BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Penyakit Akibat Kerja Penyakit akibat kerja merupakan gangguan kesehatan baik jasmani maupun rohani yang ditimbulkan oleh aktivitas kerja atau kondisi yang berhubungan dengan pekerjaan. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penyakit akibat kerja antara lain faktor fisik (suhu, kelembaban, kebisingan, getaran, dan radiasi), faktor kimia (debu, pelarut gas, pestisida, dan sebagainya), faktor biologis (virus, bakteri, parasit, gigitan binatang),faktor fisiologis (kesalahan konstuksi mesin, sikap badan yang kurang baik), dan faktor sosial (adanya hubungan kerja yang kurang baik antara atasan dan bawahan yang menyebabkan suasana kerja yang tidak kondusif) (Karaeng, 2013). Penyakit akibat kerja yang paling tinggi terjadi di Indonesia adalah sakit atau nyeri pada bagian punggung khususnya bagian pinggang sebesar 73% (Septiawan, 2013).
2.2
Nyeri Punggung Bawah Nyeri punggung bawah adalah rasa nyeri yang dirasakan pada punggung bawah yang bersumber dari tulang belakang daerah spinal (punggung bawah), otot, saraf, atau struktur lainnya di sekitar daerah tersebut. Nyeri ini terasa diantara
sudut iga terbawah sampai lipat bokong bawah yaitu di daerah lumbal atau lumbo-sakral dan sering disertai dengan penjalaran nyeri ke arah tungkai dan
kaki. Nyeri punggung bawah merupakan gangguan muskuloskeletal yang sering ditemukan dan mempengaruhi setiap orang pada suatu waktu dalam kehidupan. Sebagian besar nyeri punggung merupakan nyeri punggung sederhana atau sakit punggung yang berhubungan dengan tulang, ligamen, dan otot punggung bekerja. Nyeri ini biasanya merupakan nyeri yang terjadi sebagai akibat dari gerakan mengangkat dan membungkuk. Nyeri yang dirasakan hilang timbul, paling sering terjadi pada punggung bawah dan biasanya tidak menandakan kerusakan permanen apapun (Elleanor dan Archard, 2007). Nyeri punggung bawah adalah salah satu gangguan yang terjadi pada pingang. Rasa nyeri ini dapat menjalar ke kaki, terutama bagian sebelah belakang dan samping luar. Pada dasarnya nyeri pada pinggang bawah timbul karena terjadinya tekanan pada susunan syaraf tepi daerah pinggang (syaraf terjepit). Jepitan pada syaraf ini terjadi karena gangguan pada otot dan jaringan sekitarnya (Sulissingtyas, 2009). Sehubungan dengan nyeri punggung bawah dalam penelitian yang dilakukan oleh Septiawan (2013) dinyatakan bahwa 70% pekerja mengalami nyeri punggung bawah karena bekerja tanpa menggunakan alat atau manual material handling. 2.2.1 Klasifikasi nyeri punggung bawah Nyeri punggung bawah yang dibedakan dari kelainan konginental menurut Tunjung (2009), yaitu :
1.
Nyeri punggung bawah visirogenik Nyeri punggung bawah yang disebabkan oleh adanya proses patologik di ginjal di daerah pelvis serta tumor retroperitoneal. Nyeri visirogenik tidak bertambah berat dengan aktivitas tubuh dan sebaliknya tidak berkurang dengan istirahat. Pada penderita nyeri punggung bawah visirognik yang mengalami nyeri hebat akan selalu mengeliat dalam upaya untuk meredakan rasa nyerinya.
2.
Nyeri punggung bawah vaskulogenik Pada nyeri ini aneurisma atau penyakit vascular perifer menimbulkan nyeri punggung menyerupai
dapat
iskialgia. Anuresmia
abdominal dapat menimbulkan nyeri punggung bawah di bagian dalam dan tidak ada hubungannya dengan aktivitas fisik. 3.
Nyeri punggung bawah spondilogenik Suatu nyeri yang disebabkan oleh berbagai proses patologik di kolumna vertebralis yang terdiri dari unsur tulang, diskus invertebralis, dan miofasial dan proses patologik di artikulo sakroliaka.
4.
Nyeri punggung bawah psikogenik Nyeri ini biasanya ditemukan setelah dilakukan pemeriksaan yang lengkap dan hasilnya tidak memberikan jawaban yang pasti. Nyeri punggung bawah biasanya disebabkan oleh keteganganjiwa atau kecemasan dan depresi atau campuran antar kecemasan dan depresi.
5.
Nyeri punggung bawah neurogenik
Nyeri punggung bawah neurogenik disebabkan oleh tumor–tumor pada spinal drumeter dan iritasi pada archanoid. Klasifikasi nyeri punggung bawah menurut Syahrul (2012) terdiri dari: 1.
Nyeri lokal, disebabkan oleh kompresi atau iritasi serabut sensoris. Umumnya terjadi akibat fraktur, robekan atau tarikan pada struktur sensori nyeri. Rasa nyeri terjadi pada bagian yang dekat dengan daerah vertebra yang teriritasi. Nyeri lokal yang tidak berubah akibat perubahan posisi dapat disebut infeksi vetebra. Nyeri lokal ini biasanya terjadi terus menerus atau hilang timbul. Nyeri akan bertambah pada suatu sikap tertentu atau karena gerakan yang berlebihan.
2.
Nyeri alih ke tulang punggung, abdomen, dan pelvis. Nyeri ini tidak terlalu berpengaruh oleh posisi tulang belakang.
3.
Nyeri yang berasal dari tungkai dan bokong. Nyeri ini mengenai vertebra lumbal atas dan menjalar ke selangkangan paha depan. Penyakit yang mengenai vertebra lumbal bawah, penjalaran nyeri dimulai dari bokong, paha belakang, kemudian pada kaki.
4.
Nyeri radikular, umumnya menjalar dari tulang belakang ke kaki sesuai dengan perjalanan saraf, ciri-cirinya batuk, bersin, dan kontraksi otot abdomen. Sifat nyeri radikular lebih keras dan terasa pada permukaan tubuh. Nyeri ini timbul karena perangsangan terhadap radiks, baik bersifat penekanan, sentuhan, peregangan, tarikan atau jepitan.
5.
Nyeri akibat spasme otot. Penyebabnya tidak jelas, umumnya berkaitan dengan kelainan tulang belakang. Spasme ini berhubungan dengan postur abdominal dan regangan otot paraspinal. Nyeri yang ditimbulkan akibat
spasme
otot
disebabkan
karena
adanya
gangguan
muskuloskeletal. Otot yang berada dalam keadaan tegang terus menerus menimbulkan perasaan yang subyektif
yang disebut pegal. Sikap
duduk, tidur, jalan, dan berdiri dapat menyebabkan ketegangan otot sehingga menimbulkan nyeri pinggang. Selain itu, ketegangan mental juga mempengaruhi ketegangan pada otot lumbal. Nyeri karena spasme otot biasanya akan membaik dengan cara dipijat. 2.2.2 Penyebab nyeri punggung bawah Penyebab nyeri punggung bawah bervariasi, nyeri punggung bawah sering disebabkan karena ketegangan otot dan jaringan lunak pada tulang belakang. Adapula nyeri pada tempat penyambungan tulang belakang dengan tulang pelvis, disebut disfungsi sudut sakroiliaka. Penyebab fisik termasuk osteoathritis, rheumatoid arthritis, degenerasi cakram antara vertebra (herniasi), fraktur vertebra, atau spasme otot. Nyeri punggung bawah juga terjadi karena berbagai faktor, diantaranya faktor pekerjaan yang melibatkan aktivitas yang berlebihan seperti mengangkat benda yang berat. Khususnya hal tersebut terjadi pada kelompok pekerja bongkar muat barang di pelabuhan, karena mengangkut barang turun dari kapal maupun sebaliknya menjadi tujuan dari para pekerja ini. Hal tersebut sering dilakukan para pekerja bongkar muat
barang walaupun dengan kapasitas jumlah barang yang berlebihan dan posisi yang salah sehingga dapat memicu munculnya gejala nyeri punggung bawah (Sulissingtyas, 2009). 2.2.3 Pengukuran nyeri punggung bawah Pengukuran nyeri punggung bawah dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu: 1. Visual Analouge Scale (VAS) Visual Analouge Scale (VAS) adalah alat ukur untuk memeriksa intensitas nyeri menggunakan garis ukuran 10-15 cm. Dalam garis tersebut berisi skala yang dimulai dari ujung sebelah kiri dari 0-4 yaitu tidak sakit, sakit sedikit, sakit sedang, sakit sekali, dan sangat sakit. Responden diminta untuk menandai di sepanjang garis tersebut sesuai dengan level intensitas nyeri yang dirasakan. Keuntungan dari metode pengukuran visual analouge scale lebih sensitif dan lebih akurat dalam mengukur nyeri dan mempunyai korelasi yang baik dengan pengukuran lain. Visual analouge scale sangat bergantung pada pemahaman responden sehingga responden harus hadir pada saat pengukuran (Widodo, 1999). 2. Mc. Gill Pain Questionnaire Kuesioner ini dalam bentuk pemberian nilai, dan pengukuran diantaranya pengukuran nyeri yang kompleks. Kuesioner ini terdiri dari empat bagian yaitu (1) gambar nyeri, (2) indeks nyeri, (3)
pertanyaan-pertanyaan mengenai nyeri terdahulu dan lokasinya, dan (4) indeks intensitas nyeri yang dialami saat ini. Pengukuran ini meliputi tiga aspek yaitu afektif, sensorik dan evaluasi dari nyeri yang dirasakan (Widodo, 1999). 3. Nordic Body Map Nordic Body Map merupakan metode yang digunakan untuk menilai tingkat keparahan atas terjadinya gangguan atau cedera pada sistem muskuloskeletal. Nordic Body Map merupakan metode lanjutan yang dapat digunakan setelah selesai melakukan observasi dengan metode Rapid Upper Limb Assessment (RULA) dan Rapid Entire Body Assessment (REBA). Keberhasilan metode Nordic Body Map sangat subjektif, artinya sangat tergantung dari kondisi dan situasi yang dialami pekerja pada saat dilakukannya penilaian dan juga tergantung dari keahlian dan pengalaman observer yang bersangkutan. Metode Nordic Body Map telah digunakan oleh para ahli ergonomi untuk menilai tingkat keparahan gangguan pada sistem muskuloskeletal dan mempunyai validitas dan reliabilitas yang cukup baik. Penilaian Nordic Body Map menggunakan desain penelitian dengan scoring menggunakan 4 skala likert (skor 0=tidak sakit, skor 1=agak sakit, skor 2=sakit, skor 3=sangat sakit) (Tarwaka, 2010). 4. Lasegue Test Lasegue test disebut juga Straight Leg Raising (SLR) test. Lasegue test merupakan suatu metode pemeriksaan fisik terhadap nyeri
punggung bawah pada seseorang. Lasegue test dilakukan dengan cara pasien diminta untuk tidur terlentang, tungkai kaki kiri atau kanan diangkat secara bergantian sampai sudut 70o. Jika tungkai kaki diangkat terasa nyeri sebelum sudut normal berarti pasien mengalami keluhan nyeri punggung bawah. Sebaliknya, jika tungkai kaki diangkat mencapai sudut 70o, pasien tidak mengalami keluhan nyeri punggung bawah (Syahrul, 2012). 2.2.4 Pencegahan nyeri punggung bawah Pencegahan merupakan salah satu faktor dalam mengatasi nyeri punggung bawah yang disebabkan oleh kerusakan tulang belakang, jaringan lunak penghubung tulang belakang, cidera otot atau jaringan saraf tulang belakang dengan lapisan pelindungnya. Tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya nyeri punggung bawah adalah: 1. Pencegahan primer Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang sehat menjadi sakit. Pencegahan primer dapat dilakukan dengan: a. Mengadakan sosialisasi yang berkaitan dengan nyeri punggung bawah serta posisi kerja yang baik dan benar agar berkurangnya kejadian nyeri punggung bawah pada pekerja terutama pekerja angkut barang. b. Memperbaiki sikap tubuh saat bekerja dengan cara berdiri dengan punggung dan kepala menghadap ke depan serta menghindari sikap
membungkuk. Jika bekerja di bangku, pastikan bangku tersebut cukup tinggi untuk menjaga sikap tubuh tetap baik dan nyaman saat bekerja dan tidak diam dalam posisi yang sama dalam waktu yang lama. c. Mengangkat barang dengan posisi membungkuk yang benar dengan cara menempatkan kaki berjauhan, masing-masing kaki membentuk sudut yang tepat dan kaki mengarah ke benda yang akan diangkat. Pinggul dan lutut tetap menjaga punggung tetap lurus. Seluruh tulang belakang akan condong ke depan untuk menghindari punggung menekuk (Karaeng, 2013). d. Menjaga berat badan tubuh tetap ideal karena berat badan berlebih akan memberikan tambahan ketegangan pada punggung dan juga akan mempunyai sikap tubuh yang buruk. Latihan fisik juga perlu dilakukan secara rutin untuk menguatkan otot punggung (Syahrul, 2012). 2. Pencegahan sekunder Pencegahan tingkat kedua ini merupakan upaya untuk menghindarkan komplikasi dan mengurangi ketidakmampuan pada seseorang yang telah sakit. Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan cara mendeteksi penyakit secara dini dan pengadaan pengobatan yang cepat dan tepat. a. Diagnosis klinis Diagnosis klinis nyeri punggung bawah dapat dilakukan dengan tes lasegue yaitu dengan cara pasien diminta untuk tidur terlentang, tungkai kaki kiri atau kanan diangkat secara bergantian sampai sudut normal 70o. Jika tungkai kaki diangkat terasa nyeri sebelum sudut normal
berarti pasien mengalami keluhan nyeri punggung bawah (Syahrul, 2012). b. Pengobatan nyeri punggung bawah Pengobatan nyeri punggung bawah dapat dilakukan dengan terapi konservatif dan operatif. Terapi konservatif meliputi rehat baring (bed rest) dimana penderita harus berbaring ditempat tidur selama beberpa hari, medikamentosa dan fisioterapi. Terapi operatif dilakukan apabila tindakan konservatif tidak memberikan hasil yang nyata (Septiawan, 2013). 3. Pencegahan tersier Pencegahan tersier dimaksudkan untuk mengurangi komplikasi dan mengadakan rehabilitasi. Rehabilitasi bertujuan untuk mengembalikan fungsi fisik penderita nyeri punggung bawah agar lebih memperhatikan cara mengatasi masalah dan dapat menjalani kehidupan yang normal. Tindakan yang dapat dilakukan: a. Selama masa penyembuhan, penderita nyeri punggung bawah sebaiknya menghindari pekerjaan atau aktivitas berat. b. Menghindari masalah psikis seperti depresi, kecemasan, atau stress yang dapat memicu atau memperberat kembali terjadinya nyeri punggung bawah. c. Penderita nyeri punggung bawah yang mengalami obesitas sebaiknya melakukan diet untuk menurunkan badan serta olahraga yang cukup (Cahyati, 2012).
2.2.5 Faktor risiko nyeri punggung bawah 1. Umur Jumlah tahun yang dihitung sejak kelahiran responden sampai saat dilakukan penelitian berdasarkan ulang tahun terakhir. Pada dasarnya keluhan skeletal mulai dirasakan pada usia kerja 25-65 tahun. Keluhan pertama biasanya dirasakan pada usia 35 tahun keatas dan tingkat keluhan akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya umur. Hal ini terjadi karena pada umur setengah baya, kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun, sehingga risiko terjadi keluhan otot meningkat (Tarwaka dkk, 2004). Penelitian yang dilakukan oleh Halimah (2009) menyebutkan bahwa nyeri punggung bawah sangat umum terjadi pada umur 35-55 tahun, sedangkan menurut Cahyati (2012) masalah nyeri punggung bawah pada pekerja umumnya dimulai dari kelompok usia 45-60 tahun. 2. Berat beban angkut barang Tahap awal dari pekerja yang mengalami nyeri punggung bawah adalah pada saat melakukan pekerjaan mengangkut barang. Pembebanan berat yang terjadi secara tiba-tiba dan cara kerja yang salah dapat mempengaruhi terjadinya nyeri punggung bawah (Kushardiyanto, 2010). Batas angkut barang menurut Nurmianto (2004) dapat dilihat pada tabel 2.1. Tabel 2.1 Tindakan yang Dilakukan Sesuai dengan Batas Angkat Level
Batas Angkat (kg)
Tindakan
1
<16
2
16-34
Tidak diperlukan tindakan khusus. Prosedur administratif diperlukan untuk mengidentifikasi ketidakmampuan seseorang dalam mengangkat beban tanpa menanggung risiko yang berbahaya kecuali dengan perantara alat tertentu.
3
34-55
Menggunakan sistem pemindahan material secara terlatih harus dibawah pengawasan supervisor.
4
>55
Harus memakai peralatan mekanis dan operator yang terlatih. Pernah mengikuti pelatihan kesehatan dan keselamatan kerja dalam industri. Harus dalam pengawasan ketat.
Sumber: Nurmianto, 2004 Berat barang kurang dari 16 kg tidak perlu tindakan khusus atau menggunakan alat untuk mengangkutnya. Berat barang 16 sampai 34 kg memerlukan prosedur administratif untuk mengetahui kemampuan sesorang dalam mengangkut beban tanpa menanggung risiko yang berbahaya akibat mengangkut barang. Jika seseorang merasa tidak mampu untuk mengangkut barang, maka harus menggunakan alat perantara untuk mengangkut barang. Berat barang 34 sampai 55 kg dianjurkan untuk menggunakan alat perantara yang dilakukan oleh operator atau tenaga kerja terlatih dengan pengawasan oleh atasan. Untuk berat barang >55 kg harus menggunakan alat mekanis dan operator terlatih karena beban barang tidak bisa diangkut manual oleh pekerja. Operator atau tenaga kerja terlatih pernah mengikuti pelatihan kesehatan dan keselamatan kerja dalam industri sehingga operator atau tenaga kerja sudah terlatih dan mengetahui cara penggunaan alat-alat mekanis untuk
mengangkut barang agar terhindar dari risiko yang berbahaya pada saat bekerja. 3. Indeks Massa Tubuh (IMT) Seseorang yang kelebihan berat badan, lebih berisiko mengalami nyeri punggung bawah karena beban pada sendi penumpu berat badan akan meningkat sehingga akan mengalami nyeri punggung bawah (Septiawan, 2013). Berat badan yang berada dibawah batas minimum dinyatakan kurus dan berat badan yang berada di atas batas maksimum dinyatakan sebagai kegemukan. Batasan berat badan normal orang dewasa ditentukan berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT). Indeks massa tubuh merupakan alat sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan, maka mempertahankan berat badan normal dapat menghindari seseorang dari berbagai macam penyakit (Depkes, 2003). Pria dengan indeks massa tubuh <17 kg/m2 termasuk dalam kategori kurus, 17-23 kg/m2 termasuk kategori normal, 23-27 kg/m2 termasuk kategori gemuk, dan >27 kg/m2 termasuk kategori obesitas.. Wanita dengan indeks massa tubuh <18 kg/m2 termasuk dalam kategori kurus, 18-25 kg/m2 kategori normal, 2527 kg/m2 termasuk kategori gemuk, sedangkan >27 kg/m2 termasuk kategori obesitas. Kategori pemgelompokkan indeks massa tubuh dapat dilihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2 Kategori Pengelompokkan Indeks Massa Tubuh Kategori
Pria
IMT
Kurus
<17 kg/m2
Normal
17-23 kg/m2
Gemuk
23-27 kg/m2
Obesitas
>27
Kurus
<18 kg/m2
Normal
18-25 kg/m2
Gemuk
25-27kg/m2
Obesitas
>27
Wanita
Sumber : Depkes, 2003
4. Posisi angkut barang Pekerjaan mengangkat dan mengangkut mempunyai risiko tinggi untuk mengakibatkan nyeri punggung bawah karena kerusakan tulang belakang. Untuk itu perlu diperhatikan teknik mengangkut beban. Pada teknik mengangkut yang ergonomis, tumpuan beban terletak pada kedua kaki dan bukan pada tulang belakang atau punggung sehigga tulang belakang tidak harus bekerja keras menahan beban (Pratiwi, 2009). Pengangkutan beban barang secara manual berpengaruh terhadap otot dan tulang belakang. Posisi angkut barang secara manual dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti berat beban, kelenturan badan, memutar badan dan ketegangan otot. Ketika mengangkat atau membawa atau menjinjing beban maka posisi punggung dalam keadaan lurus. Pada posisi ini, beban akan terdistribusi ke seluruh sendi yang berbeda (lutut dan tulang belakang). Hal yang perlu diperhatikan saat mengangkut barang adalah pada waktu mengangkat dan membawa peralatan, posisi badan harus tepat pada titik tumpu pada tulang belakang. Pekerjaan mengangkut beban di atas punggung kurang menguntungkan, karena beberapa otot perut menjadi berkontraksi statis (Kushardiyanto, 2010). Menurut Suma’mur (1996), cara mengangkut beban barang yang benar dan salah adalah: a. Pastikan kaki dalam keadaan stabil (90o) dan rapatkan kaki pada barang yang hendak diangkat. Posisi tulang punggung harus tegak. b. Angkat barang perlahan-lahan, jika barang agak berat tumpu dengan otot kaki. Pastikan lutut bengkok ketika mengangkut barang. c. Gunakan troli atau peralatan lain jika berat beban barang terlalu berat. Cara mengangkut barang yang salah dan harus dihindari : a. Posisi tulang punggung tidak tegak lurus ketika mengangkut barang. b. Tidak mengangkut barang yang terlalu berat atau melebihi batas angkut yang telah ditentukan. c. Tidak memutar pinggang ketika membawa barang berat.
d. Menyeimbangkan berat badan, pastikan mengangkutnya di tengah. e. Tidak mengangkut barang yang berat apabila pernah mengalami atau menghadapi masalah nyeri punggung bawah. 2.3
Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Tenaga kerja bongkar muat merupakan salah satu pekerjaan yang perlu mendapatkan perhatian khusus karena proses kerja yang dilakukan memiliki tingkat risiko yang tinggi terhadap kesehatan. Tenaga kerja bongkar muat (TKBM) adalah semua tenaga kerja yang terdaftar pada pelabuhan setempat yang melakukan pekerjaan bongkar muat di pelabuhan (Kemenhub, 2012). Pada umumnya, pekerja menggunakan tubuh sebagai alat angkut seperti memikul, menjinjing, maupun memanggul. Jarak angkut yang ditempuh dalam mengangkut tergantung dari lokasi awal barang ke tempat yang dituju. Tenaga kerja bongkar muat di Pelabuhan Benoa hanya dapat dilaksanakan oleh pekerja yang terdaftar di kantor Pelabuhan Benoa. Tenaga kerja bongkar muat berpotensi untuk terkena nyeri punggung bawah karena pekerjaan mereka mengangkat dan mengangkut barang yang mungkin tidak memenuhi standar ergonomi, masa kerja yang lama, beban kerja yang memberi tekanan pada daerah punggung pada saat mengangkut (Karaeng, 2013).
2.4
Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini adalah di Pelabuhan Benoa. Pelabuhan Benoa merupakan salah satu pelabuhan yang ada di Bali. Pelabuhan Benoa mulai dioperasikan sejak tahun 1924, berdasarkan STB 1924 No. 378, seiring dengan
keberadaan Bangsa Belanda di Kota Denpasar. Batas-batas lingkungan kerja pelabuhan dan daerah lingkungan kepentingan Pelabuhan Benoa ditetapkan dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri dan Menteri Perhubungan Nomor 15 Tahun 1990/KM.18 Tahun 1990 tanggal 14 Pebruari 1990 (PT. Pelabuhan Indonesia, 2012). Pelabuhan ini merupakan pintu masuk ke Kota Denpasar melalui jalur laut. Pelabuhan Benoa terletak di kawasan Pedungan. Banyak kapal yang berlabuh di Pelabuhan Benoa seperti kapal pesiar, kapal ikan, dan kapal angkut barang. Pelabuhan Benoa memiliki jasa tenaga kerja bongkar muat yang bertugas untuk mengangkat dan mengangkut barang dari darat ke kapal maupun sebaliknya Kegiatan angkut barang ini biasanya dilakukan oleh tenaga kerja bongkar muat yang berjumlah 48 orang. Berdasarkan observasi awal yang dilakukan di Kantor TKBM Pelabuhan Benoa, tenaga kerja yang bertugas dalam waktu yang tidak ditentukan. Tenaga kerja bongkar muat akan bekerja pada saat akan ada pengiriman barang. Proses angkut barang yang dilakukan yaitu menurunkan dan menaikkan barang jika ada kapal angkut barang yang tiba di pelabuhan.