BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. 1. Ubi Kayu Singkong (Manihot utilissima) disebut juga ubi kayu atau ketela pohon mempunyai kandungan kabohidrat cukup tinggi yaitu sebanyak 32,4 gr dan energi 567 kalori dalam 100 gr singkong. Dengan demikian singkong dapat dipakai sebagai pengganti beras. (Www.warintek.net, 2000). Di Indonesia ubi kayu atau singkong mempunyai arti ekonomi terpenting dibandingkan dengan jenis umbi-umbian lain. Selain dapat dikonsumsi dalam bentuk singkong rebus atau goreng, tape, ubi kayu juga sering diolah menjadi gaplek dan tepung gaplek merupakan bahan setengah jadi. (Muchtadi, Sugiono, 1992). Produksi ketela pohon di Indonesia mencapai 13 juta ton per tahun, dengan produksi rata-rata 8-9 ton per hektar (Anonymous, 1996). Indonesia umumnya ketela pohon diolah menjadi tepung tapioka, gaplek dan glukosa. Tepung singkong juga diarahkan sebagai pemasok industri menengah produk olahan, yaitu untuk industri HFS (High Fructose Syrup), sorbitol, etanol, serta dapat digunakan sebagai campuran pada industri mie, roti, kue. Untuk mencegah terjadinya timbul jamur maka singkong diolah, untuk memperoleh tepung gaplek.
(Departemen
Perindustrian dalam Anymous, 1996) Singkong bila dimanfaatkan menjadi produk makanan singkong dapat diolah menjadi bentuk masakan. Di indonesia ubi kayu atau singkong dimakan setelah dikukus, dibakar, digoreng diolah menjadi berbagai produk panganan atau diragikan menjadi tape, dari gaplek dapat dibuat tiwul, getuk, atau tepung gaplek (Lingga Pinus, 1995).
2. Tepung Gaplek
Tepung Gaplek adalah tepung yang dibuat dari bagian umbi singkong yang dapat dimakan melalui penepungan : singkong diiris, diparut, bubur kering dengan memindahkan ketentuan kebersihan (Anonymous, 1992). Pengeringan dengan matahari yang terlalu lambat akan mengecilkan mutu tepung kurang baik, khususnya karena terjadinya proses fermentasi yang akan menyebabkan terjadinya warna yang lebih gelap dan rasa asam. Karena itulah proses pengepresan (dewatering) sebelum pengeringan merupakan alternatif proses yang bisa dipilih untuk mengurangi kandungan HCN. Untuk memperoleh tepung gaplek yang berkualitas tinggi sebaiknya dipilih singkong dari jenis yang baik dan tidak mempunyai rasa pahit. (Prangdimurti dalam Anonymous, 1996). Menurut Makfloed dalam Anonymous (1996) Tahapan proses pembuatan tepung singkong dapat menurunkan kadar HCN (Asam sianida). Menurut Wijayandi (1976) dalam Anonymous (1996) kadar HCN di ubi dipengaruhi oleh varietas, faktor tanah, kondisi penanamannya, kelembapan, suhu, umur. Tepung gaplek atau tepung singkong mempunyai kandungan kalori yang sama dengan bahan makanan pokok lain, juga dapat diolah serta dikemas dalam kantong palstik dan dijual sebesar 40%-60% harga beras atau tepung terigu. Maka sangat mungkin untuk memperluas pasar di pedesaan dan di perkotaan dengan sumber kalori yang baik, karena kandungan kalori yang hampir sama dengan beras (Sapoetra Karta, 1989).
TABEL 1 KOMPOSISI ZAT GIZI SINGKONG, TEPUNG SINGKONG DAN GAPLEK (PER 100 gr BAHAN).
Komposisi
Jumlah Tepung singkong
Gaplek
Singkong
Energi, kalori
363
338
146
Kadar air, aw.
9,1
14,5
62,5
Protein, gr.
1,1
1,5
1,2
Lemak, gr.
0,5
0,7
0.3
Karbohidrat, gr.
88,2
8,3
34,7
Kalsium, mg
94
80
33
Fosfor, mg.
125
60
40
Besi, mg
1,0
1,9
0,7
Vit. A Sl
0
0
0
0,04
0,04
0,06
Vit. B1, mg
Sumber:Direktorat Gizi, Depkes RI (1981)
B. 1. Jagung Biji jagung yang terdiri 4 komponen utama yaitu kulit luar, lembaga, endosperm dan pangkal biji. Pati jagung terdiri dari 2 jenis yaitu amilosa dan amilopektin (Martin dalam Anonymous, 1976). Butir pati dibagian endosperm tersebar dalam suatu matriks berprotein (protein prolamin), difisiensi dari asam amino dan tritopfan (Sudarmo Poerwo dan Oetama Djaenis A dalam Anonymus,1976 ). Menurut Desrosier (1977) dalam Anonymous (1976) protein gluten dari endosperm jagung biasanya dipisahkan pada pemurnian pati dan digunakan sebagai bahan pencampur makanan ternak. Minyak jagung mempunyai kandungan asam linoleat dalam jumlah yang cukup tinggi. Komposisi asam lemak yang terutama linoleat 27%, palmitrat l2%, stearat 2%, linolat 0,8%, dan arakhidonat gula yang ada di biji jagung bentuk sukrosa sebesar 0,9-1,9%. Biji jagung mengandung serat 2,2% terkandung dalam kulit biji. Didalam industri pengolahan biji jagung dilakukan dengan proses penggilingan "wet milling proses dan proses pengilingan kering" dry milling prosed” (Anonymous, 1976). Jagung. kuning lebih banyak mengandung vitamin A bila dibandingkan jagung
putih hal ini berkaitan dengan jumlah pigmen kuning didalam endosperm. (Anonymous, 1993). Untuk pembuatan tiwul instant kita gunakan jenis jagung yang berwarna kuning. TABEL 2 KOMPOSISI ZAT GIZI JAGUNG KUNING DAN TEPUNG JAGUNG (PER 100 gr BAHAN) Komposisi
Jumlah Jagung kuning
Tepung jagung
Energi, kalori
361
335
Protein, gr
8.7
9,20
Lemak, gr
4.5
3,90
Karbohidrat, gr
72,4
73,90
9
10
Besi, mg
380
2,40
VitA, SI
4.6
5,0
VitB, mg
0
0,38
Kalsium, mg
Sumber: Efendi (1980)
2. Tepung Jagung Pada tahun 1737 Linnaeus adalah seorang botani yang memberikan nama Zea mays untuk tanaman jagung, Zea berasal dari bahasa Yunani yang digunakan untuk mengklasifikasi jenis padi-padian. Mays berasal dari bahasa Indian yaitu Mahiz atau Mansi yang kemudian digunakan untuk sebutan spesies. Tepung jagung disebut soft corn atau flavour Jagung mempunyai biji yang mengandung zat pati yang lunak.(Rahmat R, 1997). 'I'epung jagung merupakan salah satu bentuk pemanfaatan jagung yang memiliki prospek baik untuk dikembangkan. Keuntungan lain dari bentuk tepung jagung adalah lebih mudah dicampur dengan tepung dari bahan lainnya. (Prosiding Patpi, 1999). Tepung jagung adalah tepung yang terbuat dari jagung kuning yang sudah dipipil, dikeringkan dan digiling.
Pembuatan tepung jagung dengan proses baru hanya berbeda dalam perlakuan “tempering” hingga kadar air 20% dan penggunaan alat “degerminator “ untuk memisahkan endosperm dari kulit biji dan tembaga. Pada proses ini, dari 1 kuintal jagung pipilan bersih didapatkan 50 kg menis dan tepung kasar (grit dan meal). Penggunaan tepung jagung masih terbatas untuk campuran pembuatan kuekue ( nagasari), roti dan biscuit. (Musa Hubies, 1984)
C. Pengeringan Pengeringan merupakan salah satu tahap pengawetan yang dilakukan terhadap biji-bijian. Pengurangan kadar air tersebut akan memberikan beberapa keuntungan menurunkan biaya pengangkutan, memperpanjang daya simpan, mempermudah proses selanjutnya dan keuntungan lainnya. Hasil pengeringan harus mempunyai kualitas yang tinggi yaitu: kadar air yang rendah, prosentase biji yang rusak dan pecah rendah, biji tidak mudah pecah, berat tetap, hasil pasti tinggi, minyak yang dapat diambil banyak kualitas protein tinggi. Jumlah kapang rendah, nilai nutrisi tetap tinggi. Macam macam pengering yaitu pengering drum, pengering rak hampa, pengering hampa kontinu, pengering ban berjalan, pengering bedeng apung, pengering busa padat, pengering beku, pengering semprot, pengering putar, pengering kabinet atau kamar, pengering tungku, pengering terowongan. Pengering kabinet terdiri dari suatu ruangan di mana rigen untuk produk yang dikeringkan dapat diletakan didalamnya. Rigen pengering dapat disusun diatas suatu penyanga yang tetap didalam pengering tersebut. Udara dihembuskan dengan mengunakan kipas angin melalui suatu pemanas dan kemudian menembus rigen pengering yang berisi bahan yang dikeringkan. Pada umumnya pengering ini digunakan untuk penelitian dehidrasi sayuran dan buah di laboratorium, didalam skala kecil yang digunakan secara komersial yang bersifat musiman. (Desrosier, 1988). Faktor yang pengaruhi pengeringan ada dua golongan yaitu faktor yang berhubungan dengan udara pengering yaitu suhu, kecepatan, volumetric aliran udara pengering dan kelembapan udara, faktor yang berhubungan dengan sifat bahan yang dikeringkan yaitu ukuran bahan, kadar air awal dan tekanan parsial didalam bahan (Taib, 1998)
D. Tiwul Instan Menurut Winarno (1995) tiwul yang sudah jadi bisa dibuat instant dengan cara pengolahan pengeringan, pati yang sudah dikeringkan akan menyerap air kembali. Produk instan akan lebih awet dan mudah dalam penyajiannya. Tujuan pemasakan dari tepung galpek menjadi tiwul adalah untuk bau, rasa, warna tekstur, menjadi lebih baik supaya dapat mengembang dan memberikan cita rasa yang baik. Tepung gaplek yang ada dipasaran hampir sama yang direndam dengan air biasa.( Poerwo. S dan Djaenis. A, 1983) Tiwul instan adalah makanan olahan modern yang tinggi karbohidrat menjadi makanan yang mendekati bahkan setara dengan beras. Untuk penyajian tiwul instan diperlukan pengukusan selama l5-20 menit untuk produk tiwul tawar, atau diseduh dengan air mendidih selama 3-5 menit untuk produk tiwul berbumbu. Tiwul instan merupakan makanan warisan budaya dengan nilai gizi yang tinggi yang dapat menjawab mega trend pangan. Tiwul instan memenuhi tuntunan sebagai makanan instan cepat saji, praktis dan ekonomis. (Djuardi anton dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII, 2004). Karakteristik pada produk tiwul instan memungkinkan produk kering dengan usia simpan yang lebih lama (hingga 1 tahun). Variasi produk terus berkembang dan terbuka untuk dijadikan bahan aneka makanan olahan dengan berbagai resep, namun yang lebih penting adalah perbaikan kandungan gizi serta dapat dijadikan cadangan makanan dengan usia simpan yang lama (Djuardi anton dalam widyakarya nasional pangan dan gizi VIII, 2004) TABEL 3 KANDUNGAN ZAT GIZI PRODUK TIWUL INSTAN (PER 100 gr BAHAN) Kandungan gizi
Tiwul instan
Kadar abu (gr)
Max 4
Protein (gr)
5
Lemak (gr)
1,4 –5
Kabohidrat (gr)
74,6 – 80
Serat makanan (gr)
4,6
Vit A (1µ)
1300
Vit B (mg)
0,8
Vit B12 (mcg)
0,5
Asam folat (mcg)
100
Besi (mg)
20
Seng (mg)
7
Lodium (mcg)
20
Sumber : Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi, (2004)
Gelatinisasi adalah perubahan sifat fisik pati karena adanya air dan pemberian energi, kadang - kadang tekanan selama waktu tertentu. Pada awal proses gelatinisasi granula pati yang berisi amilosa dan amilopektin mulai menyerap air. Penyerapan air meningkat dengan meningkatnya suhu pemanasan, menyebabkan granula pati membengkak (swelling) akhirnya terbentuk matriks gel. (Fardiaz, 1996). Menurut Winarno (1995) suhu gelatinisasi ditentukan dengan visikometer misalnya jagung 6270%.
E. Sifat Organoleptik Dalam pengujian sifat organoleptik menggunakan uji kesukaan (hedonik), para panelis diminta memberikan penilaiannya meliputi rasa, aroma, warna dan tesktur menurut skala hedonik. 1. Rasa Rasa makanan dapat dikenali dan dibedakan oleh kuncup-kuncup kecapan yang terletak pada papilla yaitu bagian noda merah jingga pada lidah. Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu senyawa kimia, suhu, kosentrasi dan interaksi dengan komponen rasa yang lain. Sumber rasa yang sedikit manis dan agak kasar adalah karena penambahan tepung jagung. Selain itu suhu makanan akan mempengaruhi kemampuan kuncup kecapan untuk menangkap rasangan rasa. Makanan yang terlalu panas akan membakar lidah dan merusak kepekaan
kuncup kecapan, sedangkan makan yang dingin dapat membius kuncup sehingga tidak peka lagi (Winarno F. G, 2004). Pada tiwul intstan mempunyai rasa yang sedikit manis dan kasar yang berasal dari penambahan tepung jagung, dengan adanya proses fermentasi yang menimbulkan citarasa yang khas pada tiwul instan. 2. Aroma Istilah aroma diartikan sebagai sensasi bau yang ditimbulkan oleh rangsangan kimia senyawa volatil yang tercium oleh syaraf-syaraf oilfaktori yang berbeda dirongga hidung ketika bahan pangan masuk ke mulut. Sensi atau rangsangan tersebut senatiasa akan menimbulkan kelezatan, yang kemudian dapat mempengaruhi tingkat atau daya terima panelis atau konsumen terhadap suatu produk pangan tertentu. Timbulnya aroma pada bahan yang berbeda tidak sama. Reaksi browning enzimatik maupun non-enzimatik juga menghasilkan bau atau aroma yang kuat misalnya pencoklatan pada reaksi Maillard karena proses pemanasan. Aroma pada tiwul instan dengan penambahan tepung jagung agak wangi, karena aroma khas pada tepung gaplek berkurang. 3. Warna Factor warna akan tampil lebih dahulu dalam penetuan mutu bahan makanan dan kadang-kadang sangat menentukan. Suatu bahan makanan yang dinilai bergizi, enak, dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau memberi kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya. Selain itu warna juga dapat digunakan sebagai indicator kesegaran atau kematangan. Baik atau tidaknya cara pencampuran atau cara pengolahan dapat ditandai dengan adanya warna yang seragam dan merata. Warna kuning kecoklatan yang dihasilkan pada tiwul instan merupakan reaksi Browning non-enzimatis antara tepung singkong dengan penambahan tepung jagung kuning yang biasa disebut dengan reaksi maillard pada proses pemanasan. 4. Tekstur
Menurut Winarno (1993), tekstur dan konsistensi suatu bahan akan mempengaruhi citarasa yang ditimbulkan oleh bahan tersebut. Dari penelitianpenelitian yang dilakukan diperoleh bahwa perubahan tekstur atau Viskositas bahan dapat mengubah rasa dan bau yang timbul karena dapat mempengaruhi kecepatan timbulnya rangsangan tehadap sel reseptor oilfaktori dan kelenjar air liur. Tekstur yang baik pada tiwul instan apabila mempunyai tingkat kekokohan yang maksimal dan kondisi ini dapat dicapai ketika proses fermentasi pada tepung jagung yang digunakan pada tiwul instan. Pada tiwul instan tekstur dengan penambahan tepung jagung terasa agak kasar, memasir. Uji organoleptik adalah pengujian secara subyektif yaitu pengujian penerimaan selera makanan yang berdasarkan uji kegemaran dan analisa perbedaan untuk menilai secara organoleptik diperlukan oleh beberapa persyaratan yaitu lingkungan dengan suasana tenang dan bersih, dengan demikian dapat dengan benar diketahui dengan produk yang dihasilkan (Soekarto, 1985). Dalam uji organoleptik indera yang berperan dalam pengujian adalah indera penglihatan, peciuman, pencicip, peraba dan pendengaran untuk produk pangan yang paling jarang digunakan adalah indera pendengar, dalam melakukan penilaian, panelis harus dilatih menggunakan indera untuk menilai sehinga didapat suatu kesan terhadap mutu rangsangan (Rahayu, 1998). Dalam penelitian ini dilakukan dalam uji hedonik (kesukaan) yaitu dengan cara bahan yang akan diuji disiapkan dengan kode, panelis diminta menilai produk sesuai tingkatan kesukaan, meliputi rasa, warna, aroma dan tekstur jagung. Skala penilaian meliputi sangat tidak suka, tidak suka, agak suka, suka, suka sekali.
F. Kerangka Konsep Variabel Pengaruh Penambahan Tepung jagung dengan variasi 0%,5%, 10%, 15%
Variabel Terpengaruh Tiwul instan
Daya kembang Sifat organoleptik
Variabel Terkendali Jenis Jagung Pembuatan Tepung Jagung Jenis tepung gaplek Lama pengukusan Suhu pengeringan Lama pengeringan G. Hipotesa Ada pengaruh penambahan tepung jagung terhadap kadar air tiwul instan. Ada pengaruh penambahan tepung jagung terhadap daya kembang tiwul instan Ada pengaruh penambahan tepung jagung terhadap sifat organoleptik tiwul instan