BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi Kalor Sebelum abad ke-17, orang berpendapat bahwa kalor merupakan zat yang mengalir dari suatu benda yang suhunya lebih tinggi ke benda yang suhunya lebih rendah jika kedua benda tersebut bersentuhan atau bercampur. Jika kalor merupakan suatu zat tentunya akan memiliki massa dan ternyata benda yang dipanaskan massanya tidak bertambah. Kalor bukan zat tetapi kalor adalah suatu bentuk energi dan merupakan suatu besaran yang dilambangkan Q dengan satuan joule (J), sedang satuan lainnya adalah kalori (kal). Kalor adalah salah satu bentuk energi yang dapat dipindahkan dari suatu tempat ke tempat lain, tetapi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan sama sekali. Dalam suatu proses, kalor dapat mengakibatkan terjadinya kenaikan suhu suatu zat dan atau perubahan tekanan, reaksi kimia dan kelistrikan. Proses terjadinya perpindahan kalor dapat dilakukan secara langsung, yaitu fluida yang panas akan bercampur secara langsung dengan fluida dingin tanpa adanya pemisah dan secara tidak langsung, yaitu bila diantara fluida panas dan fluida dingin tidak berhubungan langsung tetapi dipisahkan oleh sekat-sekat pemisah.
2.2 Teori Dasar Alat Penukar Kalor Alat penukar kalor atau Heat Exchanger (HE) adalah alat yang digunakan untuk memindahkan kalor dari sistem ke sistem lain tanpa perpindahan massa dan dapat berfungsi sebagai pemanas maupun sebagai pendingin. Biasanya, medium pemanas dipakai adalah air yang dipanaskan sebagai fluida panas dan air biasa sebagai air pendingin (cooling water). Penukar kalor dirancang sebisa mungkin agar perpindahan panas antar fluida dapat berlangsung secara efisien. Pertukaran kalor terjadi karena adanya
5 Universitas Sumatera Utara
kontak, baik antara fluida yang terdapat dinding pemisahnya, maupun keduanya bercampur langsung (direct contact). Penukar panas sangat luas dipakai dalam industri seperti kilang minyak, pabrik kimia maupun petrokimia, industri gas alam, refrigerasi, pembangkit listrik. Salah satu contoh sederhana dari alat penukar panas adalah radiator mobil di mana cairan pendingin memindahkan panas mesin ke udara sekitar. Alat
penukar kalor adalah alat
yang memungkinkan terjadinya
perpindahan panas diantara dua fluida yang memiliki temperatur yang berbeda tanpa mencampurkan kedua fluida tersebut. Alat penukar kalor biasanya digunakan secara praktis didalam aplikasi yang luas, seperti dalam kasus pemanasan dan sistem pengkondisian udara, proses-proses kimia dan proses pembangkitan tenaga. Alat penukar kalor berbeda dengan ruangan pencampuran yakni alat penukar kalor tidak memperbolehkan kedua fluida bercampur. Sebagai contoh, pada radiator mobil, panas dipindahkan dari air panas yang mengalir melalui pipa yang terdapat pada radiator yang ditambahkan plat pada jarak yang kecil dengan melewatkan udara diantaranya. Perpindahan panas pada alat penukar kalor biasanya terdiri dari konveksi di setiap fluida dan konduksi pada dinding yang memisahkan kedua fluida. Pada saat menganalisa alat penukar kalor, sangat diperlukan untuk menggunakan koefisien perpindahan panas menyeluruh U yang memungkinkan untuk menghitung seluruh efek dari perpindahan panas. Laju perpindahan panas diantara kedua fluida terletak pada alat penukar kalor yang bergantung pada perbedaan temperatur pada suatu titik, yang bervariasi sepanjang alat penukar kalor. Pada saat menganalisis alat penukar kalor, biasanya bekerja dengan menggunakan logarithmic mean temperature difference LMTD, yang sebanding dengan perbedaan temperatur rata-rata diantara kedua fluida sepanjang alat penukar kalor. Ketika dua temperatur tidak diketahui kita dapat menganalisisnya dengan metode keefektifitasan-NTU.
6 Universitas Sumatera Utara
2.3 Jenis Alat Penukar Kalor Secara umum, alat penukar kalor dapat dibagi berdasarkan fungsinya yakni : a. Chiller, alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan fluida sampai pada temperature yang rendah. Temperature fluida hasil pendinginan didalam chiller yang lebih rendah bila dibandingkan dengan fluida pendinginan yang dilakukan dengan pendingin air. Untuk chiller ini media pendingin biasanya digunakan amoniak atau Freon.
Gambar 2.1 Chiller [6] Sumber : http://muchlis88.blogspot.com/2011/01/8-alat-penukarkalor.html
b. Kondensor, alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan uap atau campuran uap, sehingga berubah fasa menjadi cairan. Media pendingin yang dipakai biasanya air atau udara. Uap atau campuran uap akan melepaskan panas atent kepada pendingin, misalnya pada pembangkit listrik tenaga uap yang mempergunakan condensing turbin, maka uap bekas dari turbin akan dimasukkan kedalam kondensor, lalu diembunkan menjadi kondensat.
7 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2 Kondensor [6] Sumber: http://muchlis88.blogspot.com/2011/01/8-alat-penukar-kalor.html
c. Cooler, alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan cairan atau gas dengan mempergunakan air sebagai media pendingin. Disini tidak terjadi perubahan fasa, dengan perkembangan teknologi dewasa ini maka pendingin coler mempergunakan media pendingin berupa udara dengan bantuan fan (kipas).
Gambar 2.3 Cooler [8] Sumber: http://www.coolersindia.co/Water-heat-exchanger.html
c. Evaporator, alat penukar kalor ini digunakan untuk penguapan cairan menjadi uap. Dimana pada alat ini menjadi proses evaporasi (penguapan) suatu zat dari fasa cair menjadi uap. Yang dimanfaatkan alat ini adalah panas latent dan zat yang digunakan adalah air atau refrigerant cair.
8 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4 Evaporator [6] Sumber: http://muchlis88.blogspot.com/2011/01/8-alat-penukar-kalor.html
e. Reboiler, alat penukar kalor ini berfungsi mendidihkan kembali (reboil) serta menguapkan sebagian cairan yang diproses. Adapun media pemanas yang sering digunakan adalah uap atau zat panas yang sedang diproses itu sendiri. Hal ini dapat dilihat pada penyulingan minyak pada gambar 2.2, diperlihatkan sebuah reboiler dengan mempergunakan minyak (665 °F) sebagai media penguap, minyak tersebut akan keluar dari boiler dan mengalir didalam tube.
Gambar 2.5 Thermosiphon Reboiler [5] Sumber: : Kister, Henry Z
9 Universitas Sumatera Utara
f. Heat Exchanger, alat penukar kalor ini bertujuan untuk memanfaatkan panas suatu aliran fluida yang lain. Maka akan terjadi dua fungsi sekaligus, yaitu: 1. Memanaskan fluida 2. Mendinginkan fluida yang panas Suhu yang masuk dan keluar kedua jenis fluida diatur sesuai dengan kebutuhannya. Pada gambar diperlihatkan sebuah heat exchanger, dimana fluida yang berada didalam tube adalah air, disebelah luar dari tube fluida yang mengalir adalah gas buangan yang semuanya berada didalam shell.
Gambar 2.6 : Konstruksi Heat Exchanger [1] Sumber : http://www.abprogetti.com/heat-exchangers.html g. Vaporizer, secara umum vaporizer digunakan untuk menguapkan cairan. Uap yang dihasilkan digunakan untuk proses kimia, bukan sebagai sumber panas seperti halnya steam dan menggunakan elemen pemanas listrik.
Jenis-Jenis Vaporizer : 1. Vaporizer dengan sirkulasi paksa Cairan diumpankan ke dalam vaporizer dengan menggunakan pompa.
2. Vaporizer dengan sirkulasi alamiah Cairan umpan dapat mengalir sendiri dalam vaporizer dengan bantuan gaya gravitasi.
10 Universitas Sumatera Utara
h. Heater, merupakan salah satu alat penukar kalor yang berfungsi memanaskan fluida proses, dan sebagai bahan pemanas a1at ini menggunakan steam.
Gambar 2.7 Heater [6] Sumber: http://muchlis88.blogspot.com/2011/01/8-alat-penukar-kalor.html
2.4 Klasifikasi Alat Penukar Kalor 1. Klasifikasi berdasarkan proses perpindahan panas a. Tipe kontak tidak langsung 1. Tipe dari satu fase 2. Tipe dari banyak fase 3. Tipe yang ditimbun (storage type) 4. Tipe fluidized bed b. Tipe kontak langsung 1. Immiscible fluids 2. Gas liquid 3. Liquid vapor 2. Klasifikasi berdasarkan jumlah fluida yang mengalir a. Dua jenis fluida b. Tiga jenis fluida c. N – Jenis fluida (N lebih dari tiga) 3. Klasifikasi berdasarkan kompaknya permukaan a. Tipe penukar kalor yang kompak, Density luas permukaan > 700 m b. Tipe penukar kalor yang tidak kompak, Density luas permukaan < 700 m
11 Universitas Sumatera Utara
4. Klasifikasi berdasarkan mekanisme perpindahan panas a. Dengan cara konveksi, satu fase pada kedua sisi alirannya b. Dengan cara konveksi pada satu sisi aliran dan pada sisi yang lainnya terdapat cara konveksi 2 aliran c. Dengan cara konveksi pada kedua sisi alirannya serta terdapat 2 pass aliran masingmasing d. Kombinasi cara konveksi dan radiasi 5. Klasifikasi berdasarkan konstruksi a. Konstruksi tubular (shell and tube) 1. Tube ganda (double tube) 2. Konstruksi shell and tube, Sekat plat (plate baffle), Sekat batang (rod baffle) 3. Konstruksi tube spiral b. Konstruksi tipe pelat 1. Tipe pelat 2. Tipe lamella 3. Tipe spiral 4. Tipe pelat koil c. Konstruksi dengan luas permukaan diperluas (extended surface) 1.Sirip pelat (plate fin) 2. Sirip tube (tube fin) 3.Heat pipe wall 4.Ordinary separating wall d. Regenerative 1. Tipe rotary 2. Tipe disk (piringan) 3 Tipe drum 4. Tipe matrik tetap 6. Klasifikasi berdasarkan pengaturan aliran a. Aliran dengan satu pass 1. Aliran Berlawanan 2.Aliran Paralel
12 Universitas Sumatera Utara
3.Aliran Melintang 4.Aliran Split 5.Aliran yang dibagi (divided) b. Aliran multipass a. Permukaan yang diperbesar (extended surface) 1.Aliran counter menyilang 2.Aliran paralel menyilang 3.Aliran compound b. Multipass plat
Perlu diketahui bahwa untuk alat-alat ini terdapat suatu terminologi yang telah distandarkan untuk menamai alat dan bagian-bagian alat tersebut yang dikeluarkan oleh Asosiasi pembuat Heat Exchanger yang dikenal dengan Tubular Exchanger Manufacture’s Association (TEMA). Standarisasi tersebut bertujuan untuk melindungi para pemakai dari bahaya kerusakan atau kegagalan alat, karena alat ini beroperasi pada temperatur dan tekanan yang tinggi. Didalam standar mekanik TEMA, terdapat dua macam kelas Heat Exchanger, yaitu : 1. Kelas R, yaitu untuk peralatan yang bekerja dengan kondisi berat, misalnya untuk industri minyak dan kimia berat. 2. Kelas C, yaitu yang dibuat untuk general purpose, dengan didasarkan pada segi ekonomis dan ukuran kecil, digunakan untuk proses-proses umum industri. Berikut ini akan dijelaskan beberapa alat penukar kalor yang umum digunakan dalam dunia industri :
2.3.1 Concentric Tube Heat Exchanger (Double Pipe) Double pipe heat exchanger atau consentric tube heat exchanger yang adalah alat penukar panas dimana fluida panas dan dingin dipisahkan oleh susunan tabung concentric (double pipe), fluida panas dan dingin tersebut mengalir dalam arah yang sama maupun berlawanan. Pada saat dimana fluida
13 Universitas Sumatera Utara
panas dan dingin mengalir dalam arah yang sama, maka alat penukar kalor tersebut disebut parallel flow heat exchanger, sedangkan jika fluida panas dan dingin mengalir dalam arah yang berlawanan alat penukar kalor tersebut disebut dengan counter flow heat exchanger. Alat pemanas ini dapat dibuat dari pipa yang panjang dan dihubungkan satu sama lain hingga membentuk U. Double pipe heat exchanger merupakan alat yang cocok dikondisikan untuk aliran dengan laju aliran yang kecil.
Gambar 2.8 Aliran double pipe heat exchanger [4] Sumber : http://www.real-world-physics-problems.com/heat-exchanger.html
Gambar 2.9 Hair pin heat exchanger [9] Sumber : http://suryamanikam.com/products/peerless-mfg-co/heat-exchangersalco-and-bos-hatten/
Exchanger ini menyediakan true counter current flow dan cocok untuk extreme temperature crossing, tekanan tinggi dan rendah untuk kebutuhan surface area yang moderat (range surface area: 1 – 6000 ft2). Hairpin heat exchanger tersedia dalam : 14 Universitas Sumatera Utara
-
Single tube (double pipe) atau berbagai tabung dalam suatu hairpin shell (multitube),
-
Bare tubes, finned tube, U-Tubes,
-
Straight tubes,
-
Fixed tube sheets Double pipe heat exchanger sangatlah berguna karena ini bisa digunakan
dan dipasang pada pipe-fitting dari bagian standar dan menghasilkan luas permukaan panas yang besar. Ukuran standar dari tees dan return head diberikan pada tabel berikut : Tabel 2.1 : Double Pipe Exchanger fittings Outer Pipe, IPS
Inner Pipe, IPS
3
1¼
2½
1¼
3
2
4
3
Sumber : http://www.hed-inc.com/brochure.jpg Double pipe exchangers biasanya dipasang dalam 12-, 15- atau 20-ft Panjang efektif, panjang efektif dapat membuat jarak dalam each leg over di mana terjadi perpindahan panas dan mengeluarkan inner pipe yang menonjol melewati the exchanger section. Susunan dari concentric tube ditunjukan pada gambar di bawah ini. Aliran dalam type heat exchanger dapat bersifat cocurrent atau counter current dimana aliran fluida panas ada pada inner pipe dan fluida dingin pada annulus pipe.
15 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.10 Double pipe heat exchanger aliran cocurrent dan counter current [10] Sumber : Cengel Pada susunan cocurrent maka fluida di dalam tube sebelah dalam (inner tubes) maupun yang di luar tube (dalam annulus), artinya satu lintasan tanpa cabang. Sedangkan pada aliran counter current, di dalam tube sebelah dalam dan fluida di dalam annulus masing-masing mempunyai cabang seperti terlihat pada gambar 2.11 dan gambar 2.12.
Gambar 2.11 Double-pipe heat exchangers in series [6] Sumber : http://muchlis88.blogspot.com/2011/01/8-alat-penukar-kalor.html
16 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.12 Double-pipe heat exchangers in series–parallel [6] Sumber : http://muchlis88.blogspot.com/2011/01/8-alat-penukar-kalor.html
Keuntungan dan kerugian penggunaan double pipe heat exchanger :
a) Keuntungan 1. Penggunaan longitudinal tinned tubes akan mengakibatkan suatu heat exchanger untuk shell sides fluids yang mempunyai suatu low heat transfer coefficient. 2. Counter current flow mengakibatkan penurunan kebutuhan surface area permukaan untuk service yang mempunyai suatu temperature cross. 3. Potensi kebutuhan untuk ekspansi joint adalah dihapuskan dalam kaitan dengan konstruksi pipa-U. 4. Konstruksi sederhana dalam penggantian tabung dan pembersihan.
b) Kerugian 1. Bagian hairpin adalah desain khusus yang mana secara normal tidak dibangun untuk 17ndustry standar dimanapun selain ASME code.
17 Universitas Sumatera Utara
2. Bagian multiple hairpin tidaklah selisih secara ekonomis bersaing dengan single shell dan tube heat exchanger. 3. Desain penutup memerlukan gasket khusus.
2.3.2 Shell And Tube Heat Exchanger Shell and tube heat exchanger biasanya digunakan dalam kondisi tekanan relatif tinggi, yang terdiri dari sebuah selongsong yang di dalamnya disusun suatu annulus dengan rangkaian tertentu (untuk mendapatkan luas permukaan yang optimal). Fluida mengalir di selongsong maupun di annulus sehingga terjadi perpindahan panas antara fluida dengan dinding annulus misalnya triangular pitch (Pola segitiga) dan square pitch (Pola segiempat).
Gambar 2.13 Bentuk susunan tabung [3] Sumber : Incropera Keuntungan square pitch adalah bagian dalam tube-nya mudah dibersihkan dan pressure drop-nya rendah ketika mengalir di dalamnya (fluida)
18 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.14 shell and tube heat exchanger [4] Sumber: http://www.real-world-physics-problems.com/heat-exchanger.html
Keuntungan dari shell and tube: 1. Konfigurasi yang dibuat akan memberikan luas permukaan yang besar dengan bentuk atau volume yang kecil. 2. Mempunyai lay-out mekanik yang baik, bentuknya cukup baik untuk operasi bertekanan. 3. Menggunakan teknik fabrikasi yang sudah mapan (well-astablished). 4. Dapat dibuat dengan berbagai jenis material, dimana dapat dipilih jenis material yang digunakan sesuai dengan temperatur dan tekanan operasi. 5. Mudah membersihkannya. 6. Prosedur perencanaannya sudah mapan (well-astablished). 7. Konstruksinya sederhana, pemakaian ruangan relatif kecil. 8. Pengoperasiannya tidak berbelit-belit, sangat mudah dimengerti (diketahui oleh para operator yang berlatar belakang pendidikan rendah). 9. Konstruksinya dapat dipisah-pisah satu sama lain, tidak merupakan satu kesatuan yang utuh, sehingga pengangkutannya relatif gampang
Kerugian penggunaan shell and tube heat exchanger adalah semakin besar jumlah lewatan maka semakin banyak panas yang diserap tetapi semakin sulit perawatannya.
19 Universitas Sumatera Utara
2.3.3 Plate Type Heat Exchanger Plate type heat exchanger terdiri dari bahan konduktif tinggi seperti stainless steel atau tembaga. Plate dibuat dengan design khusus dimana tekstur permukaan plate saling berpotongan satu sama lain dan membentuk ruang sempit antara dua plate yang berdekatan. Jika menggabungkan plate-plate menjadi seperti berlapislapis, susunan plate-plate tersebut tertekan dan bersama-sama membentuk saluran alir untuk fluida. Area total untuk perpindahan panas tergantung pada jumlah plate yang dipasang bersama-sama seperti gambar dibawah
Gambar 2.15 Plate type heat exchanger dengan aliran countercurrent [7] Sumber : Sadik Kakac and Hongtan Liu
2.3.4 Jacketed Vessel With Coil and Stirrer Unit ini terdiri dari bejana berselubung dengan coil dan pengaduk, tangki air panas, instrumen untuk pengukuran flowrate dan temperatur. Fluida dingin dalam vessel dipanaskan dengan mengaliri selubung atau koil dengan fluida panas. Pengaduk dan baffle disediakan untuk proses pencampuran isi vessel. Volume isi tangki dapat divariasikan dengan pengaturan tinggi pipa overflow. Temperatur diukur pada inlet dan outlet fluida panas, vessel inlet dan isi vessel
20 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.16 Jacketed Vessel With Coil And Stirrer [2] Sumber : Robert Dream 2.5.1 Konduksi Sebuah batang silinder dengan material tertentu diisolasi pada sisi terluarnya dan pada kedua ujung permukaannya memiliki suhu yang berbeda yakni T1 > T2 . Perbedaan temperatur tersebut menyebabkan perpindahan panas secara konduksi pada arah x positif. Dapat diukur laju perpindahan panas qx, dan kita dapat menentukan qx bergantung pada variabel-variabel berikut : ΔT, yakni perbedaan temperatur ; Δx, yakni panjang batang ; dan A, yakni luas penampang tegak lurus bidang. Jika ΔT dan Δx adalah konstan dan hanya memvariasikan A, maka kita dapat melihat bahwa qx berbanding lurus dengan A. Dengan cara yang sama, jika ΔT dan A adalah konstan, kita dapat melihat bahwa qx berbanding terbalik dengan Δx. Apabila A dan Δx konstan, maka kita dapat melihat bahwa qx berbanding lurus dengan ΔT. Sehingga kita dapat menyimpulkan bahwa qx ∞ A
Δ𝑇 Δx
(2.1)
Berikut ini adalah gambar perpindahan panas secara konduksi melalui sebuah percobaan.
21 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.17 Perpindahan Panas secara Konduksi [10] Sumber : Cengel Dengan memperhatikan material batang, sebagai contoh plastik, kita akan menemukan bahwa kesebandingan diatas adalah valid. Namun, kita juga menemukan bahwa untuk nilai A, Δx, dan ΔT yang sama, akan menghasilkan nilai qx yang lebih kecil untuk plastik daripada bermaterial logam. Sehingga kesebandingan diatas dapat ditulis dalam bentuk persamaan dengan memasukkan koefisien yang dipengaruhi oleh material. Sehingga diperoleh, qx = kA
Δ𝑇
(2.2)
Δx
k, adalah konduktivitas thermal (W/m.K), yang adalah merupakan sifat material yang penting. Dengan menggunakan limit Δx
0 kita mendapatkan persamaan
untuk laju perpindahan panas, qx = kA
𝑑𝑇
(2.3)
dx
atau persamaan flux panas menjadi, 𝑞𝑥" =
qx A
=-k
𝑑𝑇
(2.4)
dx
2.5.2 Konveksi Mekanisme perpindahan panas dapat berupa konduksi, konveksi, dan radiasi. Konduksi dan konveksi adalah membutuhkan media perantara dalam proses perpindahan panasnya. Berbeda dengan konduksi, pada konveksi membutuhkan gerakan fluida
untuk dapat memindahkan panas.
Penelitian menunjukkan bahwa perpindahan panas konveksi sangat bergantung pada sifat-sifat fluida seperti viskositas dinamis μ, konduktivitas termal k, massa jenis ρ, dan spesifik panas Cp, dan dipengaruhi oleh
22 Universitas Sumatera Utara
kecepatan fluida Ѵ. Konveksi juga bergantung pada bentuk dan kekasaran permukaan, dan bahkan juga dipengaruhi oleh tipe aliran seperti laminar atau turbulen. Sehingga kita dapat menyimpulkan bahwa perpindahan panas secara konveksi adalah kompleks karena bergantung pada banyak variabel. Oleh karena itu, konveksi adalah mekanisme perpindahan panas yang paling kompleks.
Gambar 2.18 Pendinginan sebuah balok yang panas dengan konveksi paksa [10] Sumber : Cengel Meskipun konveksi adalah kompleks, setelah diamati bahwa laju perpindahan panas
secara konveksi berbanding lururs dengan perbedaan
temperatur dan dapat ditulis dengan Hukum Newton tentang pendinginan. Qkonveksi = hAs (Ts - T∞)
(2.5)
h merupakan koefisien perpindahan panas konduksi, As merupakan area permukaan perpindahan panas, Ts merupakan temperatur permukaan benda, T∞ merupakan temperatur lingkungan sekitar benda. 2.5.3 Radiasi Radiasi berbeda dengan mekanisme perpindahan panas secara konduksi dan secara konveksi. Perpindahan panas secara radiasi tidak membutuhkan kehadiran suatu material sebagai media perpindahan panas. Faktanya, energi yang ditransfer dengan radiasi adalah yang tercepat (secepat kecepatan cahaya) dan dapat terjadi pada ruangan vakum. Perpindahan panas secara konduksi dan konveksi terjadi dari temperatur yang tinggi ke temperatur yang lebih rendah. Pada radiasi, perpindahan panas dapat terjadi
23 Universitas Sumatera Utara
pada 2 benda yang memiliki temperatur yang tinggi dan dipisahkan oleh benda yang memiliki temperatur yang lebih rendah. Dengan menganggap permukaan benda yang kecil As, emisifitas ε, dan kemampuan untuk menyerap α pada temperatur T yang terdiri dari keisotermalan yang besar dalam bentuk yang tertutup pada benda blackbody. Blackbody dapat didefenisikan sebagai pemancar dan penyerap radiasi yang sempurna. Pada temperatur dan panjang gelombang tertentu, tidak ada permukaan yang dapat memancarkan energi yang lebih banyak daripada blackbody. Blackbody menyerap semua radiasi tanpa memperhatikan panjang gelombang dan arahnya. Blackbody juga memancarkan energi radiasi yang merata dalam segala arah dalam setiap unit area searah dengan arah emisi,yang disebut sebagai pemancar diffuse. Diffuse dapat diartikan sebagai arah yang bebas untuk berdiri sendiri. Hal ini dapat kita lihat pada gambar berikut
Gambar 2.19 Blackbody disebut sebagai pemancar dengan arah yang bebas [10] Sumber : Cengel Energi radisi yang dipancarkan oleh sebuah blackbody tiap satuan waktu dan tiap satuan luasan area ditetapkan secara eksperimental oleh Joseph Stefan pada tahun 1879 dan dapat dituliskan Eb (T) = σT 4
(w/m2)
(2.6)
σ = 5,67 x 10-8 W/m2.K4 adalah konstanta Stefan-Boltzmann dan T adalah temperatur absolut dari suatu permukaan (K). Persamaan ini diverifikasi secara teori pada tahun 1884 oleh Ludwig Boltzman. Eb merupakan kekuatan emisifitas blackbody.
24 Universitas Sumatera Utara
2.6 Koefisien Perpindahan Panas Menyeluruh Sebuah alat penukar kalor terdiri dari 2 fluida yang mengalir yang dipisahkan oleh sebuah dinding yang solid. Pertama sekali panas dipindahkan dari fluida panas ke dinding melalui konveksi, kemudian melewati dinding melalui konduksi, dan dari dinding ke fluida dingin lagi melalui konveksi. Efek radiasi apapun biasanya termasuk didalam koefisien perpindahan panas konveksi. Jaringan tahanan panas dihubungkan dengan proses perpindahan panas ini yang terdiri dari dua tahanan panas konveksi dan satu tahanan panas konduksi seperti yang ditunjukkan oleh gambar berikut
Gambar 2.20 Jaringan tahanan panas yang dihungkan dengan alat penukar kalor tabung sepusat [10] Sumber : Cengel Huruf kecil i dan o adalah permukaan dalam dan permukaan luar tabung. Untuk alat penukar kalor tabung sepusat, Ai = DiL dan Ao = DoL, sehingga tahanan termal dinding tabung adalah Rdinding =
ln (Do/Di) 2kL
(2.7)
25 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.21 Dua luasan area alat penukar kalor untuk dinding tabung yang tipis [10] Sumber : Cengel Di ≈Do dan Ai ≈Ao
(2.8)
k adalah konduktivitas termal dinding dan L adalah panjang tabung. Sehingga tahanan termal total menjadi R = Rtotal = Ri + Rdinding + Ro =
1 hi Ai
+
ln (Do/Di) 2kL
+
1 ho Ao
(2.9)
Dalam menganalisis alat penukar kalor, sangat diperlukan untuk menggabungkan semua tahanan panas yang terjadi pada fluida panas sampai fluida dingin menjadi sebuah tahanan panas R, dan laju perpindahan panas diantara kedua fluida adalah Q=
ΔT R
= UA ΔT = UiAi ΔT = UoAo ΔT
(2.10)
U adalah koefisien perpindahan panas menyeluruh (W/m2 °C). Rumus diatas menjadi : 1 UAs
=
1 Ui Ai
=
1 Uo Ao
=R=
1 hi Ai
+ Rdinding +
1
(2.11)
ho Ao
Sebagai catatan bahwa UiAi = UoAo tetapi Ui ≠ Uo kecuali Ai = Ao
26 Universitas Sumatera Utara
2.7 Aliran Tabung Sepusat Salah satu susunan pipa yang banyak digunakan dalam bidang engineering adalah susunan pipa sepusat. Susunan pipa tabung sepusat mempunyai dua pipa. Pipa yang lebih kecil berada di dalam pipa yang paling besar. Susunan ini biasanya melibatkan dua aliran fluida, pertama di tabung dalam dan kedua di ruang annulus yang berada diantara pipa. Pada tabung dalam aliran dianggap sama dengan pipa biasa baik itu laminar ataupun turbulen rumus yang digunakan di dalam menganalisa perpindahan panas yang terjadi adalah sama dengan pipa biasa, yaitu sebagai berikut: Nu
= 3,66 +
0,065 (D/l) Re Pr
(2.12)
1 + 0,04 [(D/L) Re Pr]2/3
Rumus diatas adalah yang diajukan oleh Edward dkk, digunakan untuk aliran laminar yang masuk ke dalam tabung dalam atau dalam kasus ini adalah pipa dalam. Sedangkan untuk aliran turbulen digunakan persamaan, Nu
= 0.023 Re0.8Pr1/3
(2.13)
Sementara untuk aliran transisi sampai turbulen di dalam ruang anulus rumus yang digunakan untuk aliran laminar sama dengan persaman 2.12 namun untuk D diganti menjadi D h.Dimana persamaan untuk mencari Dh Dh = Do - Di
(2.14)
Pada aliran turbulen di ruang anulus dianggap bahwa koefisien perpindahan panas ruang anulus sama seperti pipa dalam. Persamaan yang dapat digunakan yaitu yang diajukan oleh Gnielinski. 𝑁𝑢 =
𝑓 8
𝑅𝑒 −1000 𝑃𝑟
1+(12,7
(2.15)
2 𝑓 0,5 (𝑃𝑟 3 −1) 8
Dan untuk menghitung f digunakan persamaan berikut 𝑓 = (0,79 ln 𝑅𝑒 − 1,64)−2
(2.16)
Persamaan 2.14 dan 2.15 berlaku untuk rentang Re 2300
27 Universitas Sumatera Utara
𝑁𝑢 = 0,86
𝑓 8
𝐷𝑖 −0,16
𝑅𝑒 −1000 𝑃𝑟
1+(12,7
2 𝑓 0,5 (𝑃𝑟 3 −1) 8
(2.17)
𝐷0
2.8 Faktor Kotoran Performansi alat penukar kalor biasanya semakin menurun dengan bertambahnya waktu pemakaian sebagai akibat terjadinya penumpukan kotoran pada permukaan alat penukar kalor. Lapisan kotoran tersebut menimbulkan hambatan tambahan pada proses perpindahan panas dan mengakibatkan penurunan laju perpindahan panas pada alat penukar kalor. Penumpukan kotoran pada alat penukar kalor disebut faktor kotoran Rf yang menjadi ukuran dalam tahanan termal.
Faktor kotoran adalah nol untuk alat penukar kalor yang baru dan meningkat dengan meningkatnya lama pemakaian sehingga kotoran menempel pada permukaan alat penukar kalor. Faktor kotoran bergantung pada temperatur operasi dan kecepatan fluida, dan sebanding dengan panjang alat penukar kalor. Kotoran akan meningkat dengan meningkatnya temperatur dan menurunnya kecepatan.
Persamaan koefisien perpindahan menyeluruh telah diberikan sebelumnya yang berlaku untuk permukaan alat penukar kalor yang bersih. Persamaan sebelumnya perlu dimodifikasi sebagai efek dari kotoran pada permukaan dalam dan luar tabung. Untuk alat penukar kalor tabung cangkang yang tidak memiliki sirip, persamaan sebelumnya menjadi : 1 UAs
=
1 Ui Ai
=
1 Uo Ao
= R = h 1A + i
i
Rf,i Ai
+
ln (Do/Di) 2kL
R
1
+ Af,o + ho Ao o
(2.18)
Ai = DiL dan Ao = DoL adalah luas area permukaan dalam dan luar alat penukar kalor. Rf,i dan Rf,o adalah faktor kotoran permukaan dalam dan luar alat penukar kalor.
28 Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 : Faktor kotoran untuk berbagai fluida Fluid Distiled water, sea water, river water, boiler feedwater: Below 50oC Above 50oC
Rr, m2, o C/W
0,0001 0,0002
Fuel oil 0,0009 Steam (oil free) 0,0001 Refrigerants (liquid) 0,0002 Refrigerants (vapor) 0,0004 Alcohol vapors 0,0001 air 0,0004 Sumber : Cengel 2.9 Metode LMTD Evaluasi performansi thermal sebuah alat penukar kalor pada keadaan tunak (steady) Persamaan perpindahan panas lokal melalui elemen ds dari sebuah apk. Jika Th dan T c adalah suhu kedua fluida
yang berada di elemen da dari
permukaan APK maka laju perpindahan panas diantara kedua fluida melalui elemen ds dituliskan dengan rumus dq = U dA ( Th - Tc)
(2.19)
U adalah koefisien perpindahan panas menyeluruh anatara kedua fluida (W/m 2 oC) 2.9.1 Metode LMTD Aliran pararel (sejajar) Laju perpindahan panas pada fluida panas sama dengan laju perpindahan panas pada fluida dingin. Artinya perpindahan panas antara kedua fluida di dalam APK sama besarnya baik ditinjau dari fluida panas atau pun dari fluida dingin. Pernyataan tersebut secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut dq = ṁh Cph (-dTh) = ṁc Cpc (dtc) dimana : ṁh
(2.20)
= laju aliran massa fluida panas (kg/s)
29 Universitas Sumatera Utara
ṁc
= laju aliran massa fluida dingin (kg/s)
Cph = panas jenis fluida panas (J/kg K) Cpc = panas jenis fluida dingin (J/kg K) Dari persamaan diatas dapat dilihat bahwa dT h < 0 dan dTc> 0 dan secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut : dTh = -
𝑑q ṁ 𝐶𝑝
;
𝑑q
dTc =
(2.21)
ṁ𝑐 𝐶𝑝 𝑐
persamaan diatas diturunkan sebagai berikut : dTh – dTc = d (Th – Tc) = - ṁ
𝑑q
𝐶𝑝
-ṁ
𝑑q
(2.22)
𝑐 𝐶𝑝 𝑐
dimana : 𝑑q ṁ 𝐶𝑝
=ṁ
1
𝑑q
dan
𝐶𝑝
ṁ𝑐 𝐶𝑝 𝑐
=ṁ
1
(2.23)
𝑐 𝐶𝑝 𝑐
Maka setelah disubstitusikan persamaan 2.17 ke 2.16, maka akan didapatkan: 1
d (Th – Tc) = -dq
ṁ 𝐶𝑝
+
1
(2.24)
ṁ𝑐 𝐶𝑝 𝑐
dan dengan mensubstitusikan persamaan 2.13 ke 2.18, maka didapat: 1
d (Th – Tc) = -U dA ( Th - Tc)
ṁ 𝐶𝑝
1
+
(2.25)
ṁ𝑐 𝐶𝑝 𝑐
selanjutnya persamaan 2.19 disederhanakan menjadi berikut: d (Th – Tc)
= - U dA
( Th − Tc)
1
+
ṁ 𝐶𝑝
1
(2.26)
ṁ𝑐 𝐶𝑝 𝑐
Dengan mengintegralkan persamaan 2.20 dan menganggap bahwa U 1
dan
ṁ 𝐶𝑝
+
1 ṁ𝑐 𝐶𝑝 𝑐
adalah konstan dan batas integral ditunjukan pada
gambar distribusi suhu maka didapatkan: 𝑇 𝑜 𝑇𝑐𝑜 𝑇 𝑖 𝑇 𝑐𝑖
d (Th – Tc) ( Th − Tc)
1
= −𝑈
ṁ 𝐶𝑝
+
𝑠 𝑑𝐴 0
1 ṁ𝑐 𝐶𝑝 𝑐
(2.27)
Maka hasil dari integral persamaan 2.21 didapat: 1
ln (Tho – Tco) – ln (Thi – Tci) = - U A ln
Tho – Tco Thi – Tci
=-UA
1 ṁ 𝐶𝑝
+
ṁ 𝐶𝑝
+
1
(2.28)
ṁ𝑐 𝐶𝑝 𝑐
1
(2.29)
ṁ𝑐 𝐶𝑝 𝑐
Berdasarkan neraca entalpi bahwa laju pindahan panas q : Q = ṁh Cph (Thi – Tho) = ṁc Cpc (Tco – Tci) ṁhCph = 𝑇
Q 𝑖 − 𝑇 𝑜
;
(2.30)
ṁcCpc = 𝑇
Q
𝑐𝑜 −𝑇 𝑐𝑖
(2.31)
30 Universitas Sumatera Utara
dengan mensubstitusikan persamaan 2.25 ke 2.23 maka didapatkan ln
Tho – Tco Thi – Tci
q=UA
=-UA
𝑇 𝑖 −𝑇 𝑜 Q
+
𝑇𝑐𝑜 −𝑇 𝑐𝑖
(2.32)
Q
𝑇 𝑖 −𝑇 𝑐𝑖 − 𝑇 𝑜 −𝑇𝑐𝑜
(2.33)
𝑇 −𝑇 𝑙𝑛 𝑖 𝑐𝑖
𝑇 𝑜 −𝑇 𝑐𝑜
Dimana berdasarkan gambar dari distribusi suhu : ∆Ta = 𝑇𝑖 − 𝑇𝑐𝑖
(2.34)
∆Tb=𝑇𝑜 − 𝑇𝑐𝑜
(2.35)
Jadi :
q =UA
∆T 𝑏 −∆T 𝑎 𝑙𝑛
∆T b ∆T 𝑎
atau q = U A
∆T 𝑎 −∆T 𝑏 𝑙𝑛
∆T a ∆T 𝑏
(2.36)
2.9.2 Metode LMTD untuk aliran berlawanan Variasi dari temperature fluida dingin dan fluida panas pada APK dengan arah aliran berlawanan ditunjukan pada gambar dibawah ini. Pada kasus ini fluida dingin dan panas mengalir pada arah yang berlawanan. Temperatur keluaran fluida dingin dapat melebihi temperatur keluaran fluida panas, namun hal seperti ini jarang dijumpai. Normalnya temperatur keluaran fluida dingin tidak melebihi temperatur keluaran fluida panas karena hal ini tidak sesuai dengan pernyataan hokum kedua dari temodinamika.
Gambar 2.22 distribusi suhu APK aliran berlawanan Sumber : Output Autocad 2007, Juni 2015
31 Universitas Sumatera Utara
Untuk temperatur masuk dan keluar fluida yang telah ditetapkan, harga dari LMTD untuk APK aliran berlawanan lebih besar dibandingkan dengan APK aliran sejajar dan untuk luasan
pun APK aliran berlawanan lebih kecil
dibandingkan dengan APK aliran sejajar. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan terlebih dahulu kita menentukan persamaan LMTD untuk aliran berlawanan berikut. dq = ṁh Cph (-dTh) = ṁc Cpc (-dtc)
(2.37)
pada persamaan 2.31 dapat dilihat bahwa nilai dari dTh dan dtc adalah negatif hal ini berbeda dengan APK aliran sejajar maka dengan perbedaan tersebut dapat kita lihat bahwa: dTh = - ṁ
𝑑𝑞
;
𝐶𝑝
dTc =-
𝑑𝑞
(2.38)
ṁ𝑐 𝐶𝑝 𝑐
persamaan 2.32 kemudian diturunkan menjadi: 𝑑𝑞
dTh – dTc = d (Th – Tc) = -
ṁ 𝐶𝑝
-ṁ
𝑑𝑞
(2.39)
𝑐 𝐶𝑝 𝑐
dimana berdasarkan persamaan 2.17 yang kemudian disubstitusikan ke persamaan 2.33, maka didapat: d (Th – Tc) = -d q
1 ṁ 𝐶𝑝
−
1
(2.40)
ṁ𝑐 𝐶𝑝 𝑐
dan dengan mensubstitusikan persamaan 2.13 ke 2.34, didapat: 1
d(Th – Tc) =- U dA ( Th - Tc) d (Th – Tc) ( Th − Tc)
= - U dA
1 ṁ 𝐶𝑝
−
ṁ 𝐶𝑝
−
1 ṁ𝑐 𝐶𝑝 𝑐
1
(2.41) (2.42)
ṁ𝑐 𝐶𝑝 𝑐
Menurut neraca entalpi pada persamaan 2.23 dan 2.24 kemudian mengintegralkan persamaan 2.34 dengan menganggap U dan 1 ṁ𝑐 𝐶𝑝 𝑐
1 ṁ 𝐶𝑝
−
adalah konstan serta batas atas dan bawah yang ditunjukan pada
gambar distribusi suhu APK aliran berlawanan maka didapat: 𝑇 𝑜 𝑇 𝑐𝑖 𝑇 𝑖 𝑇𝑐0
d (Th – Tc) ( Th − Tc)
=−𝑈
1 ṁ 𝐶𝑝
+
1 ṁ𝑐 𝐶𝑝 𝑐
𝑠 𝑑𝐴 0
(2.43)
Maka hasil integral dari persamaan 2.37 didapat:
32 Universitas Sumatera Utara
1
ln (Tho – Tci) – ln (Thi – Tco) = - U A ln
Tho – Tci
=-UA
Thi – Tco
1 ṁ 𝐶𝑝
ṁ 𝐶𝑝
−
−
1 ṁ𝑐 𝐶𝑝 𝑐
1
(2.44) (2.45)
ṁ𝑐 𝐶𝑝 𝑐
kemudian persamaan 2.39 diturunkan sehingga didapat: ln
Tho – Tci Thi – Tco
= -U A
𝑇 𝑖 −𝑇 𝑜 Q
−
𝑇𝑐𝑜 −𝑇 𝑐𝑖
(2.46)
Q
dengan mensubstitusikan persamaan 13 ke 28 maka didapat: Q=UA
𝑇 𝑜 −𝑇 𝑐𝑖 − 𝑇 𝑖 −𝑇𝑐𝑜
(2.47)
𝑇 −𝑇 𝑙𝑛 𝑜 𝑐𝑖 𝑇 𝑖 −𝑇 𝑐𝑜
Berdasarkan gambar distribusi suhu: ∆Ta = 𝑇𝑜 − 𝑇𝑐𝑖
(2.48)
∆Tb = 𝑇𝑖 − 𝑇𝑐𝑜
(2.49)
Jadi :
q =UA
∆T 𝑏 −∆T 𝑎
atau q =U A
∆T 𝑙𝑛 b ∆T 𝑎
∆T 𝑎 −∆T 𝑏 𝑙𝑛
∆T a ∆T 𝑏
(2.50)
Berdasarkan penurunan rumus yang telah dibahas sebelumnya maka didapat: LMTD = =
∆T 𝑏 −∆T 𝑎 𝑙𝑛
∆T b ∆T 𝑎
=
∆T 𝑎 −∆T 𝑏 𝑙𝑛
(2.51)
∆T a ∆T 𝑏
Untuk aliran sejajar : ∆Ta = 𝑇𝑖 − 𝑇𝑐𝑖 ; ∆Tb = 𝑇𝑜 − 𝑇𝑐𝑜
(2.52)
Untuk aliran berlawanan : ∆Ta = 𝑇𝑜 − 𝑇𝑐𝑖 ; ∆Tb = 𝑇𝑖 − 𝑇𝑐𝑜
(2.53)
Catatan: Analisis diatas dibuat berdasarkan hipotesa berikut : 1. Panas jenis fluida dianggap konstan saat melewati APK. Dalam perhitungan praktis dicari panas jenis fluida pada suhu rata-rata didalam APK. Hal ini tidak jauh beda dengan kondisi sebenarnya. 2. Koefisien perpindahan panas menyeluruh U dianggap konstan untuk sepanjang permukaan APK. 3. Jika ∆Ta tidak berbeda lebih dari 50% dari ∆Tb, maka LMTD dapat ∆TRL dapat diganti dengan ∆Tr aritmetik. Kesalahannya hanya dibawah 1%. 4. ∆TRL atau LMTD dapat juga dihitung dengan menggunakan grafik sebgai fungsi ∆Ta dan ∆Tb
33 Universitas Sumatera Utara
5. APK aliran berlawanan lebih efektif dibandingkan APK aliran sejajar. Pada pembahasan sebelumnya telah disinggung mengenai luas APK aliran sejajar yang lebih kecil dibandingkan dengan APK aliran sejajar. Hal ini dapat dibuktikan dengan menganggap bahwa koefisien pindahan panas menyeluruh konstan nilai dari panas jenis fluida yang digunakan dan suhu masukkan dan keluaran kedua fluida baik fluida dingin maupun panas dianggap sama. Sebagai contoh temperatur fluida panas masuk dan keluaran berturut-turut adalah 180oC dan 100oC sedangkan temperatur fluida dingin masuk dan keluar berturut-turut adalah 40oC dan 80oC, maka dapat dilihat bahwa: 𝐴𝑙𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑗𝑎𝑗𝑎𝑟 𝑎𝑙𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑏𝑒𝑟𝑙𝑎𝑤𝑎𝑛𝑎𝑛
𝑄
𝑢 𝑎 ∆𝑇𝑅𝐿 𝑎𝑠
= 𝑄 = 𝑢 𝑎 ∆𝑇𝑅𝐿 𝑎𝑏
Dengan menghitung dari nilai dari masing-masing 𝑈 𝐴 ∆𝑇𝑅𝐿 pada setiap aliran maka didapat: 𝐴𝑎𝑠 ∆𝑇𝑅𝐿 𝑎𝑠 𝐴𝑎𝑏 ∆𝑇𝑅𝐿 𝑎𝑏 𝐴𝑎𝑠 𝐴𝑎𝑏 𝐴𝑎𝑠 𝐴𝑎𝑏 𝐴𝑎𝑠 𝐴𝑎𝑏
=
=1
∆𝑇𝑅𝐿 𝑎𝑠 ∆𝑇𝑅𝐿 𝑎𝑏 78,31
= 61,67 = 1,27
Maka didapat perbandingannya yaitu: Aas = 1,27 Aab dari perbandingan diatas dapat disimpulkan bahwa luas apk yang dibutuhkan untuk kondisi yang sama namun konfigurasi yang berbeda maka harga luas yang didapat pun berbeda. Dari perhitungan diatas didapat harga luas APK aliran berlawan jauh lebih kecil dibandingkan dengan APK aliran sejajar. Untuk beberapa aliran, LMTD atau ∆𝑇𝑅𝐿 perlu dikoreksi dengan mengalikannya dengan faktor koreksi F. aliran menyilang dalam hal ini yang perlu dikalikan dengan factor koreksi f. sehingga untuk rumus perpindahan panas yang terjadi di dalam APK menjadi: Q = U A F ∆𝑇𝑅𝐿
(2.54) 34 Universitas Sumatera Utara
Dimana harga F didapat melalui grafik fungsi P dan R: P=
𝑡𝑜 −𝑡𝑖
;R=
𝑇𝑖−𝑡𝑖
𝑇𝑖−𝑇𝑜 𝑡𝑜 −𝑡𝑖
=
ṁ𝐶𝑝 𝑡
(2.55)
ṁ𝑐𝑝 𝑇
Dimana: Ti = suhu fluida masuk cangkang To= suhu fluida keluar cangkang ti = suhu fluida masuk tabung to= suhu fluida keluar tabung 2.10 Metode NTU Metode perhitungan dengan LMTD dapat digunakan bila keempat suhu dari 2 fluida diketahui, yaitu fluida masuk (fluida panas dan dingin), suhu fluida keluar (fluida panas dan dingin). Tetapi sering dalam persoalan APK yang diketahui suhu fluida panas dan dingin yang masuk. Maka dari itu digunakan metode NTU yang diperkenalkan oleh Nusselt. Dalam hal ini diperkenalkan notasi dari keefektifan APK yang didefinisikan sebagai berikut: Perpindahan laju pindahan panas real dengan perpindahan panas maksimum secara teori dapat terjadi dengan kondisi fluida masuk sama ke dalam APL (fluida, kapasitas, suhu sama) Atau secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut: 𝑞𝑟𝑒𝑎𝑙
E = 𝑞𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚
(2.56)
Gambar 2.23 distribusi suhu pada APK sejajar Sumber : Output Autocad 2007, Juni 2015
35 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.24 ∆Tmax saat Tco mendekati Thi Sumber : Output Autocad 2007, Juni 2015
Gambar 2.25 ∆Tmax saat Tho mendekati Tci Sumber : Output Autocad 2007, Juni 2015 Dalam APK aliran sejajar, ∆Tmax tidak pernah tercapai. ∆Tmax tercapai untuk aliran berlawanan, dimana pada gambar B Tco mendekati Thi dan untuk gambar C Tho mendekati Tci. Kemudian perkalian antara laju aliran massa dengan panas jenis disebut kapasitas panas yang dinotasikan dengan C. C = ṁ.Cp
(2.57)
Untuk kapasitas fluida panas dituliskan: ṁh . Cph = Ch
(2.58)
dan untuk kapasitas fluida dingin dituliskan: ṁc . Cpc = Cc
(2.59)
perpindahan panas maksimum yang terjadi berdasarkan teori dihitung dengan menggunakan rumus qmax = (ṁ.Cp) min (Thi-Tci)
(2.60)
Maka berdasarkan persamaan yang telah kita tuliskan keefektifan APK menjadi:
36 Universitas Sumatera Utara
E=
ṁ 𝑐 𝑝 (𝑇 𝑖 −𝑇 𝑜 )
dan
ṁ𝑐𝑝 𝑚𝑖𝑛 (𝑇 𝑖 −𝑇 𝑐𝑖 )
ṁ𝑐 𝑐𝑝𝑐 (𝑇𝑐𝑜 −𝑇 𝑐𝑖 )
E=
(2.61)
ṁ𝑐𝑝 𝑚𝑖𝑛 (𝑇 𝑖 −𝑇 𝑐𝑖 )
Bila (ṁ.Cp)min = ṁh.Cph , maka keefektifan E menjadi, 𝑇 −𝑇
E = 𝑇 𝑖 −𝑇 𝑜 𝑐𝑜
(2.62)
𝑐𝑖
Bila (ṁ.Cp)min = ṁc.Cpc , maka keefektifan E menjadi, E=
𝑇𝑐𝑜 −𝑇 𝑐𝑖
(2.63)
𝑇 𝑖 −𝑇 𝑜
Sehingga dengan mengetahui keefektifan E dari APK, maka kita dapatkan laju pindahan panas Q, q = E Cmin (Thi-Tci)
dimana
Cmin = (ṁ Cp)min
(2.64)
Pada saat kita membahas metode perhitungan APK dengan metode LMTD, kita mendapatkan persamaan yaitu:
ln
Tho – Tco
=-Ua
Thi – Tci
1
−
ṁ 𝐶𝑝
1
(2.65)
ṁ𝑐 𝐶𝑝 𝑐
dimana Ch = ṁ 𝐶𝑝 dan Cc = ṁ𝑐 𝐶𝑝𝑐 maka didapatkan
ln
Tho – Tco
=-Ua
Thi – Tci
Tho – Tco Thi – Tci
= 𝑒 −U a
1 Ch
−
1
(2.66)
Cc
1 1 − Ch Cc
(2.67)
Sebelumnya telah diketahui bahwa, dq = U dA ( Th - Tc)
(2.68)
berdasarkan neraca entalpi bahwa dq adalah: dTh = - ṁ
𝑑Q
;
𝐶𝑝
𝑑Q
dTc = ṁ
𝑐 𝐶𝑝 𝑐
q = ṁh Cph (Thi – Tho) = ṁc Cpc (Tco – Tci)
(2.69) (2.70)
Dengan mensubstitusikan Ch dan Cc maka didapatkan, Ch(Thi – Tho) = Cc (Tco – Tci) Tco = Tci +
Ch Cc
(Thi – Tho)
(2.71) (2.72)
37 Universitas Sumatera Utara
Persamaan diatas diselesaikan dengan manipulasi matematika, dimana pada ruas kiri dan kanan masing-masing ditambahkan Tho-Tho dan Thi-Thi. maka didapatkan, Tco + Tho - Tho = Tci + Thi –Thi +
Ch Cc
(Thi – Tho)
(2.73)
Dengan menyusun kembali persamaan diatas maka didapatkan, -(Tho – Tco) + Tho = -( Thi – Tci)+ Thi + -(Tho – Tco) = -( Thi – Tci) + Thi –Tho +
Ch Cc Ch Cc
(Thi – Tho)
(2.74)
(Thi – Tho)
(2.75)
Dengan membagi persamaan diatas dengan -(Thi – Tci) maka didapatkan, (Tho – Tco ) (Thi – Tci )
=1–
Dimana E bila Ch = Cmin = Exp −
𝑈𝑎 𝐶 𝑈𝑎
Exp − 𝐶
( Thi –Tho ) (Thi – Tci )
−
Ch (Thi – Tho ) Cc (Thi – Tci )
(2.76)
( Thi –Tho ) (Thi – Tci )
1+
𝐶
1+
𝐶
=1–E-
𝐶𝑐
Ch Cc
= 1 – E (1 +
𝐶𝑐
(E) Ch Cc
)
(2.77) (2.78)
Maka nilai E didapatkan, 𝐶 𝑈𝑎 1+ 𝐶 𝐶𝑐 Ch 1+ Cc
1−exp −
E=
(2.79)
Sedangkan untuk Cc = Cmin, nilai dari E dengan cara yang sama seperti penurunan sebelumnya maka didapatkan, 𝑈𝑎 𝐶 1+ 𝑐 𝐶 𝐶 Cc 1+ Ch
1−exp −
E=
(2.80)
Maka dapat disimpulkan untuk nilai E dari aliran sejajar yaitu : 𝐶 𝑈𝑎 1+ 𝑚𝑖𝑛 𝐶 𝐶 𝑚𝑎𝑥 𝐶 1+ 𝑚𝑖𝑛 𝐶 𝑚𝑎𝑥
1−exp −
E=
(2.81)
Keefektifan dari sebuah alat penukar kalor memiliki hubungan dengan bilangan tanpa dimensi yaitu Ua/C min dimana bilangan tanpa dimensi itu disebut dengan NTU atau Number of Tranfer Unit, bilangan ini dituliskan sebagai berikut, 𝑈𝑎
NTU = 𝐶
𝑚𝑖𝑛
𝑈𝑎
= (ṁ𝐶𝑝 )
𝑚𝑖𝑛
(2.82)
38 Universitas Sumatera Utara
Perbandingan dari kapasitas panas atau Cmin/Cmax juga memiliki hubungan dalam penentuan nilai efektifitas dari ebuah alat penukar kalor. Perbandingan kapasitas panas dapat dituliskan sebagai berikut, 𝐶
c = 𝐶 𝑚𝑖𝑛
(2.83)
𝑚𝑎𝑥
Dapat dituliskan juga bahwa efetifitas dari sebuah alat penukar kalor merupakan fungsi dari NTU dan c dari sebuah alat penukar kalor atau dapat juga dituliskan sebagai berikut, E = fungsi
𝑈𝑎 (ṁ𝐶𝑝)𝑚𝑖𝑛
𝐶
, 𝐶 𝑚𝑖𝑛
𝑚𝑎𝑥
= fungsi (NTU,c)
(2.84)
Adapun hubungan antara alat efektifitas alat penukar kalor dengan fungsi NTU dan c dapat kita lihat pada table dibawah ini. Tabel 2.3 hubungan efektifitas dengan NTU dan c
Sumber : cengel Dengan melihat hubungan antara efektifitas sebagai fungsi dari NTU dan c, nilai dari efektifitas dapat ditentukan melalui grafik yang menunjukan hubungan tersebut. Adapun beberapa grafik efektifitas dari beberapa alat penukar kalor dpat dilihat dibawah ini.
39 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.26 grafik efektifitas untuk aliran sejajar [10] Sumber :cengel
Gambar 2.27 grafik efektifitas untuk aliran berlawanan [10] Sumber :cengel
40 Universitas Sumatera Utara
2.11 Program Ansys 14.5 ANSYS adalah sebuah software analisis elemen hingga dengan kemampuan menganalisa dengan cakupan yang luas untuk berbagai jenis masalah ( Tim Langlais, 1999). ANSYS mampu memecahkan persamaan differensial dengan cara memecahnya menjadi elemen-elemen yang lebih kecil. Pada awalnya program ini bernama STASYS (Structural Analysis System), kemudian berganti nama menjadi ANSYS yang ditemukan pertama kali oleh Dr. John Swanson pada tahun 1970. ANSYS merupakan tujuan utama dari paket permodelan elemen hingga untuk secara numerik memecahkan masalah mekanis yang berbagai macam. Masalah yang ada termasuk analisa struktur statis dan dinamis (baik linear dan non-linear), distribusi panas dan masalah cairan, begitu juga dengan ilmu bunyi dan masalah elektromagnetik. Teknologi ANSYS mekanis mempersatukan struktur dan material yang bersifat non-linear. ANSYS multiphysic juga mengatasi masalah panas, struktur, elektromagnetik, dan ilmu bunyi. Program ANSYS dapat digunakan dalam teknik sipil, teknik listrik, fisika dan kimia. Didalam program ansys 14.5 terdapat program Fluent yang digunakan untuk melakukan perhitungan secara simulasi. simulasi dengan menggunakan Fluent atau yang lebih dikenal yaitu CFD (computal fluid dynamic). CFD adalah metode penghitungan, memprediksi, dan pendekatan aliran fluida secara numerik dengan bantuan komputer. Aliran fluida dalam kehidupan nyata memiliki banyak sekali jenis dan karakteristik tertentu yang begitu kompleks, CFD melakukan pendekatan dengan metode numerasi serta menggunakan persamaan-persamaan fluida. Berikut ini beberapa contoh aliran fluida yang sring kita temui sehari-hari: 1. Bernafas, minum, pencernaan, mencuci, berenang merokok. 2. Laundry pakaian dan mengeringkannya. 3. Pemanas ruangan, ventilasi ruangan, memadamkan api dengan air. 4. Pembakaran bensin pada engine dan tentunya juga polusi. 5. Membuat sup, campuran minyak pada pembuatan plastik 6. Pesawat, parasut, berselancar, berlayar 7. Menyolder, pembuatan besi atau baja, elektrolisis air dll.
41 Universitas Sumatera Utara
CFD merupakan metode penghitungan dengan sebuah kontrol dimensi,luas dan volume dengan memanfaatkan bantuan komputasi komputer untuk melakukan perhitungan pada tiap-tiap elemen pembaginya. Prinsipnya adalah suatu ruang yang berisi fluida yang akan dilakukan penghitungan dibagi-bagi menjadi beberapa bagian, hal ini sering disebut dengan sel dan prosesnya dinamakan meshing. Bagian-bagian yang terbagi tersebut merupakan sebuah kontrol penghitungan yang akan dilakukan oleh aplikasi atau software. Kontrol-kontrol penghitungan ini beserta kontrol-kontrol penghitungan lainnya merupakan pembagian ruang yang disebutkan tadi atau meshing. Nantinya, pada setiap titik kontrol penghitungan akan dilakukan penghitungan oleh aplikasi dengan batasan domain dan boundary condition yang telah ditentukan. Prinsip inilah yang banyak dipakai pada proses penghitungan dengan menggunakan bantuan komputasi komputer. Contoh lain penerapan prinsip ini adalah Finite Element Analysis (FEA) yang digunakan untuk menghitung tegangan yang terjadi pada benda solid. Dalam membuat model CFD diperlukan definisi dari model itu sendiri, apakah model tersebut memepertimbangkan faktor reaksi kimia, mass transfer, heat transfer atau hanya berupa aliran fluida non kompressible dan laminar. Definisi dari model sebenarnya adalah memilih persamaan mana yang akan diaktifkan dalam suatu proses CFD. Banyak sekali persamaan yang digunakan dalam konsep CFD secara umum karena semua persamaan tersebut merupakan pendekatan dari karakteristik fluida yang akan mendekatkannya pada kondisi real. Kita kembali ke CFD, berikut ini salah satu contoh persamaan-persamaan dasar yang terlibat dalam suatu aliran laminar tanpa melibatkan perpindahan kalor maupun spesies. 1. Persamaan Konservasi Massa Persamaan konservasi massa atau persamaan kontinuiti yang digunakan dalam CFD adalah: 𝜕𝜌 𝜕𝑡
+
Dimana :
𝜕(𝜌𝑢 ) 𝜕𝑥
+
𝜕(𝜌𝑣) 𝜕𝑦
+
𝜕(𝜌𝑤 ) 𝜕𝑧
=0
𝜌
= Densitas
x,y,z
= koordinat kartesian
(2.85)
u,v,w = komponen kecepatan vector pada sumbu x, y, z
42 Universitas Sumatera Utara
Persamaan diatas merupakan persamaan umum dari konservasi massa dan valid untuk setiap aliran compressible dan incompressible. 2. Persamaan Konservasi Momentum Persamaan
konservasi
momentum
adalah
persamaan
yang
mendefinisikan gerakan fluida ketika terjadi gaya-gaya pada partikelpartikelnya pada setiap elemen fluida yang didefiniskan di dalam model CFD. Untuk lebih jelasnya lihat gambar di bawah ini:
Gambar 2.28 Persamaan Konservasi Momentum [11] Sumber : https://fauzanahmad.wordpress.com/
𝜌𝑔𝑥 𝜌𝑔𝑦 𝜌𝑔𝑧
𝜕𝜍 𝑥𝑥 𝜕𝑥
+
𝜕𝜍 𝑥𝑦
+
𝜕𝑥 𝜕𝜍 𝑥𝑧 𝜕𝑥
+
Dimana :
𝜕𝜏 𝑥𝑦
+
𝜕𝑦 𝜕𝜏 𝑦𝑦
+
𝜕𝑦 𝜕𝜏 𝑥𝑧 𝜕𝑦
+
𝜕 𝑧𝑥 𝜕𝑧 𝜕 𝑧𝑦 𝜕𝑧 𝜕 𝑧𝑧 𝜕𝑧
= 𝜌
𝜕𝑢
= 𝜌
𝜕𝑣
= 𝜌
𝜕𝜏 𝜕𝜏 𝜕𝑤 𝜕𝜏
+ 𝑢
𝜕𝑢
+ 𝑢
𝜕𝑣
+ 𝑢
𝜕𝑤
𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑥
𝜕𝑢
𝜕𝑢
𝜕𝑣
𝜕𝑣
+ 𝑣 𝜕𝑦 + 𝑤 𝜕𝑧
(2.86)
+ 𝑣 𝜕𝑦 + 𝑤 𝜕𝑧 +𝑣
𝜕𝑤 𝜕𝑦
+𝑤
(2.87)
𝜕𝑤
(2.88)
𝜕𝑧
gx,gy,gz
= komponen dari percepatan gravitasi
𝜌
= densitas
𝜍x, 𝜍y, 𝜍z
= loses kekentalan
Persamaan diatas adalah persamaan diferensial umum dari gerakan fluida. Kenyataannya persamaan tersebut dapat diaplikasikan untuk setiap continuum (solid atau fluid) ketika bergerak ataupun diam. 3. Persamaan Energi Persamaan energi adalah persamaan yang digunakan untuk menganalisa setiap unsur energy yang terdapat pada suatu aliran. Dalam
43 Universitas Sumatera Utara
persamaan energi terdapat dua jenis compressible dan incompressible. Persamaan compressible energy yaitu: 𝜕𝜌 𝜕𝑡 𝜕 𝜕𝑥
𝐾
𝜕
𝜕
𝜕
𝜕 𝑇𝑜
+ 𝑊 𝑉 + 𝐸 𝑘 + 𝑄𝑉 + 𝛷 +
𝜌𝐶𝑝 𝑇𝑜 + 𝜕𝑥 𝜌𝐶𝑝 𝑇𝑜 𝑉𝑥 + 𝜕𝑦 𝜌𝐶𝑝 𝑇𝑜 𝑉𝑦 + 𝜕𝑧 𝜌𝐶𝑝 𝑇𝑜 𝑉𝑧 = 𝜕𝑇𝑜 𝜕𝑥
+
𝜕
𝐾
𝜕𝑦
𝜕 𝑇𝑜 𝜕𝑦
+
𝜕 𝜕𝑧
𝐾
𝜕𝑧
𝜕𝑃 𝜕𝑡
(2.89) Dimana :
Cp
= panas jenis
To
= total temperature
K
= konduktivitas termal
WV
= kerja kekentalan
QV
= sumber panas volumetrik
Φ
= kekentalan panas yang terjadi
Ek
= energi kinetik
Persamaan incompressible energy yaitu: 𝜕 𝜕𝑡 𝜕 𝜕𝑥
𝜕𝑇
𝐾 𝜕𝑥 +
𝜕
𝜕
𝜕
𝜌𝐶𝑝 𝑇 + 𝜕𝑥 𝜌𝑉𝑥 𝐶𝑝 𝑇 + 𝜕𝑦 𝜌𝑉𝑦 𝐶𝑝 𝑇 + 𝜕𝑧 𝜌𝑉𝑧 𝐶𝑝 𝑇 = 𝜕 𝜕𝑦
𝜕𝑇
𝐾 𝜕𝑦 +
𝜕 𝜕𝑧
𝜕𝑇
𝐾 𝜕𝑧 + 𝑄𝑉
(2.90) 4. Boundary Conditions Dalam menganalisa suatu aliran fluida terdapat dua metode yang dapat digunakan, yang pertama adalah mencari pola aliran secara detail (x, y, z) pada setiap titik atau yang kedua, mencari pola aliran pada suatu daerah tertentu dengan keseimbangan antara aliran masuk dan keluar dan menentukan (secara kasar) efek-efek yang mempengaruhi aliran tersebut (seperti: gaya atau perubahan energi). Metode pertama adalah metode analisa diferensial sedangkan yang kedua adalah metode integral atau control volume. Boundary conditions adalah kondisi dari batasan sebuah kontrol volume tersebut. Dalam analisa menggunakan CFD seluruh titik dalam kontrol volume tersebut di cari nilainya secara detail, seperti yang telah di jelaskan di awal bab ini, dengan memanfaatkan nilai-nilai yang telah diketahui pada
boundary
conditions. Secara umum boundary conditions terdiri dari dua macam, inlet dan oulet. Inlet biasanya didefinisikan sebagai tempat dimana 44 Universitas Sumatera Utara
fluida memasuki domain (control volume) yang ditentukan. Berbagai macam kondisi didefinisikan pada inlet ini mulai dari kecepatan, komposisi, temperatur, tekanan, laju aliran. Sedangkan pada outlet biasanya didefinisikan sebagai kondisi dimana fluida tersebut keluar dari domain atau dalam suatu aplikasi CFD merupakan nilai yang didapat dari semua variabel yang didefinisikan dan diextrapolasi dari titik atau sel sebelumnya. Di bawah ini salah satu contoh penerapan boundary conditions.
Gambar 2.29 Penerapan Boundary Condition [11] Sumber : https://fauzanahmad.wordpress.com/ 5. Solusi dari persamaan Setelah semua terdefinisi maka seluruh variabel yang diketahui dimasukkan kedalam persamaan dan diselesaikan menggunakan operasi numerik. Ketika iterasi dimulai maka seluruh persamaan konservasi yang didefinisikan diselesaikan secara bersamaan secara paralel. Disinilah peran komputer yang sebenarnya. Berikut ini flow charts dari salah satu aplikasi CFD (Fluent) dalam penyelesaian persamaan.
45 Universitas Sumatera Utara
MULAI LOOP
MENYELESAIKAN MOMENTUM – U
MENYELESAIKAN MOMENTUM - V MENGULANGI
MENYELESAIKAN MOMENTUM - W TIDAK
KELUAR DAR LOOP
YA
MENYELESAIKAN PERSAMAAN KONSERVASI ,MENGUBAH KECEPATAN
ULANGI
MENYELESAIKAN ENTALPI
MEMERIKSA KONVERGENSI MENYELESAIKAN PERBEDAAN
MENYELESAIKAN ENERGI KINETIK TURBULEN
MENGUPDATE SIFAT
MENYELESAIKAN DISIPASI EDDY
Gambar 2.30 Flowchart simulasi CFD [11] Sumber : https://fauzanahmad.wordpress.com/ 2.12 Metanol Metanol, juga dikenal sebagai metil alkohol, wood alcohol atau spiritus, adalah senyawa kimia dengan rumus kimia CH3OH. Metanol merupakan bentuk alkohol paling sederhana. Pada "keadaan atmosfer" metanol berbentuk cairan yang ringan, mudah menguap, tidak berwarna, mudah terbakar, dan beracun dengan bau yang khas (berbau lebih ringan daripada etanol). metanol digunakan sebagai bahan pendingin anti beku, pelarut, bahan bakar dan sebagai bahan additif bagi etanol industri.
46 Universitas Sumatera Utara
Metanol diproduksi secara alami oleh metabolisme anaerobik oleh bakteri. Hasil proses tersebut adalah uap metanol (dalam jumlah kecil) di udara. Setelah beberapa hari, uap metanol tersebut akan teroksidasi oleh oksigen dengan bantuan sinar matahari menjadi karbon dioksida dan air. Reaksi kimia metanol yang terbakar di udara dan membentuk karbon dioksida dan air adalah sebagai berikut: 2 CH3OH + 3 O2 → 2 CO2 + 4 H2O Api dari metanol biasanya tidak berwarna. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati bila berada dekat metanol yang terbakar untuk mencegah cedera akibat api yang tak terlihat. Karena sifatnya yang beracun, metanol sering digunakan sebagai bahan additif bagi pembuatan alkohol untuk penggunaan industri; Penambahan "racun" ini akan menghindarkan industri dari pajak yang dapat dikenakan karena etanol merupakan bahan utama untuk minuman keras (minuman beralkohol). Metanol kadang juga disebut sebagai wood alcohol karena ia dahulu merupakan produk samping dari distilasi kayu. Saat ini metanol dihasilkan melului proses multi tahap. Secara singkat, gas alam dan uap air dibakar dalam tungku untuk membentuk gas hidrogen dan karbon monoksida; kemudian, gas hidrogen dan karbon monoksida ini bereaksi dalam tekanan tinggi dengan bantuan katalis untuk menghasilkan metanol. Tahap pembentukannya adalah endotermik dan tahap sintesisnya adalah eksotermik. 2.13 Persamaan Yang Digunakan Dalam Perhitungan
Andaikan Tho dan Tco Diperoleh sifat – sifat kedua fluida pada suhu Th dan Tc
Aliran didalam Pipa bagian dalam Persamaan yang digunakan yaitu : Q = A.V
47 Universitas Sumatera Utara
Re =
ρVD μ
ṁh = ρ Q f = (0,790 ln Re – 1,64)-2
Nu =
(f/8) (Re – 1000) Pr 1 + 12,7 (f/8)0,5 (Pr2/3 – 1)
k Nu
hi =
D
Aliran didalam Anulus Q = A.V Re =
ρVD μ
ṁc = ρ Q Tabel 2.4. Bilangan Nu pada pipa annulus sepusat
ho =
k Nu Dh
Rf,i= 0,0002 m2°C/W Rf,o= 0,0001 m2°C/W Ai = Di L Ao = Do L kpipa = 237 W/m.K (Pipa Aluminium) 1 UAs
U=
=
1 Ui Ai
=
1 Uo Ao
=R=
1 hi Ai
+
Rf,i ln (Do/Di) Rf,o 1 + + + Ai 2kL Ao ho Ao
1 R As
48 Universitas Sumatera Utara
Ch= ṁh cp,h Cc= ṁc cp,c Cmin Ch = =C Cmax Cc
NTU =
ε= ε=
UA Cmin
1 - exp - NTU 1 + C (1+ C) (Tc,0 – Tc,i) (Th,i – Tc,i)
Ch(Th,i – Th,o)= Cc (Tc,o – Tc,i) Setelah diperoleh Tho dan Tco dilanjutkan kembali ke iterasi berikutnya hingga Tho dan Tco yang diandaikan mendekati atau sama.
49 Universitas Sumatera Utara