BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Anak jalanan 1. Pengertian Anak jalanan adalah seseorang yang berumur dibawah 18 tahun yang menghabiskan sebagian atau seluruh waktunya di jalanan dengan melakukan kegiatan-kegiatan guna mendapatkan uang atau guna mempertahankan hidupnya (Shalahuddin, 2000). Anak jalanan merupakan sebagian dari anak-anak yang hidup dan tumbuh di jalanan tanpa ada pemantauan dan tumbuh secara mandiri (Irwanto, 2003). Kehidupan anak jalanan bagi sebagian anak jalanan mempunyai dampak yang positif misalnya anak menjadi tahan kerja keras karena sudah terbiasa kena panas dan hujan, anak jalanan bisa belajar bekerja sendiri, bertanggung jawab dan membantu ekonomi orang tuanya (Sarwoto, 2002). Salah satu program pembangunan sosial dan budaya adalah program kesehatan dengan kegiatan pokok memberdayakan anak terlantar termasuk anak jalanan. Program upaya kesehatan tersebut bertujuan meningkatkan status kesehatan system reproduksi bagi wanita usian subur pada anak dan remaja jalanan (Wahyu, 1999). Kategori anak jalanan berdasarkan hubungannya dengan keluarga menurut (Tata Sudrajat dalam Shalahuddin 2004) dibagi 3 kelompok: a. Children on the street Adalah anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi di jalanan yang masih memiliki hubungan dengan keluarga. Ada dua kelompok anak dalam kategori ini, yaitu: 1) anak-anak yang tinggal bersama orang tuanya dan senantiasa pulang setiap hari, dan 2) anak-anak yang melakukan kegiatan ekonomi dan tinggal di jalanan namun masih mepertahankan hubungan dengan keluarga
7
8
dengan cara pulang baik secara berkala ataupun dengan jadwal yang tidak rutin. b. Children of the street Adalah anak-anak yang menghabiskan seluruh atau sebagian besar waktunya di jalanan yang tidak memiliki atau memutuskan hubungan dengan orang tua /keluarganya lagi. c. Children in the street atau children from the families of the street Adalah anak-anak yang menghabiskan seluruh waktunya di jalanan yang berasal dari keluarga yang hidup di jalanan.
2. Karakteristik Anak Jalanan a. Usia anak jalanan Usia anak jalanan berperan dalam pembentukan perilaku seseorang, karena usia berpengaruh dalam penerapan pola asuh terhadap anak jalanan. Anak jalanan Kota Semarang berjumlah 233 anak, laki-laki= 157anak, perempuan=76 anak (DinSos propinsi Jateng, 2010). Data terbaru didapatkan anak jalanan berumur ≤4 -18 tahun
di Kota
Semarang sebanyak 421 anak, laki-laki= 244 anak, perempuan= 177 anak (Yayasan Setara, 2011) b.
Jenis Kelamin Anak jalanan Jenis kelamin anak jalanan mempengaruhi dalam berperilaku dan didalam keluarga akan berbeda dalam menerapkan pola asuh. Anak jalanan laki-laki lebih banyak dari pada anak jalanan perempuan. Hal ini terbukti di semarang dimana jumlah anak jalanan perempuan sekitar 20-30% dari jumlah populasi anak jalanan di kota semarang (Yayasan Setara, 2011).
c.
Pendidikan Anak Jalanan Kemampuan belajar yang dimiliki manusia merupakan bekal yang sangat pokok. Sudah barang tentu tingkat pendidikan dapat menghasilkan suatu perubahan dalam sikap tingkah laku yang dapat di pandang bercorak negatif.
9
Sebagaian besar pendidikan anak jalanan masih rendah (SD sampai SMP), bahkan ada yang putus. Anak jalanan setiap hari sibuk mencari nafkah atau berada dijalanan sehingga tidak ada kesempatan untuk
mendapatkan
pengetahuan
tentang
kesehatan
system
reproduksi yang benar. Di Semarang sebanyak 50% anak jalananan yang pernah di teliti berstatus putus sekolah dengan tidak atau memperoleh ijasah SD, SLTP ataupun SMU (Wahyu, 2000). d. Pekerjaan Anak Jalanan Pekerjaan anak jalanan beraneka ragam, dimana kegiatan anak jalanan laki-laki dan perempuan tidak berbeda yaitu mengamen, menjual Koran atau asongan, membersihkan kaca mobil, memulung, mencopet, memeras, mencuri, menemani orang berjudi dan menawarkan jasa seksual. Anak jalanan tidak mengandalkan satu jenis pekerjaan atau kegiatan tertentu saja untuk mendapatkan uang atau makanan dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidupnya atau melindungi diri dari berbagai ancaman . seiring dengan aktivitas anak jalanan ini, maka mereka mempunyai mobilitas yang tinggi. Sedangkan lama kerja anak jalanan bervariasi, dimana anak jalanan bekerja 6-8 jam per hari, 9-12 jam sampai 13 jam (Bagong, 2000). e. Hubungan dengan Orang Tua Pada anak jalanan yang tidak berhubungan dengan orang tuanya sebanyak 16%, anak jalanan yang berhubungan tidak teratur dengan orang tuanya sebanyak 41%, anak jalanan yang berhubungan teratur dengan orang tuanya sebanyak 43% (DepKes, 2000).
10
f. Ciri-ciri fisik dan psikis anak jalanan (Muis, 2010) diantaranya : 1. 2. 3. 4.
Ciri Fisik Warna kulit kusam Rambut kemerah-merahan Kebanyakan berbadan kurus Pakaian tidak terurus
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Ciri Psikis Mobilitas tinggi Acuh tak acuh Penuh curiga Sangat sensitive Berwatak keras Kreatif Semangat hidup tinggi Berani menanggung resiko Mandiri
B. Pengetahuan a. Pengertian Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan ini terjadi melalui panca indra manusia. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting bagi terbentuknya tindakan seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2003). Tingkatan pengetahuan adalah: a. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam tingkat ini adalah mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah. Kasta kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari. b. Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahuai dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek
11
atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan terhadap objek yang dipelajari. c.
Aplikasi (aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi riil. Aplikasi disini dapat diartikan sebagi aplikasi atau hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dengan menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah dari kasus kesehatan yang diberikan.
d. Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. e. Sintesis (synthesis) Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk menetapkan atau
menghubungkan
bagian-bagian
didalam
suatu
bentuk
keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis ini suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru drai formulasiformulasi yang ada. f. Evaluasi (evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atu penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang sudah ada. Berdasarkan Surdaminta (2002) dalam Marlina (2002), menyatakan bahwa dalam perkembangan pengetahuan, ada hal-hal yang mendasar yang memungkinkan terjadinya pengetahuan. Hal-hal tersebut adalah ingatan, kesaksian, minat, rasa ingin tahu, pikiran dan penalaran, logika, bahasa dan kebutuhan manusia.
12
a. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan (Notoatmodjo, 2003): 1) Tingkat pendidikan Kemampuan belajar yang dimiliki manusia merupakan bekal yang sangat pokok. Sudah barang tentu tingkat pendidikan dapat menghasilkan suatu perubahan dalam pengetahuan orang tua. 2) Informasi Dengan kurangnya informasi tentang cara mencapai hidup sehat, cara pemeliharaan kesehatan, cara menghindari penyakit dan akan menurunkan tingkat pengetahuan orang tua tentang hal tersebut. 3) Budaya Budaya sangat berpengaruh terhadap tigkat pengetahuan seseorang, karena informasi baru akan disaring kira-kira sesuai tidak dengan budaya yang ada dan agama yang dianut. 4) Pengalaman Pengalaman disini dikaitkan dengan umur, tingkat pendidikan seseorang, maksudnya pendidikan yang tinggi pengalaman akan lebih luas sedangkan umur semakin bertambah.
C. Sikap 1. Sikap Banyak teori yang mendefinisikan sikap antara lain adalah sikap seseorang adalah predisposisi untuk memberikan tanggapan terhadap rangsangan lingkungan yang dapat memulai atau membimbing tingkah laku orang tersebut. Secara definitive sikap berarti suatu keadaan jiwa dan keadaan berfikir yang disiapkan untuk memberikan tanggapan terhadap suatu objek yang diorganisasikan melalui pengalaman serta mempengaruhi secara langsung atau tidak langsung pada praktik atau tindakan (Notoatmodjo, 2003).
13
Sikap sebagai suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap dikatakan sebagai respon yang hanya timbul bila individu dihadapkan pada suatu stimulus. Sikap seseorang terhadap sesuatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favourable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavourable) pada objek tertentu (Notoatmodjo, 2003). Sikap merupakan persiapan untuk bereaksi terhadap objek dilingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. New Comb (Notoatmodjo, 2003), salah seorang ahli psikologi sosial mengatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas akan tetapi merupakan predisposisi tindak suatu perilaku, sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka, sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek-objek dilingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. 2. Tingkatan sikap Sikap juga terdiri dari berbagai tingkatan (Notoatmodjo, 2003): a. Menerima (receiving) Menerima
diartikan
bahwa
orang
(objek)
mau
dan
memperhatiakan stimulus yang diberikan, misalnya sikap anak dalam masa pubertas yang mau menerima perubahan fisiknya dan tidak mempengaruhi gambaran dirinya. b. Merespon (responding) Memberikan
jawaban
apabila
ditanya,
mengerjakan
dan
menyelesaikan tugas yang diberikan dalah suatu indikasi dari sikap. Karena itu suatu usaha untuk menjawab suatu pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan itu benar atau salah, berarti orang menerima ide tersebut.
14
c. Menghargai (valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap. d. Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap menurut Azwar (2005) antara lain: a. Pengalaman pribadi Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi harus meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut melibatkan faktor emosional. Dalam situasi yang melibatkan emosi, penghayatan akan pengalaman akan lebih mendalam dan lebih lama berbekas. b. Kebudayaan. B.F. Skinner (dalam, Azwar 2005) menekankan pengaruh lingkungan (termasuk kebudayaan) dalam membentuk kepribadian seseorang. Kepribadian tidak lain daripada pola perilaku yang konsisten yang menggambarkan sejarah reinforcement (penguatan, ganjaran) yang dimiliki. Pola reinforcement dari masyarakat untuk sikap dan perilaku tersebut, bukan untuk sikap dan perilaku yang lain. c. Orang lain yang dianggap penting. Pada umumnya, individu bersikap konformis atau searah dengan sikap orang orang yang dianggapnya penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut. d. Media massa. Sebagai sarana komunikasi, berbagai media massa seperti televisi, radio, mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal
15
memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Pesan-pesan sugestif yang dibawa informasi tersebut, apabila
cukup
kuat,
akan
memberi
dasar
afektif
dalam
mempersepsikan dan menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu. e. Institusi Pendidikan dan Agama. Sebagai suatu sistem, institusi pendidikan dan agama mempunyai pengaruh kuat dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya. f. Faktor emosi dalam diri. Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian bersifat sementara dan segera berlalu begitu frustasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten dan lebih tahan lama. contohnya bentuk sikap yang didasari oleh faktor emosional adalah prasangka.
D. Perilaku 1. Pengertian perilaku Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik
16
yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. (Notoatmodjo, 2003).
2. Jenis perilaku a. Perilaku Reflektif Perilaku Reflektif merupakan perilaku yang terjadi atas reaksi secara spontan terhadap stimulus yang diterima oleh individu tidak sampai ke pusat susunan saraf atau otak, tapi langsung timbul begitu menerima stimulus. Dengan kata lain, begitu stimulus diterima oleh reseptor respon timbul melalui afektor tanpa melalui pusat kesadaran atau otak (Walgito, 2004). b. Perilaku Non–Reflektif Perilaku Non–Reflektif merupakan perilaku yang dikendalikan atau diatur oleh pusat kesadaran atau otak. Setelah stimulus diterima oleh reseptor akan diteruskan ke otak dan terjadi respon melalui afektor. Proses yang terjadi dalam otak atau pusat kesadaran ini disebut sebagai proses psikologi. Perilaku atau aktivitas atas dasar psikologis disebut sebagai aktivitas psikologi atau perilaku psikologis (Walgito, 2004).
3. Faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku Faktor – faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku, menurut Green dalam Notoatmodjo (2003) adalah : a.
Faktor – faktor pendukung (predisposing factors) Faktor pendukung adalah faktor pemicu terhadap perilaku yang menjadi dasar atau motivasi bagi perilaku mencakup: pengetahuan, sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan masyarakat terhadap hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. Faktor–faktor ini terutama yang positif
17
mempermudah terwujudnya perilaku maka sering disebut faktor pemudah. b. Faktor–faktor pemungkin (enabling factors) Faktor–faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, lingkungan fisik misalnya : air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan bergizi, dan sebagainya. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes, dokter, atau bidan, dan sebagainya. Untuk berperilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana dan prasarana pendukung. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor–faktor ini disebut faktor pemungkin. c.
Faktor–faktor penguat (reinforcing factors) Faktor–faktor ini mencakup faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan, termasuk juga disini undang–undang, peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang–kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif, dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, para petugas, lebih-lebih para petugas kesehatan. Disamping itu, undang–undang juga diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut.
4.
Fungsi perilaku kesehatan Menurut Kar dalam Notoatmodjo (2003) menganalisis perilaku kesehatan bertitik tolak bahwa perilaku merupakan fungsi dari: a. Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau perawatan kesehatan (behavior intention) b. Dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya (social-support).
18
c. Adanya atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan (accessibility of information). d. Otonomi pribadi orang yang bersangkutan dalam hal mengambil tindakan atau keputusan (personal autonomy). e. Situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak (action situation).
5. Penyebab timbulnya seseorang berperilaku Tim kerja dari WHO dalam Notoatmodjo (2003) menganalisa bahwa yang menyebabkan seseorang itu berperilaku tertentu adalah karena adanya empat alasan pokok, yaitu: a. Pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling), yakni dalam bentuk pengetahuan,
persepsi,
sikap
kepercayaan-kepercayaannya
dan
penilaian-penilaian seseorang terhadap objek (dalam hal ini adalah objek kesehatan). b. Orang penting sebagai referensi Perilaku orang, lebih-lebih anak, lebih banyak dipengaruhi orangorang yang dianggap penting. Apabila seseorang itu penting untuknya, maka apa yang ia katakan atau perbuat cenderung untuk di contoh. Untuk anak sekolah misalnya guru. c. Sumber-sumber daya (resources) Sumber daya disini mencakup fasilitas-fasilitas, uang, waktu, tenaga, dan sebagainya. Semua itu berpengaruh terhadap perilaku seseorang atau masyarakat. d.
Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan penggunaan sumbersumber di dalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup (way of life) yang pada umumnya disebut dengan kebudayaan.
19
E. Menstruasi 1. Pengertian Menstruasi adalah perdarahan periodik pada uterus yang dimulai sekitar 14 hari setelah ovulasi (Bobak, 2004). Haid atau menstruasi adalah salah satu proses alami seorang perempuan yaitu proses deskuamasi atau meluruhnya dinding rahim bagian
dalam
(endometrium)
yang
keluar
melalui
vagina
(Prawirohardjo,2007) Siklus menstruasi adalah jarak dimulainya menstruasi sampai menstruasi berikutnya (Sherwood, 2001). Siklus menstruasi berkisar antara 21-35 hari. Hanya 10-15% wanita yang memiliki siklus 28 hari dan lebih dari 35 hari dengan lama menstruasi 3-5 hari, ada yang 7-8 hari. Panjangnya siklus menstruasi ini dipengaruhi oleh usia, berat badan, aktivitas fisik, tingkat stress, genetik, adanya penyakit kronis seperti diabetes, penyakit kelenjar gondok, penyakit ginjal dan kelainan pada alat reproduksi juga dilihat dari status gizi (Wiknjosastro, 2007).
2.
Aspek Hormonal a. Hormon yang dihasilkan oleh hipotalamus : 1) FSH – RH (follicle stimulating hormone releasing hormone) dikeluarkan oleh hipotalamus untuk merangsang hipofisis mengeluarkan FSH 2) LH – RH (Luteizing hormone releasing hormone) merangsang hipofisis mengeluarkan LH 3) PIH (prolactin inhibiting hormone) yang menghambat hipofisis untuk mengeluarkan prolaktin 4) TRH (tiroid releasing hormone) merangsang pengeluaran TSH (tiroid stimulating hormone) 5) ACTH (adenocorticotrophic hormone) (Winkjosastro, 1999).
20
b. Hormon yang dihasilkan oleh ovarium 1) Estrogen Hormon estrogen alami yang terpenting adalah estradiol (E2 ), estron (E1 ), dan estriol (E3 ). Secara biologis hormon estradiol adalah yang paling aktif dari ketiga jenis hormon estrogen tersebut. Estradiol mempunyai banyak fungsi yang sangat penting, antara lain sebagai berikut : (Winkjosastro, 1999) a) Pemicu proliferasi lapisan endometrium uteri memperkuat kontraksi lapisan miometrium uteri. Produksi estradiol yang meningkat pada fase follikuler siklus haid akan meningkatkan pengeluaran getah serviks uteri dan mengubah konsentrasi getah serviks uteri tersebut pada saat terjadinya ovulasi di ovarium
menjadi
lebih
encer
dan
bening
sehingga
meningkatkan kelangsungan hidup sel sperma. b) Ovarium sebagai pemicu sintesis hormon-hormon seks pada reseptor, disamping reseptor penghasil hormon FSH dan pemicu sintesis hormon LH pada reseptor. c) Pengatur kecepatan pengeluaran ovum (sel telur) 2) Progesteron Hormon progesteron merupakan hormon seks steroid yang dibentuk terutama di dalam folikel ovarium dan plasenta. Fungsi hormon progesteron adalah sebagai berikut : (Winkjosastro, 1999) a) Pendukung utama terjadinya konsepsi dan implantasi b) Penyebab perubahan sekretorik (proses pengeluaran getah) pada lapisan endometrium uteri. Peningkatan pengaruh hormon progesteron yang lebih lama akan menyebabkan penyusutan dari lapisan endometrium uteri sehingga tidak memungkinkan terjadinya proses implantasi dari hasil konsepsi. c) Menurunkan tonus lapisan mioetrium uteri sehingga akan memperlambat aktivitas kontraksi dari uterusnya.
21
d) Menurunkan getah serviks uteri pada fase luteal dan membentuk jala-jala tebal diuterus sehingga menghambat jalan masuknya sperma ke dalam uterus (Hendrik, 2006).
3.
Siklus Menstruasi a. Siklus Menstruasi Endometrium Siklus menstruasi merupakan rangkaian peristiwa yang sangat kompleks saling mempengaruhi dan terjadi secara simultan di endometrium, kelenjar hipotalamus, dan hipofisis, serta ovarium. Siklus menstruasi mempersiapkan uterus untuk kehamilan. Menstruasi akan terjadi bila tidak ada kehamilan. Usia wanita, status fisik dan emosi wanita, serta lingkungan mempengaruhi pengaturan siklus menstruasi (Bobak , 2004). Menurut Hendrik (2006) mekanisme terjadinya menstruasi secara singkat melalui proses-proses yang terjadi dalam satu siklus haid yang terdiri dari empat fase : 1) Fase Proliferasi Fase ini disebut juga fase follikuler, yaitu fase yang menunjukkan waktu ketika oarium beraktivitas membentuk dan mematangkan
folikel-folikelnya
serta
uterus
beraktivitas
menumbuhkan lapisan endometriumnya yang mulai pulih dan dibentuk pada fase regenerasi atau pascahaid (Hendrik, 2006). Merupakan periode pertumbuhan cepat yang berlangsung sejak sekitar hari kelima hingga ovulasi, misalnya, hari ke-14 siklus 28 hari. Permukaan endometrium secara lengkap kembali normal dalam sekitar empat hari atau menjelang perdarahan berhenti. Terjadi penebalan 8 sampai 10 kali lipat, yang berakhir saat ovulasi. Fase proliferasi tergantung dari stimulasi estrogen yang berasal dari follikel ovarium (Bobak, 2004).
22
2) Fase Sekresi (luteal) Fase ini disebut fase prahaid, yaitu suatu fase yang menunjukkan waktu ketika ovarium beraktivitas membentuk korpus luteum dari sisa-sisa folikel matangnya (follicle de graaf) yang sudah mengeluarkan sel ovumnya pada saat terjadinya ovulasi dan menghasilkan hormon progesteron yang akan digunakan
sebagai
penunjang
lapisan
endometrium
untuk
menerima hasil konsepsi (jika terjadi kehamilan) atau proses deskuamasi atau penghambatan masuknya sel sperma (jika tidak terjadi kehamilan) (Hendrik, 2006). Fase sekresi berlangsung sejak hari ovulasi sampai sekitar tiga hari sebelum periode menstruasi berikutnya. Fase pasca ovulasi pada siklus ovarium ini biasanya berlangsung selama 14 hari (rentang 13 sampai 15 hari). Korpus luteum mencapai puncak aktivitas fungsional 8 hari setelah ovulasi, menyekresi baik hormon estrogen steroid maupun progesteron steroid. Bersamaan dengan waktu fungsi luteal puncak ini, telur yang dibuahi bernidasi di endometrium. Apabila tidak terjadi implantasi, korpus luteum berkurang dan kadar steroid menurun. Dua minggu setelah ovulasi, jika tidak terjadi fertilisasi dan implantasi, lapisan fungsional endometrium uterus tanggal selama menstruasi (Bobak, 2004). 3) Fase Menstruasi Fase ini dinamakan juga fase deskuamasi atau fase haid, yaitu suatu fase yang menunjukkan waktu terjadinya proses deskuamasi pada lapisan endometrium uteri disertai pengeluaran darah dari dalam uterus dan dikeluarkan melalui vagina. (Hendrik, 2006). Selama menstruasi, lapisan superfisial dan media endometrium dilepaskan.
Pengelupasan
ini
terjadi
secara
tidak
teratur,
serampangan. Endometrium yang lepas, bersama dengan cairan jaringan dan darah, membentuk koagulum di dalam rongga uterus. Koagulum ini segera dicairkan oleh fibrolisin dan cairan, yang
23
tidak berkoagulasi, ini dikeluarkan melalui serviks dengan kontraksi uterus (Llewellyn, Derek & Jones, 2001). Menurut Octaviany (2010) memaparkan beberapa hal yang wajib dilakukan wanita pada saat siklus menstruasi: a) Pada saat menstruasi, dinding rahim mudah sekali terkena infeksi.
Oleh
karenanya,
wanita
harus mempraktikkan
kebersihan sesuai standar kesehatan karena bakteri mudah masuk ke Miss V dan dapat menyebabkan penyakit yang merusak seluruh sistem reproduksi. b) Pada saat menstruasi, beberapa wanita merasakan sakit di sekitar pinggang dan pinggul. Hal ini terjadi karena tertariknya otot rahim. c) Untuk melaksanakan kebersihan sesuai standar kesehatan, ketika menggunakan pembalut selama menstruasi, wanita harus menggantinya sebanyak 2-3 kali per hari, dan setelah mandi dan buang air kecil bisa setiap 3-4 jam. Hal ini untuk menghindari iritasi. Patut diketahui bahwa darah merupakan media yang baik bagi pertumbuhan kuman, jadi sebaiknya penggantian pembalut diperhatikan. d) Ketika menggunakan pembalut dan menggantinya, cucilah dengan bersih, kemudian dibungkus dengan kertas, dan membuangnya di tempat sampah. Pembalut kain, lebih bagus direndam di air yang hangat dengan deterjen di ember tertutup sebelum mencucinya. 4) Fase Regenerasi Fase regenerasi dinamakan juga fase pasca haid, yaitu suatu fase yang menunjukkan waktu terjadinya proses awal pemulihan dan pembentukan kembali lapisan endometrium uteri setelah mengalami proses deskuamasi sebelumnya. Lapisan endometrium uteri juga melepaskan hormon prostaglandin yang mengakibatkan berkontraksinya lapisan miometrium uteri sehingga banyak
24
pembuluh
darah
yang
terkandung
didalamnya
mengalami
vasokonstriksi, akhirnya akan membatasi terjadinya proses perdarahan haid yang sedang berlangsung (Hendrik, 2006). b. Siklus Hipotalamus-Hipofisis Menjelang akhir siklus menstruasi yang normal, kadar estrogen dan progesteron darah menurun. Kadar hormon ovarium yang rendah dalam darah ini menstimulasi hipotalamus untuk mensekresi gonadotropin releasing hormone (Gn-RH). Hormon Gn-RH ini menstimulasi sekresi hipofisis anterior FSH (follikel stimulating hormone). Hormon FSH menstimulasi perkembangan follikel de graaf ovarium dan produksi estrogennya. Kadar estrogen mulai menurun dan Gn-RH hipotalamus memicu hipofisis anterior mengeluarkan Luteizing Hormone (LH). Lonjakan LH yang menyolok dan kadar estrogen yang berada dibawah puncak ini (hari ke-12) mengawali ekspulsi ovum dari follikel de graaf dalam 24 sampai 36 jam. LH mencapai puncak pada sekitar hari ke-13 atau ke-14 pada siklus 28 hari. Apabila tidak terjadi fertilisasi dan implantasi ovum pada waktu ini, korpus luteum menyusut. Kadar estrogen dan progesteron juga menurun, terjadi menstruasi, dan hipotalamus sekali lagi di stimulasi untuk mensekresi Gn-RH. Proses ini disebut siklus hipotalamus hipofisis (Bobak, 2004). c. Siklus Ovarium Follikel primer primitif berisi oosit yang tidak matur (ovum primordial). Satu sampai 30 folikel mulai matur didalam ovarium di bawah pengaruh FSH dan estrogen sebelum ovulasi. Lonjakan LH sebelum terjadi ovulasi mempengaruhi folikel yang terpilih. Oosit matur dari folikel yang terpilih, terjadi ovulasi, dan folikel yang kosong memulai tranformasinya menjadi korpus luteum. Lama fase folikular (fase preovulasi) pada siklus menstruasi ovarium ini bervariasi pada setiap wanita (Bobak, 2004).
25
4.
Perineal hygiene Perineal hygiene merupakan perawatan daerah kewanitaan. Menurut Utamadi (2001) menyatakan bahwa ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk merawat daerah kewanitaan antara lain sebagai berikut: a. Membersihkan daerah kewanitaan 1) Membasuh daerah kewanitaan dengan air air bersih 2) Membasuh dari arah depan ke belakang setelah buang air kecil/besar untuk mencegah vagina tercemar mikroorganisme yang berasal dari anus 3) Jangan terlalu sering menggunakan produk pembersih vagina 4) Hindari terlalu sering menggunakan tissue toilet (khususnya yang wangi) setiap buang air kecil/buang air besar. Tissue toilet dapat diganti dengan menggunakan handuk kecil yang bersih. 5) Hindari pemakaian tissue/pembalut yang dapat menyababkan alergi b. Menjaga kebersihan pada masa menstruasi 1) Memakai pembalut untuk penampung darah menstruasi 2) Pembalut
diganti
sekitar
4-5x
sehari
untuk
menghindari
pertumbuhan bakteri. 3) Membersihkan daerah kewanitaan setiap kali ganti peembalut c. Memilih pakaian dalam 1) Menggunakan bahan yang terbuat dari katun sehingga dapat menyerap keringat 2) Hindari penggunaan pakaian dalam yang terlalu ketat yang dapat menyebabkan peredaran darah tidak lancer 3) Mengganti pakaian dalam minimal 2x sehari setelah mandi terutama bagi wanita aktif dan mudah berkeringat 4) Dapat pula menggunakan panty liner/pembalut tipis sekali pakai untuk melapisi pakaian dalam.
26
5.
Alat Penyerap Darah Haid Pada hari pertama haid harus lebih rajin mengganti pembalut. Bagaimanapun darah haid merupakan media subur untuk hinggap dan sarangnya bibit penyakit. Membiarkan pembalut berlama-lama terendam darah haid, tidaklah menyehatkan. Paling ditakuti bila sampai terjadi kasus toxic shocksyndrome. Gejala dan tandanya muncul sebagai demam dadakan, kemerahan kulit, tekanan darah menurun, muntah-muntah, mencret, nyeri otot, dan terancam syok. Penyebabnya
racun
kuman
sthaphylococcus
aureus.
Kebiasaan
mengenakan pakaian dalam berbahan carboxymethylcellulose, dan pemakaian tampon penyerap (gulungan bahan penyerap darah khusus yang disusupkan ke vagina). Maka upaya menjaga kebersihan organ kemaluan selama hari-hari haid diharapkan dapat mencegah terjadinya penyakit di sekitar sana. Termasuk
kemungkinan
radang
saluran
kemih
bagian
bawah
(uretheritis), keputihan (leucorrhoea) jika air cebok pembersihnya tidak steril (Nadesul, 2008). Kebanyakan perempuan pada awal menstruasi merasa lebih nyaman menggunakan pembalut wanita dibandingkan tampon. Pembalut wanita pas dengan bentuk celana dalam dan dapat menyerap darah yang keluar dari tubuh. Kebanyakan pembalut punya perekat di bagian belakangnya. Bagian berperekat ini ditekan ke celana dalam agar pembalut tetap di tempatnya. Mungkin diperlukan sedikit latihan agar bisa merekatkannya dengan tepat setiap saat. Beberapa pembalut memiliki sisi samping juga, dikenal dengan wing (sayap). Sayap pembalut dilipat dan direkatkan di bagian bawah celana dalam, agar pembalut lebih merekat dan lebih banyak menyerap darah. Pembalut memiliki ukuran yang berbeda dan ketebalan yang bervariasi. Darah biasanya mengalir lebih banyak pada awal menstruasi.
27
Wanita akan cepat menyadari kapan saatnya pembalut perlu diganti. Di siang hari, harus mengganti pembalut setiap beberapa jam. Bukan hanya karena takut bocor, tapi untuk menghentikan bakteri bekembang biak didalamnya. Darah menstruasi sangat bersih, tapi ketika sudah keluar dari tubuh darah bertemu dengan bakteri di udara dan ini bisa menyebabkab bau, bahkan infeksi. Tidak boleh membuang pembalut ke dalam toilet karena bisa menyumbat pipa. Bahkan akhirnya menyebabkan polusi pantai atau suangai. Bungkus pembalut dan membuangnya ketempat sampah. Cara menggunakan pembalut tradisional (duk) dan pembalut, yaitu: a. Duk Lipatlah duk yang ukurannya sekitar 20 x 20cm menjadi tiga bagian. Bias juga menggunakan handuk kecil yang besarnya 2 kali duk dan lipat 6. Letakkan didasar celana dalam. Jepit duk dengan peniti agar tidak bergeser atau lepas. Setelah digunakan, cuci bersih duk dan celana dalam, keringkan, kemudian disetrika. b. Pembalut Lepaskan kertas perekat dibagian bawah pembalut. Rekatkan dasar celana dalam. Setelah digunakan, cuci bersih pembalut dan celana dalam. Pembalut yang sudah bersih dari noda darah, dibungkus rapi dengan kertas atau pembungkus lain dan buanglah ketempat sampah. Celana yang sudah dicuci bersih keringkan, kemudian disetrika (Depkes, 2001 dalam Aryani 2009).
28
D. Kerangka teori Faktor pendukung 1. Pengetahuan 2. sikap 3. tingkat pendidikan 4. tingkat sosial ekonomi. Faktor pemungkin 1. lingkungan fisik : air bersih, tempat pembuangan sampah, toilet, ketersediaan makanan bergizi 2. fasilitas pelayanan kesehatan: puskesmas, rumah sakit
Perilaku kebersihan vulva saat menstruasi pada anak jalanan usia 11-18 tahun
Faktor penguat 1. Perilaku petugas kesehatan dan tokoh masyarakat 2. Keluarga 3. kelompok
Gambar 2.1 Kerangka Teori Sumber: Lawrence Green, dalam Notoatmodjo. 2003