BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Pengertian Pemasaran Pemasaran merupakan salah satu dari kegiatan-kegiatan pokok yang
dilakukan oleh para pengusaha dalam usahanya untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, untuk berkembang dan mendapatkan laba. Berhasil tidaknya dalam pencapaian tujuan bisnis tergantung pada keahlian mereka di bidang pemasaran, produksi, keuangan, maupun dibidang lain. Selain itu juga tergantung pada kemampuan mereka untuk mengkombinasikan fungsi-fungsi tersebut agar organisasi dapat berjalan lancar. Pemasaran mempunyai arti yang sangat luas, tetapi untuk mengetahui pengertian yang jelas, maka penulis akan mengemukakan beberapa pendapat para ahli. Menurut Kotler dan Keller (2006:6) dalam bukunya yang berjudul Marketing Management adalah sebagai berikut : Marketing is a societal process by which individual and group obtain what they need and want through creating, offering, and freely exchanging products and service of value with others . Sedangkan dari sudut pandang manajerial yang dikutip oleh Buchari Alma (2004:5) Menurut The American Marketing Association (AMA) : Marketing is the process of planning and executing the conception, pricing, promotion and distribution of ideas, goods, service to create exchange that satisfy individual an organizational goals . Berdasarkan definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pemasaran merupakan suatu aktivitas manusia untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan melelui proses pertukaran dimana dalam pemasaran ini kegiatan bisnis dirancang untuk mendistribusikan barang-barang kepada konsumen untuk mencapai sasaran serta tujuan organisasi.
2.1.1
Pengertian Manajemen Pemasaran Pada dasarnya, manajemen itu terdiri atas perancangan dan pelaksanaan
rencana-rencana. Fungsi yang pertama harus dilakukan oleh manajer adalah fungsi perencanaan. Bagi perusahaan yang penjualannya sangat berfluktuasi harus lebih matang dalam membuat rencananya. Jadi secara umum manajemen itu mempunyai tiga tugas pokok yaitu : a. Mempersiapkan rencana atau strategi umum bagi perusahaan b. Melaksanakan rencana tersebut c. Mengadakan evaluasi, menganalisa dan mengawasi rencana tersebut dalam operasinya. Adapun definisi Manajemen Pemasaran menurut Kotler dan Keller (2006: 6) adalah sebagai berikut : Marketing Management as the art and science of choosing target markets and getting, keeping, and growing customers throught creating, delivering, and communicating superior customer value . Menurut Djaslim Saladin (2002:3) dalam bukunya Intisari Pemasaran dan Unsur-unsur Pemasaran mendefinisikan sebagai berikut : Manajemen Pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan pemikiran, penetepan harga, promosi, serta penyaluran gagasan, barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memenuhi sasaran-sasaran individu dan organisasi . Dari definisi di atas dapat dikatakan bahwa manajemen pemasaran merupakan suatu proses yang dimulai dari proses perencanaan, pengarahan, pengendalian produk atau jasa, penetapan harga, distribusi dan promosinya sesuai dengan tujuan membantu organisasi dalam mencapai sasarannya.
2.1.2
Pengertian Bauran Pemasaran Para pemasar menggunakan sejumlah alat untuk mendapatkan tanggapan
yang diinginkan dari pasar sasaran mereka. Alat-alat itu membentuk suatu bauran pemasaran. Definisi bauran pemasaran menurut Philip Kotler dan Gary Armstrong (2006:48) adalah sebagai berikut :
Marketing Mix is the set of controllable, tactical marketing tools that the firm blends to produce the response it wants in the target market . Sedangkan definisi bauran pemasaran menurut Fandy Tjiptono (2005:30) dalam bukunya Pemasaran Jasa mendefinisikan sebagai berikut : Bauran Pemasaran merupakan seperangkat alat yang dapat digunakan pemasar untuk membentuk karakteristik jasa yang ditawarkan kepada pelanggan Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa bauran pemasaran merupakan suatu perangkat yang terdiri dati produk, harga, promosi, dan distribusi yang didalamnya menentukan tingkat keberhasilan pemasaran dan semua itu ditujukan untuk mendapatkan respon yang diinginkan dari pasar sasaran. Bauran pemasaran terdiri atas segala sesuatu yang dapat dilakukan perusahaan untuk mempengaruhi permintaan produknya. Bauran pemasaran tersebut dikelompokkan menjadi empat kelompok variabel yang dikenal dengan 4P
kelompok variabel bauran pemasaran menurut Kotler dan Armstrong
(2003:79) adalah : 1. Product (produk) Segala sesuatu yang dapat ditawarkan oleh individu, rumah tangga maupun organisasi ke dalam pasar untuk diperhatiakan, digunakan, dibeli maupun dimiliki. Kebijakan dan prosedur yang berkaitan dengan produk, misalnya jenis produk yang akan dijual seperti kualitas, desain, kemasan dan lain sebagainya serta pelayanan yang akan dijual bersama produk. 2. Price (harga) Sejumlah nilai yang dipertukarkan untuk memperoleh suatu produk. Biasanya harga dihitung dengan nilai uang. Kebijakan dan prosedur yang berkaitan dengan harga, antara lain tingkat harga yang direncanakan, kebijakan, pemberian harga dan sebagainya.
3. Place (tempat atau saluran distribusi) Esensi dari istilah tempat dalam bauran pemasaran adalah menyediakan produk kepada konsumen pada tempat yang tepat, waktu yang tepat, jumlah yang tepat. 4. Promotion (promosi) Promosi adalah aktivitas mengkomunikasikan keunggulan dan kelebihankelebihan produk serta membujuk pelanggan sasaran untuk membelinya. Kebijakan dan prosedur yang menyangkut upaya memperkenalkan produk kepada konsumen tersebut, misalnya cara-cara promosi yang akan ditempuh, penetapan anggaran untuk promosi. Keempat unsur dalam bauran pemasaran tersebut berkaitan satu sama lain, keputusan dalam satu elemen akan mempengaruhi tindakan pada elemen lain. Dari berbagai elemen bauran pemasaran yang ada, manajemen harus memilih kombinasi yang sesuai dengan lingkungannya. Menurut Fandy Tjiptono (2005:32) menjelaskan bahwa dalam konsep bauran pemasaran 4P tradisional diperluas dan ditambahkan dengan empat unsur lainnya, yaitu : 1. People (orang) Bagi sebagian besar jasa, orang merupakan unsur vital dalam bauran pemasaran. Dalam industri jasa, setiap orang merupakan part-time marketer yang tindakan dan perilakunya memiliki dampak langsung pada output yang diterima pelanggan. 2. Process (proses) Proses produksi atau operasi merupakan faktor penting bagi konsumen highcontact service, yang seringkali juga berperan sebagai co-producer jasa bersangkutan.misalnya, Pelanggan restoran sangat terpengaruh oleh cara staf melayani mereka dan lamanya menunggu selama proses produksi. 3. Physical Evidence (bukti fisik) Merupakan bukti fisik dari karakteristik jasa. Bukti fisik ini bisa dalam berbagai bentuk, misalnya brosur paket liburan yang atraktif dan memuat foto lokasi liburan dan tempat menginap; penampilan staf yang rapi dan sopan;
seragam pilot dan pramugari yang mencerminkan kompetensi mereka; dekorasi internal dan eksternal bangunan yang atraktif; ruang tunggu yang nyaman dan lain-lain. 4. Customer Service (layanan pelanggan) Dalam sektor jasa layanan pelanggan dapat diartikan sebagai kualitas total jasa yang dipersepsikan oleh pelanggan. Oleh sebab itu, tanggung jawab atas unsur bauran pemasaran ini tidak bisa diisolasi hanya pada departemen layanan pelanggan, tetapi menjadi perhatian dan tanggung jawab semua personel produksi, baik yang dipekerjakan oleh organisasi jasa maupun oleh pemasok.
2.2
Ruang Lingkup Pemasaran Jasa
2.2.1
Pengertian Jasa Banyak para ahli pemasaran yang mengemukakan definisi jasa, dimana
masing-masing memiliki pendapat berdasarkan sudut pandang masing-masing. Beberapa definisi jasa yang dikemukakan oleh ahli pemasaran tersebut adalah sebagai berikut : Pengertian jasa menurut Mursid (2003:116) dalam bukunya Manajemen Pemasaran yaitu : Jasa adalah kegiatan yangdapat diidentifikasikan secara tersendiri, pada hakekatnya bersifat tidak teraba, untuk memenuhi jebutuhan dan tidak harus terikat pada penjualan produk atau jasa lain . Sedangkan menurut Freddy Rangkuti (2003:26) dalam bukunya Measuring Customer Satisfaction mendefinisikan jasa sebagai berikut : Jasa merupakan pemberian suatu kinerja atau tindakan tak kasat mata dari satu pihak kepada pihak lain. Pada umumnya jasa diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan, dimana interaksi antara pemberi jasa mempengaruhi hasil jasa tersebut . Dari pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa jasa melibatkan unsur tindakan, proses dan unsur kerja dari suatu pihak yang ditawarkan pada pihak lain yang bersifat intangible tidak dapat menimbulkan perubahan
kepemilikan dimana jasa tersebut bisa terlepas dari produk fisik atau terikat dengan produk fisik.
2.2.2
Karakteristik Jasa Jasa memiliki sejumlah karakteristik unik yang membedakannya dari
barang dan berdampak pada cara memasarkannya. Secara garis besar, karakteristik tersebut terdiri atas : intangibility, inseparability, variability atau heterogeneity, perishability, dan lack of ownership. Fandy Tjiptono (2005:18) mengemukakan mengenai 4 karakteristik jasa tersebut yaitu : 1. Intangibility (Tidak Berwujud) Jasa berbeda dengan barang. Bila barang merupakan suatu objek, alat atau benda; maka jasa adalah suatu perbuatan, tindakan, pengalaman, proses, kinerja (performance), atau usaha. Oleh sebab itu jasa tidak dapat dilihat, dirasa, dicium, didengar, atau diraba sebelum dibeli atau dikonsumsi. 2. Inseparability (Tidak Dapat Dipisahkan) Barang biasanya diproduksi, kemudian dijual lalu dikonsumsi. Sedangkan jasa umumnya dijual terlebih dahulu, baru kemudian diproduksi dan dikonsumsi pada waktu dan tempat yang sama. Implikasi karakteristik inseparability bagi penyedia jasa meliputi tiga aspek utama yaitu : a. Melatih staf agar dapat berinteraksi secara efektif dengan para klien. b. Mengupayakan berbagai cara untuk mencegah agar jangan sampai ada pelanggan yang mengganggu atau menghambat kepuasan pelanggan lainnya. c. Pertumbuhan dapat difasilitasi dengan berbagai cara seperti pelatihan (semakin
banyak
staf
berkualitas,
semakin
besar
kemungkinan
merealisasikan pertumbuhan yang lebih cepat); melayani kelompok pelanggan yang lebih besar; bekerja lebih cepat; mendirikan multi-site locations (misalnya membentuk waralaba atau franchising. 3. Variability (Bervariasi) Jasa bersifat sangat variabel karena merupakan non-standardized output, artinya banyak variasi bentuk, kualitas, dan jenis, tergantung kepada siapa,
kapan, dan
dimana jasa tersebut diproduksi. Penyedia jasa dapat
mengupayakan pengurangan dampak variabilitas melalui tiga strategi utama. Pertama, berinvestasi dalam seleksi, motivasi, dan pelatihan karyawan, dengan harapan bahwa staf yang terlatih baik dan bermotivasi tinggi lebih mampu mematuhi prosedur standard an menangani permintaan yang sifatnya unpredictable. Kedua, melakukan industrialisasi jasa, misalnya dengan cara memberikan penawaran alternatif lewat mesin ATM, vending machine, internet dan sejenisnya. Ketiga, melakukan service customization, artinya meningkatkan interaksi antara penyedia jasa dan pelanggan sedemikian rupa sehingga jasa yang diberikan dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan keinginan individual. 4. Perishability (Daya Tahan) Jasa tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. Dengan demikian bila suatu jasa tidak digunakan, maka jasa tersebut akan berlalau atau hilang begitu saja. Kondisi di atas tidak akan menjadi masalah jika permintaannya konstan tetapi kenyataannya permintaan pelanggan akan jasa umumnya sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh faktor musiman. Oleh karena itu perusahaan jasa harus mengevaluasi
kapasitasnya
(subtitusi
dan
persediaan
jasa)
guna
menyeimbangkan penawaran dan permintaan. Dalam hal ini perlu dilakukan analisis terhadap biaya dan pendapatan bila kapasitas ditetapkan terlalu tinggi atau terlampau rendah. 5. Lack of Ownership (Berkurangnya Hak Kepemilikkan) Merupakan perbedaan dasar antara jasa dan barang. Pada pembelian barang, konsumen memiliki hak penuh atas penggunaan dan manfaat produk yang dibelinya. Mereka bisa mengkonsumsi, menyimpan atau menjualnya. Di lain pihak, pada pembelian jasa, pelanggan mungkin hanya memiliki akses personal atas suatu jasa untuk jangka waktu yang terbatas (misalnya kamar hotel, bioskop, jasa penerbangan, dan pendidikan). Pembayaran biasanya ditujukan untuk pemakaian, akses atau penyewaan item-item tertentu berkaitan dengan jasa yang ditawarkan. Untuk mengatasi masalah ini, penyedia jasa bisa melakukan tiga pendekatan pokok. Pertama, menekankan
keunggulan atau keuntungan non-ownership (seperti syarat pembayaran yang lebih gampang, resiko kehilangan modal yang lebih kecil). Kedua, menciptakan asosiasi keanggotaan untuk memperlihatkan kepemilikan. Ketiga, memberikan insentif bagi para pengguna rutin, misalnya diskon, tiket gratis, dan prioritas dalam reservasi.
2.2.3
Klasifikasi Jasa Sebagai konsekuensi dari adanya berbagai macam variasi bauran antara
barang dan jasa maka sulit untuk mengklasifikasikan jasa bila tidak melakukan pembedaan lebih lanjut. Banyak pakar yang melakukan klasifikasi jasa, dimana masing-masing ahli menggunakan dasar pembedaan yang disesuaikan dengan sudut pandangnya masing-masing. Menurut Lovelock yang dikutip oleh Fandy Tjiptono (2005:26) jasa dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuh kriteria yaitu : 1. Segmen Pasar Berdasarkan segmen pasar jasa dapat dibedakan menjadi jasa yang ditujukan kepada konsumen akhir (misalnya taksi, asuransi jiwa, dan pendidikan) dan jasa bagi konsumen organisasional (misalnya biro periklanan, jasa akuntansi dan perpajakan, dan jasa konsultasi manajemen). 2. Tingkat Keberwujudan Kriteria ini berhubungan dengan tingkat keterlibatan produk fisik dengan konsumen. Berdasarkan kriteria ini, jasa dapat dibedakan menjadi tiga macam antara lain : a. Rented-goods Services Dalam jenis ini, konsumen menyewa dan menggunakan produk tertentu berdasarkan tarif yang disepakati selama jangka waktu tertentu. Konsumen hanya dapat menggunakan produk tersebut, karena kepemilikannya tetap berada pada pihak perusahaan yang menyewakannya. Contohnya penyewaan mobil, videogames, VCD atau DVD, villa dan apartemen. b. Owned-goods Services Pada tipe ini, produk-produk yang dimiliki konsumen direparasi, dikembangkan atau ditingkatkan unjuk kerjanya, atau dipelihara atau
dirawat oleh perusahaan jasa. Jenis jasa ini juga mencakup perubahan bentuk pada produk yang dimiliki konsumen. Contohnya jasa reparasi, pencucian mobil, perawatan rumput lapangan golf, perawatan taman, pencucian pakaian. c. Non-goods Services Karakteristik khusus pada jenis ini adalah jasa personal bersifat intangible (tidak berbentuk produk fisik) ditawarkan kepada para pelanggan. Contohnya supir, dosen, babby-sitter, pemandu wisata, penerjemah lisan, ahli kecantikan, pelatih renang, dan lain-lain. 3. Ketrampilan Penyedia Jasa Berdasarkan tingkat ketrampilan penyedia jasa, terdapat dua tipe pokok jasa. Pertama, jasa professional services (seperti konsultasi manajemen, konsultasi hokum, konsultasi perpajakan, konsultasi sitem informasi, pelayanan dan perawatan kesehatan, dan jasa arsitektur). Kedua, non-professional services (seperti jasa sopir taksi, tukang parkir, pengantar surat, dan lain-lain). 4. Tujuan Organisasi Jasa Berdasarkan tujuan organisasi, jasa dapat diklasifikasikan menjadi commersial services atau profit services (misalnya penerbangan, bank, penyewaan mobil, bioskop, dan hotel) dan non-profit services (seperti sekolah, yayasan dana bantuan, panti asuhan, perpustakaan umum, dan museum). Jasa komersial masih dapat dikelompokkan lebih lanjut menjadi beberapa jenis yaitu : a. Perumahan atau penginapan, meliputi penyewaan apartemen, hotel, motel, villa, losmen, cottage, dan rumah. b. Operasi rumah tangga, meliputi utilitas, perbaikan rumah, reparasi peralatan rumah tangga, pertamanan, dan household cleaning. c. Rekreasi dan hiburan, meliputi penyewaan dan reparasi peralatan yang dipergunakan untuk aktivitas-aktivitas rekreasi dan hiburan, serta admisi atau (tiket masuk) untuk segala macam hiburan, pertunjukkan, dan rekreasi. d. Perlindungan pribadi, seperti laundry, dry cleaning, dan perawatan kecantikan.
e. Perawatan kesehatan, meliputi segala macam jasa medis dan kesehatan. f. Pendidikan swasta. g. Bisnis dan jasa profesional lainnya, meliputi biro hukum konsultasi pajak, konsultasi akuntansi, konsultasi manajemen, dan jasa komputerisasi. h. Asuransi, perbankan, dan jasa finansial lainnya, seperti asuransi perorangan dan bisnis, jasa kredit dan pinjaman, konseling investasi, dan pelayanan pajak. i. Transportasi, meliputi jasa angkutan barang dan penumpang, baik melalui darat, laut maupun udara, serta reparasi dan penyewaan kendaraan. j. Komunikasi, terdiri atas telepon, telegraf, komputer, internet server providers, dan jasa komunikasi bisnis yang terspesialisasi. 5. Regulasi Dari aspek regulasi, jasa dapat dibagi menjadi regulated services (misalnya jasa pialang, angkutan umum, dan perbankan) dan non regulated services (seperti jasa makelar, katering, kost dan asrama, serta pengecatan rumah). 6. Tingkat Intensitas Karyawan Berdasarkan tingkat intensitas karyawan (keterlibatan tenaga kerja), jasa dapat dikelompokkan menjadi dua macam : a. Equipment-based services (seperti cuci mobil otomatis, jasa sambungan telepon jarak jauh, mesin ATM, internet banking, vending machines). b. People-based services (seperti akuntan, konsultan hukum, konsultan manajemen). 7. Tingkat Kontak Penyedia Jasa dan Pelanggan Berdasarkan tingkat kontak ini, secara umum jasa dapat dibagi menjadi highcontact services (seperti universitas, bank, dokter, dan penggadaian) dan lowcontact services (misalnya bioskop dan jasa layanan pos).
2.3
Pengertian Physical Evidence Physical evidence (bukti fisik) merupakan salah satu unsur penting dalam
elemen bauran pemasaran jasa. Karakteristik utama yang membedakan jasa dari barang adalah intangibilitas relatif dari kebanyakan jasa. Sementara barang dapat
dilihat, dirasakan, disentuh; kebanyakan jasa tidak demikian. Oleh karena itu, jasa harus dialami konsumen terlebih dahulu sebelum jasa dievaluasi. Tetapi karena besarnya kadar intangibilitas pada jasa, konsumen mendapat kesulitan dalam mengevaluasi jasa sebelum membelinya, juga dalam membandingkan alternatifalternatif jasa yang berbeda, serta dalam menilai kualitas jasa meskipun setelah mereka mengalaminya. Pada saat konsumen tidak bisa menilai kualitas actual suatu jasa, maka mereka bergantung kepada tanda-tanda yang tangible pada jasa, atau mungkin mencari-cari indikator lain dari suatu jasa. Bukti fisik juga bukan hanya penting untuk keperluan mengkomunikasikan jasa yang akan diterima konsumen (seperti reparasi mobil) bukti fisik akan semakin penting untuk jasa-jasa yang derajat keahliannya tinggi seperti hotel, rumah sakit, dan taman hiburan. Adapun definisi Physical Evidence menurut Zeithaml and Bitner (2006:317) dalam bukunya Service Marketing yaitu : Physical evidence as the environment in which the service is delivered and in which the firm and the customer interact, and any tangible commodities that facilitate performance or communication of the service . Sedangkan definisi physical evidence menurut Yazid (2003:18) adalah sebagai berikut : Physical evidence merupakan bukti fisik jasa yang mencakup semua hal yang berwujud berkenaan dengan suatu jasa seperti brosur, kartu bisnis, format laporan dan peralatan . Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa physical evidence (bukti fisik) merupakan elemen-elemen yang dapat mempengaruhi dalam pertukaran dari produk jasa. Bukti fisik menunjukkan kesempatan istimewa bagi perusahaan untuk mengirimkan pesan yang konsisten dan kuat berkenaan dengan upaya organisasi, segmen pasar yang dituju, dan karakteristik jasa.
Jadi physical evidence merupakan elemen subtantif dalam konsep jasa, oleh karena itu para pemasar jasa semestinya terlibat dalam proses desain, perencanaan, dan pengawasan bukti fisik. Physical evidence yang unik juga merupakan sumber yang dapat membedakannya dengan para pesaing dan dapat memancing respon pelanggan sehingga dapat mempengaruhi tingkat kepuasan pelanggan.
2.3.1
Pengelompokkan Unsur Physical Evidence Menurut Zeithaml dan Bitner (2006:317) dalam bukunya Service
Marketing, mengelompokkan physical evidence ke dalam dua bagian pokok yaitu: (1) Servicescape dan (2) other forms of tangible communication.
Tabel 2.1 Bagian dari bukti nyata (Elements of Physical Evidence) SERVICESCAPE : Eksterior fasilitas jasa Desain eksterior Signage Tempat parkir Landscape Lingkungan sekitar Interior fasilitas jasa Desain interior Peralatan Signage Layout Kualitas udara /temperature
KOMUNIKASI FISIK LAINNYA : Kartu bisnis (kartu nama) Alat tulis Rekening tagihan Laporan Busana karyawan Seragam Brosur Situs internet Virtual servicescape
(sumber : Zeithaml and Bitner 2006) 1. Servicescape Merupakan semua aspek fasilitas suatu organisasi jasa meliputi atribut-atribut eksterior (signage, parking, landscape) atribut-atribut interior (design, layout,
equipment, decor). Dimensi lingkungan fisik yang melatarbelakangi suatu jasa dapat dikategorikan kedalam tiga dimensi komposif sebagai berikut: a. Ambien condition Meliputi latarbelakang karakteristik dari lingkungan seperti : temperatur, penerangan, kebisingan, musik, bau, warna. Semua faktor ini sangat mempengaruhi bagaimana orang merasakan, berpikir dan merespon terhadap keberadaan suatu jasa. b. Spatial Layout and functionality Spatial Layout menunjukkan bagaimana cara mesin, peralatan, dan furniture diatur atau disusun, ukuran dan bentuk dari item tersebut, dan hubungan special diantara semuanya. Functionality menunjuk pada kemampuan dari item yang sama untuk memfasilitasi pencapaian tujuan pelanggan dan pegawai. c. Sign, symbol, and Artifacts Item-item ini bertindak sebagai sinyal eksplisit atau implisit yang mengkomunikasikan tempat pada penggunanya. Tanda petunjuk atau keterangan sebagai sinyal eksplisit, dapat digunakan sebagai label (contoh: nama perusahaan, nama departemen). Sebagai keterangan arah atau tujuan (contoh : masuk, keluar), dan untuk mengkomunikasikan atau berperilaku (contoh : dilarang merokok). Tanda petunjuk dan keterangan yang cukup akan mengurangi persepsi kesimpangsiuran dan stress. Symbol dan artifacts memberikan sinyal komunikasi implicit dan menciptakan daya tarik estetis secara keseluruhan. Sign, symbol, dan artifacts sangat penting sebagai
bentuk
first
impression
dari
pelanggan
mengkomunikasikan konsep baru dalam suatu jasa.
dan
untuk
Tabel 2.2 Dimensi Lingkungan Fisik (Servicescape)
Ambient :
Space / function :
Sign, symbol, artifacts :
Temperature (suhu)
Layout
Signage (petunjuk)
Air quality (kualitas udara) Equipment (peralatan) Personal artifacts (benda Noise (suara)
Furnishing
pribadi)
Music (musik)
(perlengkapan)
Style of decor (gaya
Odor (bau)
dekorasi)
(Sumber : Zeithaml and Bitner 2006)
2. Otherforms of tangible communication Adalah aspek selain servicescape yang termasuk dalam penyampaian suatu jasa (seperti material komunikasi yang dicetak, pakaian atau seragam dan sebagainya).
2.3.2
Peran Physical Evidence Physical evidence dapat memainkan berbagai peran pada saat bersamaan.
Perhatian terhadap berbagai macam peran dan bagaimana mereka berinteraksi akan menjadi semakin jelas bahwa penting dan strategis sifatnya untuk mampu menyediakan physical evidence bagi suatu jasa yang memadai. Beberapa peran physical evidence menurut Zeithaml dan Bitner (2006:322) memiliki peran sebagai berikut : 1. Package Bukti fisik jasa berperan sebagai package (kemasan) dari jasa yang ditawarkan dalam suatu cara yang berbeda dengan cara menawarkan barang. Paket produk di desain untuk menggambarkan image tertentu sehingga mampu menyentuh sensor tertentu atau reaksi emosional konsumen. Sementara paket jasa menanamkan image melalui interaksi berbagai stimuli yang kompleks. Bukti jasa membungkus jasa dan menyampaikan image eksternal tentang apa yang
ada
di dalam bungkus
kapada konsumen. Dengan demikian physical
evidence itu merupakan penampilan tangible organisasi dan karenanya menjadi sangat penting dalam membentuk kesan awal atau dalam membentuk harapan konsumen. Peran pengepakan ini khususnya penting dalam menciptakan harapan dari konsumen baru dan untuk perusahaan jasa yang baru berdiri yang sedang mencoba membangun suatu image. 2. Facilitator Unjuk kerja atau tindakan-tindakan individual maupun interdependen dari orang-orang yang berada dalam suatu lingkungan, yaitu konsumen dan karyawan. Fasilitas fungsional yang di desai dengan baik akan mampu menyajikan pengalaman yang menyenangkan kepada konsumen disamping itu akan membuat karyawan merasa nyaman dalam bekerja. Sebaliknya, desain yang jelek dan tidak efisien bisa saja membuat karyawan atau konsumen frustasi. 3. Socializer Desain physical evidence membantu sosialisasi baik konsumen maupun karyawan sehingga dapat membangkitkan dan menuntun konsumen dan karyawan untuk melakukan peran-peran tertentu yang diharapkan, untuk berperilaku sosial tetentu, dan dalam membangun hubungan antara dan diantara mereka. Contoh, karyawan baru dari perusahaan jasa professional akan memahami posisinya dalam hierarki sebagian melalui pengamatannya terhadap tugas-tugas kantor yang diberikan kepadanya. 4. Differentiator Dengan fasilitas fisik dapat membedakan perusahaan dari jasa pesaing serta menjadi tanda dari segmen pasar mana yang dituju. Karena kekuatannya sebagai differentiator (pembeda), perubahan-perubahan dalam lingkungan fisik dapat digunakan untuk memposisikan kembali suatu perusahaan dan atau untuk menarik segmen pasar baru. Contoh, ketika berada di suatu mal besar, seseorang akan dengan cepat melihat perbedaan lingkungan antara toko pakaian yang mengkhususkan diri menyediakan pakaian untuk orang tua.
2.3.3
Strategi-strategi untuk Physical Evidence (Bukti Fisik) Karena sifat dari kebanyakan jasa relatif intangible, strategi untuk
pengelolaan bukti jasa adalah sangat penting. Konsumen bereaksi terhadap bukti perusahaan apakah strategi bukti tersebut ada atau tidak ada. Bahwa bukti tangible jasa akan mengkomunikasikan kepada konsumen, apakah perusahaan mampu mengetahui dan merencanakan untuk menjalankan strategi tersebut atau tidak. Berikut adalah beberapa strategi yang bisa ditempuh perusahaan sehingga mengantarkan perusahaan kepada inti perencanaan strategi bukti yaitu : 1. Memahami dampak strategik physical evidence Physical evidence dapat memainkan peranan yang sangat jelas dalam menentukan kualitas harapan dan persepsi yang diciptakannya di benak konsumen. Oleh karena itu pemahaman akan Physical evidence saja belumlah cukup. Sebelum strategi bukti dapat berjalan efektif, strategi ini harus secara jelas dikaitkan dengan tujuan dan visi perusahaan secara menyeluruh. Hal pertama yang harus dilakukan adalah mengetahui apa tujuan perusahaan dan menentukan bagaimana strategi bukti dapat mendukung tujuan-tujuan perusahaan. 2. Memetakan bukti jasa Langkah selanjutnya adalah membuat peta jasa. Setiap orang harus mengetahui proses jasa dan elemen-elemen bukti yang ada. Salah satu cara yang efektif dalam menggambarkan bukti jasa adalah melalui peta, atau cetak biru jasa. Sementara peta jasa secara jelas mempunyai sejumlah maksud, petapeta tersebut akan berguna khususnya di dalam menangkap secara visual kesempatan-kesempatan bukti. Orang, proses, dan bukti fisik dapat dilihat dalam peta jasa. Dari peta itulah, seseorang dapat mengetahui tindakantindakan yang tercakup dalam penyajian jasa, kompleksitas proses, titik-titik interaksi manusia yang memberi kesempatan-kesempatan bukti, dan representasi tangible yang ada pada setiap langkah. Para karyawan, konsumen, dan para manajer semuanya dapat terlibat dalam pembuatan peta jasa, yang selanjutnya akan menjadi dasar dalam mengidentifikasi. Agar peta tersebut
lebih jelas lagi, foto atau video tentang proses penyajian jasa dapat ditambahkan untuk mengembangkan cetak-biru fotografis. 3. Memperjelas peran servicescape Dari segi pandang konsumen, servicescape tidak mempunyai peran dalam penyajian jasa. Ini merupakan masalah pokok pada jasa komunikasi dan titipan kilat, dimana konsumen jarang melihat fasilitas aktual yang digunakan untuk melayani mereka. Meskipun demikian, dalam banyak kasus, seperti hotel dan perawatan kesehatan, servicescape memainkan peran ganda baik yang menyangkut tindakan-tindakan maupun sikap-sikap dari karyawan dan konsumen. 4. Menilai dan mengidentifikasi kesempatan-kesempatan bukti Begitu bentuk-bentuk bukti dan peran servicescape yang ada dipahami, pada langkah berikutnya kemungkinan perubahan dan perbaikannya dapat diidentifikasi. Contoh, peta jasa asuransi atau jasa utilitas mungkin hanya memperlihatkan sedikit bukti jasa sehingga konsumen mengetahui secara pasti apa yang mereka bayar. 5. Bersedia untuk Meng-update dan Memodernisir Bukti Sejumlah aspek bukti, khususnya servicescape, memerlukan dilakukannya updating atau modernisasi yang sering atau tidak secara periodik. Meskipun visi, tujuan, dan obyektif perusahaan tidak berubah, waktu itu sendiri yang akan merusak bukti fisik, sehingga perubahan modernisasi perlu dilakukan. 6. Fungsionalitas-silang Pekerjaan Dalam memperkenalkan dirinya kepada konsumen, sebuah perusahaan jasa berkepentingan dengan pengkomunikasian image yang diinginkan, dengan cara mengirimkan pesan-pesan yang konsisten dan kompatibel melalui semua bentuk bukti. Juga dengan cara memberikan bukti jasa yang diinginkan dan dapat dipahami oleh beberapa target. Namun demikian, sering terjadi bahwa keputusan tentang bukti dibuat dalam waktu yang lama dan dilakukan oleh berbagai bagian dalam organisasi. Contoh, keputusan-keputusan tentang seragam karyawan dibuat oleh bagian personalia, design servicescape dibuat oleh kelompok yang memfasilitasi manajemen, design proses sering dibuat
oleh manajer operasi, dan keputusan tentang harga dan periklanan dibuat oleh bagian pemasaran. Karena itu tidak mengherankan bukti fisik pada suatu jasa bisa saja sangat tidak konsisten. Pemetaan jasa, atau proses pembuatan cetakbiru akan sangat berguna dalam proses komunikasi dalam organisasi, mengidentifikasi bukti jasa yang sekarang ada, dan penggambaran fleksibilitas perubahan atau pemberian bentuk-bentuk baru bukti fisik.
2.4
Pengertian Kepuasan Pelanggan Kepuasan pelanggan telah menjadi konsep sentral dalam teori dan praktik
pemasaran, serta merupakan salah satu tujuan essential bagi aktivitas bisnis. Kepuasan pelanggan berkontribusi pada sejumlah aspek krusial, seperti terciptanya loyalitas pelanggan, meningkatnya reputasi perusahaan, berkurangnya elastisitas harga, berkurangnya biaya transaksi masa depan dan meningkatnya efesiensi dan produktivitas karyawan. Sebenarnnya konsep
kepuasan
pelanggan
masih bersifat
abstrak
pencapaian kepuasan dapat merupakan proses yang sederhana, maupun kompleks dan rumit. Masalah kepuasan adalah merupakan perseorangan yang sifatnya subjektif, kepuasan seseorang belum tentu sama dengan kepuasan yang digunakan orang lain, walaupun jasa yang diberikannya mempunyai ciri-ciri atau kualitas yang sama. Oleh karena itu kepuasan sangat sulit diukur secara kuantitatif. Berikut ini definisi kepuasan pelanggan menurut pendapat beberapa ahli : Menurut
Kotler
and
Keller
(2006:136)
Kepuasan
Pelanggan
didefinisikan sebagai berikut : Satisfaction is a person s feeling of pleasure or dissapoinment resulting from comparing a product s perceived performance (or outcome) in relation to his or her expectations . Menurut Yazid (2003:55) mengemukakan definisi kepuasan sebagai berikut : Kepuasan adalah merupakan ketiadaan perbedaan antara harapan yang dimiliki dan unjuk kerja yang senyatanya diterima .
Sedangkan menurut Engel yang dikutip oleh Fandy Tjiptono (2005:349) yaitu : Kepuasan pelanggan merupakan evaluasi pembeli dimana alternative yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil (outcome) tidak memenuhi harapan . Berdasarkan definisi di atas terdapat kesamaan yaitu, menyangkut komponen kepuasan pelanggan (harapan dan kinerja atau hasil yang dirasakan). Umumnya harapan pelnggan merupakan perkiraan atau keyakinan pelanggan tentang apa yang akan diterimanya bila ia membeli atau mengkonsumsi suatu produk (barang atau jasa). Sedangkan kenerja yang dirasakan adalah persepsi pelanggan terhadap apa yang ia terima setelah mengkonsumsi produk yang dibeli. Secara konseptual, kepuasan pelanggan dapat digambarkan seperti yang ditunjukkan dalam gambar di bawah ini.
Gambar 2.1 Konsep Kepuasan Pelanggan
Tujuan Perusahaan
Kebutuhan dan Keinginan Pelanggan
PRODUK
Harapan Pelanggan terhadap Produk
Nilai Produk bagi Pelanggan
Tingkat Kepuasan Pelanggan (Sumber : Fandy Tjiptono 2004)
2.4.1
Mengukur Kepuasan Pelanggan Ada beberapa metode yang dapat digunakan setiap perusahaan untuk
mengukur dan memantau kepuasan pelanggannya (juga pelanggan perusahaan pesaing). Menurut Philip Kotler yang dikutip oleh Fandy Tjiptono (2005:367) ada (4) empat metode yang banyak dipergunakan dalam mengukur kepuasan antara lain : 1. Sugestion and Complain System (Sistem Keluhan dan Saran) Setiap organisasi jasa yang berorientasi pada pelanggan wajib memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi para pelanggannya untuk menyampaikan saran, kritik, pendapat, dan keluhan mereka. Media yang digunakan bisa berupa kotak saran yang diletakkan ditempat-tempat strategis, kartu komentar, saluran telepon khusus bebas pulsa, website, dan lain-lain. Informasiinformasi yang diperoleh dengan menggunakan metode ini dapat memberikan ide-ide baru dan masukan bagi perusahaan. 2. Ghost Shopping (Belanja untuk Orang Lain) Salah satu metode untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan adalah dengan mempekerjakan beberapa orang ghost shoppers. Kemudian ghost shoppers tersebut melaporkan berbagai temuan penting berdasarkan pengalamannya mengenai kekuatan dan kelemahan jasa perusahaan dibandingkan para pesaing. 3. Lost Customer Analysis (Analisa Pelanggan yang Keluar) Perusahaan seyogyanya menghubungi para pelanggan yang telah berhenti membeli atau yang telah beralih pemasok agar dapat memahami mengapa hal itu terjadi dan supaya dapat mengambil kebijakan perbaikan atau penyempurnaan selanjutnya. 4. Customer Satisfaction Survey (Survei Kepuasan Pelanggan) Melalui survei, perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik langsung dari pelanggan dan juga memberikan sinyal positif bagi perusahaan terhadap pelanggannya.
2.4.2
Harapan dan Kepuasan Pelanggan Harapan pelanggan dibentuk dan didasarkan oleh beberapa faktor,
diantaranya pengalaman berbelanja di masa lampau, opini teman dan kerabat serta informasi dan janji-janji perusahaan dan para pesaing (Kotler 2005:70). Faktorfaktor tersebut yang menyebabkan harapan seseorang biasa-biasa saja atau sangat kompleks. Ada beberapa penyebab utama tidak terpenuhinya harapan pelanggan (lihat gambar 2.2). Diantara beberapa faktor penyebab tersebut ada yang bisa dikendalikan oleh penyedia jasa. Dengan demikian penyedia jasa bertanggung jawab untuk meminimumkan miskomunikasi dan misinterpretasi yang mungkin terjadi dan menghindarinya dengan cara merancang jasa yang mudah dipahami dengan jelas. Dalam hal ini penyedia jasa harus mengambil inisiatif agar ia dapat memahami dengan jelas instruksi dari klien dank lien mengerti benar apa yang akan diberikan.
Gambar 2.2 Penyebab Utama Tidak Terpenuhinya Harapan Pelanggan Pelanggan Keliru Mengkomunikasikan Jasa Yang Diinginkan
Pelanggan Keliru Menafsirkan Signal (Harga, Positioning, dll).
Mikomunikasi Rekomendasi Mulut Ke Mulut
(Sumber : Fandy Tjiptono 2004)
Harapan Tidak Terpenuhi
Kinerja Karyawan Perusahaan Jasa Yang Buruk Miskomunikasi Penyediaan Jasa Oleh Pesaing
Sebelum menggunakan suatu jasa, pelanggan sering memilikki empat skenario jasa yang berbeda (dalam benaknya) mengenai apa yang bakal dialaminya, yaitu : 1. Jasa ideal 2. Jasa yang diantisipasi atau diharapkan 3. Jasa yang selayaknya diterima 4. Jasa minimum yang dapat ditoleransi Pelanggan bisa berharap dari keempat skenario tersebut (gambar 2.3) sebagaimana dijelaskan di bagian awal, harapan membentuk kepuasan. Karena itu apabila jasa minimum yang dapat ditoleransi yang diharapkan, lalu yang terjadi sama dengan atau bahkan melampaui harapan tersebut, maka akan timbul kepuasan. Sebaliknya bila yang diharapkan jasa ideal , maka bila yang terjadi kurang dari harapan tersebut, maka yang terjadi adalah ketidakpuasan.
Gambar 2.3 Pengaruh Harapan Terhadap Kepuasan
Yang Diharapkan Minimal Yang Dapat Diterima
Ideal
Yang Selayaknya
(sumber : Fandy Tjiptono 2004)
1) Semakin dekat harapan jasa yang diharapkan dengan jasa minimum yang dapat diterima , semakin besar pula kemungkinan tercapainya kepuasan. 2) Pelanggan yang puas bisa berada dimana saja dalam spectrum ini yang menentukan posisinya adalah posisi hasil (outcome) yang diharapkan.
2.4.3
Strategi Kepuasan Pelanggan Untuk mewujudkan kepuasan pelanggan total bukanlah hal yang mudah,
upaya perbaikan atau penyempurnaan kepuasan dapat dilakukan dengan berbagai sttrategi. Menurut Fandy Tjiptono (2004:161) dalam bukunya Manajemen Jasa, mengemukakan beberapa strategi yang dapat dipadukan untuk meraih dan meningkatkan kepuasan pelanggan, diantaranya yaitu : 1. Relationship Marketing (Hubungan Pemasaran) Dalam strategi ini, hubungan transaksi antara penyedia jasa dan pelanggan berkelanjutan, tidak berakhir setelah penjualan selesai. Salah satu faktor yang dibutuhkan untuk mengembangkan relationship marketing adalah dibentuknya customer database, yaitu daftar nama pelanggan yang perlu dibina untuk menjalin hubungan kemitraan jangka panjang. Frequensi marketing merupakan salah satu variasi dari relationship marketing, yang merupakan usaha untuk mengidentifikasi, memelihara, dan meningkatkan hasil dari pelanggan terbaik, melalui hubungan jangka panjang yang interaktif dan bernilai tambah. Contoh : memberikan potongan harga khusus dan jaminan reservasi di hotel tertentu bagi pelanggan yang sering menginap.
2. Superior Customer Service (Keunggulan Pelayanan Pelanggan) Perusahaan yang menerapkan strategi ini berusaha menawarkan pelayanan yang lebih unggul daripada para pesaingnya. Melalui pelayanan yang lebih unggul, perusahaan yang bersangkutan dapat membebankan harga yang lebih tinggi pada jasanya. Selain itu perusahaan dengan pelayanan superior akan meraih laba dan tingkat pertumbuhan yang lebih besar daripada para pesaingnya yang memberikan pelayanan inferior.
3. Unconditional Guarantees atau Extraordinary Guarantees (Jaminan tak Bersyarat) Untuk
meningkatkan
kepuasan
pelanggan,
perusahaan
jasa
dapat
mengembangkan augmented service terhadap core service, misalnya dengan merancang garansi tertentu atu dengan memberikan pelayanan purna jual yang baik. Strategi Unconditional Guarantees berdasarkan pada komitmen untuk memberikan kepuasan kepada pelanggan yang pada gilirannya akan menjadi sumber dinamisme penyempurnaan kualitas jasa dan kinerja perusahaan. Pada strategi ini, garansi atau jaminan diberikan untuk meringankan kerugian pelanggan atas ketidakpuasan pelanggan terhadap suatu produk atau jasa yang telah dibayarnya. Garansi ini diberikan dalam dua bentuk yang disesuaikan dengan jenis pelanggan, yaitu : a. Garansi Internal Merupakan jaminan atau janji yang diberikan suatu departemen atau divisi kepada pelanggan internalnya, yakni pemroses lebih lanjut dan setiap orang yang memanfaatkan hasil atau jasa departemen tersebut. Contohnya, jaminan dari Bagian Media dan Perkuliahan untuk menyediakan segala fasilitas perkuliahan (seperti OHP, spidol, pengeras suara, dan lain-lain) secara tepat waktu disetiap acara perkuliahan. b. Garansi Eksternal Merupakan jaminan yang dibuat oleh perusahaankepada para pelanggan eksternalnya, yakni orang yang membeli dan menggunakan jasa perusahaan. Garansi ini menyangkut servis yang unggul dan berkualitas tinggi.
4. Strategi Penanganan Keluhan yang Efektif Penanganan keluhan yang baik memberikan peluang untuk mengubah seorang pelanggan yang tidak puas menjadi pelanggan yang puas. Manfaat lainnya adalah : a. Penyedia
jasa
memperoleh
kesempatan
hubungannya dengan pelanggan yang kecewa.
lagi
untuk
memperbaiki
b. Penyedia jasa bisa terhindar dari publisitas negatif. c. Penyedia jasa akan mengetahui aspek-aspek yang perlu dibenahi dalam pelayanan saat ini. d. Penyedia jasa akan mengetahui sumber masalah operasinya. e. Karyawan dapat termotivasi untuk memberikan pelayanan yang lebih baik.
5. Strategi Peningkatan Kinerja Perusahaan Berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk menungkatkan kinerja perusahaan antara lain : a. Menyempurnakan proses dan produk (jasa) melalui upaya perbaikan berkesinambungan. b. Melakukan pemantauan dan pengukuran kepuasan pelanggan secara berkesinambungan. c. Memberikan
pendidikan
dan
pelatihan
menyangkut
komunikasi,
salesmanship, dan public relations kepada setiap jajaran manajemen dan karyawan. d. Sistem penilaian kinerja, penghargaan, dan promosi karyawan didasarkan atas kontribusi mereka. e. Membentuk tim-tim kerja lintas fungsional, sehingga diharapkan wawasan dan pengalaman karyawan semakin besar, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kemampuannya dalam melayani pelanggan. f. Memberdayakan karyawannya sehingga mereka dapat mengambil keputusan tertentu yang berkaitan dengan tugasnya.
2.5
Hotel
2.5.1
Pengertian Hotel Hotel merupakan salah satu sarana dalam bidang kepariwisataan yang
menyediakan berbagai fasilitas yang ada seperti jasa pelayanan penginapan, restoran, ruang olahraga, hiburan dan jasa lainnya.
Menurut Keputusan Dirjen Pariwisata No. 14 Tahun 1998, definisi hotel adalah : Suatu usaha yang menggunakan suatu bangunan atau sebagian bangunan yang disediakan secara khusus dimana setiap orang dapat menginap dan makan serta memperoleh pelayanan dan menggunakan fasilitas lainnya dengan pembayaran . Dari definisi tersebut nampak jelas bahwa suatu hotel memiliki unsurunsur yaitu adanya bangunan, kamar tidur, kamar mandi, penyediaan makanan dan minuman yang dikelola secara komersial. Sedangkan menurut SK Menparpostel No. KM 37/Pw.340/MPPT-86 tentang Peraturan Usaha Penggolongan Hotel. Bab1, Pasal 1, ayat (b) yang dikutip oleh Agus Sulastiyono (2002:6) adalah : Hotel adalah suatu jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian atau seluruh bangunan untuk menyediakan jasa penginapan, makan dan minum serta jasa penunjang lainnya bagi umum yang dikelola secara komersial . Menurut Dirjen Pariwisata Usaha Perhotelan itu sendiri didasarkan pada kriteria : 1. Persyaratan fisik, yang meliputi lokasi, kondisi bangunan dan sebagainya. 2. Bentuk pelayanan yang diberikan serta jumlah kamar yang dimiliki. 3. Kualitas manajer serta karyawan yang bekerja meliputi pendidikan, pengalaman dan ketrampilan jasa.
2.5.2
Klasifikasi Hotel Klasifikasi atau penggolongan hotel adalah suatu sistem pengelompokkan
hotel-hotel berbagai kelas atau tingkatan, berdasarkan ukuran penilaian tertentu. Hotel dapat dikelompokkan kedalam berbagai kriteria menurut kebutuhannya, namun ada beberapa kriteria yang dianggap paling lazim digunakan. Penggolongan hotel di dunia berlainan antara negara yang satu dengan negara yang lainnya. Maka dengan Surat Keputusan Menteri Perhubungan No. PM.10.PW.301/Pdb-77 tentang usaha dan klasifikasi hotel ditetapkan bahwa penilaian klasifikasi hotel secara minimum didasarkan pada :
a. Jumlah kamar b. Fasilitas c. Peralatan yang tersedia d. Mutu pelayanan Berdasarkan pada penilaian tersebut, penggolongan hotel di Indonesia kemudian digolongkan kedalam 5 (lima) kelas hotel, yaitu : a. Hotel Bintang 1 (* ) b. Hotel Bintang 2 (** ) c. Hotel Bintang 3 (* **) d. Hotel Bintang 4 (* ***) e. Hotel Bintang 5 (* ****) Hotel-hotel dengan golongan tertinggi dinyatakan dengan tanda bintang 5 dan hotel-hotel dengan golongan terendah dinyatakan dengan tanda bintang 1. Hotel-hotel yang tidak dapat memenuhi standar kelima tersebut, ataupun yang dibawah standar minimum yang ditentukan disebut hotel non bintang. Tujuan umum dari penggolongan kelas hotel adalah : a. Untuk menjadi pedoman teknis bagi calon investor (penanaman modal) di bidang usaha perhotelan. b. Agar calon penghuni hotel dapat mengetahui fasilitas dan pelayanan yang akan diperoleh di suatu hotel, sesuai dengan golongan kelasnya. c. Agar tercipta persaingan (kompetisi) yang sehat antara pengusaha hotel. d. Agar terciptanya keseimbangan antara permintaan (demand) dan penawaran (supply) dan usaha akomodasi hotel.
Jenis-jenis hotel sebagai berikut : 1. Residential Hotel Yaitu hotel yang menerima tamu untuk tinggal dalam jangka waktu yang agak lama, tetapi tidak untuk menetap. 2. Transit Hotel Biasa juga disebut Commercial Hotel yaitu hotel yang menyediakan kamar dan makan pagi yang diperuntukkan bagi pengunjung yang sedang
mengadakan perjalanan untuk keperluan bisnis dalam waktu relatif pendek. Hotel semacam ini biasanya terdapat dipusat kota atau pada kompleks perdagangan yang ramai, maupun dekat pelabuhan. 3. Resort Hotel Biasanya juga disebut Seasonal Hotel yaitu yang menyediakan akomodasi pada musim tertentu. Hotel ini terletak pada daerah-daerah peristirahatan, juga ada ruang sidang.
2.6
Pengaruh Physical Evidence terhadap Kepuasan Pelanggan Kepuasan pelanggan merupakan tujuan akhir dari pemasaran. Tujuan
pemasaran bukan lagi hanya mencari laba saja, akan tetapi memberikan kepuasan. Dengan adanya kepuasan akan terjadi pembelian atau pemakaian ulang. Banyaknya frekuensi ulang pembelian atau pemakaian dan banyaknya jumlah pembeli atau pemakaian pada akhirnya akan meningkatkan laba. Kepuasan pelanggan sebagai indikator kesuksesan bisnis di masa depan yang mengukur kecenderungan reaksi pelanggan terhadap perusahaan di masa yang akan datang. Physical evidence (bukti fisik) pada sebuah hotel memiliki hubungan yang erat dengan kepuasan pelanggan. Physical evidence bertujuan untuk memperkuat persepsi konsumen selama dan sesudah pelayanan jasa diberikan. Oleh karena jasa merupakan kinerja dan tidak dapat dirasakan sebagaimana halnya barang, maka konsumen cenderung memperhatikan fakta-fakta tangible yang berkaitan dengan jasa sebagai bukti kualitas jasa tersebut. Menurut Zeithaml and Bitner (2006:317) mengatakan bahwa bukti fisik mengkomunikasikan kepada konsumen dimana dan bagaimana organisasi jasa memainkan peran dalam menciptakan pengalaman jasa, dalam memuaskan konsumen, dan dalam meningkatkan persepsi konsumen tentang kualitas jasa. Dari sudut pandang perusahaan, bukti fisik jasa meliputi segala sesuatu yang di pandang konsumen pada sebuah hotel sebagai indikator, seperti apa jasa diberikan dan seperti apa jasa yang diterima. Bukti fisik jasa bisa berupa fasilitas fisik jasa seperti : gedung, tempat parkir, peralatan dan perlengkapan yang
digunakan, penampilan pemberi jasa atau berbagai faktor seperti musik, warna, aroma, temperatur, layout gedung, dan lain-lain. Physical evidence mempunyai pengaruh yang erat dengan kepuasan pelanggan, yaitu kepuasan pelanggan akan terpenuhi apabila fasilitas yang terdapat dalam sebuah hotel kondisinya baik, sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan. Oleh karena itu dengan kondisi Physical evidence yang baik akan memberikan suatu pengaruh positif terhadap kepuasan pelanggan, sehingga akan tercipta suatu loyalitas.