BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Keputihan 2.1.1. Definisi Flour albus (keputihan) adalah cairan berlebihan yang keluar dari vagina dan bukan berupa darah. Menurut Kusmiran (2012), keputihan adalah keluarnya cairan selain darah dari liang vagina diluar kebiasaan, baik berbau atau tidak dan disertai rasa gatal setempat (Badaryati, 2012). Keputihan adalah cairan yang keluar dari alat genital yang tidak berupa darah Keputihan atau Fluor Albus merupakan sekresi vaginal abnormal pada wanita (Sulistianingsih, 2011). Keputihan adalah semacam slim yang keluar terlalu banyak, warnanya putih seperti sagu kental dan agak kekuning-kuningan. Leukorea (keputihan) yaitu cairan putih yang keluar dari liang senggama secara berlebihan (Setyana, 2013).
2.1.6. Klasifikasi keputihan Keputihan ada 2 macam, yaitu keputihan normal dan keputihan yang disebabkan oleh suatu penyakit. Keputihan normal: cairan yang keluar kadang-kadang berupa mukus yang banyak mengandung epitel dengan leukosit yang jarang (Badaryati, 2012). Keputihan normal apabila alat kelamin perempuan (vagina) pada saat-saat tertentu mengeluarkan lendir (mucus), misalnya pada saat menjelang dan sesudah haid, perempuan yang capek sehabis banyak berjalan, perempuan hamil, perempuan sesudah melahirkan dan perempuan yang sedang mengalami rangsangan seksual (Triyani, 2013). Sedangkan keputihan yang tidak normal ialah cairan eksudat yang banyak mengandung leukosit (Badaryati, 2012). Ciri-cirinya jumlahnya banyak, timbul terus-menerus, warnanya berubah (misalnya kuning, hijau, abu-abu, menyerupai susu/yoghurt) disertai adanya keluhan (seperti gatal, panas, nyeri) serta berbau (apek, amis, dsb) (Sulistianingsih, 2011). Keputihan yang tidak normal. Apabila perempuan mulai mengeluh karena vaginanya terlalu sering mengeluarkan lender
yang berlebihan disertai bau amis, terasa pedih waktu buang air, dan kadang disertai rasa panas dan gatal (Triyani, 2013). 2.1.3. Etiologi Penyebab fluor albus sampai sekarang masih sangat bervariasi sehingga disebut multifaktorial. Mikroorganisme patologis dapat memasuki traktus genitalia wanita dengan berbagai cara, seperti senggama, trauma atau perlukaan pada vagina dan serviks, benda asing, alat-alat pemeriksaan yang tidak steril pada saat persalinan dan abortus. (Setyana, 2013). Ada empat penyebab utama yang dapat menyebabkan perubahan flora normal dan memicu keputihan:
a. Faktor fisiologis Keputihan yang normal hanya ditemukan pada daerah porsio vagina. Sekret patologik biasanya terdapat pada dinding lateral dan anterior vagina. Keputihan fisiologis terdiri atas cairan yang kadang-kadang berupa mukus yang mengandung banyak epitel dengan leukosit yang jarang. Sedangkan pada keputihan patologik terdapat banyak leukosit. Keputihan yang fisiologis dapat ditemukan pada: 1) Waktu sekitar menarche karena mulai terdapat pengaruh estrogen; keputihan ini dapat menghilang sendiri akan tetapi dapat menimbulkan kecemasan pada orang tua. 2) Wanita dewasa apabila ia dirangsang sebelum dan pada waktu koitus, disebabkan oleh pengeluaran transudat dari dinding vagina. 3) Waktu sekitar ovulasi, dengan sekret dari kelenjar-kelenjar serviks uteri menjadi lebih encer. 4) Pengeluaran sekret dari kelenjar-kelenjar serviks uteri juga bertambah pada wanita dengan penyakit menahun, dengan neurosis, dan pada wanita dengan ektropion porsionis uteri. (Setyana, 2013).
b. Faktor konstitusi Faktor konstitusi misalnya karena kelelahan, stres emosional, masalah keluarga atau pekerjaan, bisa juga karena penyakit seperti gizi rendah ataupun diabetes. Bisa juga disebabkan oleh status imunologis yang menurun maupun obat-obatan. Diet yang tidak seimbang juga dapat menyebabkan keputihan terutama diet dengan jumlah gula yang berlebihan, karena merupakan faktor yang sangat memperburuk terjadinya keputihan. (Setyana, 2013).
c. Faktor iritasi Faktor iritasi sebagai penyebab keputihan meliputi, penggunaan sabun untuk mencuci organ intim, iritasi terhadap pelican, pembilas atau pengharum vagina, ataupun bisa teriritasi oleh celana. (Setyana, 2013).
d. Faktor patologis Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya keputihan antara lain benda asing dalam vagina, infeksi vaginal yang disebabkan oleh kuman, jamur, virus, dan parasit serta tumor, kanker dan keganasan alat kelamin juga dapat menyebabkan terjadinya keputihan. Di dalam vagina terdapat berbagai bakteri, 95% adalah bakteri lactobacillus dan selebihnya bakteri patogen. Dalam keadaan ekosistem vagina yang seimbang, dibutuhkan tingkat keasaman pada kisaran 3,8-4,2, dengan tingkat keasaman tersebut lactobacillus akan subur dan bakteri bakteri patogen tidak akan mengganggu. Peran penting dari bakteri dalam flora vaginal adalah untuk menjaga derajat keasaman (pH) agar tetap pada level normal. Pada kondisi tertentu kadar pH bisa berubah menjadi lebih tinggi atau lebih rendah dari normal. Jika pH vagina naik menjadi lebih tinggi dari 4,2, maka jamur akan tumbuh dan berkembang. (Setyana, 2013).
2.1.4. Manifestasi klinis Indikasi keputihan dapat dilihat dari jumlah cairan, warna, bau dan konsistensi. Pada keputihan normal, jumlah cairannya sedikit, warnanya putih jernih, bau yang ditimbulkan tidak menyengat dan khas dan dengan konsistensi agak lengket. Sedangkan keputihan yang abnormal jumlahnya lebih banyak, warnanya dapat kuning, coklat, kehijauan, bahkan bahkan kemerahan, baunya dapat berbau asam, amis, bahkan busuk. Konsistensinya bisa cair atau putih kental seperti kepala susu. (Setyana, 2013). Gejala klinis yang dialami penderita keputihan patologis berupa rasa gatal, lendir vagina berbentuk seperti kepala susu, dan berbau. Keluhan lain yang sering muncul adalah nyeri vagina, rasa terbakar di bagian luar vagina (vulva), serta nyeri saat senggama dan berkemih (Triyani, 2013).
2.1.5. Patogenesis Keputihan yang fisiologis dapat berubah menjadi keputihan patologis karena terinfeksi kuman penyakit, seperti jamur, parasit, bakteri, dan virus, maka keseimbangan ekosistem vagina akan terganggu dan mengakibatkan pH vagina menjadi basa sehingga kuman penyakit berkembang dan hidup subur dalam vagina (Badaryati, 2012).
2.1.7. Diagnosis keputihan a. Keputihan (Fluor Albus) Fisiologis Keputihan (Fluor albus) Fisiologis biasanya lendirnya encer, muncul saat ovulasi, menjelang haid dan saat mendapat rangsangan seksual. Keputihan normal tidak gatal, tidak berbau dan tidak menular karena tidak ada bibit penyakitnya (Saragih, 2010).
b. Keputihan (Fluor Albus) Patologis Keputihan (Fluor Albus) patologis dapat didiagnosa dengan anamnese oleh dokter yang telah berpengalaman hanya dengan menanyakan apa keluhan pasien dengan ciri-ciri; jumlah banyak, warnanya seperti susu basi, cairannya
mengandung leukosit yang berwarna kekuning-kuningan sampai hijau, disertai rasa gatal, pedih, terkadang berbau amis dan berbau busuk. Pemeriksaan khusus dengan memeriksakan lendir di laboratorium, dapat diketahui apa penyebabnya, apakah karena jamur, bakteri atau parasit, namun ini kurang praktis karena harus butuh waktu beberapa hari untuk menunggu hasil. Diagnosa klinik vaginosis bakterialis berdasarkan adanya tiga tanda-tanda berikut: 1. Cairan vagina homogen, putih atau keabu-abuan, melekat pada dindingvagina. 2. Jumlah pH vagina lebih besar dari 4,5. 3. Sekret vagina berbau seperti bau ikan sebelum atau sesudah penambahan KOH 10% (whiff test). Adanya “clue cells” pada pemeriksaan mikroskop sediaan basah. Clue cell merupakan sel epitel vagina yang ditutupi oleh berbagai bakteri vagina sehingga memberikan gambaran granular dengan batas sel yang kabur karena melekatnya bakteri batang atau kokus yang kecil. Penegakan diagnosis harus didukung data laboratorium terkait, selain gejala dan tanda klinis yang muncul dan hasil pemeriksaan fisik seperti pH vagina dan pemeriksaan mikroskopik untuk mendeteksi blastospora dan pseudohifa ( Saragih, 2010).
2.1.8. Pencegahan keputihan Menurut Wijayanti (2009) dalam Sulistianingsih, (2011)
bila ingin
terhindar dari keputihan, anda mesti menjaga kebersihan daerah sensitif itu. Berikut hal-hal yang dapat dilakukan :
1) Bersihkan organ intim dengan pembersih yang tidak menggangu kestabilan pH di sekitar vagina. Salah satunya produk pembersih yang terbuat dari bahan dasar susu. Produk seperti ini mampu menjaga keseimbangan pH sekaligus meningkatkan pertumbuhan flora normal dan menekan pertumbuhan bakteri yang tak bersahabat. Sabun antiseptik biasa umumnya bersifat keras dan terdapat flora normal di vagina. Ini tidak menguntungkan bagi kesehatan vagina dalam jangka panjang.
2) Hindari pemakaian bedak pada organ kewanitaan dengan tujuan agar vagina harum dan kering sepanjang hari. Bedak memiliki partikel-partikel halus yang mudah terselip di sana sini dan akhirnya mengundang jamur dan bakteri bersarang di tempat itu.
3) Selalu keringkan bagian vagina sebelum berpakaian.
4) Gunakan celana dalam yang kering. Seandainya basah atau lembab, usahakan cepat mengganti dengan yang bersih dan belum dipakai. Tak ada salahnya anda membawa cadangan celana dalam untuk berjaga-jaga manakala perlu menggantinya.
5) Gunakan celana dalam yang bahannya menyerap keringat, seperti katun. Celana dari bahan satin atau bahan sintetik lain membuat suasana di sekitar organ intim panas dan lembab.
6) Pakaian luar juga diperhatikan. Celana jeans tidak dianjurkan karena poriporinya sangat rapat. Pilihlah seperti rok atau celana bahan non jeans agar sirkulasi udara di sekitar organ intim bergerak leluasa.
7) Ketika haid sering-seringlah berganti pembalut.
8) Gunakan panty liner di saat perlu saja. Jangan terlalu lama. Misalkan saat bepergian ke luar rumah dan lepaskan sekembalinya anda di rumah.
Selain itu untuk mencegah keputihan, wanita pun harus selalu menjaga kebersihan dan kesehatan daerah kewanitaannya. Antara lain adalah : 1) Selalu cuci daerah kewanitaan dengan air bersih setelah buang air, jangan hanya di seka dengan tisu. Membersihkannya pun musti dilakukan dengan cara yang benar yaitu dari depan ke belakang, agar kotoran dari anus tidak masuk ke vagina. Hindari pemakaian sabun vagina berlebihan karena justru dapat mengganggu keseimbangan flora normal vagina.
2) Jaga daerah kewanitaan tetap kering. Hal ini karena kelembapan dapat memicu tumbuhnya bakteri dan jamur. Selalu keringkan daerah tersebut dengan tisu atau handuk bersih setelah dibersihkan. Karena tidak semua toilet menyediakan tisu, bawalah tisu kemana pun anda pergi. Selain itu buatlah celana dalam yang terbuat dari katun agar dapat menyerap keringat dan gantilah secara teratur untuk menjaga kebersihan.
3) Bila sedang mengalami keputihan atau menstruasi tinggal sedikit, boleh saja menggunakan pelapis celana panty liner. Tetapi sebaiknya tidak digunakan setiap hari. Panty liner justru dapat memicu kelembapan karena bagian dasarnya terbuat dari plastik. Pilih panty liner yang tidk mengandung parfum, terutama buat yang berkulit sensitif.
4) Hindari bertukar celana dalam dan handuk dengan teman atau bahkan saudara kita sendiri karena berganti-ganti celana bisa menularkan penyakit.
5) Bulu yang tumbuh di daerah kemaluan bisa menjadi sarang kuman bila dibiarkan terlalu panjang. Untuk menjaga kebersihan, potonglah secara berkala bulu di sekitar kemaluan dengan gunting atau mencukurnya dengan hati-hati.
2.1.9. Pengobatan keputihan Penatalaksanaan keputihan meliputi usaha pencegahan dan pengobatan yang bertujuan untuk menyembuhkan seorang penderita dari penyakitnya, tidak hanya untuk sementara tetapi untuk seterusnya dengan mencegah infeksi berulang.
a. Terapi farmakologi Pengobatan keputihan yang disebabkan oleh Candidiasis dapat diobati dengan anti jamur atau krim. Biasanya jenis obat anti jamur yang sering digunakan adalah Imidazol yang disemprotkan dalam vagina sebanyak 1 atau 3 ml. Ada juga obat oral anti jamur yaitu ketocinazole dengan dosis 2x1 hari selama 5 hari. Apabila ada keluhan gatal dapat dioleskan salep anti jamur. Pengobatan Fluor albus yang disebabkan oleh Trichomoniasis mudah dan efektif yaitu setelah dilakukan pemeriksaan dapat diberikan tablet metronidazol (Flagy) atau tablet besar Tinidazol (fasigin) dengan dosis 3x1 hari selama 7-10 hari. Pengobatan keputihan (Fluor albus) yang disebabkan oleh vaginitis sama dengan pengobatan infeksi Trichomoniasis, yaitu dengan memberikan metronidazol atau Tinidazol dengan dosis 3x1 selama 7- 10 hari. Pengobatan kandidiasis vagina dapat dilakukan secara topikal maupun sistemik. Obat anti jamur tersedia dalam berbagai bentuk yaitu: gel, krim, losion, tablet vagina, suppositoria dan tablet oral. Nama obat adalah sebagai berikut: (1) Derivat Rosanillin, Gentian violet 1-2 % dalam bentuk larutan atau gel, selama 10 hari. (2) Povidone – iodine, Merupakan bahan aktif yang bersifat antibakteri maupun anti jamur. (3) Derivat Polien; Nistatin 100.000 unit krim/tablet vagina selama 14 hari. Nistatin 100.000 unit tablet oral selama 14 hari. (4) Drivat Imidazole: Topical( Mikonazol : 2% krim vaginal selama 7 hari, 100 mg tablet vaginal selama 7 hari, 200 mg tablet vaginal selama 3 hari, 1200 mg tablet vaginal dosis tunggal. Ekonazol 150 mg tablet vaginal selama 3 hari. Fentikonazol 2% krim vaginal selama 7 hari, 200 mg tablet vaginal selama 3 hari, 600 mg tablet vaginal dosis tunggal. Tiokonazol 2% krim vaginal selama 3 hari, 6,5 % krim vaginal dosis tunggal. Klotrimazol 1% krim vaginal selama 7 – 14 hari, 10% krim vaginal sekali aplikasi, 100 mg tablet vaginal selama 7 hari, 500
mg tablet vaginal dosis tunggal. Butokonazol 2% krim vaginal selama 3 hari. Terkonazol 2% krim vaginal selama 3 hari). Sistemik ( Ketokanazol 400 mg selama 5 hari. Trakanazol 200 mg selama 3 hari atau 400 mg dosis tunggal. Flukonazol 150 mg dosis tunggal. (Saragih, 2010).
b. Terapi Nonfarmakologi 1) Perubahan tingkah laku keputihan (Fluor albus) yang disebabkan oleh jamur lebih cepat berkembang di lingkungan yang hangat dan basah maka untuk membantu penyembuhan menjaga kebersihan alat kelamin dan sebaiknya menggunakan pakaian dalam yang terbuat dari katun serta tidak menggunakan pakaian dalam yang ketat. Keputihan bisa ditularkan melalui hubungan seksual dari pasangan yang terinfeksi oleh karena itu sebaiknya pasangan harus mendapat pengobatan juga. 2) Memperhatikan personal hygiene terutama pada bagian alat kelamin sangat membantu penyembuhan, dan menjaga tetap bersih dan kering, seperti penggunaan tisu basah atau produk panty liner harus betul-betul steril. Bahkan, kemasannya pun harus diperhatikan. Jangan sampai menyimpan sembarangan, misalnya tanpa kemasan ditaruh dalam tas bercampur dengan barang lainnya. Karena bila dalam keadaan terbuka, bisa saja panty liner atau tisu basah tersebut sudah terkontaminasi. Memperhatikan kebersihan setelah buang air besar atau kecil. Setelah bersih, mengeringkan dengan tisu kering atau handuk khusus. Alat kelamin jangan dibiarkan dalam keadaan lembab. 3) Pengobatan psikologis dan pendekatan psikologik penting dalam pengobatan keputihan. Tidak jarang keputihan yang mengganggu, pada wanita kadang kala pemeriksaan di laboratorium gagal menunjukkan infeksi, semua pengujian telah dilakukan tetapi hasilnya negatif namun masalah atau keluhan tetap ada. Keputihan tersebut tidak disebabakan oleh infeksi melainkan karena gangguan psikologi seperti kecemasan, depresi, hubungan yang buruk, atau beberapa masalah psikologi yang lain yang menyebabkan emosional. Pengobatan yang dilakukan yaitu dengan konsultasi dengan ahli psikologi. Selain itu perlu dukungan keluarga agar tidak terjadi depresi. (Saragih, 2010).
2.2. Hygiene Organ Reproduksi 2.2.1. Pengertian Perilaku Hygiene Organ Reproduksi Hygiene adalah berbagai usaha untuk mempertahankan atau memperbaiki kesehatan, jadi perilaku hygiene organ reproduksi adalah usaha untuk mempertahankan atau memperbaiki kesehatan dengan memelihara kebersihan organ reproduksi (Murti, 2010).
2.2.2. Organ Reproduksi Wanita Anatomi perempuan mempunyai organ reproduksi yang berfungsi sebagai jalan masuk sperma ke dalam tubuh perempuan dan sebagai pelindung organ kelamin dalam dari berbagai organisme penyebab infeksi. Organisme penyebab infeksi dapat masuk ke organ dalam perempuan karena saluran reproduksi perempuan memiliki lubang yang berhubungan dengan dunia luar, sehingga mikroorganisme penyebab penyakit bisa masuk dan menyebakan infeksi. Anatomi organ reproduksi perempuan terdiri atas vulva, vagina, serviks, rahim, saluran telur, dan indung telur (Murti, 2010).
1) Vulva Vulva merupakan suatu daerah yang menyelubungi vagina. Vulva terdiri atas mons pubis, labia (labia mayora dan labia minora), klitoris, daerah ujung luar vagina dan saluran kemih.
2) Vagina Vagina merupakan saluran elastis, panjangnya sekitar 8-10 cm, dan berakhir
pada
rahim.
Vagina
dilalui
oleh
darah
pada
saat
menstruasi dan merupakan jalan lahir. Karena terbentuk dari otot, vagina bisa melebar dan menyempit. Vagina ditutupi oleh selaput tipis yang disebut selaput dara.
3) Serviks Serviks dikenal
juga
sebagai
bagian
dari
rahim
terdepan
mulut yang
rahim. Serviks merupakan menonjol
ke
dalam
vagina
besar
dalam
sehingga berhubungan dengan vagina.
4) Rahim (uterus) Uterus
merupakan
organ
yang
memiliki
peranan
reproduksi perempuan, yakni saat menstruasi hingga melahirkan. Uterus terdiri dari 3 lapisan, yaitu : lapisan perimetrium, lapisan myometrium dan lapisan endometrium.
5) Saluran telur (tuba fallopi) Tuba fallopi membentang sepanjang 5-7 cm, 6 cm dari tepi atas rahim kearah ovarium. Ujung dari tuba kiri dan kanan membentuk corong sehingga memiliki lubang yang lebih besar agar sel telur jatuh kedalamnya ketika dilepaskan dari ovarium.
6) Indung telur (ovarium) Ovarium atau indung telur tidak menggantung pada tuba falllopi tetapi menggantung dengan bantuan sebuah ligamen. Sel telur bergerak di sepanjang tuba fallopi dengan bantuan silia (rambut getar) dan otot pada dinding tuba. Sejak pubertas setiap bulan secara bergantian ovarium melepas satu ovum dari folikel de graaf (folikel yang telah matang) (Murti, 2010).
2.3 Penyakit dan Infeksi yang menyebabkan keputihan a) Vaginitis Penyebabnya adalah pertumbuhan bakteri normal yang berlebihan pada vagina. Dengan gejala cairan vagina encer, berwana kuning kehijauan, berbusa dan bebau busuk, vulva agak bengkak dan kemerahan, gatal, terasa tidak nyaman serta nyeri saat berhubungan seksual dan saat kencing (Saragih, 2010).
b) Vaginosis bakterialis Gambaran klinisnya adalah keluarnya sekret yang berbau, encer, putih sampai abu-abu dan melekat ke dinding vagina dan introitus. Tidak terjadi peradangan (Sylvia A., 2005). Pada perempuan dengan vaginosis bakterial dapat dijumpai duh tubuh vagina yang banyak dengan bau yang khas seperti bau ikan, terutama waktu berhubungan seksual. Bau tersebut disebabkan adanya amino yang menguap bila cairan vagina menjadi basa (Prawirohardjo, 2010).
c) Kandidiasis Kandidiasis adalah penyakit jamur yang menyerang kulit, kuku, selaput lender, dan alat dalam yang disebabkan oleh berbagai spesies Candida (Parasitologi Kedokteran FK UI, 2011). Gejalanya adalah keputihan berwarna putih susu, begumpal seperti susu basi, disertai rasa gatal dan kemerahan pada kelamin dan disekitarnya. Infeksi jamur pada vagina paling sering disebabkan oleh Candida,spp, terutama Candida albicans (Saragih, 2010). Pada perempuan, gejala paling mencolok adalah pruritus dan iritasi hebat pada vulva dan vagina. Dapat timbul edema, eritema, dan fisura pada vulva, sering terdapat sekret vagina seperti keju lembut (Sylvia A., 2005).. Farmakologi: nistatin (Farmakologi dan Terapi FK UI, 2011).
d) Trikomoniasis Berasal dari parasit yang disebut Trichomonas vaginalis. Gejalanya keputihan
berwarna
kuning
atau
kehijauan,
berbau
dan
berbusa,kecoklatan seperti susu, biasanya disertai dengan gejala gatal dibagian labia mayora, nyeri saat kencing dan terkadang sakit pinggang. Trikomoniasis merupakan penyakit infeksi protozoa yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis, biasanya ditularkan melalui
hubungan
seksual
dan
sering menyerang traktus
urogenitalis bagian bawah (Prawirohardjo, 2010). Pada wanita sering tidak menunjukan keluhan, bila ada biasanya berupa duh tubuh vagina yang banyak, berwarna kehijauan dan berbusa yang patognomonic (bersifat khas) untuk penyakit ini. Pada pemeriksaan dengan kolposkopi tampak gambaran “Strawberry cervix” yang dianggap khas untuk trikomoniasis (Saragih, 2010). Trichomonas vaginalis dapat diidentifikasi sewaktu pemeriksaan prenatal pada hingga 20% wanita (Cunningham, 2012).
e) Klamidiasis Klamidiasis genital adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri Chlamydia trachomatis. Perempuan hamil yang terinfeksi dengan C. trachomatis menunjukkan gejala keluarnya sekret vagina, perdarahan, disuria, dan nyeri panggul (Prawirohardjo, 2010). Tanda utama infeksi klamidia pada perempuan adalah sekret serviks mukopurulen dan ektopi, edema, dan rapuhnya serviks ( Sylvia A., 2005). Farmakologi: doksisilin, tetrasiklin, eritromisin (Farmakologi dan Terapi FK UI, 2011). Infeksi klamidia merupakan penyakit infeksi tersering yang dilaporkan di Amerika Serikatdengan lebih dari satu juta kasus dilaporkan pada tahun 2006 (Cunningham, 2012).
f) Gonore Gonore adalah semua infeksi yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae. Keluhan traktus genitourinarius bawah yang paling sering adalah bertambahnya duh tubuh genital, disuria, dan menoragia (Prawirohardjo, 2010). Gejala klinis gonore adalah disuria, uretritis, servisitis, dengan keputihan yang banyak seperti nanah encer berwarna kuning atau kuning-hijau (Sofian, Amru, 2011). Pada perempuan gejala dan tanda timbul dalam 7 sampai 21 hari, dimulai dengan sekret vagina (Sylvia A., 2005). Farmakologi gonore: seftriakson, fluorokuinolon (Farmakologi dan Terapi FK UI, 2011). Angka tertinggi pada wanita dari semua kelompok etnik adalah kelompok usia 15 sampai 24 tahun (Cunningham, 2012).