BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Manajemen Keuangan 2.1.1 Pengaertian Manajemen Keuangan Manajemen keuangan merupakan salah satu fungsi operasional perusahaan yang sangat penting diantara fungsi operasional lainnya seperti manajemen pemasaran, manajemen operasional dan manajemen sumber daya manusia. Manajemen keuangan juga menjelaskan bagaimana seorang manajer keuangan menjalankan tugas dan tanggungjawabnya dalam mengambil keputusan keuangan yang akan digunakan perusahaan. Pengertian manajemen keuangan menurut Sutrisno (2009:3)
adalah
sebagai berikut : ―Manajemen keuangan atau sering disebut pembelanjaan, diartikan sebagai semua aktivitas perusahaan yang berhubungan dengan usahausaha mendapatkan dana perusahaan dengan biaya yang murah serta usaha untuk menggunakan dan mengalokasikan dana tersebut secara efisien‖. Sedangkan menurut Husnan & Pudjiastuti (2004:3) manajemen keuangan adalah : ―Pengaturan Keuangan di dalam suatu organisasi guna mencari sumber dana untuk membiayai kegiatan operasinya‖. Ada pun pengertian manajemen keuangan menurut Riyanto (2001:4) yaitu : ―Manajemen keuangan adalah keseluruhan aktifitas perusahaan yang bersangkutan
dengan
usaha
mendapatkan
dana
yang
paling
menguntungkan beserta usaha untuk menggunakan dana tersebut seefisien mungkin‖. Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen keuangan
meliputi
aktivitas
perusahaan
untuk
mendapatkan
dana
dan
mengalokasikan dana tersebut dalam berbagai macam bentuk pembiayaan investasi dan pembelanjaan secara efisien. Sehingga perusahaan tidak hanya
mencari
dana
saja,
juga
mengolah
dana
tersebut
dengan
baik
dan
menggunakannya untuk mencapai tujuan perusahaan.
2.1.2 Fungsi Manajemen Keuangan Fungsi manajemen keuangan terdiri dari tiga keputusan yaitu keputusan investasi, keputusan pendanaan, dan keputusan dividen. Setiap keputusan yang diambil harus berorientasi pada pencapaian tujuan perusahaan. Tiga keputusan utama yang harus dilakukan oleh suatu perusahaan menurut Sutrisno (2009:5) yaitu : 1. Keputusan Investasi Keputusan Investasi adalah masalah bagaimana manajer keuangan harus mengalokasikan dana ke dalam bentuk-bentuk investasi yang akan dapat mendatangkan keuntungan di masa yang akan datang. Bentuk, macam, dan komposisi dari investasi tersebut akan mempengaruhi dan menunjang tingkat keuntungan di masa depan. Keuntungan di masa depan yang diharapkan dari investasi tersebut tidak dapat diperkirakan
secara pasti. Oleh karena itu
investasi akan mengandung risiko atau ketidak pastian. Risiko dan hasil yang diharapkan dari investasi itu akan sangat mempengaruhi pencapaian tujuan, kebijakan, maupun nilai perusahaan. 2. Keputusan Pendanaan Keputusan pendanaan ini sering disebut sebagai kebijakan struktur modal. Pada keputusan ini manajer keuangan dituntut untuk mempertimbangkan dan menganalisis kombinasi dari sumber-sumber dana yang ekonomis bagi perusahaan guna membelanjai kebutuhan-kebutuhan investasi serta kegiatan usahanya. 3. Keputusan Dividen Dividen merupakan bagian keuntungan yang dibayarkan oleh perusahaan kepada para pemegang saham. Oleh karena itu dividen ini merupakan bagian dari penghasilan yang diharapkan oleh pemegang saham. Keputusan dividen merupakan keputusan manajemen keuangan untuk menentukan : (1) besarnya persentase laba yang dibagikan kepada para pemegang saham dalam bentuk
cash dividend, (2) stabilitas dividen yang dibagikan, (3) dividen saham (stock dividend), (4) pemecahan saham (stock split), serta (5) penarikan kembali saham yang beredar, yang semuanya ditujukan untuk meningkatkan kemakmuran para pemegang saham.
2.1.3 Tujuan Manajemen Keuangan Tujuan perusahaan adalah meningkatkan kemakmuran para pemegang saham atau pemilik. Kemakmuran para pemegang saham diperlihatkan dalam wujud semakin tingginya harga saham, yang merupakan pencerminan dari keputusan-keputusan investasi, pendapatan, dan kebijakan dividen. Tujuan dari manajemen keuangan adalah bagaimana perusahaan mengelola baik itu mendapatkan dana maupun mengalokasikan dana guna mencapai nilai perusahaan yaitu kemakmuran para pemegang saham Sutrisno (2003:5). Kemudian menurut Irawati (2006:4) tujuan manajemen keuangan adalah : ―Untuk memaksimalkan profit atau keuntungan dan meminimalkan biaya (expense atau cost) guna mendapatkan suatu pengambilan keputusan yang maksimum, dalam menjalankan perusahaan kearah perkembangan dan perusahaan yang berjalan atau survive dan expantion‖ Dari kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan menajemen keuangan adalah mengelola dana dan mengalokasikannya untuk menjalankan perusahaan kegiatan perusahaan guna memaksimalisasi nilai perusahaan.
2.2. Pengertian Pasar Modal 2.2.1. Pasar Modal Pasar modal dan industri sekuritas merupakan salah satu indikator untuk menilai perekonomian suatu negara berjalan dengan baik atau tidak. Pengaertian pasar modal menurut Keputusan Menteri Keuangan RI No. 1548/KMK/1990 adalah : ―Pengertian pasar modal secara umum adalah suatu sistem keuangan yang terorganisasi, termasuk di dalamnya adalah bank – bank komersial dan
semua lembaga perantara di bidang keuangan serta keseluruhan surat – surat berharga yang beredar‖. Menurut Sutrisno (2009:300) pengertian dari pasar modal dalam artian sempit adalah: ―Suatu tempat dalam pengertian fisik yang mengorganisasikan transaksi penjualan efek atau disebut sebagai bursa efek‖. Sedangkan Husnan (2001:3) mendefiniskan pasar modal sebagai berikut : ―Secara formal pasar modal dapat didefinisikan sebagai pasar untuk berbagai instrumen keuangan (atau sekuritas) jangka panjang yang bisa diperjual belikan, baik dalam bentuk hutang ataupun modal sendiri, baik yang diterbitkan oleh pemerintah, public authorities, maupun perusahaan swasta.‖ Kemudian menurut Anoraga & Pakarti (2003:5) menyatakan bahwa ―Pasar modal pada hakikatnya adalah jaringan tatanan yang memungkinkan pertukaran klaim jangka panjang, penambahan financial assets (dan hutang) pada saat yang sama, memungkinkan investor untuk mengubah dan menyesuaikan portofolio investasi (melalui pasar sekunder).‖ Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pasar modal merupakan sarana dimana instrument keuangan jangka panjang berupa efek diperjualbelikan di pasar modal.
2.2.2 Fungsi Pasar Modal Pasar modal memiliki beberapa fungsi strategis yang menyebabkan lembaga ini mempunyai daya tarik bagi pihak yang membutuhkan dana, yang memiliki dana maupun bagi pemerintah. Fungsi pasar modal menurut Sutrisno (2009:301) yaitu : 1. Sebagai Sumber Penghimpun Dana Kebutuhan dana perusahaan bisa dipenuhi dari berbagai sumber pembiayaan. Salah satu sumber dana yang bisa dimanfaatkan oleh perusahaan adalah pasar modal selain sistem perbankan yang selama ini dikenal sebagai media perantara keuangan secara konvensional. Ada beberapa keterbatasan apabila
perusahaan memanfaatkan bank sebagai sumber dana. Keterbatasan tersebut adalah jumlah dana yang bisa ditarik dari perbankan terbatas, karena pada industri perbankan dikenal dengan adanya legal lending limit atau batas maksimal pemberian kredit (BMPK). Sehingga bila perusahaan ingin menggalang dana yang jumlahnya relatif besar akan terhambat dengan aturan perbankan tersebut. Oleh karena itu perusahaan bisa masuk ke pasar modal untuk menggalang dana yang besarnya sesuai dengan yang diharapkan tanpa ada batasan besarnya dana. 2. Sebagai Sarana Investasi Pada umumnya perusahaan yang menjual surat berharga (saham atau obligasi) ke pasar modal adalah perusahaan yang sudah mempunyai reputasi bisnis yang baik dan kredibel, sehingga efek-efek yang dikeluarkan akan laku dijualbelikan di bursa. Sementara, pemilik dana atau investor jika tidak ada pilihan lain mereka akan menginvestasikan pada perbankan yang notabene mempunyai tingkat keuntungan yang relatif kecil.
Dengan adanya surat
berharga yang mudah dijualbelikan, maka bagi investor merupakan alternatif instrumen investasi. Investasi di pasar modal lebih fleksibel, sebab setiap investor bisa dengan mudah memindahkan dananya dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya atau dari satu industri ke industri lainnya. Oleh karena itu pasar modal sebagi salah satu alternatif instrumen penempatan dana bagi investor selain di perbankan atau investasi langsung lainnya. 3. Pemerataan Pendapatan Pada dasarnya apabila perusahaan tidak melakukan go public, pemilik perusahaan terbatas pada personel-personel pendiri perusahaan yang bersangkutan. Dengan go public-nya perusahaan memberikan kesempatan kepada masyarakat luas untuk ikut serta memiliki perusahaan tersebut. Dengan demikian akan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk ikut menikmati keuntungan dari perusahaan berupa bagian keuntungan atau dividen, sehingga semula hanya dinikmati oleh beberapa orang pemilik, akhirnya bisa dinikmati oleh masyarakat artinya ada pemerataan pendapatan kepada masyarakat.
4. Sebagai Pendorong Investasi Sudah merupakan kewajiban pemerintah untuk memajukan pembangunan dan perekonomian negaranya. Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan memajukan pembangunan membutuhkan investasi besar. Pemerintah tidak akan mampu untuk melakukan investasi sendiri tanpa dibantu oleh pihak swasta nasional dan asing. Untuk mendorong agar pihak swasta dan asing mau melakukan investasi baik secara langsung maupun tidak langsung, pemerintah harus mampu menciptakan iklim investasi yang kondusif bagi mereka. Salah satu iklim investasi yang kondusif adalah likuidnya pasar modal. Semakin baik pasar modal, semakin banyak perusahaan yang akan masuk ke pasar modal dan semakin banyak investor baik nasional maupun asing yang bersedia menginvestasikan dananya ke Indonesia melalui pembelian surat berharga di pasar modal.
2.2.3 Instrumen Pasar Modal Instrumen pasar modal adalah semua surat-surat berharga yang diperdagangkan di bursa instrumen pasar modal umumnya bersifat jangka panjang. Istrumen yang ada di pasar modal menurut Sundjaja & Barlian (2002:381) yaitu terdiri dari : 1. Saham Saham adalah surat berharga yang dikeluarkan oleh sebuah perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas atau yang biasa disebut emiten. Saham menyatakan bahwa pemilik saham tersebut juga pemilik sebagian dari perusahaan itu. Dengan demikian, jika seorang investor membeli saham maka ia pun menjadi pemilik/pemegang sahan perusahaan. 2. Obligasi Obligasi pada dasarnya merupakan suatu surat pengakuan hutang atas pinjaman yang diterima oleh perusahaan penerbit obligasi dari masyarakat, jangka waktu obligasi telah ditetapkan dan disertai dengan pemberian imbalan bunga yang jumlah dan saat pembayarannya juga telah ditetapkan dalam perjanjian. Obligasi ini dapat diterbitkan baik oleh Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) maupun Badan Usaha Swasta ataupun juga obligasi yang diterbitkan oleh Pemerintah Pusat dan Daerah. 3. Bukti Hak Bukti hak atau bisa dikenal dengan Bukti Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) adalah hak yang melekat pada saham yang memungkinkan para pemegang saham untuk membeli saham baru yang akan diterbitkan oleh perusahaan sebelum saham-saham tersebut ditawarkan kepada pihak lain. Jika pemegang saham tidak bermaksud untuk menggunakan haknya (membeli saham), maka bukti yang dimiliki dapat diperjual belikan dibursa. 4. Waran Menurut BAPEPAM, waran adalah efek yang diterbitkan oleh suatu perusahaan yang memberi hak kepada pemegang efek untuk memesan saham dari perusahaan tersebut pada harga tertentu untuk enam bulan atau lebih. Waran memiliki karakteristik opsi yang hampir sama dengan Sertifikat Buku Right (SBR)/ sertifikat bukti hak, dengan perbedaaan utama antara jangka waktu. SBR merupakan instrumen jangka pendek (umumnya SBR kurang dari 6 bulan), sedangkan waran adalah jangka panjang (umumnya umur waran antara 6 bulan hingga 5 tahun).
2.3 Pengertian Laporan Keuangan 2.3.1 Laporan Keuangan Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari proses akuntansi, dimana tercatatnya semua proses transaksi yang terjadi di dalam perusahaan dan juga menggambarkan kondisi keuangan dan hasil usaha suatu perusahaan pada saat tertentu atau jangka waktu tertentu. Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi keuangan suatu perusahaan kepada pihak-pihak yang berkepentingan (manajemen, pemilik, kreditor, investor dan pemerintah ) sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Pengertian laporan keuangan menurut Watson & Head (2004:2) yaitu sehbagai berikut :
“Financial statement can provide useful historical information on profitability, solvency, efficiency and risk of individual companies”. Artinya laporan keuangan menyediakan informasi historis berupa profitabilitas, kemampuan membayar hutang, efisiensi dan risiko perusahaan. Menurut Harahap (2005:4) pengertian dari laporan keuangan yaitu : ―Hasil dari sistem/proses akuntansi, yang berisi daftar neraca, perhitungan laba rugi, laporan dan sumber penggunaan dana, dan juga laporan arus kas‖. Sedangkan Sutrisno (2009:9) menyatakan bahwa : ―Laporan keuangan disusun dengan maksud untuk menyediakan informasi keuangan suatu perusahaan kepada pihak-pihak yang berkepentingan sebagai bahan pertimbangan di dalam mengambil keputusan‖. Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan merupakan media yang paling penting untuk menilai kinerja dan kondisi keuangan suatu perusahaan dan juga sebagai sarana informasi bagi analis dalam proses pengambilan keputusan.
2.3.2 Tujuan dan Manfaat Laporan Keuangan Pada dasarnya laporan keuangan mempunyai tujuan untuk melaporkan aktivitas keuangan dan operasi perusahaan yang menggambarkan hasil-hasil yang telah dicapai perusahaan pada periode waktu tertentu. Dalam Rangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan pada Ikatan Akuntan Indonesia dalam Standar akuntansi Keuangan (2004:4) disebutkan bahwa : ―Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dan pengambilan keputusan ekonomi. Laporan keuangan juga menunjukkan apa yang telah dilakukan manajemen atas sumber daya yang telah dipercayakan kepadanya. Pemakai ingin menilai apa yang telah dipercayakan kepadanya. Pemakai yang ingin menilai apa yang telah dilakukan atau dipertanggung jawabkan, berbuat demikian agar mereka dapat membuat keputusan ekonomi, keputusan ini mungkin mencakup misalnya keputusan untuk menahan, menjual investasi mereka dalam perusahaan atau untuk mengangkut kembali atau mengganti manajemen‖.
Dari pengertian diatas dapat dilihat bahwa tujuan dari laporan keuangan adalah untuk memberikan informasi yag bermanfaat bagi para penggunanya dalam pengambilan keputusan tentang perusahaan yang mengeluarkan laporan keuangan tersebut. Sedangkan manfaat dari laporan keuangan terletak pada interpretasi masing-masing pemakai laporan keuangan tersebut.
2.3.3 Jenis-Jenis Laporan Keuangan Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan yang disajikan manajemen untuk semua pihak yang berkepentingan, dimana semua pihak tersebut memiliki kebutuhan yang berbeda terhadap informasi keuangan. Berdasarkan kebutuhan tersebut, pemakai akan mencari informasi mana yang akan dibutuhkan untuk dianalisa lebih lanjut, sehingga laporan keuangan perlu diklarifikasi dalam berbegai jenis laporan keuangan. Adapun jenis-jenis laporan keuangan menurut Harahap (2003:106) adalah : 1. Datar neraca yang menggambarkan posisi keuangan perusahaan pada suatu tanggal tertentu. 2. Perhitungan laba rugi yang menggambarkan jumlah hasil, biaya dan laba rugi perusahaan pada suatu periode tertentu. 3. Laporan sumber dan penggunaan dana. 4. Laporan arus kas dalam satu periode. 5. Laporan harga pokok produksi yang menggambarkan berapa dan unsur apa yang diperhitungkan dalam harga pokok produksi suatu barang. 6. Laporan laba ditahan, menjelaskan posisi laba ditahan yang tidak dibagikan kepada pemilik saham. 7. Laporan perubahan modal, menjelaskan perubahan posisi modal baik saham dalam perusahaan perseroan. 8. Dalam suatu kajian dikenal laporan kegiatan keuangan, ini menggambarkan transaksi laporan keuangan perusahaan yang mempengaruhi kas. Menurut Gitman (2006:46) jenis-jenis laporan keuangan adalah :
“The four key financial required by the SEC for reporting to shareholders are (1) the income statement, (2) the balance sheet, (3) the statement of stockholders equity and (4) the statement of cash flows.” Artinya terdapat empat kunci laporan keuangan oleh SEC untuk laporan bagi pemegang saham yaitu (1) laporan laba rugi, (2) neraca, (3) laporan modal sendiri dan (4) laporan arus kas.
2.3.4 Pihak-Pihak yang berkepentingan dengan Laporan keuangan Manajer keuangan sebelum mengambil keputusan perlu memahami terlebih dahulu laporan keuangan yang menggambarkan kondisi keuangan perusahaan. Selain pihak intern perusahaan ada beberapa pihak lain juga yang harus memahami kondisi keuangan perusahaan karena masing-masing pihak memiliki kepentingan dan tujuan yang berbeda terhadap laporan keuangan yang dikeluarkan oleh perusahaan. Pihak-pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan menurut Harahap (2004:120) diantaranya : 1. Pemegang saham Para pemegang saham ingin mengetahui kondisi keuangan perusahaan, prestasi perusahaan dalam pengelolaan manajemen yang diberikan amanah, jumlah dividen yang akan diterima, jumlah pendapatan per saham, jumlah laba ditahan, dan juga perkembangan perusahaan dari waktu ke waktu, dan membandingkan sahamnya, menjual atau menambah investasinya. 2. Investor Investor dalam hal tertentu juga sama seperti pemegang saham. Bagi investor potensial ia akan melihat kemungkinan potensi keuntungan yang akan diperoleh dari perusahaan yang dilaporkan. 3. Analisis Pasar Modal Para analisis ingin mengetahui nilai perusahaan, kekuatan dan posisi keuangan perusahaan. Apakah layak disarankan untuk dibeli sahamnya, di jual atau dipertahankan.
4. Manajer Manajer selalu ingin mengetahui keadaan perusahaan yang dipimpinnya dan juga menggunakan informasi laporan keuangan untuk mengambil keputusan 5. Karyawan dan Serikat Kerja Karyawan perlu mengetahui kondisi keuangan perusahaan untuk menetapkan apakah mereka akan terus bekerja disitu atau pindah dan juga untuk mengetahui apakah penghasilan yang mereka terima adil atau tidak. 6. Instansi Pajak Perusahan selalu memiliki kewajiban dalam membayar pajak, dan semua kewajiban pajak ini akan tergambar di dalam laporan keuangan, dengan demikian instansi pajak dapat menggunakan laporan keuangan sebagai dasar menentukan kebenaran perhitungan pajak, pembayaran pajak, restitusi dan juga sebagai dasar penindakan. 7. Pemberi Dana (Kreditur) Kreditur juga ingin mengetahui informasi tentang situasi dan kondisi perusahaan baik yang sudah diberi pinjaman maupun yang akan diberi pinajman. 8. Supplier (Pemasok) Laporan keuangan bisa menjadi informasi untuk mengetahui apakah perusahaan layak diberikan fasilitas kredit, seberapa lama akan diberikan, dan sejauh mana potensi risiko yang dimiliki perusahaan. 9. Pemerintah atau lemabaga pengatur resmi Bagi pemerintah, baik bank pemerintah maupun bank swasta adalah untuk mengetahui kemajuan dan kepatuhan bank dalam melaksankan kebijakan moneter dan pengembangan sektor-sektor industri tertentu. Mengingat kedudukannya yang sangat strategis tersebut tidaklah mengherankan apabila Bank Indonesia merasa perlu mengadakan pengawasan dan pembinaan yang intensif terhadap bank-bank pemerintah maupun bank-bank swasta. Bahkan jika perlu akan ikut campur tangan langsung apabila ada suatu
bank
mengalami berbagai kesulitan yang serius, dan sudah tentu hal ini pula cukup melegakan para penyimpan dana.
10. Langganan atau lembaga konsumen Langganan juga perlu mengetahui tentang harga equilibrium, dan terlindungi dari segala macam aspek yang dirasakan akan merugikan pihak konsumen. 11. Lembaga swadaya masyarakat LSM memerlukan laporan keuangan untuk mengetahui sejauh mana perusahaan melindungi pihak tertantu yang dilindunginya. 12. Peneliti/akademisi/lembaga peringkat Bagi peneliti maupun akademis laporan keuangan sangat penting, sebagai data primer dalam melakukan penelitian terhadap topik tertentu yang berkaitan dnegan laporan keuangan atau perusahaan. Laporan keuangan menjadi bahan dasar yang diolah untuk mengambil kesimpulan dari suatu hipotesis atau penelitian yang dilakukan.
2.3.5 Analisis Laporan Keuangan Menganalisis laporan keuangan berarti menggali lebih banyak informasi yang ada di dalam suatu laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan media informasi yang merangkum semua aktivias perusahaan. Setiap informasi yang disajikan sangat berguna bagi siapa saja yang membutuhkannya dalam mengambil keputusan tentang perusahaan yang dilaporkan tersebut. Menurut Harahap (2004:190) analisi laporan keuanga dapat diartikan sebagai : ―Menguraikan pos-pos laporan keuangan menjadi unit informasi yang lebih kecil dan melihat hubungannya yang bersifat signifikan atau mempunyai makna antara satu dengan yang lain, baik antara data kuantitatif maupun data non-kuantitatif dengan tujuan untuk mengetahui kondisi keuangan lebih dalam yang sangat penting dalam proses menghasilkan keputusan yang tepat‖. Sedangkan menurut Bringham & Ehrdardt (2004:75) analisis laporan adalah: “Financial statement analysis is useful both to help anticipate future condition and more important as a starting point for planning action that will improve the firm‟s future performance”.
Artinya analisis laporan keuangan sangat berguna baik untuk membantu mengantisipasi kondisi masa depan dan lebih penting sebagai titik awal untuk merencanakan tindakan yang akan meningkatkan kinerja masa depan perusahaan. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa analisis laporan keuangan merupakan gambaran yang menjelaskan tentang kondisi keuangan suatu perusahaan yang dapat digunakan untuk perencanaan keuangan maupun untuk memperbaiki hasil perusahaan dimasa mendatang.
2.4 Pengertian Struktur Kepemilikan 2.4.1 Struktur Kepemilikan Struktur
Kepemilikan
(Ownership
Structure)
adalah
komposisi
kepemilikan dalam perusahaan yang mempengaruhi kinerja suatu perusahaan. Menurut Iturriaga & Sanz (2000) struktur kepemilikan perusahaan adalah sebagai berikut : ―Struktur kepemilikan perusahaan merupakan tingkat kepemilikan saham pihak tertentu (manajemen/ institusional/ publik) yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan, diukur oleh proporsi saham yang dimiliki salah satu pihak tersebut pada akhir tahun dinyatakan dalam persen. Sedangkan menurut Bagnai et al (1996) yang dikutip Ainul (2004:33) struktur kepemilikan adalah: ―Struktur kepemilikan adalah persentase saham biasa dan atau opsi saham yang dimiliki direktur atau officer‖. Istilah
struktur kepemilikan juga dipakai untuk menunjukkan bahwa
variabel-variabel yang penting dalam struktur modal tidak hanya ditentukan oleh jumlah utang dan ekuitas, tetapi persentase kepemilikan antara manajer dan institusional.
2.4.2 Pengelompokan Struktur kepemilikan Ada beberapa pengertian struktur kepemilikan saham menurut beberapa peneliti. Berdasarkan proporsi saham yang dimiliki, menurut Mehran et al (1992) yang dikutip Ainul (2004:33) struktur kepemilikan dikelompokkan menjadi: 1. Kepemilikan institusional Kepemilikan institusional merupakan proporsi kepemilikan saham oleh institusi dalam hal ini institusi pendiri perusahaan, bukan institusi pemegang saham publik yang diukur dengan prosentase jumlah saham yang dimiliki oleh investor institusi intern. 2. Kepemilikan manajerial Kepemilikan saham
manajerial merupakan
kepemilikan saham
oleh
manajemen perusahaan yang diukur dengan prosentase jumlah saham yang dimiliki manajemen. Pengukuran ini mengacu dari Sudarma (2003). 3. Kepemilikan publik Kepemilikan saham publik merupakan kepemilikan saham oleh pihak publik yang diukur dengan prosentase jumlah saham yang dimiliki manajemen. Pihak - pihak diatas tersebut dapat berpengaruh pada nilai perusahaan terkait dengan peran mereka sebagai monitoring management atau bentuk kontrol kepada pihak manajemen (Pujiati & Widanar, 2009). Menurut Ituriaga & Sanz (1998) dalam Faizal (2004) struktur kepemilikan dapat dibedakan menurut dua sudut pandang yang berbeda yaitu pendekatan keagenan dimana struktur kepemilikan merupakan suatu mekanisme untuk mengurangi konflik kepentingan antara manajer dengan pemegang saham dan pendekatan informasi asimetri dimana struktur kepemilikan sebagai salah satu cara untuk mengurangi ketidak seimbangan informasi antara insider dan outsider melalui pengungkapan informasi. Struktur kepemilikan menjadi penting dalam teori keagenan karena sebagian besar argumentasi konflik keagenan disebabkan oleh adanya pemisahan kepemilikan dan pengelolaan. Dalam pendekatan keagenan struktur kepemilikan manajerial dapat mengurangi konflik keagenan. Perusahaan meningkatkan kepemilikan manajerial untuk mensejajarkan kedudukan manajer dengan
pemegang saham sehingga bertindak sesuai dengan keinginan pemegang saham, sehingga manajer termotivasi untuk meningkatkan kinerja perusahaan dan meningkatkan kemakmuran pemegang saham. Sedangkan menurut pendekatan informasi asimetri dengan adanya kepemilikan saham oleh pihak insider, maka insiders akan ikut memperoleh manfaat langsung atas keputusan – keputusan yang diambilnya, selain itu para manajer juga akan semakin hati-hati dalam menentukan hutang perusahaan karena mereka akan memperoleh manfaat langsung dari keputusan yang mereka ambil serta akan menanggung kerugian sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah.
2.4.3 Agency Theory Salah satu tujuan penting perusahaan adalah untuk memaksimumkan kemakmuran pemegang saham yang diartikan sebagai memaksimumkan harga saham. Kenyataannya tidak jarang manajer memiliki tujuan lain yang mungkin bertentangan dengan tujuan utama perusahaaan, dimana tujuan lain tersebut biasanya menimbulkan konflik. Konflik ini lah yang disebut sebagai agency problem yang biasa terjadi diantara manajer dan pemegang saham. Menurut Eisenhardt (1989) sebagaimana dikutip Khomsyiah (2005) teori keagenan (agency theory) digunakan untuk mengatasi dua masalah yang terjadi dalam hubungan keagenan. Pertama masalah keagenan yang timbul pada saat keinginan – keinginan prinsipal (pemegang saham) dan agen saling berlawanan dan merupakan hal yang sulit bagi prinsipal untuk melakukan verifikasi apakah agen telah melakukan sesuatu secara tepat. Kedua, masalah pembagian dalam menanggung risiko yang timbul dimana prinsipal dan agen memiliki sikap yang berbeda terhadap risiko. Dalam hubungan keagenan tersebut terdapat adanya pemisahan antara kepemilikan (pihak prinsipal) dengan pengendalian (pihak agen). Dimana perusahaan yang memisahkan fungsi pengelolaan dan fungsi kepemilikan akan mengakibatkan munculnya perbedaan kepentingan antara manjer dengan pemegang saham. Hal ini dapat terjadi karena para manajer tidak ikut serta menanggung risiko sebagai akibat dari pengembalian keputusan yang salah serta tidak dapat meningkatkan nilai perusahaan.
2.4.4 Agency Cost Permasalahan yang merupakan akibat dari perbedaan kepentingan antara pihak manajemen dengan pemegang saham disebut dengan agency problem. Masalah keagenan menimbulkan pengeluaran perusahaan untuk mencegah pihak manajemen
perusahaan
melakukan
penyalahgunaan
wewenangnya
dan
mengutamakan kepentingannya. Jensen & Meckling (1976) yang dikutip dari Arifin (2007:11) mengidentifikasi ada dua cara untuk mengurangi kesempatan manajer melakukan tindakan yang merugikan investor luar, yaitu investor luar melakukan pengawasan (monitoring) dan manajer sendiri melakukan pembatasan atas tindakan- tindakannya (bonding). Pada satu sisi, kedua kegiatan tersebut akan mengurangi kesempatan penyimpangan oleh manajer sehingga nilai perusahaan akan meningkat sedangkan pada sisi yang lain keduanya akan memunculkan biaya sehingga akan mengurangi nilai perusahaan. Jensen & Meckling (1976) menyatakan bahwa calon investor akan mengantisipasi adanya kedua biaya tersebut ditambah dengan kerugian yang masih muncul meskipun sudah ada monitoring dan bonding, yang disebut residual loss. Antisipasi atas ketiga biaya yang timbul tersebut didefinisikan sebagai biaya agensi (agency cost). Mekanisme monitoring yang mungkin dilakukan untuk mengurangi masalah agensi di perusahaan menurut Arifin (2007:11) diantaranya adalah pengawasan oleh (1) dewan komisaris yang independen dari pihak manajemen, (2) pasar corporate control melewati proses akuisisi, (3) pasar manajer baik di internal perusahaan maupun di pasar manajer eksternal, dan (4) pemegang saham besar seperti institusi keuangan. Sementara itu mekanisme bonding
dapat
dilakukan dengan cara yang di kemukakan oleh Jensen (1986) dengan memperkecil jumlah free cash flows. Ketika jumlah free cash flow di perusahaan kecil maka peluang manajer untuki memperkaya diri sendiri juga semakin terbatas. Free cash flow dapat diperkecil jika perusahaan membayarkan dividen tunai relatif tinggi. Selain mekanisme monitoring dan bonding, upaya mengurangi masalah agensi juga dapat dilakukan dengan cara meminta manajer meningkatkan kepemilikannya di perusahaan namun kepemilikan tersebut jangan sampai terlalu besar karena jika terlalu besar akan menimbulkan masalah agensi yang baru.
2.5 Dividen Keuntungan yang di dapat oleh perusahaan dalam setiap periodenya akan dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen dan sebagiannya lagi akan di investasikan kembali. Dividen merupakan pembagian laba kepada pemegang saham berdasarkan banyaknya saham yang dimiliki. Menurut Gitman (2006:590) dividen adalah : “A source of cash flow to stockholder and provides information about firm‟s current and future performance”. Artinya sumber dari aliran kas untuk pemegang saham dan memberikan informasi tentang kinerja perusahaan saat ini dan yang akan datang.
2.5.1 Pengertian Kebijakan Dividen Salah satu kebijakan yang harus diambil oleh manajemen adalah memutuskan apakah laba yang di peroleh akan dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen atau tidak dibagikan dalam bentuk laba ditahan. Jika perusahaan memutuskan untuk membagikan laba yang diperoleh sebagai dividen maka akan mengurangi dana intern yang akan digunakan untuk pengembangan perusahaan. Sedangkan sebaliknya jika perusahaan tidak membagikan labanya sebagai dividen maka akan memperbesar dana intern sehingga dapat mengembangkan perusahaan. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kebijakan dividen dapat menimbulkan dua akibat yang bertentangan, oleh karena itu penentuan besarnya dividen yang akan dibagikan kepada pemegang saham menjadi sangat penting. Pengertian kebijakan dividen menurut Husnan & Pudjiastuti (2004:297) adalah : ―Kebijakan yang menyangkut tentang masalah penggunaan laba yang menjadi hak para pemegang saham. Pada dasarnya laba tersebut tidak dibagi sehingga dividen atau laba ditahan untuk diinvestasikan kembali‖. Sedangkan menurut Sartono (2001:281) pengertian dari kebijakan dividen adalah sebagai berikut :
“Kebijakan dividen adalah keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi dimasa datang‖. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa dividen merupakan pembagian dari laba bersih yang dibagikan kepada para pemegang saham atas keuntungan yang diperoleh perusahaan dalam menjalankan usahanya.
2.5.2 Jenis-jenis kebijakan Dividen Ada beberapa bentuk pemberian dividen secara tunai yang diberikan oleh perusahaan kepada pemegang saham. Beberapa bentuk kebijakan tersebut menurut Sutrisno (2009:268-269) adalah : 1. Kebijakan pemberian dividen stabil Kebijakan pemberian dividen yang stabil ini artinya akan diberikan secara tetap per lembarnya untuk jangka waktu tertentu walaupun laba yang diperoleh perusahaan berfluktuasi. Dividen stabil ini dipertahankan untuk beberapa tahun dan kemudian bila laba yang diperoleh meningkat dan peningkatannya mantap dan stabil, maka dividen juga akan ditingkatkan untuk selanjutnya dipertahankan selama beberapa tahun. Kebijakan pemberian dividen yang stabil ini banyak dilakukan oleh perusahaan, karena beberapa alasan yakni (1) Bisa meningkatkan harga saham, sebab dividen yang stabil dan dapat diprediksi dianggap mempunyai risiko yang kecil, (2) Bisa memberikan kesan kepada para investor bahwa perusahaan mempunyai prospek baik yang baik di masa yang akan datang, (3) Akan menarik investor yang memanfaatkan dividen untuk keperluan konsumsi, sebab dividen selalu dibayarkan.
2. Kebijakan dividen yang meningkat Kebijakan dividen ini, perusahaan akan membayarkan dividen kepada pemegang saham dengan jumlah yang selalu meningkat dengan pertumbuhan yang stabil. 3. Kebijakan dividen dengan ratio yang konstan Kebijakan ini memberikan dividen yang besarnya mengikuti besarnya laba yang diperoleh oleh perusahaan. Semakin besar laba yang diperoleh semakin besar dividen yang dibayarkan, demikian pula sebaliknya bila laba kecil dividen yang dibayarkan juga kecil. Dasar digunakan sering disebut dividend payout ratio. 4. Kebijakan pemberian dividen reguler yang rendah ditambah ekstra Kebijakan pemberian dividen dengan cara ini, perusahaan menentukan jumlah pembayaran dividen per lembar yang akan dibagikan kecil, kemudian ditambahkan dengan ekstra dividen bila keuntungannya mencapai jumlah tertentu.
2.5.3 Teori Kebijakan Dividen Kebijakan dividen merupakan keputusan yang harus diambil seorang manajer keuangan untuk menentukan seberapa besar bagian dari laba perusahaan yang akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividend dan yang akan ditahan sebagai laba ditahan untuk di investasikan kembali. Kebijakan dividen yang optimal yaitu kebijakan dividen yang menciptakan keseimbangan antara dividen saat ini dan pertumbuhan di masa mendatang sehingga dapat memaksimumkan harga saham perusahaan. Ada beberapa teori yang digunakan sebaai landasan dalam menentukan kebijakan dividen untukperusahaan. Teori mengenai kebijakan dividen menurut Sartono (2001:288) adalah : 1. Irrelevance Theory Modigliani-Miller berpendapat bahwa kebijakan dividen tidak relevan, berarti bahwa tidak ada kebijakan dividen yang optimal karena kebijakan dividen tidak mempengaruhi nilai perusahaan ataupun harga saham.
2. Bird – in – the Hand Theory Gordon-Lintner mempunyai pendapat lain bahwa dividen lebih kecil risikonya dibandingkan dengan capital gain, sehingga Gordon-Lintner menyarankan perusahaan untuk menentukan dividend payout ratio atau bagian laba setelah pajak yang dibagikan dalam bentuk dividen yang tinggi dan menawarkan dividend yield yang tinggi untuk meminimumkan biaya modal the-bird-in-the-hand fallacy. 3. Tax Preference Theory Kelompok ketiga berpendapat bahwa karena dividen cenderung dikenakan pajak yang lebih tinggi daripada capital gain, maka investor akan meminta tingkat keuntunan yang lebih tinggi untuk saham dengan dividen yield yang tinggi. Kelompok terakhir ini menyarankan bahwa perusahaan lebih baik menentukan dividend payout ratio yang rendah atau bahkan tidak membagikan dividen sama sekali untuk meminimumkan biaya modal dan memaksimumkan nilai perusahaan.
2.5.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi besar – kecilnya kebijakan dividen yang akan dibayarkan oleh perusahaan kepada pemegang saham menurut Sutrisno (2009:267-268) antara lain adalah : 1. Posisi Solvabilitas perusahaan Apabila perusahaan dalam kondisi insolvensi atau solvabilitasnya kurang menguntungkan, biasanya perusahaan tidak membagikan laba. Hal ini disebabkan laba yang diperoleh lebih banyak digunakan untuk memperbaiki posisi struktur modalnya. 2. Posisi Likuiditas perusahaan Cash dividen merupakan arus kas keluar bagi perusahaan, oleh karena itu bila perusahaan membayarkan dividen berarti harus bisa menyediakan uang kas yang cukup banyak dan ini akan menurukan tingkat likuiditas perusahaan. Bagi perusahaan yang kondisi likuiditasnya kurang baik, biasanya dividend payout rationya kecil, sebab sebagian besar laba digunakan untuk menambah
likuiditas. Namun perusahaan yang sudah mapan dengan likuiditas yang baik cenderung memberikan dividen lebih besar. 3. Kebutuhan untuk melunasi hutang Salah satu sumber dana perusahaan adalah dari kreditor berupa utang baik jangka pendek maupun berjangka panjang. Hutang-hutang ini harus segera dibayar pada saat jatuh tempo, dan untuk membayar hutang – hutang tersebut harus disediakan dana. Semakin banyak hutang yang harus dibayar semakin besar dana yang harus disediakan sehingga akan mengurangi jumlah dividen yang akan dibayarkan kepada pemegang saham saham. Di samping itu dengan jatuh temponya hutang, berarti dana hutang tersebut harus diganti. Alternatif mengganti dana hutang bisa dengan mencari hutang baru atau meroll-over hutang, dan juga bisa dengan sumber dana intern dengan cara memperbesar laba ditahan. Hal ini tentunya akan memperkecil dividend payout ratio. 4. Rencana perluasan Perusahaan
yang
berkembang
ditandai
dengan
semakin
pesatnya
pertumbuhan perusahaan, dan hal ini bisa dilihat dari perluasan yang dilakukan oleh perusahaan. Semakin pesat pertumbuhan perusahaan, juga semakin pesat perluasan yang dilakukan. Konsekuensinya semakin besar kebutuhan dana untuk membiayai perluasan tersebut. Kebutuhan dana dalam rangka ekspansi tersebut bisa dipenuhi baik dari hutang, menambah modal sendiri yang berasal dari pemilik, dan salah satunya juga bisa diperoleh dari internal resources berupa memperbesar laba yang ditahan. Dengan demikian semakin pesat perluasan yang dilakukan perusahaan semakin kecil dividend payout rationya. 5. Kesempatan investasi Kesempatan investasi juga merupakan faktor yang mempengaruhi dividen yang akan dibagi. Semakin terbuka kesempatan investasi semakin kecil dividen yang dibayarkan sebab dananya digunakan untuk memperoleh kesempatan investasi. Namun bila kesempatan investasi kurang baik, maka dananya lebih banyak akan digunakan untuk membayar dividen.
6. Stabilitas pendapatan Bagi perusahaan yang pendapatannya stabil, dividen yang akan dibayarkan kepada pemagang saham lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang pendapatannya tidak stabil. Perusahaan yang pendapatannya stabil tidak perlu menyediakan kas yang banyak untuk berjaga-jaga, sedangkan perusahaan yang pendapatannya tidak stabil harus menyediakan uang kas yang cukup besar untuk berjaga-jaga. 7. Pengawasan terhadap perusahaan Kadang-kadang pemilik tidak mau kehilangan kendali terhadap perusahaan. Apabila perusahaan mencari sumber dana dari modal sendiri, kemungkinan akan masuk investor baru dan ini tentunya akan mengurangi kekuasaan pemilik lama dalam mengendalikan perusahaan. Jika dibelanjai dari hutang risikonya cukup besar. Oleh karena itu, perusahaan cenderung tidak membagi dividennya agar pengendalian tetap berada ditangannya.
2.5.5 Prosedur Pembayaran Dividen Pembayaran dividen tunai kepada pemegang saham perusahaan diputuskan oleh dewan direksi perusahaan. Direksi umumnya mengadakan pertemuan yang membahas tentang dividen setiap kuartalnya dimana mereka mengevaluasi posisi keuangan periode lalu dan menentukan posisi yang akan datang dalam membagikan dividen, menentukan jumlah dividen yang harus dibayar dan menentukan tanggal-tanggal yang berkaitan dengan pembayaran dividen. Ada beberapa tanggal kunci antara waktu dividen diumumkan sampai dengan dividen tersebut dibagikan. Tanggal-tanggal kunci menurut Sundjaja & Barlian (2002:332-333) yaitu : 1. Tanggal tercatatnya pemegang saham (Holder-of-record date) Perusahaan menutup buku mengenai transfer saham dan menyusun daftar tentang nama-nama para pemegang saham menurut keadaan hari tersebut. Jika perusahaan diberitahukan tentang adanya penjualan dan transfer yang terjadi sebelum tanggal terdaftarnya pemegang saham maka pemilik baru akan
menerima dividen. Jika transfer itu terjadi sesudahnya maka yang menerima dividen adalah pemilik lama. 2. Tanggal tanpa dividen (Ex dividend date) Tanggal tanpa dividen adalah tanggal dimana hak atas dividen itu terlepas dari sahamnya. Pemegang saham berhak atas dividen sampai 4 hari kerja sebelum tanggal tercatatnya pemegang saham. Pada hari ke empat sebelum tanggal terdaftarnya pemegang saham, hak atas dividen sudah terlepas dari sahamnya. Dengan mengesampingkan fluktuasi di bursa saham, biasanya dapat diperkirakan bahwa kurs saham akan turun kira-kira sama banyak dengan nilai dividen pada tanggal tanpa dividen. 3. Tanggal Pembayaran (Payment date) Merupakan tanggal nyata di mana perusahaan dalam kenyataannya mengirimkan cek kepada nama-nama yang tercatat pada tanggal pembayaran.
2.5.6 Dividend Payout Ratio Dividend payout ratio merupakan rasio yang memberikan gambaran mengenai seberapa baik laba yang mendukung pembayaran dividen. Dividend payot ratio menurut Sartono (2001:73) adalah ―Persentase laba yang dibayarkan dalam bentuk dividen, atau rasio antara laba yang dibayarkan dalam bentuk dividen dengan total laba yang tersedia bagi pemegang saham. Sedangkan Sutrisno (2009 : 266) mengatakan bahwa : ―Persentase dari laba yang akan dibagikan sebagai dividen disebut sebagai dividend payout ratio‖. Gitman (2006:602) perpendapat bahwa : “Dividend payout ratio indicates the percentage of each dollar earned that is distributed to the owner in the form of cash. It is calculated by dividing the firm‟s cash dividend per share by its earning per share”. Yang artinya dividen payout ratio mengindikasikan persentase dari setiap dolar yang akan diperoleh yang dibagikan kepada pemilik dalam bentuk tunai.
Pembagiannya dapat dihitung dengan membagi dividen dalam bentuk kas perusahaan dengan laba per lembar saham. Menurut (Handoko, Jesica) (2002:180-190) rumus dividend payout ratio dapat diformukasikan sebagai berikut :
2.6 Pengertian Nilai Perusahaan 2.6.1 Nilai Perusahaan Nilai perusahaan didefinisikan sebagai persepsi investor terhadap tingkat keberhasilan perusahaan dalam mengelola sumber daya yang dimiliki, karena pemilik perusahaan menyukai peningkatakan kekayaan maka tujuan peningkatan perusahaan dipergunakan sebagai tujuan normatif. Nilai perusahaan menurut Brigham & Ehrhardt (2002:47), adalah “Value is determined by results as reaveable in financial statement. Value of firm is stockholder wealth maximization, which translates into maximing the price of firm‟s common stock”. Yang artinya nilai perusahaan merupakan penentuan dari perbandingan hasil sebagai kinerja perusahaan yang terlihat dari laporan keuangan. Nilai perusahaan terlihat dari maksimalisasi kekayaan pemegang saham yang dimaksudkan ke dalam memaksimumkan harga saham biasa perusahaan. Menurut Gitman (2003:108) terdapat beberapa jenis nilai perusahaan yang terdiri dari : 1.
Nilai likuiditas (Liquidation Value) Nilai likuiditas adalah jumlah uang yang dapat direalisasikan jika sebuah aktiva atau sekelompok aktiva (contohnya perusahaan) dijual secara terpisah dari organisasi yang menjalankannya.
2.
Nilai kelangsungan usaha adalah nilai perusahaan jika dijual sebagai operasi usaha yang berlanjut.
3.
Nilai buku (Book Value) Nilai buku suatu perusahaan adalah total aktiva dikurangi kewajiban dan saham preferen seperti tercantum di neraca.
4.
Nilai pasar (Market Value) Nilai pasar adalah harga pasar yang digunakan untuk memperdagangkan aktiva.
5.
Nilai intrinsik (Intrinsic Value) Nilai intrinsik adalah harga saham – sahamnya berdasarkan pada faktor yang dapat mempengaruhi penilaian.
2.6.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Perusahaan Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi nilai perusahaan, diantaranya adalah struktur modal, profitability, tax rate, capital expenditure dan firm size (Chen, 2002). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hasnawati (2005) faktor - faktor yang mempengaruhi nilai perusahaan adalah keputusan pendanaan, kebijakan dividen dan faktor eksternal perusahaan seperti: tingkat inflasi, kurs mata uang, pertumbuhan ekonomi, politik dan psychology pasar.
2.6.3. Ukuran Nilai Perusahaan Nilai perusahaan merupakan persepsi investor yang sering dikaitkan dengan harga saham. Harga saham merupakan harga yang terjadi pada saat saham diperdagangkan di pasar. Biasanya nilai perusahaan sering di istilahkan dengan price to book value yang merupakan perbandingan antara harga saham dengan nilai buku per saham (Brigham & Gapenski, 2006). Adapun yang dimaksud dengan nilai buku per saham adalah perbandingan antara total ekuitas dengan jumlah saham yang beredar (Jogiyanto, 2008:120). Price to book value yang tinggi akan membuat pasar percaya akan prospek perusahaan ke depannya. Hal inilah yang menjadi keinginan para pemilik perusahaa, karena dengan nilai perusahaan yang tinggi maka mengindikasikan kemakmuran pemegang saham juga tinggi (Soliha & Taswan, 2002). Berikut adalah formula untuk menghitung price to book value (Brigham & Ehrdardt, 2002) :
Price to book value yang tinggi dapat mencerminkan tingkat kemakmuran para pemegang saham dimana kemakmuran para pemegang saham merupakan tujuan dari setiap perusahaan. Untuk mencapai tujuan tersebut maka setiap perusahaan hendaknya dapat meningkatkan harga sahamnya (Weston & Brigham, 2000) karena harga saham yang tinggi dapat meningkatkan price to book value (Brigham & Gapenski, 2006).
2.7 Pengaruh Struktur Kepemilikan dan Kebijakan Dividen terhadap Nilai Perusahaan 2.7.1 Pengaruh Struktur Kepemilikan Publik Terhadap Kebijakan Dividen Manajer selain harus memperhatikan tujuan perusahaan yang tak lain adalah untuk meningkatkan laba perusahaan juga harus memperhatikan keuntungan yang akan diterima investor. Keuntungan yang diterima investor dapat berupa dividen yang diperoleh dari pembagian laba yang dibagikan oleh perusahaan. Jumlah dividen yang akan dibagikan ditentukan dalam rapat dewan direksi perusahaan, sehingga jumlahnya dapat ditentukan sesuai dengan keputusan kebijakan dividen perusahaan. Keputusan yang diambil dalam hal menentukan kebijakan dividen ini biasanya akan mempengaruhi tingkat laba ditahan perusahaan.
Keputusan ini dapat menimbulkan dampak yang cukup besar
terhadap perusahaan dan investor, sehingga manajemen perusahaan dituntut untuk dapat memberikan keputusan yang tepat mengenai kebijakan dividen agar dapat menguntungkan investor dan dapat memaksimalkan kekayaan perusahaan yang tercermin pada harga saham perusahaan. Sebagian besar perusahaan di Indonesia secara dominan dimiliki oleh keluarga pendiri perusahaan tersebut, dan biasanya keluarga pendiri ini terlibat dalam manajerial perusahaan. Dengan kondisi seperti diatas maka dapat menimbulkan masalah agensi antara pemegang saham mayoritas yang juga
terlibat dalam manajemen perusahaan dengan pemegang saham minoritas (kepemilikan saham publik). Biasanya pemegang saham minoritas ini tidak akan bisa mengambil keputusan apapun tanpa persetujuan dari pemegang saham mayoritas, walaupun hampir 50% saham dimiliki oleh pemegang saham minoritas/publik. Lemahnya kepemilikan minoritas dalam voting of power menyebabkan pemegang saham minoritas kesulitan untuk menuntut hak mereka berupa dividen. Bagi kepemilikan minoritas dengan jumlah saham yang kecil dan tersebar mereka lebih memilih pembagian dividen daripada menginvestasikan kembali pendapatan yang diperoleh kedalam perusahaan. Dividend payout ratio merupakan perbandingan antara dividen yang dibagikan dengan laba bersih yang diperoleh perusahaan. Semakin tinggi dividen payout ratio maka akan memperlemah internal financial perusahaan karena memperkecil laba ditahan, akan tetapi bagi para pemegang saham peningkatan dividend payout ratio menjadi menguntungkan. Sebaliknya jika dividen payout ratio kecil akan memperkuat internal financial perusahaan tetapi dapat merugikan para pemegang saham. Dalam penelitiannya Septianti (2003), bahwa interaksi antara kepemilikan saham minoritas dengan EPS berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen. Sedangkan dalam penelitiannya Gusti Randa (www.digilib.uns.ac.id) struktur kepemilikan saham manajemen dan publik tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan dividen. hal tersebut di dukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Hariani (2006) bahwa kepemilikan saham minoritas dan EPS berpengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan dividen.
2.7.2 Pengaruh Struktur Kepemilikan Publik Terhadap Nilai Perusahaan Dalam menjalankan kegiatan operasionalnya perusahaan membutuhkan modal yang cukup besar. Secara umum terdapat dua bentuk sumber pendanaan yaitu sumber pendanaan internal dan sumber pendanaan eksternal. Sumber pendanaan internal merupakan sumber dana yang berasal dari dalam perusahaan, dimana pemenuhan kebutuhan modal perusahaan diambil dari dana yang dihasilkan oleh perusahaan sendiri. Dalam hal ini sumber dana internal sering
disebut sebagai sumber dana utama untuk mendanai kegiatan operasional perusahaan. Sejalan dengan perkembangan perusahaan, dana yang berasal dari dalam perusahaan tersebut tidak dapat mencukupi pembiayaan perusahaan. Oleh karena itu perusahaan harus mendapatkan dana tambahan yang berasal dari luar perusahaan (sumber dana eksternal) dengan cara meminjam kepada kreditur atau dengan cara menerbitkan saham baru. Jika keputusan perusahaan adalah untuk menerbitkan saham baru, maka perusahaan akan mendapatkan konsekuensi masuknya pihak lain dalam pengendalian perusahaan. Sehingga setiap keputusan keuangan yang diambil harus berdasarkan keputusan dari pihak-pihak manajemen perusahaan maupun pemegang saham. Keputusan yang berkaitan dengan kinerja perusahaan akan selalu menjadi pertimbangan investor dalam menginvestasikan dananya dalam bentuk saham. Apabila kinerja perusahaan baik dan hal tersebut dipakai investor untuk berinvestasi pada perusahaan maka harga saham perusahaan akan meningkat dan nilai perusahaan juga akan meningkat. Sebaliknya jika kinerja perusahaan menurun maka hal tersebut menunjukkan bahwa prospek buruk perusahaan dimasa mendatang dan dapat menurunkan harga saham perusahaan yang diikuti dengan menurunnya nilai perusahaan. Struktur kepemilikan terdiri dari kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan kepemilikan publik. Di dalam struktur kepemilikan terdapat teori keagenan yang memunculkan argumentasi terhadap adanya konflik antara manajer dan pemegang saham yang disebut sebagai agency problem. Adanya asymmetric information antara pemilik dan manajer perusahaan yaitu ketika salah satu pihak memiliki informasi yang tidak dimiliki oleh pihak lain. Manajer dapat melakukan berbagai macam cara untuk memiliki informasi lebih dibanding investor, yang mengakibatkan ketidak yakinan investor terhadap kualitas perusahaan dan tidak mau membeli saham perusahaan sehingga harga saham perusahaan menjadi turun. Kepemilikan yang menyebar dapat mengurangi konflik keagenan. Menurut Demsetz (1983) dalam memaksimalkan nilai perusahaan justru diperlukan yang tersebar karena dengan adanya control dari pihak luar akan
meningkatkan kinerja perusahaan sehingga meningkatkan nilai perusahaan. Perusahaan perlu memperbesar kepemilikan publik untuk mendorong agar pihak manajemen perusahaan lebih transparan dan ada keinginan untuk melakukan penyebaran kepemilikan, sehingga perusahaan tidak dikendalikan oleh kalangan tertentu saja. Penelitian yang dilakukan Setiawan (2005) menyimpulkan bahwa struktur kepemilikan berpengaruh negatif signifikan terhadap nilai perusahaan yang berarti bahwa semakin berkurangnya kompisisi kepemilikan manajerial dan institusional serta kepemilikan publik akan berpengaruh pada naiknya nilai perusahaan.
2.7.3 Pengaruh Kebijakan Dividen Terhadap Nilai Perusahaan Kebijakan dividen dapat dikaitkan dengan nilai perusahaan. Ada tiga kelompok yang mengaitkan dividend payout ratio dengan nilai perusahaan. Kelompok pertama Modigliani-Miller berpendapat bahwa kebijakan dividen tidak relevan yang berarti tidak ada kebijakan dividen yang optimal karena dividen tidak mempengaruhi nilai prusahaan. Sedangkan kelompok kedua Gordon-Lintner mengatakan bahwa dividen lebih kecil risikonya daripada capital gain, sehingga dividen setelah pajak dan menawarkan dividend yield yang lebih tinggi akan meminimumkan biaya modal. Kemudian kelompok ketiga mengatakan bahwa karena dividen cenderung dikenakan pajak daripada capital gain, maka investor akan meminta tingkat keuntungan yang lebih tinggi untuk saham dengan dividend yield yang tinggi. Dimana kelompok ini juga menyarankan bahwa dengan dividend payout ratio yang lebih rendah akan memaksimumkan nilai perusahaan. Dari ketiga pendapat diatas dapat dilihat adanya pendapat yang bertentangan satu sama lainnya. Namun jika dilihat dari segi kandungan informasi, dapat dikatan bahwa pembayaran dividen sering diikuti oleh kenaikan harga saham. Kenaikan pembayaran dividen dilihat sebagai sinyal bahwa perusahaan memiliki prospek yang baik. Sebaliknya penurunan pembayaran dividen akan dilihat sebagai prospek perusahaan yang buruk (Taswan : 2003). Dengan mengetahui bagimana kebijakan dividen dengan pengaruhnya terhadap nilai perusahaan yang tercermin dalam harga saham perusahaan, akan
dapat membantu perusahaan dalam menentukan bagaimana seharusnya kebijakan dividen harus dilakukan sehingga tujuan perusahaan untuk memaksimumkan kemakmuran pemegang saham. Kebijakan dividen berpengaruh positif pada nilai perusahaan, dengan pembayaran dividen yang tinggi akan memberikan sinyal yang positif pada pasar dimana akan menunjukkan bahwa perusahaan dalam kondisi baik. Penelitian ini mendukung teori bird in the hand yang dikemukakan oleh Brigham & Houston (2006:69), yang menyatakan bahwa pemegang saham lebih menyukai dividen yang tinggi dibandingkan capital gain. Hasil ini berbeda dengan penelitian Taswan (2003), dimana dividen yang rendah akan lebih memberikan nilai perusahaan.