BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Bahan 2.1.1 ISONIAZIDE (INH) 2.1.1.1 Sifat Fisikokimia Rumus Struktur
:
Rumus Molekul
: C6H7N3O
Berat Molekul
: 137,14
Nama Kimia
: Asam Isonikotinat Hidrazida
Kandungan
: Tidak kurang dari 98% dan tidak lebih dari 102,0% C6H7N3O,
dihitung
terhadap
zat
yang
telah
dikeringkan. Pemerian
: Hablur putih atau tidak berwarna atau serbuk hablur putih; tidak berbau, perlahan – lahan dipengaruhi oleh udara dan cahaya.
Kelarutan
: Mudah larut dalam air; agak sukar larut dalam etanol; sukar larut dalam kloroform dan dalam eter.
pH
: Antara 6,0 dan 7,5
Baku Pembanding : Sebelum digunakan lakukan pengeringan pada suhu 1050 selama 4 jam (DitJen POM, 1995)
Universitas Sumatera Utara
2.1.1.2 Kegunaan Isoniazid berkhasiat tuberkulostatis paling kuat terhadap M. Tuberculosis (dalam fase istirahat) dan bersifat bakterisid terhadap basil yang sedang tumbuh pesat (Tjay, T.H. dan Rahardja, K., 2002) 2.1.1.3 Efek Samping Mual, muntah, anoreksia, letih, malaise, lemah, gangguan saluran pencernaan
lain,
neuritis
perifer
(paling
sering
terjadi
dengan
dosis
5mg/kgBB/hari), neuritis optikus, reaksi hipersensitivitas, demam, ruam, ikterus, diskrasia darah, psikosis, kejang, sakit kepala, mengantuk, pusing, mulut kering, gangguan BAK, kekurangan vitamin B6, hiperglikemia, asidosis metabolik, ginekomastia, gejala reumatik, gejala mirip Systemic Lupus Erythematosus. 2.1.1.4 Dosis Oral/i.m. dewasa dan anak-anak 1 dd 4-8 mg/kg/hari sehari atau 1 dd 300400 mg. Profilaksis 5-10 mg/kg/hari. (Tjay, T.H. dan Rahardja, K., 2002). 2.1.1.5 Farmakologi Isoniazid menghambat sintesis dari mycolic acid yang merupakan komponen penting dari dinding sel mikobakteri. Resorpsinya dari usus sangat cepat; difusinya kedalam jaringan dan cairan tubuh baik sekali, bahkan menembus jaringan yang sudah mengeras. Didalam hati INH diasetilasi oleh enzim asetiltransferase menjadi metabolit inaktif. PP-nya ringan sekali, plasma – t½ nya antara 1 dan 4 jam tergantung pada kecepatan asetilasi. Eksresinya terutama melalui ginjal (75-95% dalam 24 jam) dan sebagian besar sebagai asetilisoniazid. (Tjay, T.H. dan Rahardja, K., 2002).
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 VITAMIN B6 2.1.2.1 Sifat Fisikokimia Rumus Struktur :
Rumus Molekul
: C8H11NO3.HCI
Berat Molekul
: 205,64
Nama Kimia
: Piridoksol hidroklorida Pyridoxini Hydrochloridum
Kandungan
: Tidak kurang dari 98% dan tidak lebih dari 102,0% C8H11NO3.HCI, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
Pemeriaan
: Hablur atau serbuk hablur putih atau hampir putih; stabil di udara; secara perlahan-lahan dipengaruhi oleh cahaya matahari.
Kelarutan
: Mudah larut dalam air; sukar larut dalam etanol; tidak larut dalam eter
pH
: lebih kurang 3
Baku Pembanding : Sebelum digunakan lakukan pengeringan dalam hampa udara diatas silika gel p selama 4 jam. (DitJen POM, 1995)
Universitas Sumatera Utara
2.1.2.2 Kegunaan Vitamin B6 selain untuk mencegah dan mengobati defisiensi vitamin B6 dengan gejala berupa kelainan kulit (dermatitis), peradangan lendir mulut dan lidah- kelainan susunan syaraf pusat dan gangguan eritopoetik berupa anemia hipokrom mikrositer, juga diberikan bersama vitamin B lainnya. 2.1.2.3 Efek Samping Jarang terjadi dan berupa reaksi alergi. Penggunaan lama dari 500mg/hari dapat mencetuskan ataxia (jalan limbung) dan neuropati serius (Tjay, T.H. dan Rahardja, K., 2002). 2.1.2.4 Dosis Oral selama terapi dengan antagonis-piridoksin 10-100mg (HCl) sehari, profilaksis 2-10mg (Tjay, T.H. dan Rahardja, K., 2002). 2.1.2.5 Farmakologi Didalam hati Vitamin B6 dengan bantuan ko-faktor riboflavin dan magnesium diubah menjadi zat aktifnya piridoksal-5-fosfat (P5P). Zat ini berperan penting sebagai ko-enzim pada metabolisme protein dan asam-asam amino (Tjay, T.H. dan Rahardja, K., 2002). 2.2 Spektrofotometri Ultraviolet 2.2.1 Teori Spektrofotometri Ultraviolet Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan radiasi dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk
Universitas Sumatera Utara
mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang (Khopkar,1990). Spektrofotometri serapan merupakan pengukuran suatu interaksi antara radiasi elektromagnetik dan molekul atau atom dari suatu zat kimia. Teknik yang sering digunakan dalam analisis farmasi meliputi spektrofotometri ultraviolet, cahaya tampak, infra merah dan serapan atom. Jangkauan panjang gelombang untuk daerah ultraviolet adalah 190-380 nm, daerah cahaya tampak 380-780 nm, daerah infra merah dekat 780-3000 nm, dan daerah infra merah 2,5-40 µm atau 4000-250 cm-1 ( Ditjen POM, 1995). Radiasi ultraviolet dan sinar tampak diabsorpsi oleh molekul organik aromatik, molekul yang mengandung elektron-π terkonyugasi dan atau atom yang mengandung elektron-n, menyebabkan transisi elektron di orbital terluarnya dari tingkat energi elektron dasar ke tingkat energi elektron tereksitasi lebih tinggi. Besarnya serapan radiasi tersebut sebanding dengan banyaknya molekul analit yang mengabsorpsi sehingga dapat digunakan untuk analisis kuantitatif (Satiadarma, 2004). Panjang gelombang cahaya ultraviolet dan cahaya tampak bergantung pada mudahnya promosi elektron, dimana molekul-molekul yang memerlukan lebih banyak energi untuk promosi elektron, akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih pendek sedangkan molekul yang memerlukan energi lebih sedikit akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih panjang. Senyawa yang menyerap cahaya dalam daerah tampak mempunyai elektron yang lebih mudah dipromosikan daripada senyawa yang menyerap pada panjang gelombang ultraviolet yang lebih pendek (Fessenden dan Fessenden, 1992).
Universitas Sumatera Utara
Gugus fungsi yang menyerap radiasi di daerah ultraviolet dekat dan daerah tampak disebut kromofor dan hampir semua kromofor mempunyai ikatan tak jenuh. Pada kromofor jenis ini transisi terjadi dari π → π*, yang menyerap pada λmax kecil dari 200 nm (tidak terkonyugasi), misalnya pada >C=C< dan -C≡C-. Khromofor ini merupakan tipe transisi dari sistem yang mengandung elektron π pada orbital molekulnya. Untuk senyawa yang mempunyai sistem konyugasi, perbedaan energi antara keadaan dasar dan keadaan tereksitasi menjadi lebih kecil sehingga penyerapan terjadi pada panjang gelombang yang lebih besar. Gugus fungsi seperti –OH, -NH2 dan –Cl yang mempunyai elektronelektron valensi bukan ikatan disebut auksokrom yang tidak menyerap radiasi pada panjang gelombang lebih besar dari 200 nm, tetapi menyerap kuat pada daerah ultraviolet jauh. Bila suatu auksokrom terikat pada suatu kromofor, maka pita serapan kromofor bergeser ke panjang gelombang yang lebih panjang (efek batokrom) dengan intensitas yang lebih kuat. Efek hipsokrom adalah suatu pergeseran pita serapan ke panjang gelombang lebih pendek, yang sering kali terjadi bila muatan positif dimasukkan ke dalam molekul dan bila pelarut berubah dari non polar ke pelarut polar (Noerdin, 1985; Dachriyanus, 2004). 2.2.2 Hukum Lambert Beer Menurut Hukum Lambert, serapan berbanding lurus terhadap ketebalan sel yang disinari. Menurut Hukum Beer, yang hanya berlaku untuk cahaya monokromatik dan larutan yang sangat encer, serapan berbanding lurus dengan konsentrasi (banyak molekul zat). Kedua pernyataan ini dapat dijadikan satu dalam Hukum Lambert-Beer, sehingga diperoleh bahwa serapan berbanding lurus terhadap konsentrasi dan ketebalan sel, yang dapat ditulis dalam persamaan:
Universitas Sumatera Utara
A=a.b.C Dimana: A = serapan (tanpa dimensi) a = absorptivitas (l g-1 cm-1) b = ketebalan sel (cm) C = konsentrasi(g. l-1) Jadi dengan Hukum Lambert-Beer konsentrasi dapat dihitung dari ketebalan sel dan serapan. Absorptivitas merupakan suatu tetapan dan spesifik untuk setiap molekul pada panjang gelombang dan pelarut tertentu. Menurut Roth dan Blaschke (1981), absorptivitas spesifik juga sering digunakan sebagai ganti absorptivitas. Harga ini memberikan serapan larutan 1% (b/v) dengan ketebalan sel 1 cm, sehingga dapat diperoleh persamaan: A = A11 . b . C Dimana: A11 = absorptivitas spesifik (ml g-1 cm-1) b = ketebalan sel (cm) C = konsentrasi senyawa terlarut (g/100 ml larutan) 2.2.3 Penggunaan Spektrofotometri Ultraviolet Pada umumnya spektrofotometri ultraviolet dalam analisis senyawa organik digunakan untuk: 1.
Menentukan jenis kromofor, ikatan rangkap yang terkonyugasi dan auksokrom dari suatu senyawa organik
2.
Menjelaskan informasi dari struktur berdasarkan panjang gelombang serapan maksimum suatu senyawa
3.
Mampu
menganalisis
senyawa
organik
secara
kuantitatif
dengan
menggunakan hukum Lambert-Beer (Dachriyanus, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Analisis kualitatif Kegunaan spektrofotometri ultraviolet dalam analisis kualitatif sangat terbatas, karena rentang daerah radiasi yang relatif sempit hanya dapat mengakomodasi sedikit sekali puncak absorpsi maksimum dan minimum, karena itu identifikasi senyawa yang tidak diketahui, tidak memungkinkan. Penggunaannya terbatas pada konfirmasi identitas dengan menggunakan parameter panjang gelombang puncak absorpsi maksimum, λmax, nilai absorptivitas, a, nilai absorptivitas molar, ε, atau nilai ekstingsi, A1%,
1 cm,
yang
spesifik untuk suatu senyawa yang dilarutkan dalam suatu pelarut dan pH tertentu (Satiadarma, 2002). Analisis Kuantitatif Penggunaan utama spektrofotometri ultraviolet adalah dalam analisis kuantitatif. Apabila dalam alur spektrofotometer terdapat senyawa yang mengabsorpsi radiasi, akan terjadi pengurangan kekuatan radiasi yang mencapai detektor. Parameter kekuatan energi radiasi khas yang diabsorpsi oleh molekul adalah absorban (A) yang dalam batas konsentrasi rendah nilainya sebanding dengan banyaknya molekul yang mengabsorpsi radiasi dan merupakan dasar analisis kuantitatif. Penentuan kadar senyawa organik yang mempunyai gugus khromofor dan mengabsorpsi radiasi ultraviolet-sinar tampak, penggunaannya cukup luas. Konsentrasi kerja larutan analit umumnya 10 sampai 20 µg/ml, tetapi untuk senyawa yang nilai absorptivitasnya besar dapat diukur pada konsentrasi yang lebih rendah. Senyawa yang tidak mengabsorpsi radiasi ultraviolet-sinar tampak dapat juga ditentukan dengan spektrofotometri ultraviolet-sinar tampak,
Universitas Sumatera Utara
apabila ada reaksi kimia yang dapat mengubahnya menjadi khromofor atau dapat disambungkan dengan suatu pereaksi khromofor (Satiadarma, 2004). Analisis
kuantitatif
dengan
metode
Spektrofotometri
UV
dapat
digolongkan atas beberapa pelaksanaan pekerjaan, yaitu; 1. Analisis kuantitatif zat tunggal (analisis satu komponen) a. Metode Regresi Analisis kuantitatif dengan metode regresi yaitu dengan menggunakan persamaan garis regresi yang didasarkan pada harga serapan dan konsentrasi standar yang dibuat dalam beberapa konsentrasi, paling sedikit menggunakan 5 rentang konsentrasi yang meningkat yang dapat memberikan serapan yang linier, kemudian diplot menghasilkan suatu kurva yang disebut dengan kurva kalibrasi. Konsentrasi suatu sampel dapat dihitung berdasarkan kurva tersebut. b. Metode Pendekatan Analisis kuantitatif dengan cara ini dilakukan dengan membandingkan serapan standar yang konsentrasinya diketahui dengan serapan sampel. Syarat cara pendekatan yaitu serapan sampel tidak jauh berbeda dengan serapan baku pembanding. Konsentrasi sampel (Cs) dihitung dengan rumus: AP = a. b. Cp / As = a. b. Cs
Keterangan: Ap
= Absorbansi baku pembanding
As
= Absorbansi sampel
Cp
= Konsentrasi baku pembanding
Cs
= Konsentrasi sampel
(Holme dan Peck, 1983).
Universitas Sumatera Utara
2. Analisis Kuantitatif Campuran Dua Macam Komponen atau Lebih Analisis campuran dua atau lebih bahan kadang-kadang ditentukan secara simultan dalam sekali pengamatan tanpa dipisahkan. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa absorbansi total dari campuran komponen merupakan jumlah serapan masing-masing komponen tersebut. Ada tiga kemungkinan analisis campuran dua komponen atau lebih, yaitu; a. Spektrum tanpa tumpang tindih (Overlap) Spektrum tidak saling tumpang tindih memungkinkan untuk menemukan suatu panjang gelombang dimana X menyerap dan Y tidak menyerap, serta panjang gelombang serapan maksimum dimana Y menyerap dan X tidak menyerap (Gambar 1). Komponen X dan Y masing-masing diukur pada λ1 dan λ2.
Gambar 1. Spektrum absorpsi senyawa X dan Y (tidak ada tumpang tindih pada pada kedua panjang gelombang yang digunakan) b. Spektrum tumpang tindih satu arah Spektrum dari X dan Y tumpang tindih satu arah (Gambar 2). Y tidak mengganggu pengukuran X pada λ1 tetapi X menyerap cukup banyak bersama – sama dengan Y pada λ2. Pemecahan masalah ini pada prinsipnya cukup
Universitas Sumatera Utara
sederhana. Konsentrasi X ditetapkan langsung dari serapan larutan pada λ1. Kemudian serapan yang diberikan oleh konsentrasi X pada λ2 dihitung dari absorptivitas molar X pada λ2 yang sebelumnya telah diketahui. Serapan ini dikurangkan dari serapan terukur larutan pada λ2 sehingga diperoleh serapan yang disebabkan oleh komponen Y. Kemudian konsentrasi Y dapat dihitung dengan cara yang biasa.
Gambar 2. Spektrum absorbs senyawa X dan Y (tumpang tindih satu arah, X dapat diukur tanpa gangguan Y, tetapi X mengganggu pada pengukuran langsung dari Y). c. Spektrum tumpang tindih dua arah Spektrum dari X dan Y saling tumpang tindih dua arah (Gambar 3), pada keadaan ini tidak ada panjang gelombang serapan maksimum dimana X dan Y menyerap tanpa gangguan. Maka perlu penyelesaian dua persamaan dengan dua variabel yang tidak diketahui. Hal ini karena serapan total dari campuran beberapa komponen merupakan jumlah serapan masing-masing komponen tersebut. Sehingga konsentrasi X dan Y yang belum diketahui dalam kedua persamaan dapat diukur dengan mudah. Dengan ditentukan bila nilai-nilai absorptivitas molar (ε) harus diketahui dari pengukuran terhadap larutan murni
Universitas Sumatera Utara
komponen X dan Y pada kedua panjang gelombang itu. Pada perinsipnya persamaan-persamaan dapat disusun untuk berbagai komponen, asal nilai absorbansi diukur pada panjang gelombang yang sama banyak dengan komponen itu.
Gambar 3. Spektrum absorbsi X dan Y (tumpang tindih dua arah. Tidak ada panjang gelombang dimana masing-masing senyawa dapat diukur tanpa mengalami gangguan oleh yang lainnya) (Day and Underwood, 1999) 2.2.4 Peralatan Untuk Spektrofotometri Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitans atau serapan suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Alat ini terdiri dari spektrometer yang menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer sebagai alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi (Khopkar, 1990; Day and Underwood, 1999). Unsur-unsur terpenting suatu spektrofotometer ditunjukkan secara skematik dalam gambar berikut:
Universitas Sumatera Utara
Sumber 1
Monokromator 2
Kuvet
Detektor
3
4
Bagian optik Penguat
Bagian listrik
5 Pembacaan, pengamatan 6
Keterangan Gambar : 1.
Suatu sumber energi radiasi yang berkesinambungan yang meliputi daerah spektrum, dimana instrumen itu dirancang untuk beroperasi.
2.
Monokromator, yang merupakan suatu alat untuk mengisolasi suatu berkas sempit cahaya pada panjang gelombang tertentu dari spektrum luas yang dipancarkan oleh sumber.
3.
Kuvet sebagai wadah untuk sampel.
4.
Detektor yang merupakan suatu transducer yang mengubah energi radiasi menjadi isyarat listrik sehingga dapat mendeteksi sinyal yang dipancarkan.
5.
Suatu amplifier (penguat) dan rangkaian yang berkaitan yang membuat isyarat listrik dapat untuk diamati.
6.
Sistem pembacaan yang memperlihatkan besarnya isyarat listrik. (Day and Underwood, 1999)
2.3 Validasi Validasi adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu pada prosedur penetapan yang dipakai untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Parameter analisis yang ditentukan pada validasi adalah akurasi, presisi, kespesifikan, limit deteksi, limit kuantitasi, kelinieran dan rentang. Akurasi (kecermatan) adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit sebenarnya. Akurasi dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan dan dapat ditentukan melalui dua cara yaitu metode simulasi (spiked placebo recovery) dan metode penambahan bahan baku (standard addition method). Dalam metode simulasi, sejumlah analit bahan murni (senyawa pembanding kimia) ditambahkan kedalam campuran bahan sediaan farmasi (plasebo), lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar standar yang ditambahkan (kadar sebenarnya). Dalam metode adisi (penambahan bahan baku), sejumlah sampel yang dianalisis ditambah analit dengan konsentrasi tertentu (biasanya 80% sampai 120% dari kadar analit yang diperkirakan), dicampur dan dianalisis kembali. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya (hasil yang diharapkan). Dalam kedua metode tersebut, persen perolehan kembali dinyatakan sebagai rasio antara hasil yang diperoleh dengan hasil yang sebenarnya. % perolehan kembali =
Keterangan:
c
f
c
f
−c
c
*
A
x 100%
A
= Konsentrasi sampel yang diperoleh setelah penambahan larutan baku
cA
= Konsentrasi sampel sebelum penambahan larutan baku
c *A
= Konsentrasi baku yang ditambahkan
Presisi (keseksamaan) adalah derajat kesesuain diantara masing-masing hasil uji, jika prosedur analisis diterapkan berulang kali pada sejumlah cuplikan
Universitas Sumatera Utara
yang diambil dari satu sampel homogen. Presisi dinyatakan sebagai deviasi standar atau deviasi standar relative (RSD). Presisi dapat diartikan pula sebagai derajat
reprodusibilitas
(ketertiruan)
atau
repeatabilitas
(keterulangan)
(satiadarma, 2004; WHO, 1992). Nilai RSD antara 1-2% biasanya dipersyaratkan untuk senyawa-senyawa aktif dalam jumlah yang banyak, sedangkan untuk senyawa-senyawa dengan kadar sekelumit RSD berkisar antara 5-15% (Rohman, 2007). Batas deteksi adalah nilai parameter, yaitu konsentrasi analit terendah yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blanko. Batas deteksi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Batas deteksi =
3 x SB slope
Batas kuantitasi adalah jumlah analit terkecil dalam sampel yang masih dapat diukur dalam kondisi percobaan yang sama dan memenuhi kriteria ceermat dan seksama. Batas Kuantitasi =
10 x SB slope
Kelinieran suatu metode analisis adalah kemampuan untuk menunjukkan bahwa nilai hasil uji langsung atau setelah diolah secara secara matematika, proporsional dengan konsentrasi analitt dalam sampel dalam batas rentang konsentrasi tertentu (satiadarma, 2004; WHO, 1992).
Universitas Sumatera Utara