BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Landasan Teori
2.1.1
Kepatuhan Wajib Pajak Pengertian kepatuhan wajib pajak menurut Harinurdin (2009) adalah wajib
pajak mempunyai kesediaan untuk memenuhi kewajiban pajaknya. Pemenuhan kewajiban perpajakan tersebut harus sesuai dengan peraturan yang berlaku tanpa perlu ada pemeriksaan, investigasi seksama, peringatan ancaman, dan penerapan sanksi baik hukum maupun administrasi. Sedangkan menurut Nugroho (2006) tentang kepatuhan pajak meliputi beberapa hal yaitu: 1)Wajib pajak paham dan berusaha memahami UU perpajakan; 2)Mengisi formulir pajak dengan benar; 3)Menghitung pajak dengan jumlah yang benar; 4)Membayar pajak tepat pada waktunya. Kepatuhan pajak identik dengan kesediaan seorang wajib pajak dalam memenuhi peraturan perpajakannya. Menurut Nurmantu (2003) Kepatuhan perpajakan didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya. Terdapat dua macam kepatuhan menurut Nurmantu yakni Kepatuhan formal dan kepatuhan material. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban perpajakan
secara
formal
sesuai
dengan
ketentuan
dalam
undang-undang
perpajakan”. Kepatuhan Wajib Pajak dapat diidentifikasi dari kepatuhan Wajib Pajak dalam
mendaftarkan
diri,
kepatuhan
untuk
menyetorkan
kembali
Surat
Pemberitahuan (SPT), kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang, dan kepatuhan dalam pembayaran tunggakan”.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Devano dan
Rahayu (2006), kepatuhan wajib pajak dapat
diidentifikasi dari: 1)Kepatuhan wajib pajak dalam mendaftarkan diri; 2)Kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan; 3)Kepatuhan dalam menghitung dan membayar pajak terutang; 4)Kepatuhan dalam pelaporan dan pembayaran tunggakan. Identifikasi indikator-indikator tersebut sesuai dengan kewajiban pajak dalam self assessment system menurut Devano dan Rahayu (2006) yaitu sebagai berikut: 1)
Mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak Wajib pajak mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri ke Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) yang wilayahnya meliputi tempat tinggal atau kedudukan wajib pajak dan dapat melalui e-register (media elektronik online) untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) 2)
Menghitung dan memperhitungkan pajak oleh wajib pajak Menghitung pajak penghasilan adalah menghitung besarnya pajak yang
terutang dilakukan pada setiap akhir tahun pajak, dengan cara mengalihkan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajaknya, sedangkan memperhitungkan adalah mengurangi pajak yang terutang tersebut dengan jumlah pajak yang dilunasi dalam tahun berjalan sebagai kredit pajak (prepayment). Selisih antara pajak yang terutang dengan kredit pajak dapat berupa kurang bayar, lebih bayar atau nihil. Wajib pajak diwajibkan untuk menghitung, memperhitungkan, dan membayar sendiri jumlah pajak yang seharusnya terutang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan sehingga penenetuan besarnya pajak yang terutang berada pada wajib pajak sendiri.
Universitas Sumatera Utara
3)
Membayar pajak dilakukan sendiri oleh wajib pajak Membayar pajak yaitu melakukan pembayaran pajak tepat waktu sesuai
jenis pajak. Pelaksanaan pembayaran dapat dilakukan di bank-bank pemerintah maupun swasta dan kantor pos dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) yang dapat diambil di KPP terdekat atau melalui e-payment. 4)
Pelaporan dilakukan sendiri oleh wajib pajak Pelaporan yang dimaksud adalah pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT),
dimana SPT tersebut berfungsi sebagai sarana wajib pajak di dalam melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang. Kepatuhan akan membayar pajak akan sangat berpengaruh apabila masyarakat mengerti dan jelas akan undang-undang dan peraturan perpajakan di Indonesia. 2.1.2 Pengetahuan Peraturan Perpajakan Pengetahuan dan Pemahamaan akan Peraturan Perpajakan Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) disebutkan bahwa pengetahuan adalah apa yang diketahui oleh manusia atau hasil pekerjaan manusia menjadi tahu. Pengetahuan itu merupakan milik atau isi pikiran manusia yang merupakan hasil dari proses usaha manusia untuk tahu. Pengetahuan akan peraturan perpajakan bisa diperoleh wajib pajak melalui seminar tentang perpajakan, penyuluhan dan pelatihan yang dilakukan Dirjen Pajak. Pemahaman berasal dari kata paham yang mempunyai arti mengerti benar, sedangkan pemahaman merupakan proses perbuatan cara. Berdasarkan definisi diatas dapat di tarik kesimpulan bahwa pengetahuan dan pemahaman akan peraturan perpajakan adalah proses dimana wajib pajak mengetahui tentang perpajakan dan mengaplikasikan pengetahuan itu untuk
Universitas Sumatera Utara
membayar pajak. Pengetahuan dan pemahaman peraturan perpajakan yang dimaksud mengerti dan paham tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan (KUP)
yang
meliputi
tentang
bagaimana
cara
menyampaikan
Surat
Pemberitahuan (SPT), pembayaran, tempat pembayaran, denda dan batas waktu pembayaran atau pelaporan SPT (Resmi, 2009). Pengetahuan dan pemahaman wajib pajak mengenai peraturan perpajakan berkaitan dengan persepsi wajib pajak dalam menentukan perilakunya (perceived control behavior) dalam kepatuhan untuk membayar pajak. Semakin tinggi pengetahuan dan pemahaman wajib pajak, maka wajib pajak dapat menentukan perilakunya dengan lebih baik dan sesuai dengan ketentuan perpajakan sehingga wajib pajak memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi. Namun jika wajib pajak tidak mengerti mengenai peraturan dan proses perpajakan, maka wajib pajak tidak dapat menentukan perilakunya dengan tepat sehingga kepatuhan yang dimiliki wajib pajak rendah. 2.1.3
Kemauan Membayar Pajak Menurut Widaningrum (2007), kemauan membayar merupakan suatu nilai
dimana seseorang rela untuk membayar, mengorbankan atau menukarkan sesuatu untuk barang atau jasa. Penilaian positif masyarakat wajib pajak terhadap pelaksanaan fungsi negara oleh pemerintah akan menggerakkan masyarakat untuk mematuhi kewajibannya untuk membayar pajak (Suyatmin, 2004). Dimana dari definisi diatas dapat juga didefinisikan sebagai suatu nilai yang rela dibayar atau dikorbankan seseorang demi membiayai pengeluaran umum negara dengan tidak mendapat kontraprestasi secara langsung sedangkan menurut Asri (2009), wajib pajak dikatakan memiliki kesadaran apabila memenuhi beberapa kriteria diantara lainnya adalah: 1)Mengetahui adanya Undang-Undang dan Ketentuan Perpajakan;
Universitas Sumatera Utara
2)Mengetahui fungsi pajak untuk pembiayaan negara; 3)Memahami bahwa kewajiban perpajakan harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku; 4)Menghitung, membayar, melaporkan pajak dengan suka rela; 5)Menghitung, membayar, melaporkan pajak dengan benar. Kesadaran wajib pajak atas perpajakan amatlah diperlukan guna meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Secara empiris juga telah dibuktikan bahwa makin tinggi kesadaran perpajakan wajib pajak maka makin tinggi tingkat kepatuhan wajib pajak (Suyatmin, 2004). 2.1.4
Pelayanan Perpajakan Pelayanan adalah cara melayani (membantu mengurus atau menyiapkan
segala keperluan yang dibutuhkan seseorang). Sementara itu fiskus adalah petugas pajak. Sehingga pelayanan fiskus dapat diartikan sebagai cara petugas pajak dalam membantu mengurus atau menyiapkan segala keperluan yang dibutuhkan seseorang (dalam hal ini adalah wajib pajak). Jadi, pelayanan fiskus dapat diartikan sebagai cara petugas pajak dalam membantu, mengurus, atau menyiapkan segala keperluan yang dibutuhkan seseorang yang dalam hal ini adalah wajib pajak (Jatmiko, 2006). Petugas
pajak
(Fiskus)
dalam
melaksanakan
tugasnya
melayani
masyarakat atau wajib pajak sangat di pengaruhi oleh adanya tax policy, tax law dan tax administration. Wajib pajak dalam memenuhi kewajibanya membayar pajak tergantung pada bagaimana petugas pajak memberikan mutu pelayanan yang terbaik kepada wajib pajak. Fiskus diharapkan memiliki kompetensi dalam arti memiliki keahlian (skill), pengetahuan (knowledge), dan pengalaman (experience) dalam hal kebijakan perpajakan, administrasi pajak dan perundang-
Universitas Sumatera Utara
undangan perpajakan. Selain itu fiskus harus memiliki motivasi yang tinggi sebagai pelayan publik. Kegiatan yang dilakukan otoritas pajak dengan menyapa masyarakat agar menyampaikan SPT tepat waktu termasuk penyuluhan secara kontiniu melalui berbagai media. Dengan penyuluhan secara terus menerus kepada masyarakat agar mengetahui, mengakui, menghargai, dan menaati ketentuan pajak diharapkan tujuan pajak dapat berhasil. Untuk mengetahui bagaimana pelayanan terbaik yang seharusnya dilakukan oleh fiskus kepada wajib pajak, diperlukan juga pemahaman mengenai hak dan kewajiban sebagai Fiskus. Kewajiban fiskus yang diatur dalam undang-undang perpajakan adalah: 1)Kewajiban untuk membina wajib pajak; 2)Kewajiban merahasiakan data wajib pajak; 3)Kewajiban melaksanakan putusan. Sementara itu terdapat pula hak-hak fiskus yang diatur dalam undangundang perpajakan antara lain: 1)Hak menerbitkan NPWP dan NPPKP secara jabatan; 2)Hak menerbitkan surat ketetapan pajak; 3)Hak menerbitkan surat paksa dan surat perintah melaksanakan penyitaan; 4)Hak melakukan pemeriksaan dan penyegelan; 5)Hak melakukan atau mengurangi sanksi administratif; 6)Hak melakukan penyidikan, pencegahan dan penyanderaan. Apabila petugas pajak melakukan kesalahan berkaitan dengan pelaksanaan ketentuan perpajakan, bertindak diluar kewenangannya, menyalahgunakan kekuasaan dengan maksud menguntungkan diri sendiri, dalam hal demikian wajib pajak dapat mengadukan pelanggaran yang dilakukan pegawai pajak (fiskus) tersebut kepada unit sub pelayanan dan Humas Ditjen Pajak Departemen Keuangan.
Universitas Sumatera Utara
2.1.5
Kesadaran Wajib Pajak Sebagaimana diketahui bahwa dalam sistem perpajakan yang baru, wajib
pajak diberikan kepercayaan untuk melaksanakan kegotongroyongan nasional melalui sistem menghitung, memperhitungkan, membayar, melaporkan sendiri pajak yang terutang. Besarnya pajak dihitung sendiri oleh wajib pajak, kemudian membayar pajak yang terutang berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan yang berlaku. Dengan sistem perpajakan yang baru diharapkan akan tercipta unsur keadilan dan kebenaran mengingat pada wajib pajak yang bersangkutanlah yang sebenarnya mengetahui besarnya pajak yang terutang (Kiryanto, 2000). Menurut Muliari dan Setiawan (2011), kesadaran perpajakan adalah suatu kondisi di mana wajib pajak mengetahui, memahami, dan melaksanakan ketentuan perpajakan dengan benar dan sukarela. Kesadaran membayar pajak dapat diartikan sebagai suatu bentuk sikap moral yang memberikan sebuah kontribusi kepada negara untuk menunjang pembangunan negara dan berusaha untuk mentaati semua peraturan yang telah ditetapkan oleh negara serta dapat dipaksakan kepada wajib pajak (Nugroho 2012). Peran aktif pemerintah untuk menyadarkan masyarakat akan pajak sangat diperlukan baik berupa penyuluhan atau sosialisasi rutin ataupun berupa pelatihan secara intensif agar kesadaran masyarakat untuk membayar pajak dapat meningkat atau dengan kebijakan perpajakan dapat digunakan sebagai alat untuk menstimulus atau merangsang wajib pajak agar melaksanakan dan meningkatkan kesadaran dalam membayar perpajakan.
2.1.6 Kondisi Keuangan Penelitian yang dilakukan oleh Olabede, Affrin & idris (2011) menunjukkan bahwa kondisi keuangan wajib pajak berpengaruh positif tehadap
Universitas Sumatera Utara
tingkat kepatuhan wajib pajak di negara Nigeria. Oleh karena itu, apabila seorang wajib pajak berada pada posisi kondisi keuangan yang rendah maka memiliki kecenderungan lebih untuk tidak taat dalam membayar kewajiban pajaknya dibandingkan jika wajib pajak berada pada kondisi keuangan yang baik. Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa kondisi keuangan seorang wajib pajak diduga akan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Apabila wajib pajak dapat memenuhi semua kebutuhan, baik itu kebutuhan primer, sekunder, maupun tersier berdasarkan pendapatan yang dimiliki tanpa bantuan dari pihak luar berupa pinjaman, maka dapat dikatakan bahwa kondisi keuangan wajib pajak tersebut baik. Akan tetapi, apabila wajib pajak tersebut sering melakukan pinjaman dari pihak luar yang biasa diperoleh dari keluarga, teman, maupun bank, dapat dikatakan bahwa kondisi keuangan wajib pajak tersebut buruk (Persepsi kondisi keuangan pribadi berkaitan dengan persepsi wajib pajak dalam menentukan perilakunya (perceived control behavior) dalam Kepatuhan untuk membayar pajak. Semakin tinggi persepsi kondisi keuangan pribadi, maka wajib pajak dapat menentukan perilakunya dengan lebih baik dan sesuai dengan ketentuan perpajakan sehingga kepatuhan wajib pajak tinggi. Namun jika wajib pajak memiliki persepsi kondisi keuangan pribadi rendah, maka wajib pajak tidak dapat menentukan perilakunya dengan tepat sehingga wajib pajak memiliki tingkat kepatuhan yang rendah. 2.1.7
Pemeriksaan Pajak Sesuai dengan pasal 29 ayat 1 UU Nomor 6 tahun 1983 sebagaimana telah
diubah terakhir dengan UU Nomor 16 tahun 2009, tujuan pemeriksaan pajak
Universitas Sumatera Utara
dapat dibedakan menjadi dua yaitu untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pemeriksaan yang bertujuan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan seorang wajib pajak dapat dilakukan dalam hal: 1)Surat Pemberitahuan menunjukkan kelebihan pembayaran pajak, termasuk yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak; 2)Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan menunjukkan rugi; 3)Surat Pemberitahuan tidak disampaikan atau disampaikan tidak pada waktu yang telah ditetapkan; 4)Surat Pemberitahuan yang memenuhi kriteria seleksi yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak; 5)Ada indikasi kewajiban perpajakan selain kewajiban tersebut pada angka 3 tidak dipenuhi. Sedangkan pemeriksaaan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dapat dilakukan dalam hal keperluan untuk: 1)Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan: 2)Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak: 3)Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak; 4)Wajib Pajak mengajukan keberatan; 5)Pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Neto; 5)Pencocokan data dan atau alat keterangan; 7)Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil; 8)Penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai; 9)Pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan untuk tujuan lain selain angka 1 sampai dengan angka 8.
Universitas Sumatera Utara
2.1.8
Sosialisasi Perpajakan Kegiatan penyuluhan pajak memiliki peranan dan andil yang cukup
penting dalam mensosialisasikan pajak ke seluruh wajib pajak. Sosialisasi perpajakan sebagai suatu upaya dari Direktorat Jendral Pajak untuk memberikan pengertian, informasi dan pembinaan kepada masyarakat pada umumnya dan wajib pajak pada khususnya, mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan peraturan perundang-undangan perpajakan. Dengan adanya sosialisasi perpajakan yang dilakukan oleh Ditjen Pajak diharapkan akan dapat terciptanya partisipasi yang efektif dari masyarakat dan wajib pajak dalam memenuhi hak dan kewajibannya sehingga memungkinkan lestarinya suatu kesadaran perpajakan. Penyesuaian diri dalam sosialisasi terjadi secara berangsur-angsur sesuai dengan perkembangan pertambahan ilmu pengetahuan dan penerimaan individu terhadap nilai-nilai dan norma yang ada didalam lingkungan masyarakat dimana masyarakat berada. Bentuk proses sosialisasi yang dialami individu terbagi menjadi dua yaitu sosialisasi primer dan sosialisasi sekunder (Soekanto, 2002). 1)
Sosialisasi Primer dialami individu pada masa kanak-kanak terjadi dalam lingkungan keluarga, individu tidak dapat menghindar untuk menerima dan menginternalisasikan cara pandang keluarga.
2)
Sosialisasi sekunder berkaitan dengan ketika individu mampu untuk berinteraksi dengan orang lain selain keluarganya. Dalam sosialisasi skunder terdapat proses sosialisasi dan desosialisasi, dimana keduanya merupakan proses yang berkaitan satu sama lain. Resosialisasi berkaitan dengan pengajaran dan penanaman nilai-nilai yang berbeda dengan nilainilai yang pernah dialami sebelumnya untuk penguatan dalam penanaman
Universitas Sumatera Utara
nilai-nilai baru tersebut maka desosialisasi terjadi dimana diri individu yang lama dicabut dan diberi diri yang baru dalam proses resosialisasi. Dalam sosialisasi ini jika individu menghindar dan tidak menerima nilai dan norma-norma yang ada maka individu tersebut akan dikucilkan dari lingkungannya berada. Seseorang akan mengalami proses sosialisasi yang bersifat terus menerus selama individu tersebut hidup mulai dari anak-anak sampai mereka dewasa. Termasuk pula sosialisasi perpajakan, cepat atau lambat perpajakan harus diketahui dan dipahami oleh semua lapisan masyarakat dalam mempelajari perpajakan. 2.1.9
Lingkungan Wajib Pajak Lingkungan adalah sesuatu yang ada di alam sekitar yang memiliki makna
dan atau pengaruh tertentu kepada individu. Lingkungan terdiri keluarga, teman, jaringan sosial dan perdagangan, nilai pelaksanaan pajak yang dihubungkan dan informasi tentang WP, termasuk didalamnya jumlah nominal dan komposisi penghasilan dan pengeluaran WP, peraturan perpajakan yang diikuti dan syarat/permintaan biaya yang sesuai. Lingkungan yang mempengaruhi seseorang untuk compliance dan non compliance tidak dapat ditinjau dari hanya satu variabel penyebab (Daroyani, 2010). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh James dan Alley (1999) kepatuhan pajak adalah subjek yang kompleks dengan implikasi yang luas dan yang mempengaruhi kepatuhan tersebut ada dua pendekatan yaitu ekonomi dan perilaku. Pendekatan ekonomi biasanya dilihat dari sisi hukuman, sanksi-sanksi yang di berikan. Sedangkan perilaku dapat berdasarkan faktor kesadaran dan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi.
Universitas Sumatera Utara
2.1.10 Besaran Pajak Besaran pajak yang harus dibayar (tax required to pay) merupakan besarnya jumlah pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak, maka semakin besar pajak yang harus dibayar maka semakin besar pula kecendrungan wajib pajak untuk melakukan penggelapan atau pelanggaran. Dalam pelaksanaannya terdapat perbedaan kepentingan Wajib Pajak dengan pemerintah. Wajib Pajak berusaha untuk membayar pajak sekecil mungkin karena dengan membayar pajak dapat mengurangi kemampuan ekonomi Wajib Pajak. Di lain pihak pemerintah memerlukan dana untuk membiayai penyelenggaraan pembangunan yang sebagian besar dari penerimaan pajak. Adapun perbedaan kepentingan ini menyebabkan Wajib Pajak cendrung untuk mengurangi jumlah pembayaran pajak, baik secara legal maupun secara ilegal. Hal ini dimungkinkan jika ada peluang yang dapat dimanfaatkan baik karena kelemahan paraturan perpajakan maupun sumber daya manusia (fiskus). 2.1.11 Penagihan Pajak Menurut Kurniawan (2011) Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita (Pasal 1 angka 9 UU No. 19/2000 tentang penagihan pajak dengan surat paksa). Pelaksanaan penagihan pajak yang tegas, konsisten dan konsekuen diharapkan akan dapat membawa pengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak dalam membayarkan hutang pajaknya. Hal ini merupakan posisi strategis dalam meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak sehingga tindakan penagihan
Universitas Sumatera Utara
pajak tersebut dapat menyelamatkan penerimaan pajak yang tertunda. Kegiatan penagihan pajak merupakan ujung tombak dalam menyelamatkan penerimaan Negara yang tertunda, oleh sebab itu seksi penagihan merupakan seksi produksi yang paling dibanggakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Untuk mengatasi berbagai kendala perlu dilaksanakan tindakan penagihan yang mempunyai kekuatan hukum yang memaksa. Tindakan penagihan meliputi pemberitahuan surat teguran, penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan surat paksa, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, serta menjual barang yang telah disita berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000. Tindakan penagihan merupakan wujud upaya untuk mencairkan tunggakan pajak, namun dalam pelaksanaan penagihan haruslah memperhatikan prinsip keseimbangan antara biaya penagihan dengan penerimaan yang didapatkan karena pelaksanaan penagihan dalam rangka pencairan tunggakan pajak mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Dari beberapa upaya penagihan pajak yang telah diuraikan di atas, ada satu tahapan yang tidak perlu mengeluarkan lebih banyak biaya dan lebih banyak waktu untuk memprosesnya.
2.1.12 Sanksi Perpajakan Sanksi adalah denda yang diberikan terhadap wajib pajak karena telah melanggar ketetapan jangka waktu yang telah diberikan. Menurut Arum (2012), sanksi adalah suatu tindakan berupa hukuman yang diberikan kepada orang yang melanggar peraturan. Peraturan atau Undang-undang merupakan rambu-rambu bagi seseorang untuk melakukan sesuatu mengenai apa yang harus dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan. Sanksi diperlukan agar peraturan atau
Universitas Sumatera Utara
Undang-undang tidak dilanggar. Sanksi pajak merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti/ditaati/dipatuhi, dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan (Mardiasmo, 2006). Pandangan tentang sanksi perpajakan tersebut diukur dengan indikator sebagai berikut: a)Sanksi pidana yang dikenakan bagi pelanggar aturan pajak cukup berat; b)Sanksi adminstrasi yang dikenakan bagi pelanggar aturan pajak sangat ringan; c)Pengenaan sanksi yang cukup berat merupakan salah satu sarana mendidik wajib pajak; d)Sanksi pajak harus dikenakan kepada pelanggarnya tanpa toleransi; e)Pengenaan sanksi atas pelanggaran pajak dapat dinegosiasikan (Muliari dan Setiawan, 2010). Selama ini ada anggapan umum dalam masyarakat bahwa akan dikenakan sanksi perpajakan hanya bila tidak membayar pajak. Padahal, dalam kenyataannya banyak hal yang membuat masyarakat atau wajib pajak terkena sanksi perpajakan, baik itu berupa sanksi administrasi (bunga, denda, dan kenaikan) maupun sanksi pidana. Secara konvensional, terdapat dua macam sanksi yaitu sanksi positif dan sanksi negatif. Sanksi positif merupakan suatu imbalan, sedangkan sanksi negatif merupakan suatu hukuman (Ilyas dan Burton, 2010). Namun pemberian imbalan apabila wajib pajak patuh dan telah memasukkan Surat Pemberitahuan tepat pada waktunya belum diperhatikan.Saat ini Dirjen Pajak masih berfokus pada pemberian sanksi negatif dalam menuntut wajib pajak agar patuh terhadap peraturan perpajakan. Apabila dikaitkan dengan UU Perpajakan yang berlaku, menurut Ilyas dan Burton (2010) terdapat empat hal yang diharapkan atau dituntut dari para wajib
Universitas Sumatera Utara
pajak, yaitu: 1)Dituntut kepatuhan (compliance) wajib pajak dalam membayar pajak yang dilaksanakan dengan kesadaran penuh; 2)Dituntut tanggung jawab (responsibility) wajib pajak dalam menyampaikan atau memasukan Surat Pemberitahuan tepat waktu sesuai Pasal 3 Undang-undang Nomor 6/1983; 3)Dituntut kejujuran (honesty) wajib pajak dalam mengisi Surat Pemberitahuan sesuai dengan keadaan sebenarnya; 4)Memberikan sanksi (law enforcement) yang lebih berat kepada wajib pajak yang tidak taat pada ketentuan yang berlaku. Dari keempat hal di atas, paling efektif menurut Ilyas dan Burton (2010) adalah dengan menerapkan sanksi (law enforcement) tanpa pandang bulu dan dilaksanakan secara konsekuen. Wajib pajak akan memenuhi pembayaran pajak bila memandang sanksi perpajakan akan lebih banyak merugikannya Jatmiko (2006). Semakin tinggi atau beratnya sanksi, maka akan semakin merugikan wajib pajak. Oleh sebab itu, sanksi perpajakan diduga akan berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak.
2.2
Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib
pajak telah dilakukan oleh peneliti terdahulu, diantaranya adalah: Kahona (2003) melakukan penelitian tentang pengaruh dari sikap wajib pajak terhadap prioritas pembangunan daerah, sikap wajib pajak terhadap prioritas pembangunan daerah, sikap wajib pajak terhadap pelayanan fiskus dan sikap wajib pajak dalam penghindaran PBB terhadap kepatuhan wajib pajak PBB di KP PBB Semarang. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan teknik analisis regresi berganda. Hasil penelitian menyatakan bahwa semua variabel bebas yang
Universitas Sumatera Utara
diteliti memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepatuhan WP PBB baik secara parsial maupun simultan. Asmuri (2006) telah meneliti pengaruh reformasi perpajakan, inflasi dan jumlah wajib pajak terhadap penerimaan pajak. Penelitian dilakukan di DKI Jakarta. Hasil penelitian ini menyimpulkan adanya hubungan secara simultan antara penerimaan pajak dengan reformasi perpajakan, inflasi dan jumlah wajib pajak. Jatmiko (2006) melakukan penelitian mengenai pengaruh Sikap wajib pajak pada pelaksanaan sanksi denda, pelayanan fiskus, dan kesadaran perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak di KPP pratama di kota Semarang. Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik analisis regresi berganda. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa sikap wajib pajak terhadap sanksi denda, pelayanan fiskus, kesadaran perpajakan berpengaruh signifikan terhadap variabel kepatuhan wajib pajak. Mustikasari (2007) Dengan Judul Penelitian “Kajian Empiris Tentang Kepatuhan Wajib Pajak Badan Di Perusahaan Industri Pengolahan Di Surabaya”. Hasil penelitian bahwa niat seseorang belum tentu diwujudkan dalam perilakunya, wajib pajak yang memiliki niat ketidakpatuhan pajak rendah, ketidakpatuhan pajaknya rendah atau sebaliknya, jika wajib pajak mempunyai persepsi bahwa kondisi keuangan perusahaan baik, maka wajib pajak akan patuh dalam menjalankan kewajiban perpajakan perusahaan yang dia wakili, jika wajib pajak mempunyai persepsi bahwa fasilitas yang disediakan perusahaan tinggi atau mencukupi maka ketidakpatuhan pajak badan rendah atau sebaliknya, persepsi iklim keorganisasian yang positif berpengaruh terhadap kepatuhan pajak badan.
Universitas Sumatera Utara
Rini
(2007)
melakukan
penelitian
mengenai
Analisis
pengaruh
Pemeriksaan pajak terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak memenuhi kewajiban perpajakan pada kantor pelayanan pajak Kebayoran Dua. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan teknik analisis kuantitatif dengan menggunakan formula statistik paired sampleT-test (dengan pengujian dua sampel yang berpasangan). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata kepatuhan wajib pajak sebelum dan sesudah pemeriksaan. Agustina (2010) yang meneliti tentang pengaruh sikap, norma subjektif dan kewajiban moral terhadap tindakan wajib pajak orang pribadi di KPP Pratama Serpong. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap, norma subjektif dan kewajiban moral berpengaruh secara parsial dan simultan terhadap tindakan wajib pajak pribadi di KPP Pratama Serpong. Miladia (2010) meneliti tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi Tax Compliance Wajib Pajak Badan pada perusahaan industri manufaktur di Semarang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Sikap wajib pajak terhadap kepatuhan pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan pajak badan secara signifikan, (2) Niat wajib pajak untuk berperilaku patuh berpengaruh positif terhadap kepatuhan pajak badan secara signifikan, (3) Kondisi keuangan berpengaruh positif terhadap kepatuhan pajak badan secara signifikan, (4) Fasilitas perusahaan berpengaruh positif terhadap kepatuhan pajak badan secara signifikan, dan (5) Iklim organisasi berpengaruh positif terhadap kepatuhan pajak badan secara signifikan. Menurut Benk et al. (2011), dalam penelitian An Investigation of Tax Compliance Intention : A Theory of Planned Behavior Approach. European Journal of
Universitas Sumatera Utara
Economics. Hasil penelitian menyatakan bahwa equity attitudes tidak berpengaruh
signifikan terhadap niat kepatuhan pajak sedangkan normative expectation dan legal sanction berpengaruh terhadap niat kepatuhan pajak. Jotopurnomo dan Mangoting (2013), dalam penelitiannya mengenai pengaruh kesadaran wajib pajak, kualitas pelayanan fiskus, sanksi perpajakan, lingkungan wajib pajak berada terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi di Surabaya, hasil penelitian menyimpullkan bahwa kesadaran wajib pajak, kualitas pelayanan fiskus, sanksi perpajakan, dan lingkungan wajib pajak berada secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak Orang Pribadi di KPP Sawahan Surabaya. Karena sistem perpajakan yang berlaku di Indonesia menuntut Wajib Pajak untuk memenuhi kewajibannya sendiri yaitu mendaftarkan diri, menghitung, membayar dan melapor. Maka dari itu apabila Wajib kesadaran wajib pajak tinggi akan meningkatkan tingkat kepatuhan, apabila wajib pajak memahami fungsi pajak akan meningkatkan tingkat kepatuhan karena sistem yang berlaku adalah sistem self assessment. Apabila pelayanan fiskus yang diberikan baik akan membantu meningkatkan kepatuhan. Sanksi perpajakan yang diberikan secara tegas akan meningkatkan tingkat kepatuhan, karena membuat wajib pajak takut dikenakan sanksi tersebut. lingkungan wajib pajak berada secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi di KPP Sawahan Surabaya, karena apabila masyarakat di tempat lingkungan wajib pajak patuh berada wajib pajak pun ikut patuh. Secara simultan kesadaran wajib pajak, kualitas pelayanan fiskus, sanksi perpajakan dan lingkungan wajib pajak berada berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi di KPP Sawahan Surabaya.
Universitas Sumatera Utara
Santioso dan Kusnawati (2013) dalam penelitiannya mengenai analisis pengaruh pengetahuan pajak, persepsi wajib pajak dan kemauan membayar pajak terhadap kepatuhuhan wajib pajak di KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Dua Tahun 2011, hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa variabel pengetahuan tentang pajak dan kemauan membayar pajak secara empiris memiliki pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak, sedangkan variabel persepsi wajib pajak tentang petugas pajak dan persepsi wajib pajak tentang kriteria wajib pajak patuh secara empiris tidak memiliki pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Ananda (2015) dalam penelitiannya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak bumi dan
bangunan dengan pendapatan masyarakat sebagai variabel moderating (Studi pada wajib pajak di Kota Medan). Secara simultan pelayanan, sanksi, NJOP dan pengetahuan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak bumi dan bangunan. Secara parsial sanksi dan pengetahuan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak bumi dan bangunan, sedangkan pelayanan, NJOP berpengaruh tidak signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak bumi dan bangunan. Pendapatan bukan merupakan variabel moderating yang dapat memoderasi hubungan pelayanan, sanksi, NJOP, dan pengetahuan dengan kepatuhan. Siringoringo (2015) dalam penelitiannya mengenai Pengaruh Penerapan
Penerapan Good Governance dan Whistleblowing System Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Dengan Resiko Sanksi Pajak Sebagai variabel Moderating (Studi Empiris Terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi Di Kota Bekasi)
Universitas Sumatera Utara
Reformasi birokrasi Direktorat Jendral Pajak melalui pelaksanaan Good Governance
dan
Whistle
Blowing
System
dilaksanakan
untuk
mampu
meningkatkan kepatuhan wajib pajak, serta Resiko Sanksi Pajak dapat menjadi variabel moderating. Kusuma (2015) Pengaruh Pemahaman PP No. 46 Tahun 2013 terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak Pengusaha dengan Kualitas Layanan dan Sanksi Perpajakan sebagai Variabel Moderating (Studi Kasus pada UMKM Sidoarjo). Pemahaman Wajib Pajak atas PP No. 46 tahun 2013 berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak Pengusaha sedangkan kualitas layanan dan sanksi perpajakan tidak berpengaruh dan tidak dapat memoderasi hubungan antara pemahaman Wajib Pajak atas PP No. 46 tahun 2013 dan kepatuhan Wajib Pajak Pengusaha. Hasannudin (2015) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib
Pajak Dalam Membayar PBB dengan Variabel Moderating Sikap Wajib Pajak atas Sanksi Denda (Studi Empiris Pada Wajib Pajak Orang Pribadi Di Kota Tidore Kepulauan). Hasil penelitian menyimpulkan 1)Kesadaran Wajib Pajak secara parsial tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar PBB; 2)Kesadaran Wajib Pajak tidak berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib dalam membayar PBB yang dimoderasi oleh Sikap Wajib Pajak atas sanksi denda; 3)Motivasi Wajib Pajak tidak berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar PBB; 4)Motivasi Wajib Pajak tidak berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar PBB yang dimoderasi oleh Sikap Wajib Pajak atas Sanksi Denda; 5)Tingkat ekonomi Wajib Pajak tidak berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar PBB; 6)Tingkat Ekonomi Wajib Pajak tidak berpengaruh signifikan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar PBB yang dimoderasi oleh Sikap Wajib Pajak atas Pelaksanaan Sanksi
Universitas Sumatera Utara
Denda; 7)Sikap Wajib Pajak atas Sanksi Denda berpengaruh signifikan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar PBB.
Tabel 2.1 Review Penelitian Terdahulu Nama Peneliti 1
Sulud Kahona (2003)
2.
Asmuri (2006)
3.
Jatmiko, Agus Nugroho (2006)
4.
Mustikasari (2007)
Judul Penelitian
Variabel
Pengaruh sikap wajib pajak terhadap prioritas pembangunan daerah, sikap wajib pajak terhadap prioritas pembangunan daerah, sikap wajib pajak terhadap pelayanan fiskus dan sikap wajib pajak dalam penghindaran PBB terhadap kepatuhan wajib pajak PBB di KPP PBB Semarang Pengaruh reformasi perpajakan, inflasi dan jumlah wajib pajak terhadap penerimaan pajak. Penelitian dilakukan di DKI Jakarta.
Dependen Kepatuhan Wajip Pajak
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua variabel bebas yang di teliti Independen memiliki pengaruh yang 1. Sikap WP terhadap signifikan terhadap Prioritas Pembangunan kepatuhan WP PBB baik Daerah secara parsial maupun 2. Sikap WP terhadap simultan Pelayanan 3. Sikap WP dalam penghindaran PBB
Pengaruh Sikap Wajib Pajak Pada Pelaksanaan Sanksi Denda, Pelayanan Fiskus, Dan Kesadaran Perpajakan terhadap kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di kota Semarang
Dependen Kepatuhan Wajib Pajak
Kajian Empiris Tentang Kepatuhan Wajib Pajak Badan Di Perusahaan Industri Pengolahan Di Surabaya
Hasil Penelitian
Dependen Penerimaan Pajak
Hasil penelitian menyimpulkan adanya hubungan secara simultan Independen antara penerimaan pajak 1. Reformasi Perpajakan dengan reformasi 2. Inflasi perpajakan, inflasi dan 3. Jumlah Wajib Pajak jumlah wajib pajak.
Independen 1. Sikap WP 2. Pelayanan 3. Kesadaran WP
Dependen : Kepatuhan Wajib Pajak Independen : 1. Niat 2. Kondisi keuangan 3. Fasilitas 4. Iklim Organisasi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap wajib pajak terhadap sanksi denda, pelayanan fiskus, Kesadaran Perpajakan berpengaruh signifikan terhadap Variabel kepatuhan wajib pajak Hasil penelitian menyimpulkan bahwa niat seseorang belum tentu diwujudkan dalam perilakunya, wajib pajak yang memiliki niat ketidakpatuhan pajak rendah, ketidakpatuhan pajaknya rendah atau sebaliknya., jika wajib pajak mempunyai persepsi bahwa kondisi keuangan perusahaan baik, maka wajib pajak akan patuh dalam menjalankan kewajiban perpajakan perusahaan yang dia wakili,
Universitas Sumatera Utara
jika wajib pajak mempunyai persepsi bahwa fasilitas yang disediakan perusahaan tinggi atau mencukupi maka ketidakpatuhan pajak badan rendah atau sebaliknya, persepsi iklim keorganisasian yang positif berpengaruh terhadap kepatuhan pajak badan. 5.
6.
Rini, (2007)
Indah,
Harinurdin (2009)
Analisis Pengaruh Pemeriksaan Pajak Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Memenuhi kewajiban perpajakan pada kantor pelayanan pajak Jakarta Kebayoran Dua
Dependen Kepatuhan Wajib Pajak
Perilaku Kepatuhan Wajib Badan
Dependen Kepatuhan Wajib Pajak
Independen Pemeriksaan Pajak
Intervening Niat Independen 1. Perilaku 2. Keuangan 3. Fasilitas 4. Iklim Organisasi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata kepatuhan wajib pajak sebelum dan sesudah pemeriksaan.
Hasil penelitian menyimpulkan: Pertama, persepsi kontrol perilaku berpengaruh langsung pada kepatuhan pajak. Kedua, persepsi kontrol perilaku mempunyai pengaruh terhadap niat. kondisi mempunyai
Ketiga, keuangan pengaruh
terhadap Kepatuhan Pajak. . Keempat, kondisi fasilitas perusahaan mempunyai pengaruh positif yang kepatuhan pajak. Karena itu. Kelima, kondisiiklim organisasi mempunyai pengaruh positif yang terhadap kepatuhan pajak Keenam, niat mempunyai pengaruh kepatuhan pajak. 7.
Agustina (2010)
Pengaruh sikap, norma subjektif dan kewajiban moral terhadap tindakan wajib pajak orang pribadi di KPP Pratama Serpong1. 2. 3.
Dependen : Tindakan Wajib Pajak Independen : 1. Sikap 2. Norma 3. Kewajiban
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap, norma subjektif dan kewajiban moral berpengaruh secara parsial dan simultan terhadap tindakan wajib pajak pribadi di KPP Pratama Serpong
Universitas Sumatera Utara
8.
9.
10.
11.
Miladia (2010)
Benk, S., Ahmet, FC., Tamer, B. 2011
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi Tax Compliance Wajib Pajak Badan pada perusahaan industri manufaktur di Semarang
Dependen : Kepatuhan Pajak
An Investigation of Tax Compliance Intention : A Theory of Planned Behavior Approach. European Journal of Economics,
Dependen Kepatuhan Pajak
Jotopurnomo dan Yenni Mangoting (2013)
Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Kualitas Pelayanan Fiskus, Sanksi Perpajakan, Lingkungan Wajib Pajak Berada terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di Surabaya
Santioso dan Kusnawati
Analisis pengetahuan
pengaruh Pajak,
Independen : 1. Sikap WP 2. Niat WP 3. Kondisi Keuangan 4. Fasilitas Perusahaan 5. Iklim Organisasi
Independen 1. Equity Attitudes 2. Normative Expecttation 3. Legal Expectation
Dependen Kepatuhan Wajib Pajak Independen 1. Kesadaran 2. Kualitas Pelayanan 3. Lingkungan WP
Dependen Kepatuhan Wajib Pajak
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Sikap wajib pajak terhadap kepatuhan pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan pajak badan secara signifikan, (2) Niat wajib pajak untuk berperilaku patuh berpengaruh positif terhadap kepatuhan pajak badan secara signifikan, (3) Kondisi keuangan berpengaruh positif terhadap kepatuhan pajak badan secara signifikan, (4) Fasilitas perusahaan berpengaruh positif terhadap kepatuhan pajak badan secara signifikan, dan (5) Iklim organisasi berpengaruh positif terhadap kepatuhan pajak badan secara signifikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa equity attitudes tidak berpengaruh signifikan terhadap niat kepatuhan pajak sedangkan normative expectation dan legal sanction berpengaruh terhadap niat kepatuhan pajak. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa kesadaran Wajib Pajak, kualitas pelayanan fiskus, sanksi perpajakan, dan lingkungan Wajib Pajak berada secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Sawahan Surabaya. Secara simultan kesadaran Wajib Pajak, kualitas pelayanan fiskus, sanksi perpajakan dan lingkungan Wajib Pajak berada berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Sawahan Surabaya. Hasil penelitian disimpulkan bahwa variabel
Universitas Sumatera Utara
(2013)
12.
13.
14
Ananda (2015)
Siringoringo (2015)
Kusuma (2015)
persepsi wajib pajak dan kemauan membayar pajak terhadap Kepatuhuhan Wajib Pajak di KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Dua Tahun 2011,
pengetahuan tentang pajak dan kemauan membayar pajak secara empiris memiliki pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak, sedangkan variabel persepsi wajib pajak tentang petugas pajak dan persepsi wajib pajak tentang kriteria wajib pajak patuh secara empiris tidak memiliki pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.
Independen 1. Pengetahuan 2. Persepsi 3. Kemauan
Faktor-faktor yang mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak dalam Membayar pajak Bumi dan Bangunan dengan Pendapatan masyarakat sebagai Variabel Moderating (Studi Pada Wajib Pajak di Kota Medan)
Dependen Kepatuhan Wajib Pajak
Pengaruh Penerapan Penerapan Good Governance dan Whistleblowing System Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Dengan Resiko Sanksi Pajak Sebagai variabel Moderating (Studi Empiris Terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi Di Kota Bekasi) Pengaruh Pemahaman PP No. 46 Tahun 2013 terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pengusaha dengan Kualitas Layanan
Dependen Kepatuhan Wajib Pajak
Moderating Pendapatan Independen 1. Pelayanan 2. Sanksi 3. NJOP 4. Pengetahuan
Moderating Sanksi Pajak Independen 1. Goodgovernance 2. Whistleblowing System
Dependen Kepatuhan Wajib Pajak Moderating Sanksi Pajak
Hasil penelitian menyimpulkan: Secara simultan pelayanan, sanksi, NJOP dan pengetahuan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak bumi dan bangunan. Secara parsial sanksi dan pengetahuan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak bumi dan bangunan, sedangkan pelayanan, NJOP berpengaruh tidak signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak bumi dan bangunan. Pendapatan bukan merupakan variabel moderating yang dapat memoderasi hubungan pelayanan, sanksi, NJOP, dan pengetahuan dengan kepatuhan. Reformasi birokrasi Direktorat Jendral Pajak melalui pelaksanaan Good Governance dan Whistle Blowing System dilaksanakan untuk mampu meningkatkan kepatuhan wajib pajak, serta Resiko Sanksi Pajak dapat menjadi variabel moderating. Pemahaman Wajib Pajak atas PP No. 46 tahun 2013 berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak Pengusaha sedangkan
Universitas Sumatera Utara
15
Hasannudin (2015)
dan Sanksi Perpajakan sebagai Variabel Moderating (Studi Kasus pada UMKM Sidoarjo)
kualitas layanan dan sanksi Independen perpajakan tidak Pemahaman PP No. 46 berpengaruh dan tidak dapat Tahun 2013 memoderasi hubungan antara pemahaman Wajib Pajak atas PP No. 46 tahun 2013 dan kepatuhan Wajib Pajak Pengusaha.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Membayar PBB dengan Variabel Moderating Sikap Wajib Pajak atas Sanksi Denda (Studi Empiris Pada Wajib Pajak Orang Pribadi Dikota Tidore Kepulauan)
Dependen Kepatuhan Wajib Pajak
1. Kesadaran Wajib Pajak secara parsial tidak berpengaruh terhadap Moderating kepatuhan wajib pajak Sanksi Pajak dalam membayar PBB. 2. Kesadaran Wajib Pajak Independen tidak berpengaruh 1. Kesadaran terhadap Kepatuhan 2. Motivasi Wajib dalam membayar 3. Tingkat Ekonomi PBB yang dimoderasi WP oleh Sikap Wajib Pajak atas sanksi denda. 3. Motivasi Wajib Pajak tidak berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar PBB. 4. Motivasi Wajib Pajak tidak berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar PBB yang dimoderasi oleh Sikap Wajib Pajak atas Sanksi Denda. 5. Tingkat ekonomi Wajib Pajak tidak berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar PBB. 6. Tingkat Ekonomi Wajib Pajak tidak berpengaruh signifikan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar PBB yang dimoderasi oleh Sikap Wajib Pajak atas Pelaksanaan Sanksi Denda. 7. Sikap Wajib Pajak atas Sanksi Denda berpengaruh signifikan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar PBB
Sumber : Hasil peneliti terdahulu, disusun oleh Peneliti, 2016.
Universitas Sumatera Utara