BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Beton Beton merupakan campuran dari semen, agregat kasar dan halus, air, dan
bahan tambah bila digunakan yang membentuk massa padat. Pemakaian beton menjadi sangat populer sejak perkembangannya dimasa lalu dari sekedar menjadi pengikat (binder), hingga menjadi komposit keras yang digunakan sebagai bahan bangunan. Sebagai bahan bangunan yang banyak dipakai, beton memiliki keunggulan karena bersifat kedap air, mudah dibentuk dan dicetak, serta murah dan mudah dikerjakan. Beton memiliki keuntungan tinggi gaya tekannya namun terdapat kelemahan yaitu gaya tarik yang lemah. Untuk mengatasi kelemahan beton, dibuat struktur beton bertulang untuk memperoleh struktur yang kuat, tinggi gaya tekan dan memiliki gaya tarik yang memadai dengan diaplikasikannya tulangan baja dalam struktur beton. Kinerja struktur beton bertulang ditujukan untuk mampu menahan beban selama masa layannya, sehingga kurva tegangan regangan (stress-strain curve) material terkait akan menjadi bahan pertimbangan mendasar dalam perencanaan beton bertulang. Oleh karena pemakaian beton lebih ditujukan dalam hal tekan, maka relasi atau kurva tegangan-regangan beton merupakan acuan utama. Sebagai deskripsi, pada Gambar 2.1 disajikan beberapa kurva tegangan-regangan beton. Semua kurva yang disajikan pada Gambar 2.1 memiliki karakter yang serupa. Tegangan tekan beton dicapai pada saat regangan beton berkisar antara 0,002 – 0,003 untuk beton dengan kepadatan normal dan 0,003 – 0,0035 untuk beton ringan.
4
Gambar 2.1 Berbagai kurva relasi tegangan-regangan untuk beberapa jenis beton Sumber : Nilson, et. al. (2004)
Salah satu parameter yang dapat diperoleh dari kurva tegangan regangan adalah modulus elastisitas, dalam hal ini adalah modulus elastisitas beton. Modulus elastisitas beton, Ec, yaitu kemiringan kurva tegangan-regangan beton pada bagian elastis ditentukan oleh persamaan 2.1. menurut ACI (dalam satuan SI) dengan fc′ adalah kuat tekan beton (MPa) dan wc adalah berat beton dalam kg/m3. Ec = 3,32 fc ′ + 6895
2.2
wc 2320
1,5
(2.1)
Beton Bertulang Beton bertulang digunakan untuk meningkatkan kinerja beton yang lemah
terhadap gaya tarik. Kemampuan menahan beban serta deformasi yang terjadi pada beton bertulang sebagai material komposit sangat dipengaruhi oleh perilaku elemen-elemennya, yaitu beton dan tulangan baja, juga perilaku dan interaksi antara beton dan baja. Kinerja beton bertulang antara lain juga ditentukan oleh
5
lekatan antara tulangan baja dan beton yang akan menghasilkan material komposit yang daktail sehingga mampu mnyalurkan gaya tarik. Seperti halnya pada beton, kurva tegangan-regangan baja sangat menentukan kinerja tulangan baja. Dalam kurva tegangan-regangan baja, dua parameter yang menjadi tolak ukur adalah titik leleh (yield point) yang umumnya identik dalam tekan maupun tarik, serta modulus elastisitas, Es. Deskripsi tentang kurva tegangan-regangan baja disajikan Gambar 2.2 dengan menampilkan beberapa kurva tegangan-regangan dari tulangan baja untuk berbagai mutu.
Gambar 2.2 Beberapa kurva tegangan-regangan dari tulangan baja untuk berbagai mutu Sumber : Nilson, et. al. (2004)
Pada saat suatu elemen beton bertulang misalnya kolom menerima beban, kurva tegangan-regangan beton dan baja akan berperilaku seperti yang disajikan pada Gambar 2.3.
6
Gambar 2.3 Kurva tegangan-regangan beton dan baja pada suatu elemen beton bertulang yang dibebani Sumber : Nilson, et. al. (2004)
Beberapa dalil dalam perilaku beton bertulang secara mendasar dapat dijelaskan sebagai berikut : 1.
Gaya dalam misalnya momen lentur, gaya geser, tegangan normal dan geser di setiap bagian elemen struktur memiliki keseimbangan dengan gaya eksternal pada bagian tersebut.
2.
Regangan pada tulangan baja yang tertanam tarik maupun tekan adalah sama dengan regangan beton di sekitarnya. Diasumsikan bahwa terdapat lekatan sempurna antara tulangan baja dan beton sehingga tidak terjadi selip. Dengan demikian, bila salah satu material berdeformasi, maka material lain akan berdeformasi pula.
3.
Penampang yang datar pada saat sebelum pembebanan akan tetap datar pada saat pembebanan.
4.
Kuat tarik pada beton sangat kecil dibandingkan kuat tekannya sehingga pada bagian tarik biasanya terjadi retak. Pada elemen struktur yang didesain dengan baik, biasanya terjadi retak rambut yang tidak terlalu kasat mata. Namun kenyataan bahwa beton yang retak tidak dapat menahan tegangan 7
tarik membawa kesimpulan umum bahwa beton tidak dapat menahan tarik. Sesungguhnya, kesimpulan ini tidak sepenuhnya benar, karena beton sebelum mengalami retak masih dapat menahan tarik meski dalam kapasitas yang amat kecil. 5.
Teori ini didasarkan pada relasi tegangan-regangan aktual dan sifat-sifat dari kekuatan kedua bahan tersebut (beton dan baja) serta beberapa simplifikasi yang secara ekivalen cukup beralasan. Pada teori modern, perilaku non linier dikedepankan, dengan demikian beton akan menjadi sangat tidak efektif memikul gaya tarik. Dengan demikian, lekatan antara beton dan baja akan menjadi sangat kompleks dalam perhitungan analisis. Analisis ini akan tampak jauh lebih menantang dibandingkan analisis dari elemen struktur beton bertulangan tunggal yang diasumsikan sebagai material elastis. Perlu menjadi catatan bahwa analisis yang berdasar pada kelima dalil
tersebut harus dikembangkan dengan penelitian dan uji eksperimental untuk mengakomodasi perilaku lekatan beton dan baja yang lebih rumit dan memerlukan kajian yang mendalam.
2.2.1
Desain Lentur Dengan Beban Terfaktor
Gambar 2.4 Tegangan-regangan teoritis lentur penampang persegi empat Sumber : Nasution Amrinsyah (2009)
8
Ketentuan hubungan regangan-tegangan dengan beban batas/ terfaktor pada penampang persegi empat dengan tulangan tunggal adalah seperti Gambar 2.4. Kekuatan maksimum pada serat beton dicapai bila regangan pada serat beton sama dengan regangan hancur εc beton sebesar 0,003. Pada kondisi terjadi regangan hancur, regangan dalam baja tulangan As dapat lebih kecil atau lebih besar dari regangan batas baja tulangan, bergantung pada luas tulangan baja. Untuk tulangan tarik yang dipasang berakibat tulangan akan leleh lebih dahulu sebelum keruntuhan beton (keruntuhan daktail atau tulangan lemah), maka SNI2847-2013 membatasi jumlah tulangan tarik untuk menjamin terjadi keruntuhan daktail. Diagram non-linear tegangan pada penampang seperti pada Gambar 2.4 mempunyai tagangan maksimum lebih kecil f c’, yaitu k fc’. Jika tegangan rata-rata penampang beton untuk lebar beton yang konstan kk 1 fc’ dan jarak titik tangkap resultante gaya dalam beton Cc adalah k1c, maka besarnya gaya tanggap beton tertekan : Cc = k k1 fc’ c b
(2.2)
Untuk kondisi daktail, gaya tarik Ta adalah : Ta = As fy
(2.3)
Persyaratan kesetimbangan gaya menghendaki Cc = Ta , yaitu : kk1 fc ′ cb = As fy , sehingga c =
As f
(2.4)
kk1 fc ′ by
Dari kesetimbangan momen, kekuatan lentur nominal dapat dinyatakan sebagai : Mnd = Taz = Ta (d – k2c) = Asfy (d – k2c)
(2.5)
Memasukkan persamaan (2.2) ke (2.3) diperoleh : Mnd = As fy d −
k2 As fy kk1 fc ′ b
(2.6)
Ketentuan momen lentur nominal Mnd penampang dapat diketahui jika nilai
k2 diketahuai. kk1
Dari hasil pengujian laboratorium nilai kombinasi
k2 berkisar antara kk1
9
0,55 – 0,63 , dan pada kondisi runtuh regangan tekan batas beton εc = 0,003 seperti ditetapkan dalam SNI-2847-2013. Pada PBI’7, nilai εc ditetapkan 0,0035 bagi perencanaan. Metode Perancangan Kuat Beban Terfaktor atau Kekuatan Batas pada elemen lentur mempunyai anggapan-anggapan seperti tercantum pada SNI-28472013 pasal 10.2 : 1.
Regangan pada baja dan beton berbanding lurus dengan jaraknya dari sumbu netral. Anggapan ini sesuai hipotesis Bernoulli dan asas Navier : penampang yang rata akan tetap rata setelah mengalami lentur. (SNI-2847-2013 pasal 10.2.2).
2.
Regangan pada serat beton terluar εc adalah 0,003 (SNI-2847-2013 pasal 10.2.3).
3.
Tegangan yang terjadi pada baja fs sama dengan regangan yang terjadi εc , dikali modulus elastisitas Es, jika tegangan itu lebih kecil dari tegangan leleh baja fy. Sebaiknya jika tegangan fs ≥ fy, maka tegangan rencana ditetakan maksimum sama dengan tegangan lelehnya (SNI-2847-2013 pasal 10.2.4).
4.
Kuat tarik beton diabaikan. Seluruh gaya tarik dipikul oleh tulangan baja yang tertarik. Distribusi tegangan tekan beton dapat dinyatakan sebagai balok ekivalen segi empat dan memenuhi ketentuan : Tegangan beton sebesar 0,85 fc’ terdistribusi merata pada daerah tekan
a.
ekivalen yang dibatasi oleh tepi penampang dan garis lurus yang sejajar dengan sumbu netral dan berjarak a dari serat yang mengalami regangan 0,003, dengan a = β1c. (SNI-2847-2013 pasal 10.2.7.1). b.
Besaran c adalah jarak dari serat yang mengalami regangan tekan maksimum 0,003 ke sumbu netral dalam arah tegak lurus terhadap sumbu itu. (SNI-2847-2013 pasal 10.2.7.2).
c.
Untuk fc’ antara 17 dan 28 MPa, β1 harus diambil sebesar 0,85. Untuk fc’ diatas 28 MPa, β1 harus direduksi sebesar 0,05 untuk setiap kelebihan kekuatan sebesar 7 MPa di atas 28 MPa, tetapi β1 tidak boleh diambil kurang dari 0,65. (SNI-2847-2013 pasal 10.2.7.3). Anggapan 4a menunjukkan bahwa distribusi tegangan tekan pada beton
tidak lagi berbentuk parabola, melainkan sudah diekivalenkan menjadi prisma
10
segi empat. Bentuk distribusi ini tidak mempengaruhi besarnya gaya tekan, mengingat arah, letak, dan besarnya gaya tekan tidak beruhan. Perubahan yang dilakukan adalah cara menghitung besarnya gaya tekan menggunakan balok persegi empat ekivalen. (Gambar 2.5).
Gambar 2.5 Perubahan diagram tegangan parabolik ke blok tegangan ekivalen Sumber : Nasution Amrinsyah (2009)
Dari Gambar 2.5 besarnya momen nominal penampang menggunakan blok tegangan ekivalen adalah : a = β1 c. Cc = 0,85 fc’ a b
(2.7)
Ta = As fy
(2.8)
Dengan syarat kesetimbangan Cc = Ta, diperoleh : a=
As fy
(2.9)
0,85fc ′ b
Mengetahui dimensi, kualitas bahan, dan jumlah tulangan yang terpasang, kekuatan nominal kapasitas penampang Mnk dapat dicari dari kesetimbangan momen : Mnk = As fy d − 0,59
As fy fc ′ b
(2.10)
11
2.2.2
Balok Dengan Tulangan Tunggal Pada Gambar 2.6 penampang balok dengan parameter dimensi b, h,
tulangan As disebut elemen balok dengan tulangan tunggal. Dengan diameter tulangan utama dt, diameter sengkang dv, dan penutup beton dc, tinggi efektif d adalah : d = h – (dc + dv + 0,5 db). Dari kesetimbangan momen terhadap garis kerja Cc (Gambar 2.7) : a Mnd = fy As d − 2
(2.11)
Kemudian, berdasarkan kesetimbangan gaya horizontal dan syarat daktilitas diperoleh : Cc = Ts atau 0,85 fc’ b a = fy As
(2.12)
Gambar 2.6 Parameter penampang Sumber : Nasution Amrinsyah (2009)
Persamaan (2.12) disubstitusikan ke persamaan (2.11) dengan menyatakan parameter a sebagai fungsi f(As). Diperoleh kuadrat : fy ′
0,85fc b
As 2 − 2dAs +
2Mnd =0 fy
(2.13)
Solusi persamaan kuadrat ini memberikan nilai luas tulangan perlu As :
12
0,85fc ′ b 2Mnd As = d− d− fy 0,85fc ′ b
(2.14)
Gambar 2.7 Diagram regangan, tegangan, gaya-gaya dalam penampang balok Sumber : Nasution Amrinsyah (2009)
Persamaan inilah yang digunakan untuk menghitung luas tulangan tunggal yang diperlukan.
Momen nominal kapasitas penampang Mnk Pemeriksaan kekuatan nominal lentur penampang dapat ditetapkan dari analisis penampang dengan data penampang yang diketahuai : a.
Kekuatan tekan rencana beton fc’
b.
Tegangan leleh baja tulangan f y
c.
Luas tulangan As
d.
Dimensi penampang b dan h.
Momen nominal kapasitas penampang Mnk dihitung dengan prosedur sebagai berikut. Dari kesetimbangan gaya (Gambar 2.7) : ∑ Gaya horizontal = 0; Cc – Ta = 0 0,85fc′ ab − As fy , sehingga a =
As fy 0,85fc′ b
13
Mnk = Ta d − Jika ρ =
As fy a = As fy d 1 − 2 1,70fc ′bd
fy As , sebagai rasio tulangan tarik, maka Mnk = ρbd2 1 − 0,59ρ bd fc ′
Dengan mendefinisikan Ru =
fy Mnk dan m = , maka kapasitas lentur 2 bd 0,85fc ′
penampang empat persegi sembarang adalah : Ru =
fy fy Mnk = ρf 1 − 0,59 = ρf 1 − 0,59 . 0,85 , sehingga: y y bd2 fc ′ 0,85fc ′ Ru =
Mnk = ρfy 1 − 0,50ρ . m bd2
(2.15)
Ru disebut juga koefisien kapasitas penampang. Hubungan R u dengan ρ bagi variasi fc’ dan fy memberikan besarnya kapasitas lentur penampang. Persamaan (2.15) dapat juga digunakan bagi desain tulangan, dengan menetapkan dimensi b dan h dan Mnk diganti menjadi momen nominal rencana Mnd, sehingga rasio tulangan tarik ρ dicari dari persamaan : ρ=
2.2.3
1 1− m
1−
2mR u fy
(2.16)
Analisis Penampang Kondisi Seimbang (Balance)
Gambar 2.8 Diagram regangan, tegangan dan gaya kondisi seimbang Sumber : Nasution Amrinsyah (2009)
14
Kondisi seimbang didefinisikan dengan terjadinya regangan maksimum serat paling atas beton 0,003 bersamaan lelehnya tulangan baja ε y = fy/Es (Gambar 2.8). Dari jumlah tulangan tarik kondisi seimbang Asb dapat ditentukan posisi garis netral kondisi seimbang c b. Jika luas tulangan rencana As > Asb, penampang disebut penampang dengan tulangan kuat. Dari keseimbangan gaya dalam C c = Ta, blok tegangan ekivalen a menjadi lebih besar, yang berarti nilai c melebihi nilai cb. Hal ini berakibat εs < εy = fy/Es, saat εc = 0,003. Keruntuhan penampang tulangan kuat secara mendadak akan terjadi tanpa memberikan pertanda keruntuhan. Sebaliknya bila luas tulangan rencana As < Asb yang biasanya disebut penampang dengan tulangan lemah, balok tegangan ekivalen beton a lebih kecil dari ab yang berarti c lebih kecil dari cb. Ini memberikan nilai εs > εy = fy/Es , yang artinya balok memberikan tanda deformasi yang besar sebelum terjadi keruntuhan. SNI-2847-2013 pasal 10.3.5 menetapkan dalam memenuhi kriteria daktilitas penampang, jumlah tulangan rencana tidak boleh lebih dari 0,75 A sb atau ρ ≤ 0,75 ρb.
2.3
Perilaku Keruntuhan Balok Beton Bertulang Beton bertulang terdiri dari dua material, yaitu beton dan baja dengan
sifatnya berbeda. Jika baja dianggap sebagai material homogen yang propertinya terdefinisi jelas, maka sebaliknya dengan material beton yang merupakan material heterogen dari semen, air dan agregat, yang property mekaniknya bervariasi dan tidak terdefinisi dengan pasti. Hanya untuk memudahkan dalam analisis saja maka umumnya dianggap sebagai material homogeny dan konteks makro. Perilaku keruntuhannya yang dominan pada struktur balok pada umumnya adalah lentur, tentu saja itu akan terjadi jika rasio bentang geser (a) dan tinggi efektif balok (d) cukup besar. Jika rasio a/d kecil maka digolongkan sebagai balok tinggi (deep beam), keruntuhan geser dominan. Perilaku keruntuhan dapat dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu : (1) elastis penuh (belum retak), (2) tahapan mulai terjadinya retak – retak dan, (3) tahap plastis (leleh pada baja atau beton pecah). Perilaku
15
keruntuhan balok beton bertulang diatas dua tumpuan digambar dalam bentuk kurva beban – lendutan di bawah ini.
Gambar 2.9 Perilaku beban – lendutan struktur beton Sumber : Dr.Edward G.Nawy, P.E. (1998)
Respons non – linier disebabkan dua hal utama yaitu : keretakan beton didaerah tarik dan tulangan mengalami leleh atau beton pecah (crushing) pada daerah desak. Selain itu juga disebabkan perilaku lain yang terkait, misalnya bond-slip antara tulangan baja dan beton disekitarnya, aksi penguncian agregat pada daerah retak dan akhirnya aksi angkur (dowel action) dari tulangan yang melintas disekitar retak. Perilaku sebagai fungsi waktu, misalnya creep, shrinkage dan variasi temperatur juga menyumbang perilaku non – linier. Kecuali itu, hubungan tegangan regangan beton tidak hanya bersifat non – linier, tetapi juga berbeda antara beban tekan dan tarik, sifat mekaniknya tergantung dari umur waktu dibebani, kondisi lingkungan (suhu sekeliling dan kelembaban).
2.4
Penyaluran dan Penyambungan Tulangan Gaya tarik dan tekan tulangan pada setiap penampang komponen struktur
beton bertulang harus disalurkan pada masing – masing sisi penampang tersebut melalui panjang penyaluran, kait atau alat mekanis, atau kombinasi dari cara-cara tersebut. Kait sebaiknya tidak dipergunakan untuk menyalurkan tulangan tertekan, seperti sambungan lewat pada kolom. 16
Beban luar amat jarang langsung bekerja pada tulangan. Tulangan menerima beban dari beton sekitarnya. tegangan lekatan didefinisikan sebagai tegangan geser pada permukaan tulangan dan beton, saat terjadi penyaluran beban antara tulangan dengan beton sekelilingnya. Lekatan ini memberikan gaya tarik atau tekan pada tulangan, yang pada kondisi tertentu memungkinkan dua bahan tulangan dan beton bekerja sebagai sistem komposit. Untuk lekatan kondisi ini merupakan bagian yang terpenting bagi tulangan dalam komponen struktur.
2.4.1
Tegangan Lekatan Tulangan harus ditanam sepanjang ld dari penampang kritis untuk
menyalurkan gaya dari baja tulangan ke beton pada sistem balok kantilever melalui tegangan lekat uμ kedua bahan (Gambar 2.10.)
Gambar 2.10 Penyaluran ld batang tulangan Sumber : Nasution Amrinsyah (2009)
Menurut
SNI-2847-2013
memberikan
rumus
mengenai
panjang
penyaluran yang dipergunakan pada tulangan yang mengalami tarik dengan rumus sebagai berikut : 17
𝑙𝑑 =
fy 1,1λ f′c
Ψt Ψe Ψs cb + K tr db
db ≥ 300 mm
(2.17)
dimana : Atr = luas penampang total semua tulangan transversal dalam spasi s yang melintasi bidang potensial pembelahan melalui tulangan yang disalurkan, mm2. cb = yang lebih kecil dari : (a) jarak dari pusat batang tulangan atau kawat ke permukaan beton terdekat, dan (b) setengah spasi pusat ke pusat batang tulangan atau kawat yang disalurkan, mm. db = diameter nominal batang tulangan, kawat, atau strand (strand) prategang, mm. f’c = kekuatan tekan beton yang disyaratkan, MPa. fy = kekuatan leleh tulangan yang disyaratkan, MPa. Ktr = indeks tulangan transversal. ld = panjang penyaluran tarik batang tulangan ulir, kawat ulir, tulangan kawat las polos dan ulir, atau strand pratarik, mm. λ
= faktor modifikasi yang merefleksikan properti mekanis tereduksi dari beton ringan, semuanya relatif terhadap beton normal dengan kuat tekan yang sama.
ψe = faktor
yang
digunakan
untuk
memodifikasi
panjang
penyaluran
memodifikasi
panjang
penyaluran
memodifikasi
panjang
penyaluran
berdasarkan pada pelapis tulangan. ψs = faktor
yang
digunakan
untuk
berdasarkan pada ukuran tulangan. ψt = faktor
yang
digunakan
untuk
berdasarkan pada lokasi tulangan. dimana ruas pengekangan (cb+Ktr)/db tidak boleh diambil lebih besar dari 2,5, dan. K tr =
40Atr sn
(2.18)
dimana n adalah jumlah batang tulangan atau kawat yang disambung atau disalurkan sepanjang bidang pembelahan. Diizinkan untuk menggunakan Ktr = 0 sebagai penyederhanaan disain meskipun terdapat tulangan transversal.
18
Faktor-faktor yang digunakan dalam perumusan-perumusan untuk penyaluran batang tulangan ulir dan kawat ulir dalam kondisi tarik adalah sebagai berikut : a.
Bila tulangan horizontal dipasang sehingga lebih dari 300 mm beton segar dicor di bawah panjang penyaluran atau sambungan, 𝛹𝑡 = 1,3. Untuk situasi lainnya, 𝛹𝑡 = 1,0.
b.
Untuk batang tulangan dilapisi epoksi, batang tulangan dilapisi ganda bahan seng dan epoksi, atau kawat dilapisi epoksi dengan selimut kurang dari 3db, atau spasi bersih kurang dari 6db, 𝛹𝑒 = 1,5. Untuk semua batang tulangan dilapisi epoksi, batang tulangan dilapisi ganda bahan seng dan epoksi, atau kawat dilapisi epoksi lainnya, 𝛹𝑒 = 1,2. Untuk tulangan tidak dilapisi dan dilapisi bahan seng (digalvanis), 𝛹𝑒 = 1,0. Akan tetapi, hasil 𝛹𝑡 𝛹𝑒 tidak perlu lebih besar dari 1,7.
c.
Untuk batang tulangan atau kawat ulir D-19 atau yang lebih kecil, 𝛹𝑠 = 0,8. Untuk batang tulangan D-22 dan yang lebih besar, 𝛹𝑠 = 1,0.
d.
Bila beton ringan digunakan, λ tidak boleh melebihi 0,75 kecuali jika fct ditetapkan. Bila beton berat normal digunakan, λ = 1,0.
2.4.2
Penyaluran Batang Ulir Tertekan Panjang penyaluran ld dalam mm, untuk batang ukir harus dihitung dengan
mengalikan panjang penyaluran dasar ldb =
db . fy 4 f′ c
, tetapi tidak kurang dari 0,04 . db . fy
(2.19)
dengan faktor modifikasi : a.
As perlu As terpasang
b.
nilai faktor = 0,75 bagi tulangan yang berada di dalam lilitan spiral
, bagi tulangan lebih
berdiameter tidak kurang dari 6 mm dan jarak lilitannya tidak lebih dari 100 mm atau di dalam sengkang D-13 spasi vertical sengkang dan sengkang ikat tidak melebihi 16 kali diameter tulangan longitudinal, 48 kali diameter
19
batang atau kawat sengkang dan kait ikat, atau ukuran terkecil dari komponen struktur tekan tersebut, dan sumbu-sumbu berspasi tidak lebih dari 100 mm.
2.5
Perekat Epoxy Kekuatan lekatan antara tulangan dan beton merupakan salah satu faktor
mempengaruhi kekuatan tarik tulangan pada struktur beton bertulang, sedangkan tulangan yang dipasang pada beton dilakukan setelah beton menjadi keras, maka perlu suatu zat untuk melekatkan antara baja tulangan dengan beton. Dalam penelitian ini zat yang digunakan adalah Sikadur®-31 CF Normal yang bagus sebagai perekat dan (coating). Sikadur®-31 CF Normal adalah dua komponen mortar bebas (solvent), tahan kelembaban, dan bersifat (thixotropic), hasil kombinasi perekat (epoxy) dan bahan pengisi celah khusus, untuk digunakan sebagai perekat dan perbaikan struktur beton dengan temperature + 10oC sampai + 30oC. Kuat rekatan Sikadur®-31 CF Normal jenis ini pada beton kering (1 hari) mencapai > 4 N/mm2, kuat rekat pada beton basah (1 hari) mencapai > 4 N/mm2, dan kuat rekat pada baja (1 hari) mencapai 6-10 N/mm2. Kelebihan Sikadur®-31 CF Normal adalah : a.
Mudah dalam penggunaanya.
b.
Cocok digunakan pada permukaan beton yang kering.
c.
Adhesi terhadap elemen struktur baik.
d.
Lengket terhadap material konstruksi sehingga mempunyai kekuatan lekat yang tinggi.
e.
Tanpa menggunakan bahan pelarut.
f.
Tidak ada penyusutan ketika mengeras.
g.
Kedap air dan cairan lain. Persiapan yang dilakukan sebelum pemberian Sikadur®-31 CF Normal
adalah beton dan baja tulangan harus dibersihkan dari partikel-partikel lepas seperti pasir, dan minyak.
20