BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Beton
2.1.1
Batako Kebutuhan batu bata untuk bahan bangunan yang semakin meningkat dapat
menyebabkan berkurangnya lahan pertanian.Jika hal ini dibiarakan terus menerus tanpa mencari alternative lain untuk menggantikan batu bata akhirnya akan menimbulkan kerusakan tanah dan lahan pertanian sehingga produksi pangan akan menurun. Batako sebagai alternatif pengganti bata merah untuk bangunan dinding diharapkan mampu mengatasi permasalahan tersebut. Batako merupakan bahan bangunan yang berupa bata cetak yang tersusun dari komposisi antara pasir, semen portland dan air dengan perbandingan 1 semen : 4 pasir. Batako difokuskan sebagai konstruksi-konstruksi dinding bangunan non struktural. Bentuk dari batako/batu cetak itu sendiri terdiri dari dua jenis, yaitu batu cetak yang berlubang (hollow block) dan batu cetak yang tidak berlubang (solid block) serta mempunyai ukuran yang bervariasi. Supribadi (1986: 5)yang dikutip oleh Wijanarko,W 2008 menyatakan bahwa batako adalah “Semacam batu cetak yang terbuat dari campuran tras, kapur, dan air atau dapat dibuat dengan campuran semen, kapur, pasir dan ditambah air yang dalam keadaan pollen (lekat) dicetak menjadi balokbalok dengan ukuran tertentu”.Menurut Persyaratan Umum Bahan Bangunan di Indonesia (1982) pasal 6, “Batako adalah bata yang dibuat dengan mencetak dan memelihara dalam kondisi lembab”. Menurut SNI 03-0349-1989, “Conblock (concrete block) atau batu cetak beton adalah komponen bangunan yang dibuat dari campuran semen portland atau pozolan, pasir, air dan atau tanpa bahan tambahan lainnya (additive), dicetak sedemikian rupa hingga memenuhi syarat dan dapat digunakan sebagai bahan untuk pasangan dinding”. Sedangkan Frick Heinz dan Koesmartadi (1999: 96) yang dikutip oleh Wijanarko,W 2008 berpendapat bahwa: ” Batu-batuan yang tidak dibakar, dikenal dengan nama
Universitas Sumatera Utara
batako (bata yang dibuat secara pemadatan dari trass, kapur, air)”. Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan tentang pengertian batako adalah salah satu bahan bangunan yang berupa batu-batuan yang pengerasannya tidak dibakar dengan bahan pembentuk yang berupa campuran pasir, semen, air dan dalam pembuatannya dapat ditambahkan dengan jerami sebagai bahan pengisi antara campuran tersebut atau bahan tambah lainnya (additive). Kemudian dicetak melalui proses pemadatan sehingga menjadi bentuk balok-balok dengan ukuran tertentu dan ditempatkan pada tempat yang lembab atau tidak terkena sinar matahari langsung atau hujan.
2.1.2
Beton Ringan ( Lightweight Concrete ) Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengurangi berat jenis
beton atau membuat beton lebih ringan antara lain adalah sebagai berikut (Tjokrodimuljo,1996) : (1)
Dengan membuat gelembung-gelembung gas/udara dalam adukan semen sehingga terjadi banyak pori-pori udara di dalam betonnya. Salah satu carayang dapat dilakukan adalah dengan menambah bubuk alumunium kedalam campuran adukan beton.
(2). Dengan menggunakan agregat ringan, misalnya tanah liat bakar, batu apung atau agregat buatan sehingga beton yang dihasilkan akan lebih ringan dari pada
beton biasa.
(3) Dengan cara membuat beton tanpa menggunakan butir-butir agregat halus atau
pasir yang disebut beton non pasir.
Secara garis besar bila diringkas pembagian penggunaan beton ringan dapat dibagi tiga yaitu (Tjokrodimuljo,1996) yang dikutip Wijanarko,W 2008: (1). Untuk nonstruktur dengan densitas antara 240 kg/m3 sampai 800 kg/m3 dan kuat tekan antara 0.35 MPa sampai 7 MPa yang umumnya digunakan seperti untuk dinding pemisah atau dinding isolasi. (2). Untuk struktur ringan dengan densitas antara 800 kg/m3 sampai 1400 kg/m3 dan kuat tekan antara 7 MPa sampai 17 MPa yang umumnya digunakan seperti untuk dinding yang juga memikul beban.
Universitas Sumatera Utara
(3) Untuk struktur dengan densitas antara 1400 kg/m3 sampai 1800 kg/m3 dan kuat tekan lebih dari 17 MPa dapat digunakan sebagaimana beton normal. Pustaka jenis beton ringan :densitas (kg/m3) kuat tekan (MPa) Dobrowolski (1998) adalah sebagai berikut : - Beton dengan densitas rendah (Low-Density concretes) 240 – 800 kg/m3dan 0,35 – 6,9 MPa - Beton dengan kekuatan menegah (Moderate-Trength Lighweight Concretes) 800 – 1440 kg/m3 dan 6,9 – 17,3 MPa - Beton ringan struktur (Structural Lightweight Concretes) 1440 – 1900 kg/m3 dan ,> 17,3 MPa Neville and Brooks (1987) yang dikutip Wijanarko,W 2008 -.Beton ringan struktur (Structural Lightweight Concretes) 1400 – 1800 kg/m3 dan > 17 MPa. - Beton ringan untuk pasangan batu (Masonry Concrete) 500 – 800 kg/m3 dan 7 – 14 MPa. - Beton ringan penahan panas (Insulating Concrete) < 800 kg/m3 dan 0,7 –7 MPa Dalam pembuatan batako pada umumnya bahan yang digunakan adalah pasir, semen dan air atau tanpa bahan tambahan. Berikut ini akan dijelaskan sekilas mengenai bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan batako.
2.1.3. Semen Semen adalah suatu jenis bahan yang memiliki sifat adhesif dan kohesif yang memungkinkan melekatnya fragmem – fragmen mineral menjadi suatu massa yang padat. Secara kimia semen dicampur dengan air (hydration) untuk dapat membentuk massa yang mengeras, semen semacam ini di sebut semen hidrolis atau sering disebut semen Portland. Massa jenis semen antara 3 sampa 3,5 kg/m3(http://tatang-wibawa.blogspot.com/ diakses 27 Mei 2010). Semen bila terkena air berubah menjadi keras setelah kering seperti batu.Oleh karena itu sangat perlu diperhatikan antara perbandingan air dan semen atau faktor air semennya(f.a.s),karena f.a.s ini akan berpengaruh terhadap kekuatan beton.Dalam
Universitas Sumatera Utara
pedoman beton 1989 disyaratkan bahwa semen porland untuk pembuatan beton harus merupakan jenis-jenis yang memenuhi syarat SNI 0013 -81”Mutu dan uji semen” yang klasifikasinya tertera pada tabel dibawah ini
Tabel 2.1 jenis – jenis semen portland Jenis semen
Karakteristik umum
Jenis I Jenis II
Semen portland yang digunakan untuk tujuan umum Semen portland yang penggunaannya memrlukan ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang. Jenis III Semen portlandyang penggunaannya memerlukan persyaratan awal yang tinggi setelah pengikatan terjadi. Jenis IV Semen portland yang dalam penggunaannya menuntut panas hidrasi yang rendah Jenis V Semen Portland yang dalam penggunaannya menuntut ketahanan yang kuat terhadap sulfa Sumber: http://tatang-wibawa.blogspot.com/ 27 Mei 2010
2.1.4. Semen Portland Pozolan Semen portland pozolan adalah suatu bahan pengikat hidrolis yang di buat dengan menggiling klinker semen portland dan pozolan bersama-sama,atau mencampur secara merata bubuk semen portland dengan bubuk pozolan atau gabungan antara menggiling dan mencampur,dimana kadar pozolan 15 % sampai 40 % massa semen portland pozolan.Selama penggilingan atau pencampuran dapat di tambahkan bahan- bahan lain selama tidak mengakibatkan penurunan mutu.Bahan yang mempunyai sifat pozolan
adalah bahan yang mengandung
senyawa silica aluminium dimana bentuknya halus dan dengan adanya air, maka senyawa – senyawa ini akan bereaksi secara kimia dengan kalsium hidroaksida pada suhu kamar membentuk senyawa yang mempunyai sifat seperti semen. (Zulfikar Syaram 2010)
2.1.5. Pasir Agregat yang digunakan untuk pembuatan beton ringan ini adalah pasir yang lolos ayakan (SNI 03-6866-2002) yang diameternya lebih kecil 5 mm.
Universitas Sumatera Utara
Adapun kegunaan pasir ini adalah untuk mencegah keretakan pada beton apabila sudah mengering. Karena adanya pasir akan mengurangi penyusutan yang terjadi mulai dari percetakan hingga pengeringan.Pasir ini memang sangat penting dalam pembuatan beton ringan, tapi apabila kadarnya terlalu besar akan mengakibatkan kerapuhan jika sudah mongering. Ini disebabkan daya rekat antara partikel – partikel berkurang dengan adanya pasir dalam jumlah yang besar, sebab pasir tersebut tidak bersifat perekat akan tetapi hanya sebagai pengisi (Filler).Pasir yang baik di gunakan untuk pembuatan beton ringan berasal dari sungai dan untuk pasir dari laut harus di hindarkan karena dapat mengakibat perkaratan dan masih mengandung tanah lempung yang dapat membuat batako menjadi retak (Simbolon.T.2009.)
2.1.6.
Air Air juga sangat berperan penting dalam proses pembuatan beton ringan yang
kegunaanya untuk melunakkan campuran agar bersifat plastis. Air yang di gunakan adalah air bersih yang terhindar dari asam dan limbah. Air minum yang di kota relatif bebas dari bahan – bahan kimia atau bahan – bahan lainnya yang dapat merugikan beton ringan. Jadi air harus di pilih agar tidak mengandung kotoran
–
kotoran
yang
dapat
mempengaruhi
mutu
dari
batako
ringan(Simbolon.T.2009)
2.1.7. Agregat Pembagian agregat sangat menolong dalam memperbaiki keawetan serta stabilitas volume dari beton ringan. Karakteristik fisik dari agregat dalam beberapa hal komposisi kimianya dapat mempengaruhi sifat – sifat beton ringan dalam keadaan palstis maupun dalam keadaan telah mengeras dengan hasil – hasil yang berbeda. Berikut ini merupakan jenis – jenis agregat(Simbolon.T.2009):
1. Agregat Biasa Jenis ini dapat di gunakan untuk tujuan umum dan menghasilkan beton dengan massa jenis yang berkisar antara 2,3 gr/cm3- 2.5gr/cm3. Agregat ini seperti
Universitas Sumatera Utara
pasir dan kerikil yang dapat di proleh dengan cara ekstraksi dari batuan alluvial dan glasial. Pasir dan kerikil dapat juga di peroleh dengan cara menggali dari dasar sungai dan laut. Dalam penggunaan untuk beton ringan pasir yang di gunakan berasal dari sungai dan harus dicuci untuk menghilangkan sifat kimia yang dapat mengakibatkan terjadinya pelapukan (Simbolon.T.2009)
2.Agregat Berat Jenis ini dapat digunakan secara efektif dan ekonomis untuk jenis beton menahan radiasi, sehingga dapat memberikan perlindungan terhadap sinar – x, Gamma dan Neutron. Evektifitas beton berat dengan massa jenis antara 4 gr/cm35gr/cm3 bergantung dari jenis agregatnya(Simbolon.T.2009).
3.Agregat Ringan Jenis ini dipakai untuk menghasilkan beton rinagn dalam sebuah bangunan yang beratnya sendiri sangat menentukan. Agregat ringan digunakan dalam bermacam- macam produk beton berkisar antara bahan isolasi sampai pada beton bertulang atau beton pra-tekan, sungguhpun penggunaanya yang paling banyak dalam pembuatan blok – blok beton pracetak. Beton yang di gunakan dengan agregat ringan mempunyai sifat tahan api yang baik. Agregat ini mempuyai pori sangat banyak, sehingga daya serapnya jauh lebih besar di bandingkan dengan daya serap agregat lainnya. Oleh karena itu penakaiannya harus di lakukuan secara Volumetrik. Massa jenis agregat ringan berkisar antara 0,5 gr/cm3- 1,5 gr/cm3. Dalam penelitian ini menggunakan 2 jenis agregat biasa (pasir) dan agregat ringan Serat ijuk.(Simbolon.T.2009)
2.2. Karakterisasi Beton Ringan Beton disebut beton ringan jika beratnya kurang dari 1800 kg/m3 (file:///G/beton-ringan-pdf.htm diakses 15 Januari 2010) material beton ringan
Universitas Sumatera Utara
yang di buat terdiri dari bahan matriks pasir silika yang diayak hingga lolos ayakan . Perbandingan persentase massa semen, pasir dan serat ijuk di buat dengan komposisi yang bervariasi dengan perbandingan 20:80:0 , 20:79:1 , 20:78:2 , 20:77:3 , 20:76:4 , 20:75:5. Bahan binder dipilih adalah semen Portland dengan komposisi tetap (20 % massa).Prosedur pembentukan beton ringan dilakukan dengan cara mencampur dan mengaduk bahan baku (pasir + Serat ijuk +
semen
Portland)
hingga
tercampur
merata.
Kemudian
dilakukan
pencetakan,lalu dikeringkan dengan cara di biarkan ditempat udara terbuka selama 28 hari.Adapun karakteristik yang akan diuji adalah densitas,serapan air,daya redam suara,kuat tekan,kuat pukul (impak) dan kekerasan.(Maydayani 2009)
2.3. Beton Serat ijuk Bahan beton Serat ijuk ringan di buat dari air, semen, pasir dan Serat ijuk Penggunaan Serat ijuk dalam beton dapat di anggap sebagai udara yang terjebak Namun keuntungan menggunakan Serat ijuk dibandingkan menggunakan rongga udara dalam beton berongga adalah Serat ijuk mempunyai kekuatan tarik. Dengan demikian selain membuat beton menjadi ringan, dapat juga bekerja sebagai serat yang meningkatkan kemampuan kekuatan dan khususnya daktilitas beton. Kerapatan beton atau berat jenis beton dengan campuran Serat ijuk dapat diatur dengan mengontrol jumlah campuran Serat ijuk dalam beton. Semakin banyak Serat ijuk yang di gunakan dalam beton maka akan menghasilkan beton dengan berat jenis yang lebih kecil. Namun kuat tekan beton yang di peroleh tentunya akan lebih rendah dan hal tersebut harus di sesuaikan dengan kegunaannya seperti untuk struktur, stuktur ringan atau hanya untuk dinding pemisah yang secara umum disebut non struktur.Telah dilakukan karakterisasi serat ijuk pada papan komposit ijuk serat pendek untuk mengetahui apakah papan komposit ijuk serat pendek dapat digunakan sebagai perisai radiasi neutron. Dari karakteristik serat ijuk yang dilakukan diperoleh massa jenis serat ijuk 1,136 gram/cm3, kandungan kimia berupa kadar air 8,90 % ; selulosa 51,54 % ; hemiselulosa 15,88 % ; lignin 43,09 % dan abu 2,54 % dan dari pengujian kandungan unsur serat ijuk yang
Universitas Sumatera Utara
menggunakan Analisis Aktivasi Neutron (AAN) diperoleh kandungan unsur : Cl38, Mn-56, K-42, Br-82, La-140, Cr-51, Fe-59, Hg 203 Sc-46 dan Zn-65. Pada pengujian papan komposit diperoleh bahwa kekuatan impak tidak dipengaruhi massa serat tetapi panjang serat sedangkan daya serap papan komposit ijuk terhadap neutron tidak tergantung panjang serat tetapi massa
serat.
(http://library.usu.ac.id/index.php/component/journals/index.php?option...:karakte risasi oleh Evi Christiani.S di akses 15 Januari 2010).Secara umum di bandingkan dengan bahan dinding yang biasa di pakai yaitu batu bata, batako Serat ijuk mempunyai berbagai keunggulan dan keuntungan sebagai berikut: 1) Lebih mudah dalam pengangkutan dan pemasangan. 2) Karena berat batako yang ringan, proses pemasangan dinding yang lebih cepat sehingga dapat di lakukan efisiensi waktu pengerjaan. 3) Selain proses pemasangan yang cepat batako ringan juga dapat menghemat biaya struktur pemikul beban seperti pondasi, kolom, serta balok. 4) Sifatnya yang lebih daktail karena Serat ijuk
adalah bahan yang
compressible. (Warih Pambudi 2005) 5) Sangat cocok untuk perumahan di daerah tanah lunak, daerah rawan gempa dan bangunan tinggi. 2.4. Bunyi (sound) Bunyi adalah gelombang getaran mekanik dalam udara atau benda padat yang masih bisa ditangkap telingah normal manusia dengan rentang frekuensi antara 20 – 20.000 Hz.. Kepekaan telinga manusia terhadap rentang ini semakin menyempit sejalan dengan pertambahan umur. Bunyi udara (airbone sound) adalah bunyi yang merambat lewat udara sedangkan bunyi struktur (structural sound) adalah bunyi yang merambat melalui struktur bangunan.
Kecepatan
rambat bunyi (sound velocity) adalah kecepatan rambat bunyi pada suatu media, diukur dengan m/dtk. Kecepatan bunyi adalah tetap untuk kepadatan media tertentu, tidak tergantung frekuensinya. Untuk kemudahan kecepatan rambat
Universitas Sumatera Utara
bunyi diudara adalah 340 m/dt.Berikut ini dapat dilihat dalam tabel kecepatan bunyi terhadap suhu udara.(Satwiko.P 2008) Tabel 2.4 Kecepatan bunyi dan suhu(Satwiko.P 2008) suhu ( 0C)
kecepatan (m/dtk)
-20
319,3
0
331,8
20
343,8
30
349,6
2.4.1. Gelombang Bunyi. Gelombang bunyi merupakan gelombang longitudinal yang terjadi karena energy membuat (partikel) udara merapat dan merenggang,dengan cara ini pula energy dirambatkan keseluruh ruang.Jika partikel udara tidak ada (ruang vakum) bunyi tidak akan menjalar dan tidak terdengar karena tidak ada medium yang dapat merambatkan energinya.(Mohammad Ishaq 2007)
2.4.2. Cepat Rambat Gelombang Bunyi. Cepat rambat gelombang bunyi melalui penurunan rumus didapat (Mohammad Ishaq 2007): V = √K/ρ
v = kecepatan gelombang bunyi (m/s) K = modulus Bulk
ρ= massa jenis udara(kg/m3) Dengan : K = P.γ Dari : PV = nRT, maka : K= nRT.γ/V
Sehingga di dapat: V = √γRT/M
γ = tetapan Laplace
Universitas Sumatera Utara
R = tetapan gas umum = 8,314 J/mol T = suhu gas (K) M = massa molekul relative gas.(kg/k.mol)
2.4.3. Intensitas dan Taraf Intensitas Bunyi Intensitas bunyi didefenisikan sebagai daya perswatuan luas(Mohammad Ishaq 2007) Rumus: I = P
/A
I = Intensitas bunyi (W/m2) P = daya bunyi (W) A = luas permukaan bola (m2)
Semakin jauh bunyi merambat,maka intensitasnya semakin berkurang dengan hubungan:
I2=( r1 / r2)2.I1 I1 = intensitas mula-mula
rr= jarak mula-mula I2 = intensitas ke dua
r2= jarak kedua Taraf Intensitas Bunyi dapa dihitung dengan persamaan berikut: β = 10 log ( I
/ Io )
β = taraf intensitas bunyi (dB) Io= intensitas ambang (W/m2 ) I = intensitas dating (W/m2)
2.4.4. Pemantulan Bunyi Dalam kehidupan sehari-hari yang selama ini kita pahami,ketika perjalanan suatu objek terhalang oleh bidang pembatas, maka besar kemungkinan objek tersebut akan terpental atau terpantul. Kecepatan perjalanan/ perambatan dan karakteristik bidang pembatas (kepadatan/tingkat keras,bentuk,tingkat kehalusan permukaan) akan menentukan besar atau arah pantulan. Pada kasus gelombang bunyi, kecepatan perambatan juga menunjukkan frekuensi gelombang bunyi tersebut. Setiap material bidang pembatas memiliki kemampuan pantul dari yang
Universitas Sumatera Utara
nilainya kecil (kemampuan pantul mendekati 0), sampai yang besar (mendekati 1). Kemampuan pantul dihitung dari banyaknya energi bunyi yang dipantulkan dibandingkan
keseluruhan
energi
bunyi
yang
mengenai
permukaan
tersebut.Pemantulan oleh bidang-bidang batas yang membentuk ruang dapat dibedakan menjadi 3, yaitu yang bersifat aksial, tangensial dan obliq (axial, tangential dan oblique). Pemantulan aksial adalah jenis pemantulan yang sebaiknya dihindari karena merupakan pantulan bolak-balik yang mengganggu. Pada pemantulan aksial, gelombang bunyi mengenai permukaan dan segera dipantulkan kembali dengan kuat ke permukaan yang tepat sejajar berada di depannya. Sebagai contoh, pemantulan berulang antara lantai dan plafon yang mendatar atau dinding yang saling berhadapan. Sementara pada pemantulan tangensial dan obliq, pantulan tidak dikembalikan kearah yang berlawanan 1800, namun ke permukaan yang bersisian. Pada tangensial pemantulan terjadi secara horizontal dan menyentuh empat elemen pembatas ruangan.Selain terjadinya gelombang bunyi yang terpantul oleh karena adanya bidang pembatas, pada suatu keadaan tertentu, bidang pembatas dapat juga menyerap sebagian energi bunyi yang datang. Penyerapan yang terjadi oleh bidang pembatas sangat bergantung pada keadaan permukaan bidang pembatas (kerapatan/kepadatan) dan jenis frekuensi bunyi yang datang. Semua material yang digunakan sebagai pembatas memiliki kemampuan menyerap, meski besarnya berbeda-beda. Kemampuan setiap material ditentukan oleh koefisien serap (absorpsi), yaitu banyaknya energi bunyi yang diserap dibandingkan keseluruhan energi bunyi yang mengenai pembatas. Energi bunyi yang diserap akan berubah menjadi kalor di dalam material tersebut, meski kalor yang terjadi itu tidak dapat dirasakan melalui rabaan tangan secara langsung, karena energi yang dimiliki gelombang bunyi sangat kecil (sebagai contoh energi bunyi manusia yang berteriak hanya berkisar 1m Watt Meski secara teoritis koefisien serap material berada pada angka 0 s/d 1 (nilai 0 untuk material yang sama sekali tidak menyerap dan nilai 1 untuk yang sangat menyerap). Namun pada praktiknya hampir semua material bangunan memiliki kemampuan serap, bahkan kaca yang dianggap sebagai material keras dan permukaan halus sekalipun, memiliki koefisien serap sebesar 0,07 (pada
Universitas Sumatera Utara
frekuensi 2000 Hz), dan terus membesar untuk frekuensi yang lebih rendah(Christina E.Mediastika. 2009).Kemampuan redam bunyi dari beberapa partisi dari tabel berikut: Tabel 2.4.4 Kemampuan redam partisi atau dinding.(Christina E.Mediastika 2009) No Konstruksi Massa (Kg/m2) Kemampuan redam (STC*500 Hz dalam (Db) 1. Batu Bata diplester kedua sisinya
300 – 400
45 – 50
(tebal konstruksi 15 cm) 2. Batu kali tebal konstruksi 60 cm
1370
56
3. Gipsum board tebal 1 cm
8
26
4. Gipsum board tebal 1,25 cm
10
28
5. Gipsum board tebal 1,6 cm
13
29
2.5. AKUSTIK Penataan bunyi pada bangunan merupakan dua tujuan, yaitu untuk kesehatan dan untuk kenikmatan.Penataan bunyi melibatkan empat elemen yang harus dipahami yaitu sumber bunyi (Sound soyrce), penerima bunyi (receiver), media dan gelombang bunyi (soundwave). Sumber bunyi dapat berupa benda yang bergetar, misalnya tali suara manusia, senar gitar, loudspeaker, tepuk tangan. Penerima bunyi dapat berupa telinga manusia maupun micropon. Media adalah sarana bagi bunyi untuk merambat, dapat berupa gas, zat cair, maupun zat padat. Tanpa media maka gelombang bunyi tidak akan dapat merambat dari sumber ke penerima bunyi.Gelombang bunyi dapat merambat langsung melalui udara dari sumbernya ke telinga manusia. Selain itu, sebelum sampai ke telinga manusia, gelombang bunyi dapat juga terpantul–pantul terlebih dahulu oleh permukaan bangunan, menembus dinding atau merambat melalui bangunan. Perjalanan bunyi dari sumber ke telinga akan sangat menentukan karakter ( kualitas dan kuantitas)
Universitas Sumatera Utara
bunyi tersebut. Oleh karena itu pengolahan jalan bunyi tadi menjadi sangat penting untuk mendukung pengolahan bunyi agar sesuai keinginan penerima bunyi. Pemilihan bentuk, orientasi dan bahan permukaan ruang akan menentukan karakter jalan bunyi yang kemudian juga menentukan karakter bunyi.(Satwiko.P 2008)
2.5.1. Akustika (acoustics) Akustika adalah ilmu tentang bunyi. Akustika sering dibagi menjadi akustika ruang (room acoustics) yang menangani bunyi-bunyi-bunyi yang dikehendaki dan kontrol kebisingan (noise control) yang menangani bunyi-bunyi yang tidak terkehendaki. 2.5.2. Kebisingan ( noise) Kebisingan adalah bunyi atau suara yang tidak dikehendaki atau gangguan. Gangguan bunyi hingga tingkat tertentu dapat diadaptasi oleh fisik, namun syaraf terganggu. Ambang bunyi (threshold of audibility) adalah intensitas bunyi sangat lemah yang masih didengar telingah manusia, berenergi 10-12 W/m2. Ambang bunyi ini disepakati mempunyai tingkat bunyi 0 dB. Ambang sakit (threshold of poin) adalah kekuatan bunyi yang menyebabkan sakit pada telinga manusia, berenergi 1 x 10-12 W/m2.Kriteria kebisingan ( Noise Criterion ; NC: disebut juga bunyi latar yang diperkenankan agar aktivitas tak terganggu) adalah tingkat kebisingan terendah yang dipersyaratkan untuk ruang tertentu menurut fungsi utamanya Pengurangan kebisingan ( Noise Reduction; NR) adalah pengurangan kekuatan bunyi, diukur dalam dB. Kriteria pengurangan kebisingan ( Noise Reduction Criteria; NRC) merupakan perhitungan rata-rata, dibulatkan ke bilangan terdekat 0,05, antara 250, 500, 1000, 2000. Informasi NRC biasanya menyertai papan akustik (Satwiko,P.2008).Tingkat kebisingan yang diperbolehkan(acceptable noice level) adalah tingkat kebisingan yang diperkenankan terjadi di suatu ruangan agar aktivitas (fungsi) tidak terganggu.Ruang tidur di rumah pribadi,misalnya,jika
tingkat
kebisingan
melebihi
25
dBA
tentu
akan
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan gangguan(Satwiko.P 2008).Perbandingan tingkat bunyi beberapa sumber dapat dilihat dari gambar 2.1.berikut ini
Gambar 2.1 Perbandingan tingkat bunyi beberapa sumber.(Satwiko.P 2008)
2.5.3. Penyerapan Bunyi (sound absorbing)
Universitas Sumatera Utara
Serapan (absorption) adalah perbandingan antara energi yang tidak dipantulkan kembali dengan energi keseluruhan yang datang.
Energi datang Energi yang diserap
Energi yang diteruskan
Energi yang terpantul
Gambar.2.2. Pemantulan energi bunyi pada material(Satwiko.P 2008) Penyerapan bunyi (sound-adsorbing), kemampuan suatu bahan untuk meredam bunyi yang datang, dihitung dalam persen, atau pecahan bernilai 0 ≤ α ≤ 1 . Nilai 0 berarti tidak ada peredaman bunyi ( seluruh bunyi yang datang dipantulkan sempurna). Sedangkan nilai 1 berarti bunyi yang datang diserap seluruhnya ( tidak ada yang dipantulkan ). Jendela yang terbuka dianggap mempunyai α = 1 karena seluruh bunyi tidak dipantulkan. (Satwiko.P,2008). Menurut ISO 11654 suatu bahan dapat dikatagorikan sebagai peredam suara jika mempunyai koefisien absorpsi minimal 0.15 (“Disain Peredam Suara Berbahan Dasar Sabut Kelapa dan Pengukuran Koefisien Penyerapan Bunyinya” oleh Ainie K, dkk 2010 ;file:///F:/Sabut Kelapa.htm.diakses 28 juni 2010). Penyerapan koefisien - α - untuk beberapa bahan umum dapat ditemukan pada tabel 2.4.5.berikut ini:
Material( Material )
Sound Absorption
Universitas Sumatera Utara
Coefficient ( α ) Plester dinding (Plaster walls)
0.01 - 0.03
Dicat tembok (Unpainted brickwork)
0.02 - 0.05
Painted bata (Painted brickwork)
0.01 - 0.02
Panel Kayu Lapis 3 mm(3 mm plywood panel)
0,1 - 0,2
Lembaran gabus 6 mm(6 mm cork sheet)
0,1 - 0,2
Lembaran karet berpori 6 mm(6 mm porous rubber sheet)
0,1 - 0,2
Sumber:
http://www
engineeringtoolbox.com/acoustic-sound-absorption-
d_68.htm ( 11 Juni 2010)
2.6. Karakteristik Bahan 2.6.1. Densitas Untuk pengukuran densitas batako menggunakan metode Archimedes mengacu pada standard ASTM C 134-95 dan dihitung dengan persamaan berikut (Juwairiah,2009): ⎛
m
⎞
s ⎟ X ρ air ρ PC = ⎜⎜ ⎟ ( ) − − mb m m g k ⎠ ⎝
( 2.1.)
Dimana : ms = massa sample kering (gr) mb= massa sample setelah di rendam (gr) mg = massa sample digantung didalam air (gr) mk = massa kawat penggantung (gr)
ρair = densitas air = 1(gr/cm3)
2.6.2. Serapan Air
Universitas Sumatera Utara
Pengukuran serapan air ( water absorption ) beton ringan ( WA ) mengacu pada standar ASTM C 20 – 00 dan dihitung menggunakan persamaan berikut : WA = Dengan:
M j −Mk Mk
x 100%
(2.2)
Mk = Massa benda di udara (gram) Mj = Massa benda dalam kondisi jenuh (gram)
2.6.3. Kemampuan Redam Suara Untuk mengukur kemampuan redam suara diperlukan sinyal generator yang frekuensinya dapat diatur dan loudspeaker untuk menghasilkan suara dari sinyal generator.Taraf Intensitas suara yang keluar dari loudspeaker tersebut di ukur dengan alat Sound Level Meter,kemudian suara tersebut dilewatkan melalui kotak batako.kemudian diukur lagi taraf Intensitasnya ketika keluar dari kotak tersebut. Selisih Taraf intensitas suara masuk dan suara keluar merupakan daya redam batako tersebut.Koefisien serap (absorpsi) adalah angka tanpa satuan yang menunjukkan perbandingan antara energy bunyi yang tidak dipantulkan (diserap) oleh material pembatas berbanding keseluruhan energi bunyi yang mengenai material pembatas,dapat dihitung dengan persamaan(Giancoli 2001) :
α=
I / Io
(2.3)
α = koefisien absorpsi Io= Intensitas suara datang (W/m2 ) I = Intensitas suara diserab (W/m2)
2.6.4. Kuat Tekan Pengaruh kuat tekan (σ) dilakukan dengan menggunakan Ultimate Testing Machine (UTM) dan kecepatan penekanan konstan sebesar 4mm/menit, sesuai dengan standar ASTM C - 133 – 97 memenuhi persamaan berikut: P=
F A
(2.4)
Dengan :
Universitas Sumatera Utara
F = Beban yang diberikan (N) A = Luas penampang selinder (m2) P = Kuat tekan ( N/m2)
2.6.5. Kuat Pukul (Impak) Kuat pukul (σf) dilakukan dengan tiga titik bending yang diukur dengan mengacu pada SNI-07-0408-1989 Pengukuran kuat pukul dapat dihitung dengan persamaan berikut(Balai besar pengembangan industri logam dan mesin medan,1984):
HI
=
E A
(2.5)
Dengan : `E = Energi yang di serap(J) A
= Luas permukaan(m2)
HI = Harga Impak(J/m2) 2.6.6. Kekerasan (Hardness) Untuk pengukuran kekerasan batako mengacu pada
SNI-07-0905-1989
dihitung dengan persamaan berikut (Balai besar pengembangan industri logam dan mesin medan, 1984):
BHN =
(
2P
(πD) D − D 2 − d 2
)
(2.6)
Dengan : BHN = Kekerasan Brinell (N/m2) P = Beban yang diberikan (N) D = Diagonal indentor (m) d = Diameter jejak (m)
Universitas Sumatera Utara