BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Carpal Tunnel Syndrome (CTS) 1. Definisi Carpal Tunnel Syndrome (CTS) Carpal Tunnel Syndrome (CTS) merupakan akibat disfungsi dari saraf medianus yang terjadi karena peninggian tekanan di dalam terowongan karpal. Gejala yang khas seperti : nyeri, parestesia, mati rasa atau sensasi seperti tertusuk-tusuk saat pulih dari kesemutan dalam distribusi saraf medianus tangan, biasanya di ibu jari telunjuk dari jari tengah serta bagian radial-radial jari manis6. Penyakit yang sering mengalami jebakan atau tekanan ini sering dikenal dengan istilah Carpal Tunnel Syndrome (CTS)7 . CTS adalah derita yang mengganggu akibat akumulasi faktor ketidaknyamanan untuk berada dalam jangka waktu yang lama pada posisi dan keadaan dalam bekerja17 .
2. Anatomi Carpal Tunnel Carpal tunnel yaitu terletak di bawah ligamen (sekumpulan jaringan elastis yang menghubungkan tulang dan organ pada posisinya) yang berada di depan pergelangan tangan. Saraf medianus yang melalui Carpal tunnel mensuplai sisi dari ibu jari tangan18. Nervus Medianus yaitu gabungan funikulus medialis dan lateralis pleksus brakialis. Tidak memiliki cabang-cabang pada lengan, kecuali cabang artikular yang menuju ke sendi siku19. Gerakan berulang yang dilakukan oleh tangan dan pergelangan tangan dapat menyebabkan inflamasi dari struktur yaitu tendon dan menutupi di sekeliling saraf median. Inflasi bisa menekan saraf dan dapat menimbulkan rasa sakit ada tiga jari dan sisi ibu jari dari tangan serta terjadi mati rasa20 .
1
3. Etiologi Faktor-faktor Syndrome seperti a.
yang
2, 8,9,21-37
mempengaruhi
kejadian
Carpal
Tunnel
:
Faktor Individu 1) Usia CTS umumnya terjadi pada usia 29-62 tahun dimana terjadi
pertambahan usia dapat memperbesar risiko CTS8. CTS merupakan masalah kesehatan yang timbul dalam jangka waktu yang lama, terjadi pada usia pertengahan dan masa tua. Bertambahnya usia dapat dipastikan bahwa paparan dengan alat kerja tangan dalam waktu lama akan mengalami kemampuan elastisitas tulang, urat atau otot semakin berkurang9. Hasil penelitian yang menjelaskan bahwa usia yang berpotensial terpajan risiko kejadian CTS adalah 29-62 tahun21 . 2) Lama Kerja Lama seseorang bekerja berdasarkan Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah waktu kerja yang ditentukan untuk 8 jam dalam 1 hari22. Jam kerja yang dikerjakan selama 8 jam per hari, diusahakan sedapat mungkin tidak dilampui, apabila hal ini tidak dihindari, perlu diusahakan kerja gilir. Kerja lembur sedapat mungkin ditiadakan karena dapat menurunkan efisiensi dan produktifias kerja serta meningkatkan angka kecelakaan dan sakit. Kerja lembur melebihi 25% jam kerja akan berpengaruh buruk terhadap tenaga kerja2 . Semakin lama seseorang bekerja maka semakin lama terjadi penekanan pada saraf medianus yang bisa memperbesar kejadian CTS. 3) Masa Kerja Masa kerja adalah lama pekerja bekerja pada suatu jenis pekerjaan. Masa kerja untuk suatu pekerjaan dihitung mulai pekerja melakukan pekerjaan dihari pertama sampai terakhir dia berhenti atau sampai sekarang bekerja. Masa kerja dapat dikategorikan sebagai berikut : untuk masa kerja < 1 tahun, 1-20 tahun dan > 20 tahun23. Hasil penelitian
2
menyebutkan bahwa masa kerja minimal terjadinya CTS berkisar antara 14 tahun dengan rata-rata 2 tahun24. Penelitian pada pengrajin tali enceng gondok menyatakan bahwa ada hubungan masa kerja dengan kejadian CTS14 . Semakin lama masa kerja yang bekerja dengan gerakan berulang secara terus menerus yang dapat menyebabkan peradangan pada jaringan di terowongan karpal53 . 4) Riwayat Penyakit Beberapa riwayat penyakit yang berisiko terhadap kejadian CTS, 8,25-29
seperti
:
a) Arthritis Rheumatoid Arthritis Rheumatoid adalah suatu sindroma yang kronis dengan gejala yang tidak khas, menyerang sendi perifer dan simetris. Jika penyakit terjadi berlarut-larut, terjadi penghancuran jaringan sendi dan sekitarnya. Keluhan yang terasa seperti capai, sendi kaku terutama pada pagi hari dan serangan nyeri sendi serta pembengkakan sendi pangkal jari atau sendi pergelangan tangan25. Gambaran gejalanya yaitu pada gejala awal seperti nyeri sendi simetris, pembengkakan dan kekakuan yang paling nyata di pagi hari dan biasanya terjadi pada tangan, pergelangan tangan dan kaki26. b)
Osteoarthritis
Merupakan penyakit tulang yang berkaitan dengan kerapuhan tulang rawan, yang biasanya dialami oleh orang yang berusia lanjut27. Ostheoarthritis umumnya merupakan suatu arthopati yang ditandai hilangnya elastisitas dan kemudian terjadi erosi kartilago artikulasi26. Ostheoarthritis biasanya terdapat gangguan persendian dimana terjadi perubahan berkurangnya tulang rawan sendi dan terjadi hipertropi tulang hingga terbentuk tonjolan tulang pada permukaan sendi. Pada proses awal, nyeri sendi timbul jika selesai latihan fisik berat dan kemudian hilang setelah istirahat. Keluhan akan berlanjut menjadi kekakuan sendi sewaktu bangun pagi yang hilang dalam waktu 15-30 menit. Ostheoarthritis terjadi pada tangan, kaki, lutut dan pinggul. Faktor penyebabnya yaitu proses
3
ketuaan, trauma pada sendi, stress sendi (karena terlalu banyak dipakai atau dibebani terlalu berat dan aktvitas olah raga yang berlebihan25. c) Fraktur pergelangan tangan Fraktur adalah suatu pecahan yang terjadi di dalam tulang. Hal ini dapat terjadi karena adanya aktivitas yang dilakukan oleh pekerja dalam menggunakan tanganya, ataupun karena riwayat kecelakaan27. d) Diabetes Melitus (DM) Suatu penyakit degeneratif dimana pankreas tidak bisa atau kurang memproduksi insulin sehingga glukosa dalam makanan tidak bisa dimetabolisme dan akan dikeluarkan melalui urine. DM ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah. Hal ini disebabkan tidak diproduksinya hormon insulin. DM dapat juga terjadi akibat menurunnya respon insulin di dalam tubuh28. CTS berkaitan dengan gangguan yang menimbulkan kelainan saraf iskemik seperi DM8. e) Obesitas Obesitas yaitu peningkatan lemak tubuh. Seseorang dikatakan obesitas jika IMT > 2546. Terjadinya obesitas secara umum berkaitan dengan keseimbangan energi yang ada di dalam tubuh. Setiap peningkatan 1 kg berat badan, risiko terjadinya arthritis akan meningkat sebanyak 913%, obesitas juga faktor risiko untuk terjadinya osteoarthritis29. CTS terjadi karena saraf median di bawah ligamentum karpal transversal berhubungan pada naiknya berat badan dan IMT b. Faktor Pekerjaan2, 30-37 1)
Gerakkan berulang Merupakan gerakkan yang sama secara berulang-ulang, jika
dilakukan dengan intensitas yang sering dan dalam waktu yang lama dapat menyebabkan berkembangnya suatu efek tertentu pada tenaga kerja30. Gerakkan berulang dari tangan, pergelangan, leher dan bahu banyak terjadi di tempat kerja. Keadaan ini akan mempengaruhi tenovisium sehingga menekan carpal tunnel. Rasa nyeri dan tidak nyaman pada anggota gerak atas sebagai akibat dari beban dinamik dan gerakan berulang31. Proses
4
kerja yang tinggi dan berisiko yang dapat menimbulkan rasa nyeri pada otot3. Gerakkan berulang yang potensial berisiko terjadinya CTS yaitu memiliki jumlah gerakkan yang sama yaitu > 30 kali per menit32. 2)
Sikap kerja Sikap tubuh dalam bekerja yang dikatakan ergonomi yaitu sikap
yang memberikan rasa nyaman, aman, sehat dan selamat dalam bekerja yang dapat dilakukan seperti 33: a) Menghindarkan sikap yang tidak alamiah dalam bekerja b) Diusahakan beban statis menjadi sekecil-kecilnya. c) Perlu dibuat dan ditentukan criteria dan ukuran baku tentang peralatan kerja yang sesuai dengan ukuran antropometri tenaga kerja penggunanya. d) Agar diupayakan bekerja dengan sikap duduk dan berdiri secara bergantian. Sikap kerja tidak alamiah antara lain badan membungkuk ≥ 200, gerakan leher menunduk ≥ 450. Kedua posisi tersebut berisiko tinggi jika dilakukan > 10 detik dan dengan frekuensi ≥ 30 per menit. Gerakan fleksi ≥ 450 dan ekstensi ≥ 450 akan memiliki risiko tinggi apabila dilakukan selama > 10 detik dan dengan frekuensi ≥ 30 per menit34. Sedangkan gerakkan devisiasi radial > 200 dan deviasi ulnar > 200 akan berisiko tinggi jika dilakukan selama > 10 detik dan dengan frekuensi ≥ 30 per menit35. Gejala CTS biasa muncul pada sikap kerja yang tidak alamiah dan dalam waktu yang lama pada saat pekerja melakukan pekerjaannya melebihi kemampuannya. Sikap kerja tidak alamiah seperti menjangkau barang yang melebihi jangkauannya, posisi kerja berdiri tegak dan duduk condong ke depan dalam waktu lama dapat meningkatkan risiko, sehingga harus dikurangi dan dihindari33. Hasil penelitian mengenai pada pengrajin tali enceng gondok pada tahun 2006 menjelaskan ada hubungan sikap kerja yang tidak ergonomi dengan CTS14.
5
3)
Getaran setempat Getaran alat lengan menimbulkan penyakit akibat kerja2.
Pengaruh getaran terhadap tubuh seperti perubahan-perubahan morfologi tulang, degenerasi syaraf, pelembekan metacarpal dan karpal36. Frekuensi getaran yang tinggi akan menyebabkan kontraksi otot yang bertambah. Kontraksi yang terjadi secara tetap akan menyebabkan penimbunan asam laktat, darah tidak lancar dan akhirnya timbul rasa nyeri otot54 . 4) Pekerjaan yang memerlukan kekuatan otot pada pergelangan tangan . Pekerjaan yang memerlukan kekuatan otot pada pergelangan tangan merupakan pekerjaan yang memerlukan kuat atau tidaknya kerja otot yang diperlukan untuk melakukan gerakan. Kekuatan otot menyatakan kemampuan mobilitas sengaja penggerak35. Kekuatan pada pergelangan tangan dapat ditujukan melalui pemeriksaan kekuatan menggenggam dimana pasien meremas jari telunjuk dan jari tengah serta kedua tangan37. Kekuatan otot juga dipengaruhi oleh adanya kelelahan otot, ketika otot melaksanakan gerakkan maka otot akan berkontraksi dan terjadi ketegangan, jika gerakan tersebut dilakukan secara berulang-ulang dan terus menerus maka fungsi otot akan melemah dan kekuatan otot akan menurun sehingga gerakan menjadi lambat35.
4. Patogenesis Penyakit CTS ini, sebagian peneliti berpendapat bahwa faktor mekanik memegang peranan penting sebagai penyebabnya. CTS terjadi secara kronis dimana terjadi penebalan fleksor retinakulum yang dapat menyebabkan tekanan kepada nervus medianus. Tekanan yang dilakukan berulang-ulang dan lama akan mengakibatkan peninggian tekanan intrafasikuler. Akibat yang akan terjadi pada aliran darah vena intrafasikuler
melambat7.
Kongesti
ini
akan mengganggu nutrisi
infrafasikuler lalu diikuti oleh anoksia yang bisa merusak endotel.
6
Kerusakan endotol ini bisa mengakibatkan kebocoran protein sehingga terjadi edema epineural. Keluhan nyeri dan sembab yang timbul terutama terjadi pada waktu malam, akan berkurang setelah tangan yang diurut dan digerak-gerakkan, apabila kondisi ini terus berlanjut maka akan terjadi fibrosis epineural yang merusak serabut saraf. Saraf lama-kelamaan akan mengalami atrofi dan digantikan oleh jaringan ikat yang akan berakibat pada fungsi nervus medianus terganggu secara keseluruhan38. Gerakkan berulang dari tangan, pergelangan, leher dan bahu banyak terjadi di tempat kerja. Keadaan ini akan mempengaruhi tenovisium sehingga menekan carpal tunnel31.
5. Tanda dan Gejala Tahap awal gejalanya seperti gangguan sensorik. Gejala awalnya seperti parestesia, kurang merasa (numbness) atau rasa biasanya seperti terkena aliran listrik pada setengah sisi radial jari dan jari yang terjadi sesuai
penyebaran
sensorik
nervus
medianus38.
Kekakuan
dan
pembengkakan pada tangan, jari-jari dan pergelangan tangan terutama pada waktu pagi hari. Tahap yang lebih lanjut penderita biasanya mengalami keluhan pada jari-jarinya yang merasa kurang trampil misalnya penderita mengalami kesulitan memutar tutup botol atau menggenggam. Penderita CTS pada tahap lanjut dapat dijumpai atrofi otot-otot thenar dan otot-otot lainnya yang diinnervasi oleh nervus melanus7. Gejala klinis CTS seperti38: a. Mati rasa, kesemutan atau rasa terbakar di jari-jari dan telapak tangan. b. Nyeri di pergelangan tangan, telapak atau lengan bawah khususnya selama penggunaan. c. Penurunan genggaman atau cengkeraman kekuatan. d. Kelemahan terjadi pada ibu jari. e. Sensasi yang terjadi bengkak, (ada atau tidak terlihat bengkak) f. Kesulitan untuk membedakan dingin dan panas
7
CTS dapat membuat seseorang pekerja tidak dapat mengerjakan pekerjaan bahkan untuk melakukan pekerjaan rumah. CTS dapat memaksa seseorang untuk kehilangan hari untuk kerja karena terjadi penurunan fungsi tangan secara permanen39.
6. Diagnosa CTS a) Pemeriksaan fisik Pemeriksaan harus dilakukan pemeriksaan keseluruhan pada penderita dengan adanya perhatian khusus pada motorik, funsi, sensorik dan otonom tangan7. Beberapa pemeriksaan dan tes provokasi yang dapat membantu dalam meneggakkan diagnosa CTS seperti : 1) Phalen’s test Test phalen adalah tes fleksi pergelangan tangan menunjukan bahwa pergelangan tangan atau ulnar terjepit atau tertekan40. Test phalen dilakukan denga cara kedua tangan pekerja difleksikan di sendi pergelangan tangan, kemudian saling
menekan dengan
menggunakan dorsum manus sekuat-kuatnya, maka jika ada penyempitan dari carpal tunnel akan timbul paresthesia atau rasa nyeri pada area saraf medianus41. Penderita melakukan fleksi tangan atau tangan ditekuk secara maksimal, dilakukan selama 60 detik dan jika timbul gejala seperti CTS didaerah saraf medianus maka dinyatakan positif7. Beberapa penulis berpendapat bahwa tes ini sangat sensitif untuk menegakkan diagnosa pemeriksaan CTS7. Sensivitasnya beragam dari 10% - 88%, sedangkan spesifitasnya sebesar 80% tergantung pada pemeriksaan6 .
Gambar.2.1 Test Phalen’s42
8
2)
Tinel’s test Tes ini digunakan untuk mendukung diagnosis jika timbul
parestesia atau nyeri di daerah distribusi nervus medianus jika dilakukan perkusi pada daerah terowongan karpal dengan posisi tangan dorso fleksi7. Tes ini menunjukkan jika dilakukan penekanan atau perkusi pada ligamentum volape pergelangan tangan akan membangkitkan rasa nyeri atau paresthesia pada wilayah nervus medianus apabila carpal tunnel menyempit41.
Gambar 2.2 Tes Tinnel45 3)
Pemeriksaan Neurofisiologi (elektrodiagnostik)38: Pemeriksaan (Elektomiografi) EMG dapat membuktikan
adanya polifasik, fibrasi, gelombang positif dan berkurangnya jumlah motor unit pada otot-otot thenar. Pada beberapa kasus yang tidak dijumpai kelainan pada otot-otot lumbrikal. EMG dapat normal pada 31 % kasus CTS. Kecepatan Hantar Saraf (KHS). KHS bisa normal, pada 15-25 kasus. Pada yang lainnya KHS akaengalami penurunan dan masa laten distal (distal latency) memanjang, menunjukkan adanya gangguan di konduksi saraf pada pergelangan tangan. Masa laten sensorik lebih sensitif dari pada masa motorik. 4)
Pemeriksaan Radiologi Pemeriksaan radiologi pada daerah saraf atau pleksus yang
mengalami kerusakaan dapat memperlihatkan kelainan sendi atau tulang yang bertanggungjawab terhadap timbulnya neuropati dan
9
mungkin memperlihatkan massa jaringan lipoma atau lunak38. Pemeriksaan sinar-X yang dilakukan terhadap pergelangan tangan dapat membantu melihat apakah ada penyebab lain seperti arthritis atau fraktur. Foto polos leher digunakan untuk menyingkirkan adanya penyakit lain di vertebra. CT-scan, USG dan MRI dilakukan pada kasus yang selektif atau khusus, terutama untuk yang akan dioperasi7. 5)
Pemeriksaan Laboratorium Ganggguan metabolik, endokrinologi dan imunologi dapat
menyebabkan neuropati perifer dan berperan sebagai timbulnya neuropati kompresi43. Etiologi atau penyebab CTS belum jelas, misalnya untuk penderita usia muda tanpa adanya gerakkan tangan berulang, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan seperti kadar hormon tiroid ataupun darah lengkap dan pemeriksaan kadar gula darah7.
7. Pencegahan Prinsip pencegahan sebenarnya sangat sederhana yaitu dengan menghilangkan faktor penyebab yang disebut tindakan tidak aman dan kondisi tidak aman, namun pada prakteknya tidak semudah dengan yang dibayangkan karena menyangkut berbagai unsure yang terkait mulai dari penyebabnya langsung, penyebab dasar dan latar belakang44. NIOSH merekomendasikan penggunaan alat-alat kerja yang dapat memelihara posisi alamiah pergelangan tangan dalam bekerja, menyesuaikan tempat kerja dan melakukan pencegahan secara administratif salah satunya dengan cara rotasi kerja dan meningkatkan kewaspadaan pekerja terhadap gejala dan metode pencegahan CTS35.
10
B. Sektor Informal Pengrajin Tenun Sentra informal pengrajin tenun di Kabupaten Pemalang merupakan salah satu informal rumah tangga yang mengutamakan ketrampilan tangan untuk menghasilkan tenun. Sentra kain tenun ATBM yang terbaik dari masa lalu sampai dengan sekarang. Kain tenun ATBM merupakan hasil dari industri rumah tangga pada kawasan pemukiman , industri mengalami pasang surut karena keterbatasan ekonomi dan kurangnya pembinaan yang belum terarah47. Proses pembuatannya diawali dengan proses pewarnaan yaitu proses memberi warna benang yang akan ditenun, selanjutnya dilakukan pengelosan tujuannya untuk memperbaiki benang yang masih kurang sempurna, selain itu juga untuk mendapat bentuk gulungan. Kemudian benang dari bentuk streng ke dalam keleting sehingga menjadi benang dalam bentuk paletan dengan menggunakan alat pintal. Proses selanjutnya, proses memindahkan benang dari tambur (bom besar) ke dalam bom kecil yaitu bom penggulung benang lungsi, kemudian benang tersebut dimasukkan ke dalam sisir, kemudian ditata, disetel dan digulung pada bom penggulung kain. Selanjutnya, proses menenun dengan alat tenun manual atau yang dikenal dengan ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin). Tahap akhir yang dilakukan yaitu finishing, bertujuan meningkatkan kualitas kain dengan sendirinya akan meningkatkan harga jualnya. Kegiatan yang berpengaruh dan berhubungan dengan faktor risiko terjadinya CTS yaitu saat melakukan proses penenunan. Sikap kerja dan frekuensi gerakan berulang yang dilakukan oleh pengrajin akan menimbulkan gangguan pada pergelangan tangan yang ditandai dengan kesemutan dan mati rasa yang terjadi pada jari, tangan dan hingga menjalar di lengan dan bahu.
11
C. Kerangka Teori Faktor Individu
Usia
Lama kerja
Penambahan Usia
Faktor Pekerjaan
Masa kerja
Riwayat Penyakit Arthrits Rheumatoid Osteoarthritis
Penurunan elastisitas otot, urat dan tulang
Fraktur pergelangan tangan Diabetes Melitus
Gerakan Berulang Sikap Kerja
Getaran setempat Pekerjaan dengan kekuatan otot pergelangan tangan
Obesitas
Peninggian tekanan pada saraf medianus dalam saluran pergelangan tangan
Nyeri, mati rasa atau sensasi seperti tertusuk-tusuk dan kesemutan
Carpal Tunnel Syndrome (CTS)
Gambar 2. 3 Kerangka Teori 2,6-9,21-37
12
D. Kerangka Konsep Variabel Bebas
Variabel Terikat
Usia
Lama Kerja
Masa Kerja
Carpal Tunnel Syndrome (CTS)
Riwayat Penyakit
Sikap kerja
Frekuensi Gerakan Berulang
Gambar 2.4 Kerangka Konsep
E. Hipotesis 1. Ada hubungan usia dengan kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada pengrajin tenun. 2. Ada hubungan lama kerja dengan kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada pengrajin tenun. 3. Ada hubungan masa kerja dengan kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada pengrajin tenun. 4. Ada hubungan riwayat penyakit dengan kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada pengrajin tenun. 5. Ada hubungan sikap kerja dengan kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada pengrajin tenun. 6. Ada hubungan frekuensi gerakan berulang dengan kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada pengrajin tenun.
13