BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan umum jabon (Anthocephalus cadamba) 2.1.1 Taksonomi jabon (Anthocephalus cadamba) Menurut Pratiwi (2003) nama botani jabon adalah Anthocephalus cadamba Roxb. Miq.) atau sinonim dengan Anthocephalus indicus Rich (Helingga 1950) dan Anthocephalus chinensis Lamk. (Madamba 1975). Jabon tergolong suku Rubiaceae. Nama daerah jabon lainnya antara lain jabun, hanja, kelampeyan, kelampaian (Jawa); galupai, galupai bengkal, harapean, johan, kelempi, kiuna, selapaian, serebunaik (Sumatera); ilan, taloh, tawa telan, tuak, tuneh, tuwak (Kalimantan); bance pute, pontua, suge manai, pekaung, toa (Sulawesi); gumpayan, kelapan, mugawe, sencari (NTB); aparabire, masarambi (Irian Jaya). Nama Jabon di daerah lain yaitu kadam, cadamba, common burflower tree (Inggris), kadam (Perancis), bangkal, kaatoan bangkal (Brunei), kelempayan (Peninsular), laran (Sabah), selimpoh (Serawak), labula (Papua New Guinea), kaaton bangkal (Philippina), mau-lettan-she, maukadon, yeman (Burma), thkoow (Kamboja), koo-somz, sako (Laos), krathum, krathum bok, takko (Thailand), caay gaso, caftom, gao trawsng (Vietnam). Berdasarkan taksonominya jabon digolongkan sebagai berikut (Mansur dan Tuheteru 2010): Kingdom
: Plantae (tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (berpembuluh) Superdivisio : Spermatophyta (menghasilkan biji) Divisi
: Magnoliophyta (berbunga)
Kelas
: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub-kelas
: Asteridae
Ordo
: Rubiales
Familia
: Rubiaceae (suku kopi-kopian)
Genus
: Anthocephalus
Spesies
: Anthocephalus cadamba (Roxb.) Miq.
2.1.2 Sifat Botani Menurut Martawidjaya et al. (2005) tinggi jabon di alam dapat mencapai 45 m dengan panjang bebas cabang 30 m dan diameternya dapat mencapai 160 cm. Batang silindris, bertajuk tinggi, dengan cabang mendatar, berbanir sampai ketinggian 1,5 m, kulit luar berwarna kelabu-coklat sampai coklat, sedikit beralur dangkal. Tajuk pohon jabon meninggi, tidak lebat dan agak gepeng dengan system percabangan melingkar yang mengambil ruang secara teratur, sehingga baik sekali pada pelingkarannya, cabang-cabang primernya biasanya agak mendatar dan gugur daun di dalam hutan musim (Direktorat Jenderal Kehutanan 1980). Tanaman jabon sudah di kenal masyarakat sejak lama. Namun popularitasnya semakin menanjak karena adanya serangan penyakit yang terjadi pada tanaman sengon (Falcataria moluccana). Adanya kasus ini menyebabkan petani mencari alternatif tanaman lain yang pertumbuhannya cepat dengan kualitas kayu yang bagus dan tahan terhadap serangan hama penyakit. Tanaman jabon berasal dari daerah beriklim muson tropika. Tanaman ini lebih menyukai tempat yang lembab, misalnya di tepi sungai dan rawa. Pohon jabon terbilang bongsor karena tinggi tanaman bisa mencapai 45 m dengan diameter 100-160 cm (Mansur dan Tuheteru 2010). Daun jabon merupakan daun tunggal, bertangkai panjang 1,5 – 4 cm dengan helaian daun agak besar (panjang 15 – 30 cm dan lebar 7 – 8 cm). Di awal pertumbuhannya, yakni 2 – 3 bulan setelah tanam, pada tanah yang subur dan cukup air daun jabon dapat berkembang hingga berukuran panjang 68 cm dan lebar 38 cm. Permukaan daun jabon tidak berbulu atau kadang-kadang di sebelah bawah pada tulang daun terdapat rambut halus yang mudah lepas dan bertulang daun sekunder jelas (10 – 12 pasang). Secara fisiologi, daun tanaman jabon umur 12 hari mulai memiliki kemampuan untuk melakukan fotosintesis, yakni melalui perluasan daun secara penuh (full leaf expansion =FLE), 15% FLE daun yang masih muda berwarna merah, 56% FLE daun berwarna hijau kemerahan, 100% FLE berwarna hijau cerah dan pada daun tua berwarna hijau. Pada daun jabon mengandung total klorofil 7, 92 mg/g berat kering daun (Mansur dan Tuheteru 2010).
Jabon memiliki daun yang saling berhadapan, tumpul, kira-kira duduk hingga bertangkai. Bentuk daun bulat telur hingga lonjong dengan ukuran panjang 15 – 50 cm dan lebar 8 – 25 cm. Bagian pangkal berbentuk agak menyerupai jantung, bagian ujung lancip (Sutisna et al. 1998). Pada pohon muda yang diberi pupuk kadang-kadang sangat lebih besar ukurannya, dibagian pangkal agak berbentuk jantung dan lancip di ujungnya. Penumpu antar tangkai berbentuk segitiga sempit dan mudah rontok. Perkembangbiakan jabon dimungkinkan dengan regenerasi alam dari biji, dengan semai yang ditumbuhkan di tempat pembibitan, dengan tunggul dan stek batang. Diperlukan teknik-teknik khusus untuk memperoleh biji jabon yang sangat kecil (Soerianegara dan Lemmens 1994). Perbungaan jabon terdiri atas kepala-kepala bulat, menyendiri di ujung tanpa daun gagang. Bunga agak duduk pada penyangga lokus, berkelamin dua, aktinomorf, terbagi menjadi 5 bagian. Tabung kelopak berbentuk corong, mahkota gamopetal, jumlah benang sari 5 yang menisip pada tabung mahkota, tangkai sari pendek dan kepala sari melekat dipangkal (Soerianegara dan Lemmens 1994). Pohon jabon mulai berbunga dan berbuah pada umur 5 – 7 tahun, terutama tampak berbunga pada bulan Januari-Februari dengan bunga yang warnanya kuning. Bunga menjadi buah dan masak antara bulan Juni-September (Team Fakultas Kehutanan IPB 1975). Jabon memiliki bakal buah inferior, beruang 2 dan terkadang beruang 4 di bagian atas, tangkai putik terjulur, kepala putik berbentuk gelendong. Buah kecil, banyak sekali, agak berdaging, bagian atas memuat 4 struktur yang berlubang atau padat (Soerianegara dan Lemmens 1994). Panjang biji 0,5 mm, biji agak segitiga atau berbentuk tidak teratur dan tidak bersayap (Sutisna et al. 1998). Satu buah berisi 30-40 butir benih yang sangat halus. Benih dapat diambil dari buah dengan membuka bagian yang lunak. Jumlah benih kering 26.800.000 butir per kilogram atau 23.700 butir per liternya atau bisa dikatakan dalam 1 kilogram benih jabon kering setera dengan 1.130 liter benih jabon kering. Daya berkecambah benih segar rata-rata 25%, benih mulai berkecambah setelah 3 – 4 minggu (Team Fakultas Kehutanan IPB 1975).
Menurut Mansur dan Tuheteru (2010) jabon berbuah setahun sekali saat musim berbunganya, yakni pada bulan Januari – Juni dan akan masak pada bulan Maret – Juni dengan jumlah buah majemuk 33 buah per kg. Buah jabon berbentuk bulat dengan ukuran 4,5 – 6 cm, memiliki ruang-ruang biji yang sangat banyak layaknya buah majemuk seperti keluwih/nangka yang berukuran kecil dengan bagian tengah padat dikelilingi oleh ruang-ruang biji. Setiap ruang biji tersebut berisi banyak biji. Ukuran biji jabon kecil sekali. Jumlah biji kering per kg sekitar 26.182.000 biji dan per liternya sekitar 23.707.000. Ukurannya yang kecil tersebut menyebabkan benih jabon mudah terbawa oleh angin dan air.
2.1.3 Penyebaran Alami dan Syarat Tumbuh Jabon Anthocephalus terdiri atas dua jenis yaitu Anthocephalus cadamba atau disebut juga Anthocephalus chinensis dan Anthocephalus macrophylla. Pohon jabon tumbuh secara alami di India, Nepal dan Bangladesh ke arah timur melalui Malaysia hingga Papua Nugini. Jenis ini telah ditanam sebagai pohon hias dan pohon perkebunan dan telah berhasil diperkenalkan ke Afrika Selatan, Puerto Rico, Suriname, Taiwan dan negara-negara lainnya dikawasan tropika dan subtropika (Soerianegara dan Lemmens 1994). Sebaran tumbuh di Indonesia sebagian besar di Jawa Barat dan Jawa Timur, seluruh Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi, NTB dan Irian Jaya. Jabon dapat tumbuh pada kondisi lahan marginal dengan drainase yang cukup baik. Jenis ini tumbuh di hutan primer dan banyak terdapat di hutan sekunder. Anakan berasal dari biji, banyak dijumpai di tanahtanah terbuka seperti tanah bekas traktor. Jenis ini menyukai tanah liat atau tanah berpasir yang kering atau selalu basah, selain itu juga jenis ini tahan terhadap kekeringan (Lembaga Biologi Nasional 1980). Menurut Direktorat Jenderal Kehutanan (1980) jabon dapat tumbuh mulai dari dataran rendah pinggir laut sampai ke daerah pengunungan rendah dengan ketinggian 0-1.000 m dpl, di Jawa pada umumnya jabon tumbuh di bawah 1.000 m dpl. Jabon dapat tumbuh pada tanah dengan drainase cukup baik, seperti pada tanah-tanah yang periodik kering atau selalu basah yang secara tidak teratur tergenang air dan mengering. Tumbuhan jabon yang masih muda, perakarannya dapat tahan terhadap kekurangan zat asam (O2) selama 27 hari. Jabon pada
umumnya tumbuh di tanah aluvial rendah di pinggir sungai dan daerah peralihan antara tanah rawa dan tanah kering yang kadang-kadang digenangi air. Jabon juga dapat tumbuh dengan baik di tanah liat, tanah lempung podsolik coklat, tanah tuft halus atau tanah berbatu yang tidak sarang. Ketinggian optimal yang menunjang produktivitas jabon adalah kurang dari 500 m dpl. Kondisi lingkungan tumbuh yang dibutuhkan oleh jabon adalah tanah lempung, podsolik cokelat, dan aluvial lembab yang biasanya terpenuhi di daerah pinggir sungai, daerah peralihan antara tanah rawa, dan tanah kering yang kadang-kadang tergenangi air. Umumnya, jabon di temukan di daerah sekunder dataran rendah dan dijumpai di dasar lembah, sepanjang sungai dan punggungpunggung bukit (Mansur dan Tuheteru 2010). Sistem perakaran jabon tidak banyak diketahui, pada tempat-tempat basah diduga perakarannya dangkal dan banyak mempunyai akar permukaan. Daundaun yang lebar baik sekali untuk menguapkan air (transpirasi), oleh karena itu jabon baik ditanam untuk mengeringkan tanah-tanah yang basah (Direktorat Jenderal Kehutanan 1980).
2.1.4 Kegunaan Jabon merupakan jenis tumbuhan lokal yang dapat direkomendasikan untuk dikembangkan dalam pembangunan hutan tanaman karena pemanfaatan kayunya sudah dikenal luas oleh masyarakat. Jabon merupakan jenis kayu yang mempunyai berat jenis rata-rata 0,42 (0,29-0,56), kelas kuat III-IV dan kelas awet V. Kayu jabon banyak digunakan untuk korek api, kayu lapis, peti pembungkus, cetakan beton, mainan anak-anak, pulp dan kertas, kelompen dan kontruksi darurat yang ringan. Kayunya mudah dibuat venir tanpa perlakuan pendahuluan dengan sudut kupas 92º untuk tebal 1,5 mm. Perekatan venir kayu jabon dengan urea-formaldehida menghasilkan kayu lapis yang memenuhi persyaratan standard Indonesia, Jepang, dan Jerman (Martawijaya et al. 2005). Jabon memiliki riap yang besar dengan daur pendek. Di Indonesia daur maksimal jabon adalah 30 tahun yang menghasilkan riap kayu pertukangan ratarata 24 m³/ha/tahun. Menurut Direktorat Jenderal Kehutanan (1980) untuk
menghasilkan venir dan kayu lapis diperkirakan daur pada umur 20 tahun. Sedangkan untuk keperluan pulp dan kertas hanya diperlukan daur 10 tahun. Jika dikeringkan dengan baik, kayu jabon dapat digunakan untuk membuat sampan atau perabot. Kayu jabon baik digunakan sebagai lapisan permukaan maupun lapisan inti dalam industri kayu lapis dan sesuai untuk membuat papan partikel, papan bersemen, dan papan kertas. Kegunaan kayu jabon yang terpenting ialah untuk membuat kertas bermutu rendah hingga sedang. Jabon juga berfungsi sebagai pohon peneduh yang digunakan untuk reboisasi dan rehabilitasi lahan. Papagan (kulit batang) yang sudah dikeringkan digunakan untuk mengurangi demam dan sebagai tonik (Soerianegara dan Lemmens 1994). Daun tanaman jabon dapat dijadikan sebagai obat kumur dan makanan ternak sedangkan buahnya dapat dikonsumsi (Lembaga Biologi Nasional 1980). Di India jabon dari mulai bunga, buah, daun, kulit, kayu, dan akarnya ternyata sudah dimanfaatkan secara komersial. Daun jabon dapat digunakan sebagai obat pelangsing dan obat kumur. Ekstrak daun jabon dipercaya mengandung senyawa yang bersifat antimikroba. Selain itu daun jabon digunakan juga sebagai alas makanan dan pakan ternak. Bunga dan buah jabon dimakan atau dikonsumsi sebagai bahan obat-obatan. Bunga jabon dapat digunakan sebagai sumber bahan parfum khas india yang disebut ‘attar’. Selain itu, pohon jabon juga menjadi salah satu jenis yang bunganya dikembangkan untuk mendukung usaha lebah madu. Getah kuning dari kulit akar dapat digunakan sebagai bahan celupan pewarna kuning yang dapat dimanfaatkan dalam usaha kerajinan tangan. Kulit kayu yang telah kering dapat dimanfaatkan untuk mengobati demam dan sebagai obat kuat. Campuran bubuk kulit kayu jabon dengan kulit mangga (Mangifera indica) dan tanaman meranti (Shorea robusta) dimanfaatkan untuk mengobati penyakit kolera dan stroke, sedangkan seduhan kulit batangnya dipercaya dapat menyembuhkan penyakit disentri (Mansur dan Tuheteru 2010). Menurut Mulyana et al. (2010) beberapa keunggulan tanaman jabon dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Diameter batang dapat tumbuh hingga 10 cm/tahun. 2. Pemanenan kayu jabon relatif singkat (5 – 6 tahun). 3. Batang berbentuk silinder dengan tingkat kelurusan yang bagus.
4. Tidak memerlukan pemangkasan karena cabang akan rontok sendiri saat tumbuh (self pruning). 5. Pertumbuhan lebih cepat dibandingkan sengon. 6. Jabon termasuk tumbuhan pionir dan dapat tumbuh dilahan terbuka atau kritis, seperti tanah liat, tanah lempung podsolik cokelat, dan tanah berbatu. 7. Tanaman jabon relatif lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit bila dibandingkan dengan sengon.
2.1.5 Silvikultur Bibit jabon dapat diperoleh dari permudaan alam maupun buatan (Direktorat Jenderal Kehutanan 1980). Permudaan alam dijumpai di tempattempat terbuka terutama di hutan bekas tebangan, jalan sarad atau bekas perladangan. Sedangkan permudaan buatan dilakukan dengan menyemaikan biji. Perbanyakan jabon dapat dilakukan dengan stump maupun stek pucuk dan relatif mudah dilakukan. Jarak tanam yang dapat digunakan adalah 3 x 2 m dapat digunakan untuk penanaman jabon (Martawidjaya et al. 2005).
2.1.5.1 Benih dan bibit Pada umumnya jabon berbuah dalam bulan Juli-Agustus (Direktorat Jenderal Kehutanan 1980). Cara untuk mengumpulkan biji jabon adalah buahnya yang sudah masak diperam menggunakan saringan halus dan membiarkan daging buah lunak dalam wadah yang berisi air selama 5-7 hari kemudian diremas dengan kedua tangan sampai hancur, biji-biji yang baik akan berkumpul didasar baskom kemudian dibuang bagian yang terapung, kemudian biji-biji dikumpulkan dan disaring untuk menghilangkan airnya. Pengeringan dilakukan kering udara selama 2 hari dan dibersihkan dengan saringan halus. Biji dimasukkan ke dalam kaleng atau botol yang tertutup rapat. Penyimpanan benih dilakukan di tempat yang sejuk agar daya kecambahnya dapat bertahan selama 1 tahun 25-35% sedangkan biji yang disimpan selama 2,5 bulan mempunyai daya kecambah 70%. Menurut Direktorat Jenderal Kehutanan (1980) penyemaian benih dilakukan dalam bak penaburan. Pada bagian bawah bak diberi lubang halus yang
cukup banyak agar air yang berlebihan dapat mengalir keluar dan untuk memasukkan air waktu perendaman. Bak penaburan dapat dibuat dari papan dan bagian bawahnya anyaman bambu. Bak kecambah diberi naungan atap yang dapat dibuka agar bak kecambah mendapat sinar matahari langsung dan terlindungi dari hujan deras. Penyiraman dilakukan pada pagi hari antara pukul 06.00-08.00 dan sore hari antara pukul 16.00-18.00 dengan cara merendam bak kecambah ke dalam bak air atau menggunakan semprotan halus. Bibit jabon dapat disapih setelah berumur 1-1,5 bulan atau setelah tingginya mencapai 3-5 cm dan telah berdaun empat lebar.
2.1.5.2 Penanaman Sistem penanaman jabon ada beberapa macam yaitu tumpangsari, cemplongan dan jalur yang pemilihannya ditentukan oleh ketersediaan biaya, tenaga kerja, keadaan tanah dan kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitarnya (Direktorat Jenderal Kehutanan 1980). Pada sistem penanaman tumpangsari, dapat menanam tanaman pangan (palawija) yang berumur semusim diantara tanaman pokok dan tanaman sela. Cara cemplongan tanaman pokok ditanam pada lubang piringan di dalam larikan yang sudah disiapkan, pembersihan lapangan hanya terbatas pada piringan tanaman masing-masing lubang tanam. Cara cemplongan diterapkan pada lapangan yang ditumbuhi rumput-rumput dengan tinggi rata-rata 50 cm. Penanaman dengan sistem jalur yaitu membuat tanaman pada sistem jalur, pelaksanaannya sama seperti sistem cemplongan hanya saja pada sistem jalur pembersihan lapangan dilakukan sepanjang larikan. Bibit jabon yang siap ditanam di lapangan adalah bibit yang berumur 3 bulan (Pollard 1969). Waktu penanaman bibit jabon di lapangan yang baik dilakukan pada permulaan musim hujan dan curah hujan sudah cukup banyak sehingga tanah telah cukup lembab agar pertumbuhan bibit dapat lebih tahan pada permulaannya. Jabon tidak menuntut persyaratan tumbuh yang tinggi, akan tetapi untuk investasi sebaiknya dilakukan pada tanah yang subur dan drainase baik. Jarak tanam 3 x 2 m atau 5 x 5 m tergantung tujuan penanaman, murni atau tumpang sari. Lubang tanam 30 x 30 x 30 cm atau 40 x 40 x 40 cm tergantung kondisi tanah (Direktorat Jenderal Kehutanan 1980).
2.1.5.3 Pemeliharaan Menurut Direktorat Jenderal (1980) kegiatan pemeliharaan yang dapat dilakukan adalah penyiangan dan penyulaman tujuannya untuk membebaskan tanaman pokok dari tumbuhan semak belukar, rumput, penjalangan yang melilit, dan tumbuhan pengganggu lain sehingga memberikan kesempatan kepada tanaman pokok untuk tumbuh dengan baik dan dapat terbebaskan dari persaingan terutama persaingan tajuk. Penyulaman adalah kegiatan mengganti bibit atau tanaman yang telah mati dengan bibit atau tanaman yang berada di persemaian. Kegiatan penyulaman dilakukan dalam musim hujan. Penyiangan dilakukan 3-4 kali dalam satu tahun dengan membersihkan secara jalur. Penjarangan dilakukan jika tajuk telah bersentuhan secara rapat.
2.1.6 Hama dan Penyakit Jenis hama pada tanaman jabon yang pernah ditemukan antara lain hama yang menyerang bagian daun, cabang, dan menyerang bagian akar. Kajian ilmiah yang pernah dilakukan oleh Pribadi (2010) dalam Haneda (2010) hama mayor yang menyerang tanaman jabon antara lain Cosmoleptrus sumatranus, Arthroschista hilaralis, Zeuzera sp., Coptotermes sp., dan Daphnis hypothous. Hama minor yang menyerang jabon adalah Melanura pterolophia, Dysdercus cingulatus, Hypomeces squamossus, Lawana sp., dan Cicadulina sp. Studi ini dilakukan di 3 lokasi yang berbeda yaitu HTI PT RAPP sektor Baserah dan Pelalawan, Hutan Rakyat (HR) di Pantai Cermin kabupaten Kampar, dan persemaian Balai Penelitian Hutan Penghasil Serat (BPHPS) Kouk, Riau. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di lapangan. Arthroschista hilaralis memiliki rata-rata tingkat merusak pada lokasi HTI sektor Baserah sebesar 92,88%, sedangkan Daphnis hypothous pernah menyebabkan kerusakan hebat pada kebun pangkas milik BPHPS Kouk. Menurut Haneda (2010) penyakit yang sering menghinggapi jabon adalah serangan nematoda. Penyakit dari keluarga filum atau cacing-cacingan ini diketahui menyerang akar jabon dan menyebabkan tanaman yang terserang mati. Istilah untuk penyakit yang memang sangat umum menyerang bermacam-macam tanaman ini adalah puru akar (root-knot nematode). Pada tanaman jabon,
nematoda penyebab di identifikasi adalah Meloidogyne incognita. Serangan menyebabkan
daun
menguning
kemungkinan
menyerang
jabon
dan
merapuhkan
adalah
damping
akar. off
Penyakit
pada
yang
persemaian,
anthracnose, root rot, dan dieback. Penyakit damping off (lodoh) diketahui sebagai penyakit yang memiliki serangan cukup berbahaya pada semai tanaman. Gejala yang timbul dari penyakit lodoh adalah bibit menjadi layu, batang atau leher akan tampak gosong dan busuk. Penyakit damping off disebabkan oleh adanya serangan sejumlah cendawan seperti Phytium, Phytoptora, dan Rhizoktonia spp. Penyakit pada tanaman jabon (Anthocephalus cadamba) belum ditemukan laporan yang lengkap mengenai jenis penyakitnya. Akan tetapi ada beberapa kasus serangan penyakit pada jabon tetapi bukan di Indonesia. Penyakit tersebut menyerang tanaman jabon pada saat di persemaian atau nursery. Penyakit tersebut diketahui berupa damping off yang berasal dari jamur Fusarium dan Phytium spp. di Malaysia. Jenis penyakit lain yang pernah ditemukan di India adalah leaf blight atau hawar daun yang disebabkan oleh Rhizoctonia sp. Beberapa serangan penyakit pada persemaian jabon bisa dikendalikan dengan penanganan nursery, karena belum ada ancaman yang serius dari penyakit-penyakit tersebut. Menurut Direktorat Jenderal Kehutanan (1980) hama yang menyerang bibit jabon pada saat di persemaian antara lain semut (dari family Formicidae), dan bekicot. Penyakit yang sering menyerang bibit jabon di persemaian adalah dumping off yang disebabkan oleh cendawan Fusarium spp., Rhizoctonia spp., dan Phytium spp. Sedangkan hama yang menyerang jabon setelah di lapangan adalah rayap batang dan ulat kukuk (di akar). Sumber penyakit yang berasal dari cendawan Gloosperium anthocephali dapat menyebabkan daun tanaman jabon gugur.
2.2 Pemupukan Pupuk didefinisikan sebagai material yang ditambahkan ke tanah atau tajuk tanaman dengan tujuan untuk melengkapi ketersediaan unsur hara. Di dalam tanah unsur hara tersebut saling berinteraksi. Keragaman reaksi dan interaksi unsur-unsur tersebut berpengaruh pada efisiensi pemberian pupuk. Faktor-faktor
yang mempengaruhi efektivitas pemupukan antara lain kondisi tanah, karakter tanaman dan tingkat pertumbuhannya, jenis dan harga pupuk, dosis pupuk serta waktu dan cara penempatan pupuk. Cara pemupukan dapat dilakukan berbagai cara, salah satu cara pemberian pupuk dengan cara dibenamkan di dalam tanah. Cara tersebut lebih efektif dan efisien, karena dapat menghindari kehilangan hara akibat tercuci atau menguap. Arti luas pemupukan adalah penambahan bahanbahan lain yang dapat memperbaiki sifat-sifat tanah misalnya pemberian pasir dalam tanah liat, penambahan bahan mineral pada tanah organik, pengapuran dan sebagainya (Hardjowigeno 2007). Pemupukan untuk tanaman kehutanan diperlukan untuk dua tujuan, yaitu mempercepat waktu panen (untuk mencapai ukuran diameter tertentu) dan meningkatkan produksi (m3) pada waktu panen yang telah ditentukan, misalnya 5, 7, atau 10 tahun. Pemupukan diberikan beberapa kali. Pemupukan pertama dilakukan saat penanaman, yakni diberi pupuk kandang sebanyak 5 kg per lubang tanam dan pupuk NPK dosis 50 gram per tanaman. Pemberian pupuk diaplikasikan dengan cara membenamkannya di media tanam. Setiap 6 bulan, tanaman juga perlu dipupuk dengan urea dosis 50 gram per tanaman, lalu pada tahun ketiga dosis pupuk urea ditingkatkan menjadi 80 gram per tanaman (Mansur dan Tuheteru 2010). Pengertian klasifikasi pupuk dapat dilihat dari beberapa segi yaitu atas dasar pembentukannya yaitu yang terdiri dari pupuk alam dan pupuk buatan, atas dasar kandungan unsur hara yang dikandungnya yang terdiri dari pupuk tunggal dan pupuk majemuk, dan atas susunan kimiawi yang mempunyai hubungan penting dengan perubahan-perubahan di dalam tanah. Pupuk alam diantaranya terdiri dari pupuk kandang, pupuk hijau, kompos, dan guano (Marsono dan Sigit 2002). Pupuk buatan adalah pupuk yang dibuat di pabrik-pabrik yang mengandung unsur hara tertentu, yang pada umumnya mengandung kadar unsur hara tinggi (Soepardi 1983). Dalam proses pertumbuhannya pohon memerlukan unsur hara. Unsur hara yang diperlukan tanaman dalam jumlah banyak disebut unsur hara makro yaitu Nitrogen (N), Fosfor (F), Kalium (K), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), dan Sulfur (S). Unsur hara yang diperlukan dalam jumlah sedikit disebut hara mikro yaitu
Besi (Fe), Tembaga (Cu), Klorin (Cl), Mangan (Mn), Boron (B), Seng (Zn), dan Molibdenum (Mo). Pemupukan dilakukan apabila terjadi defisiensi hara pada pohon karena tumbuh pada tanah yang kritis, siklus nutrisi kurang baik, adanya pencucian oleh air hujan, dan tidak adanya cendawan mikoriza atau rhizobium. Waktu pemberian pupuk sebaiknya disesuaikan dengan perkembangan pohon seperti pupuk diberikan beberapa saat setelah penanaman, setelah penanaman sampai penutupan kanopi dan menunjukkan tanda-tanda defisiensi, saat awal penjarangan, dan 3-10 tahun sebelum rotasi tebang (Mansur et al. 2004). Menurut Marsono (1992) cara yang paling umum untuk meningkatkan produkivitas adalah melalui pemupukan yang dapat meningkatkan modal hara tempat tumbuh dengan menambahkan sumber hara yang langsung tersedia. Alasan perlunya pemupupukan di daerah tropis antara lain pertumbuhan pohon sangat cepat sehingga kebutuhan nutrisi juga tinggi, rotasi pendek sehingga pemupukan akan lebih ekonomis, meningkatkan proyek rehabilitasi dan penghutanan kembali, penggunaan satu atau dua jenis saja untuk mempermudah pengelolaan
dan lebih seragam produk akhirnya, pada beberapa tapak
penambahan sedikit nutrisi dapat memperlihatkan perbaikan pertumbuhan yang luar biasa (Mansur et al. 2004). Jenis yang berbeda mempunyai persyaratan hara yang berbeda, dan konsekuensinya jenis dapat sangat berbeda kemampuannya untuk merespon perlakuan pemupukan. Produktivitas lahan hutan tanaman merupakan gatra penting yang harus diperhatikan oleh para pengelola, karena hal ini terkait langsung dengan kelestarian produksi dan kesehatan perusahaannya. Peningkatan produktivitas lahan hutan tanaman perlu terus diusahakan. Berbagai teknologi sebenarnya telah tersedia untuk membantu pengusaha hutan tanaman meningkatkan produktivitas hutan tanamannya. Namun tampaknya para pengambil keputusan cenderung bertahan pada konsepsi kuno, yang mengandalkan produksi kayu pada kemampuan alami sumber daya lahan hutannya. Perbaikan loka melalui tindakan pemupukan sudah merupakan kebutuhan di bidang pertanian, karena terbukti mampu memperbaiki pertumbuhan dan produksi (Poerwowidodo 1991).
Menurut Novizan (2002) pemupukan yang efektif melibatkan persyaratan kuantitatif dan kualitatif. Persyaratan kuantitatif adalah dosis pupuk yang digunakan sedangkan persyaratan kualitatif paling tidak meliputi 4 hal yaitu: 1. Unsur hara yang diberikan dalam pemupukan relevan dengan masalah nutrisi yang ada. 2. Waktu dan tempat pemupukan harus tepat. 3. Unsur hara yang diberikan berada pada waktu yang tepat untuk dapat di gunakan oleh tanaman. 4. Unsur hara yang diserap harus dapat digunakan tanaman untuk meningkatkan produktivitasnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas pemupukan antara lain kondisi tanah, karakter tanaman dan tingkat pertumbuhannya, jenis dan harga pupuk, dosis pupuk serta waktu dan cara penempatan pupuk. Pemberian pupuk dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satu caranya adalah dengan membenamkan di dalam tanah. Cara tersebut lebih efektif dan efisien karena dapat menghindari kehilangan hara akibat pencucian atau penguapan (Agromedia 2007). Menurut Hardjowigeno (2007) pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor antara lain sinar matahari, suhu, udara, air, dan unsurunsur hara dalam tanah (N, P, K dan lain-lain). Satu-satunya cara yang dapat dilakukan untuk memenuhi keterdiaan unsur hara tanah adalah pemupukan. Melalui pemupukan tanaman dapat tumbuh optimal dan berproduksi maksimal (Agromedia 2007). Unsur hara merupakan unsur mineral organik yang diperoleh dari tanah melalui proses penyerapan oleh sistem perakaran untuk digunakan dalam proses pertumbuhan atau perkembangan tanaman. Secara umum peranan unsur hara menurut Kramer dan Kozlowsky (1960) dalam Pribadi (2002) adalah: a. Sebagai komponen jaringan penyusun jaringan makanan b. Sebagai katalisator dalam berbagai reaksi c. Sebagai alat pengatur tekanan osmosis d. Sebagai komponen penyangga e. Sebagai alat pengatur permeabilitas membran
Penanaman tanaman pertanian atau kehutanan dapat menyebabkan hilangnya unsur hara esensial melalui panen, apalagi kalau diusahakan secara terus-menerus. Untuk mempertahankan keadaan tanah agar tetap mampu menyediakan unsur hara untuk pertumbuhan tanaman, penambahan unsur melalui pupuk menjadi bahan pertimbangan. Di dalam mempelajari masalah kebutuhan pupuk untuk tanaman dapat dicapai dengan berbagai pendekatan yaitu salah satu faktor yang membatasi produksi tanaman adalah hara yang terdapat relatif kurang di dalam tanah dan pupuk dapat digunakan untuk mendapatkan hara tanaman yang seimbang dalam keperluan tumbuh tanaman sehingga dicapai produksi yang optimal (Hakim et al.1986). Secara umum pohon yang kekuangan nutrisi mempunyai tanda-tanda diantaranya pertumbuhan tanaman stagnant dan vigornya rendah, terjadi perubahan warna daun, terjadi perubahan anatomi, keguguran pucuk dan mata tunas, serta keriting (Mansur et al. 2004). Menurut Leiwakabessy et al. (2003) ketersediaan unsur hara bagi tanaman ditentukan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan tanah dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman dan faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan menyerap/memanfaatkan unsur hara yang telah disediakan oleh tanah. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan tanah menyediakan unsur hara bagi tanaman adalah sumber ion hara (mineral primer, bahan organik, pupuk, udara, rembesan/air irigasi) dan faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan, pengendapan, pergerakan ion ke akar, pencucian maupun imobilitas dari unsurunsur (pH, redoks potensial, tekstur, KTK, kejenuhan, ion tersebut pada kompleks jerapan).
Sedangkan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
kemampuan
menyerap/memanfaatkan unsur hara yang telah disediakan oleh tanah antara lain kadar oksigen dalam udara, tanah, kelembaban dan suhu tanah, zat beracun, kesehatan tanaman, sifat genetik dan juga reaksi-reaksi antagonistik antar unsur.
2.2.1 Pupuk NPK Murbandono (1993) menyatakan bahwa unsur hara yang diperlukan tanaman dapat dibagi menjadi tiga golongan berdasarkan jumlah yang dibutuhkan tanaman. Ketiga golongan tersebut yaitu sebagai berikut:
1. Unsur hara makro yaitu unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah banyak, seperti Nitrogen (N), Fosfor (F), dan Potasium atau Kalium (K). 2. Unsur hara sedang (sekunder) yaitu unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah kecil, seperti Sulfur/belerang (S), Kalsium (Ca), dan Magnesium (Mg). 3. Unsur hara mikro yaitu unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit, seperti besi (Fe), tembaga (Cu), seng (Zn), Khlor (Cl), boron (B), mangan (Mg), dan molibdenum (MO). Atas dasar kandungan unsur hara yang dikandungnya pupuk tediri dari pupuk tunggal dan mejemuk. Pupuk tunggal adalah pupuk yang mengandung satu jenis hara tanaman seperti N, P, dan K saja, sedangkan pupuk majemuk adalah pupuk yang mengandung lebih dari satu unsur hara tanaman, seperti gabungan dari N dan P, N dan K, atau N dan P dan K (Sabiham et al, 1989). Pupuk NPK (Nitrogen-Phosphate-Kalium) merupakan pupuk majemuk cepat tersedia yang paling dikenal saat ini. Kadar NPK yang sering beredar adalah 15-15-15, 16-1616, dan 8-20-15. Tipe pupuk NPK tersebut juga sangat populer karena kadarnya cukup tinggi dan memadai untuk menunjang pertumbuhan tanaman (Marsono dan Sigit 2002). Pupuk majemuk adalah pupuk yang mengandung dua atau tiga unsur hara primer. Jika unsur hara makro primer (N, P, K), unsur hara makro sekunder (Mg, Ca, dan S), dan dilengkapi dengan unsur hara mikro, pupuk tersebut dikategorikan sebagai pupuk majemuk lengkap. Menurut Novizan (2002) unsur hara makro diperlukan tanaman dalam jumlah yang lebih besar. Unsur hara makro terdiri dari Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), dan Sulfur (S).
1. Nitrogen (N) Menurut Lewakabessy et al. (2003) nitrogen diserap tanaman dalam bentuk ion nitrat dan ion amonium. Nitrogen tidak tersedia dalam bentuk mineral alami seperti unsur hara lainnya. Nitrogen yang ada di dalam tanah dapat hilang karena terjadinya peguapan, pencucian oleh air, atau terbawa bersama tanaman pada saat panen. Fungsi nitrogen di dalam tanah antara lain: a. Merangsang pertumbuhan tanaman secara keseluruhan
b. Merupakan bagian dari sel (organ) tanaman itu sendiri c. Berfungsi untuk sintesa asam amino dan protein dalam tanaman d. Merangsang pertumbuhan vegetatif (warna hijau) seperti daun Tanaman yang kekurangan unsur N gejalanya mengakibatkan pertumbuhan lambat/kerdil, daun hijau kekuningan, daun sempit, pendek dan tegak, daun-daun tua cepat menguning dan mati (Dwidjoseputro 1984).
2. Fosfor (P) Menurut Lewakabessy et al. (2003) fosfor sebagian besar berasal dari pelapukan batuan mineral alami, sisanya berasal dari pelapukan bahan organik. Walaupun sumber fosfor pada tanah mineral cukup banyak, tanaman masih dapat mengalami kekurangan fosfor. Ketersediaan P di dalam tanah ditentukan oleh banyak faktor yaitu pH tanah, aerasi, temperature, bahan organik, dan unsur hara lain. Fungsi Fosfor di dalam tanah antara lain (Hardjowigeno 2007): a. Berfungsi untuk pengangkutan energi hasil metabolisme dalam tanaman b. Merangsang pembungaan dan pembuahan c. Merangsang pertumbuhan akar d. Merangsang pembentukan biji e. Merangsang pembelahan sel tanaman dan memperbesar jaringan sel Tanaman yang kekurangan unsur P gejalanya antara lain pembentukan buah/dan biji berkurang, kerdil, daun berwarna keunguan atau kemerahan (kurang sehat), dan perkembangan akar lambat.
3. Kalium (K) Menurut Lewakabessy et al. (2003) persediaan kalium di dalam tanah dapat berkurang karena tiga hal yaitu pencucian kalium oleh air, pengambilan kalium oleh tanaman dan erosi tanah. Fungsi kalium antara lain: a. Berfungsi dalam proses fotosintesa, pengangkutan hasil asimilasi, enzim dan mineral termasuk air. b. Meningkatkan daya tahan/kekebalan tanaman terhadap penyakit.
Gejala tanaman yang kekurangan unsur K adalah batang dan daun menjadi lemas/rebah, daun berwarna hijau gelap kebiruan tidak hijau segar dan sehat, ujung daun menguning dan kering, timbul bercak coklat pada pucuk daun. Menurut Novizan (2002) kalium mempunyai peranan yang penting dalam proses-proses fisiologis seperti: (1) metabolisme karbohidrat, pembentukan, pemecahan dan translokasi pati, (2) metabolisme nitrogen dan sintesa protein, (3) mengawasi dan mengatur aktivitas beragam unsur mineral, (4) netralisasi asamasam organik yang penting bagi proses fisiologis, (5) mengaktifkan berbagai enzim, (6) mempercepat pertumbuhan jaringan meristematik, dan (7) mengatur pergerakan stomata dan hal-hal yang berhubungan dengan air. Kalium disini tidak terlibat sebagai komponen penyusun tetapi hanya sebagai bentuk anorganik saja (Hakim et al. 1986). Tanaman menyerap kalium lebih banyak dari pada unsur hara lainnya kecuali nitrogen. Kalium di dalam jaringan tanaman tetap berbentuk ion K+. Tidak ditemukan dalam bentuk senyawa organik. Kalium bersifat mudah bergerak sehingga siap dipindahkan dari satu organ ke organ lain yang membutuhkan. Secara umum peran kalium berhubungan dengan proses metabolisme seperti fotosintesis dan respirasi. Peran kalium antara lain translokasi (pemindahan) gula pada pembentukan pati dan protein, membantu proses membuka dan menutup stomata (mulut daun), efisiensi penggunaan air (ketahanan terhadap kekeringan), memperluas pertumbuahan akar, meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan hama penyakit, memperkuat tubuh tanaman (Novizan 2002). Menurut Leiwakabeesy (2003) pengaruh kekurangan kalium secara keseluruhan baik terhadap pertumbuhan maupun terhadap kualitasnya merupakan akibat pengaruhnya terhadap proses-proses fisiologis. Proses fotosintesis dapat berkurang bila kandungan kaliumnya rendah dan pada saat respirasi bertambah besar. Hal ini akan menekan persediaan karbohidrat yang tentu akan mengurangi pertumbuhan tanaman. Peranan kalium dan hubungannya dengan kandungan air dalam tanaman adalah penting dalam mempertahankan turgor tanaman itu yang sangat diperlukan agar proses-proses fotosintesa dan proses-proses metabolisme lainnya dapat berkurang dengan baik.
2.2.2 Pemupukan lanjutan Pemupukan lanjutan pada tanaman jabon merupakan pemupukan yang bertujuan untuk mempercepat waktu panen dan meningkatkan produksi jabon. Pemupukan lanjutan dilakukan pada awal dan akhir musim hujan sebanyak 100200 gram per tanaman sampai satu tahun sebelum pohon akan ditebang. Cara pemupukan lanjutan adalah dengan membuat parit melingkar di bawah proyeksi tajuk terluar sedalam 10 cm, kemudian pupuk ditabur di parit tersebut, setelah itu ditutup kembali dengan tanah (Mansur dan Tuheteru 2010). Menurut Mulyana et al. (2010) jenis pupuk yang digunakan dalam budidaya jabon diantaranya adalah pupuk kandang, TSP, Urea, NPK, dan KCL. Pemupukan dilakukan mulai dari satu bulan setelah bibit di tanam hingga tanaman jabon berumur satu tahun. Waktu pemupukan dilakukan pada pagi hari (06.3009.30) atau sore hari (16.00-18.30).
2.3 Pengaruh pemupukan pada pertumbuhan tanaman kehutanan Kegiatan pemupukan dalam budidaya tanaman kehutanan merupakan kegiatan
yang
penting
untuk
dilakukan.
Pemupukan
bertujuan
untuk
meningkatkan produktivitas tanaman kehutanan yang akan dibudidayakan. Menurut
Poerwowidodo
(1991)
pemupukan
merupakan
suatu
tindakan
menambahkan sejumlah anasir hara yang dibutuhkan tanaman ke dalam tubuh tanah atau tanaman, karena keadaan anasir hara di tempat tumbuhnya tidak mampu merangsang pertumbuhan tanaman dengan memadai. Jika keadaan kesuburan tanah memuaskan, tindakan pemupukan tentu merupakan hal yang siasia. Tindakan pemupukan tanah berarti meningkatkan kemampuan tanah memasok hara untuk tanaman. Mengingat teknologi pemupukan pada bidang kehutanan termasuk teknologi mahal, keefesienannya harus tinggi. Takaran bahan pupuk, jenis pupuk, bentuk pupuk, cara pemupukan, intensitas pemupukan, dan waktu pemupukan, merupakan
gatra
keefesienannya.
pupuk Tanggapan
yang
perlu
tanah
diperhatikan
terhadap
untuk
pemupukan
meningkatkan dan
tanggapan
pertumbuhan tanaman akibat pemupukan, perlu ditelaah tuntas. Jika keadaan tidak mendukung tercapainya keefesienan pemupukan, tujuan pemupukan tidak akan
tercapai. Toleransi tanaman hutan, khususnya pada tahapan semai terhadap pemupukan juga perlu dikaji, sehingga pengaruh negatifnya dapat dicegah (Poerwidodo 1991). Tabel 1 merupakan pengaruh pemupukan pada pertumbuhan tanaman kehutanan yang pernah di teliti oleh mahasiswa Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Tabel 1 Pengaruh pemupukan pada pertumbuhan tanaman kehutanan Judul penelitian Pengaruh Pemupukan Bokasi dan NPK Terhadap Pertumbuhan Jabon (Anthocephalus cadamba Roxb. Miq.)
Peneliti Ajeng
Hasil penelitian Pemberian pupuk NPK
Pristyaningrum berpengaruh nyata terhadap (2009)
pertumbuhan tinggi tanaman, pertumbuhan diameter, jumlah ruas, dan jumlah cabang. Dosis pupuk NPK yang baik dan dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman jabon adalah 100 gram per tanaman. Dosis pupuk NPK 100 gram per tanaman meningkatkan pertumbuhan tinggi sebesar 23,59% terhadap kontrol, peningkatan diameter sebesar 18,7%, peningkatan jumlah cabang sebesar 33%, peningkatan jumlah ruas sebesar 69,7%. Kombinasi antara pupuk NPK (100 gram) dan Bokasi (1 kg) meningkatkan pertumbuhan diameter sebesar 19,36%.
Sedangkan pemberian pupuk bokasi tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman jabon. Respon Pertumbuhan Tanaman
Luqman Noor
Pupuk polimer Terabuster
Jabon (Anthocephalus
Hakim
dengan kompos aktif
cadamba Roxb. Miq) dengan
Fadillah
Teraremed merupakan
Perlakuan Pupuk Polimer
(2010)
kombinasi yang terbaik
Terabuster dan Kompos Aktif
untuk meningkatkan
Teraremed
pertumbuhan tanaman jabon di lapangan. Hal ini dikarenakan peranan bahan organik yang terkandung dalam pupuk tersebut dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah.
Pengaruh Dosis Pupuk NPK dan
Kompos
Pertumbuhan
Bibit
Terhadap Salam
(Eugenia polyantha Wight)
Mutia Handayani (2009)
Pemberian pupuk NPK memberikan pengaruh nyata terhadap diameter, berat kering pucuk, berat kering akar, berat kering total, kadar air pucuk, kadar air akar dan vigor semai.
Pengaruh Pemberian Pupuk NPK dan Kompos Pada Media
Tina Maretina
Penambahan pupuk NPK 5
(2010)
gram dan kompos 10 gram
Tailing Tambang Emas
menghasilkan pertumbuhan
Terhadap Pertumbuhan Semai
tinggi terbaik.
Sengon Buto (Enterolobium cylocarpum Griseb) Pengaruh
Pemberian
Pupuk
NPK dan Kompos terhadap Pertumbuhan (Anthocephalus Pada
Media
Semai
Jabon
cadamba) Tanah
Tambang Emas (Tailing)
Bekas
Dwita Noviani (2010)
Dosis NPK 15 gram memberikan pengaruh terbaik pada pertumbuhan semai jabon.