BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Komposit Komposit adalah suatu material yang terbentuk dari
kombinasi dua atau
lebih material, dimana sifat mekanik dari material pembentuknya berbeda-beda. Oleh karena karakteristik pembentuknya berbeda-beda, maka akan dihasilkan material baru yaitu komposit yang mempunyai sifat mekanik dan karakteristik yang berbeda dari material-material pembentuknya. Secara
umum bentuk dasar suatu bahan
komposit adalah tunggal dimana merupakan susunan dari paling tidak terdapat dua unsur yang bekerja bersama untuk menghasilkan sifat-sifat bahan yang berbeda terhadap sifat-sifat unsur bahan penyusunnya. Pada prakteknya komposit terdiri dari 2 bagian utama yaitu fase kontinu (matriks) dan fase diskontinu (penguat). Matriks berfungsi untuk perekat atau pengikat dan pelindung. Matriks yang umum digunakan adalah polimer, metal, keramik, dan lain-lain. Penguat (reinforcing) dapat berupa serat atau partikel, yang berfungsi sebagai penguat dari matriks. Penguat yang umum digunakan adalah glass, karbon, aramid, keramik alami dan kevlar seperti yang ditunjukkan Gambar 2.1. Pembentukan komposit bertujuan untuk (Deborah, 2010): a. Memperbaiki sifat mekanik dan/atau sifat spesifik tertentu b. Mempermudah design yang sulit pada manufaktur c. Keleluasaan dalam bentuk/disain yang dapat menghemat biaya d. Menjadikan bahan lebih ringan Ciri-ciri bahan komposit adalah energi retakan besar,
mudah dibuat dari
berbagai zat penguat dan matriks, dengan sifat-sifat sebagai berikut: -
Memiliki kekuatan yang besar.
-
Dapat dibuat sangat tegar (kaku)
-
Rapatannya rendah (ringan)
-
Kuat lelehan (fatigue) besar
-
Sifat produk dapat diatur, disesuaikan terapannya (Hartomo,1995).
Bahan komposit dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa jenis, bergantung pada penyusunan dan jenis seratnya. Serat merupakan bahan utama dalam komposit
8 Universitas Sumatera Utara
tersebut. Sifat-sifat mekanik bahan komposit seperti kekuatan, kekakuan, keliatan dan ketahanan tergantung dari penyusunan dan sifat-sifat seratnya.
Gambar 2.1. Diagram klasifikasi bahan komposit (Nicolais, dkk. 2011).
Serat merupakan bahan yang kuat, kaku, dan getas. Karena serat yang terutama menahan gaya yaitu: perekatan (bonding) antara serat dan matriks (interfacial bonding) sangat baik dan kuat. Sehingga serat tidak mudah lepas dari matriks (debonding). Kelangsingan (aspect ratio) yaitu perbandingan antara panjang dan diameter serat cukup besar.
2.2. Pengisi Pengisi (filler) berfungsi sebagai penguat dari matriks. Secara garis besar ada 3 macam jenis komposit berdasarkan penguat (reinforcement) yang digunakannya, yaitu komposit serat, komposit laminat atau komposit struktur dan komposit partikel. Adapun ilustrasi dari komposit berdasarkan penguatnya dapat dilihat pada Gambar 2.2.
9 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2. Ilustrasi komposit berdasarkan reinforcement a. Partikel b. Fiber c. Struktur (Ashby, dkk. 1980).
2.2.1. Komposit Serat Komposit serat merupakan jenis komposit yang hanya terdiri dari satu lamina atau satu lapisan yang menggunakan penguat berupa serat. Serat yang digunakan bisa berupa serat gelas, serat karbon, serat aramid (polyaramide), dan sebagainya. Serat ini dapat disusun secara acak maupun dengan orientasi tertentu bahkan dapat juga dalam bentuk yang lebih kompleks seperti anyaman. Komposit serat terdiri dari serat-serat yang diikat oleh matriks. Komposit serat juga terdiri dari dua macam yaitu serat panjang (Continuous fiber) dan serat pendek (short fiber).
a)
b)
c)
Gambar 2.3. Orientasi serat: a) Searah b) Anyam c) Acak.
10 Universitas Sumatera Utara
Fungsi utama dari serat adalah sebagai penopang kekuatan dari komposit, sehingga tinggi rendahnya kekuatan komposit sangat tergantung dari serat yang digunakan, karena tegangan yang dikenakan pada komposit mulanya diterima oleh matriks akan diteruskan kepada serat, sehingga serat akan menahan beban sampai beban maksimum. Oleh karena itu serat harus mempunyai tegangan tarik dan modulus elastisitas yang lebih tinggi daripada matriks penyusun komposit. Serat yang digunakan harus memiliki syarat sebagai berikut : a) Mempunyai diameter yang lebih kecil dari diameter bulknya (matriksnya) namun harus lebih kuat dari bulknya. b) Harus mempunyai kekuatan tarik yang tinggi. Parameter serat dalam pembuatan komposit, yaitu sebagai berikut :
Gambar 2.4. Parameter serat dalam pembuatan komposit (Ashby, dkk, 1980) 2.2.2. Komposit Laminat atau komposit struktur Komposit laminat merupakan jenis komposit yang terdiri dari dua lapis atau lebih yang digabung menjadi satu dan setiap lapisnya memiliki karakteristik sifat sendiri. Komposit struktural dibentuk oleh penguat-penguat yang memiliki bentuk lembaran-lembaran. Berdasarkan struktur, komposit dapat dibagi menjadi dua yaitu struktur laminate dan struktur sandwich, ilustrasi dari kedua struktur komposit tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.5.
11 Universitas Sumatera Utara
a
b
Gambar 2.5. Ilustrasi komposit berdasarkan Struktur : a. Struktur laminate b. Sandwich panel (Ashby, dkk. 1980) 1) Laminate Laminate adalah gabungan dari dua atau lebih lamina (satu lembar komposit dengan arah serat tertentu) yang membentuk elemen struktur secara integral pada komposit. Proses pembentukan lamina ini menjadi laminate dinamakan proses laminai. Sebagai elemen sebuah struktur, lamina yang serat penguatnya searah saja
(unidirectional lamina) pada umumnya tidak menguntungkan
karena memiliki sifat yang buruk. Untuk itulah struktur komposit dibuat dalam bentuk laminate yang terdiri dari beberapa macam lamina atau lapisan yang diorientasikan dalam arah yang diinginkan dan digabungkan bersama sebagai sebuah unit struktur. Mikrostruktur lamina dan jenis-jenis dari arah serat dapat dilihat pada Gambar 2.6 di bawah ini :
Gambar 2. 6. Mikrostruktur lamina (Ashby, dkk, 1980)
12 Universitas Sumatera Utara
2) Sandwich panels Komposit sandwich merupakan salah satu jenis komposit struktur yang sangat potensial untuk dikembangkan. Komposit sandwich merupakan komposit yang tersusun dari 3 lapisan yang terdiri dari komposit plat sebagai kulit permukaan (skin) serta material inti (core) di bagian tengahnya. Inti yang biasa dipakai adalah core import, seperti polyuretan (PU), polyvinyl clorida (PVC), dan honeycomb. Komposit sandwich dibuat dengan tujuan untuk efisiensi berat yang optimal, namun mempunyai kekakuan dan kekuatan yang tinggi. Sehinggga untuk mendapatkan karakteristik tersebut, pada bagian tengah di antara kedua skin dipasang core. Komposit
sandwich merupakan jenis komposit yang sangat cocok untuk
menahan beban lentur, impak, meredam getaran dan suara. Komposit sandwich dibuat untuk mendapatkan struktur yang ringan tetapi mempunyai kekakuan dan kekuatan yang tinggi. Biasanya pemilihan bahan untuk komposit
sandwich,
syaratnya adalah ringan, tahan panas dan korosi, serta harga juga dipertimbangkan. Dengan menggunakan material inti yang sangat ringan, maka akan dihasilkan komposit yang mempunyai sifat kuat, ringan, dan kaku. Komposit sandwich dapat diaplikasikan sebagai struktural maupun non-struktural bagian internal dan eksternal pada kereta, bus, truk, dan jenis kendaraan yang lainnya.
Gambar 2.7. Struktur komposit sandwich panels (Ashby, dkk. 1980)
13 Universitas Sumatera Utara
2.2.2. Komposit Partikel Komposit partikel merupakan komposit yang menggunakan partikel/serbuk sebagai penguatnya dan terdistribusikan secara merata dalam matriksnya. Bahan komposit partikel terdiri dari partikel-partikel yang diikat oleh matriks. Bentuk partikel ini dapat berupa bulatan, kubik, tetragonal atau bahkan bentuk-bentuk yang tidak beraturan tetapi secara rata-rata berdimensi sama. Keuntungan dari komposit yang disusun oleh penguat berbentuk partikel: - Kekuatan lebih seragam pada berbagai arah - Dapat digunakan untuk meningkatkan kekuatan dan meningkatkan kekerasan material - Cara penguatan dan pengerasan oleh partikulat adalah dengan menghalangi pergerakan dislokasi. Proses produksi pada komposit yang disusun oleh penguat berbentuk partikel: a) Metalurgi Serbuk Metalurgi serbuk adalah metode yang terus dikembangkan dari proses manufaktur yang dapat mencapai bentuk komponen akhir dengan mencampurkan serbuk secara bersamaan dan dikompaksi dalam cetakan, dan selanjutnya disinter di dalam dapur. Tahapan metalurgi serbuk meliputi pencampuran, penekanan dan sintering. Pencampuran adalah menggabungkan 2 bahan serbuk atau lebih agar lebih homogen. Penekanan adalah salah satu cara untuk memadatkan serbuk menjadi bentuk tertentu yang sesuai dengan cetakannya. Sintering merupakan teknik untuk memproduksi material dengan densitas yang terkontrol dan komponen logam dan atau serbuk keramik dengan aplikasi termal. b) Stir Casting c) Infiltration Process d) Spray Deposition e) In-Situ Process Panjang partikel dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut : 1) Large particle Komposit yang disusun oleh penguat berbentuk partikel, dimana interaksi antara partikel dan matrik terjadi tidak dalam skala atomik atau molekular. Partikel seharusnya berukuran kecil dan terdistribusi merata. Contoh dari large particle
14 Universitas Sumatera Utara
composite adalah cemet dengan sand atau gravel, cemet sebagai matriks dan sand sebagai partikel, sphereodite steel (cementite sebagai partikulat), tire (carbon sebagai partikulat), oxide-base cermet (oksida logam sebagai partikulat).
Gambar 2.8. Ilustrasi komposit pada tiga dimensi (a) partikel (b) serat pendek sebagai penguat (Yun Fu, dkk. 2009). 2) Dispersion strengthened particle a) Fraksi partikulat sangat kecil, jarang lebih dari 3%. b) Ukuran yang lebih kecil yaitu sekitar 10-250 nm.
2.3. Sifat-sifat Bahan Komposit Perkembangan teknologi komposit menjadi nanokomposit membuat kemajuan yang sangat pesat dalam membuat material baru yang memiliki sifat lebih baik dari komposit awalnya. Kemajuan ini telah mendorong peningkatan dalam permintaan terhadap bahan komposit. Perkembangan bidang sains dan teknologi mulai menyulitkan bahan konvensional seperti logam untuk memenuhi keperluan aplikasi baru. Bidang antariksa, perkapalan, automobile dan industri
pengangkutan
merupakan contoh aplikasi yang memerlukan bahan-bahan yang berdensity rendah, tahan karat, kuat, kokoh dan tegar. Pada kebanyakan bahan konvensional seperti keluli atau baja, walaupun kuat tetapi mempunyai densitas yang tinggi dan rapuh. Sifat maupun karakteristik dari komposit ditentukan oleh : a. Material yang menjadi penyusun komposit Karakteristik komposit ditentukan berdasarkan karakteristik material penyusun dan aturan pencampuran sehingga akan sebanding secara proporsional. b. Bentuk dan penyusunan struktur dari penyusun 15 Universitas Sumatera Utara
Bentuk dan cara penyusunan komposit akan mempengaruhi karakteristik komposit (Schadler, 2003). c. Interaksi antar penyusun Bila terjadi interaksi antar penyusun akan meningkatkan sifat dari komposit. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahan pengisi mempunyai peranan penting dalam memodifikasi sifat-sifat dari berbagai bahan polimer. Penambahan bahan pengisi akan meningkatkan sifat mekanik, termal, elektrik, optik dan sifatsifat pemrosesan dari polimer. Peningkatan sifat-sifat ini tergantung pada banyak faktor, termasuk aspek rasio dari bahan pengisi, derajat dispersi dan orientasi dalam matriks, dan adhesi pada interface matriks-filler (Makadia, 2000). Bahan komposit mempunyai beberapa
kelebihan dibanding dengan bahan
konvensional seperti logam. Kelebihan tersebut pada umumnya dapat dilihat dari beberapa sudut yang penting seperti sifat-sifat mekanik dan fisik,
kegunaan,
kemudahan pemrosesan dan biaya. Komposit dibentuk dengan tujuan untuk memperbaiki sifat mekanik atau sifat spesifik tertentu sehingga manfaatnya sesuai dengan yang diharapkan. Di samping ini juga bertujuan untuk mempermudah disain, leluasa dalam bentuk yang dapat menghemat biaya dan menjadikan bahan lebih ringan. Pada umumnya pemilihan bahan matriks dan serat mempunyai
peranan
penting dalam menentukan sifat-sifat mekanik dan sifat komposit. Gabungan matriks dan serat dapat menghasilkan komposit yang mempunyai kekuatan dan kekakuan yang lebih tinggi dari bahan tanpa campuran. Bahan komposit mempunyai densitas yang jauh lebih rendah dibanding dengan bahan konvensional. Ini memberikan implikasi yang penting dalam konteks penggunaan karena komposit akan mempunyai
kekuatan dan kekakuan spesifik yang
lebih
tinggi dari bahan
konvensional. Implikasi kedua ialah produk komposit yang dihasilkan akan mempunyai kerut yang lebih rendah dari logam. Pengurangan berat adalah satu aspek yang penting dalam industri pembuatan seperti automobile dan pesawat. Ini karena berhubungan dengan penghematan bahan bakar. Pada
industri
pesawat terdapat kecenderungan untuk menggantikan
komponen yang dibuat dari logam dengan komposit karena telah terbukti komposit mempunyai rintangan terhadap kelelahan (fatigue) yang baik terutama komposit
16 Universitas Sumatera Utara
yang menggunakan serat karbon. Bahan komposit juga mempunyai kelebihan dari sisi daya guna yaitu produk yang mempunyai gabungan sifat-sifat yang menarik dapat dihasilkan dengan mengubah sesuai jenis matriks dan serat yang digunakan. Contoh dengan menggabungkan
lebih
dari satu serat dengan matriks untuk
menghasilkan komposit hybrid seperti Gambar 2.9.
Gambar 2.9. Gambar penggabungan komposit partikel dengan komposit serat pendek untuk menghasilkan komposit hybrid (Yun Fu, dkk. 2009). Komposit mempunyai massa jenis rendah, lebih kuat dan lebih ringan, tidak getas, koefisien pemuaian yang rendah, tahan terhadap cuaca, korosi, mudah diproses (dibentuk), lebih mudah dibanding metal.
2.4. Polimer Nanokomposit Nanokomposit merupakan gabungan antara pengisi dan matriks. Pengisi yang digunakan harus berdimensi nanometer. Jika pelbagai pengisi digunakan dalam penyediaan komposit, sekurang-kurangnya satu daripada pengisi tersebut berdimensi nanometer untuk dinyatakan komposit itu dikelaskan sebagai nanokomposit (Manias, dkk. 2007; Kumar, dkk. 2009). Polimer Nanokomposit merupakan gabungan matriks polimer dan bahan pengisi yang berukuran nanometer. Apabila bahan pengisi berukuran nanometer ditambahkan kepada matriks polimer, bahan tersebut tersebar sebagai partikel halus, berstruktur seperti jarum atau sebagai lapisan dalam matriksnya. Secara tidak
17 Universitas Sumatera Utara
langsung, kehadiran bahan pengisi ini mempengaruhi kekuatan komposit yang dihasilkan. Jumlah bahan pengisi yang bertipe sangat kecil atau dalam dimensi nanometer hanya perlu digunakan dalam jumlah yang sedikit saja karena zarah nanometer menyediakan luas permukaan yang tinggi dan kebanyakan atom pada partikel tersebut berada pada permukaannya. Hal ini memberikan suatu kelebihan yang mempengaruhi sampel/partikel karena kereaktifan permukaan atom dapat digunakan sepenuhnya. Sebagai contoh, interaksi sebagian getah dengan pengisi tertentu boleh terbentuk melalui penyerapan fisika, penyerapan kimia dan interaksi mekanika antara pengisi dan matriks getah. Bahan pengisi yang sering digunakan adalah silika. Kumpulan hidroksil pada permukaan silika menyebabkan interaksi yang kuat antara pengisi-pengisi dan penyerapan bahan berpolar melalui ikatan hidrogen (Choi, 2002). Ikatan hidrogen yang terbentuk melalui kumpulan silanol pada permukaan silika menyebabkan pembentukan struktur sekunder yaitu agregat dan aglomerat antara partikel-partikel silika. Hal ini menyebabkan penyebaran silika yang tak seimbang dan sifat pembalikan asal yang lemah jika dibandingkan dengan pengisi karbon hitam. Maka untuk mengatasi masalah ini alkil-silana digunakan bagi menggantikan silika. Ini bertujuan untuk mengurangi kumpulan silanol per unit luas permukaan dan secara tidak langsung dapat mengurangkan pembentukan agregat dan aglomerat sesama partikel silika melalui pengurangan kumpulan silanol. Semenjak akhir 1980-an, nanokomposit polimer telah dipelopori secara komersil oleh organisasi dan badan penelitian. Toyota merupakan organisasi yang pertama mengkomersilkan nanokomposit melalui penggunaan komposit pada model keretanya. Semenjak itu, kebanyakan organisasi otomobil dan bukan otomobil mulai mengkaji nanokomposit secara meluas. Nanokomposit polimer menunjukkan sifat-sifat termal dan ketahanan yang lebih baik sesuai dengan polimer induknya. Diantaranya adalah memperbaiki ketahanan polimer, menghasilkan bahan yang lebih ringan, ketahanan suhu yang tinggi, memperbaiki permukaan polimer agar lebih cantik, memperbaiki kelemahan suatu polimer induk, pemprosesan yang lebih mudah dibanding resin konvensional (Lagashetty, dkk. 2005).
18 Universitas Sumatera Utara
Nanokomposit
logam-polimer
merupakan
salah
satu
contoh
dari
nanokomposit, yang menggunakan nanopartikel (nanostruktur logam) sebagai aditif dalam matriks polimer. Kegunaan nanomaterial ini diantaranya untuk devais optikal, filter warna, sensor, polizares, magnetic data storage nano-system dan lainnya. Nanokomposit yang berupa nanopartikel logam yang didispersi ke dalam matriks polimer telah menarik minat para peneliti karena potensi aplikasinya yang sangat besar dalam bidang optoelektronika, piranti optik non-linier dan filler warna. Dalam komposit
tersebut,
partikel
logam
yang
berukuran
beberapa
nanometer
memperlihatkan sifat elektronik dan optik yang berbeda dengan logam dalam bentuk bulk yang dapat „ditune‟ dengan mudah dengan mengontrol ukuran partikel dan jarak antara partikel. Matriks polimer berperan sebagai pelindung nanopartikel terhadap kemungkinan perubahan kimiawi dan bersama-sama nanopartikel berperan meningkatkan kekuatan mekanik. Komposit yang mengandung sebuah matriks polimer yang terinsulasi dan pengisi nanopartikel akan memiliki keuntungan berupa stabilitas jangka panjang yang baik dan juga akan menstimulasi timbulnya pengembangan lebih lanjut akan interaksi matriks dengan nanopartikel. Dengan mengintegrasikan dua atau lebih material dengan sifat yang saling melengkapi, material komposit menawarkan potensi yang lebih baik dibandingkan material utamanya. Sebagai contoh, keramik ferroelektrik memiliki konstanta dielektrik yang besar, tetapi rapuh dan kekuatan dielektriknya yang lemah. Di sisi lain, polimer cukup fleksibel, mudah di proses dengan temperatur rendah dan memiliki medan breakdown dielektrik tinggi. Dengan mengkombinasikan keduanya, dapat dikembangkan material baru yang memiliki konstanta dielektrik tinggi dan medan breakdown dielektrik yang tinggi. Nanopartikel logam akan berpengaruh terhadap polimer tertentu dalam sifat mekanik dan fisiknya (glass transition, crystallinity, dan lain-lainl) yang akan berpotensi luasnya aplikasi (barrier properties, mechanical and fire resistance). Pada tahap ini, nanokomposit polimer-logam akan diaplikasikan pada devais optik, sensor optik, dan filter warna cahaya (Abdullah, 2008).
19 Universitas Sumatera Utara
2.5. Partikulat ZnS Zinc sulfat (seng sulfida) adalah senyawa kimia berupa bubuk berwarna kuning atau kristal dengan rumus ZnS. Hal ini biasanya ditemui dalam bentuk kubik yang lebih stabil, yang dikenal juga sebagai blende atau sfalerit. Bentuk heksagonal juga dikenal sebagai bahan sintetis dan mineral wurtzite. Bentuk tetragonal juga dikenal sebagai mineral yang sangat langka seperti polhemusite (Zn, Hg)S. Sfalerit dan wurtzite memiliki lebar celah pita semikonduktor sesuai dengan struktur kristalnya. Bentuk kubik memiliki lebar celah 3,54 eV pada 300 K sedangkan bentuk heksagonal memiliki lebar celah 3,91 eV. Transisi dari bentuk sfalerit ke bentuk wurtzite terjadi pada suhu sekitar 1020°C.
Gambar 2.10. Seng Blende dan Wurtzite (Heyes, 1999)
Struktur dari ZnS pertama kali diamati oleh kimiawan Perancis Théodore Sidot pada tahun 1866. Temuannya dilanjutkan oleh ahli kimia terkenal AE Becquerel yang terlibat dalam penelitian struktur dan morfologi ZnS. ZnS digunakan oleh Ernest Rutherford pada fisika nuklir sebagai detektor kilau, karena memancarkan cahaya pada eksitasi oleh sinar-X atau sinar elektron, sehingga berguna untuk layar sinar-X dan tabung sinar katoda (Hans, 2009). Zinc sulfat dapat ditambahkan beberapa ppm untuk digunakan sebagai pemendar dalam banyak aplikasi. Misalnya tabung sinar katoda melalui sinar-X pada layar dapat bersinar dalam ruang gelap. Ketika perak digunakan sebagai penggerak, warna yang dihasilkan adalah biru terang, dengan panjang gelombang maksimum sebesar 450 nm. Mangan menghasilkan sebuah warna oranye-merah di sekitar 590 nm. Tembaga memerlukan waktu lama untuk bercahaya pada ruang gelap dan
20 Universitas Sumatera Utara
cahaya yang dipancarkan berwarna kehijauan. Tembaga sulfida doping seng (ZnS + Cu) digunakan sebagai panel elektroluminisens. Zinc sulfat juga digunakan sebagai bahan optik inframerah, transmisi terlihat dari panjang gelombang yang berubah menjadi lebih dari 12 mikrometer. Hal ini dapat digunakan planar sebagai jendela optik atau dibentuk menjadi sebuah lensa. Hal ini dibuat sebagai lapisan mikrokristalin oleh sintesis dari hidrogen sulfida gas dan uap seng dan dijual sebagai Forward Looking IR (FLIR). ZnS dapat diolah karena keduanya jenis semikonduktor tipe-n dan semikonduktor tipe-p, yang tidak biasa untuk semikonduktor II-VI. Hal ini mudah dihasilkan dengan mencampur sejumlah seng dan belerang sebagai pemercepat reaksi. Seng sulfida tidak larut dalam air dan larutan yang mengandung Zn2+ mudah mengendap di dalam ion sulfide, misalnya dari H2S. Zn2+(s) + S2−(s) → ZnS(s) …………………………………(2.1) Hal ini telah membentuk dasar dari suatu analisis gravimetri untuk seng. Sehingga dihasilkan seng sulfida yang jumlahnya lebih banyak dari oksida seng dan sebagai produk sampingan dari sintesis adalah amonia dan metana. ZnS adalah logam semikonduktor II-VI yang materialnya dapat diaplikasikan di dunia industri optoelektronik (untuk perangkat elektroluminisens, sel surya, dan peralatan optoelektronik lainnya). Sifat optik dan listrik dari seng sulfida bergantung pada ukuran partikel. Seng sulfida adalah semikonduktor II-VI dengan lebar celah yang besar 3,50-3,70 eV dalam rentang UV. Hal ini digunakan sebagai bahan utama untuk memancarkan dioda cahaya.
2.6. Metode Kopresipitasi Pembuatan nanopartikel dapat dibagi dua bagian yaitu secara top-down dan bottom-up. Top-down merupakan metode pembuatan nanopartikel dengan cara memecah partikel berukuran besar menjadi partikel berukuran nanometer. Contoh metode top-down adalah penggerusan dengan alat ball-milling.
Bottom-up
merupakan pembuatan nanopartikel dengan cara merangkai atom-atom atau molekulmolekul atau kluster-kluster dan menggabungkannya melalui reaksi kimia untuk
21 Universitas Sumatera Utara
membentuk partikel berkuran nanometer (Greiner, 2009). Sintesis nanopartikel dengan metode top-down dan bottom-up dapat dilihat pada Gambar 2.11. Metode sintesis nanopartikel dengan bottom-up menggunakan larutan dalam proses pembuatannya. Beberapa metode proses larutan untuk sintesis nanopartikel yaitu sol-gel processing, co-precipitation method, water-oil microemulsions method, polyol method dan hydrothermal synthesis (Dutta dan Hofmann, 2005; Kosa, dkk. 2009).
Gambar 2.11. Metode sintesis nanopartikel top down- bottom up (Abdullah, 2008). Metode kopresipitasi merupakan salah satu metode sintesis senyawa anorganik yang didasarkan pada pengendapan lebih dari satu substansi secara bersama–sama ketika melewati titik jenuhnya. Metode kopresipitasi dilakukan dengan cara zat aktif dilarutkan ke dalam pelarut, lalu ditambahkan larutan lain yang bukan pelarut (anti-solvent). Hal ini menyebabkan larutan menjadi jenuh dan terjadi nukleasi yang cepat sehingga membentuk nanopartikel (Kenth, 2009). Kelebihan metode ini adalah prosesnya sederhana dan biaya rendah. Menurut Haskell (2005), metode kopresipitasi dilakukan dengan mengendalikan kelarutan bahan di dalam larutan melalui perubahan pH, suhu, atau pelarut. Beberapa zat yang paling umum digunakan sebagai zat pengendap dalam kopresipitasi adalah hidroksida, karbonat, sulfat dan oksalat. Endapan yang dihasilkan dari kondisi sangat jenuh memiliki 22 Universitas Sumatera Utara
banyak partikel berukuran kecil. Kelebihan metode ini adalah dapat menghasilkan partikel lebih kecil dari 100 nm dan pemakaian energi sangat rendah. Bila suatu endapan memisah dari dalam suatu larutan, endapan itu tidak selalu murni hasilnya, kemungkinan mengandung berbagai jumlah zat pengotor, bergantung pada sifat endapan dan kondisi pengendapan. Kopresipitasi merupakan metode yang menjanjikan karena prosesnya menggunakan suhu rendah dan mudah untuk mengontrol ukuran partikel sehingga waktu yang dibutuhkan relatif lebih singkat.
2.7. Metode Sol-gel Metode sol-gel dikenal sebagai salah satu metode sintesis nanopartikel yang cukup sederhana dan mudah. Metode ini merupakan salah satu ”wet method” karena pada prosesnya melibatkan larutan sebagai medianya. Pada metode sol-gel, sesuai dengan namanya larutan mengalami perubahan fase menjadi sol (koloid yang mempunyai padatan tersuspensi dalam larutannya) dan kemudian menjadi gel (koloid tetapi mempunyai fraksi solid yang lebih besar dari pada sol). Setelah terbentuk gel, kemudian dikeringkan atau dipanasi sesuai tujuan pembentukan material, sehingga dapat digunakan untuk pembentukan film tipis, aerogel, xerogel, serat (fiber) dan keramik. Diagram alir proses metode sol-gel dapat dilihat pada Gambar 2.12.
Gambar 2.12. Diagram proses metode sol-gel (Brinker dan Scherer, 1990). 23 Universitas Sumatera Utara
Metode sol-gel dilakukan melalui proses kimia dimulai dari zat dalam bentuk ion dengan ukuran angstrom (10-10m) kemudian ditambahkan suatu pereaksi kimia sehingga ion tersebut bereaksi menghasilkan partikel yang lebih besar sampai dicapai ukuran nanometer (Sakka, 2004). Dipanaskan sehingga terjadi penguapan untuk mendapatkan serbuk atau partikel yang sesuai kebutuhan. Untuk mendapatkan nanopartikel ZnS yang diinginkan, misalnya semikonduktor dengan lebar celah yang tertentu, metode sintesis beserta dengan kondisi saat sintesis berlangsung perlu dikontrol. Kontrol terhadap kondisi sintesis tersebut tergantung pada metode sintesis yang digunakan, karena setiap metode sintesis yang digunakan memerlukan kontrol terhadap kondisi sintesis sehingga didapatkan sampel nanopartikel yang diinginkan. Proses sol-gel merupakan proses yang banyak digunakan untuk membuat keramik dan material gelas. Pada umumnya, proses sol-gel, melibatkan transisi sistem dari sebuah liquid “sol” menjadi solid “gel”. Melalui proses sol-gel, maka produksi keramik atau material gelas dalam berbagai jenis dan bentuk dapat dilakukan. Ultra-fine or spherical shaped powder, thin film coating, ceramic fibers, microporous inorganic membranes, monolithic ceramics and glasses, extremely porous aerogel materials merupakan contoh variasi dari proses sol-gel. Material yang digunakan dalam proses sol-gel biasanya adalah garam logam anorganik (inorganic metal salt ) atau senyawa logam organik (metal organic compound ) misalnya metal alkoxide. Pada proses sol-gel, precursor menjadi subjek pada reaksi hidrolisis dan polimerisasi untuk membentuk suspensi koloid, atau “sol”. Proses lebih lanjut dari “sol” ini dapat dibuat meterial keramik dalam bentuk yang berbeda. Film tipis dapat diproduksi dari selembar substrat dengan spin-coating atau dipcoating. Ketika sol dicetak ke mold, sebuah gel basah akan terbentuk. Dengan pengeringan dan perlakuan panas, gel akan menjadi keramik yang padat. Jika cairan dalam gel yang basah hilang dalam kondisi superkritis, porositas yang tinggi dan material dengan densitas rendah akan didapatkan. Jika viskositas sol diatur menjadi sesuai dengan yang diinginkan, serat keramik (ceramic fiber) bisa didapatkan dari sol tersebut. Ultra-fine dan serbuk keramik yang uniform dibentuk melalui presipitasi, spray pyrolysis, atau teknik emulsi, seperti yang terlihat pada Gambar 2.13.
24 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.13. Teknik pembuatan sol-gel dan aplikasi (Sakka, 2004)
2.8. Polyvinyl Alkohol PVA adalah suatu resin yang dibuat dari penggabungan molekul-molekul (polimerisasi) vinyl asetat, dengan cara hidrolisis sebagian dari ester yang bersifat sebagai katalisator. Sifat fisik dari hasil polimerisasi tergantung pada derajat polimerisasi dan derajat hidrolisis. PVA pertama kali dibuat oleh Hermann dan Haehnel pada tahun 1924 dengan cara hidrolisis polyvinyl acetat dalam etanol dan potassium hidroksida. Proses hidrolisis tersebut diklasifikasikan dalam dua kelompok yaitu hidrolisis penuh dan hidrolisis sebagian (Saxena, 2004). Ikatan kimia dari PVA adalah sebagai berikut :
Gambar 2.14. Struktur ikatan kimia PVA : (A) hidrolisis sebagian, (B) hidrolisis penuh (DeMerlis dan Schoneker, 2003). 25 Universitas Sumatera Utara
Pada senyawa polimer terdapat konstanta n yang merupakan nilai dari derajat polimerisasi. PVA cukup mudah larut dalam air, tetapi kenyataannya tergantung dari derajat polimerisasi dan derajat hidrolisis. PVA dengan derajat polimerisasi yang lebih rendah mudah dilarutkan dalam air. Secara umum, PVA dengan tingkat hidrolisis sebagian lebih mudah dilarutkan daripada tingkat hidrolisis penuh. Selain itu kecepatan larut PVA tergantung pada suhu pelarut. Hidrolisis sebagian dilarutkan dalam suhu ruang lebih mudah daripada hidrolisis penuh yang tidak mudah larut dalam suhu ruang. PVA berwarna putih, bentuk seperti serbuk, rasa hambar, tembus cahaya, tidak berbau dan larut dalam air. pH sekitar 5-7, titik leleh antara (150-190)oC untuk hidrolisis sebagian dan (210-230)oC untuk hidrolisis penuh, massa jenis berkisar antara (0,4-0,7) gr/cm3. Berat molekul antara 26.300 dan 30.000 gr/mol, Resistivitas listrik antara (3,1-3,8) x 107 Ω m (Rastogi Trading Company). PVA disintesis dari polyvinyl asetat secara alkoholisis. PVA adalah amorf, tetapi mendekati serat kristalin, struktur rantainya adalah ataktik. PVA dapat larut dalam air, kelarutannya lambat dalam air dingin dan akan lebih cepat pada temperatur yang lebih tinggi. Ikatan silang pada PVA akan menyebabkan pertambahan viskositas sehingga menjadi produk yang tidak larut. PVA mempunyai sifat berubah warna secara perlahan-lahan ketika berada pada suhu 100oC dan akan berubah menjadi gelap ketika berada pada suhu di atas 160 oC. Selain berubah warna, PVA dapat memisah secara perlahan-lahan pada suhu di atas 180oC atau sama dengan titik lelehnya. PVA tidak dapat larut dalam tubuh binatang, tumbuhan dan bahan berminyak dan kepadatan PVA tidak terbatas ketika dilindungi dari uap. Resistansi kimia yang sangat baik dan sifat fisik resin PVA telah digunakan secara luas di bidang industri. Polimer ini merupakan perekat yang sangat baik dan memiliki pelarut, minyak, dan resistansi yang cocok untuk beberapa polimer lain. Lapisan tipis PVA mempunyai kekuatan tarik dan ketahanan abrasi yang tinggi, sedangkan sifat penghalang oksigen dalam kondisi kering memiliki keunggulan dari setiap polimer yang dikenal. Karena tegangan permukaan yang rendah, emulsifikasi dan sifat proteksi koloid yang sangat baik. Penggunaan utama PVA adalah untuk serat, perekat, polimerisasi emulsi, penghasil polyvinyl butyral, dan tekstil dan lem kertas. Dengan ukuran yang sesuai digunakan untuk campuran penguat, sarung
26 Universitas Sumatera Utara
tangan tipis yang digunakan di rumah sakit, pembungkus pestisida, herbisida, dan pupuk, pengemulsi dalam kosmetik, pelindung sementara dari lapisan tipis, alat pengendali terhadap pengikisan (erosi), dan piringan pencetak foto (Jacqualine, 1998). PVA dapat digunakan sebagai lapisan tipis yang sensitif khususnya dalam matrik immobilisasi untuk berbagai aplikasi. Jaringan polimerik PVA dihasilkan dari penggunaan glutaraldehyde atau dengan teknik pembuatan gel agar menjadi polimer yang sensitif terhadap cahaya. PVA mempunyai absorbansi pada daerah sinar UV seperti yang ditunjukkan Gambar 2.15 berikut :
Gambar 2.15. Absorbansi-Panjang gelombang dari PVA (Shimao, 2000)
PVA mengandung sekelompok stryl pyridium yang digunakan sebagai polimer fotosensitif. Polimer ini juga dapat digunakan sebagai material bioteknologi, yaitu material yang digunakan sebagai interface untuk penumbuhan sel, protein dan enzim. Karena polimer ini tidak membuat kekebalan (seperti tidak membentuk antibodi dalam tubuh), tidak mengalami mutasi dan tidak bersifat carcinogenic. Atas dasar inilah digunakan PVA yang berfungsi sebagai membrane tembus oksigen untuk penumbuhan enzim Glucose Oxidase (GOD). Disamping itu PVA juga dapat digunakan dalam berbagai industri, seperti pembuatan kertas, pakaian, pelindung keju dari gangguan jamur. Keunggulan PVA dibandingkan dengan zat lain seperti
27 Universitas Sumatera Utara
cellulose (viscose) dan Polyurethane Foam (PU) Sponge yang juga biasa digunakan dalam membrane penumbuhan enzim, industri pembuatan obat-obatan dapat dilihat pada Tabel 2.1 di bawah ini :
Tabel 2.1. Perbandingan antara PVA (Polyvinyl Alcohol), Cellulose (viscose) dan PU (Polyurethane Foam) (www.pgpva.com/pvacont.htm)
SIFAT-SIFAT
PVA
CELLULOSE
PU
Durabilitas
Baik sekali
Lemah
Lemah
Baik
Lemah
Lemah
Kemampuan
menyerap Baik sekali
air Chemical Resistance
Baik sekali
Baik
Kecepatan menyerap air
Cepat
Lebih
Sampah
lambat Lebih
lambat
dari PVA
dari Cellulose
Ramah
Ramah
Tidak
lingkungan
lingkungan
lingkungan
100-200 jam
< 100 jam
Tidak
Tidak
Menghasilkan
menghasilkan gas
menghasilkan
gas
Ketahanan terhadap sinar ± 1000 jam
ramah
UV Keadaan setelah dibakar
gas
Sifat fisik dari polyvinyl alkohol tergantung pada metode pembuatannya. Sifat akhir dipengaruhi oleh kondisi polimerisasi dari induk polyvinyl asetat serta kondisi hidrolisis, pengeringan, dan penggilingan. Sulit untuk menentukan sifat fisis khusus dari polyvinyl alkohol padat, hal ini mengacu pada berbagai produk, termasuk kopolimer dari vinyl asetat-vinyl alkohol. Tingkat kristalisasi memiliki efek pada kelarutan, sensitivitas air, kekuatan tarik, sifat penghalang oksigen (oxygen-barrier
28 Universitas Sumatera Utara
properties), dan sifat termoplastik. Titik leleh suatu kristal tergantung pada kesempurnaan dan ukuran. Hasil eksperimen dari titik leleh polyvinyl alkohol berkisar antara 220oC dan 267oC untuk PVA terhidrolisis penuh. Penentuan yang tepat dari titik leleh kristal menggunakan teknik DTA adalah sulit karena dekomposisi berlangsung di atas 130 oC. Pengaruh hidrolisis dan berat molekul diilustrasikan pada Gambar 2.16.
Peningkatan
Meningkat secara fleksibel,
viskositas,
ketahanan blok, kekuatan tarik,
sensitif terhadap air, mudah
tahan
larut
air,
kekuatan
perekat,
ketahanan pelarut, daya dispersi Berat molekul Meningkat
Menurun
% Hidrolisis Meningkat secara flexibel,
Peningkatan tahan air, kekuatan
daya
dispersi, sensitif
tarik, resistensi blok, tahan pada
terhadap air, adhesi pada
larutan, adhesi pada permukaan
permukaan hidrofobik
hidrofilik
Gambar 2.16. Pengaruh berat molekul dan hidrolisis pada sifat-sifat polyvinyl alkohol (Jacqualine, 1998). Semakin besar berat molekul PVA maka viskositas, kekuatan tarik, daya rekat dan daya dispersinya makin besar. Semakin kecil berat molekulnya maka makin mudah larut dalam air. Bila derajat hidrolisis semakin naik maka kekuatan tarik, tahan air dan adhesi pada permukaan hidrofilik semakin besar. Derajat hidrolisis semakin menurun maka daya dispersi dan adhesi pada permukaan hidrofobik semakin menurun. Tingkat kristalisasi memiliki efek pada kelarutan, sensitive terhadap air, kekuatan tarik, sifat penghalang oksigen (oxygen-barrier properties), dan sifat
29 Universitas Sumatera Utara
termoplastik. Titik leleh suatu kristal tergantung pada kesempurnaan dan ukuran. Hasil percobaan dari titik leleh polyvinyl alkohol berkisar antara 220 oC dan 267 oC untuk PVA terhidrolisis penuh. Penentuan yang tepat dari titik leleh kristal menggunakan teknik DTA adalah sulit karena dekomposisi berlangsung di atas 130oC. Suhu transisi gelas dari PVA terhidrolisis penuh adalah 85oC untuk bahan yang memiliki berat molekul yang tinggi. Suhu transisi gelas untuk PVA terhidrolisis sebagian 87-89% adalah 58oC. Suhu transisi gelas dari PVA untuk hidrolisis sebagian tergantung pada derajat polimerisasi (DP). Hubungan antara suhu transisi gelas (Tg) dengan derajat polimerisasi adalah: Tg = 58 - (2,0 x 10-3/DP) oC ……………………………. (2.2) PVA akan larut dalam larutan yang polar tinggi dan hidrofilik, seperti air, DMSO, asetamid, glikol dan DMF. Biasanya pelarut yang dipilih adalah air. Viskositas larutan dari PVA terutama tergantung pada berat molekul, konsentrasi, derajat hidrolisis, dan suhu (Chang, dkk. 2000). Semakin tinggi derajat hidrolisis suatu bahan maka semakin tinggi viskositasnya dan dapat menghasilkan gel.
Gambar 2.17. Hubungan tingkat kelarutan terhadap derajat hydrolysis dari PVA pada suhu 20 oC dan 40 oC (Chang, dkk. 2000).
30 Universitas Sumatera Utara
Kekuatan tarik dari PVA tergantung pada derajat hidrolisis, berat molekul, dan kelembaban relatif. Pemberian panas akan menyebabkan kekuatan tarik akan meningkat, mengurangi kekuatan tarik yang tidak proporsional, tidak meningkatkan sensitivitas terhadap air. Polyvinyl alkohol tidak dipengaruhi oleh hidrokarbon, hidrokarbon terklorinasi, ester asam karboksilat, oli, dan minyak hewani atau nabati. Resistensi terhadap pelarut organik meningkat dengan meningkatnya hidrolisis (Jacqualine, 1998).
Tabel 2.2. Sifat Fisis dari Polyvinyl Alkohol (Jacqualine, 1998). Sifat
Nilai
Keterangan
Bentuk
bubuk putih
berwarna
Berat jenis
1,27-1,31
Meningkatkan kristalinitas
Kekuatan tarik, MPa
67-110
Meningkatkan derajat kristalinitas (pemberian panas), penurunan kelembaban, dan peningkatan berat molekul
87-89% terhidrolisis
24-79
Meningkatnya berat molekul dan penurunan kelembaban
Elongasi, %
0-300
Meningkatkan kelembaban
98-99% terhidrolisis
derajat
dengan
Koefisien ekspansi 7-12 termal x 10-5, per oC Kalor jenis, J/(g.K)
1,67
Konduktivitas panas, W/(m.K)
0,2
Transisi gelas, oC 98-99% terhidrolisis
85
87-89% terhidrolisis Titik leleh, oC 98-99% terhidrolisis 87-89% terhidrolisis
58 230 180
31 Universitas Sumatera Utara
Resistivitas listrik, Ω.cm
(3,1-3,8) x 107 Tingkat warna di atas 100oC, gelap dengan cepat di atas 150oC, dekomposisi yang cepat di atas 200oC
Stabilitas termal
Indeks bias
1,55
Derajat kristalinitas
0-0,54
Meningkat dengan pemberian panas dan derajat hidrolisis
Stabilitas penyimpanan
tak tentu, kelembaban
tergantung
dari
Kemampuan terbakar
Mudah terbakar seperti kertas
Stabilitas terhadap sinar matahari
Baik
32 Universitas Sumatera Utara