BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Umum Dalam pembangunan yang dilaksanakan pada PT. Prima Indo Bahari ini beberapa faktor yang dijadikan pertimbangan antara lain, 1. Kecepatan Pengerjaanya dibandingkan struktur Beton Bertulang. 2. Efisiensi dimensi profil balok dengan bentang yang cukup lebar yaitu 9m. 3. Mampu memikul beban berat dengan dimensi profil yang langsing tidak seperti konstruksi beton bertulang. 4. Struktur yang di bangun direncanakan mencapai ± 1,5 ton /m2. 5. Kemudahan untuk bongkar pasang jika suatu saat bangunan ini di pugar,mengingat perijinan usaha di daerah tersebut hanya merupakan HGB (Hak Guna Bangunan) atau bukan merupakan tanah hak milik tetapi merupakan tanah pemerintah yang tidak boleh diperjual belikan.
Untuk memenuhi dari kebutuhan tersebut maka PT. Prima Indo Bahari memilih konstruksi baja sebagai struktur bangunan pada pembangunan ini, dimana struktur baja dinilai paling tepat untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Baja merupakan salah satu material yang banyak digunakan untuk elemen strktur, baik itu di struktur jembatan, struktur gedung maupun umuk struktur industri. Keuntungan dari penggunaan material salah satunya adalah sifat yang tahanan terhadap kekuatan tarik walaupun lemah terhadap tekan kerugiannya adalah sifat baja yang mudah memalami korosi akibat cuaca. Penggunaan Jenis-jenis baja yang penting untuk konstruksi bangunan dapat diklasifikasikan menjadi ; a. Baja karbon, dimana tergantung dari prosentase kadar karbonya. Naiknya prosentase karbon meningkatkan tegangan leleh namun menurunkan daktilitas yang berdampak pekerjaan las menjadi sulit.
7
b. Baja paduan rendah mutu tinggi (hight strength-low alloy steel IHSLA) mempunyai tegangan leleh bekisar antara 290-550 Mpa dengan tegangan putus antara 415-700 Mpa. c. Baja paduan rendah (low alloy), pada umumnya baja ini bisa ditempa dan dipanaskan untuk memperoleh tegangan leleh 550-700 Mpa.
2.1 Gambar Hubungan Tegangan dan regangan tipikal ( sumber : A, Setiawan, Perencanaan struktur baja dengan metode LRFD berdasarkan SNI 03-17292002
8
Dalam pernaahaman perilaku struktur baja, seorang ahli struktur harus pula memahami sifat-sifat mekanik dari baja, dari kurva tegangan-regangan diatas dapat dijelaskan posisi pada titik-titik penting diantaranya ; a. Terdapat daerah linier yang berlaku hukum hooke, kemiringan dari bagian kurva yang lurus ini disebut Modulus Elastisitas atau modulus young, E =f /ε.
b. Terdapat daerah elastis, pada daerah ini jika beben dihilangkan maka benda uji akan kembali ke bentuk semula berarti benda uji tersebut memiliki sifat elastis.
c. Daerah plastis yang dibatasi oleh regangan antara 1,2% - 1.5% hingga 2%, dimana pada bagian ini regangan mengalari kenaikan akibat tegangan konstan sebesar tegangan batasnya. Daerah ini dapat menunjukkan tingkat daktalitas dari material baja tersebut. Pada material baja mutu tinggi terdapat pula daerah plastis, namun tegangan masih mengalami kenaikan. Maka untuk baja mutu tinggi sulit melakukan analisa plastis karena tidak memiliki daerah plastis .
d. Daerah penguatan regangan (strain-hardening), untuk regangan lebih besar dari 15-20 kali regangan elastis maksimum, tegangan kembali mengalami kenaikan namun dengan kemiringan yang lebih kecil dari daerah elastis. Dan kemiringan daerah itu disebut dengan Modulus penguatan regangan.
Dalam peraturan SNI mengambil beberapa sifat-sifat mekanik material baja antara lain; Modulus Elastisitas, E= 200.000 Mpa
Modulus Geser, G = 80.000 Mpa
Koefisien muai panjang, α = 12. 10-6 / 0C, angka poisson = 0.03 Sedang untuk tegangan leleh dan tegangan putus SNI mendefinisikan mutu material baja menjadi 5 kelas mutu adalah sebagai berikut
9
Tabel : 2.1 sifat mekanis baja struktural
2.2. Profil Baja dan bentuk bentuknya. Bentuk profil baja, yang juga disebut batang dan sering juga disebut balok profil tersebut dipakai untuk unsur konstruksi lain seperti kolom, tiang dan lain sebagainya. Jenis potongan melintang profil baja terdapat dua bentuk profil yang didasarkan dari cara pernbuatannya yaitu : 1. Hot rolled shepes: cara blok-blok baja yang panas diproses melalui rol-rol dalarn pabrik. Jadi sebelum batang dibebanipun sudah ada tegangan residu (residual stress) yang berasal dari pabrik. 2. Cold formed shapes : profil semacam im dibentuk dari pelat-pelat yang sudah jadi, menjadi profil baja dalam temperature atmosfir. Profil semacam ini ringan dan sering disebut sebagai light gage coldform steel.
2.2 Gambar standar Rolled Shape, (sumber : Ir. Oentoeng, Konstruksi baja )
10
2.3 Gambar standar cold formed Shape, (sumber : Ir. Oentoeng, Konstruksi baja )
2.3. Komponen Struktur Tarik Batang tarik didefinisikan sebagai batang-batang dari struktur yang dapat menahan pembebanan tarik yang bekerja searah dengan sumbunya. Batang tarik urnumnya terdapat pada struktur baja sebagai batang pada elemen struktur penggantung, rangka batang jembatan, atap dan menara). Selain itu, batang tarik sering berupa batang sekunder seperti batang untuk pengaku sistem lantai rangka batang atau untuk penumpu antara sistem dinding ber-usuk (bracing). Batang tarik dapat berbentuk profil tunggal ataupun variasi bentuk dari susunan profil tunggal. Bentuk penampang yang digunakan antara lain bulat, plat strip, plat persegi, baja siku dan siku ganda, kanal dan kanal ganda, profil IWF, H, 1, ataupun boks dari susunan profiL tunggal. Secara umum pemakaian profiL tunggal akan lebih ekonomis, namun penampang tersusun diperlukan apabila: Kapasitas tarik profil tunggal tidak memenuhi. Kekakuan profit tunggal tidak memadai karena kelangsingannya. Pengaruh gabungan dari lenturan dan tarikan membutuhkan kekakuan lateral yang lebih besar.
11
Detail sambungan memerlukan penampang tertentu. Faktor estetika.
2.4. Kuat Tarik rencana
Pu ≤ min (0,9 Ag · Fy dan 0,75Ae · Fu Leleh pada penampang
Fraktur pada penampang
2.4 Gambar Batas kelangsingan maksimum = 300 (AISC’05)
2.5. Luas Netto Effektif, Ae Ae = UAn U = min( x dan 0.9) (SNI) 1
U=1- x
(AISC'05)
1
An = luas neto U = shear lag facto Jika scluruh elemen penampang disambung, maka luas neto efektif = luas neto (artinya U=I), jika tidak, gunakan rumus diatas.
12
2.5 Gambar Ekscntrisitas untuk mencari U (sumber: Analisis desain komponen struktur-Baja AISC,'05).
2.6. Komponen Struktur Tekan Dari mekanika bahan diketahui bahwa kolom yang sangat pendek dapat dibebani hingga mencapai tegangan lelehnya. sedangkan yang umumnya yaitu lenturan mendadak akibat ketidakstabilan terjadi sebelum bahan batang sepenuhnya tercapai. Perlunya pengetahuan tentang kestabilan batang tekan dalam merencanakan konstruksi struktur baja, ada 2 macam batang tekan : 1. Batang tekan suatu rangka batang terbebani gaya tekan aksial searah panjang pembebananya. Umumnya dalam suatu rangka batang, batang tekan-batang tepi atas merupakan batang tekan. 2. Kolom: merupakan batang tekan tegak yang bekerja untuk menahan balok-balok loteng, rangka atep, lintasan crane dalam bangunan pabrik
13
dan sebagainya untuk seterusnya akan dilimpahkan semua beban tersebut ke pondasi.
2.7. Fenomena Tekuk parts Komponen Struktur Tekan Tekuk local pada elemen
Tekuk lokal di Flens (FLB)
Tekuk Lokal di Web (WEB)
Tekuk pada Komponen Struktur:
Tekuk Lentur (flexural buckling)
Tekuk Torsi (torsional buckling)
Tekuk Torsi Letur (flexural torsional buckling)
14
2.6 Gambar Tekuk Lokal (sumber: Analisis desain komponen struktur-Baja AISC,'05).
2.8. Kuat Rencana Komponen Struktur tekan Untuk menentukan besar kekuatan tekan yang bekerja,perlu diperhatikan mengenai batas kelangsinga, sebab dalam perhitungan antar penampang langsing dan tidak langsing sangat berbeda yaitu tergantung bentuk profil dan dimensi profil. Hal tersebut dapat mengacu pada syarat penentuan batas kelangsingan;
15
2.7 Gambar Ketentuan Batas Langsing - Tidak Langsing (sumber: Analisis desaill komponen struktar- Baja AISC,'05)
Tabel 2.2 Batas Langsing Tidak Langsing sesuai Mutu Baja.
Sumber: Analisis dan Desain komponen Struktur Baja AISC,2005
16
2.9. Tekuk Komponen Struktur
2.8 Gambar Jenis-Jenis Tekuk Komponen Struktur Sumber: Analisa dan Desaim Komponen Struktur Baja AISC, 2005
2.10. Tekuk Lentur Hanya dapat teradi terhadap sumbu utama (sumbu denggan momen inersia max/min). Kelangsingan komponen struktur didefinisikan dengan;
kL r
Dimana;
k = factor panjang tekuk (SNI) = factor panjange fektif (AISC).
L = panjang kornponen strukur tekan.
r = jari-jari girasi
batas kelangsingan magnanimity untuk komponen struktur taken = 200
17
2.11. Penampang Profil IWF
Untuk menghitung kekuatan normal lentur penampang pengarunh tekuk dapat dibedakan menjadi 3 kategori berdasarkan kelangsingan bagian-bagian pelat tekan, antara lain; Penampang Compaq (Compact). Jika penampang-penampang memenuhi p , kuat nominal penampang terhadap lentur Mn - Mp. Penampang tidak kompaqk (non-compact). Jika penampang-penampang memenuhi
p r , kuat nominal
penampang terhadap lentur adalah;
Penampang lansing (slender) Jika penampang-penampang memenhi r kuat nominal penampang terhadap momen lentur adalah: a. Untuk momen terhadap sumbu lemah.
b. Untuk momen terhadap sumbu kuat:
dimana:
M r = Momen batas tekuk. M r S ( f y fr )
f r tegangan sis
Salomon plastic Mp adalah momen lentur yang menyebabkan. seluruh penampang mengalami leleh. Mp, diambil terkecil dari
18
S merupakan penampang elastis dan Z adalab modulus penampang plastis dimana dalam perhitungannya masingmasing harus
memperhitungkan
adanya
lubang-lubang
perbedaan tegangan leleh pada penampang hybrid, letak pelat tarik dan takan serta arah/sumbu lentur yang ditinjau. sedemikian sehingga kuat momen yang dihasilkan berada dalam batas-batas ketelitian yang diterima.
2.12. Pengelompokan Penampang.
Tabel 2.3 – batas λp dan λr Profil IWF.
19
Sumber: Analisis dan Desain komponen Struktur Baja AISC,2005
2.13. Kondisi Batas Momen Lentur
Tercapainya momen Plastis (yielding) - (berlaku untuk lentur terhadap Sumbu kuat mampu lemah.
Momen yang menyebabkan terjadinya Tekuk Lokal Lateral (LTB) (hanya untuk lenturterhadap sumbu kuat).
Momen yang menyebabkan teijadinya Tekuk Lokal di Flens (FLB) (tidak ada untuk penampang kompak)
20
Momen yang menyebabkan teradinya tekuk lokal web (WLB) - (tidak ada untuk penampang I)
Momen yang menyebabkan terjadinya leleh pada flens tarik (TFY) (tidak ada untuk penampang I simetri ganda)
2.14. Momen Leleh dan Momen Plastis (terhadap sumbu kuat x)
2.15. Teori Torsi
Torsi / puntir yang terjadi pada batang lurus apabila batang tersebut dibebani momen yang cenderung menghasilkan rotasi terhadap sumbu longitudinal batang sehingga tegangan geser yang terjadi pada penampang akibat torsi dan sangat menpengaruhi dalam perencanaan. struktur, kasus torsi sering dijumpai pada balok induk yang memiliki balok-balok anak dengan bentang yang tidak sama panjang. Pengaruh puntir umuumnya bersifat sekunder, walaupun tidak selalu
21
merupakan pengaruh minor yang harus ditinjau secara gabungan dengan jenis pengaruh lainnya. Profil yang paling efisien dalam memiikul torsi adalah profil bundar berongga (seperti cincin), penampang ini lebih kuat memikul torsi dibandingkan dengan penampang bentuk WF, kanal, T, siku atau Z dengan luas yang sama. Suatu batang pejal bulat bila dipuntir, maka tegangan geser pada penampang di tiap titik akan bervariasi sesuai jarak dari pusat batang dan penampang yang semula datar akan tetap datar serta hanya berputar terhadap sumbu batang.
Pada tahun 1853 muncul teori klasik torsi dari saint-venant, ia mengatakan bahwa jika batang dengan penampang bukan lingkaran bila dipuntir, maka penampang yang semula datar tidak akan menjadi datar lagi setelah dipuntir, penampang ini menjadi terpilih (wraping) keluar bidang.
Puntir murni terjadi bila penampang lintang yang datar sebelum torsi bekerja tetap datar dan elemen penampang hanya mengalami rotasi selama terpuntir. Batang bulat yang memikul torsi adalah satu-satunya keadaan puntir murni. Puntir terpilin adalah pengaruh keluar bidang yang timbul bila sayap-sayap berpindah secara lateral selama terpuntir, yang analog dengan lentur akibat beban luar lateral.
2.16. Torsi Murni Pada Penampang Homogen
Perhatikan momen torsi, T, yang bekerja pada batang pejal homogen. Asumsi tidak ada pemilihan keluar bidang, kelengkungan torsi, Ө, diexpresikan sebagai;
22
2.9 Gambar Torsi pada batang pejal
23
Dari persamaan 2.6 dapat disimpulkan bahwa regangan geser akibat torsi sebanding dengan jarak dari titik pusat torsi. 2.16.1.
Penampang Lingkaran. Perhatikan penampang berbentuk lingkaran dengan jari – jari r1 dan
r2 dimana r1 r2
2.10
Gambar Penampang lingkaran
24
2.16.2.
Penampang persegi.
Perhatikan penampang persegi yang mengalami geser akibat torsi, pada gambar 2.8, regangan geser = λ
25
2.11
Gambar Penampang persegi
regangan geser , λ adalah;
Berdasarkan hokum Hooke, tegangan geser τ, diekspresikan sebagai;
Dari teori elastisitas τmaks terjadi ditengah dari sisi panjang penampang persegi dan bekerja sejajar sisi panjang tersebut. Besamya merupakan fungsi dari rasio b/t dan dirumuskan sebagai;
Dan konstanta torsi petiampang persegi adalah
j = kl. b. 0
2.16
Besarnya nilai k1 dan k2 tergantung dari rasio b/t, dan ditampilkan dalam tabel
Tabel 2.4 Harga k, dan k2 untuk persarnaan 2.14 dan 2.15
26
2.17. Tegangan Puntir pada Profil I
Pembebanan pada bidang yang tak melalui pusat geser akan mengakibatkan batang terpuntir jika tidak ditaban oleh pengekang luar. Tegangan puntir akibat torsi terdiri dari tegangan lentur dan geser. Tegangan ini haras digabungkan dengan tegangan lentur dan geser yang bukan disebabkan oleh torsi.
Torsi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yakni torsi murni (pure torsional/Saint Venant's torsion) dan torsi terpilih (warping torsion). Torsi murni mengasumsikan bahwa penampang melintang yang datar akan tetap datar setelah mengalami torsi dan hanya terjadi rotasi saja. Penampang bulat adalah satu-satunya keadaan torsi mumi.Torsi terpilih timbul bila flens berpindah secara lateral selama terjadi torsi.
2.12
Gambar Penampang Torsi
2.18. Torsi Murni (Saint-Venant's Torsion)
Seperti halnya kelengkungan lentur (perubahan kemiringan persatuan panjang) dapat diekspresikan sebagai, M d2y , yakni momen dibagi kekakuan lentur sama dengan kelengkungan, EI dz 2
maka dalam torsi mumi momen M dibagi kekakuan torsi GJ sama dexigan kelengkungan torsi (perubahan sudut puntir Ө per satuan panjang).
27
Menurnt persamaan 2.6 tehgangan akibat Ms sebanding dengar jarak ke pusat torsi.
2.19. Torsi Terpilih (Warping)
Sebuah balok yang memikul torsi Ms, maka bagian flens tekan akan melengkung ke salah satu sisi lateral, sedang flens tarik melengkung ke sisi lateral lainnya. Penampang pada Gambar memperlihatkan balok yang puntirannya ditahan diujung ujung, namun flens bagian atas berdeformasi ke samping (arah lateral) sebesar uf. Lenturan ini menimbulkan tegangan normal lentur (tarik dan tekan) serta tegangan geser sepanjang flens.
Secara umum torsi pada balok dianggap sebagai gabungan antara torsi murni dan torsi terpilih.
2.13
Gambar torsi pada profil I
28
2.20. Persamaan Diferensial untuk Torsi Profil. Dari gambar 2.8 untuk sudut Ө yang kecil akan diperoleh;
Bila uf dideferensialkan 3 kali ke-z, maka:
Dari hubungan momen dan kelengkungan;
Dengan Mf adalah momen lentur pada satu flens. If adalah momen Inersia satu flens terhadap sumbu-y dari balok. Karena V
dM , maka; dz
Dan menyamakan persamaan dengan akan diperoleh bentuk:
Dalarn garabar 2.8 komponen momen torsi Mw. yang menyebabkan lenturan lateral dari flens, sama dengan gaya geser flens dikalikan h, sehingga;
Dengan C w
l f h2 2
, disebut sebagai konstanta torsi terpilih (torsi warping).
momen torsi total yang bekerja pada balok adalah jumlah dari Ms, dan Mw yakni;
Jika persamaan 2.19 dibagi dengan E C w ,maka
Dengan mensubtitusikan 2
GJ akan didapatkan suatu persamaan dasar E CW
linier tak homogen
29
Solusi persamaan dasar ini adalah
2.21. Tegangan Torsi.
Tegangan geser akibat torsi saint-venant's adalah;
Tegangan geser akibat torsi warping
Besarannya Qf diambil sebagai berikut,
Dan Vf dari persamaan 2.17;
Sehingga dengan mengambil harga mutlaknya
30
2.14
Gambar perhitungan statis momen Qf
Tegangan tarik dan tekan akibat lentur lateral dari flens adalah;
Tegangan ini bervariasi secara. linier sepanjang sayap, dan mencapai maksimal pada x = b/2. Nilai Mf diperoleh dari subtitusi persamaan 2.13 ke 2.15 yaitu: Mf =
Dan pada x = b /2
Secara ringkas, 3 macam tegangan yang timbul pada profil I akibat torsi adalah; a) Tegangan geserr, pada web dan fiens (Torsi Saint Venant's, Ms). b) Tegangan geser -c, pada flens akibat lentur (Torsi warping, Mw). c) Tegangan normal (tarik dan tekan) bw akibat lentur lateral flens (Ms.) 2.22. Beban angin Beban Angin menimbulkan tekanan pada sisi pihak angin (windward) dan hisapan pada sisi dibelakang angin (leeward).
2.23. Penentuan beban angin Beban angin ditentukan dengan anggapan adanya tekanan positif dan tekanan negative (isapan) yang bekerja tegak lurus pada bidang-bidang
31
yang ditinjau.Besarnya tekanan positif dan negative ini dinyatakan dalam kg/m2, ditentukan dengan mengalikan tekanan tiup yang dinyatakan dalam ayat 4.2 dengan koefisien koefisien angin yang ditentukan dalam pasal 4.3
2.23.1.
Tekanan Tiup
1) Tekanan tiup harus diambil minimum 25kg/m2,kecuali yang ditentukan dalam ayat-ayat 2, 3, dan 4. 2) Tekanan tiup dilaut dan ditepi laut sampai sejauh 5 km dari pantai harus di ambil minimum 40 kg/m2, kecuali yang ditentukan dalam ayat-ayat 3 dan 4 3) Untuk daerah-daerah dii dekat laut dan daerah – daerah lain tertentu dimana terdapat kecepatan-kecepatan angin yang mungkin menghasilkan tekanan tiup yang lebih besar dari yang ditentukan dalam ayat-ayat 1 dan 2, tekanan tiup (p) harus dihitung dengan rumus v2 p (kg / m 2 ) 16 Dimana v adalah kecepatan angin dalam m/det,yang harus ditentukan oleh instansi yang berwenang.
32
4) Pada cerobong tekanan tiup dalam kg/m2, harus ditentukan dengan rumus ( 42,5 + 0,6h ), dimana h adalah tinggi cerobong seluruhnya dalam meter. Di ukur dari lapangan yang berbatasan. 5) Apabila dapat dijamin suatu gedung terlindung efektif terhadap angindari suatu jurusan tertentu oleh gedunggedung lain, maka tekanan tiup dari jurusan itu menurut ayat-ayat 1 s/d 4 dapat dikalikan dengan koefisien reduksi sebesar 0,5
2.23.2.
Koefisien angin
1) Gedung Tertutup Untuk bidang-bidang luar,koefisien angin (+ berarti tekanan dan berarti isapan),adalah sebagai berikut : a) Dinding vertical : di pihak angin
: + 0.9
di belakang angin
: - 0.4
sejajar dengan arah angin
: - 0.4
b) Atap segi-tiga dengan sudut kemiringan di pihak angin : α <65º (0.02 α : 65< α <90º Di belakang angin,untuk semua α
: - 0.4) : +0.9 : -0.4
c) Atap lengkung dengan sudut pangkal β ; β < 22 : untuk bidang lengkung di pihak angin : Pada seperempat busur pertama
: - 0.6
Pada seperempat busur kedua
: - 0.7
Untuk bidang lengkung di belakang angin Pada seperempat busur pertama
: - 0.5
Pada seperempat busur kedua
: - 0,2
β < 22
: untuk bidang lengkung di pihak angin :
33
Pada seperempat busur pertama
: - 0.5
Pada seperempat busur kedua
: - 0.6
Untuk bidang lengkung di belakang angin; Pada seperempat busur pertama
: -0.4
Pada seperempat busur kedua
: -0,2
Catatan : Sudut pangkal adalah sudut antara garis penghubung titik pangka dengan titik puncak dan garis horizontal d) Atap segitiga majemuk Untuk bidang atap di pihak angin α < 65
: (0.2 -0.4)
65º < α < 90º
: +0.9
Untuk semua bidang atap di belakang angin,kecuali yang vertical menghadap angin,untuk semua α
: -0.4
Untuk semua bidang atap vertical di belakang angin, yang menghadap angin,
: + 0.4
2) Gedung terbuka sebelah Untuk bidang luar,koefisien angin yang di tentukan dalam ayat (1) tetap berlaku, sedangkan pada waktu yang bersamaan di dalam gedung di anggap bekerja suatu tekanan positif dengan koefisien angin -0.3 apabila bidang yang terbuka terletak di belakang angin. 3) Atap tanpa dinding 1. Untuk beban angin dari satu jurusan, atap pelana biasa tanpa dinding harus direncanakan menurut keadaan yang paling berbahaya di antara 2 cara (I dan II), dengan koefisien angin untuk bidang atap seperti berikut :
34
Untuk atap-atap pelana terbalik (atap-atap V) tanpa dinding untuk bidang bawah dari atap berlaku koefisien-koefisien angin yang sama seperti untuk bidang atas atap pelana biasa.
2. Untuk atap-atap miring sepihak tanpa dinding, untuk bidang atas berlaku koefisien angin (- atau + bergantung pada arah angin) sebagai berikut :
Untuk kemiringan kemiringan yang terdapat di antaranya,di adakan interpolasi linier.
4) Dinding yang berdiri bebas.
35
Untuk dinding-dinding yang berdiri bebas, koefisien angin untuk bidang di pihak angin adalah -0.4 (jumlahnya 1.3).
5) Cerobong dengan penampang lingkaran Untuk cerobong dengan penampang lingkaran,koefisien angin untuk tekanan positif dan tekanan negative (isapan) bersama-sama adalah 0.7.Koefisien angin ini berlaku untuk bidang cerobong yang diproyeksikan pada bidang yang melalui sumbu-sumbu cerobong.
6) Struktur rangka (latrice structures).
a. Untuk struktur rangka bidang,koefisien angin untuk terkanan positif dan tekanan negative (ispan) jumlahnya adalah 1,6. b. Untuk struktur rangka ruang dengan penampang melintang berbentuk persegi dengan arah angin tegak lurus pada salah satu bidang rangka, koefisien angin untuk rangka pertama di pihak angin adalah +1.6 dan untuk rangka kedua di belakang angin adalah +1.2. c. Untuk struktur rangka ruang dengan penampang melintang berbentuk bujur sangkar dengan arah angin 45 terhadap bidang-bidang rangka,koefisien angin untuk kedua bidangrangka di pihak
angin adalah masing-
masing +0.65 dan untuk kedua rangka di belakang angin masing masing +0.5.kecuali itu,masing-masing rangka harus diperhitungkan terhadap beban angin yang bekerja dalam masing-masing bidangnya dengan koefisien angin untuk beban angin yang bekerja tegak lurus padanya.
36
d. Untuk struktur rangka ruang dengan penampang melintang berbentuk segi-tiga sama sisi dengan arah angin tegak lurus pada bidang rangka di pihak angin,koefisien angin untuk rangka tersebut adalah +1.6 dan untuk kedua rangka di belakang angin adalah masing-masing +0.3.kecuali itu,masing-masing rangka di belakang angin harus di perhitungkan terhadap beban angin yang bekerja di dalam masing-masing bidangnya dengan koefisien angin masing-masing sebesar 0.5. e. Untuk struktur rangka ruang dengan penampang melintang berbentuk segi-tiga sama sisi dengan arah angin tegak lurus pada bidang rangka di belakang angin, koefisien angin untuk kedua rangka di pihak angin adalah +0.4 dan untuk rangka di belakang angin adalah +1.2.kecuali itu, masing-masing rangka di pihak angin harus diperhitungkan terhadap beban angin yang bekerja di dalam masing-masing bidangnya dengan koefisien angin masing-masing sebesar 0.7. 7) Gedung dan bangunan lain Koefisien angin untuk gedung dan bangunan dengan bentu penampang yang lain daripada yang ditentukan dalam pasal ini dapat di ambil harga-harga untuk bentuk-bentuk yang hamper srupa,kecuali apabila koefisien angin di tentukan dengan percobaan terowongan angin.
2.23.3.
Pembebasan peninjauan beban angin
1. Pada gedung tertutup dan rumah tinggal dengan tinggi tidak lebih dari 16m, dengan lantai-lantai dan dinding-dinding yang
memberikan
kekakuan
yang
cukup,
struktur
37
utamanya tidak perlu di perhitungkan terhadap beban angin kecuali apabila perbandingan tinggi dan lebar bangunan itu menyebabkan di perlukannya peninjauan bebn angin itu. 2. Apabila perbandingan antara tinggi dan lebar gedung dan struktur dari gedung itu adalah sedemikian rupa hingga tidak menyebabkan diperlukannya peninjauan beban angin, maka juga untuk gedung dengan tinggi lebih dari 16m dapat di berikan pembebasan atas peninjauan beban angin.
38
39
40
2.24. Data wilayah Gempa Data Gambar pembagian wilayah Gempa
41
Gempa Gaya gempa vertikal pada balok dihitung dengan mengunakan percepatan vertikal ke bawah sebesar 0, 1 g dengan g~9,8 m/det2.
42
Gaya gempa vertikal rencana
WT =Berat total struktur yang berupa berat sendiri dan berat tambahan. Beban rencana gempa minimum diperoleh dengan rumus berikut:
Dimana :
TFQ = Gaya geser dasar total dalam arah yang dituju (kN). KH = Koefisien beban gempa horizontal. C = Koefisien geser waktu dan kondisi setempat sesuai. I = Faktor type bangunan
2.25. Spesifikasi dan Peraturan Bangunan
Perencanaan struktur bangunan baja di Amerika umumnya berdasarkan spesifikasi American Institute of Steel Contruction (AISC). AISC merupakan lembaga gabungan dari pabrik baja dan perusahaan konstruksi baja, serta perorangan yang tertarik pada penelitian dan perencanaan struktur baja. AISC specification (spesifikasi AISC) adalah hasil keputusan gabungan dari para peneliti dan ahli teknik praktis.Hasil penelitiannya disintesa menjadi prosedur perencanaan praktis agar di peroleh struktur yang aman dan ekonomis.Meluasnya pemakaian computer dalam perencanaan praktis secara umum memungkinkan pembuatan aturan spesifikasi yang terperinci. Kecenderungan ini mulai terlihat dalam spesifikasi AISC 1961 dan dilanjutkan dengan spesifikasi 1978. Dalam buku ini jika tidak dinyatakan lain, bagian spesifikasi yang di jadikan refernsi adalah spesifikasi edisi 1978. Spesifikasi
yang
berisi
aturan-aturan
ditujukan
untuk
menjamin
keamanan;namun perencana harus memahami kelakuan struktur yang di cakup oleh aturan tersebut;jika tidak, hasil perencanaannya akan kasar, sangat konservatif, dan kadang-kadang tidak aman. Pengarang berpendapat bahwa aturan
43
tidak mungkin bias berlaku penuh pada setiap keadaan. Pengertian akan kelakuan harus dipahami lebih dahulu, baru kemudian aturan diterapkan. Walaupun suatu aturan bisa diterapkan,perencana harus bertanggung jawab penuh terhadap keamanan struktur. Spesifikasi yang di berikan oleh AISC hakekatnya merupakan saran-saran yang di usulkan oleh kelompok ahli terkemuka dalam penelitian dan perencanaan baja. Suatu spesifikasi resmi secara hukum hanya bila lembaga pemerintah (yang secara resmi bertanggungjawab atas keselamatan umum) mencantumkan spesifikasi tersebut (misalnya AISC 1978) dalam peraturan bangunan. Perencanaan jembatan baja umumnya mengikuti spesifikasi American Association of State Highway and Transportation Officials (AASHTO). Spesifikasi ini adalah aturan resmi karena telah di terima oleh pemerintah (biasanya departemen jalan raya atau pekerjaan umum). Edisi 1977 merupakan edisi terbaru, tetapi tambahan dan perubahan yang diterbitkan setiap tahun biasanya disetujui. Jembatan kereta api direncanakan menurut spesifikasi yang diterbitkan oleh American Railway Engineering association (AREA). Dalam hal ini lembaga tersebut bertanggung jawab terhadap keamanan dan organisasinya menetapkan aturan-aturan untuk memperoleh perencanaan yang aman. Istilah
peraturan
bangunan
kadang-kadang
diartikan
sebagai
spesifikasi.Sebenarnya peraturan bangunan adalah dokumen yang sangat luas , baik dokumen resmi seperti peraturan bangunan local atau Negara, atau dokumen yang banyak diakui walaupun tidak resmi tetapi mencakup topik yang sangat luas seperti pada peraturan bangunan lokal atau Negara. Peraturan bangunan umumnya meliputi semua bidang yang berhubungan dengan keamanan seperti perencanaan struktur, detai arsitektur, pencegah kebakaran, pemanas dan pendingin udara, saluran pipa (plumbing) dan sanitasi, serta penerangan. Sebaliknya, spesifikasi sering merupakan aturan-aturan yang dikeluarkan oleh arsitek atau insinyur yang berhubungan hanya dengan satu bangunan tertentu yang sedang di bangun. Peraturan bangunan juga biasanya memberikan beban standar untuk perencanaan struktur, Pembaca tidak perlu bingung dengan pemakaian kata peraturan
44
bangunan dan spesifikasi yang sering dipertukarkan, tetapi harus mengetahui mana yang secara resmi disyaratkan untuk perencanaan dan mana yang merupakan saran praktis.
2.26. Filosofi Perencanaan Gedung Ada dua filosofi perencanaan yang di pakai dewasa ini. Filosofi perencanaan tegangan kerja/elastis (working stress design) adalah yang paling umum selama 90 tahun terakhir. Menurut filosofi ini, elemen struktural harus direncanakan sedemikian rupa hingga tegangan yang dihitung akibat beban kerja, atau servis, tidak melampaui tegangan ijin yang telah ditetapkan. Tegangan ijin ini ditentukan oleh peraturan bangunan atau spesifikasi (seperti AISC Specification 1978 ) untuk mendapatkan factor keamanan terhadap tercapainya tegangan batas, seperti tegangan leleh minimum atau tegangan tekuk (buckling).Tegangan yang dihitung harus berada dalam batas elastic,yaitu tegangan sebanding dengan regangan. Misalnya pada balok,kriteria aman dalam perencanaan tegangan kerja bias dinyatakan sebagai
Fy Fcr Mc f b I f b Fs atau FS Dengan fb adalah tegangan di serat terluar pada penampang balok akibat momen beban kerja maksimum M yang dihitung dengan menganggap balok bersifat elastis; c adalah jarak dari garis netral ke serat terluar; dan I adalah momen inersia penampang balok. Tegangan ijin Fb diperoleh dengan membagi tegangan batas (seperti tegangan leleh Fy atau tegangan tegangan tekuk FCT) dengan factor keamanan FS. Filosofi perencanaan lainnya sering di sebut perencanaan keadaan batas
(limit state). Istilah yang relatif baru ini meliputi metoda yang umumnya disebut “perencanaan
kekuatan
batas,”
“perencanaan
kekuatan,”
“perencanaan
plastis,”perencanaan factor beban,” “perencanaan batas,” dan yang terbaru “perencanaan factor daya tahan dan beban” (LRFD/Load and Resistance Factor Design). Keadaan batas adalah istilah umum yang berarti “suatu keadaan pada
45
struktur bangunan dimana bangunan tersebut tidak bias memenuhi fungsi yang telah direncanakan”. Keadaan batas dapat dibagi atas kategori kekuatan (strength) dan daya layan (serviceability). Keadaan batas kekuatan (atau keamanan) adalah kekuatan daktil (ductile) maksimum (biasa disebut kekuatan plastis), tekuk, lelah (fatigue), pecah (fracture), guling dan geser. Keadaan batas daya layan berhubungan dengan penghunian bangunan, seperti lendutan, getaran, deformasi permanen, dan retak. Dalam perencanaan keadaan batas, keadaan batas kekuatan atau batas yang berhubungan dengan keamanandi cegah dengan mengalikan suatu factor pada pembebanan. Berbeda dengan perencanaan tegangan kerja yang meninjau pada keadaan beban kerja,peninjauan pada perencanaan keadaan batas ditujukan pada ragam keruntuhan (failure mode) atau keadaan batas dengan membandingkan keamanan pada kondisi keadaan batas. Pada balok misalnya, criteria aman pada perencanaan keadaan batas bias dinyatakan sebagai
M FS M u Dengan M adalah momen beban kerja maksimum yang diperbesar dengan mengalikannya dengan factor FS untuk keamanan. Momen yang diperbesar harus mengakibatkan balok mencapai keadaan batas kekuatan. Mu adalah kekuatan batas sebenarnya yang dapat dicapai.
2.27. Perencanaan Tegangan Kerja-AISC Metode utama pada Spesifikasi AISC adalah perencanaan tegangan kerja (kadang-kadang disebut perencanaan tegangan ijin). Pusat perhatiannya ialah pada kondisi beban kerja (atau tegangan dengan menganggap struktur bersifat elastis) yang memenuhi syarat keamanan (kekuatan yang memadai) untuk struktur. Namun, tegangan ijin yang diberikan dalam Spesifikasi AISC ditentukan berdasarkan kekuatan yang bisa dicapai bila struktur dibebabi lebih dari semestinya. Bila penampang bersifat daktil dan tekuk tidak terjadi, regangan yang lebih besar daripada regangan pada saat leleh mulai terjadi dapat diterima oleh penampang tersebut. Kelakuan inelastis (tak elastis) yang daktil bisa
meningkatkan beban yang mampu dipikul bila dibanding dengan beban yang bisa ditahan jika struktur tetap berada dalam keadaan elastis. Bila seluruh tinggi balok
46
meleleh, kita peroleh batas atas dari kekuatan momen yang disebut kekuatan
plastis. Pada metode tegangan kerja, tegangan ijin disesuaikan keatas bila kekuatan plastis merupakan keadaan batas yang sesungguhnya. Jika keadaan batas yang sesungguhnya adalah ketidak-stabilan (tekuk) atau kelakuan lain yang mencegah pencapaian regangan leleh awal tegangan ijin diturunkan. Syarat-syarat daya layan seperti lendutan biasanya diperiksa pada kondisi beban kerja.
2.28. Perencanaan Plastis-AISC
Bagian 2 dari Spesifikasi AISC yang disebut perencanaan plastis adalah kasus khusus perencanaan keadaan batas. Di sini, keadaan batas untuk kekuatan harus berupa pencapaian kekuatan plastis, dan keadaan batas berdasarkan ketidakstabilan, kelelahan, atau patah getas (brittle fracture) dikesampingkan. Pada perencanaan plastis, sifat daktil pada baja dimanfaatkan dalam perencanaan struktur taktis tak tentu, seperti balok menerus dan portal kaku. Pencapaian kekuatan plastis di satu lokasi pada struktur statis tak tentu bukan berarti tercapainya kekuatan maksimum untuk struktur. Setelah salah satu lokasi mencapai kekuatan plastis, beban tambahan dipikul dengan proporsi yang berlainan di setiap bagian struktur hingga lokasi kekuatan plastis kedua tercapai. Pada saat struktur tidak mempunyai kemampuan lebih lanjut untuk memikul beban tambahan, struktur dikatakan telah mencapai “mekanisme keruntuhan”. Setelah syarat kekuatan dipenuhi dengan perencanaan plastis, syarat daya layan seperti lendutan pada kondisi beban kerja harus diperiksa.
2.29. Perencanaan Faktor Daya Tahan dan Beban (LRFD)
Dalam beberapa tahun terakhir ini, pendekatan keadaan batas yang umum telah mulai diterima oleh AISC. Pendekatan umum ini, yang disebut LRFD, adalah
47
hasil penelitian dari Advisory Task Force yang dipimpin oleh T.V. Galambos. Makalah Pinkham dan Hansel ,Galambos dan Ravindra dan Wiesner menyajikan gagasan baru tersebut. Format yang diusulkan untuk keadaan batas ialah;
Rn 0 i Qi ,
i DL , LL , W , S ..........
Ruas kiri menyatakan kekuatan nominal Rn yang dikalikan oleh factor pengurangan kapasitas (undercapasity) , yaitu bilangan yang lebih kecil dari 1,0 untuk memperhitungkan ketidak-pastian dalam besarnya daya tahan (resistance uncertainties). Ruas kanan merupakan jumlah hasil kali pengaruh beban Qi dan faktor kelebihan beban (overload) i . Jumlah hasil kali ini dikalikan dengan faktor analisa 0 (bilangan lebih besar dari 1,0) untuk memperhitungkan ketidakpastian dalam analisa struktur. Misalnya, portal kaku berdimensi tiga dianalisa sebagai sistem berdimensi dua. Sambungan sering dianggap sederhana (sendi) atau kaku (jepit), sedang sesungguhnya berada diantara dua keadaan tersebut. Subkrip (subcript) i
menunjukan jenis beban , seperti beban mati (DL), beban hidup
(LL), angin (W), dan salju (S). Sebagai perbandingan dengan filosofi perencanaan konvensionil, factor bisa di pindah ke ruas kanan menjadi penyebut sehingga didapatkan factor keamanan.
2.30. Sejarah Perkembangan Filosofi Perencanaan AISC
Kekuatan maksimum adalah dasar perencanaan yang tertua,karena beban yang dapat dipikul suatu batang pada saat runtuh mudah diukur dengan percobaan. Pengetahuan tentang besar dan distribusi tegangan internal tidak diperlukan. Dengan dipahaminya analisa metode elastis pada awal abad 20, perencanaan tegangan kerja yang berdasarkan keadaan elastis diterima secara luas oleh spesifikasi yang ada sebagai perencanaan terbaik. Karena baja bersifat elastis sebelum mencapai tegangan leleh (sebenarnya titik leleh yang jelas untuk kebanyakan baja struktural), maka baja keliatannya sesuai dan ideal untuk metode tersebut. Setelah kelakuan sesungguhnya dari struktur baja lebih dimengerti,
48
terutama akibat beban pada keadaan batas , metode tersebut disesuaikan terus menerus sehingga diperoleh perencanaan tegangan kerja dalam Spesifikasi AISD 1978 yang sebagian besar disesuaikan untuk mencermikan kelakuan pada keadaan batas. Perencanaan alat penyambung dan sambungan dalam perencanaan tegangan kerja selalu didasarkan pada kekuatan maksimum dan bukan pada kelakuan beban kerja, karena analisa kelakuan pada beban kerja sangat rumit. Perencanaan kolom juga didasarkan pada kekuatan maksimum sejak spesifikasi pertama dikeluarkan. Dengan ditetapkannya spesifikasi AISC 1961, balok mulai direncanakan berdasarkan kekuatan maksimum (atau tekuk), dan perencanaan gelagar plat diubah seluruhnya sehingga berdasarkan kekuatan maksimum. Metode perencanaan plastis pertama diterima oleh AISC pada tahun 1958 dan sekarang (1979) telah digunakan secara meluas. Hampir dapat dipastikan bahwa dalam waktu dekat ini, AISC akan menerima metoda keadaan batas yang umum yang disebutkan di atas, yaitu perencanaan factor daya tahan dan beban (LRFD), untuk mencakup perencanaan plastis. AASHTO telah mengijinkan metoda seperti ini (yang disebut sebagai perencanaan faktor beban sebagai alternative dari perencanaan elastis.
2.31.
Faktor Keamanan
Struktur dan batang struktural harus selalu direncanakan memikul beban yang lebih besar daripada yang diperkirakan dalam perencanaan normal.Kapasitas cadangan ini disediakan terutama untuk memperhitungkan kemungkinan beban yang berlebihan; selain itu, hal ini ditujukan untuk memperhitungkan kemungkinan pengurangan kekuatan. Penyimpangan pada dimensi penampang walaupun masih dalam batas toleransi bisa mengurangi kekuatan. Kadang kadang penampang baja mempunyai kekuatan leleh sedikit dibawah harga minimum yang ditetapkan, sehingga juga mengurangi kekuatannya. Kelebihan beban juga dapat diakibatkan oleh perubahan pemakaian dari yang direncanakan untuk struktur,
49
penaksiran pengaruh beban yang terlalu rendah dngan penyederhanaan perhitungan yang berlebihan dan variasi dalam prosedur pemasangan. Biasanya perubahan pemakaian yang drastis tidak di tinjau secara eksplisit atau tidak dicakup oleh factor keamanan; namun, prosedur pemasangan yang diketahui menimbulkan kondisi ketegangan tertentu harus diperhitungkan secara eksplisit. Keamanan yang diperlukan untuk perencanaan hakekatnya adalah gabungan dari faktor ekonomi dan statistik. Jelas bahwa secara ekonomis tidak menguntungkan untuk merencanakan struktur sedemikian rupa hingga tidak mungkin runtuh atau perencanaan yang kemungkinan runtuhnya sama dengan nol tidak menguntungkan. Faktor beban atau faktor keamanan ditujukan untuk membatasi kemungkinan runtuh dibawah tingkat yang cukup beralasan. Mendefinisikan istilah “faktor keamanan” yang kelihatannya sederhana adalah tujuan utama ASCE Task Committee on Factor Safety selama periode 1956-1966.Laporan akhir dari Task Committee meringkas konsep yang diperlukan untuk memahami keamanan struktur secara menyeluruh dan hubungannya dengan teori kemungkinan. Laporan akhir tersebut menyebutkan “Komite tidak berhasil menyelesaikan pertanyaan ‘angka keamanan’, dan berpendapat .bahwa pendekatan teori kemungkinan harus dikembangkan lebih lanjut.” Dewasa ini, syarat keamanan untuk struktur yang berdasarkan teori kemungkinan telah diusulkan dengan tujuan “agar lebih realistik dan memperbaiki konsistensi dalam perlakuan ketidakpastian pada hal yang dapat diukur dan yang berhubungan dengan ‘keahlian’.”ketidak-pastian yang dapat diukur meliputi halhal seperti perbedaan statistic pada kekuatan bahan dan kekuatan yang berhubungan dengan toleransi dimensi. Ketidak-pastian jenis ‘keahlian’ meliputi hal-hal yang jarang dijumpai dalam pengamatan statistic, seperti pengetahuan yang tak sempurna akan kelakuan struktur atau situasi yang secara ekonomis tidak menguntungkan untuk penerapan analisa “eksak”. Kebanyakan peraturan bangunan tidak menunjukkan pelbagai faktor yang terlibat dalam penentuan syarat keamanan. Kita bisa mengatakan bahwa daya tahan minimum harus melebihi beban maksimum yang diberikan sebesar jumlah tertentu. Misalkan beban yang sebenarnya melampaui beban kerja sebesar S ,
50
dan daya tahan yang sesungguhnya lebih kecil dari daya tahan yang dihitung sebasar R . Struktur yang tepat memadai harus memenuhi persamaan R R S S
R1 R / R S 1 S / S ………………….191
Derajat keamanan atau faktor keamanan adalah perbandingan antara kekuatan nominal dan beban rencana nominal,R/S; jadi,
FS
R 1 S / S …………..192 S 1 R / R
Persamaan 1.9.2 menunjukkan pengaruh kelebihan beban (∆S/S) dan pengurangan kapasitas (∆R/R);akan tetapi, persamaan ini tidak menunjukkan semua faktor yang mempengaruhi kedua hal tersebut. Jika kelebihan beban (∆S/S) di anggap 40% lebih besar dari harga rata-ratanya dan pengurangan kekuatan (∆R/R) dianggap 15% lebih kecil dari harga rata-rata,maka
FS
1 0,4 1,4 1,65 1 0,15 0,85
Jelas bahwa walaupun variasi persentase tersebut benar, tetapi hanya berhubungan dengan kemungkinan terjadinya variasi tersebut. Ini tidak berarti bahwa variasi yang lebih besar tidak mungkin terjadi. Perlakuan statistik dan teori kemungkinan berada diluar ruang lingkup buku ini, dan pembahasan lebih lanjut bisa dilihat pada pustaka 14 dan 15. AISC 1978 memakai FS = 1,67 sebagai harga dasar untuk metode tegangan kerja dan FS = 1,7 untuk perencanaan plastis yang sesungguhnya sangat mendekati. Pembagian kapasitas dengan 1,67 setara dengan penggali sebesar 0,6 (kelipatan yang sederhana) pada metode elastis. Pada perencanaan plastis, beban dikalikan dengan faktor 1,7 yang juga merupakan angka yang mudah.
51
2.32. Patah Getas
Seperti dibahas dalam bagian sebelumnya, baja yang biasanya daktil dapat menjadi getas akibat pelbagai kondisi. Perencana harus memahami penyebabnya agar patah getas dapat dihindari. Rolfe [6] menjabarkan ringkasan mengenai pengontrolan patah dan kelelahan untuk ahli struktur. Patah getas
didefinisikannya sebagai “jenis
keruntuhan berbahaya yang terjadi tanpa deformasi plastis lebih dahulu dan dalam waktu yang sangat singkat.” Kelakuan patah dipengaruhi oleh suhu, laju pembebanan, tingkat tegangan, ukuran cacat,tebal dan pembatas plat, geometri sambungan dan mutu pengerjaan.
2.33. Pengaruh Suhu.
Keliatan takik (seperti yang ditentukan dengan kurva suhu transisi kejut Charpy, adalah petunjuk kecenderungan patah getas. Suhu merupakan faktor penting dalam beberapa hal: (a) harga dibawah mana keliatan takik tidak memadai; (b) pada suhu 600 sampai 8000F (320 sampai 4300C) timbul formasi mikrostruktur yang getas; dan (c) diatas 10000F (5400C) pengendapan senyawa karbon dan elemen paduan terjadi sehingga mikrostrukturnya lebih getas.Faktor suhu yang lain telah dibahas dalam bagian sebelumnya. Pengaruh Tegangan Multiaksial Kondisi tegangan kompleks pada struktur umumnya, terutama di sambungan, menimbulkan pengaruh penting lain pada kegetasan. Primer on Brittle Fracture menyajikan pembahasan yang rasional dan merupakan inti dari pembahasan di bawah ini. Kurva tegangan regangan tehnik berlaku bagi tegangan uniaksial; sebelum patah, pengecilan penampang terjadi seperti yang di perlihatkan pada gambar 2.9.1a. Jika beban lateral biaksial (dua sumbu) seperti pada gambar 2.9.1b diberikan, “kelakuan plastis tidak terjadi sehingga batang akan patah secara getas dengan tanpa perpanjangan dan pengecilan luas penampang.” Tegangan patah yang berdasarkan luas penampang lintang semula akan sama harganya seperti
52
tegangan yang berdasarkan penampang lintang yang diperkecil pada kasus tarikan uniaksial. Tegangan akan jauh di atas kekuatan tarik maksimum dari kurva tegangan-regangan teknik yang slalu dihitung berdasarkan luas penampang semula. Hal ini merupakan perluasan dari konsep criteria leleh (atau criteria runtuh) yang di bahas dalam Bab 2.6. Pengaruh takik telah dijabarkan pada pembahasan keliatan takik dalam bab 2.5. Takik mempunyai pengaruh yang hampir sama seperti pembebanan triaksial teoretis pada gambar 2.9.1, yaitu mengekang aliran plastis (yang akan terjadi) sehingga pada tegangan yang lebih tinggi cenderung runtuh secara getas. Gambar 2.9.2 memperlihatkan pengaruh takik pada benda uji tarik. Luas penampang lintang di dasar takik selaras dengan luas benda uji semula pada gambar 2.9.1b. Penampang yang diredusir menjadi lebih kecil bila tarikan aksial diperbesar, tetapi ditahan oleh tarikan diagonal yang timbul di sudut seperti pada gambar 2.9.2. Batang yang diuji akan runtuh secara patah getas pada tegangan yang besar. Gambar Takik dapat terjadi pada struktur yang sebenarnya karena sudut yang tak diisi dalam perencanaan atau las yang tidak sempurna sehingga timbul retak-retak. Hal ini dapat menyebabkan kegetasan. Namun, takik dan las yang retak dapat dikurangi dengan perencanaan dan prosedur pengelasan yang baik. Konfigurasi dan perubahan penampang yang tidak umum harus dibuat secara bertahap sehingga garis aliran tegangan tidak berubah dengan tiba-tiba. Bila kondisinya sedemikian kompleks hingga terjadi tegangan tiga dimensi, kegetasan cenderung terjadi. Misalnya, penuangan (casting) menyebabkan kegetasan. Hal ini terutama dikarenakan sifat kontinuitas tiga dimensi. gambar
53
2.34. Metode Perencananan Konstruksi Baja
2.34.1.
Metode ASD (Allowable Stress Design)
Metode ASD (Allowable Stress Design) merupakan, metode yang paling konvensional dalam perencanaan konstruksi. Metode ini menggunakan beban servis sebagai beban yang harus dapat ditahan oleh material konstruksi. Agar konstruksi aman maka harus direncanakan bentuk dan kekuatan bahan yang mampu menahan beban tersebut. Tegangan maksimum yang diizinkan terjadi pada suatu konstruksi saat beban servis bekeja harus lebih kecil atau sama dengan tegangan leleh (σy). Untuk memastikan bahwa tegangan yang tqjadi tidak melebihi tegangan leleh (σy) maka diberikan faktor keamanan terhadap tegangan izin yang boleh terjadi.
Besaran fak-tor keamanan yang diberikan lebih kurang sama dengan 1,5 ; sehingga boleh dipastikan bahwa tegangan maksimum yang diizinkan terjadi adalah 2/3 Fy yang berarti juga akan terletak pada daerah elastis. Perencanaan memakai ASD akan memberikan penampang yang lebih konvensional.
2.34.2.
Metode LRFD ( Load Resistance Factor Design
Metode LRFD ( Load Resistance Factor Design ) lebih mementingkan perilaku bahan atau penampang pada saat terjadinya keruntuhan. Seperti kita ketahui bahwa suatu bahan (khususnya baja) tidak akan segera runtuh ketika tegangan yang tedadi melebihi tegangan leleh (Fy), namun akan terjadi regangan plastis pada bahan tersebut. Apabila tegangan yang tejadi sudah
54
sangat besar maka akan terjadi strain hardening yang mengakibatkan terjadinya peningkatan tegangan sampai ke tegangan runtuh / tegangan ultimate (Fu). Pada saat tegangan ultimate dilampaui maka akan terjadi keruntuhan bahan. Metode LRFD umunmya menggunakan perhitungan dengan menggunakan tegangan ultimate (Fu) menjadi tegangan izin, namun tidak semua perhitungan metode LRFD menggunakan tegangan ultimate (Fu) ada juga perhitungan yang menggunakan tegangan leleh (Fy), terutama pada saat menghitung deformasi struktur yang mengakibatkan ketidakstabilan struktur tersebut. Metode LRFD menggunakan beban terfaktor sebagai beban maksimum pada saat terjadi keruntuhan. beban servis akan diikalikan dengan faktor amplikasi yang tentunya lebih besar dari 1 dan selanjutnya akan menjadi beban terfaktor. Selain itu kekuatan nominal (kekuatan yang dapat ditahan bahan) akan diberikan faktor resistansi juga sebagai faktor reduksi akibat dari ketidak sempumanya pelaksanaan dilapangan maupun di pabrik.
Besaran faktor resistansi berbeda - beda untuk setiap perhitungan kekuatan yang ditinjau,misalnya : untuk kekuatan tarik digunakan faktor reduksi 0,9 dan untuk kekuatan tekan digunakan faktor reduksi 0,75. Dapat dilihat bahwa untuk penampang yang sama hasil kekuatan nominal yang akan didapat dari metode LRFD akan lebih tinggi dari metode ASD.
2.35. Sambungan 2.35.1.
Sambungan Las
Mengingat bahan las minimal mempunyai kekuatan yang sama dengan atau bahkan lebih besar daripada bahan profil yang akan disambungkan, maka pada dasarnya tidak ada pembatasan dalam
55
menggunakan sambungan las pada konstruksi baja. Konstruksi baja yang menggunakan sambungan las dapat memberikan kontinuitas dalam sistem konstruksi.
a) Keuntungan sambungan las pada kontruksi baja, antara lain: 1. Penghematan penggunaan material baja, karena tidak ada pengurangan luas penampang. 2. Adanya kontinuitas penampang profil, ukuran profil dapat diperkecil. 3. Waktu yang diiperlukan untuk melakukan detailing sambungan dan fabrikasi akan berkurang, sehingga pada akhirnya dapat menghemat biaya dalam detailing konstruksi. 4. Pelat penyambung dapat ditiadakan. 5. Memungkinkan dibuatnya suatu konstruksi yang estetis. b) Faktor-faktor yang mempengaruhi biaya pengerjaan las: 1. Biaya yang ekonomis akan dicapai apabila sambungan benar-benar didesain dengan perhitungan las (tidak melakukan las pada sambungan yang direncanakan dengan baut/paku keling) 2. Sambungan las hendaknya direncanakan dengan kaku dan kontinu, sehingga diperoleh sistern konstruksi yang efisien dan lebih jauh juga akan didapat efisiensi dalam ukuran balok yang diperlukan. 3. Pekerjaan las sebaiknya dikerjakan di bengkel baja dalam posisi mendatar (profil baja dan pelat sambungan) 4. Hendaknya dihindari pengerjaan las secara vertikal dan pada overhead, karena dapat menaikkan biaya pengerjaan sambungan las tersebut.
56
Pada prinsipnya ada dua jenis las yang biasa digunakan, yaitu las tumpul dan las sudut. 2.35.2.
Las Tumpul dan Las Sudut
sambungan dengan las, pada dasarnya perlu dipenuhi bahwa bahan las yang digunakan minimum sama dengan kekuatan profil baja yang akan disambung. Pada umumnya ada dua sambungan las, yaitu: a) Las Tumpul b) Las Sudut
2.35.3.
Desain Kekuatan Las Tumpul
Mengingat bahan las yang digunakan minimum sama dengan kekuatan profil baja yang akan di sambung, maka desain kekuatan tumpul biasanya diambil sama dengan kekuatan profil yang di sambungkan. Oleh karena itu, dengan syarat bahwa pengerjaan las tumpul, maka secara praktis tidak perlu dihitung asalkan pelat penyambung telah didesain kuat. sebagai contoh, apabila digunakan bahan baja dengan mutu St. 37 / Bj, 37, maka
57
2.35.4.
Desain Kekuatan Las Sudut
Kekuatan las sudut bergantung kepada arah gaya yang bekerja pada bidang retaknya (bidang las) Kekuatan Las sudut didasarkan pada tebal efektif tersebut. Bentuk las sudut dapat berbentuk cekung ataupun cembung,tetapi bentuk yang paling umurn adalah berbentuk datar atau sedikit cembung dengan suclut 45º dan sama kaki. Kekuatan suatu las sudut tergantung arah gaya yang bekerja pada las, yaitu dapat dibebani gaya sejajar dan tegak lurus (melintang) pada arah memanjang las. Pada kedua jenis pembebanan pada las, sambungan las yang akan putus karena geser, biasa juga disebut dengan las geser atau shear weld. Pada pembebanan yang sejajar dengan arah memanjang las, biasanya bidang putus membentuk sudur 45º. Sedangkan pada pembebanan melintang arah memanjang pelat, bidang putus membentuk suut 67½º
a. Pembebanan sejajar dengan panjang las : gaya yang bekerja dipindahkan dari kaki las yang satu ke las yang lainya. sejajar dengan arah panjang las. luas bidang las yang bekerja:
Alas = tebal x panjang = t x L Apabila tegangan geser yang di ijinkan di pikul oleh las adalah τ, maka kekuatan las tersebut adalah;
58
P = τ x Alas
b. Pembebanan tegak lurus (melintang) dengan panjang las : percobaan yang dilakukan menunjukkan bahwa putusnya las terjadi pada bidang geser yang membentuk sudut 67½º.
2.35.5.
Sambungan Baut
Pada dasarnya ada 3 jenis alat penyambung yang biasanya di gunakan pada konstruksi baja a) Sambungan dengan Paku Keling (Rivets). b) Sambungan dengan Baut (Bolts) c) Sambungan dengan Las (Welding)
Konstrusi Sambungan Tipikal pada konstruksi baja a) Sambungan tipikal Balok - Kolom Baja b) Sambungan Balok Anak-Balok Induk.
59
c) Sambungan Kolom. d) Sambungan Eleven Struktur Rangka Batang. e) Sambungan pada pelat buhul konstruksi rangka batang.
2.35.6.
Pembebanan pada sambungan baut / paku keling
Pada dasarnya pembebanan pada alat penyambung baut.atau paku keling dapat dibagi atas tiga bagian, yaitu ; a) Gaya sambungan bekerja sejajar sumbu baut. b) Gaya sambungan bekerja tegak lurus. sumbu baut c) Gaya sambung kombinasi (sejajar + tegak lurus) sumbu baut.
2.35.7.
Pembebanan Sejajar Sumbu Baut (Gaya P sejajar Sumbu
Baut)
2.35.8.
Pembebanan Tegak lurus Sumbu Baut (Gaya P tegak lurus sumbu baut)
60
2.35.9.
Pembebanan Kombinasi Sejajar dan Tegak lurus Sumbu Baut
2.35.10. Cara kerja Baut geser
2.35.11. Irisan double
61
2.35.12. Irisan-n
Lebih dari dua irisan penampang yang memikul gaya sambungan.
2.35.13. Desain Kekuatan sambungan 1) Tegangan geser
2) Tegangan Tumpu
3) Tegangan Normal
4) Tegangan Kombinasi Normal dan Geser
62
Untuk baut yang dibebani dengan tegangan normal dan geser secara bersamaan perla diperilksa apakah tegangan idiil τi memenuhi:
5) Tegangan izin pada baut/keling
Tegangan izin pada baut/keling sangat dipengaruhi oleh mutu bahan, cara pemasangan (pas dan longgar) dan jarak tepi. Persyaratan jarak pemasangan antar baut dan jarak tepi dapat dilihat pada PBBI - 1984
6) Pemasangan Longgar -> baut longgar
Tegangan Normal lzin
= σb = 0.7 σb
Tegangan Geser Izin
= τb = 0.6 σb
Tegangan Tumpu lzin = σtampu = 2,0 σb
7) Pemasangan Pas -> baut pas
Tegangan Normal lzin = σb = 0.8 σb Tegangan Geser lzin
= τb = 0.8 σ
Tegangan Tumpu lzin = σtampu = 2,0 σb
8) Sumbu Pola Baut Sumbu pola baut
Sumbu Pola Baut Sumbu pola baut merupakan sumbu titik berat dari pola pemasangan baut. Apabila pemasangan baut pada suatu bidang sambungan tidak simetris, maka perlu dihitung letak titik berat dari pola pemasangan baut tersebut. Perhitungan lokasi titik berat pola baut dapat dihitung
63
dengan menggunakan momen statis dari pola baut terhadap sumbu referensi tertentu.
9) Distribusi beban pada bouk akibat beban tegaklurus lurus bidang sumbu pola baut
Beban yang bekerja pada bidang sumbu pola baut:
c. Beban P yang sudah sentris bekerja tegak lurus sumbu baut d. Momen M = P x e bekerja tegak lurus bidang sumbu pola baut
10) Distribusi beban pada baut akibat beban momen pada bidang sumbu pola baut
64
Beban yang bekerja pada bidang sumbu pola baut:
a. Beban momen M bekerja bidang sumbu pola baut mengakibatkan beban Kn yang terdistribusi seperti pada gambar. b. Beban K. bekerja %Bgak kmus sumbu baut.
2.36. Gedung tak beraturan
Seperti namanya,pada intinya tidak beraturan. Untuk detailnya tambahkanlah kata tidak pada penjelasan gedung beraturan. dan dalam perhitungannya memerlukan perhitungan dinamis perhitungan dinamis. Namun dalam perhitungan dinamis itu, kita membutuhkan perhitungan statis pula yang diperlukan sebagai kontrol atas perhitungan perencanaan gedung tersebut.
2.37. Beban Dinamis / Beban Gempa
-
Wilayah Gempa
:
Wilayah 4 – Tanah Sedang ( ref :
SNI 03 - 1726 – 2002 Gambar 1 Wilayah Gempa Indonesia dengan percepatan puncak batuan dasar dengan perioda ulang 500 tahun)
65
-
Analisa
: Respon Spektrum
-
Koefisien Gempa Dasar (C) : C = 0.34 untuk T = 0 detik
C = 0.85 untuk T = 0.2 detik C = 0.85 untuk T = 1.0 detik C = 0.85/T untuk T > 1.0 detik (ref : SNI 03 – 1726 – 2002 Gambar 2 Respon Spektrum Gempa Rencana) - Faktor Keutamaan Struktur (I)
: 1 (kantor)
(ref: SNI 03 – 1726 – 2002 Tabel 1 Faktor Keutamaan untuk berbagai kategori gedung dan bangunan) - Faktor Reduksi Gempa (R)
: 5.5 ( sistem rangka dengan system
pemikul beban gempa berupa sistem rangka pemikul momen menengah (SRPMM) - Damping ratio (D)
: 0.05
- Jumlah Ragam
: 6
- Kombinasi Ragam
: CQC ( Complete Quadratic
Combination) - Tinjauan arah gempa
: 0 dan 90 derajat
1. Kombinasi Pembebanan
(ref : RSNI 2002 pasal 11.2) Pada program SANSPRO dilakukan pembenan untuk gaya-gaya dalam sebagai berikut:
66
UNTUK STRUKTUR ATAS
a. Tinjauan gravitasi 1. q = 1.4 DL + 1.4 SDL 2. q = 1.2 DL + 1.2 SDL + 1.6 LL b. Tinjauan Dinamis 1. q = 1.2 DL + 1.2 SDL + 1.0 LLR + Ex + 0.3 Ey 2. q = 1.2 DL + 1.2 SDL + 1.0 LLR + 0.3 Ex + Ey 2.38. Konstruksi Baja Akibat Pengaruh Temperatur.
Perilaku baja struktural pada pembebanan secara singkat dengan temperatur tinggi serupa dengan perilaku baja pada temperatur ruangan, tetapi bentuk diagram tegangan-regangan dan nilai-nilainya berubah menjadi lebih rendah. Pada temperatur di atas 93ºC,diagram tegangan-regangan menjadi non linier. Jika temperatur naik lagi antara 430º—540º C, maka penurunan tegangan leleh maksimal.Gambar 1.6. Kuat tarik dan tegangan leleh baja pada berbagai temperature.
2.15
Gambar Kuat tarik dan tegangan leleh baja pada berbagai temperature
67
Pada temperature tinggi, elemen struktur dapat putus sekalipun tegangan yang terjadi masih rendah.The Kosai Club(1983) memperlihatkan pengaruh kenaikan temperature terhadap tegangan leleh dan kuat tarik seperti terlihat pada Gambar 1.6 dan Gambar 1.7.Demikian juga modulus Elastisitas yang untuk berbagi macam kualitas baja kurang lebih sama, mengalami penurunan jika temperatur dinaikkan akan berperilaku seperti Gambar 1.8 (Brockenbrough and Johnston, 1981). Perubahan modulus geser terhadap perubahan temperatur serupa dengan perubahan modulus elastisitas, tetapi angka Poisson tidak mengalami perubahan.
2.16
Gambar Diagram tegangan-regangan baja SM58 pada temperatur tinggi
68
2.17
Gambar Modulus elastisitas baja pada berbagai temperature
Sifat baja struktural di bawah pembebanan dalam kurun waktu yang lama sangat dipengaruhi oleh temperature secara signifikan. Jika beban yang lebih rendah dari beban batas dikerjakan pada temperatur ruangan, spesimen berubah bentuk dengan cepat menuju keadaan setimbang, setelah itu perubahan bentuk tidak berlanjut lagi. Jika pembebanan itu dilakukan pada temperatur tinggi, maka mulamula spesimen akan berubah bentuk secara cepat, selanjutnya perubahan bentuk akan berlanjut terus secara lebih lambat. Suatu kurva creep untuk baja yang dibebani tarikan secara konstan pada temperatur tinggi yang juga konstan dapat dilihat pada Gambar 1.9.
69
2.18
Gambar Sketsa kurva creep
Bentuk kurva creep untuk baja struktural yang dibebani dengan tegangan tekan pada temperatur tinggi yang konstan, serupa dengan bentuk kurva creep tarik, tetapi tidak terdapat daerah dengan perubahan bentuk meningkat seperti pada fase 3 kurva creep tarik. Creep ini dapat mempercepat terjadinya buckling (lipat).
Charles G Salmon. (hal 47 -50) 2.39. Kelakuan Baja pada suhu tinggi
Perencanaan struktur yang hanya berada pada suhu atmosfir jarang meninjau kelakuan pada suhu tinggi. Pengetahuan tentang kelakuan ini diperlukan dalam menentukan prosedur pengelasan dan pengaruh kebakaran. Bila suhu melampaui 200 F (93 C), kurva tegangan – regangan mulai menjadi tak linear dan secara bertahap titik leleh yang jelas menghilang. Modulus elastisitas, kekuatan leleh dan kekuatan tarik akan menurun bila suhu naik. Pada suhu antara 800 dan 1000 F (430 C dan 540 C) terjadi laju penurunan
70
maksimum. Walaupun kelakuan setiap baja (karena sifat kimia dan mikrostruktur yang berlainan) berbeda, pengaruh suhu secara umum dapat digambarkan pada gambar 2.7.1. Baja dengan presentase karbon yang tinggi seperti A36 dan A440, menunjukkan pelapukan regangan (strain aging) pada suhu 300 sampai 700 F (150 C sampai 370 C). Ini terlihat dari kenaikan relatif titik leleh dan kekuatan tarik akan naik kira kira sebesar 10% diatas kekuatan pada suhu kamar dan titik leleh dipulihkan kembali mendekati titik leleh pada suhu kamar. Pelapukan regangan mengakibatkan turunnya daktilitas. Penurunan modulus elastisitas tidak terlalu besar pada suhu sampai 1000 F (540 C), setelah itu modulus elastisitas akan menurun dengan cepat. Yang lebih penting, bila suhu mencapai 500 sampai 600 F (260 sampai 320 C), deformasi pada baja akan membesar sebanding dengan lamanya waktu pembebanan, fenomena ini dikenal sebagai rangkak (creep). Rangkak sering dijumpai pada struktur beton dan pengaruhnya pada baja (yang tidak terjadi pada suhu kamar) meningkat bila suhu naik. Pengaruh suhu tinggi yang lain ialah a) memperbaiki daya tahan kejut takik sampai kira kira 150 – 200 F (65 – 95 C), b) menaikkan kegetasan akibat perubahan metalurgik, seperti pengendapan senyawa karbon yang mulai terjadi pada suhu 950 F (510 C), c) menaikkan sifat tahan karat baja struktural bila suhu mendekati 1000 F (540 C). Baja umunya dipakai pada keadaan suhu dibawah 1000 F dan beberapa jenis baja yang diberi perkakuan panas harus dijaga agar suhunya dibawah 800 F (430 C)
71
2.40. Kerja dingin dan pengerasan regangan
Setelah regangan leleh awal y = Fy/Es dilampaui dan beban pada benda uji dihilangkan, pembebanan ulang akan menghasilkan hubungan teganganregangan yang berbeda dengan yang diamati pada pembebanan pertama. Pembebanan dan penghilangan beban elastis tidak menimbulkan regangan residu. Namun, pembebanan awal diatas titik leleh seperti titik A pada gambar 2.8.1 menyebabkan kurva penghilangan beban turun ke regangan di titik B. Regangan tetap OB terjadi. Kapasitas daktilitas diperkecil dari regangan OF ke regangan BF. Pembebanan kembali akan menghasilkan kelakuan dengan titik awal tegangan – regangan di B, daerah plastis sebelum pengerasan regangan juga diperkecil.
72
Bila besarnya beban sedemikian rupa hingga titik C tercapai, penghilangan beban akan mengikuti garis terputus ke titik D, dengan kata lain, titik awal untuk pembebanan yang baru adalah titik D. Panjang garis CD lebih besar dan ini menunjukkan kenaikan titik leleh. Pengaruh yang menaikkan titik leleh disebut pengaruh pengerasan regangan. Daktilitas yang ada bila beban diberikan mulai dari titik D jauh lebih kecil dari harga semula sebelum pembebanan pertama. Proses pembebanan di atas daerah elastis yang mengubah besarnya daktilitas yang tersedia (bila dilakukan pada suhu kamar) disebut kerja dingin/cold work. Karena struktur yang sesungguhnya tidak mengalami tekanan – tarikan uniaksial, pengaruh kerja dingin jauh lebih rumit. Bila profil struktral dibentuk dari plat dalam keadaan dingin pada suhu atmosfir, daerah dekat bengkokan (bend) akan mengalami deformasi inelastis. Pengerjaan dingin pada daerah pengererasan regangan di tempat bengkokan menaikkan kekuatan leleh yng boleh diperhitungkan sesuai spesifikasi perencanaan. Naiknya kekuatan diperoleh dengan pengorbanan daktilitas serta kehilangan titik leleh yang jelas dan daerah tegangan plastis konstan yang selaras. Setelah beban dihilangkan dalam jangka waktu tertentu maka baja akan memiliki sifat yang berbeda dari yang ditunjukkan oleh titik D,C dan E akibat fenomena yang disebut pelapukan regangan. Pelapukan regangan menaikkan titik leleh, memulihkan daerah tegangan plastis konstan dan menghasilkan daerah pengerasan regangan yang baru akibat naiknya tegangan. Bentuk semula diagram tegangan-regangan dipulihkan kembali tetapi daktilitas diperkecil. Diagram tegangan-regangan yang baru dapat dipakai sebagai diagram semula untuk menganalisa penampang bentukan dingin/cold-formed, asalkan daktilitas yang tersedia memadai. Daerah sudut pada penampang bentukan dingin umumnya tidak memerlukan daktlitas tinggi untuk tegangan rotasional terhadap sumbu bengkokan. Pengurangan tegangan dengan aniling akan menghilangkan pengaruh kerja dingin bila dikehendaki. Proses aniling terdiri dari pemanasan sampai suhu
73
batas transformasi dan pendinginan secara perlahan-lahan, kristalisasi ulang terjadi sehingga sifat semula dipulihkan. Keliatan takik adalah petunjuk kecenderugan patah getas. Suhu merupakan faktor penting dalam beberapa hal a) harga dibawah mana keliatan takik tidak memadai, b) pada suhu 600 sampai 800 F (320 sampai 430 C) timbul formasi mikrostruktur yang getas dan c) diatas 1000 F (540 C) pengendapan senyawa karbon dan elemen paduan terjadi sehingga mikrostrukturnya lebih getas.
2.41. Lantai beton ringan/hebel (alternative)
Super Panel Lantai Hebel yang masif dan bertulang merupakan produk
pengganti plat lantai beton yang praktis, cepat, dan efisien dan berfungsi sebagai lantai. Tanpa proses pengecoran yang memungkinkan adanya aktifitas di ruang bawah sewaktu pekerjaan berlangsung, keramik pun juga dapat langsung dipasang diatasnya. Super Panel Lantai Hebel telah diuji
74
dan disimpulkan dapat berfungsi sebagai lantai diafragma yang dapat mendistribusikan beban gempa.
75
2.42. Pemodelan SAP2000.
SAP 2000 atau dalam singkatannya Structure Analyze Program. Sesuai dengan namanya program ini berfungsi untuk menganalisis struktur bangunan yang ada dengan cara yang cepat tanpa menghitung mekanika-nya
Bagian ini dijelaskan tahap-tahap dari memodelkan atau melakukan proses analisis suatu struktur bangunan dalam penggunaan SAP 2000. Secara umum, proses analisis melalui tahapan berikut: 1. Penggambaran model struktur 2. Mendefinisikan elemen-elemen struktur yang ada, yaitu: a) Penentuan material yang digunakan. b) Penentuan profil penampang. c) Penentuan beban rencana yang akan dialami bangunan tersebut. d) Penentuan kombinasi beban rencana. e) Memasukkan gaya luar yang terjadi. 3. kemudian, tinggal di run.
dalam membuat model harus membuat pemodelan SAP2000 dengan model bangunan aslinya sama persis. Jadi untuk penggambaran model struktur yang ada tergantung dari bangunan apa yang akan dianalisis. disini akan menjelaskan hanya proses dalam mendefinisikan elemen-elemen struktur yang ada. Bagian ini secara langsung akan menjelaskan tentang menu define yang ada pada dimana dalam menu define terdapat beberapa item seperti:
2.42.1.
Material
Menu ini digunakan untuk menentukan tipe material apa yang akan digunakan dalam model struktur. dan memastikan satuan sudah sesuai dengan yang diharapkan.
76
Material yang telah disediakan dalam SAP sesuai dengan keterangan di atas yaitu baja,concrete,steel,other dll. Untuk bagian ini menjelaskan tentang steel dan concrete material, karena hanya dua bagian itulah yang paling sering digunakan.
2.42.1.1. Steel (baja.
Untuk memasukkan definisi material yang di inginkan bisa kita modifiy material steel yang ada atau dengan menambahkan material steel baru tanpa merubah settingan steel awal dengan cara
77
2.42.1.2. Frame Section
a) Untuk memilih jenis penampang. b) Untuk memilih jenis dari penampang yang diinginkan. c) Untuk menambahkan, merubah, mengcopy dan menghapus profil penampang yang sudah ada
Jenis penampang yang sudah di sediakan di Digunakan untuk menentukan bentuk penampang dari model yang akan digunakan.
Jenis penampang yang dapat dibuat yaitu:
78
2.42.1.3. Area Sections
Menu Define area section berfungsi untuk memasukkan input property dari mass area yang akan digunakan dalam perencanaan. Seperti dalam merencanakan pelat, dinding geser dll. hal ini akan menjelaskan sedikit tentang proses mendefinisikan pembuatan pelat.
Click modify atau add new section. Kemudian akan mucul kotak seperti gambar dibawah:
A = Berfungsi untuk menginput jarak antar tulangan yang direncanakan, namun dapat dikosongkan untuk merencanakan
79
jarak tulangan. Dengan mengeclick modify maka kemudian akan muncul kotak seperti pada gamabr di bawah.
2.42.1.4. Load Case.
Load case dalam SAP2000 digunakan sebagai input dalam bebanbeban yang akan digunakan dalam penghitungan SAP2000.
Sap2000 sendiri telah menyediakan stringe dalam penginputan beban-beban yang akan digunakan. Mulai dari DEAD, LIVE, RAIN, QUAKE, SUPERDEAD, SNOW, etc. Tinggal kita dalam perencanaannya akan menggunakan berapa banyak input dalam pembebananya.
2.42.1.5. NLINK Property.
NLINK Properties digunakan untuk memberikan input damper, isolator, Gap, Hook didalam perencanaan bangunan. Cara mamasukkan NLINK properties, yaitu: a) Property Name dari NLINK atau memakai default name dari SAP2000.
80
b) Memilih Property type apakah akan menggunakan :Damper , Gap , Hook , Plastic1 , Isolator1 or Isolator2 by clicking on theType drop down box. c) Menginput property Mass, Weight and Rotational Inertias. d) Memilih arah pergerakan yang akan direncanakan dari NLINK (U1,U2,U3,R1,R2,R3) R= Rotation, U=displacement. e) Input data property dari NLINK seperti Stiffness, Damping, Yield Strength, Post Yield Stiffness Ratio and exponents etc. dengan mengeclick Modify/Show Properties button. f) OK setelah finish.
2.42.1.6. Analysis Case.
Menu ini digunakan untuk merubah atau menambahkan analysis case yang ada. Dalam contoh ini saat ingin melakukan analisis PUSHOVER maka load case DEAD LOAD yang mulanya analisis linear dapat dirubah menjadi non-linear dan kemudian membuat analisisi case PUSHOVER yang akan berikan
81
Menu ini di SAP 2000 berfungsi untuk memasukkan data combination yang akan digunakan. Apakah akan menggunakan kombinasi DL dan LL saja atau kombinasi DL, LL, RL dan lainlain yang telah distandarkan oleh SNI.
82