Bab II Tinjauan Pustaka
II.1
Sifat Fisiko Kimia Minyak.
Minyak adalah trigliserida campuran yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Minyak mempunyai sifat fisika dan sifat kimia yang dikenal dengan sifat fisico-kimia yang biasanya berada dalam suatu kisaran nilai
II.1.1
Sifat Fisika Minyak
II.1.1.1 Warna Zat warna dalam minyak terdiri dari 2 golongan yaitu: A. Zat warna alamiah B. Zat warna dari hasil degradasi zat warna alamiah
A. Zat warna alamiah. Zat yang termasuk golongan ini terdapat secara alamiah di dalam bahan yang mengandung minyak dan ikut terekstrak bersama minyak pada proses pembuatan minyak. Zat warna tersebut antara lain terdiri dari β karoten, klorofil dan lain-lain. Zat warna ini menyebabkan minyak berwarna kuning, kuning kecoklatan, kehijauhijauan dan kemerah-merahan.
Pigmen yang berwarna merah jingga dan kuning disebabkan oleh karotenoid yang bersifat larut dalam minyak. Karotenoid merupakan persenyawaan hidrokarbon tidak jenuh.
Jika minyak dihidrogenasi, karoten tersebut juga ikut terhidrogenasi.
Sehingga intensitas warna kuning berkurang. Karotenoid bersifat tidak stabil pada suhu tinggi dan jika minyak dialiri uap panas, maka warna kuning akan hilang.
4
B.
Warna akibat oksidasi dan degradasi komponen kimia yang terdapat dalam
minyak. Warna gelap pada minyak disebabkan oleh proses terhadap tokoferol (vitamin E). Jika minyak bersumber dari tanaman hijau, maka zat warna hijau turut terekstrak bersama minyak, dan klorofil tersebut sulit dipisahkan dari minyak. Warna gelap ini dapat terjadi selama proses pengolahan dan penyimpanan (Sacharow, 1970), yang disebabkan oleh beberapa faktor: 1. Suhu pemanasan yang terlalu tinggi pada waktu pengepresan, sehingga sebagian minyak teroksidasi 2. Pengepresan bahan yang mengandung minyak dengan tekanan dan suhu yang lebih tinggi akan menghasilkan minyak yang berwarna lebih gelap 3. Ekstraksi minyak dengan menggunakan pelarut organik tertentu, misalnya campuran pelarut petroleum benzena akan menghasilkan minyak dengan warna lebih cerah jika dibandingkan dengan minyak yang diekstraksi dengan pelarut trikloroetilena dan heksan 4. Logam seperti Fe, Cu dan Mn akan menimbulkan warna yang tidak diinginkan dalam minyak 5. Oksidasi terhadap fraksi yang tidak tersabunkan dalam minyak menghasilkan warna kecoklat-coklatan. Warna coklat atau pigmen coklat biasanya hanya terdapat pada minyak yang berasal dari bahan yang busuk atau memar. Hal ini dapat pula terjadi karena reaksi molekul karbohidrat dengan gugus pereduksi seperti aldehid serta gugus amin dari molekul protein yang disebabkan karena aktivitas enzim-enzim, seperti phenol oxidase, polyphenol oxidase dan sebagainya (Ketaren, 2008).
5
II.1.1.2 Berat Jenis Berat jenis adalah perbandingan berat dari suatu volume contoh pada suhu 25 0C dengan berat air pada volume dan suhu yang sama. Berat jenis dari minyak biasanya ditentukan pada temperatur 250C, akan tetapi dalam hal ini dianggap penting juga diukur pada temperatur 400C dan 600C untuk minyak yang titik cairnya tinggi. Pada penetapan berat jenis, temperatur dikontrol dengan hati-hati dalam kisaran temperatur yang pendek. Alat yang digunakan untuk penentuan ini adalah piknometer
II..1.2 Sifat Kimia Minyak II.1.2.1 Hidrolisis Reaksi hidrolisis yaitu minyak diubah menjadi asam–asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisis yang dapat mengakibatkan kerusakkan minyak terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak tersebut. Reaksi ini akan mengakibatkan ketengikan.
Hidrolisa yang menghasilkan flavor dan bau tengik pada minyak.
Komponen zat berbau tengik dalam minyak dapat disebabkan oleh hidrolisa minyak yang mengandung asam lemak jenuh berantai pendek. Asam lemak tersebut mudah menguap dan berbau tidak enak (Ketaren, 2008). Seperti terlihat pada Gambar II.1 sebagai berikut:
O H 2C
O
C
H2 C
R
OH O
O H 2C
O
C
R
H 2C
+ H2O
OH
+ R
C
OH
O H 2C
O
C
H 2C
R
OH
Gliserol
Trigliserida
Gambar II.1. Reaksi hidrolisis minyak
6
Asam Lemak
Persamaan reaksi di atas adalah reaksi hidrolisis lemak atau minyak.
Proses
hidrolisis yang disengaja, biasanya dilakukan penambahan sejumlah basa. Proses ini dikenal sebagai reaksi penyabunan.
II.1.2.2 Oksidasi Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak sejumlah oksigen dengan minyak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan mengakibatkan bau tengik pada minyak. Oksidasi biasanya dimulai dengan pembentukan peroksida dan hidroperoksida. Tingkat selanjutnya adalah terurainya asam-asam lemak disertai dengan konversi hidroperoksida menjadi aldehide dan keton serta asam-asam lemak bebas. Ketengikan terbentuk oleh aldehid bukan oleh peroksida. Mekanisme oksidasi yang umum dari minyak seperti pada Gambar II.2 sebagai berikut: Inisiasi RH
R* + H*
Pembentukan peroksida R*
+ O2
RO2 *
RO2 * + RH
ROOH + R
Dekomposisi peroksida (propagation) ROOH
RO* + OH*
Penghentian (Termination) RO*
+
X
Produk inaktif Gambar II.2 Tahapan oksidasi
Oksidasi yang lebih lanjut dapat menghasilkan keton, karena reaksi ini disertai hidrolisis. Peristiwa ini dikenal sebagai ketonic rancidity. Mekanisme dari ketonic rancidity terlihat pada Gambar II.3 berikut:
7
R
C H
C H
COOH
Asam Lemak O
H2 C
H C
R
COOH
R
H2 C
C
COOH
Asam Keton OH
Asam Hidroksi
O R
H C
CH3
R
C
CH3
OH
Metil Keton
Metil Alkohol
Gambar II.3 Reaksi ketonic rancidity.
II.1.2.3 Hidrogenasi Proses hidrogenasi sebagai suatu proses industri yang bertujuan untuk menjenuhkan ikatan rangkap dari rantai karbon asam lemak pada minyak. Reaksi hidrogenasi ini dilakukan dengan menggunakan hidrogen murni dan ditambahkan serbuk nikel sebagai katalisator.
Setelah proses hidrogenasi selesai, minyak didinginkan dan
katalisator dipisahkan dengan cara penyaringan.
Hasilnya adalah minyak yang
bersifat plastis atau keras, tergantung pada derajat kejenuhan.
Reaksi pada proses hidrogenasi terjadi pada permukaan katalis yang mengakibatkan reaksi antara molekul-molekul minyak dengan gas hidrogen. Hidrogen akan diikat oleh asam lemak yang tidak jenuh, yaitu pada ikatan rangkap, membentuk radikal kompleks antara hidrogen, nikel dan asam lemak tak jenuh.
8
Setelah terjadi penguraian nikel dan radikal asam lemak, akan dihasilkan suatu tingkat kejenuhan yang lebih tinggi. Radikal asam lemak dapat terus bereaksi dengan hidrogen membentuk asam lemak yang jenuh.
II.1.2.4 Esterifikasi Proses esterifikasi bertujuan untuk mengubah asam-asam lemak dari trigiserida dalam bentuk ester. Reaksi esterifikasi dapat dilakukan melalui reaksi kimia yang disebut interesterifikasi atau petukaran ester yang didasarkan atas prinsip transesterifikasi fiedel-craft. Dengan menggunakan prinsip reaksi ini, hidrokarbon rantai pendek dalam asam lemak seperti asam butirat dan asam kaproat yang menyebabkan bau tidak enak, dapat ditukar dengan rantai panjang yang bersifat tidak menguap. Seperti yang terlihat pada Gambar II.4 O R
C
O OR1
+
R2
C
O
O OR3
R
C
OR3
+ R2
C
OR1
Gambar II.4 Reaksi transesterifikasi fiedel-craft
II.2 Minyak Minyak adalah trigliserida campuran yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Minyak adalah trigliserida yang cair pada suhu kamar, hal ini tergantung dari komposisi asam lemak penyusunnya (Fessenden and Fessenden, 1997). Adapun Komposisi asam lemak minyak yang berasal dari kelapa sawit adalah seperti Tabel II.1.
9
Tabel II.1 Komposisi asam lemak minyak kelapa sawit ( Eckey, S.W.,1955) No Asam Lemak Minyak Minyak Inti kelapa sawit Sawit (%) (%) 1
Asam Kaprilat
-
3–4
2
Asam Kaproat
-
3- 7
3
Asam Laurat
-
46 – 52
4
Asam Miristat
1,1 – 2,5
14 – 17
5
Asam Palmitat
40 - 46
6,5 – 9
6
Asam Stearat
3,6 – 4,7
1 – 2,5
7
Asam Oleat
39 - 45
13 – 19
8
Asam Linoleat
7 - 11
0,5 – 2
Minyak berbentuk cair karena mengandung sejumlah asam lemak tidak jenuh , yaitu asam oleat, linoleat, atau asam linolenat (Harold dkk, 2003). Minyak termasuk salah satu golongan lipid yaitu lipid netral (Braverman, 1963)
Minyak yang diperoleh dari berbagai sumber mempunyai sifat fisio kimia yang berbeda satu sama lain, karena perbedaan jumlah dan jenis ester yang terdapat di dalamnya. Sifat fisiko-kimia biasanya berada dalam suatu kisaran nilai. Karena nilainya cukup kecil, nilai tersebut dinamakan konstanta.
Konstanta fisik yang
dianggap cukup penting adalah berat jenis, sedangkan konstanta kimia yang penting adalah bilangan iod, bilangan penyabunan, bilangan asam, bilangan peroksida.
Reaktivitas kimia dari trigliserida dicerminkan oleh reaktivitas ikatan ester dan derajat ketidak jenuhan dari rantai hidrokarbon. Asam lemak bebas yang terbentuk hanya terdapat dalam jumlah kecil dan sebagian besar terikat dalam bentuk ester (trigliserida). Ikatan ester dapat mengalami hidrolisis dalam suasana asam ataupun basa. Reaksi hidrolisis oleh asam bersifat reaksi bolak-balik (reversible). Hidrolisis basa tidak bersifat bolak-balik (irreversible) pada tahap reaksi terakhir, yaitu asam
10
yang terbentuk tidak dapat bereaksi kembali dengan alkohol.
Basa kuat sering
digunakan pada proses penyabunan, karena mampu menghidrolisis ikatan ester pada trigliserida (Ketaren, 1986). Reaksi hidrolisis asam dapat digambarkan pada gambar II.5 sebagai berikut: O R
C
O O
R1
+ H
+
R
O+
C
R1
+ H2O
H
O R
C
O OH
+
H+
R
C
O+H2
+ R1OH
Hidrolisis asam O R
C
OH OR 1
C+
R
OR 1
R
C
OR 1 O-
O-
OH
O
R1OH
+
R
C
R
O-
Hidrolisis basa
C
+ R1O-
O
Gambar II.5 Hidrolisis asam dan basa Sifat lainnya dari asam lemak dicerminkan oleh sifat rantai hidrokarbon. Jika dalam rantai asam lemak terdapat satu ikatan rangkap, dapat terbentuk isomer geometris. Sebagian besar asam lemak tidak jenuh ditemukan sebagai isomer cis yang bersifat tidak stabil, sedangkan isomer trans bersifat lebih stabil. Karena isomer cis bersifat tidak stabil maka proses hidrogenasi lebih mudah berlangsung dibandingkan dengan isomer trans.
11
II.3 Struktur Minyak Goreng yang sudah Dipanaskan Pemanasan mengakibatkan 3 macam perubahan dalam minyak yaitu - Terbentuknya peroksida dalam asam lemak tidak jenuh. - Peroksida berdekomposisi menjadi persenyawaan karbonil - Polimerisasi oksidasi sebagian Dekomposisi minyak dengan adanya udara terjadi pada suhu lebih rendah (190oC) dari pada tanpa udara (pada suhu 240 -260oC). Reaksi yang terjadi berbeda pada bagian permukaan dan pada bagian tengah minyak yang digoreng dan bentuk ketel berpengaruh besar terhadap kecepatan penguraian minyak (Krishnamurty dan Chang, 1967).
Minyak goreng mengandung sejumlah besar asam lemak tidak jenuh dalam molekul trigliserida. Reaksi-reaksi degradasi selama proses penggorengan didasarkan atas reaksi penguraian asam lemak.
Produk yang terbentuk dapat diklasifikasikan
menjadi 2 golongan utama yaitu: 1. Hasil dekomposisi yang tidak menguap (NVDP), yang tetap terdapat dalam minyak dapat diserap oleh bahan pangan yang digoreng. 2. Hasil dekomposisi yang dapat menguap (VDP) yang keluar bersama-sama uap pada waktu minyak dipanaskan
II.3.1 Hasil Dekomposisi yang tidak Menguap (NVDP) Ada 3 macam reaksi yang dapat membentuk NVDP yaitu autooksidasi, thermal polimerisasi dan thermal oksidasi.
Setelah periode induksi, selanjutnya disusul
dengan tahap yang ditandai dengan peningkatan jumlah oksigen yang diserap dan pembentukan peroksida.
Pembentukan peroksida akan mencapai maksimum dan
akhirnya mengalami dekomposisi.
12
Degradasi minyak yang teroksidasi meliputi pembentukan sejumlah persenyawaan baru yaitu hidroperoksida berkonyugasi misal metil linoleat, yang pada suhu lebih tinggi mengalami siklisasi dan membentuk senyawa polimer, persenyawaan rantai panjang non siklis dan produk yang dapat menguap. Produk yang bersifat tidak menguap terbentuk dalam minyak, selama proses menggoreng.
Zat tersebut
terbentuk dari asam lemak tidak jenuh yang terdapat dalam molekul trigliserida.
Pada proses penggorengan yang menggunakan suhu tinggi dan dengan adanya oksigen, asam lemak tidak jenuh tersebut akan menyebabkan terjadinya reaksi kimia (Ketaren, 2008) yaitu:
II.3.1.1 Autooksidasi Reaksi-reaksi yang terjadi selama proses autooksidasi adalah polimerisasi termal dan oksidas
termal sehingga membentuk hasil
dekomposisi yang tidak menguap.
Minyak yang mengandung asam lemak tidak jenuh, misal asam linoleat akan mengalami periode induksi. Reaksi yang terjadi belum terdeteksi pada tahap ini.
Kadar peroksida dalam minyak mulai meningkat. Setelah mencapai nilai maksimum, persentase oksigen dalam minyak akan meningkat secara bertahap. Pada tahap akhir, proses polimerisasi akan meningkat dan ditandai dengan nilai kekentalan yang semakin meningkat. Peroksida dan hidroperoksida yang terbentuk selama proses autooksidasi akan mengalami dekomposisi, sehingga membentuk zat menguap seperti aldehid, keton, asam-asam, alkohol dan hidrokarbon, dan komponen lainnya.
II.3.1.2 Polimerisasi Termal Jika minyak dipanaskan pada suhu tinggi sekitar 250oC tanpa oksigen akan terjadi peristiwa polimerisasi. Asam linoleat yang terdapat dalam minyak berkonyugasi
13
akibat pemanasan dan terjadi siklisasi sendiri atau dengan molekul lain yang mengandung ikatan rangkap sehingga membentuk senyawa siklik.
II.3.1.3 Oksidasi Termal Jika minyak dipanaskan pada suhu tinggi dengan oksigen disebut oksidasi thermal. Proses ini terjadi pada waktu menggoreng, misalnya pada lapisan permukaan minyak panas yang kontak dengan oksigen atmosfir.
Perubahan kimia yang terjadi pada oksidasi thermal adalah derajat ketidakjenuhan yang diukur dengan bilangan iod, akan berkurang selama pemanasan. Jumlah asam tak berkonyugasi bertambah sampai mencapai maksimum, kemudian berkurang karena proses penguraian. Kadar karbonil oksigen bertambah secara kimia terikat pada minyak. Asam lemak bebas juga akan terbentuk selama proses oksidasi yang dihasilkan dari pemecahan dan oksidasi ikatan rangkap
Pemanasan minyak dalam jangka waktu yang lama akan meningkatkan persentase hasil oksidasi berupa zat tidak menguap yang berat molekulnya tinggi dan nilai gizi minyak menurun.
Struktur dari persenyawaan yang terbentuk akibat oksidasi
thermal, biasanya merupakan senyawa yang kompleks dengan berat molekul tinggi dan mengandung lebih dari 2 buah gugus karboksil.
II.3.2 Hasil Dekomposisi dapat Menguap (VDP) Komposisi yang ada dalam VDP adalah hasil dari pemanasan minyak, terdiri dari alkohol, ester, lakton, aldehid, keton, dan senyawa aromatik. Jenis persenyawaan yang jumlahnya dominan adalah aldehid, termasuk dienal yang mempengaruhi bau khas dari hasil gorengan. Fraksi VDP yang bersifat asam mengandung sekitar 30 macam persenyawaan yang terdiri dari asam lemak jenuh, asam lemak tidak jenuh (mempunyai 2–3 ikatan rangkap), asam keto, asam hidroksi, asam dikarboksilat dan asam –asam aromatik (Ketaren, 2008).
14
Fraksi VDP bersifat asam dihasilkan dengan reaksi sebagai berikut: 1. Pada awal pemanasan, VDP yang bersifat asam jumlahnya dominan, yang Dihasilkan dari pemecahan rantai karbon dengan proses oksidasi 2. Reaksi tersebut disusul dengan hidrolisa trigliserida yang terbukti dengan akumulasi asam lemak bebas dalam minyak, terlihat pada Gambar II.6 sebagai berikut: H R
C
H COOH
C
R
H
RCHO
COOH
RCOOH
O
Gambar II.6 Akumulasi asam lemak bebas dalam minyak 3. Oksidasi dari asam lemah berantai lebih panjang 4. Degradasi thermal terhadap ester, dengan reaksi pada Gambar II.7 sebagai berikut:
R
H
H
C
C
H
H
O O
C
O
H
C
CH
R
R
R
H C
O
H
HO R
C H
Gambar II.7 Degradasi termal ester
15
CH2
C
+ O
R
5.
Thermal oksidasi pada atom karbon α, dari asam dalam molekul trigliserida
6
Akhirnya, autooksidasi aldehid dan keton membentuk asam karboksilat dan aldehid rantai pendek. Reaksi autooksidasi aldehid dan keton terlihat pada Gambar II.8 H R
C
C
O
H
H R1
R
C
C
O
OOH
R1
RCOOH + R1COOH + R1CHO
Gambar II.8 Reaksi autooksidasi aldehid dan keton
2.4 Standar Mutu Standar mutu merupakan hal yang penting untuk menentukan minyak yang bermutu baik. Ada beberapa faktor yang menentukan standar mutu yaitu kandungan air dan kotoran dalam minyak, kandungan asam lemak bebas, warna, bilangan peroksida dan bilangan iodium, rasa dan bau. Faktor lain yang mempengaruhi standar mutu adalah titik cair, titik leleh, titik didih, kandungan gliserida, bilangan asam, bilangan iod, kadar air, berat jenis, kejernihan kandungan logam berat dan bilangan penyabunan.
Mutu minyak kelapa sawit yang baik mempunyai kadar air kurang 0,1 % dan kadar kotoran lebih kecil dari 0,01%, kandungan asam lemak serendah mungkin (lebih kurang dari 2 %), bilangan peroksida di bawah 2, bebas dari warna merah dan coklat dan kandungan logam berat serendah mungkin atau bebas dari ion logam (Krischenbauer, 1960). Adapun standar mutu minyak seperti pada Tabel II.2
16
Tabel II.2 Standar mutu minyak goreng (SNI 3741) No.
Kriteria Uji
Persyaratan
1.
Bau, rasa
Normal
2.
Warna
Mudah jernih
3.
Kadar Air
Max 0,3%
4.
Asam lemak bebas
Max 0,3%
5.
Bilangan peroksida
Max 2 meg/kg
6.
Angka iodium
45 – 46
7.
Angka penyabunan
196 – 206
8.
Berat jenis
0,9 g/liter
9.
Cemaran ion logam : Fe2+
1,5 mg/kg
Pb2+
0,1 mg/kg
Cu2+
40 mg/kg
Zn2+
0,05 mg/kg
2.5 Kulit Pisang sebagai Adsorben Adsorbsi adalah peristiwa fisik padat permukaan suatu bahan, yang tergantung dari affinitas spesifik antara adsorben dan zat yang diadsorbsi. Permukaan adsorben akan menyerap zat warna, suspensi koloid (gum dan resin ), serta hasil degradasi minyak seperti peroksida. Daya adsorbsi disebabkan karena bahan mepunyai pori-pori dalam jumlah besar, dan adsorbsi akan terjadi karena adanya perbedaan potensial antara permukaan dan zat yang diserap.
Berdasarkan adanya perbedaan energi potensial, maka jenis adsorbsi terdiri dari adsorbsi listrik, adsorbsi mekanis, adsorbsi kimia, dan adsorbsi termis. Sifat adsorbsi tersebut masing-masing disebabkan karena perbedaan muatan listrik, perbedaan tegangan permukaan, perbedaan potensial sifat kimia dan perbedaan potensial karena panas. Kulit pisang kepok merupakan bahan padat yang berpori-pori yang umumnya
17
diperoleh dari pisang kepok Pisang adalah tanaman buah berupa herba yang berasal dari kawasan di Asia Tenggara (termasuk Indonesia).
Tanaman ini kemudian
menyebar ke Afrika (Madagaskar), Amerika Selatan dan Tengah. Di Jawa Barat pisang disebut dengan Cau, di Jawa dinamakan gedang.
Klasifikasi botani tanaman pisang seperti yang terlihat pada Tabel II.3 Tabel II.3 Klasifikasi botani tanaman pisang Divisi
:
Spermatophyta
Sub Divisi
:
Angiospermae
Kelas
:
Monocotyledonae
Keluarga
:
Musaceae
Genus
:
Musa
Spesies
:
Musa Spp
Pisang adalah buah yang sangat bergizi yang merupakan sumber vitamin dan mineral dan juga karbohidrat. Pisang dijadikan buah meja, sale pisang, pure pisang dan tepung pisang. Kulit pisang dapat digunakan untuk menjernihkan minyak goreng dan membuat cuka melalui proses fermentasi alkohol dan asam cuka. Daun pisang dipakai sebagai pembungkus berbagai macam makanan tradisional Indonesia. Batang pisang diolah menjadi serat untuk pakaian, kertas dan sebagainya. Batang pisang yang telah dipotong kecil dan daun pisang dapat dijadikan makanan ternak pada saat musim kemarau, dimana rumput kurang tersedia secara tradisional. Air umbi batang pisang kepok dimanfaatkan sebagai obat disentri dan pendarahan usus besar, sedangkan air batang pisang digunakan sebagai obat sakit kencing dan penawar racun. Adapun komposisi dari kulit pisang adalah pati, vitamin C, vitamin B, Ca, Protein dan lemak.
18
II.6 Analisis Volumetri Analisis volumetri juga dikenal sebagai titrimetri, yang mana zat yang akan dianalisis dibiarkan bereaksi dengan zat lain yang konsentrasinya diketahui dan dititer dari buret dalam bentuk larutan.
Konsentrasi larutan yang tidak diketahui (analit)
kemudian dihitung. Syaratnya adalah reaksi harus berlangsung secara cepat, reaksi berlangsung kuantitatif dan tidak ada reaksi samping. Selain itu reagen penitrasi yang diberikan berlebih, maka harus dapat diketahui dengan indikator. Volume pada jumlah reagen yang ditambahkan tepat sama dengan yang diperlukan untuk bereaksi sempurna oleh zat yang dianalisis disebut titik ekivalen.
Semua metode titrimetri tergantung pada larutan standar yang mengandung sejumlah reagen persatuan volume larutan dengan ketetapan yang tinggi. Konsentrasi dinyatakan dalam normalitas (g.ek/L). Larutan standar disiapkan dengan menimbang reagen murni secara tepat, karena tidak semua standar tersedia dalam keadaan murni. Oleh sebab itu dikenal dengan standar primer, yaitu zat yang tersedia dalam komposisi kimia yang jelas dan murni.
II.6.1 Titrasi Asam Basa Titrasi asam basa dapat memberikan titik akhir yang cukup tajam dan digunakan indikator bila pH pada titik ekivalen antara 4 – 10. Selama titrasi asam basa, pH larutan berubah secara khas.
pH berubah secara drastis bila volume titrannya
mencapai titik ekivalen. Pada reaksi asam basa, proton ditransfer dari suatu molekul ke molekul lain.
Dan digunakan indikator asam basa yaitu zat yang berubah
warnanya atau membentuk fluoresen atau kekeruhan pada suatu range (trayek ) pH tertentu. Zat-zat indikator dapat berupa asam basa, larut, stabil. Perubahan warna disebabkan oleh resonansi isomer elektron.
19
Berbagai indikator mempunyai tetapan ionisasi yang berbeda dan akibatnya megalami perubahan warna pada range pH berbeda.
II.6.2 Titrasi Redoks Titrasi redoks adalah titrasi yang berdasarkan transfer langsung elektron dari donor ke akseptor. Berbagai reaksi redoks dapat digunakan untuk analisis titrasi titrimetri asalkan kesetimbangan yang tercapai setiap penambahan titran dapat berlangsung dengan cepat.
Dan diperlukan juga indikator yang mampu menunjukkan titik
ekivalen stoikiometri dengan titik akurasi tinggi.
Harga Eo iodium berada pada daerah pertengahan maka sistem iodium dapat digunakan sebagai oksidator maupun reduktor. Jika Eo tidak bergantung pada pH (pH < 8) I2 (s)
2e-
+
2I-
Eo = 0,535V
I2 adalah oksidator lemah sedangkan iodida secara relatif merupakan reduktor lemah. Kelarutannya cukup baik dalam air dengan pembentukkan triiodida [KI3]. I2 (s)
+
2e-
2I-
Eo =
6,21
Ini adalah reaksi pada permulaan atau reaksi awal.
Iodium dapat dimurnikan dengan cara sublimasi dan larut dalam larutan KI dan harus disimpan dalam tempat yang dingin dan gelap. Berkurangnya iodium akibat penguapan dan oksidasi udara menyebabkan banyak kesalahan analisis. Standarisasi dapat dilakukan dengan Na2S2O3.5H2O. Larutan thiosulfat distandarisasi lebih dahulu dengan terhadap K2Cr2O7 reaksinya: Cr2O72- + 14H+ + 6I-
3I2 + 2Cr3+
+ 7H2O
Biasanya indikator yang digunakan adalah kanji/amilum. Iodida pada konsentrasi < 10-5M dapat dengan mudah ditekan oleh amilum. Sensitivitas warnanya tergantung pada pelarut yang digunakan. Kompleks iodium amilum mempunyai kelarutan yang kecil dalam air sehinngga biasanya ditambahkan pada titik akhir titrasi.
20
Adapun reaksi iodium-thiosulfat adalah sebagai berikut: Jika larutan iodium di dalam KI pada suasana netral dititrasi maka: I3-
+ S2O32-
3I- + S4O62-
Selama reaksi zat antara S2O3I- yang tidak berwarna adalah terbentuk sebagai S2O32- +
I3-
S2O3I-
+
2I-
Yang mana berjalan terus menjadi S2O3I-
+
I-
S4O62-
+
I3-
Warna indikator muncul kembali pada S2O3I-
+
S2O32-
S4O62- +
I-
II.7 Spektrofotometri Serapan Atom Spektrofotometri serapan atom telah lama digunakan untuk analisa kuantitatif unsurunsur logam dalam jumlah renik. Keunggulan analisa spektrofotometri serapan atom antara lain adalah analisanya peka, teliti, tidak perlu pemisahan antara unsur logam yang ditentukan dari unsur yang lainnya, cepat dan relatif sederhana pengerjaannya (Underwood, 1996).
Analisa spektrofotometri serapan atom didasarkan pada penyerapan energi sinar pada panjang gelombang tertentu oleh atom-atom netral dalam keadaan gas dari zat yang dianalisa. Sinar yang diserap itu biasanya berupa sinar tampak atau sinar ultraviolet. Sumber cahaya berasal dari lampu katoda berongga yang dibuat dari unsur yang dianalisa sehingga menghasilkan cahaya yang khas dari unsur tersebut. Besarnya adsorbsi sinar sebanding dengan konsentrasi atom-atom netral dalam nyala. Prinsip kerja alat spektrofotometri serapan atom adalah nyala api yang mengandung atomatom netral dari unsur yang dianalisa, yang berada dalam keadaan dasarnya disinari
21
oleh sinar yang dipancarkan oleh sumber sinar. Sebagian intensitas sinar dari sumber sinar tersebut dengan panjang gelombang tertentu diserap oleh atom-atom unsur dalam nyala dan sebagian lagi diteruskan. Sebagian sinar yang diteruskan menuju monokromator lalu ke detektor, kemudian ke amplifier dan rekorder.
Gangguan-gangguan pada spektrofotometri serapan atom adalah peristiwa yang menyebabkan nilai adsorban yang diukur lebih kecil atau lebih besar dari nilai adsorban seharusnya yang sesuai dengan konsentrasi cuplikan. Gangguan-gangguan pada spektrofotometri serapan atom yaitu: 1. Gangguan matrik cuplikan Gangguan ini mempengaruhi banyaknya cuplikan yang mencapai nyala yang disebabkan oleh mengendapnya unsur yang dianalisa. Selain itu gangguan ini dapat pula terjadi apabila kondisi larutan seperti pH, Viskositas tegangan permukaan, berat jenis dan tekanan uap tidak sama dalam larutan baik dalam larutan standar maupun larutan yang akan dianalisis 2. Gangguan-gangguan kimia Gangguan ini mempengaruhi banyaknya atom yang terjadi didalam nyala. Terbentuknya atom-atom netral unsur yang dianalisa yang masih dalam keadaan dasarnya di dalam nyala sering terganggu oleh 2 macam gangguan kimia yaitu dissosiasi tidak sempurna dan ionisasi atom-atom dalam nyala.
II.8 Fourier Transfer Infra Red Spektrum inframerah suatu molekul adalah hasil transisi antara tingkat energi getaran yang berlainan.
Gerakan getaran molekul menyerupai gerakan suatu bola yang
dipasang pada pegas (Cresswell dkk, 1982). Karena panjang gelombang IR lebih besar dari panjang gelombang UV maka pada IR tidak mampu melakukan transisi elektronik melainkan hanya terjadi transisi vibrasi. Hanya gugus fungsi yang saat bervibrasi menghasilkan momen dipol yang aktif IR (Harvey, 2000).
22
Syarat IR tidak boleh mengandung air karena NaCl dapat larut dalam air dan akan terjadi vibrasi gugus OH, sehingga yang terlihat bilangan gelombang untuk air
Diagram alat IR seperti yang terlihat pada Gambar II.9 berikut ini:
Sumber Sinar
Cuplikan
Monokromator
Recorder
Gambar II.9 Diagram alat IR
23
Amplifier
Detektor