9
Bab II Tinjauan Pustaka
II.1 Pengertian Penilaian dan Konsep Nilai Tanah Penilaian adalah gabungan ilmu pengetahuan dan seni (science and art) untuk mengestimasi nilai dari sebuah kepentingan yang terdapat dalam suatu properti untuk tujuan tertentu dan pada waktu yang telah ditetapkan serta dengan mempertimbangkan segala karakteristik yang ada pada properti tersebut (Hidayati, 2003). Dengan kata lain, penilaian adalah suatu taksiran dan pendapat atas nilai dari suatu harta tanah atau kekayaan oleh seorang penilai yang didasari interpretasi dari faktor-faktor dan keyakinan pada waktu atau tanggal tertentu. Sedangkan nilai adalah pendapat atau opini seseorang terhadap harga sesuatu barang. Harga adalah sejumlah uang yang terjadi pada saat jual beli atau pertukaran yang sebanding dan sesuai yang diberikan oleh pembeli dan diterima oleh penjual (Rahman, dkk, 1992). Kedua istilah tersebut, yaitu harga dan nilai memiliki hubungan fungsional, yakni harga jual tanah merupakan fungsi dari nilai tanah. Artinya naik dan turunnya harga jual tanah ditentukan oleh perubahan nilai tanah (Nasucha, 1995). Nilai suatu barang atau jasa tercipta dalam pikiran seseorang karena barang atau jasa tersebut (AIREA, 1987): 1) Memiliki kegunaan tertentu (utility); 2) Ketersediaannya terbatas (scarcity); 3) Keberadaannya dapat memuaskan kebutuhan manusia (desire) 4) Diperlukan sesuatu kemampuan yang disebut daya beli untuk memperolehnya (effective purchasing power) Penentuan nilai tanah dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu yang memberikan gambaran tinggi rendahnya nilai tanah. Dapat diamati bahwa banyak orang bersaing untuk memperoleh tanah yang mempunyai nilai ekonomis. Dalam proses tersebut, pilihan manusia dikombinasikan dengan lokasi tanah tersebut menciptakan ‘lokasi ekonomi’ (economic location). Konsep lokasi ekonomi mengasumsikan bahwa suatu daerah memiliki keunggulan lokasi dibandingkan
10
dengan daerah lainnya (Subaryono, 1999). Sebaliknya bila suatu lokasi kurang memiliki keunggulan dan kurang memberikan kenyamanan dan kelayakan atau adanya pengaruh eksternalitas negatif lingkungan, maka akan memiliki kecenderungan negatif pada nilai ekonomis. Apabila suatu lahan diketahui secara fisik memiliki tingkat membahayakan sehingga secara psikologis menimbulkan kekhawatiran dan akan terdapat resiko yang harus ditanggung dimana secara ekonomis tidak menguntungkan, pembeli atau investor akan mengevaluasi kembali keputusannya untuk melakukan transaksi pembelian. Penurunan jumlah permintaan secara teori ekonomi akan menurunkan nilai. Dalam bidang penilaian properti, istilah ‘nilai’ tidak berdiri sendiri tetapi menyatu dalam suatu istilah yang lebih spesifik dan istilah yang paling sering digunakan adalah “nilai pasar” (market value). Nilai pasar adalah harga dari suatu transaksi yang memenuhi unsur-unsur sebagai berikut (Hidayati, 2003) : 1. Pembeli dan penjual berkehendak melakukan transaksi. 2. Dalam keadaan pasar terbuka. 3. Penjual dan pembeli mempunyai pengetahuan, pengalaman dan informasi yang mencukupi mengenai obyek yang ditransaksikan. 4. Jangka waktu penawaran mencukupi. 5. Pembelian/penjualan istimewa diabaikan (adanya hubungan istimewa antara anak dan bapak, antara induk perusahaan dengan anak perusahaan, dan sebagainya). Dalam penentuan nilai tanah dapat menggunakan metode perbandingan data pasar (sales comparison approach). Penilaian properti dengan pendekatan perbandingan harga jual dapat dilakukan dengan dua teknik sebagai berikut (Hidayati, 2003): 1. Teknik perbandingan harga jual secara langsung (direct sales comparison). Teknik ini sering dianggap sebagai penerapan pendekatan perbandingan cara tradisional. Penggunaannya lebih mudah dan praktis, karena hanya diperlukan sampel harga jual yang dapat dibandingkan dalam jumlah yang sedikit. Hasil estimasi nilai dengan teknik ini berupa satu titik nilai tunggal (a single point estimate of value).
11
2. Teknik perbandingan harga jual dengan menggunakan analisis regresi (sales comparison using regression analysis). Teknik ini berdasarkan prinsip statistik inferensial, yaitu prinsip analisis regresi.
Statistik inferensial
menganalisis
data
sampel,
adalah statistik yang digunakan dan
hasilnya
akan
untuk
digeneralisasikan
(diinferensikan) untuk populasi di mana sampel diambil. Penggunaannya diperlukan jumlah sampel yang besar, dengan hasil estimasi yang berupa selang/interval keyakinan nilai estimasi tertentu (confidence interval around the point estimate of value). Dalam teknik ini, prinsip analisis regresi digunakan untuk pengembangan model estimasi (a value estimating equation). Pendekatan menggunakan analisis regresi berganda dapat diketahui besarnya pengaruh faktor-faktor penentu nilai tanah berdasarkan koefisien korelasi dan tingkat signifikansi antara faktor-faktor penentu nilai tanah dan seberapa besar pengaruhnya pada tingkat nilai (Prawoto, 2003). Terdapat dua keunggulan dari penggunaan analisis regresi (Hidayati, 2003). Pertama, persamaan regresi ini dapat digunakan untuk menilai jumlah properti yang sangat besar dengan cepat dan ekonomis. Kedua, persamaan regresi dapat digunakan untuk menerangkan bagaimana nilai tersebut diestimasi. Sedangkan keterbatasan analisis regresi antara lain diperlukannya data yang lebih banyak dan kurang sesuai untuk digunakan dalam mengestimasi nilai dari properti-properti khusus atau properti-properti yang mempunyai keunikan khusus. Hal ini yang menjadi alasan analisis regresi lebih sering digunakan untuk melakukan penilaian obyek rumah tinggal secara massal dari pada digunakan untuk properti-properti komersial ataupun properti-properti khusus seperti bandara, lapangan golf, pelabuhan laut, mall, dan sebagainya.
II.2 Penelitian Terdahulu Mashudi dalam penelitiannya (2006), Pengembangan Metode Penentuan Kelas Tanah PBB dengan Menggunakan SIG Multikriteria, dengan melalui literature review bahwa faktor yang berpengaruh terhadap nilai tanah, yaitu jarak dari CBD, jarak dari jalan utama dan jenis penggunaan tanah.
12
Penelitian dalam tesis Boesronie Boesro (2004), Pemodelan Nilai Tanah Kawasan Pemukiman
dan
Infrastruktur
yang
Mempengaruhinya (studi
kasus
di
Kec.Tanjung Karang Pusat, Kota Bandar Lampung) menyebutkan penelitian nilai tanah oleh Pusat Litbang Pertanahan Depdagri dan Jurusan Teknik Geodesi Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan ITB tahun 1997 bahwa nilai tanah dipengaruhi variabel prasarana jalan, jenis peruntukan dan jarak dari CBD. Menurut tesis penelitian Budi Rusmanto (2005), Analisis Proses Pemodelan Nilai Adjustment dari Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap NJOP Bumi (studi kasus di Kabupaten Tulungagung), bahwa faktor yang diduga mempengaruhi NJOP Bumi adalah: jarak ke pusat pemerintahan, jarak ke pusat perdagangan, jarak ke sekolah, jarak ke rumah sakit, jarak ke makam, lebar jalan, luas tanah, jenis penggunaan tanah. Namun yang berpengaruh secara signifikan hanya jarak ke pusat perdagangan, jarak ke pusat pemerintahan, lebar jalan dan jenis penggunaan tanah. Ediyansyah (2007), tesisnya Analisis Pengaruh Aksesibilitas Terhadap NIR Tanah Perkotaan, telah melakukan penelitian pengaruh aksesibilitas dengan hanya menggunakan variabel jalan yang diperinci dengan meneliti pengaruh waktu tempuh ke CBD, trayek angkutan umum, kelas jalan dan volume kendaraan. Diddy Wahyudi Imawan (2007) dalam tesisnya Pengembangan Metoda Penilaian Tanah dengan Menggunakan Analisis Spasial dan Jaringan Syaraf Tiruan, dengan wilayah penelitian di Kota Bandung telah menyatakan bahwa berdasar model regresi diperoleh urutan signifikansi variabel penentu nilai tanah: jarak ke jalan 34,7%, jarak ke sekolah 54,7%, jarak ke fasilitas kesehatan 7,4%, jarak ke perguruan tinggi 7,2% dan jarak ke pusat perdagangan lokal 5,6%. Menurut Agus Prawoto (2003) dalam bukunya Teori dan Praktek Penilaian Properti, terdapat 10 unsur dasar perbandingan yang harus dipertimbangkan untuk penilaian properti, yaitu:
13
1. Hak atas tanah; 2. Persyaratan pembiayaan; 3. Persyaratan jual beli; 4. Pengeluaran setelah pembelian; 5. Keadaan pasar; 6. Lokasi; 7. Ciri-ciri fisik; 8. Ciri-ciri ekonomis; 9. Zoning; 10. Unsur lain (konservasi alam, aksesibilitas,batas ketinggian bangunan dan lain-lain). Budi Harjanto dan Wahyu Hidayati (2001) dalam bukunya Konsep Dasar Penilaian
Properti
menyebutkan
bahwa
terdapat
enam
elemen-elemen
perbandingan: 1. Hak-hak yang terkandung dalam kepemilikan properti; 2. Hal-hal pendanaan; 3. Kondisi penjualan; 4. Tanggal penjualan/kondisi pasar; 5. Lokasi; 6. Karakteristik fisik.
II.3 Penilaian Tanah 533/PJ/2000
untuk
Penilaian
Massal
Berdasarkan
KEP-
Penilaian Objek Pajak Bumi dan Bangunan adalah kegiatan Direktorat Jenderal Pajak untuk menentukan NJOP yang akan dijadikan dasar pengenaan pajak. Setiap tahun ditetapkan klasifikasi nilai tanah untuk perhitungan NJOP. Penilaian massal didefinisikan sebagai penilaian yang sistematis untuk sejumlah objek pajak yang dilakukan pada saat tertentu secara bersamaan dengan menggunakan suatu prosedur standar.
14
Menurut KEP-533/PJ/2000, penilaian tanah untuk penilaian massal bagi kepentingan penetapan Pajak Bumi dan Bangunan dilakukan dengan mengikuti prosedur standar dengan tahapan pelaksanaan penilaian sebagai berikut: 1. Pembuatan Konsep Sket/Peta ZNT dan Penentuan NIR a. Batasan-batasan dalam Pembuatan Sket/peta ZNT (i).
ZNT dibuat per kelurahan/desa
(ii). Pengisian NIR tanah ditulis dalam ribuan rupiah. (iii). Garis batas setiap ZNT diberi warna yang berbeda. b. Bahan-bahan yang Diperlukan (i).
Peta kelurahan/desa yang telah ada batas-batas bloknya.
(ii). File data tahun terakhir serta DHKP. (iii). Buku klasifikasi NJOP (Keputusan Kakanwil DJP) tahun terakhir. (iv). Alat-alat tulis termasuk pensil pewarna. c. Proses Pembuatan Sket/Peta ZNT (i).
Tahap Persiapan 1). Menyiapkan peta yang diperlukan dalam penentuan NIR dan pembuatan ZNT, meliputi Peta Wilayah, Peta Desa/Kelurahan, Peta Zona Nilai Tanah dan Peta Blok. 2). Menyiapkan data-data dari Kantor Pelayanan PBB yang diperlukan, seperti data dari laporan Notaris/PPAT, data NIR dan ZNT lama, SK Kakanwil tentang Klasifikasi dan Penggolongan NJOP Bumi dan sebagainya. 3). Menyiapkan
data-data
yang
berhubungan
dengan
teknik
penentuan nilai tanah, seperti data Jenis Penggunaan Tanah dan data potensi pengembangan wilayah berdasarkan Rencana Kota. 4). Pembuatan rencana pelaksanaan (personil, biaya dan jadwal). (ii). Pengumpulan data harga jual 1). Data harga jual adalah informasi mengenai harga transaksi dan/atau harga penawaran tanah dan/atau bangunan. 2). Sumber data berasal dari PPAT, notaris, lurah/kepala desa, agen properti, penawaran penjualan properti 3). Data Lapangan.
15
4). Semua data harga jual yang diperoleh dihimpun dalam Formulir Data Transaksi Properti (iii). Kompilasi Data 1). Data yang terkumpul dalam masing-masing kelurahan/desa harus dikelompokkan menurut jenis penggunaannya. 2). Kompilasi juga diperlukan berdasarkan lokasi data untuk memudahkan tahap analisis data. (iv). Rekapitulasi Data dan Plotting Data Transaksi pada Peta Kerja ZNT 1). Semua data yang diperoleh harus dimasukkan dalam Formulir Analisis Penentuan Nilai Pasar Wajar 2). Penyesuaian terhadap waktu dan jenis data - Waktu transaksi dibandingkan dengan keadaan per 1 Januari tahun pajak bersangkutan. - Penyesuaian terhadap faktor waktu dilakukan dengan mengacu pada faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi nilai properti, keadaan ekonomi, tingkat inflasi, tingkat suku bunga dan faktor lain
yang
berpengaruh.
Penyesuaian
dengan
menambah
persentase antara 2% s/d 10% pertahun. - Penyesuaian terhadap jenis data diperlukan untuk memenuhi ketentuan Nilai Pasar sebagaimana prinsip-prinsip penilaian yang berlaku. Misalnya data hipotik/agunan di Bank, data penawaran, data dari PPAT/Notaris yang tidak sepenuhnya mencerminkan Nilai Pasar harus disesuaikan. Besar penyesuaian sangat tergantung pada tingkat akurasi data dan keadaan di lapangan. Variasi besarnya prosentase penyesuaian antara penilai satu dengan yang lain tidak dapat dihindari dan tetap dibenarkan asalkan tidak menimbulkan penyimpangan yang terlalu jauh dari Nilai pasar. Untuk mendapatkan nilai tanah data yang digunakan adalah data transaksi jual beli yang memenuhi unsur pasar wajar. Data harga penawaran perlu disesuaikan dengan mengurangkan dalam persentase 5% s/d 20% sesuai dengan analisis di lapangan.
16
Untuk data hipotik disesuaikan dengan menambah dalam persentase 10% s/d 35% sesuai analisis di lapangan. - Angka persentase penyesuaian di atas bukan merupakan angka yang mutlak. Persentase penyesuaian harus berdasarkan kepada kenyataan, data dan fakta di lapangan dan di analisis terlebih dahulu, sehingga di setiap wilayah dapat berbeda. (v). Menentukan Nilai Pasar tanah per meter persegi 1). Tanah kosong, Nilai Pasar dibagi luas tanah dalam satuan meter persegi. 2). Tanah dan bangunan; -
Menentukan nilai bangunan menggunakan DBKB setempat.
-
Nilai Pasar tanah dikurangi nilai bangunan diperoleh Nilai Pasar tanah kosong untuk kemudian dibagi luas tanah dalam satuan meter persegi.
(vi). Membuat batas imajiner ZNT Batas imajiner dituangkan dalam konsep peta ZNT yang telah berisi taburan data transaksi. Prinsip pembuatan batas imajiner ZNT adalah 1). Mengacu pada peta ZNT lama bagi wilayah yang telah ada peta ZNT-nya. 2). Mempertimbangkan data transaksi yang telah dianalisis yang telah diplot pada peta kerja ZNT. 3). Pengelompokan
persil
tanah
dalam
satu
ZNT
dengan
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: -
Nilai Pasar Tanah yang hampir sama
-
Memperoleh akses fasilitas sosial dan fasilitas umum yang sama.
-
Aksesibilitas yang tidak jauh berbeda.
-
Mempunyai potensi nilai yang sama.
(vii). Analisis Data Penentuan NIR 1). Analisis data dilakukan berdasarkan per Zona Nilai Tanah. Datadata yang dianalisis untuk memperoleh Nilai Indikasi Rata-rata (NIR) dalam satu ZNT harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
17
-
Data relatif baru Data relatif baru.
-
Data transaksi atau penawaran yang wajar.
-
Lokasi yang relatif berdekatan.
-
Jenis penggunaan tanah/bangunan yang relatif sama.
-
Memperoleh fasilitas sosial dan fasilitas umum yang relatif sama
2). Penyesuaian nilai tanah dan penentuan NIR Sebelum menentukan NIR pada masing-masing ZNT, nilai tanah yang telah dianalisa disesuaikan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Untuk ZNT yang memiliki data transaksi lebih dari satu penentuan NIR dilakukan dengan cara merata-rata data transaksi tersebut. b. Untuk ZNT yang hanya memiliki satu data transaksi NIR ditentukan dengan cara mempertimbangkan data transaksi dari ZNT lain yang terdekat setelah dilakukan proses penyesuaian seperlunya. c. Untuk ZNT yang tidak memiliki data transaksi, penentuan NIR dapat mengacu pada NIR di ZNT lain yang terdekat dengan
melakukan
penyesuaian
faktor
lokasi,
jenis
penggunaan tanah dan keluasan persil. (viii).Pembuatan Peta ZNT Akhir 1). Tahap ini dilaksanakan setelah selesai pengukuran bidang milik dalam satu kelurahan/desa. 2). Garis batas ZNT dibuat mengikuti garis bidang milik dan tidak boleh memotong bidang milik. 3). Cantumkan NIR (nilai tanah hasil analisis, bukan nilai tanah hasil klasifikasi NJOP) dan kode ZNT pada peta kerja. 4). Peta ZNT akhir diberi warna yang berbeda pada setiap garis batas ZNT.
18
II.4 Penentuan Variabel-variabel yang Berpengaruh Terhadap Nilai Tanah Penentuan variabel-variabel yang berpengaruh terhadap nilai tanah pada penelitian ini dilakukan dengan merujuk pada literatur dan penelitian yang pernah dilakukan yang disesuaikan dengan kondisi penelitian, yaitu meliputi jarak bidang ke CBD, jarak bidang ke jalan utama, jarak bidang ke lokasi bencana, jarak bidang ke relokasi infrastrukstur dan jenis penggunaan lahan.
II.4.1 Jarak Bidang ke Central Business District (CBD) Faktor kedekatan dengan CBD lebih sering dianggap sebagai faktor dominan dan utama dalam pemilihan lahan, yaitu seberapa jauh atau kedekatan suatu lokasi lahan dengan pusat bisnis. Dilihat dari lokasi spasial, hampir semua jenis properti secara teoritis dan empiris berkorelasi sangat kuat terhadap akses pelayanan ke daerah CBD. CBD akan menjadi penting bila kondisi kawasan sesuai dengan teori monocentric city, dimana kegiatan komersial, lapangan kerja dan pelayanan umum terkonsentrasi pada satu daerah CBD. Dengan terkonsentrasinya kegiatankegiatan ekonomi pada CBD menyebabkan nilai tanah di kawasan tersebut melebihi nilai tanah di sekitarnya. Semakin jauh dari pusat kota maka nilai tanah akan semakin rendah, yang disebabkan karena CBD merupakan pusat kegiatan segala aktivitas hidup manusia dengan kepadatan penduduk yang tinggi yang makin berkurang ke arah pinggiran. Dengan makin meningkatnya kebutuhan dan permintaan tanah di daerah CBD, sehingga secara ekonomi akan meningkatkan nilai tanah. Teori monocentric city didasari oleh model konsentris (concentric zone) yang pertama kali dikemukakan oleh Burgess (1925), menempatkan CBD di tengah-tengah wilayah kota (Sinulingga, 1999). Secara berturut-turut CBD ini akan dikelilingi oleh gelang-gelang (lingkaran) yang terdiri kawasan perdagangan grosir, industri ringan, perumahan kelas rendah, perumahan kelas menengah, perumahan kelas tinggi, industri berat dan kawasan komuter atau penglaju. Sebaliknya, CBD kepentingannya akan berkurang bila kondisinya sesuai teori multicentric city, dimana sebagian besar kegiatan ekonomi, lapangan kerja dan pelayanan masyarakat terdistribusi di wilayah pinggiran (hinterland). Teori multicentric city didasari oleh model inti ganda (multiple nuclei model) yang dikemukakan oleh Harris dan Ullman (1945), bahwa penggunaan tanah perkotaan
19
tidak berorientasi pada satu pusat saja, melainkan beberapa pusat dan CBD tidak selamanya harus berada di tengah kota (Sinulingga, 1999). Model perkembangan kota model klasik yang lain dari dua model yang tersebut di atas adalah model sektor (sector model) yang diperkenalkan Hoyt (1939), bahwa suatu penggunaan lahan dimulai dari CBD dan selanjutnya akan terus berkembang ke arah luar kota dengan penggunaan yang sama, artinya tidak berbentuk lingkaran-lingkaran pada satu atau beberapa titik pusat, melainkan satu lingkaran yang dipotong-potong menjadi sektor penggunaan lahan tertentu (Sinulingga, 1999). Namun bagaimanapun kondisinya, keberadaan CBD yang umumnya dengan didominasi sektor komersial dan tersedianya fasilitas infrastruktur akan memiliki daya tarik yang lebih tinggi terhadap permintaan tanah bagi kegiatan produktif sehingga nilai tanah akan terus meningkat dan keberadaan CBD akan berpengaruh terhadap nilai tanah di kawasan sekitar. Nilai tanah semakin turun bila makin jauh dari CBD. Korelasi jarak dari CBD tersebut berkaitan dengan penghematan waktu dan biaya untuk pencapaian.
II.4.2 Jarak Bidang ke Jalan Utama Jarak bidang ke jalan utama lebih dipandang sebagai tersedianya fasilitas infrastruktur jaringan jalan bagi kebutuhan transportasi untuk suatu lokasi lahan. Adanya fasilitas jalan utama akan memberikan aksessibilitas yang baik, yaitu kemudahan untuk mencapai ke lokasi lahan dan sebaliknya dari lokasi lahan ke tempat-tempat fasilitas umum. Pada umumnya teori yang berkaitan dengan nilai tanah mengemukakan bahwa ada hubungan erat antara lokasi lahan dengan nilai tanah. Adanya perbedaan nilai tanah suatu kawasan karena adanya alasan perbedaan daya tarik dalam suatu lokasi, yaitu: 1. Kemudahan (aksessibilitas) dalam mencapai tempat belanja, tempat kerja, sekolah, kesehatan dan lain-lain. 2. Keadaan lingkungan, baik fisik maupun sosial (pengaruh terhadap aspek eksternal). Kedekatan dengan jalan utama dengan aksessibilitas yang lebih tinggi mendorong permintaan untuk lokasi tersebut akan selalu meningkat sehingga akan mempengaruhi perkembangan nilai tanah sekitarnya.
20
II.4.3 Jarak Bidang ke Lokasi Bencana Pengaruh negatif eksternalitas dari keadaan lingkungan akan mempengaruhi nilai dari properti, dalam hal ini tanah, yang pada akhirnya ditentukan oleh harga jual (nilai nominal) dari tanah tersebut. Eksternalitas secara harfiah dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berada di luar obyek tertentu namun mempengaruhi objek tersebut baik secara langsung ataupun tidak langsung. Teori ekonomi menganggap bahwa eksternalitas yang negatif akan berpengaruh secara negatif terhadap nilai tanah. Lingkungan yang akan memberi dampak yang merugikan dan selalu memberi rasa kekhawatiran (aspek negatif psikologis) akan mempengaruhi atau berdampak kepada nilai tanah yang berada di sekitar kawasan lokasi sumber bencana. Berdasarkan perspektif investasi, penanam modal harus memperhatikan informasi terkait obyek investasi secara komprehensif. Hal ini terkait adanya resiko-resiko yang akan ditanggungnya. Investor (publik) akan memiliki reaksi pasar yang berbeda-beda yang akan mempengaruhi penilaian terhadap lahan di wilayah tersebut sehingga akan terjadi dua kemungkinan (Reichert, 1997). Pertama, berakibat pada peninjauan kembali nilai tanah secara sementara. Kedua, reduksi secara permanen terhadap nilai tanah. Kedua kemungkinan tersebut pada akhirnya akan terjadi keseimbangan baru pada pasar tanah yang ditunjukkan oleh keseimbangan harga pasar setelah reduksi.
II.4.4 Jarak Bidang ke Relokasi Infrastruktur Pengaruh lingkungan (eksternalitas) yang positif akan berpengaruh juga pada nilai properti secara positif. Perbaikan lingkungan atau peningkatan kualitas lingkungan, baik berupa penyediaan prasarana maupun sarananya akan cenderung membuat tanah sebagai obyek investasi yang menjanjikan keuntungan. Rencana relokasi infrastruktur berpengaruh terhadap nilai tanah tergantung kepada keyakinan terhadap kepastian realisasi dari rencana yang telah dibuat, karena kepastian realisasi penyediaan lahan untuk lokasi tersebut akan memberikan harapan tersedianya prasarana yang berpengaruh terhadap aksessibilitas di wilayah sekitarnya. Keberadaan aksesibilitas menjadi faktor yang sangat penting bagi suatu kawasan untuk menunjang setiap kegiatan dan aktivitas terkait kebutuhan pencapaian ke tempat-tempat yang diinginkan.
21
II.4.5 Jenis Penggunaan Lahan Tanah mempunyai nilai karena adanya kegunaan atau manfaat dan harapan pada masa sekarang dan mendatang. Nilai tanah akan optimal bila tanah dimanfaatkan sesuai kegunaan tertinggi dan terbaik (highest and best use). Definisi kegunaan tertinggi dan terbaik adalah sebagai penggunaan yang paling memungkinkan dan diijinkan dari suatu tanah kosong atau tanah yang sudah terbangun, dimana secara fisik memungkinkan, didukung atau dibenarkan oleh peraturan, layak secara keuangan dan menghasilkan nilai tertinggi (AIREA, 1987). Sumber daya tanah akan mencapai nilai tertinggi dan terbaik bila dimanfaatkan sedemikian rupa sehingga memperoleh pendapatan yang optimum, baik untuk si pengguna maupun masyarakat (Nasucha, 1995). Nilai tanah mendasarkan pada prinsip penggunaan terbaik adalah sebagai bentuk tolok ukur kemampuan tanah memproduksi sesuatu atau dibangun untuk penggunaan tertentu yang secara langsung memberikan keuntungan ekonomi, sedangkan harga tanah adalah ukuran nominalnya. Konsep ini sering dibatasi oleh peraturan peruntukan tanah (zoning) dan kebijaksanaan umum lainnya yang biasanya terkait dengan rencana tata ruang kota.
II.5 Penerapan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Metode Transformasi Skala Linier Untuk pemberian bobot kepada masing-masing kriteria terkait dalam penelitian ini menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Metode AHP juga digunakan untuk memberikan skor bidang tanah pada sub kriteria jenis penggunaan tanah. Metode transformasi skala linier digunakan untuk memberikan skor terstandardisasi bidang tanah pada kriteria jarak bidang ke CBD, jarak bidang ke jalan utama dan jarak bidang ke lokasi bencana.
II.5.1 Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) AHP merupakan salah satu metode pengambilan keputusan di mana faktor-faktor logika, intuisi, pengalaman, pengetahuan (data), emosi dan rasa dicoba dioptimasikan melalui proses yang sistematis (Saaty, 1993). Kelebihan metode AHP adalah jika dihadapkan pada situasi yang kompleks atau tidak berkerangka, di mana data dan informasi statistik dari masalah yang dihadapi sangat sedikit
22
atau bahkan tidak ada sama sekali. Dengan kata lain, permasalahan yang dihadapi dapat dirasakan dan dilihat, namun kelengkapan data numerik yang berupa angkaangka statistik tidak menunjang para peneliti untuk memodelkan secara kuantitatif. Data yang ada hanya bersifat kualitatif yang didasari oleh pengalaman, persepsi, penginderaan ataupun intuisi pengambil keputusan. Pengambilan keputusan dalam metode AHP didasarkan pada tiga prinsip pokok, yaitu: 1. Penyusunan hirarki Penyusunan hirarki permasalahan merupakan langkah untuk mendefinisikan masalah yang rumit dan kompleks sehingga menjadi lebih jelas dan detil yang akan mempermudah pengambil keputusan untuk menganalisis dan mengambil kesimpulan yang harus dilakukan terhadap suatu permasalahan. Hirarki keputusan disusun berdasarkan pandangan pihak-pihak yang memiliki keahlian dan pengetahuan di bidang yang bersangkutan. 2. Penentuan prioritas Prioritas dari elemen-elemen dapat dipandang sebagai bobot elemen tersebut terhadap tujuan pengambilan keputusan. AHP melakukan analisis prioritas elemen dengan dua elemen hingga semua elemen yang ada tercakup. Prioritas ini ditentukan berdasarkan pandangan para pakar dan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap pengambil keputusan, baik secara langsung (diskusi) maupun tidak langsung (kuesioner). 3. Konsistensi logis Konsistensi jawaban dari para responden dalam menentukan prioritas elemen merupakan prinsip pokok yang akan menentukan validitas data dan hasil pengambilan keputusan. Secara umum responden harus memiliki konsistensi dalam melakukan perbandingan elemen. Langkah-langkah yang digunakan dalam AHP adalah sebagai berikut: 1. Mendefinisikan permasalahan dan menentukan tujuan. 2. Menyusun masalah ke dalam suatu struktur hirarki.
23
Tujuan yang diinginkan dari masalah ditempatkan pada tingkat tertinggi dalam hirarki. Tingkat selanjutnya adalah penjabaran tujuan tersebut ke dalam bagian-bagian yang lebih rinci. Penjabaran ini dilakukan terus sampai tingkat operasional. 3. Membuat matriks berpasangan yang menggambarkan pengaruh setiap elemen, dimulai dari tingkat hirarki paling tinggi. Perbandingan berpasangan secara umum dapat dilihat pada Gambar II.1 berikut:
A1 A2 ... An
A1 a11 a21 ... an1
A2 ... An a12 ... a1n a22 ... a2n ... ... ... an2 ... ann
Gambar II.1 Matriks Perbandingan Berpasangan Matriks di atas matriks resiprokal berelemen aij dengan i, j = 1,2, ..., n. Unsur matriks diperoleh dengan membandingkan satu elemen operasi terhadap elemen operasi lainnya untuk tingkat hirarki yang sama. Unsur-unsur didapatkan dari penilaian para responden. Banyaknya matriks perbandingan berpasangan dapat dihitung dengan formula: P = n x [(n-1)/2] P = banyaknya matriks perbandingan berpasangan n = banyaknya elemen yang dibandingkan Saaty (1993) menetapkan skala kuantitatif 1 s.d. 9 untuk menilai perbandingan tingkat kepentingan suatu elemen dengan elemen lain, sebagaimana pada Tabel II.1.
24
Tabel II.1 Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan Intensitas kepentingan 1 3 5 7 9
2,4,6,8 Kebalikan
Keterangan
Penjelasan
Kedua elemen sama pentingnya Elemen yang satu sedikit lebih penting dari pada elemen yang lain Elemen yang satu esensial atau sangat dari pada elemen yang lain Satu elemen jelas lebih penting dari pada elemen lain Satu elemen mutlak penting dari pada elemen lain
Dua elemen mempunyai pengaruh sama besar terhadap tujuan Pengalaman dan penilaian sedikit menyokong satu elemen dibandingkan atas elemen lainnya Pengalaman dan penilaian sangat kuat menyokong satu elemen dibandingkan atas elemen lainnya Satu elemen yang kuat disokong dan dominannya telah terlihat dalam praktek Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi di antara dua pilihan
Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i
4. Menghitung bobot tiap elemen. Diawali melakukan normalisasi setiap kolom. Semua elemen pada kolom yang sama dijumlahkan, kemudian membagi setiap elemen dengan jumlah. Setiap elemen baris hasil normalisasi dirata-ratakan untuk memperoleh bobot setiap kriteria. 5. Menghitung dan menguji tingkat konsistensi Langkah yang dilakukan: 1) Mengalikan bobot kriteria dengan setiap baris matriks perbandingan berpasangan. 2) Menentukan vektor konsistensi dengan membagi hasil yang sudah diperoleh pada langkah 1 dengan bobot masing-masing kriteria. 3) Besarnya λmax ditentukan dengan menghitung rata-rata vektor konsistensi. 4) Menghitung besarnya Indeks Konsistensi (IK) dengan rumus: λmax - n IK = n – 1 λmax : eigenvalue maksimum n
: ukuran matriks
25
5) Menguji tingkat konsistensi dengan melakukan penghitungan rasio konsistensi dengan rumus: IK RK = IR
RK : Rasio Konsistensi IK : Indeks Konsistensi IR : Indeks Random
Nilai Indeks Random (IR) dapat dilihat pada Tabel II.2 berikut: Tabel II.2 Nilai Indeks Random Ukuran matrks 1, 2 3 4 5 6 7 8
Indeks Random (inkonsistensi) 0,00 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41
Matriks dianggap konsisten bila nilai RK≤0,1 (Saaty, 1993).
II.5.2 Metode Transformasi Skala Linier Dilakukan untuk mengkonversi data mentah menjadi skor yang terstandardisasi. Ada dua bentuk standardisasi yang berlaku (Malczewski, 1999). Pertama, semakin besar nilai skor maka semakin besar performenya (menggunakan rumus 1 berikut ini). Misal makin jauh jarak dari lokasi bencana (skor makin besar), semakin besar nilai tanahnya. Kedua, semakin besar nilai skor maka semakin kecil performenya (menggunakan rumus 2 berikut ini). Misal makin jauh jarak dari CBD (skor makin besar), semakin kecil nilai tanahnya. Rumus 1 : X’ij =
Xij Xjmax
X’ij =
Xjmin Xij
Rumus 2 :
X’ij : standarisasi skor untuk ke-i alternatif (objek) pada ke-j kriteria Xij : skor mentah ke-i alternatif pada ke-j kriteria Xjmax : skor mentah maksimum alternatif pada ke-j kriteria Xjmin : skor mentah minimum alternatif pada ke-j kriteria
26
II.6 Uji Koefisien Konkordansi Kendall W Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat keseragaman pendapat responden. Cara menganalisis menggunakan uji koefisien konkordansi Kendall W mengikuti langkah-langkah sebagai berikut: 1. Menyusun data nilai pengamatan dalam tabel. Dalam tabel, baris menunjukkan benyaknya responden yang akan dikorelasikan, kolom menunjukkan banyaknya nilai pengamatan setiap responden. 2. Melakukan rangking nilai pengamatan pada setiap baris dan apabila terdapat kesamaan nilai pengamatan, maka nilai rangking adalah nilai ratarata. 3. Pada setiap pengamatan ditentukan jumlah rangking (Ri) dan jumlah kuadrat rangking (Ri)2. 4. Rumus yang digunakan: W=
(12)S k2(n3-n)
S = Σ Ri2 - (Ri)2 / n k = banyaknya baris (responden yang dikorelasikan) n = banyaknya kolom 5. Uji signifikansi W: χ2 = k (n-1)W , derajat bebas χ2 = n-1 Kaidah: tolak Ho jika χ2 hitung > χ2 tabel
II.7
Analisis Spasial
Fungsi analisis spasial banyak dipergunakan pada Sistem Informasi Geografis (SIG). SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan dan menganalisis objekobjek dan fenomena dimana lokasi geografi merupakan karakteristik yang penting untuk dianalisis. Kemampuan SIG dapat dikenali dari fungsi analisis yang dapat dilakukan, yaitu analisis spasial dan analisis data atribut (Prahasta, 2001). Fungsi analisis spasial terdiri dari: a. Klasifikasi (reclassify); b. Network (jaringan); c. Overlay;
27
d. Buffering; e. Nearest; f. Spatial Join Inside; g. Dissolve; h. 3D analysis; i. Dan lain-lain. Analisis spasial merupakan operasi-operasi yang mencermati data (spasial) dengan tujuan untuk mengekstrak atau menghasilkan data (spasial) baru yang memenuhi beberapa syarat, kriteria, atau kondisi yang diperlukan. Analisis spasial mencakup beberapa fungsi (analisis) SIG seperti halnya overlay unsur-unsur poligon, pembuatan buffer dan implementasi dari konsep-konsep topologi contains (mengandung atau berisi), intersect (berpotongan), within (terdapat di dalam), dan adjacent (bersebelahan) di dalam SIG (MapInfo Corp, 1995 dalam Prahasta, 2006). Dalam penelitian ini menggunakan operasi (disesuaikan dengan penamaan yang diberikan oleh software terkait) terdiri dari nearest, network analysis, dan buffering. Operasi-operasi tersebut mengandung karakteristik topologi seperti tersebut di atas. Operasi nearest digunakan untuk mengidentifikasi objek spasial terdekat dari objek acuan sekaligus mendefinisikan jaraknya. Jarak antar objek tersebut dipresentasikan berupa sebuah garis dimana pada atributnya sudah terdefinisi besarnya jarak. Dalam penelitian ini operasi nearest untuk menghubungkan centroid bidang tanah dengan jaringan jalan, sehingga diperoleh jarak terdekat antara centroid dengan sisi jalan terdekat. Operasi network analysis digunakan untuk menganalisis suatu jaringan dengan berbasis garis-garis yang saling terhubung. Suatu jaringan terdiri dari segmensegmen garis yang saling terhubung di mana setiap segmen garis diawali dan diakhiri oleh sebuah node. Dalam penelitian ini operasi network analysis untuk mencari jarak terpendek antara bidang tanah yang diwakili centroid dengan kriteria pusat kota pada suatu jaringan jalan. Jarak antara node awal (origin)
28
dengan node tujuan (destination) dicari dengan memperhitungkan semua kemungkinan jalur yang ada pada jaringan. Dari semua kemungkinan tersebut kemudian diperoleh jalur terpendek. Operasi buffering untuk membentuk suatu area, poligon atau zone baru dengan jarak tertentu dari suatu objek spasial (buffered object yang berupa objek-objek spasial titik, garis atau area). Zone-zone buffer ini digunakan untuk mendefinisikan fungsi kedekatan secara spasial suatu objek terhadap objek-objek lain yang berada di sekitarnya.
II.8
Model Penilaian Tanah
Dunia nyata atau realita terdiri dari berbagai fakta yang kompleks, maka untuk menjelaskannya dilakukan abstraksi dan menyusun suatu model. Model nilai tanah merupakan formulasi dari fakta-fakta yang mempengaruhi nilai tanah dalam bentuk persamaan matematis untuk mengekspresikan nilai pasar tanah yang diwujudkan sebagai harga jual. Dengan kata lain nilai tanah merupakan fungsi dari faktor-faktor yang
mempengaruhi nilai
tanah. Faktor-faktor yang
mempengaruhi nilai disintesiskan sehingga dihasilkan satu variabel sebagai tingkat kualitas bidang tanah. Jadi nilai tanah merupakan fungsi dari tingkat kualitas bidang tanah. NT = f (Tk_Kw) NT
: Nilai Tanah
Tk_Kw
: Tingkat kualitas bidang tanah
II.8.1 Pemodelan Regresi Berganda Analisis regresi pada dasarnya merupakan studi mengenai ketergantungan satu variabel tak bebas dengan satu atau lebih variabel bebas yang bertujuan untuk mengestimasi atau memprediksi nilai rata-rata variabel tak bebas berdasarkan nilai variabel bebas yang diketahui (Gujarati, 1995). Dalam penelitian ini model yang digunakan adalah model persamaan regresi berganda. Persamaan regresi berganda mempunyai lebih dari satu variabel independen (bebas). Analisis regresi ini
29
digunakan untuk pengujian hubungan antara satu veriabel dependen dengan dua atau lebih variabel independen. Analisis untuk memperhitungkan atau memperkirakan besarnya pengaruh secara kuantitatif dari perubahan suatu keadaan terhadap keadaan lainnya. Perubahan suatu keadaan dinyatakan dengan terjadinya perubahan nilai variabel. Untuk membuat perbedaan, variabel bebas umumnya dilambangkan dengan notasi X1, X2, X3, ... , Xn dan variabel tak bebas dilambangkan dengan notasi Y. Model regresi berganda dapat dinyatakan dengan persamaan: Y = a + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + ........... + bn Xn Pembentukan model regresi dalam penelitian ini menggunakan persamaan regresi dengan menggunakan empat model regresi sebagai berikut: 1. Model linier (lin-lin): Y = a + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + ........... + bn Xn 2. Model semilog (lin-log): Y = a + b1 LnX1 + b2 LnX2 + b3 LnX3 + ........... + bn LnXn 3. Model semilog (log-lin): LnY = a + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + ........... + bn Xn 4. Model logaritma (log-log): LnY = a + b1 LnX1 + b2 LnX2 + b3 LnX3 + ........... + bn LnXn Model linier (lin-lin) adalah model persamaan dimana variabel bebas dan variabel tak bebas tetap dalam bentuk nilai yang sebenarnya. Model semilog (lin-log) adalah model persamaan dimana variabel tak bebas tetap dalam bentuk nilai yang sebenarnya, sedangkan nilai variabel bebas dalam bentuk logaritma berbasis bilangan natural (e = 2,718282). Model semilog (log-lin) adalah model persamaan dimana variabel tak bebas dalam bentuk logaritma berbasis bilangan natural, sedangkan nilai variabel bebas tetap dalam bentuk nilai yang sebenarnya. Model logaritma (log-log) adalah model persamaan dimana variabel bebas dan variabel tak bebasnya dalam bentuk logaritma berbasis bilangan natural.
30
II.8.2 Pemilihan Model Model regresi yang dihasilkan adalah empat model yang merupakan penerapan model fungsional regresi lin-lin, lin-log, log-lin dan log-log. Kemudian dilakukan pemilihan model terbaik dan untuk menganalisisnya dilakukan pengujian model melalui uji kriteria ekonomi, uji kriteria statistik (meliputi uji t, uji F dan uji determinasi/R2) dan uji kriteria asumsi klasik/uji ekonometrik (meliputi uji multikolinieritas dan uji heteroskedastisitas). Uji kriteria ekonomi dilakukan untuk membandingkan kesesuaian tanda koefisien regresi hasil analisis dengan teori atau anggapan umum yang berlaku. Misalnya dengan meningkatnya nilai tingkat kualitas lahan, maka sesuai teori/anggapan umum hal tersebut akan meningkatkan nilai tanah, sehingga tanda koefisien regresi seharusnya plus (+). Jika tanda dari koefisien regresi sesuai dengan teori, maka parameter tersebut lolos dari uji kriteria ekonomi. Sebaliknya jika tanda dari koefisien regresi tidak sesuai dengan teori, maka parameter tersebut tidak lolos uji. Uji kriteria statistik dilakukan untuk melihat apakah terpenuhi kriteria statistik dari model yang dihasilkan,yang meliputi uji signifikansi parameter dengan melakukan uji t, uji signifikansi regresi dengan menggunakan uji F dan uji koefisien determinasi (R2). Penggunaan uji-t statistik untuk melihat signifikan atau tidak suatu variabel bebas dalam mempengaruhi variabel tak bebas. Tingkat signifikan parameter tregresi diuji dengan membandingkan t-hitung dengan t-tabel. Kriteria pengujian adalah jika [t-hitung] > t-tabel maka variabel bebas berpengaruh secara signifikan terhadap variabel tak bebas. Nilai t-hitung diperoleh dengan menggunakan rumus: b t = Sb Sb
= √ {(S2yx) / Σ(X-X )2}
Syx
= √ { Σ (Y-Ŷ)2 / (n-2 )}
b
= koefisien regresi
31
Sb
= deviasi standar b
Syx
= standard error of estimate
X
= variabel independen
X
= rata-rata variabel independen
Y
= variabel dependen
Ŷ
= prediksi nilai variabel dependen berdasarkan model
Uji F dilakukan bertujuan untuk mengetahui secara statistik apakah variabel bebas secara bersama-sama mempunyai pengaruh terhadap variabel tak bebas. Adapun uji F dirumuskan sebagai berikut: R2 / (k-1)
F =
(1-R2) / (n-k)
R2
= koefisien determinasi
k
= jumlah variabel bebas
n
= jumlah sampel
Sedangkan hipotesis yang diajukan dalam pengujian ini adalah: H0 : β0 = β1 = β2 = β3 = β4 = β5 = β6 = β7 = 0 H a : β0 ≠ β1 ≠ β2 ≠ β3 ≠ β 4 ≠ β5 ≠ β6 ≠ β7 ≠ 0 Dalam pengujian, kriteria yang ditetapkan adalah jika Fhitung yang diperoleh lebih besar daripada Ftabel maka berarti variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap variabel tak bebas, sehingga H0 ditolak dan model dianggap sesuai. Sebaliknya apabila Fhitung < Ftabel maka H0 diterima. Koefisien determinasi (R2) untuk menunjukkan kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan variasi variabel tak bebas yang dinyatakan dalam prosentase. Rumus yang digunakan:
2
R =
Σ (Y – Y )2 – Σ (Y – Ŷ )2 Σ (Y–Y )2
Y
= rata-rata variabel dependen
32
Pengujian kriteria asumsi klasik (uji ekonometrik) dilakukan untuk mengetahui apakah ada pelanggaran asumsi dalam model linier yang digunakan dan apakah asumsi dasar penggunaan metode kuadrat terkecil biasa / OLS (Ordinary Least Squarest) terpenuhi. Model regresi yang diperoleh dari metode OLS merupakan model regresi yang menghasilkan estimator linier tidak bias yang terbaik / BLUE (Best Linear Unbias Estimator). Model regresi yang dihasilkan akan diuji untuk mengetahui apakah terdapat gejala multikolinieritas dan heteroskedastisitas. Uji multikolinieritas dimaksudkan untuk menguji apakah variabel bebas yang digunakan pada model regresi merupakan kombinasi dari variabel bebas lainnya atau antara variabel bebas yang satu dengan variabel bebas lainnya terjadi korelasi. Untuk mengetahui tinggi atau rendahnya multikolinieritas dapat digunakan
nilai
VIF
(Variance
Inflation
Factor)
dari
model
regresi
(Gujarati,1995) dengan persamaan sebagai berikut:
VIF =
1 (1 - R2)
dalam hal ini, R2 adalah koefisien determinasi dari regresi antar variabel bebas. Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika varians dari satu pengamatan ke pengamatan lain tetap maka disebut homoskedastisitas. Jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Dasar pengambilan keputusan, dengan mengamati scatterplot uji heteroskedastisitas, jika tidak ada pola yang jelas dan titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
II.8.3 Pengujian Kualitas Model Pengujian dilakukan untuk mengetahui tingkat akurasi model dalam memprediksi nilai tanah dan tingkat keseragaman hasil estimasi model. Tingkat akurasi model
33
diuji melalui parameter COV (Coefficient Of Variation) dan dinyatakan akurat bila memiliki nilai COV < 10% (Eckert, 1990). 100 √ Σ [(Ŷ/Y)- {(Ŷ/Y)/n}]2 / (n-1)
COV =
((Ŷ / Y)/n)
Ŷ
: prediksi nilai tanah
Y
: nilai tanah
n
: jumlah data
Tingkat keseragaman hasil estimasi untuk menguji nilai estimasi model, apakah hasil estimasi di atas atau di bawah nilai sebenarnya. Tingkat keseragaman dilihat dari nilai PRD (Price Related Diferential) yang nilainya disyaratkan antara 0,98 sampai dengan 1,03 (Eckert, 1990). Jika nilai PRD kurang dari 0,98 dinyatakan telah terjadi progresivitas yang berarti bahwa estimasi nilai model berada di atas nilai sebenarnya, dan jika lebih dari 1,03 maka terjadi regresivitas yang berarti bahwa estimasi nilai model berada di bawah nilai sebenarnya. Ŷ/Y PRD = Ŷ/Y