BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Film 2.1.1 Definisi Film Film adalah gambar hidup atau gambar bergerak. Film secara kolektif sering disebut sebagai sinema. Sinema itu sendiri bersumber dari kata kinematik atau gerak. Film juga sebenarnya merupakan lapisan lapisan cairan selulosa, biasa dikenal di dunia para sineas sebagai seluloid. Definisi secara harfiah film (sinema) adalah cinemathographie yang berasal dari cinema / tho phytos (cahaya) / graphie – graph (tulisan-gambar=citra), jadi pengertiannya adalah melukis gerak dengan cahaya. Agar dapat melukis dengan cahaya, harus menggunakan alat khusus, yang biasa kita sebut kamera. Pengertian film berkembang seiring dengan kemajuan teknologi, film yang dulu awalnya bisu atau film tak bersuara, namun akhirnya berkat perkembangan teknologi, film bersuara muncul tahun 1927. Dan hingga kini film terus mengalami perkembangannya. Setelah berkembang pesat, pengertian film juga meluas. Undang-undang Perfilman Indonesia No. 6 Tahun 1992, Bab I, Pasal 1, menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam bentuk, jenis, ukuran, melalui kimiawi,
13
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
proses elektronik atau proses lainnya atau tanpa suara yang dapat dipertunjukkan dan atau ditayangkan dengan sistem produksi mekanik, elektronik atau yang lainnya.21 Kalau kita menggunakan kriteria film dari undang-undang itu, asosiasi kita tidak sekedar film cerita untuk konsumsi TV (Sinetron) dan video, bahkan hasil temuan lain di masa depan yang menggunakan asas sinematografi termasuk sebagai kategori keluarga besar citra bergerak. Film sendiri merupakan media untuk berkomunikasi. Sedangkan semua bentuk komunikasi memiliki bahasanya sendiri-sendiri. Apapun bahasa yang digunakan pastilah terdiri dari codes (sandi/lambang) dan conventions (aturan/kaidah). Codes merupakan cara-cara khusus untuk mengkomunikasikan arti/pesan atau symbol yang digunakan. Conventions merupakan kaidah/aturan-aturan bagaimana cara-cara khusus tersebut digunakan. Lantas bagaimana dengan film, film memiliki bahasanya sendiri. Bahasa film digunakan untuk menyampaikan cerita. Bentuknya film ditentukan oleh caracara dimana cerita itu disampaikan oleh film dan merupakan kombinasi antara gaya (gaya bahasa) dan isi. Isi tersusun dari ceritanya dan gaya bahasa dibentuk oleh teknik-teknik film yang diterapkan. Film merupakan salah satu media komunikasi massa yang merupakan kekuatan yang dapat mempengaruhi pengetahuan, sikap tingkah laku. Komunikasi
21
Novrieza, Rachmi (2015) Undang – Undang Perfilman Indonesia, diakses 7 Mei 2017 dari
www.hukumonline.com
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
massa adalah komunikasi yang disalurkan dengan pemancar atau penayangan gambar bergerak yang bersifat audio visual dalam bentuk film.22 Secara umum film dipandang sebagai media tersendiri, film merupakan sarana pengungkapan daya cipta dari berbagai cabang seni sekaligus, dan produk bisa diterima dan diminati layaknya karya seni. Sedangkan dalam definisi sempit adalah penyajian gambar lewat layar lebar dalam pengertian luasnya juga bisa termasuk yang disiarkan di televisi.23 2.1.2 Karakteristik Film Faktor – faktor yang dapat menunjukkan karakteristik film adalah layar lebar, pengambilan gambar, konsentrasi penuh dan identifikasi psikologis. 1. Layar yang luas / lebar Film dan televisi sama – sama menggunakan layar, namun kelebihan media fim adalah layarnya yang berukuran luas. Saat ini telah ada layar televisi yang berukuran jumbo, yang biasa digunakan pada saat – saat khusus dan biasanya dipakai di ruang terbuka, seperti dalam pertunjukkan music dan sebagainya. Dengan adanya kemajuan teknologi, layar film bioskop pada umumnya sudah tiga dimensi sehingga penonton seolah – olah melihat kejadian nyata dan tidak berjarak.
22
R.M . Soenarto. Program Televisi. Dari Penyusunan Sampai Pengaruh Siaran, FFTV-IKJ. Jakarta. 2007, Hal 65 23 Cangara, Hafied. Pengantar Ilmu Komunikasi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.1998, Hal:138.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
2. Pengambilan gambar Sebagai konsekuensi layar lebar, maka pengambilan gambar atau shot dalam film bioskop memungkinkan dari jarak jauh atau extreme long shot atau panoramatik shot, yakni penghambilan gambar pemandangan menyeluruh. Shot tersebut dipakai untuk memberikan kesan artistik dan suasana yang sesungguhnya, sehingga film menjadi lebih menarik. Disamping itu melalui panoramatik shot, kita sebagai penonton dapat memperoleh sedikit gambaran, bahkan mungkin gambaran yang cukup untuk daerah tertentu yang dijadikan lokasi film sekalipun kita belum pernah berkunjung ke tempat tersebut. 3. Konsentrasi Penuh Semua mata hanya tertuju pada layar, sementara pikiran dan perasaan kita tertuju pada alur cerita. Dalam keadaan demikian emosi kita dapat terbawa suasana, kita akan tertawa apabila adegan film tersebut lucu, atau sedikit senyum di saat adegan menggelitik. Namun dapat pula kita menjerit ketakutan bila adegam menyeramkan, atau bahkan menangis ketika ada adegan menyedihkan. Bandingkan ketika kita menonton televisi di rumah, selain lampu yang tidak dimatikan orang – orang disekitar kita berkomentar atau hilir mudik mengambil minuman atau makanan, atau terdengar suara bunyi telepon, bel rumah berbunyi ketika ada tamu atau ditambah dengan adanya selingan iklan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
4. Identifikasi Psikologis Kita semua dapat merasakan suasana di gedung bioskop telah membuat pikiran dan perasaan kita larut dalam cerita yang disajikan, karena penghayatan kita amat mendalam, sering kali secara tidak sadar kita menyamakan ( mengidentifikasikan ) pribadi kita degan salah seorang pemeran dalam film itu, sehingga seolah – olah kitalah yang sedang berperan. Gejala ini menurut ilmu jiwa sosial disebut sebagai identifikasi psikologis. 2.1.3 Fungsi Film Film adalah media komunikasi yang ampuh, bukan saja untuk hiburan, tetapi juga untuk penerangan dan pendidikan. Dalam banyak forum diskusi atau pendidikan, kini banyak menggunakan film sebagai alat bantu penyampaian informasi atau memberikan penjelasan. Bahkan film juga digunakan sebagai mediapendidikan secara penuh, artinya bukan hanya sebagai alat peraga dan juga tidak pelu dibantu dengan penjelasan melainkan sebagai media penerangan dan pendidikan yang lengkap. Film lebih dianggap lebih sebagai media hiburan ketimbang media pembujuk. Namun, film sebenarnya memiliki kekuatan persuasive atau membujuk yang kuat. Keberadaan film menunjukkan pengaruh yang cukup signifikan terhadap sosial masyarakat ketika pemerintah mendirikan lembaga khusus untuk melakukan sensor terhadap konten film itu sendiri.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
Fungsi film sebagai salah satu nilai yang dapat memuaskan kebutuhan kita sebagai manusia. Khususnya pemenuhan kebutuhan psikologi dan spiritual dalam kehidupannya. Kumpulan gambar yang artistic dan bercerita sering menghibur melalui pesan – pesan yang disampaikan . Adapun Film memiliki tiga fungsi, yaitu : 1. Sebagai sarana penyampai informasi, dalam film segala informasi yang disampaikan baik secara audio maupun visual memberikan pesan sehingga dapat dengan mudah dimengerti dan menjadi semacam alat untuk menginformasikan suatu hal yang masih belum jelas. 2. Sebagai sarana edukasi, film dapat memberikan contoh atau peragaan yang bersifat mendidik serta teladan dalam masyarakat serta film mampu memberikan tontonan perbuatan yang baik. Sebagai sarana hiburan, film juga bisa memberikan hiburan yang bisa mensejahterakan rohani dan psikologis manusia. Karena ketika menonton film, maka pada saat itulah terdapat kepuasan batin untuk melihat secara visual dengan didukung oleh audio. 2.1.4 Jenis – Jenis Film Dalam perkembangannya, baik karena kemajuan teknik – teknik yang semakin canggih maupun tuntutan massa penonton, pembuat film semakin bervariasi. Untuk sekedar memperlihatkan variasi film yang diproduksi, maka jenis – jenis film dapat digolongkan sebagai berikut :
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
1. Teatrical Film ( Film teaterikal ) Film teaterikal atau disebut juga film cerita merupakan ungkapan cerita yang dimainkan oleh manusia dengan unsur dramatis dan memiliki unsur yang kuat terhadap emosi penonton. Pada dasarnya film dengan unsur dramatis bertolak dari eksplorasi konflik dalam suatu kisah. Misalnya konflik manusia dengan dirinya sendiri, manusia dengan manusia yang lain, manusia dengan lingkungan sosialnya, yng intinya menunjukkan pertentangan, lewat plot kejadian – kejadian yang disampaikan secara visual. Cerita dengan unsur dramatis ini dijabarkan dengan berbagai tema. Lewat tema inilah film teaterikal digolongkan beberapa jenis yakni : a. Film Aksi ( Action Film ) Film ini dicirikan penonjolan filmnya dalam masalah fisik dalam konflik. Dapat dilihat dlam film yang mengeksploitasi peperangan atau pertarungan fisik, semacam film perang, silat, koboi, kepolisian, gangster dan semacamnya. b. Film Psikodrama Film ini didasarkan pada ketegangan yang dibangun antara konflik – konflik kejiwaan, yang mengeksploitasi karakter manusia, antara lain dpat dilihat dari film – film drama yang mengeksploitasi penyimpangan mental maupun dunia tahayul, semacam film horor.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
c. Film Komedi Film yang mengeksploitasi situasi yang dapat menimbulkan kelucuan pada penonton. Situasi lucu ini ada yang ditimbulkan oleh peristiwa fisik sehingga menjadi komedi. Selain itu, adapula kelucuan yang timbul harus diinterpretasikan dengan referensi intelektual. d. Film Musik Jenis film ini tumbuh bersamaan dengan dikenalnya teknik suara dalam film, dengan sendirinya jenis film ini mengeksploitasi musik. Tetapi harus dibedakan antara film – film yang didalamnya terkandung musik dan nyanyian. Tidak setiap film dengan musik dapat digolongkan sebagai film musik. Yang dimaksud disini adalah film yang bersifat musikal, yang dicirikan oleh musik yang menjadi bagian internal cerita, bukan sekedar selingan 2. Film Non – teaterikal ( Non – teaterical film ) Secara sederhana, film jenis ini merupakan merupakan film yang diproduksi dengan memanfaatkan situasi asli, dan tidak bersifat fiktif. Selain itu juga tidak dimaksudkan sebagai alat hiburan. Film – film jenis ini lebih cenderung untuk menjadi alat komunikasi untuk menyampaikan informasi (penerangan) maupun pendidikan. Film non – teaterikal dibagi dalam :
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
a. Film Dokumenter Dokumenter adalah istilah yang dipakai secara luas untuk memberi nama film yang sifatnya non – teaterikal. Bila dilihat dari subjek materinya film dokumenter berkaitan dengan aspek faktual dari kehidupan manusia, hewan dan makhluk hidup lainnya yang tidak dicampuri oleh unsur fiksi. Dalam konsepnya, film ini adalah drama ide yang dianggap dapat menimbulkan perubahan sosial. Karena bukan kesenangan estetis, hiburan atau pendidikan. Tujuannya adalah untuk menyadarkan penonton akan berbagai aspek kenyatan hidup. Dengan kata lain, membangkitkan perasaan masyarakat atas suatu masalah, untuk memberikan ilham dalam bertindak atau membina standart perilaku yang berbudaya. Dalam temanya berkaitan dengan apa yang terjadi atas diri manusia, berupa pernyataan yang membangkitkan keharuan dan kenyataan dalam kerangka kehidupan manusia b. Film Pendidikan Film pendidikan diproduksi bukan untuk massa tetapi hanya untuk sekelompok penonton yang dapat diidentifikasikan secara fisik. Film ini adalah untuk para pelajar yang sudah tentu bahan pelajaran yang akan diikutinya. Sehingga film pendidikan menjadi pelajaran ataupun instruksi belajar yang direkam dalam wujud visual.
Isi
yang
disampaikan
sesuai
http://digilib.mercubuana.ac.id/
dengan
kelompok
22
penontonnya, dan dipertunjukkan di depan kelas. Setiap film ini tetap memerlukan adanya guru atau instruktur yang membimbing. c. Film Animasi Film
Animasi
adalah
animasi
kartun
dibuat
dengan
menggambarkan setiap frame satu persatu kemudian dipotret. Setiap gambar frame merupakan gambar dengan posisi yang berbeda yang kalau diserikan akanmenghasilkan gerak . Pioner dalam bidang ini adalah Emile Cohl, yang semula memfilmkan boneka kemudian membuat gambar kartun di Prancis. Sedangkan di Amerika Serikat Winsor McCay mempelopori film animasi. Walt Disney menyempurnakan teknik dengan memproduksi seni animasi tikus – tikus dan kemudian membuat cerita yang panjang seperti “Snow White and Seven Dwarfs” (1937) Dengan menggunakan gambar, pembuat film dapat menciptakan gerak dan bentuk – bentuk yng tak terdapat dalam realitas. Apa saja yang dapat dipikirkan, dapat difilmkan melalui gambar. Dengan potensinya, film animasi tidak hanya digunakan untuk hiburan, tetapi juga untuk ilustrasi dalam film pendidikan. Misalnya dengan gambar grafis yang bersifat dinamis ataupun kerja mesin ataupun skema yang hidup. 2.1.5 Unsur – Unsur Film a. Sutradara Sutradara memiliki tanggung jawab meliputi aspek – aspek kreatif dan teknis dari sebuah produksi film. Sutradara juga harus mampu
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
membuat film dengan wawasan serta keartistikan untuk mengontrol film dari awal produksi hingga tahap penyelesaian.
b. Penulis Skenario Skenario seperti kerangka tubuh manusia. Skenario film harus disampaikan dalam deskripsi visual dan harus mengandung ritme adegan beserta dialog yang sesuai dengan tuntutan sebuah film. c. Penata Fotografi Penata Forografi atau juru kamera bekerja sama dengan sutradara untuk menentukan shot, jenis lensa, dan membuat komposisi gambar. Juga bertanggung jawab memeriksa hasil syuting agar hasil akhir maksimal. d. Penyuntingan Penyunting gambar atau editor bertugas menyusun hasil gambar hingga membuat cerita yang sempurna sesuai scenario. e. Penata Artistik Tata artistic adalah segala sesuatu yang melatarbelakangi cerita film atau yang disebut dengansetting. Setting adalah suatu tempat dan waktu berlangsungnya cerita film. Penata artistic disertai oleh tim kerja yang terdiri dari penata kostum, bagian make-up, dan jika diperlukan tenaga pembuat efek khusus.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
f. Penata Suara Penata suara dalam media audio visual khususnya film akan membuat film menjadi lebih hidup. g. Penata Musik Fungsi dari musik adalah membuat kerangka adegan, menunjukkan suasana batin tokoh, mengiringi addegan dengan ritme yang tepat dan menegaskan karakter lewat musik. Musik dianggappenting mendampingi film, karena musik memiliki fungsi sebagai berikut : -
Merangkai adegan
-
Menutupi kelemahan film
-
Menunjukkan suasana batin tokoh – tokoh utama dalam film
-
Menunjukkan suasana waktu dan tempat
-
Mengiringi kemunculan susunan kerabat kerja atau nama – nama pendukung produksi
-
Mengiringi adegan dengan ritme cepat
-
Mengantisipasi adegan mendatang dan membentuk ketegangan dramatik
-
Menegaskan karakter lewat music
h. Pemeran ( Cast ) Akting film diartikan sebagai kemampuan berlaku sebagai orang lain. Seorang pemain harus memiliki kecerdasan untuk menguasai diri dan melakukan pengamatan serta latihan sebelum pelaksanaan syuting.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
Delapan syarat kita dapat menikmati acting dalam film : -
Pemilihan pemeran yang tepat dalam setiap produksi film
-
Riasan wajah ( make up ) yang memuaskan
-
Pemahaman yang cerdas dari pemeran tentang peran yang dibawakan
-
Kecakapan pemeran dalam menampilkan emosi tertentu
-
Kewajaran dalam akting
-
Kecakapan menggunakan dialog
-
Memiliki kemampuan untuk melakukan timing, yaitu tampil dengan tepat, bergerak dengan waktu yang cepat.
2.1.6 Bahasa Film “Bahasa” dalam pengertiannya, yakni sistem, lambang, tanda – tanda (signs) sebagai alat untuk berkomunikasi. Secara fisik dari bahasa adalah media gambar (visual) dan media suara (audio). Kemampuan masing – masing unsur media visual dan media audio berfungsi sebagai alat komunikasi dan alat untuk menciptakan dramatik243 Media gambar
atau
media visual
adalah
segala sesuatu
yang
diinformasikan bagi mata. Unsur – unsur media visual, dalam rangka penyajian cerita adalah pelaku (aktor), set (tempat kejadian), property dan cahaya. Artinya informasi cerita yang akan disampaikan kepada mata penonton adalah dengan penampilan akting pelaku (mimic dan gesture), dengan penampilan set (pakaian), dengan pengkaitan property dengan set atau pelaku dengan cahaya menurut
24
Askurifai Baksin, Membuat Film Indie Itu Gampang, Bandung, 2003, Hal:45
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
penataan tertentu. Media visual pada pertunjukkan film menjadi andalan utama dalam menyampaikan informasi kepada penonton. Sedangkan media audio berfungsi sebagai pelindung visual atau gambar. Media audio adalah media informasi yang berbentuk suara, yang diterima oleh penonton dengan indera pendengarannya yaitu telinga. Unsur – unsur media audio terdiri dari dialog, sound effect dan ilustrasi musik. 1. Dialog Dialog adalah suara yang dibentuk oleh ucapan kata – kata yang dilakukan pelaku. Ini lazim digunakan dalam film non cerita. Sebetulnya arti kata dialog itu adalah percakapan, paling tidak antara dua orang. Dialog adalah unsur yang paling efektif dalam menyampaikan informasi dibandingkan semua unsur suara lainnya. Disamping itu, dialog bisa menyampaikan informasi ayng dimaksud oleh si pelaku, juga mampu menjelaskan karakteristik pelaku. Yakni karakteristik sosisal budayanya, karakteristik intelektual dan karakteristik psikisnya. -
Sebagai Informasi Informasi dari ucapan pelaku paling efektif dari semua unsur informasi audio. Terutama dalam menjelaskan pikiran dan perasaan pelaku. Umpamanya untuk menjelaskan pendapat yang ada di kepalanya. Atau yang sederhana, untuk menjelaskan berapa besar keberanian itu, berapa hebat.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
-
Menjelaskan Karakteristik Umum Pelaku Dialog seseorang adalah refleksi berbagai pengalaman hidup orang tersebut. Pemilihan kata dan penyusunan kalimat orang yang berpendidikan rendah, akan berbeda dengan kata dan susunan kalimat orang yang berpendidikan tinggi walaupun maksudnya sama. Status profesi, status sosial, latar belakang budaya seseorang juga memberikan dampak pemilihan penyusunan kalimat.
-
Menjelaskan Karakteristik Psikis Pelaku Dialog yang diucapkan pelaku bisa juga memberikan penjelasan mengenai karakter psikis pelaku. Kita pisahkan – pisahkan dari karakter pelaku secara umum, karena karakteristik pelaku dalam segi ini sangat penting kedudukannya dalam cerita. Pelaku muncul dalam cerita adalah manusia yang lengkap dengan psikisnya. Tokoh yang akhlaknya baik dan penyabar akan tercermin dari kelembutan kata – kata yang dia utarakan ketika berhubungan dengan tetangga atau bawahannya. Kata – kata yang dipilih adalah yang tidak menyinggung perasaan, yang sopan, susunannya rapi. Seseorang yang pribadinya tidak mantap, dialognya bertele – tele karena dia merasa tidak mantap dengan dialog pendek yang dia ucapkan, bahkan dia merasa belum cukup menjelaskan, maka dialog tambah dan terus hingga merasa tidak safe.25 4
25
Misbach Yusa Biran. Teknik Menulis Skenario Film Cerita. Pustaka Jaya. Jakarta.2007,Hal:61.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
-
Efek Khusus Suara (Sound Effect) Yang dimaksudkan dengan sound effect agak sulit didefinisikan lazimnya uraiannya adalah : Bunyi yang ditimbulkan oleh benda karena adanya action. Seperti dering telepon, suara mesin mobil, peluit kereta, dan sebagainya tapi masuk dalam kelompok sound effect adalah juga suara anjing, kicauan burung dan sebagainya. Padahal hewan bukan benda. Bunyi radio dan televise juga masuk ke dalam sound effect.
-
Ilustrasi Musik Ilustrasi music kadang disebut dengan background music, latar musik, atau iringan music. Kata background atau iringan musik terkesan hanya sebagai tempelan, namun jika ada ilustrasi musik akan terkesan bahwa musik itu terjalin dalam cerita. Dan memang seharusnya ilustasi musik ini digunakan sebagai penuturan cerita. Informasi tentang ilustrasi musik hamper tidak pernah kita lihat dalam skenario di Indonesia, karena umumnya dipahami bahwa ilustrasi musik itu semata – mata urusan ilustrator musik. Tentang jenis musik yang digunakan adalah tanggung jawan ilustrator musik, juga dalam menentukantempat dimana saja musik akan masuk.
2. Gesture atau Bahasa Tubuh Gesture adalah bentuk perilaku non verbal dengan gerakan tangan, bahu dan jari – jari.Gesture juga merupakan kombinasi dari bentuk
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
tangan,orientasi dan gerakan tangan, lengan atau tubuh dan ekspresi wajah untuk menyampaikan pesan dari seseorang. Gesture menurut Adam Kendon adalah bentuk komunikasi non verbal dengan aksi tubuh yang terlihat mengkomunikasikan pesan pesan tertentu, baik sebagai pengganti wicara atau bersamaan dengan kata – kata. 3. Mimik ( Ekspresi Wajah ) Ekspresi wajah meliputi pengaruh raut wajah yang digunakan untuk berkomunikasi secara emosional atau bereaksi terhadap suatu pesan. Wajah setiap orang selalu menyatakan hati dan perasaannya. Wajah ibarat cermin dari pikiran dan perasaan. Melalui wajah orang juga bisa membaca makna suatu pesan. Ekspresi wajah juga dapat dilihat ketika memandang seseorang yang dianggap sebagai orang yang polos/lugu atau dianggap kejam/dingin. Hal ini didasari oleh ada sebuah ekspresi wajah yang nampak pada seseorang tidak menunjukkan sebuah perubahan seperti yang dilakukan oleh orang lain ketika mendengar
atau
mengetahui
suatu
peristiwa,
baik
kesedihan
maupun
kegembiraan, keanehan atau kelayakan, kabaikan atau keburukan, dan sebagainya 4. Pakaian Pakaian adalah bahan tekstil dan serat yang digunakan sebagai penutup tubuh. Pakaian adalah kebutuhan pokok manusia selain makanan dan tempat berteduh/tempat melindungi
tinggal dan
(rumah). Manusia membutuhkan
menutup
dirinya.
Namun
http://digilib.mercubuana.ac.id/
pakaian seiring
untuk dengan
30
perkembangan kehidupan manusia, pakaian juga digunakan sebagai simbol status, jabatan, ataupun kedudukan seseorang yang memakainya.
2.2
Perempuan
2.2.1 Definisi Perempuan Perempuan secara harfiah, kata yang mengacu pada perorangan yang memiliki seperangkat karakteristik biologis tertentu, yang mencakup kemampuan untuk melahirkan.255 Dalam konsep seks atau jenis kelamin mengacu kepada perbedaan biologis antara perempuan dan laki – laki. Sebagaimana dikemukakan Moore & Sinclair dalam buku pengantar sosiologi berpendapat “sex refers to biological differences between men and women, the result of diffefences in the chromosomes of the embryo” definisi konsep seks tersebut menekankan pada perbedaan yang disebabkan oleh perbedaan kromosom pada janin26 2.2.2 Karakteristik Perempuan Menurut Toril Moi dalam esainya, feminist female dan feminism, feminitas adalah salah satu karakteristik yang didefinisi secara kultural, feminism adalah posisi politis, sementara femaleness (yang paling tepat diterjemahkan sebagai “kebetinaan”) adalah hal biologis. Dengan demikian segala fakta biologis,
25
Sarah Gamble, Feminisme & Postfeminisme, Yogyakarta: Jalasutra, 2004, Hal 295 Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi (Edisi Revisi), Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004 Hal 110 26
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
mendapatkan menstruasi, kemampuan untuk melahirkan, dan menyusui, dapat dianggap sebagai “takdir” yang kurang lebih tidak dapat diubah27 Sebagaimana yang dikemukakan oleh Kerstan dalam buku Kamanto Sumarto, jenis kelamin bersifat biologis dan dibawa sejak lahir sehingga tak dapat diubah. Contoh yang diberikan, hanya perempuan yang dapat melahirkan, hanya laki – laki yang dapat menjadikan seorang perempuan hamil28 Sedangkan feminitas dan gender adalah konstruksi sosial budaya yang diatribusikan kepada perempuan.29 Perempuan dalam karakteristik ini dibedakan menjadi “feminitas”, yang menggambarkan suatu citra kewanitaan yang dikonstruksikan secara sosial.3010 Menurut beaviour menggemakannya dalam the second sex berpendapat bahwa :3111 Perempuan bukanlah realitas yang tetap, tettapi lebih merupakan yang menjadi, dan dengan demikian harus didefinisi, sebagaimana dipandang dalam perspektif yang merupakan perspektif heidgger, sastre, dan merlau-ponty, bahwa tubuh bukanlah suatu benda , tubuh adalah situasi, tubuh adalah cengkraman kita terhadap dunia dan sketsa dari proyek – proyek kita.
27
Aquarini Priyatna Prabasmoro, Kajian Budaya Feminis, Tubuh Sastra, Dan Budaya Pop, Yogyakarta : Jalasutra, 2006, Hal 22 28 Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi ( Edisi Revisi ), Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004, Hal 112 29 Aquarini Priyatna Prabasmoro, Kajian Budaya Feminis, Tubuh Sastra, Dan Budaya Pop, Yogyakarta : Jalasutra, 2006, Hal 22 30 Sarah Gamble, Feminisme & Postfeminisme, Yogyakarta : Jalasutra, 2004, Hal 295 31 Aquarini Priyatna Prabasmoro, Kajian Budaya Feminis, Tubuh Sastra, Dan Budaya Pop, Yogyakarta:Jalasutra, 2006 Hal 57
http://digilib.mercubuana.ac.id/
32
Pendekatan beaviour lebih dari sekedar istilah “perempuan” namun lebih mengacu kepada seseorang dengan tubuh perempuan saja, melainkan juga mengandung
makna
sebagaimana
seseorang
dengan
tubuh
perempuan
“menggunakan” memakai dan / atau melakukan sesuatu melalui/atas tubuhnya dan sebaliknya.3212 Jadi karakteristik perempuan bukan hanya tubuhnya secara biologis atau takdir-givenbody, menjadi perempuan.33 13 Melainkan merupakan suatu proyek yang berlangsung terus – menerus dalam membentuk perempuan menjadi subjek yang bebas. Dimana tubuhnya tidak seharusnya dipandang sebagai penjara dan keterbatasannya. Melainkan suatu “cengkraman” suatu sentuhan terhadap dunia Menurut Betty Friedan salah satu perempuan yang diklasifikasikan sebagai penganut feminis liberal ini tidak menyetujui bahwa satu tujuan yang paling utama dari pembebasan perempuan adalah kesetaraan seksual, atau sering disebut sebagai keadilan gender. Feminis liberal ini lebih berkeinginan untuk membebaskan perempuan dari perang gender yang opresif, yaitu peran – peran yang digunakan sebagai alas an atau pembenaran untuk memberikan tempat yang lebih rendah, atau tidak memberikan tempat yang sama sekali, bagi perempuan baik dari akademi, forum, maupun pasar.3414
32
Rosemarie Putnam Tong, Feminist Thought : A More Comprehensive Introduction, second edition,Yogyakarta: Jalasutra, 1998, Hal 46 33 Rosemarie Putnam Tong, Feminist Thought : A More Comprehensive Introduction, second edition,Yogyakarta: Jalasutra, 1998, Hal 47 34 Rosemarie Putnam Tong, Feminist Thought : A More Comprehensive Introduction, second edition,Yogyakarta: Jalasutra, 1998, Hal 48
http://digilib.mercubuana.ac.id/
33
Feminis liberal seperti Betty Friedan menawarkan pendekatan yang lain yang menggunakan ide androgini untuk melawan kecendrungan tradisional masyarakat untuk menghargai secara tinggi sifat maskulin, dan meremehkan sifat feminin. Jika masyarakat didorong untuk mengembangkan baik sifat positif maskulin dan feminine, maka orang tidak akan lagi mempunyai alas an untuk lebih merendahkan sisi feminine dirinya dari pada sisi maskulinnya. Diskriminasi berdasarkan gender dan jenis kelamin biologis akan berakhir, yang memfokuskan dorongan feminis liberal terhadap kebebasan kesetaraan, keadilan untuk semua. Jadi feminis liberal ini cenderung setuju bahwa jenis kelamin biologis dari seseorang tidak seharusnya menjadi alat untuk menentukan gender psikologis maupun sosialnya.3515 2.2.3 Perempuan Dalam Film Kajian tentang kehadiran dan peran perempuan dalam industry sinema menjadi kajian yang menarik untuk dicermati. Secara fisik, perempuan sudah hadir dan berperan dalam industry sinema dunia, setua usia perfilman itu sendiri. Secara kuantitas, jumlah perempuan yang terlihat di layar sinema juga tidak kalah dengan laki – laki tersebut. Sayangnya represntasi perempuan dalam industry perfilman, baik nasional maupun internasional , lebih sering mendapatkan steriotip yang negative. Perempuan dianggap hanya menjual kecantikan, keseksian dan tingkah laku yang diinginkan laki – laki saja tampil di layar lebar tersebut. Akibatnya perempuan sering kali tidak terlihat kemampuannya dalam 35
Sarah Gamble, Feminisme & Postfeminisme, Yogyakarta : Jalasutra, 2004, Hal 297
http://digilib.mercubuana.ac.id/
34
berakting saat hadir di dunia perfilman. Akan tetapi, justru faktor – faktor yang berkaitan dengan ukuran fisik atau hal yang selalu dikhayalkan laki – laki tentang perempuan tersebut. Kehadiran perempuan yang begitu lama dalam sejarah perfilman, ternyata belum mampu menghapus representasi perempuan dalam steriotip yang negatif dalam dunia perfilman. Menurut Laura Mulvey dalam bukunya Visual Pleasure and Narrative Cinema. Screen, 16 (3), 6-18 mengatakan bahwa : “ Keberadaan bioskop seolah – olah menjadi pembuktian bahwa perempuan adalah sekedar memenuhi naluri scopophilla, yang ada dalam diri penonton bioskop, terutama laki – laki. Artinya ketika mereka, atau laki – laki yang menonton film tersebut, tidak lain adalah pembuktian keinginan kaum laki – laki yang menghendaki sosok perempuan di dalam film adalah sekedar sosok atau orang lain yang dijadikan sebagai objek.” Kehadiran perempuan di dalam film, sering tidak mendapat apresiasi sebagai subjek, yang ikut menentukan kualitas film atau keberadaan film itu sendiri. Secara lebih tajam, Mulvey menyorot scopophilla, yang disebut sebagai bawaan dari sikap laki – laki sejak masa kanak – kanak, yang sering disebut sebagai voyeristik. Pada model voyeristik, anak laki –laki sejak kecil selalu ada keinginan untuk melihat atau memperlihatkan alat genital dari lawan jenis atau kepada lawan jenisnya. Kebiasaan yang setelah dewasa, akhirnya ditunjukkan dengan munculnya naluri scopophilla, yang terlihat saat memberikan streotip tentang keberadaan perempuan saat menonton film di bioskop. Naluri tersebut menurut Sigmeund Freud dikatakan sebagai naluri seksual, yang memang selalu ada dan tumbuh dalam diri manusia.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
35
Sayangnya, presentasi negatif tentang keberadaan perempuan dalam industri perfiman yang berdasarkan pendapat laki – laki juga sedikit banyak dibenarkan oleh kalangan perempuan sendiri. Bioskop sebagai tempat untuk menayangkan film, sudah dianggap sebagai upaya untuk mengembangkan sikap narsisme dalam diri manusia. Artinya, memang perempuan sendiri menganggap bahwa kehadiran mereka dalam industri perfilman adalah upaya menunjukkan eksistensi diri atau narsisme yang memang sudah ada dalam diri mereka. Aspek narsisme inilah yang menyebabkan perempuan sendiri menganggap dirinya hanya perlu modal fisik semata untuk hadir dalam perfilman dunia. Paduan antara sikap laki – laki yang menghendaki perempuan hanya sebatas pemanis atau sekedar diukur dari ukuran fisiknya semata jika hadir di sinema, serta keinginan perempuan untuk memperlihatkan lekuk tubuh di depan kamera , pada akhirnya memang menjadi representasi perempuan di industri perfilman dunia sebagai objek mayoritas konsumen bioskop. Meski sudah hadir dan berperan lama, perempuan lebih banyak diingat kehadirannya dan peran perannya dalam film, seperti tokoh Marlyin Monroe, Rachel Welch atau generasi yang jauh lebih muda lagi seperti Dakota Johnson. Sedangkan dalam perjalanan sejarah film nasional, ternyata yang dialami oleh perempuan yang terjun ke dunia perfiman juga tidak jauh berbeda. Sederet nama artis seperti Suzana, Eva Arnaz, Meriam Bellina, Nikita Mirzani dan Tamara Blezinsky cukup dikenal masyarakat. Namun jika ditanyakan kepada penonton artis – artis tersebut pernah berperan di film apa dan memerankan apa, tak banyak penonton yang bisa menjawab dengan tepat. Jika ditanyakan kembali, maka alasan mereka mengingat nama – nama
http://digilib.mercubuana.ac.id/
36
tersebut adalah karena mereka menampilkan sensualitas dan keseksian bentuk tubuh mereka dalam film – film yang mereka bintangi. Kondisi tidak jauh beda dengan yang terjadi di industry perfilman nasional. Representasi perempuan di layar bioskop Indonesia juga selalu hanya dipandang karena kecantikan dan keseksiannya saja. Bahkan streotip perempuan dibagi berdasarkan usia ternyata tidak mencerminkan kekuatan acting para perempuan
di
layar
lebar.
Sangat
disayangkan
mereka
lebih
sering
digambarkan3616sebagai artis yang sekedar numpang lewat atau sekedar mengejar popularitas dengan berani mengumbar bagian tubuh tertentu. 2.3
Sensualitas 2.3.1 Sensualitas Perempuan Kata sensualitas mengarah pada akar kata “sense” yang berarti indera.
Sensualitas merupakan tataran imajinasi seksual individu terhadap objek yang dilihatnya. Imajinasi tersebut merupakan pengalaman menyenangkan, yang terjadi melalui pengindraan seseorang terhadap bentuk tubuh orang lain. Jennifer L. Hillman dalam bukunya “Clinical Perspective On Elderly Sexuality”, menjelaskan pengalaman menyenangkan tersebut akan menhasilkan sebuah kesenangan dalam ( pleasure ) yang didapatkan melalui aktivitas seksual orang lain yang dirasakan melalui penginderaannya. Walaupun demikian, sensual tidak hanya didapatkan dengan mengikut sertakan orang lain sebagai objek, tetapi
36
Aquarini Priyatna Prabasmoro, Kajian Budaya Feminis, Tubuh Sastra, Dan Budaya Pop, Yogyakarta:Jalasutra, 2006 Hal 59
http://digilib.mercubuana.ac.id/
37
juga bisa didapatkan melalui benda, gambar, suara yang bersentuhan langsung dengan penginderaannya. Dewasa ini, perihal sensualitas seolah olah menjadi monopoli golongan tertentu, khususnya perempuan. Mungkin saja sebenarnya, para perempuan yang ingin atau bahkan selalu tampil sensual (seksi) berharap memperlihatkan sebuha citra positif perempuan sebagai daya tarik lawan jenis, yang tentunya menuntut penghormatan dan perlakuan selayaknya orang pribadi bermartabat.3717 Sayangnya, tidak jarang sebagian besar orang, khususnya kaum lelaki dengan penuh konsentrasi dan bola mata ayng terbuka lebar, bahkan seperti takut kehilangan momen berharga, menerjemahkan sensualitas perempuan sebagai sekedar objek atau daya tarik biologis untuk memuaskan atau melampiaskan hasrat seksualnya. Sehingga tidak jarang para perempuan ikut terjebak dalam pola piker negative laki – laki, tampil seronok dengan mempertontonkan bagian – bagian intim ( sensual ) tubuh, terutama berpakaian serba minim dan terbuka. Penampilan seperti ini bisa saja mempengaruhi (mereduksi) citra perempuan di mata publik.3818 Sensualitas sering dipersepsikan pada tubuh perempuan. Sensualitas merupakan tataran imajinasi seksual individu terhadap objek yang dilihatnya. Sensualitas tak lepas dari fashion, riasan wajah, serta tubuh itu sendiri. Perempuan sebagai bagian dari penampil di media massa, baik cetak maupun elektronik makin marak terjadi. Menggunakan perempuan sebagai komoditi dalam film bukanlah merupakan hal baru. Pengumbaran sensualitas perempuan untuk 37
38
http://scribd.com/doc/72474933/bedhaya-ketawang-ready-to-show diakses 13 Mei 2017 Ibid
http://digilib.mercubuana.ac.id/
38
menarik perhatian pria dianggap wajar . Sensualitas dan seksualitas perempuan dimasukkan ke dalam berbagai aspek masyarakat tak terkecuali ke dalam film. Film sebagai media komunikasi massa memiliki fungsi sarana hiburan. Oleh karena itu film dibuat sedemikian rupa, semenarik mungkin dan salah satu upaya menarik perhatian masyarakat adalah dengan menjadikan perempuan sebagai objek utamanya dengan bumbu sisi sensual dan seksualnya, sehingga kenyataan yang muncul adalah penggunaan sensualitas dan seksualitas perempuan tersebut mengabaikan sisi psikologis, sosiologis, ekologis, estetika dan keterkaitan dengan film itu sendiri.3919 Sebelum lebih jauh membahas hal ini lebih jauh, secara khusus dalam kaitannya dengan dunia perfilman, peneliti hendak memberikan gambaran sederhana perihal sensualitas, yang mungkin lebih banyak menyinggung dunia perempuan dibanding laki – laki, karena memang sepertinya tidak dapat dipungkiri bahwa perempuan diciptakan Tuhan disertai dengan segala bentuk keindahan fisik seolah – olah melebihi laki – laki. Beberapa definisi sederhana dari sensualitas antara lain menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang mengartikan sensualitas yaitu “segala sesuatu yang mengenai badani bukan rohani”40 20 Pengertian kedua mengenai sensualitas adalah the quality of state being sensual or lascivious (sifat/karakter yang sensual atau sesuatu yang menimbulkan hasrat), devotedness to the gratification of bodily appeties (sesuatu yang diandalkan untuk memuaskan selera/nafsu jasmaniah), a
39 40
Sarah Gamble, Feminisme & Postfeminisme, Yogyakarta : Jalasutra, 2004, Hal 301 http://kbbi.web.id/ diakses 12 Mei 2017
http://digilib.mercubuana.ac.id/
39
preoccupation with the body and satisfaction of its desire (suatu keasyikan yang berlebihan karena tubuh dan kepuasan atas hasratnya).4121 Definisi sederhana lainnya dikemukakan oleh Marshall Sylver dalam bukunya Passion, Profit, & Power bahwa sensualitas adalah kemampuan untuk merangsang secara positif semua indra orang lain.4222 Jika anda ingin menciptakan sensualitas pada seseorang, pastikan anda merangsang semua inderanya, pengelihatannya penciumannya pendengarannya, perabaannya dan pengecapnya. Jika anda bersama partner anda atau keluar untuk kencan, pasang musik yang menyenangkan, menyalakan api, perhatikanlah warna – warna, dan tekstur busana yang dipakai oleh partner anda.4323 Melanjutkan pendapat Sita Aripurnami : “Sensual sebenarnya bermaksud memenuhi kepuasan satu pihak, artinya merangsang. Tetapi kata itu muncul karena kaitannya dengan kebutuhan siapa, saya melihat ini muncul dari kebutuhan yang selama ini banyak didominasi laki – laki, karena kita tidak pernah mengatakan bahwa sensual selalu dikaitkan dengan posisi perempuan. Kita tidak pernah mengatakan laki – laki bibirnya sensual. Sebetulnya itu adalah cara laki – laki mendefinisikan cipta rasa penikmat.4424 Definisi lain tentang sensualitas adalah sifat / karakter yang sensual atau sesuatu yang menimbulkan birahi, sesuatu yang diandalkan untuk memuaskan
41
http://www.scribd.com/doc/72474933/bedhaya-ketawang-ready-to-show diakses 13 Mei 2017 Marshall Sylver. Passion, Profit, & Power. Jakarta: IKAPI 2006. Hal:144 43 Ibid 44 Sita Aripurnami, Tentang Seksualitas: Masyarakat Sering Menggunakan Standar Ganda (http://www.rahima.or.id/SR/05-02/Index.html) 42
http://digilib.mercubuana.ac.id/
40
selera / nafsu jasmaniah, suatu keasyikan yang berlebihan karena tubuh dan kepuasan atas birahinya.4525 Membahas lebih lanjut tentang sensualitas, peneliti ingin menunjukkan suatu hal yang mungkin sudah tidak asing lagi yaitu kaitannya dengan physical attraction (daya tarik fisik), bahkan ada yang menyebutnya bersinonim dengan sensualitas.4626 Daya tarik fisik pada dasarnya adalah sebuah persepsi masyarakat atau budaya tertentu terhadap ciri – ciri atau karakter fisik individu, kelompok, ras, dan suku bangsa, yang dianggap menarik,indah, dan enak dipandang ( look good ) yang sebenarnya berlaku pula terhadap makhluk lain, termasuk binatang.4727 Daya tarik fisik ini dapat meliputi berbagai macam pengertian, termasuk dan walaupun tidak terbatas hanya pada daya tarik sensual (sensual attraction), wajah yang “manis” (cute) atau tampan, serta tubuh berotot. Secara umum biasanya daya tarik fisik laki – laki ditentukan oleh bentuk / postur tubuh berotot (simbolisasi pria maskulin), bentuk dan warna rambut yang unik, struktur wajah dan lain – lain. Sedangkan pada wanita pada umumnya meliputi : postur/ bentuk tubuh yang proporsional, daerah sekita panggul, warna kulit, bentuk mata, dan lain sebagainya. Namun, ciri – ciri tersebut sebenarnya semata – mata berdasarkan selera golongan tertentu, tetapi terkait juga berbagai faktor yang menyangkut kesehatan manusia.4828
45
(www.websterdictionary.com) diakses pada 22 April 2017 http://kbbi.web.id/sinonim diakses pada 12 Mei 2017 47 Ibid 48 Melliana S, Annastasia. Menjelajah Tubuh: Perempuan dan Mitos Kecantikan. Yogyakarta:LKIS, Hal:145 46
http://digilib.mercubuana.ac.id/
41
Perempuan yang bertubuh indah dan seksi cenderung dipandang laki – laki sebagai simbol sensualitas. Keindahan fisik perempuan diidentifikasikan dari bentuk tubuh berupa proporsi bagian – bagian paling sentral secara seksual dan melambangkan sensualitas perempuan, yang harus disesuaikan dengan standar yang berlaku di masyarakat yang kian memposisikan persoalan seksualitas ke lini depan.4929 Walaupun
zaman
telah
berubah,
dimana
perempuan
mengalami
perkembangan cukup pesat pada masa sekarang, perempuan masih cenderung diletakkan sebagai pemuas hasrat seksual laki – laki. Perempuan tetap dijadikan sebagai sarana pengungkap erotis dan merupakan lambang keindahan, sehingga hal – hal yang dianggap indah selalu dikaitkan dengan pesona perempuan.5030 Tidak hanya itu saja, daya tarik fisik seseorang juga dipengaruhi oleh atribut – atribut tambahan, seperti cara berpakaian, jenis parfum yang digunakan, serta produk – produk perawatan tubuh lainnya. Tidak menutup kemungkinan daya tarik inilah pada akhirnya menentukan daya tarik sensual seseorang.5131 Memanfaatkan keindahan tubuh untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan atau dianggap sebagai daya tarik bagi laki – laki, ditambah kejadian – kejadian di masyarakat yang melabeli kebanyakan perempuan cantik zaman sekarang lebih mementingkan kecantikan lahiriah, sementara intelektualitas atau moralitas kurang. Jadi sensualitas perempuan dapat dikatakan seperti dua sisi
49
Melliana S, Annastasia. Menjelajah Tubuh: Perempuan dan Mitos Kecantikan. Yogyakarta:LKIS, Hal:146 50 Ibid 51 Ibid
http://digilib.mercubuana.ac.id/
42
mata uang dengan konsekuensinya masing – masing, tergantung bagaimana ia menghayati sensualitasnya itu dan bagaimana ia mengekpresikannya ke luar.5232 Menurut Ida Rachman dalam Jurnal Politik Tubuh dan Sensualitas Perempuan : “ Konsep sensualitas yang berkembang di media massa tidak berhasil dirumuskan dengan dalam defenisi yang jelas. Namun demikian secara umum menyatakan bahwa sensualitas merujuk pada aksi yang sengaja dipertontonkan untuk mengundang imajinasi seksual bagi siapapun yang mengkonsumsinya. Pakaian minim, dan terbuka merupakan beberapa bentuk dari konsep sensualitas itu sendiri. Konsep sensualitas ini sendiri berhubungan dengan kemampuan panca indra manusia dalam menangkap objek tertentu. Biasanya objek bersifat visual adalah yang paling kuat membentuk konsep sensualitas itu. Aspek fisik ini dapat dengan mudah terlihat dari pakaian yang digunakan dan bagian tubuh mana yang ditonjolkan sehingga memunculkan kesan sensual. Selain itu ekspresi wajah dan bahasa tubuh yang ditunjukkan melalui cara berjalan, cara bicara, serta bagaimana kerja kamera menangkapnya juga berpengaruh besar dalam pembentukan konsep sensualitas.” Menurut Foucault tubuh perempuan dianggap sebagai “other”. Artinya tubuh perempuan dinilai berbeda dengan tubuh laki – laki . Perempuan memiliki bagian –bagian tertentu yang secara fisik lebih menonjol dibandingkan laki – laki, seperti payudara, pinggul dan bokong. Hal ini membuat tubuh perempuan dieksploitasi. Bagian – bagian tubuhnya dianggap berbeda dengan laki – laki ini,
52
Melliana S, Annastasia. Menjelajah Tubuh: Perempuan dan Mitos Kecantikan. Yogyakarta:LKIS, Hal:148
http://digilib.mercubuana.ac.id/
43
dianggap menjual. Sehingga tidak heran tubuh perempuan dengan sensualitasnya dijadikan objek visual oleh pelaku media, dalam hal ini film.
2.3.2
Perempuan dan Warkop DKI
James Bond punya Bond’s Girls. Warkop juga punya. Jika perempuan di film pertama tentang James Bond (Dr.No,1962) adalah Ursula Andress, maka “gadis Warkop” di film pertama Mana Tahaan …1981 adalah Elvie Sukaesih. Trik untuk mengajak sosok perempuan terkenal dari kalangan musik dangdut diulangi lagipada tahun 1980. Di film Gengsi Dong Warkop menghadirkan Camelia Malik dan Itje Tresnawati di GeEr – Gede Rasa. Warkop juga mengajak banyak barisan artis, model, dan orang terkenal lain untuk bermain bersama di layar lebar.5333 Terhitung sederet nama besar seperti Rahayu Effendy, Alicia Djohar, Minati Atmanegara, Meriam Belina, Sherly Malinton, Nurul Arifin, Nourma Yunita, Wieke Widowati dan masih banyak lagi nama terkenal lainnya. Lepas dari soal kehadiran perempuan cantik, menurut salah satu pemainnya Nurul Arifin mengatakan bahwa sebagai kelompok lawak Warkop itu mengusung lawakan cerdas. “ Mereka mengolah isu sosial , menciptakan lawakan baru. Bahkan dalam film – filmnya sebenarnya satir juga. Entah lewat cerita tentang anak – anak kost dalam problem sehari – hari atau tentang karakter sok tau , atau orang yang kaget ketika melihat perempuan cantik. Memang humornya 53
Rudy Badil & Indro Warkop. Warkop DKI Main –Main Jadi Bukan Main. Jakarta.Gramedia. 2016 hal 189 - 190
http://digilib.mercubuana.ac.id/
44
slapstick ( lelucon bersifat vulgar / kasar ), tetapi slapstick di Warkop tentu dimaksudkan agar mudah “dikunyah” segala usia dan golongan masyarakat.
2.4
Konsep Tentang Konstruksi Sosial Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia konstruksi berarti susunan ( model,
tata letak ) suatu bangunan. Dalam hal ini konstruksi atau susunan sosial di masyarakat. Konsep konstruksi diambil dari ranah sosiologi pengetahuan yang dibahas oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckmann dalam buku yang mereka tulis berjudul Sosial Construction Of Reality, Treaties Of Sociology Of Knowledge. Dalam tulisannnya, mereka mengatakan bahwa kehidupan sehari – hari menampilkan diri sebagai kenyataan yang ditafsirkan oleh manusia dan mempunyai makna yang subjektif bagi mereka ( sebagai satu dunia yang kohern ) Menurut Peter L. Berger dan Thomas Lukmann, masyarakat adalah produk manusia dan antara masyarakat dan manusia terjadilah proses dialektrika. Manusia sesuai dengan hakikatnya sebagai makhluk pencari makna, memperoleh makna kehidupan dari proses dialektrika yang melibatkan tiga proses, yaitu eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi.
2.5
Komodifikasi Perempuan Dalam Media Komodifikasi
diturunkan
dari
kosa
kata
bahasa
Inggris
yakni
“commodification” yang berasal dari akar kata “commodity” yang artinya adalah
http://digilib.mercubuana.ac.id/
45
“something produced to sale”.5434 Komodifikasi tubuh perempuan tersebut jika ditinjau secara semiotic dari sisi penandanya, yakni berupa penonjolan (emphasizing) daya tarik, baik yang sifatnya keseluruhan ataupun organ – organ tubuh sensitif atau alat vital tertentu, mulai dari atas hingga bawah. Menurut Bartky, Lee, dan Foucault dalam karya mereka yang berjudul Feminity and the Modernization of Patriarchal Power, dikatakan bahwa “woman’s body is ornamented surface too, and there is much discipline involved in this production as well” maksudnya adalah tubuh perempuan dianggap ornamen, maka penggunaan riasan wajah dan pakaian semua terlibat di dalam pemaknaan tubuh perempuan.55
35
Melihat tubuh perempuan , tidak dapat
melepaskan konteks budaya dan tubuh yang didefinisikan. Salah satu budaya yang dianut oleh sebagian besar masyarakat Indonesia adalah budaya patriarkat. Budaya ini didasarkan pada suatu pandangan yang menganggap bahwa norma laki – laki menjadi pusat (center) dari relasi – relasi sosial yang ada.56 36 Karena dibudayakan, tubuh juga memiliki hiererki pemaknaan; tubuh yang indah dan tidak indah, normal dan tidak normal, ideal dan tidak ideal, dan seterusnya.5737 Menurut Yasraf Amir Piliang dalam bukunya Hyper-Realitas Kebudayaan, terdapat tiga persoalan menyangkut eksistensi perempuan di dalam wacana ekonomi-politik, khususnya dalam dunia komoditi. Pertama, persoalan “ekonomipolitik tubuh” yaitu bagaiman aktivitas tubuh perempuan digunakan berbagai 54
------------, Webster’s New World Encyclopedia, 1992: Hal.266 Ida, Rachmah. 2004. “Tubuh Perempuan dalam Goyang Dangdut” Jurnal Perempuan 41: Seksualitas. Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan 56 Ibid 57 Aquarini Priyatna Prabasmoro, Kajian Budaya Feminis:Tubuh, Sastra Budaya Pop. Yogyakarta. 2006. Hal 62 55
http://digilib.mercubuana.ac.id/
46
aktivitas ekonomi, berdasarkan pada konstruksi sosial tertentu. Kedua, persoalan “ekonomi politik tanda” yaitu bagaimana perempuan “diproduksi” sebagai tanda – tanda (signs) didalam sebuah sistem pertandaan (sign system) khususnya di dalam masyarakat kapitalis yang membentuk citra (image), makna (meaning) dan identitas (identity) diri mereka didalamnya. Ketiga, persoalan “ekonomi – politik hasrat” yaitu bagaimana “hasrat perempuan disalurkan atau direpresi di dalam berbagai bentuk komoditi, khususnya komoditi hiburan dan tontonan. Persoalan politik ekonomi tubuh berkaitan dengan sejauh mana eksistensi perempuan di dalam kegiatan ekonomi-politik, khususnya dalam proses produksi komoditi; persoalan ekonomi politik tanda berkaitan dengan eksistensi perempuan sebagai citra didalam berbagai media (film, televisi, majalah, koran, seni lukis, fashion); sementara ekonomi-politik hasrat berkaitan dengan bagaimana “tubuh” dan “citra” berkaitan dengan pembebasan dan represi hasrat. Yang pertama melukiskan eksistensi perempuan dalam “dunia fisik”, yang kedua didalam “dunia citra” dan yang ketiga di dalam “dunia psikis”, meskipun ketiga dunia tersebut saling berkaitan satu sama lainnya.5838 Penggunaan
tubuh
dam
representasi
tubuh
sebagai
komoditi
(komodifikasi) di dalam berbagai media hiburan dan tontonan menjadi persoalan ideology ketika penggambaran mereka didalamnya didasarkan oleh sebuah relasi, mereka berada pada posisi subordinasi serta semata menjadi objek eksploitasi kelompok dominan, yaitu laki – laki (inilah ideologi patriarkat). Komoditi
58
Yasraf Amir Piliang, “Perempuan dan Mesin Hasrat Kapitalisme: Komodifikasi Perempuan dalam Program Hiburan Media”. LP3Y dan Ford Foundation.2003.Hal. 36
http://digilib.mercubuana.ac.id/
47
khususnya di dunia hiburan film menjadi wahana bagi sebuah proses pengalamiahan (naturalization) berbagai posisi ketimpangan, subordinasi, marjinalisasi, dan seksisme di dalam relasi gender. Inilah yang dikatakan oleh Antonio Gramsci sebagai penciptaan “consent” atau “common sense” di dalam masyarakat, untuk dijadikan sebuah kendaraan dalam rangka memperta.hankan hegemoni sebuah kelas lainnya di dalam masyarakat –hegemoni laki – laki.59 39 Komodifikasi tubuh perempuan menghasilkan objektivikasi sekaligus subjektifikasi. Sebagai objek, perempuan mengalami objektivikasi atas tubuhnya untuk memperoleh keuntungan bagi dirinya sendiri. Penggunaan pakaian minim yang memperlihatkan bentuk tubuh atau bagian tubuh tertentu dari seorang perempuan adalah bentuk komodifikasi atas keindahan tubuh perempuan. Namun komodifikasi tidak akan terjadi tanpa rasionalisasi tindakan laki – laki kepada perempuan dan tubuhnya. Sebagai subjek, perempuan ustru menjadi pelaku komodifikasi. Sebagai pelaku, perempuan melakukan hal tersebut secara sadar. Ia tidak lagi berada dalam posisi lemah seperti ketika diposisikan sebagai objek. 6040 Tubuh perempuan yang memuat cita rasa estetis bagi laki – laki dikomodifikasikan sesuai tuntutan laki – laki sebagai konsumen industri hiburan. Disinilah kapitalisme mengkomodifikasi tubuh perempuan. Pencitraan dan penggunaan tubuh perempuan sejak dahulu, menurut Yasraf Amir Piliang telah mengalami evolusi yang mencengangkan. Sedangkan menurut W.F. Haug, komoditas merupakan wacana pengendalian selera, gaya, gaya hidup, tingkah
59
Ibid Gabriella Devi Benedicta.”Dinamika Otonomi Tubuh Perempuan: Antara Kuasa da Negosiasi atas Tubuh”. Jurnal Sosiologi. 2011.Hal 141
60
http://digilib.mercubuana.ac.id/
48
laku, aspirasi, serta imajinasi kolektif masyarakat. Salah satu bentuknya dalah penggunaan efek sensualitas pada organ – organ tubuh perempuan (atau representasinya) di dalam berbagai wujud komoditas.6141
61
Ibid
http://digilib.mercubuana.ac.id/