambahkan Harus di tambahkan
penambahan
1% - 2%
1% - 2%
Adanya daerah
Tidak ada daerah
Tidak ada daerah
larangan dan kurva
larangan, namun
larangan, namun
fuller
batasan gradasi
batasan gradasi
berada di atas
berada di bawah
daerah larangan
daerah larangan
Gradasi
II.6.2 Aspal Pada pengujian aspal pen 60 terdapat beberapa pengujian yang memiliki perbedaan batasan antara spesifikasi 2006 dan 2010, yang di tunjukkan pada tabel II.12 berikut.
Tabel II.12 Review perbedaan spesifikasi aspal Pengujian
Spesifikasi 2006
Spesifikasi 2010
Penetrasi pada 25°C (dmm)
60-79
60-70
Titik nyala (°C)
min 200
≥ 232
Universitas Sumatera Utara
Titik lembek (°C)
48-58
≥ 48
Perhitungan Indeks Penetrasi *
Tidak ada
Ada
viskositas 135 °C
Tidak ada
Ada dengan nilai 385
Penambahan bahan aditif anti
Tidak diharuskan
cSt
pengelupasan
Harus
ditambahkan
dengan rentang 0.2% 0.3% terhadap berat aspal
* Nilai Indeks Penetrasi, dapat ditentukan dengan menggunakan rumus berikut : Indeks Penetrasi = (20-500A) / (50A+1) A = [log (Penetrasi pada Temperatur Titik lembek) - log (penetrasi pada 25C)] / (titik lembek - 25C )
II.6.3 Campuran Lapis Aspal Beton (Laston) Pada hasil pengujian campuran lapis aspla beton (laston) terdapat beberapa perbedaan parameter yang ditunjukkan pada tabel II.13 berikut.
Tabel II.13 Review perbedaan spesifikasi lapis aspal beton Pengujian
Spesifikasi 2006
Stabilitas Marshall Sisa (Retained
Min 75%
Spesifikasi 2010
Min 90%
Marshall)
Universitas Sumatera Utara
setelah
perendaman
24
jam suhu 60 °C
Batasan
Kadar
Aspal
Tidak ada
Efektif
Gradasi Halus Min 5.1% Gradasi Kasar Min 4.3%
Menentukan
%
kadar
aspal awal
Menggunakan rumus Pb*¹
Belum
di
secara
jelas
tentukan pada
spesifikasi*²
*¹ Rumus Pb sebagai berikut:
𝑃𝑏 = 0,035 % 𝐶𝐴 + 0,045 % 𝐹𝐴 + 0,18 % 𝐹𝐹 + 𝐾……………………….(2.14)
Dimana : Pb
= Kadar aspal optimum perkiraan
CA
= Agregat kasar tertahan saringan No.8
FA
= Agregat halus lolos saringan No.8 dan tertahan di saringan No.200
Filler = Agregat halus lolos sarinan No.200, tidak termasuk mineral asbuton K
= Konstanta, dengan nilai 0,5 untuk penyerapan agregat yang rendah dan
nilai
1,0 untuk penyerapan agregat yang tinggi.
*² Belum ada petunjuk atau pedoman dalam penentuan % kadar aspal awal. Namun secara tersirat dengan diberikan batasan minimum Kadar Aspal Efektif diharapkan % kadar aspal awal rencana memiliki nilai Kadar Aspal Efektif diatas batasan minimum yang diberikan. Sehingga
Universitas Sumatera Utara
nilai Kadar Aspal Optimum yang dihasilkan memiliki nilai Kadar Aspal Efektif diatas batasan minimum yang di tetapkan. Penentuan Kadar aspal efektif menggunakan rumus (2.13).
Universitas Sumatera Utara