BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengadaan Barang/Jasa Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah meliputi pengadaan barang, pekerjaan
konstruksi, jasa konsultansi dan jasa lainnya. Menurut Perpres No. 70 Tahun 2012, pengertian Pengadaan Barang/Jasa adalah kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya
yang
prosesnya
dimulai
dari
perencanaan
kebutuhan
sampai
diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh barang/jasa. Cara untuk penyediaan barang/jasa salah satunya adalah dengan melakukan suatu pelelangan atau tender. Tender atau pelelangan merupakan serangkaian kegiatan untuk menyediakan barang/jasa dengan cara menciptakan persaingan yang sehat antara Penyedia Barang/Jasa yang setara dan memenuhi syarat berdasarkan metode dan tata cara tertentu yang telah ditetapkan dan diikuti oleh pihak-pihak yang terkait secara taat asas sehingga terpilih penyedia terbaik (Ervianto, 2002).
2.2
Berlakunya Peraturan Presiden No. 70 Tahun 2012 Peraturan Presiden No. 70 Tahun 2012 merupakan perubahan kedua atas
Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa. Revisi pertama telah dilakukan tanggal 30 Juni 2011 yang dituangkan dalam bentuk Perpres No. 35 Tahun 2011. Alasan revisi pertama, yaitu dianggap perlunya konsultan hukum untuk mendampingi instansi pemerintah dalam menghadapi tuntutan dari pihak ketiga. Isi revisi pertama adalah memasukkan jasa konsultansi di bidang hukum (meliputi konsultan hukum/advokat atau arbiter) dalam kriteria jenis pekerjaan/jasa yang boleh dilakukan dengan cara penunjukkan langsung. Revisi kedua dalam Perpres No. 70 Tahun 2012 pada tanggal 31 Juli 2012 mengandung maksud melakukan perubahan yang menyeluruh terhadap sistem pengadaan barang/jasa yaitu dengan membuat sistem pengadaan yang lebih sederhana dan mudah dilakukan. Kemudahan-kemudahan terdapat dalam Perpres No. 70 Tahun 2012 antara lain:
4
1.
Penyederhanaan
cara
pemilihan
penyedia
melalui
lelang/seleksi.
Contohnya, paket pekerjaan dengan nilai di atas Rp. 200.000.000,- sampai Rp. 5.000.000.000,- yang sebelumnya harus lelang umum sekarang boleh dilaksanakan dengan lelang sederhana untuk pengadaan barang dan dengan cara pemilihan langsung untuk pengadaan jasa konstruksi. 2.
Percepatan waktu proses pemilihan penyedia barang/jasa. Contohnya, waktu penayangan pengumuman yang sebelumnya 7 hari kerja, sekarang untuk lelang/seleksi sederhana dipercepat menjadi 4 hari kerja, masa sanggah yang sebelumnya 5 hari kerja, sekarang untuk lelang/seleksi sederhana sekarang dikurangi menjadi 3 hari kerja.
3.
Penyederhanaan
dokumen
pembayaran.
Contohnya,
Pengadaan
Barang/Jasa dengan nilai sampai dengan Rp. 10.000.000,- yang sebelumnya harus menggunakan kuitansi, sekarang cukup dengan menggunakan bukti pembelian. Pengadaan Barang/Jasa dengan nilai Rp. 10.000.000,- sampai dengan 50.000.000,- yang sebelumnya harus menggunakan SPK, sekarang cukup menggunakan kuitansi. Pengadaan Barang/Jasa dengan nilai di atas Rp. 50.000.000,- sampai dengan Rp. 200.000.000,- yang sebelumnya menggunakan surat perjanjian, sekarang cukup dengan menggunakan SPK (Surat Perintah Kerja). 4.
Pengadaan Barang/Jasa dengan cara Pengadaan Langsung. Contohnya untuk Pengadaan Barang/Jasa dengan nilai sampai dengan Rp. 10.000.000,- dengan cara pengadaan langsung yang sebelumnya harus menggunakan HPS (Harga Perkiraan Sendiri), sekarang tidak perlu menggunakan HPS. Perpres
No.
70
Tahun
2012
menimbang
berbagai
hal
yaitu:
penyempurnaan peraturan mengenai pengadaan barang dan jasa ini dilakukan untuk mempercepat pelaksanaan Belanja Negara, dimana untuk mempercepat pelaksanaan Belanja Negara ini perlu percepatan pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Mempercepat pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah perlu penyempurnaan pengaturan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
5
Jenis Pengadaaan Barang/Jasa dalam Peraturan Presiden ini adalah: 1.
Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, bergerak maupun tidak bergerak, yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan atau dimanfaatkan oleh Pengguna Barang.
2.
Pekerjaan Konstruksi adalah seluruh pekerjaan yang berhubungan dengan pelaksanaan konstruksi bangunan atau pembuatan wujud fisik lainnya.
3.
Jasa Konsultasi adalah jasa layanan profesional yang membutuhkan keahlian tertentu diberbagai bidang keilmuan yang mengutamakan adanya olah pikir (brainware).
4.
Jasa Lainnya adalah jasa yang membutuhkan kemampuan tertentu yang mengutamakan keterampilan (skillware) dalam suatu sistem tata kelola yang telah dikenal luas di dunia usaha untuk menyelesaikan sesuatu pekerjaan atau segala pekerjaan dan/atau penyedia jasa selain jasa konsultasi, pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi dan Pengadaan Barang.
2.3
Prinsip-Prisnsip Pengadaan Barang/Jasa Menurut Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010, prinsip-prinsip yang
terkandung dalam proses pengadaan barang dan jasa yaitu: 1.
Efisien Efisien pengadaan diukur terhadap seberapa besar upaya yang dilakukan untuk memperoleh barang/jasa dengan spesifikasi yang sudah ditetapkan.
2.
Efektif Efektifitas pengadaan diukur seberapa jauh barang/jasa yang telah diperoleh dari proses pengadaan dapat mencapai spesifikasi yang sudah ditetapkan.
3.
Transparan Bagaimana proses Pengadaan Barang/Jasa dapat diketahui secara luas. Maksudnya adalah segala bentuk informasi terkait dengan proses Pengadaan Barang/Jasa dapat diperoleh dan mudah diakses oleh masyarakat umum.
6
4.
Terbuka Pengadaan Barang/Jasa diikuti oleh semua Penyedia Barang/Jasa selama memenuhi kriteria dan persyaratan yang telah ditetapkan.
5.
Bersaing Setiap Penyedia Barang/Jasa mampu menunjukan persaingan yang sehat untuk mendapatkan tender yang bersedia dengan meningkatkan kualitas dan masing- masing barang yang akan disediakan oleh mereka.
6.
Adil/tidak diskriminatif Memberi perlakuan yang sama terhadap semua calon Penyedia Barang/Jasa dan tidak mengarah pada pemberian keuntungan pada pihak tertentu.
7.
Akuntabel Harus sesuai dengan aturan dan ketentuan yang terkait dengan Pengadaan Barang/Jasa sehingga dapat dipertanggungjawabkan.
2.4
Metode Pemilihan Penyedia Barang/Jasa Menurut Perpres No. 70 Tahun 2012, pasal 35 pemilihan penyedia
barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya dapat dilakukan dengan cara: 1.
Pemilihan Penyedia Barang/Jasa Lainnya dilakukan dengan: a. Pelelangan Umum b. Pelelangan Terbatas (untuk pemilihan penyedia barang saja) c. Pelelangan Sederhana d. Penunjukan Langsung e. Pengadaan Langsung; f. Kontes (untuk pemilihan Penyedia Barang) g. Sayembara (untuk pemilihan Penyedia Jasa Lainnya) Kontes/Sayembara dilakukan khusus untuk pemilihan Penyedia Barang/Jasa Lainnya yang merupakan hasil Industri Kreatif, inovatif, dan budaya dalam negeri.
2.
Pemilihan Penyediaan Pekerjaan Konstruksi dilakukan dengan: a. Pelalangan Umum b. Pelelangan Terbatas
7
c. Pemilihan Langsung d. Penunjukan Langsung e. Pengadaan Langsung Pengertian dan metode pemilihan Penyedia Barang/Jasa diatas adalah sebagai berikut: 1.
Pelelangan Umum, yaitu metode pemilihan penyedia barang/jasa konstruksi/jasa lainnya untuk semua pekerjaan yang dapat di ikuti oleh semua
Penyedia
Barang/Pekerjaan
Kostruksi/Jasa
Lainnya
yang
memenuhi syarat. 2.
Pelelangan Sederhana, yaitu metode pemilihan Penyediaan Barang/Jasa Lainnya untuk pekerjaan paling tinggi Rp. 5.000.000.000 (lima miliar rupiah).
3.
Pelelangan Terbatas, yaitu metode pemilihan Pekerja konstruksi untuk Pekerjaan Konstruksi dengan jumlah penyedia mampu melaksanakan diyakini terbatas dan untuk pekerjaan yang kompleks. Pekerjaan yang kompleks
adalah
pekerjaan
yang
memerlukan
teknologi
tinggi,
mempunyai risiko tinggi, menggunakan peralatan yang di desain khusus dan/atau pekerjaan yang bernilai diatas Rp. 100.000.000.000,- (seratus miliar rupiah). 4.
Pemilihan Langsung, adalah metode pemilihan penyedia pekerjaan konstruksi untuk pekerjaan yang paling tinggi Rp. 5.000.000.000 (lima miliar rupiah).
5.
Penunjukkan Langsung, adalah metode pemilihan penyedia barang/jasa dengan cara menunjuk langsung 1 (satu) penyedia barang/jasa, paket pengadaan barang/pekerjaan konstruksi jasa lainnya yang bernilai paling tinggi Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
6.
Pengadaan Langsung, yaitu Pengadaan Barang/Jasa langsung kepada Penyedia Barang/Jasa tanpa melalui Pelelengan/Seleksi/Penunjukan Langsung
dan dapat dilakukan terhadap Pengadaan Barang/Pekerjaan
Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling tinggi yaitu Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah).
8
7.
Kontes/Sayembara, sayembara adalah metode pemilihan Penyedia Jasa yang memperlombakan gagasan orisinial, kreatifitas dan inovasi tertentu yang harga/biayanya tidak dapat ditetapkan berdasarkan harga satuan. Kontes adalah metode pemilihan Penyedia Barang yang memperlombakan barang/benda tertentu yang tidak mempunyai harga pasar dan harga /biaya tidak dapat ditetapkan berdasarkan harga satuan. Jasa Konsultansi dilakukan melalui cara Seleksi Umum, Seleksi
Sederhana, Penunjukan Langsung, Pengadaan Langsung, Sayembara. Pengertian dari metode pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi diatas adalah sebagai berikut: 1.
Seleksi Umum, merupakan metode pemilihan penyediaan jasa konsultansi untuk pekerjaan yang dapat diikuti oleh semua Penyedia Jasa Konsultansi yang memenuhi persyaratan.
2.
Seleksi Sederhana, adalah metode pemilihan penyedia jasa konsultansi untuk jasa konsultansi yang bernilai paling tinggi Rp. 200.000.000,-(dua ratus juta rupiah).
3.
Penunjukan Langsung, untuk paket pengadaan Jasa Konsultansi yang bernilai paling tinggi Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah).
4.
Pengadaan Langsung, dilakukan terhadap Pengadaan Jasa Konsultansi yang memiliki karakteristik merupakan kebutuhan operasional K/L/D/I dan atau bernilai paling tinggi Rp. 50.000.000,-
5.
Sayembara, dilakukan terhadap Pengadaan Jasa Konsultansi yang memiliki karakteristik merupakan proses dan hasil gagasan, kreatifitas, inovasi dan metode pelaksanaan tertentu, tidak dapat ditetapkan berdasarkan Harga Satuan. Persyaratan administratif bagi Penyedia Jasa Konsultansi yang akan mengikuti Sayembara ditetapkan uleh ULP/Pejabat Pengadaan yang dapat lebih mudah daripada Persyaratan Penyedia Barang/Jasa secara umum. Persyaratan dan metode evaluasi teknis ditetapkan oleh ULP/Pejabat Pengadaan setelah mendapatkan masukkan dari tim yang ahli di bidangnya, sedangkan pelaksanaan evaluasi dilakukan oleh tim yang ahli di bidangnya.
9
Keadaan tertentu yang tercantum dalam pasal 38 ayat 4 Perpres No. 70 Tahun 2012 yaitu: 1.
Penanganan darurat yang tidak direncanakan sebelumnya dan waktu penyelesaian pekerjaan harus segera/tidak dapat ditunda untuk pertahanan Negara, keamanan dan ketertiban masyarakat, keselamatan/perlindungan masyarakat yang pelaksanaan pekerjaannya tidak dapat ditunda/harus dilakukan segera, termasuk akibat bencana alam.
2.
Pekerjaan penyelenggaraan penyiapan konferensi yang mendadak untuk menindaklanjuti komitmen internasional dan dihadiri oleh Presiden/Wakil Presiden.
3.
Kegiatan yang menyangkut pertahanan Negara yang ditetapkan oleh Menteri Pertahanan serta kegiatan yang menyangkut keamanan dan ketertiban masyarakat yang ditetapkan oleh kepala kepolisian Negara Republik Indonesia.
4.
Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa lainnya yang spesifik dan hanya dapat dilaksanakan oleh 1 (satu) Penyedia Barang/Jasa Lainnya karena 1 (satu) pabrikan, 1 (satu) pemegang hak paten, atau pihak yang telah mendapatkan izin dari pemegang hak paten atau pihak yang menjadi pemenang pelelangan untuk mendapatkan izin dari pemerintah.
Pada Perpres No. 70 Tahun 2012 ditambahkan mengenai keadaan tertentu ditambahkan satu kriteria lagi yaitu untuk kegiatan yang bersifat rahasia, untuk kepentingan intelejen dan/atau perlindungan saksi sesuai dengan tugas yang ditetapkan dalam peraturan perundang- undangan. Kriteria barang khusus/pekerjaan konstruksi khusus/jasa lainnya yang bersifat khusus yang memungkinkan dilakukan penunjukan langsung meliputi: 1.
Barang/Jasa lainnya berdasarkan tarif resmi yang ditetapkan pemerintah.
2.
Pekerjaan konstruksi bangunan yang merupakan satu kesatuan sistem konstruksi dan satu kesatuan tanggung jawab atas risiko kegagalan bangunan
yang
secara
keseluruhan
tidak
dapat
direncanakan/
diperhitungkan sebelumnya (unforeseen condition).
10
3.
Barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya bersifat kompleks yang hanya dapat dilaksanakan dengan penggunaan teknologi khusus dan hanya ada 1 (satu) penyedia yang mampu.
4.
Pekerjaan pengadaan dan distribusi bahan obat obat dan alat kesehatan habis pakai dalam rangka menjamin ketersediaan obat untuk pelaksanaan peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat yang jenis dan harganya telah ditetapkan oleh menteri yang bertanggung jawab di bidang kesehatan.
5.
Pengadaan kendaraan bermotor dengan harga khusus untuk pemerintah yang telah dipublikasikan secara luas kepada masyarakat.
6.
Sewa penginapan/hotel/ruang rapat yang tarifnya terbuka dan dapat diakses oleh masyarakat.
7.
Lanjutan sewa gedung/kantor dan lanjutan sewa ruang terbuka atau tertutup lainnya dengan ketentuan dan tata cara pembayaran serta penyesuaian harga yang dapat dipertanggungjawabkan. Pada Perpres No. 70 Tahun 2012 ketentuan mengenai barang
khusus/pekerjaan konstruksi khusus/jasa lainnya yang bersifat khusus yang memungkinkan dilakukan penunjukan langsung ditambahkan satu kriteria lagi yaitu pekerjaan pengadaan Prasarana, Sarana dan Utilitas Umum (PSU) di lingkungan perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang dilaksanakan oleh pengembang/developer yang bersangkutan.
2.5
Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Sistem Pengadaan Barang/Jasa Berdasarkan Peraturan Presiden No. 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan
Barang dan Jasa dalam proses Pengadaan Barang/Jasa terdapat banyak pihak yang terlibat di dalamnya terdiri dari proses perencanaan, persiapan hingga pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa, antara lain: 1.
Kementrian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi, yang selanjutnya disebut K/L/D/I adalah instansi-institusi yang menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
11
2.
Pengguna Barang/Jasa adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan barang dan/atau jasa milik Negara/Daerah di masing- masing K/L/D/I.
3.
Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut LKPP adalah lembaga Pemerintah yang bertugas mengembangkan dan merumuskan kebijakan Pengadaan Barang/Jasa sebagai mana dimaksud adalah Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Presiden No. 106 Tahun 2007 tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
4.
Pengguna Anggaran yang selanjutnya desebut PA adalah Pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementrian/Lembaga/ Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Pejabat yang disamakan pada Institusi Pengguna APBN/APBD.
5.
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disebut KPA adalah pejabat yang ditetapkan oleh Kepala Daerah untuk menggunakan APBD.
6.
Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disebut PPK adalah pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.
7.
Unit Layanan Pengadaan yang selanjutnya disebut ULP adalah unit organisasi
Kementrian/Lembaga/Pemerintah
Daerah/Institusi
yang
berfungsi melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa yang bersifat permanen, dapat berdiri sendri atau melekat pada unit yang sudah ada. 8.
Pejabat Pengadaan adalah personil yang ditunjuk untuk melaksanakan Pengadaan Langsung.
9.
Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan adalah panitia/pejabat yang ditetapkan oleh PA/KPA yang bertugas memeriksa dan menerima hasil pekerjaan.
10. Aparat Pengawas Interen Pemerintah atau pengawas interen pada institusi lain yang selanjutnya disebut APIP adalah aparat yang melakukan pengawasan melalui audit, review, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi.
12
2.5.1 Uraian Tugas dan Tanggung Jawab Masing-Masing Personalia Penyelenggaraan
tugas-tugas
pemerintah,
pembangunan
dan
kemasyarakatan dikenal dengan istilah jabatan Pengguna Anggaran (PA), Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), Kelompok Kerja (Pokja) Unit Layanan Pengadaan (ULP). Berikut ini dijelaskan perbedaan dan persamaan dari masingmasing personil, sebagai berikut: 1.
Persamaan antara PA, KPA, PPK dan PPTK Persamaan antara Pengguna Anggaran (PA), Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), yaitu: a. PA, KPA, PPK dan PPTK adalah pejabat, artinya jabatan PA, KPA, PPK da PPTK adalah jabatan Pegawai Negeri Sipil (PNS), bukan jabatan politik atau jabatan yang dapat dijabat oleh selain PNS. b. PA, KPA, PPK dan PPTK diangkat oleh pejabat yang berwenang atau ikut bertanggung jawab terhadap pelaksanaan tugasnya. c. PA, KPA, PPK dan PPTK diangkat oleh pejabat yang berwenang atau pejabat yang memiliki kewenangan untuk mengangkat seorang PNS untuk menduduki jabatan tersebut.
2.
Perbedaan antara PA, KPA, PPK dan PPTK Perbedaan antara Pengguna Anggaran (PA), Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), yaitu: a. Ruang lingkup tugas, tanggung jawab dan wewenang 1) PA
melaksanakan
tugas
sebagai
pemegang
kewenangan
penggunaan anggaran untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi SKPD yang dipimpinnya. 2) KPA melaksanakan sebagian kewenangan pengguna anggaran dalam melaksanakan sebagian tugas dan fungsi SKPD, dalam menggunakan APBD.
13
3) PPK melaksanakan tugas khusus pada kegiatan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan berwenang hanya dalam kegiatan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. 4) PPTK melaksanakan satu atau beberapa kegiatan dari suatu program sesuai dengan bidang tugasnya, termasuk pada kegiatan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. PPTK berwenang terutama dalam kegiatan pembayaran beban anggaran/ keuangan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah khusus pada Pemerintah Daerah. b. Keberadaan 1) PA
wajib
ditetapkan
pada
seluruh
Kementrian/Lembaga
Pemerintah, Sekertariat Lembaga Negara dan Perwakilan Luar Negeri dan Pemerintah Daerah (Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota). 2) KPA
dapat
ditetapkan
pada
seluruh
Kementrian/Lembaga
Pemerintah, Sekertariat Lembaga Negara dan Perwakilan Luar Negeri dan Pemerintah Daerah (Pemerintah Provinsi dan pemerintah Kabupaten/Kota). Dapat artinya disesuaikan dengan kebutuhan
masing-masing
Kementrian/Lembaga
Pemerintah,
Sekertariat Lembaga Negara dan Perwakilan Luar Negeri dan Pemerintah Daerah (Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota). 3) PPK wajib ditetapkan pada seluruh seluruh Kementrian/Lembaga Pemerintah, Sekertariat Lembaga Negara dan Perwakilan Luar Negeri dan Pemerintah Daerah (Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota). Terutama berkaitan dengan kegiatan pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. 4) PPTK hanya wajib ditetapkan pada Pemerintah Daerah, baik Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Kabupaten/Kota (pada SKPD masing- masing).
14
2.5.1.1 Pengguna Anggaran (PA) Menurut Peraturan Presiden No. 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, diatur antara lain pada: 1.
Pasal 7 a. Organisasi Pengadaan Barang/Jasa untuk Pengadaan melalui Penyedia Barang/Jasa terdiri atas: 1) PA/KPA 2) PPK 3) ULP/Pejabat Pengadaan 4) Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan b. Organisasi
Pengadaan
Barang/Jasa
untuk
Pengadaan
melalui
Pengadaan
melalui
Swakelola terdiri atas: 1) PA/KPA 2) PPK 3) Panitia/ Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan Organisasi
Pengadaan
Barang/Jasa
untuk
Swakelola terdiri atas: 1) PA/KPA 2) PPK 2.a)ULP/Pejabat Pengadaan/Tim Pengadaan; dan 3) Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan c. PPK dapat dibantu oleh tim pendukung yang diperlukan untuk pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa. d. Perangkat organisasi ULP ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 2.
Pasal 8 a. PA memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut: 1) Menetapkan Rencana umum Pengadaan 2) Mengumumkan secara luas rencana umum Pengadaan paling kurang di website K/L/D/I 3) Menetapkan PPK 4) Menetapkan Pejabat Pengadaan
15
5) Menetapkan Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan 6) Menetapkan: a) Pemenang pada pelelangan atau penyediaan pada Penunjukan Langsung
untuk
Konstruksi/Jasa
paket Lainnya
Pengadaan dengan
Barang/Pekerjaan nilai
diatas
Rp.
100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah); atau b) Pemenang pada seleksi atau penyedia pada Penunjukkan Langsung untuk paket Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai di atas Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). 7) Mengawasi pelaksanaan anggaran 8) Menyampaikan laporan keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan 9) Menyelesaikan perselisihan antara PPK dengan ULP/Pejabat Pengadaan, dalam hal terjadi perbedaan pendapat 10) Mengawasi penyimpanan dan pemeliharaan seluruh dokumen Pengadaan Barang/Jasa. b. Selain tugas pokok dan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat a di atas dalam hal diperlukan, PA dapat : 1) Menetapkan tim teknis; dan/atau 2) Menetapkan tim juri/tim ahli untuk pelaksanaan pengadaan melalui Sayembara/kontes. 3.
Pasal 9 Atas dasar pertimbangan besaran beban pekerjaan atau rentang kendali organisasi: a. PA pada Kementrian/Lembaga/Institusi pusat lainnya menetapkan seorang atau beberapa orang KPA b. PA pada pemerintah daerah mengusulkan 1 (satu) atau beberapa orang KPA kepada kepala Daerah untuk ditetapkan. Pertimbangan beban pekerjaan dan rentang kendali dititik beratkan kepada kemampuan PA melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan terhadap pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.
16
2.5.1.2 Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Menurut Peraturan Presiden No. 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, KPA diatur antara lain yaitu pada Pasal 10, isinya sebagai berikut: a.
KPA pada Kementrian/Lembaga/Institusi pusat lainnya merupakan pejabat yang ditetapkan oleh PA.
b.
KPA pada Pemerintah Daerah merupakan Pejabat yang ditetapkan oleh Kepala Daerah atas usul PA.
c.
KPA untuk dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan ditetapkan oleh PA pada Kementrian/Lembaga/Institusi pusat dan lainnya atas usul Kepala Daerah.
d.
KPA memiliki kewenangan sesuai kelimpahan oleh PA.
2.5.1.3 Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Menurut Perpres No. 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, diatur antara lain pada: 1.
Pasal 11 a. PPK memiliki tugas pokok dan kewenangan sebagai berikut: 1) Menetapkan rencana pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa yang meliputi: a) Spesifikasi teknis barang/jasa b) Harga Perkiraan Sendiri (HPS); dan c) Rancangan kontrak 2) Menerbitkan surat penunjukan penyediaan barang/jasa 3) Menandatangani kontrak 4) Melaksanakan kontrak dengan penyedia barang/jasa; 5) Mengendalikan pelaksanaan kontrak; 6) Melaporkan pelaksanaan/penyelesaian Pengadaan Barang/Jasa kepada PA/KPA 7) Menyerahkan hasil pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa kepada PA/KPA dengan Berita Acara Penyerahan
17
8) Melaporkan kemajuan pekerjaan termasuk penyerapan anggaran dan hambatan pelaksanaan pekerjaan kepada PA/KPA setiap triwulan; dan 9) Menyimpan dan menjaga kebutuhan seluruh dokumen pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa. b. Selain tugas Pokok Kewenangan sebagai dimaksud pada ayat di atas, dalam hal diperlukan PPK dapat: 1) Mengusulkan kepada PA/KPA: 2) Menetapkan tim pendukung 3) Menetapkan tim/ tenaga ahli pemberi penjelasan teknis (aanwijzer) untuk membantu pelaksanaan tugas ULP; dan 4) Menetapkan besar uang muka yang akan dibayarkan kepada Penyedia Barang/Jasa. 2.
Pasal 12 a. PPK merupakan Pejabat yang ditetapkan oleh PA/KPA untuk melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa. b. Untuk ditetapkan sebagai PPK harus memenuhi syarat sebagai berikut: 1) Memiliki integritas 2) Memiliki disiplin tinggi 3) Memeliki tanggung jawab dan kualifikasi teknis serta manajerial untuk melaksanakan tugas; 4) Mampu mengambil keputusan, bertindak tegas dan memiliki keteladanan dalam sikap perilaku serta tidak pernah terlibat KKN. 5) Menandatangani Pakta Integritas 6) Tidak menjabat sebagai pengelola keuangan 7) Memiliki sertifikat keahlian Pengadaan Barang/Jasa
2.5.1.4 Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Pada bab III Perpres No. 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, diatur antara lain pada Pasal 7 ayat yang ke 3, di mana PPK dapat dibantu oleh tim pendukung yang diperlukan untuk pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa. Maksudnya yaitu tim pendukung adalah tim yang dibentuk oleh PPK
18
untuk membantu pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa. Tim Pendukung antara lain terdiri atas Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), direksi lapangan, konsultan pengawas, tim Pelaksana Swakelola dan lain lain.
2.5.1.5 Kelompok Kerja (Pokja) Unit Layanan Pengadaan (ULP) Menurut Perpres No. 70 Tahun 2012, pada pasal 17 dijelaskan tugas dan kewenangan Pokja ULP, yaitu sebagai berikut: 1.
Kepala ULP/Anggota Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Memiliki
integritas,
disiplin
dan
bertanggung
jawab
dalam
melaksanakan tugas; b. Memahami pekerjaan yang akan diadakan c. Memahami jenis pekerjaan tertentu yang menjadi tugas ULP/Pejabat Pengadaan yang bersangkutan d. Memahami isi dokumen, metode dan prosedur pengadaan, e. Tidak
mempunyai
hubungan
keluarga
dengan
pejabat
yang
menetapkannya sebagai anggota ULP/Pejabat Pengadaan. f. Memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa sesuai dengan kempetensi yang dipersyaratkan (terkecuali kepala ULP); dan g. Menandatangani Pakta Integritas. 2.
Tugas pokok dan kewenangan Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan meliputi: a. Menyusun rencana pemilihan penyediaan barang/jasa; b. Menetapkan dokumen pengadaan; c. Menetapkan besaran nominal jaminan penawaran; d. Menggunakan
pelaksanaan
pengadaan
barang/jasa
di
website
Kementrian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi masing-masing dan papan pengumuman resmi untuk masyarakat serta menyampaikan ke LPSE untuk diumumkan dalam Portal Pengadaan Nasional. e. Menilai kualifikasi Penyedia Barang/Jasa melalui prakualifikasi dan pasca kualifikasi;
19
f. Melakukan evaluasi administrasi, teknis dan harga terhadap penawaran yang masuk; g. Khusus untuk ULP: 1) Menjawab sanggahan 2) Menetapkan Penyedia Barang/Jasa untuk: a) Pelelangan atau penunjukan langsung untuk paket Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya uang bernilai paling tinggi Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah); atau b) Seleksi atau Penunjukan Langsung untuk paket Pengadaan Jasa Konsultansi yang bernilai paling tinggi Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) 3) Menyampaikan hasil Pemilihan dan salinan Dokumen Pemilihan Penyedia Barang/Jasa kepada PPK 4) Menyimpan dokumen asli pemilihan Penyedia Barang/Jasa. Pada Perpres No. 70 Tahun 2012 terdapat ayat tambahan, bunyinya yaitu: membuat laporan mengenai proses Pengadaan kepada Kepala ULP. h. Khusus Pejabat Pengadaan: 1) Menetapkan Penyedia Barang/Jasa untuk: a) Pengadaan Langsung untuk paket Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling tinggi Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); dan/atau b) Penunjukan Langsung atau Pengadaan Langsung untuk paket Pengadaan Jasa Konsultansi yang bernilai paling tinggi Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); 2) Menyampaikan hasil Pemilihan dan salinan dokumen pemilihan Penyedia Barang/Jasa kepada PPK; menyerahkan dokumen asli pemilihan Penyedia Barang/Jasa kepada PA/KPA dan membuat laporan mengenai proses Pengadaan kepada PA/KPA. i. Membuat laporan mengenai proses dan hasil Pengadaan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga/Kepala Daerah/Pimpinan Institusi; dan
20
j. Memberikan
Pertanggungjawaban
atas
pelaksanaan
kegiatan
Pengadaan Barang/Jasa. Pada ayat 2 Perpres No 70 Tahun 2012 terdapat ayat tambahan yaitu 2a yang isinya mengenai tugas pokok dan kewenangan Kepala ULP meliputi: a. Memimpin dan mengkoordinasikan seluruh kegiatan ULP; b. Menyusun program kerja dan anggaran ULP; c. Mengawasi seluruh kegiatan Pengadaan Barang/Jasa di ULP dan melaporkan
apabila
ada
penyimpangan
dan/atau
indikasi
penyimpangan; d. Membuat laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan kegiatan Pengadaan Barang/Jasa kepada Menteri/Pimpinann Lembaga/Kepala Daerah/Pimpinan Institusi; e. Melaksanakan pengembangan dan pembinaan sumber daya manusia ULP; f. Menugaskan/menempatkan/memindahkan anggota Kelompok Kerja sesuai dengan beban kerja masing- masing Kelompok Kerja ULP; dan g. Mengusulkan
pemberhentian
anggota
Kelompok
Kerja
yang
ditugaskan di ULP kepada PA/KPA/Kepala Daerah, apabila terbukti melakukan pelanggaran Peraturan Perundang- undangan dan/atau KKN. 3.
Selain tugas pokok dan kewenangan ULP/Pejabat Pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat 2, dalam hal diperlukan ULP/Pejabat Pengadaan dapat mengusulkan kepada PPK: a. Perubahan HPS; dan/atau b. Perubahan spesifikasi teknis pekerjaan
4.
Anggota ULP/Pejabat Pengadaan berasal dari pegawai negeri, baik dari instansi sendiri maupun instansi lainnya (pada Perpres No. 70 Tahun 2012 keputusan ini berlaku juga pada Kepala ULP).
5.
Dikecualikan dari ketentuan pada ayat 4, anggota ULP/Pejabat Pengadaan pada instansi lain Pengguna APBN/APBD selain K/L/D/I atau kelompok Masyarakat Pelaksanaan Swakelola, dapat berasal dari bukan pegawai negeri.
21
Pada Perpres No. 70 Tahun 2012 dikecualikan pada: a. Lembaga/Institusi pengguna APBN/APBD yang memiliki keterbatasan pegawaii yang berstatus Pegawai Negeri, Kepala ULP/anggota Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan dapat berasal dari pegawai tetap Lembaga/Institusi Pengguna APBN/APBD yang bukan pegawai negeri. b. Kelompok masyarakat Pelaksanaan Swakelola, Kepala ULP/anggota Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan dapat berasal dari bukan pegawai negeri. 6.
Dalam hal Pengadaan Barang/Jasa bersifat khusus dan/atau memerlukan keahlian khusus, Kepala ULP/Pejabat Pengadaan dapat menggunakan tenaga ahli yang berasal dari pegawai negeri atau swasta.
7.
Anggota ULP dilarang duduk sebagai: a. PPK b. Pengelola Keuangan; dan c. APIP, terkecuali menjadi Pejabat Pengadaan/anggota ULP untuk Pengadaan Barang/Jasa yang dibutuhkan instansinya. Pada Perpres No. 70 Tahun 2012 ayat 7 ini berlaku juga pada Kepala ULP serta larangan untuk duduk sebagai: Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar (PPSPM).
2.6
E-Procurement Pemerintah pun mulai menerapkan sistem Pengadaan Barang/Jasa yang
berbasis elektronik (E-Procurement). Berdasarkan Peraturan Presiden No. 70 Tahun 2012 tentang pengadaan secara elektronik atau E-Procurement adalah Pengadaan Barang/Jasa yang di laksakan dengan menggunakan teknologi informasi dan transaksi elektronik sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Tujuan dari proses Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik (E-Procurement) ini adalah untuk: 1.
Memperbaiki transparansi dan akuntabilitas.
2.
Meningkatkan akses pasar dan persaingan usaha yang sehat.
3.
Memperbaiki tingkat efisien proses pengadaan.
22
4.
Mendukung proses monitoring dan audit.
5.
Memenuhi kebutuhan akses informasi yang real time. Secara umum E-Procurement dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu E-
tendering dan E-purchasing. Menurut Perpres No. 70 tahun 2012, E-tendering adalah tata cara pemilihan Penyedia Barang/Jasa yang dilakukan secara terbuka dan dapat diikuti oleh semua Penyedia Barang/Jasa yang terdaftar pada sistem pengadaan secara elektronik dengan cara menyiapkan 1 (satu) kali penawaran dalam waktu yang telah ditentukan. Sedangkan E-purchasing menurut Perpres No. 70 Tahun 2012 adalah tata cara pembelian Barang/Jasa melalui sistem katalog elektronik. Dalam hal ini E-Procurement akan mengacu pada E-tendering. Berikut ini akan dijelaskan tata cara E-Tendering.
2.6.1 Metode E-Tendering Menurut Perka LKPP No 18 tahun 2012 Metode E-tendering terdiri dari: 1.
E-lelang untuk pemilihan penyedia barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya.
2.
E-seleksi untuk pemilihan penyedia jasa konsultansi.
2.6.2 Aktivitas Pemilihan E- Tendering Menurut Perka LKPP No. 18 tahun 2012 aktivitas pemilihan metode Etendering yaitu: 1.
Persiapan Pemilihan a. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) 1) PPK yang belum memiliki kode akses (user ID dan password) aplikasi SPSE harus melakukan pendaftaran sebagai pengguna SPSE. 2) PPK menyerahkan rencana pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa yang berisikan paket, spesifikasi teknis, Harga Perkiraan Satuan (HPS), dan rancangan umum kontrak kepada Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan (Pokja ULP). 3) Surat beserta lampirannya sebagaimana dimaksud pada angka 2) di atas berbentuk dokumen elektronik.
23
b. Pokja ULP 1) Pokja ULP yang belum memiliki kode akses (user ID dan password) aplikasi SPSE harus melakukan pendaftaran sebagai pengguna SPSE. 2) Pokja ULP menerima dan menyimpan surat/dokumen rencana pelaksanaan pengadaan yang disampaikan oleh PPK serta melaksanakan pemilihan. 3) Pokja ULP menyusun dokumen pengadaan. c. Penyedia Barang/Jasa Penyediaan Barang/Jasa yang belum memiliki kode akses aplikasi SPSE wajib melakukan pendaftaran pada aplikasi SPSE dan melaksanakan verfikasi pada Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) untuk mendapatkan kode akses aplikasi SPSE. d. LPSE 1) LPSE menerbitkan kode akses Pengguna SPSE dan menyimpan dokumen pendukung proses registrasi dan verifikasi pengguna SPSE. 2) LPSE dapat medelegasikan tugas sebagaimana dimaksud 1) kepada pengguna SPSE di K/L/D/I sesuai dengan syarat dan ketentuan penggunaan aplikasi SPSE. 2.
Pelaksanaan Pemilihan a. Pembuatan Paket dan Pendaftaran 1) Paket pemilihan yang dilakukan dalam aplikasi SPSE merupakan peket pemilihan baru atau paket pemilihan ulang pengadaan secara elektronik. 2) Pokja ULP membuat paket dalam aplikasi SPSE lengkap dengan informasi paket dan sistem pengadaan berdasarkan informasi yang diberikan Pengguna Anggaran (PA)/Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)/PPK maupun petugas internal Pokja ULP. 3) Pokja
ULP
memasukkan
nomor
surat/dokumen
rencana
pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa yang diterbitkan oleh PPK
24
dan menjadi dasar pembuatan paket oleh PPK dimaksudkan pada angka 2). 4) Pokja ULP menyusun jadwal pelaksanaan pemilihan berdasarkan hari kalender dengan alokasi waktu mengacu pada ketetapan waktu yang diatur pada Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan perubahannya. 5) Pokja ULP menyusun jadwal sebagaimana dimaksud pada angka 4) dengan jam kerja dan hari kerja untuk tahapan: a) Pemberian penjelasan b) Batas akhir pemasukan penawaran c) Pembukaan kulifikasi; dan d) Batas akhir sanggah/sanggah banding. 6) Dalam alokasi waktu yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada angka 4) Pokja ULP harus menyediakan paling kurang 2 (dua) hari kerja untuk tahapan: a) Pemasukkan
dokumen
penawaran
untuk
paket
yang
mensyaratkan jaminan penawaran; dan b) Sanggah banding 7) Pokja ULP dalam mengalokasi waktu sebagaimana yang dimaksud pada angka 6) huruf a) harus memperhitungkan waktu yang diperlukan untuk mempersiapkan waktu yang diperlukan untuk persiapan dokumen penawaran sesuai dengan jenis, komleksitas dan lokasi pekerjaan. 8) Penyusunan dokumen pengadaan secara elektronik dilakukan dengan cara: a) Dokumen pengadaan dibuat oleh Pokja ULP mengikuti standart dokumen pengadaan scera elektronik yang melekat pada aplikasi SPSE dan diunggah (upload) pada aplikasi SPSE; atau b) Dokumen pengadaan dibuat oleh Pokja ULP menggunakan form isian elektronik dokumen pengadaan yang melekat pada eplikasi SPSE.
25
9) Penyusunan dokumen pengadaan sebagaimana dimaksud pada angka 8) disesuaikan dengan syarat dan ketentuan penggunaan aplikasi SPSE dan/atau panduan penggunaan aplikasi SPSE (user guide). b. Pemberian Penjelasan 1) Proses pemberian penjelasan dilakukan secara online tanpa tatap muka melalui aplikasi SPSE. 2) Pokja ULP dapat memberikan informasi yang dianggap penting terkait dengan dokumen pengadaan. 3) Pokja ULP menjawab setiap pertanyaan yang masuk, kecuali untuk substansi pertanyaan yang telah dijawab. 4) Pokja ULP pada saat berlangsungnya pemberian penjelasan dapat menambah waktu batas akhir tahapan tersebut sesuai dengan kebutuhan. 5) Dalam hal waktu tahap penjelasan telah berakhir, Penyediaan Barang/Jasa tidak dapat mengajukan pertanyaan namun Pokja ULP masih mempunyai tambahan waktu 3 (tiga) jam untuk menjawab pertanyaan yang masuk pada akhir jadwal. 6) Pokja
ULP
mengumpulkan
dilarang
menjawab
pertanyaan
terlebih
pertanyaan dahulu
dengan dan
cara
menjawab
pertanyaan tersebut sekaligus pada waktu tambahan sebagaimana yang dimaksud pada angka 5). 7) Kumpulan tanya jawab pada saat pemberian penjelasan informasi lapangan merupakan Berita Acara Pemberian Penjelasan. 8) Jika dianggap perlu dan tidak dimungkinkan memberi informasi lapangan ke dalam dokumen pemilihan dan Berita Acara Pemberian Penjelasan, Pokja ULP dapat melaksanaan proses pemberian penjelasan lanjutan dengan peninjauan lapangan/ lokasi pekerjaan. 9) Pelaksanaan pemberian penjelasan lanjutan dilakukan oleh seseorang selain Pokja ULP , antara lain oleh tenaga ahli pemberi
26
penjelasan teknis yang telah ditetapkan oleh PPK dan ditugaskan oleh Pokja ULP. 10) Hasil pemberian penjelasan lanjutan dituangkan ke dalam Berita Acara Pemberian Penjelasan Lanjutan dan diunggah (upload) pada aplikasi SPSE oleh Pokja ULP. 11) Addendum dokumen pengadaan dapat dilakukan secara berulang dengan mengunggah (upload) addendum dokumen pengadaan melalui aplikasi SPSE paling kurang 2 (dua) hari sebelum batas akhir pemasukan dokumen penawaran. 12) Apabila addendum dokumen pengadaan mengakibatkan kebutuhan penambahan waktu penyiapan kebutuhan penawaran maka Pokja ULP memperpanjang batas akhir pemasukkan penawaran. c. Pemasukkan Data Kualifikasi 1) Data kualifikasi disampaikan melalui form isian elektronik kualifikasi yang tersedia pada aplikasi SPSE. 2) Jika form isian elektronik kualifikasi yang tersedia pada aplikasi SPSE belum mengakomodir data kualifikasi yang disyaratkan Pokja ULP maka data kualifikasi tersebut diunggah (upload) pada fasilitas pengunggah lain yang tersedia pada aplikasi SPSE. 3) Pada prakualifikasi, Pokja ULP wajib meminta Penyedia Barang/Jasa
untuk
melengkapi
data
kualifikasi
dengan
memanfaatkan fasilitas komunikasi yang tersedia pada aplikasi SPSE dan/atau fasilitas komunikasi lainnya. 4) Dengan mengirim data kualifikasi secara elektronik Penyedia Barang/Jasa menyetujui pernyataan sebagai berikut: a) Yang bersangkutan dan menajemnnya tidak dalam pengawasan pengadilan,
tidak
pailit,
dan
kegiatan
usahanya
tidak
diberhentikan; b) Yang bersangkutan berikut pengurus badan usaha tidak masuk dalam daftar hitam; c) Perorangan/yang bertindak untuk dan atas nama badan usaha tidak sedang dalam menjalani sanksi pidana;
27
d) Data kualifikasi yang diisikan benar dan jika di kemudian hari ditemukan bahwa data/dokumen yang disampaikan tidak benar dan
ada
pemalsuan,
maka
direktur
utama/pemimpin
perusahaan, atau kepala cabang atau pejabat yang menurut perjanjian kerja sama berhak mewakili badan usaha yang bekerja sama dan badan usaha yang diwakili bersedia dikenakan sanksi administratif, sanksi pencantuman dalam daftar hitam, gugatan secara perdata, dan/atau pelaporan secara pidana kepada pihak berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. e) Pemimpin dan pengurus badan usaha bukan sebagai pegawai K/L/D/I atau pimpinan dan pengurus badan usaha sebagai pegawai
K/L/D/I yang sedang mengambil
cuti diluar
tanggungan K/L/D/I. f) Pernyataan lain yang menjadi syarat kwalifikasi yang tercantum dalam dokumen pengadaan. 5) Untuk
penyedia
barang/jasa
kemitraan/bentuk
kerjasama
dilakukan
badan
oleh
yang lain,
usaha
berbentuk pemasukkan
yang
ditunjuk
konsorsium/ kualifikasi mewakili
konsorsium/kemitraan/bentuk kerja sama lain. d. Pemasukkan/Penyimpanan Dokumen Penawaran 1) Dokumen Penawaran disampaikan dalam bentuk file, yang diunggah (upload) melalui aplikasi SPSE. 2) Dalam hal penyampaian dokumen penawaran ditetapkan secara: a) Satu file maka dokumen penawaran administrasi, teknis dan harga disampaikan dalam satu file penawaran terenskripsi. b) Dua file maka dokumen penawaran administrasi dan teknis disamakan dalam satu file penawaran terenskripsi, serta penawaran harga disampaikan dalam satu file penawaran terenkripsi lainnya yang disampaikan bersamaan. c) Dua tahap, maka dokumen penawaran administrasi dan teknis disampaikan dalam satu file penawaran terenkripsi, serta
28
penawaran harga disampaikan dalam satu file penawaran terenskripsi lainnya sesuai waktu yang ditentukan. 3) Enkripsi file penawaran menggunakan Apendo/Spamkodok. 4) Surat penawaran dan/atau surat lain sebagai bagian dari dokumen elektronik dan telah ditandatangani secara elektronik oleh pemimpin/direktur perusahaan atau kepala cabang perusahaan yang diangkat oleh kantor pusat yang dibuktikan oleh dokumen otentik atau pejabat yang menurut perjanjian kerjasama adalah yang berhak mewakili perusahaan yang bekerjasama. 5) Penyedia Barang/Jasa tidak perlu mengunggah (upload) hasil pemindaian dokumen asli yang bertandatangan basah dan berstempel, kecuali surat lain yang memerlukan tanda tangan basah dari pihak lain. 6) Penyedia Barang/Jasa dapat mengunggah (upload) ulang file penawaran untuk mengganti atau menimpa file penawaran sebelumnya, sampai dengan batas akhir pemasukan penawaran. 7) Pengguna SPSE wajib mengetahui dan melaksanakan ketentuan penggunaan
Apendo/Spamkodok
yang
melekat
pada
Apendo/Spamkodok. 8) Untuk menjamin pelaksanaan pengadaan sesuai dengan prinsipprinsip pengadaan, Pokja ULP dapat melakukan perubahan jadwal pemasukkan dokumen penawaran dan memberikan penjelasan alasan perubahan. 9) Untuk
Penyedia
Barang/Jasa
kemitraan/bentuk
kerjasama
dilakukan
badan
oleh
yang lain,
usaha
berbentuk pemasukkan
yang
ditunjuk
konsorsium/ penawaran mewakili
konsorsium/kemitraan/bentuk kerjasama lain. e. Pembukaan Dokumen Penawaran dan Evaluasi 1) Pada tahap pembukaan penawaran, Pokja ULP mengunduh (download) dan melakukan deskripsi file penawaran dengan menggunakan Apendo/Spamkodok.
29
2) Harga penawaran dan hasil koreksi aritmatik dimasukkan pada fasilitas yang tersedia pada aplikasi SPSE. 3) Terhadap file penawaran terenkripsi yang tidak dapat dibuka (deskripsi), Pokja ULP wajib menyampaikan file penawaran tersebut kepada LPSE dapat menyampaikan file penawaran kepada Pokja ULP. 4) Terhadap file penawaran terenkripsi yang tidak dapat dibuka yang disampaikan pada LPSE atau LKPP, maka LPSE atau LKPP akan memberikan keterangan kondisi file penawaran pada Pokja ULP. 5) Berdasarkan keterangan dari LPSE/LKPP apabila file penawaran tidak dapat dibuka maka Pokja ULP dapat menetapkan bahwa file penawaran tidak memenuhi syarat sebagai penawaran dan Penyedia Barang/Jasa yang mengirimkan file penawaran tersebut dianggap tidak memasukkan penawaran. 6) File yang dianggap sebagai penawaran adalah dokumen penawaran yang berhasil dibuka dan dapat dievaluasi yang sekurangkurangnya memuat: a) Satu file: harga penawaran, daftar kualitas dan harga untuk kontrak harga satuan/gabungan, jangka waktu penawaran dan deskripsi/spesifikasi barang/jasa yang ditawarkan. b) Dua file atau dua tahap: daftar kuantitas dan harga untuk kontrak harga satuan/gabungan, jangka waktu penawaran, dan deskripsi/ spesifikasi barang/jasa yang ditawarkan. 7) Dengan adanya proses penyampaian file penawaran yang tidak dapat dibuka (deskripsi) sebagaimana dimaksud dalam angka 3), Pokja ULP dapat melakukan penyesuaian jadwal evaluasi dan tahapan selanjutnya. 8) Pokja ULP wajib melakukan klarifikasi kepada penerbit surat jaminan penawaran tentang keabsahan dan substansi jaminan penawaran.
30
9) Ketidakabsahan atau penolakan klaim jaminan penawaran terhadap surat jaminan penawaran yang ditunjukan oleh Pokja ULP dapat berakibat pada gugurnya syarat admistrasi. 10) Pembuktian kualifikasi dilakukan diluar aplikasi SPSE (offline). 11) Dalam tahapan pembuktian kualifikasi, Pokja ULP tidak perlu meminta
seluruh
dokumen
kualifikasi
apabila
Penyedia
Barang/Jasa sudah pernah melaksanakan pekerjaan yang sejenis, sama kompleksitasnya pada instansi yang bersangkutan. 12) Pokja ULP memasukan hasil evaluasi penawaran dan hasil evaluasi kualifikasi pada eplikasi SPSE. f. Sanggahan 1) Peserta pemilihan yang dapat menyanggah adalah peserta yang telah memasukkan penawaran. 2) Peserta pemilihan hanya dapat mengirimkan 1 (satu) kali sanggahan kepada Pokja ULP melalui aplikasi SPSE. 3) Pokja ULP menjawab sanggahan melalui aplikasi SPSE 4) Dalam hal terjadi keadaan kahar atau gangguan teknis yang menyebabkan peserta pemilihan tidak dapat mengirimkan jawaban sanggahan secara online melalui aplikasi SPSE maka sanggahan dapat dilakukan di luar aplikasi SPSE (offline). 5) Dalam
hal
terdapat
sanggahan
banding,
peserta
pemilih
memberitahukan sanggahan banding tersebut kepada Pokja ULP melalui fasilitas yang telah tersedia dalam aplikasi SPSE. 6) Kealpaan atau kelalaian pemberitahuan sanggahan banding di atas oleh peserta pemilihan sebagaimana dimaksud dalam angka 5) tidak menggugurkan proses sanggahan banding. g. Surat Penunjukkan Penyediaan Barang/Jasa PPK menerbitkan Surat Penunjukkan Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ) di luar aplikasi SPSE (offline), menginputkan informasi dan mengunggah (upload) hasil pemindaian SPPBJ pada aplikasi SPSE.
31
h. Penandatanganan Kontrak 1) Pemenang pemilihan melakukan penandatanganan kontrak dengan PPK yang dilakukan di luar SPSE. 2) PPK memasukkan informasi dan mengunggah (upload) hasil pemindaian (scan) dokumen kontrak pada aplikasi SPSE.
2.6.3 Lain- lain 1.
Pengumuman
Pemilihan
Penyedia
Barang/Jasa
dan
Pengumuman
Pemenang. Aplikasi SPSE secara otomatis akan menampilkan informasi pengumuman
pemilihan
penyedia
barang/jasa
dan
pengumuman
pemenang paket pekerjaan dengan format dan isi yang tersedia pada aplikasi SPSE. 2.
Evaluasi ulang atau penyampaian ulang dokumen penawaran atau pemilihan ulang. Pokja ULP memutuskan untuk evaluasi ulang, penyampaian ulang dokumen penawaran atau pemilihan ulang maka Pokja ULP harus memasukkan alasan penyebab pemilihan harus di evaluasi diulang atau penyampaian ulang dokumen penawaran atau pemilahan ulang.
3.
Surat Jaminan Penawaran a. Jaminan penawaran pada E-Tendering dengan metode E-lelang tidak diperlukan untuk Pengadaan Barang/Jasa yang memiliki nilai paling tinggi Rp. 2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah) atau tidak menimbulkan resiko apabila pemenang mengundurkan diri menyebabkan pekerjaan tidak dapat diselesaikan tepat pada waktunya. b. Jaminan penawaran sebagaimana dimaksud pada huruf a disampaikan dalam bentuk softcopy hasil pemindaian (scan) yang dimasukan dalam dokumen penawaran. c. Jaminan penawaran asli untuk E-lelang dengan prakualifikasi, disampaikan kepada Pokja ULP pada saat pembuktian kualifikasi. d. Jaminan penawaran asli untuk E-lelang dengan prakualifikasi, disampaikan kepada Pokja ULP sebelum penetapan pemenang.
32
e. Jika calon pemenang tidak memberikan jaminan penawaran asli sebagaimana dimaksud pada huruf c dan d atau jaminan penawaran tidak dapat dicairkan maka akun SPSE Penyedia Barang/Jasa tersebut dinonaktifkan dan dapat dimaksudkan dalam daftar hitam. 4.
Perubahan Jadwal Pokja ULP dapat melakukan perubahan jadwal tahap pemilihan dan wajib mengisi alasan perubahan yang dapat dipertanggungjawabkan.
5.
Pengenaan Sanksi a. Apabila Penyedia Barang/Jasa melakukan pelanggaran terhadap persyaratan dan ketentuan penggunaan aplikasi SPSE, pelanggaran terhadap peraturan perundang- undangan berlaku, atau masuk dalam daftar hitam maka LPSE atau Pengelola Agregasi Data Penyedia dapat menonaktifkan kode akses Pengguna SPSE. b. Penyedia Barang/Jasa telah ditetapkan ke dalam daftar hitam, maka LPSE atau pengelola Agregasi Data Penyedia dapat dimasukan Penyedia Barang/Jasa ke dalam menu daftar hitam di dalam aplikasi.
6.
Audit a. Persiapan 1) Auditor
menyerahkan
surat
tugas
kepada
LPSE
untuk
mendapatkan hak akses untuk masuk ke dalam aplikasi SPSE. 2) LPSE menerima, menyimpan dan menerbitkan kode akses terhadap personil yang tercantum dalam surat tugas instansi yang memiliki tugas pokok dan fungsi audit. b. Pelaksanaan 1) Proses audit pengadaan secara elektronik dilaksanakan melalui fasilitas yang disediakan dalam aplikasi SPSE. 2) Auditor hanya dapat mengakses informasi atau data, mengunduh (download) dan membuka file, baik yang disampaikan oleh Pokja ULP maupun peserta pemilihan paket pekerjaan yang menjadi objek audit sebagaimana tercantum dalam surat tugas. 3) Auditor dapat menemui Pokja ULP untuk memperoleh informasi dan dalam rangka proses audit paket pemilihan tertentu.
33
Dalam hal terjadi kahar atau gangguan teknis (contoh: gangguan daya listrik, gangguan jaringan, gangguan aplikasi) terkait pelaksanaan E-Tendering yang mengakibatkan proses pemilihan tidak dapat dilaksanakan dengan sempurna, maka Pokja ULP dapat: 1.
Membatalkan/menggagalkan proses pemilihan
2.
Melakukan penyesuaian jadwal sesuai dengan jumlah hari terjadi gangguan teknis tersebut.
3.
Membuat dan melaksanakan solusi alternatif terhadap hal lain yang tidak bisa diakomodir atau terfasilitasi dalam aplikasi SPSE serta wajib menuangkan hal tersebut dalam Berita Acara Hasil Pelelangan (BAHP)/Berita Acara Hasil Seleksi (BAHS)/Berita Acara lainnya pada fasilitas unggahan (upload) yang tersedia pada aplikasi SPSE.
2.7
Pasal-Pasal Kontroversial Upaya pemerintah untuk menyempurnakan sistem Pengadaan Barang/Jasa
pemerintah melalui revisi Perpres tersebut masih terus dilakukan. Namun ketidak sempurnaan itu masih ditemukan dalam beberapa pasal dalam Perpres No. 70 tahun 2012 ini diantaranya: 1.
Pasal 55 Pada ayat (3) berbunyi “Kuitansi sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) huruf b, digunakan untuk Pengadaan Barang/Jasa yang nilainya sampai dengan Rp. 50.000.000,00 lima puluh juta rupiah)”. Ayat (4) berbunyi “SPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, digunakan untuk pengadaan barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya sampai dengan Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan untuk jasa konsultansi dengan nilai sampai dengan Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). Ketentuan pasal 55 ayat (4) jelas mengatur bahwa bukti perjanjian yang di gunakan untuk pengadaan jasa konsultansi dengan nilai di atas Rp. 10.000.000,- sampai Rp. 50.000.000,- adalah SPK. Menurut pasal 55 ayat (3) dibukti perjanjian yang digunakan untuk pengadaan Barang/Jasa yang nilainya diatas Rp. 10.000.000,- sampai dengan Rp. 50.000.000,- adalah kuitansi. Pada kedua pasal ini saling berbenturan menyangkut pengadaan
34
jasa konsultansi dengan nilai di atas Rp. 10.000.000,- sampai dengan Rp. 50.000.000,- yang menurut pasal 55 ayat (3) bukti perjanjian yang digunakan cukup dalam bentuk kuitansi tetapi menurut pasal 55 ayat (4) bukti perjanjian yang digunakan tidak boleh menggunakan kuitansi tetapi harus berbentuk SPK. 2.
Pasal 57 Pasal 57 ayat (1) huruf a berbunyi “Pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan metode Pelelangan Umum meliputi tahapan sebagai berikut: a. Pelelangan umum untuk pemilihan Penyedia Barang/Jasa Lainnya atau Pelelangan Terbatas untuk pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi dengan prakualifikasi, metode dua sampul yang meliputi kegiatan: 1) Pengumuman dan/atau undangan prakualifikasi; 2) Pendaftaran dan pengambilan dokumen kualifikasi; 3) Pemasukan dan evaluasi dokumen kualifikasi; 4) Pembuktian kualifikasi; 5) Penetapan hasil kualifikasi 6) Pengumuman hasil kualifikasi; 7) Sanggahan kualifikasi; 8) Undangan; 9) Pengambilan dokumen pemilihan; 10) Pemberian penjelasan; 11) Pemasukan dokumen penawaran sampul I; 12) Pembukaan dokumen penawaran sampul I; 13) Evaluasi dokumen penawaran sampul I; 14) Pemberitahuan dan pengumuman peserta yang lulus evaluasi sampul I; 15) Pembukaan dokumen penawaran sampul II; 16) Evaluasi dokumen penawaran sampul II; 17) Pembuatan Berita Acara Hasil Pelelangan (BAHP); 18) Penetapan pemenang;
35
19) Pengumuman pemenang; 20) Sanggahan; dan 21) Sanggahan banding (apabila diperlukan). Ketentuan pasal 57 ayat (1) huruf a tersebut berisi aturan tentang tahapan kegiatan yang harus dilalui dalam pelelangan dimana cara penyampaian dokumennya menggunakan metode dua sampul. Berdasarkan ketentuan tersebut dapat dipahami bahwa pemilihan penyediaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dapat menggunakan metode penyampaian dokumen dengan cara dua sampul. Ketentuan ini ternyata bertentangan dengan ketentuan dalam lampiran III Huruf A angka 6 Perpres nomor 54 tahun 2010 yang tidak membolehkan penyampaian dokumen dengna metode dua sampul. Ketentuan tersebut berbunyi “ULP memilih satu dari dua metode penyampaian dokumen pengadaan, yaitu: 1) Metode satu sampul, 2) Metode dua tahap. Sesuai dengan asas hukum lex posterior derogate legi priori (undangundang yang baru mengesampingkan undang-undang yang lama) dapat saja
disimpulkan
bahwa
karena
Perpres
No.
70
Tahun
2012
mengesampingkan Perpres yang sebelumnya. Jika tahapan dalam pasal 57 huruf a Perpres No. 70 tahun 2012 diterapkan, maka akan menemukan masalah pada tahap pembukaan sampul II (tahap ke 15). Masalahnya adalah jika hasil evaluasi administrasi dan teknis (sampul I) ada yang tidak lulus atau tidak melewati ambang batas kelulusan (passing grade). Maka akan timbul beberapa pertanyaan sederhana seperti: apakah peserta yang tidak lulus tersebut boleh hadir, serta apakah sampul II dari peserta yang tidak lulus administrasi dan teknis dibuka. Proses pemilihan dengan metode dua sampul tersebut mengikuti tahapan sebagaimana diatur dalam pasal 57 huruf a Perpres No. 70 tahun 2012. Tahap ke- 11 sampai tahap ke- 15 dalam ketentuan tersebut adalah sebagai berikut: a. Tahap ke- 11, pemasukkan penawaran. Peserta menyampaikan dokumen administrasi dan teknis dalam sampul I dan penawaran biaya
36
dalam sampul II. Sampul I dan dampul II dimasukkan dalam satu sampul di luar lalu disampaikan pada ULP. b. Tahap ke- 12, pembukaan dokumen penawaran sampul I. pada acara pembukaan penawaran sampul I ULP membuka sampul I dihadapan peserta. Sampul dua belum di buka. c. Tahap ke- 13, evaluasi dokumen penawaran sampul I. Sesuai isi sampul I yang dievaluasi adalah dokumen administrasi dan teknis. Hasil evaluasi kemungkinan ada peserta yang tidak lulus adalah nilai penawaran teknis tidak melewati ambang batas (passing grade) d. Tahap ke- 14, pemberitahuan dan pengumuman peserta yang lulus evaluasi sampul I. ULP mengumumkan hasil evaluasi melalui website LPSE; e. Tahap ke- 15 pembukaan dokumen penawaran sampul II. Masalah muncul disini karena tahapan prosedur tidak ada ketentuan bahwa ULP mengundang peserta untuk menghadiri pembukaan sampul II. Masalah tersebut antara lain: apakah peserta yang tidak lulus boleh hadir, apakah sampul II (penawaran biaya) dari peserta yang tidak lulus evaluasi sampul I perlu dibuka dan jika jumlah peserta yang lulus evaluasi sampul I kurang dari 3 (tiga) apakah lelang dinyatakan gagal. 3.
Pasal 71 Pasal 71 ayat (4) bunyinya “Penyedia Pekerjaan Konstruksi memilih untuk memberikan Jaminan Pemeliharaan atau memberikan retensi”. Ketentuan ini bertentangan dengan pasal 89 ayat (5) yang berbunyi “PPK menahan sebagian pembayaran prestasi pekerjaan sebagai uang retensi untuk jaminan pemeliharaan pekerjaan konstruksi dan jasa lainnya yang membutuhkan masa pemeliharaan”. Retensi adalah bagian pembayaran yang ditahan oleh PPK (belum dibayarkan kepada penyedia) sebagai jaminaan bahwa pihak penyedia akan melaksanakan kewajibannya melakukan pemeliharaan terhadap hasil pekerjaannya apabila terdapat kerusakan yang perlu di perbaiki selama masih dalam masa pemeliharaan. Menurut pasal 71 ayat (4) setelah dilakukan serah terima pertama penyedia boleh memilih untuk memberikan jaminan pemeliharaan atau memberikan
37
retensi. Penyedia memilih untuk memberikan jaminan pemeliharaan maka atas prestasi pekerjaan yang telah selesai 100% dapat dibayarkan lunas 100% dengan syarat penyedia memberikan surat jaminan pemeliharaan 5% dari nilai kontrak sebagai jaminan bahwa jika terjadi kerusakan selama masa
pemeliharaan
pihak
penyedia
akan
melakukan
perbaikan
sebagaimana mestinya. Apabila selama masa pemeliharaan terdapat kerusakan dan penyedia tidak melaksanakan perbaikan maka PPK mencairkan jaminan pemeliharaan tersebut untuk disetorkan ke rekening Kas Negara. Rumusan pasal 71 ayat (4) memberikan alternatif kepada penyedia untuk memilih apakah mau menerima pembayaran sebesar 95% dan menyisakan pembayaran sebesar 5% sebagai retensi atau mau menerima pembayaran 100% dengan syarat menyerahkan jaminan pemeliharaan sebesar 5% dari nilai kontrak. Sementara rumusan pasal 89 ayat (5) tidak memberikan alternatif kepada PPK untk memilih sehingga secara gramatikal pasal ini harus ditafsirkan bahwa PPK wajib menahan sebagian pembayaran sebesar 5% dari nilai kontrak sebagai retensi. Apabila penyedia menggunakan haknya untuk memilih menerima pembayaran 100% dan menyerahkan jaminan pemeliharaan, maka perintah pembayaran dari penyedia akan ditolak oleh PPK karena PPK harus menerapkan pasal 89 ayat (5). Karena itu ketentuan ini akan menimbulkan perselisihan antara penyedia dengan PPK. 4.
Pasal 83 Pada pasal 83 ayat (1) berbunyi ”Kelompok Kerja ULP menyatakan pelelangan/pemilihan Langsung gaga apabila: a. Jumlah peserta yang lulus kualifikasi pada proses prakualifikasi kurang dari 3 (tiga) peserta, kecuali pada Pelelangan Terbatas; b. Jumlah peserta yang memasukan Dokumen Penawaran untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya kurang dari 3 (tiga) peserta, kecuali pada pelelangan Terbatas; c. Sanggahan dari peserta terhadap hasil prakualifikasi ternyata benar d. Tidak ada penawaran yang lulus evaluasi penawaran:
38
e. Dalam evaluasi penawaran ditemukan bukti/indikasi terjadi persaingan tidak sehat; f. Harga penawaran terendah terkoreksi untuk Kontrak Harga Satuan dan Kontrak gabungan Lump sumdan Harga Satuan lebih tinggi dari HPS; g. Seluruh harga penawaran yang masuk untuk Kontrak Lump sumdiatas HPS; h. Sanggahan hasil pelelangan/pemilihan langsung dari peserta ternyata benar; i. Calon pemenang dan calon-calon pemenang cadangan 1 dan 2, setelah dilakukan evaluasi dengan sengaja tidak hadir dalam klarifikasi dan/atau pembuktian kualifikasi; atau j. Pada metode dua tahap seluruh penawaran harga yang masuk melebihi nilai total HPS atau setelah dilakukan negosiasi harga seluruh peserta tidak sepakat untuk menurunkan harga sehingga tidak melebihi nilai total HPS. Ketentuan pasal 83 ayat (1) huruf g dalam pelelangan menggunakan kontrak lump sum jika seluruh penawaran terkoreksi di atas HPS pelelangan dinyatakan gagal. Dengan demikian ketentuan pasal 83 ayat (1) huruf g sebenarnya tidak perlu. Kalau yang diinginkan dari aturan ini adalah semua penawaran yang terkoreksi lebih tinggi dari HPS ULP menyatakan pelelangan gagal. Hubungan antara jenis kontrak dengan nilai penawaran adalah sejalan dengan pengelompokan jenis kontrak berdasarkan cara pembayaran yaitu: a. Kontrak lump sum b. Kontrak harga satuan c. Kontrak gabungan lump sum dan harga satuan. Kontrak harga satuan bisa digunakan untuk pekerjaan yang spesifikasi teknisnya sudah jelas tetapi volumenya masih bersifat perkiraan. Karena itu nilai kontrak ditentukan oleh item Barang/Jasa dikali dengan harga satuan masing- masing item Barang/Jasa. Kontrak lump sum adalah kontrak untuk menyelesaikan pengadaan Barang/Jasa tertentu dalam waktu tertentu. Nilai kontrak lump sum tidak bergantung pada volume
39
pekerjaan yang nyatanya dilaksanakan. Kontrak gabungan lump sum dan harga satuan adalah kontrak yang nilai harga sebagian Barang/Jasa di dalamnya berdasarkan harga satuan dan sebagian lainnya lump sum. Rumusan pasal 83 ayat (1) huruf f secara gramatikal sangat jelas, yaitu untuk kontrak lump sum dan kontrak harga satuan, jika penawaran terendah lebih tinggi dari HPS atau deluruh penawaran lebih tinggi dari nilai HPS, pelelangan harus dinyatakan gagal. Dengan melihat bahwa ada tiga macam jenis kontrak yaitu: 1) kontrak lump sum; 2) kontrak harga satuan; 3) kontrak gabungan lump sum dan harga satuan, maka dengan penafsiran secara accontrario pasal ini berarti untuk kontrak lump sum jika seluruh penawaran lebih tinggi dari HPS pelelangan tetap dilanjutkan tidak disyaratkan gagal. Masalah dalam hal ini ternyata penafsiran demikian bertentangan dengan rumusan pasal 83 ayat (1) huruf g dan pasal 83 ayat (1) huruf j. Selanjutnya pasal 83 ayat (1) huruf f dan huruf g ternyata juga tidak sejalan dengan ketentuan pada pasal 83 ayat (1) huruf j yang berbunyi “pada metode dua tahap seluruh penawaran harga yang masuk melebihi nilai HPS atau seletelah dilakukan negosiasi harga seluruh peserta tidak sepakat.
40